• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PERIODE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PERIODE (1)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

PERIODE PERTAMA 450H/1508M

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Oleh:

Widya Mauludi 141002121

Rizky Moch. Thopik 141002125

Dea Fauziyyah 141002131

Zia Azkiaul Malik 141002137

Rahmawati 141002154

Pipit Puji Noor Fazri 141002156

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

(2)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas karunia, rahmat, dan nikmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Periode Pertama 450H/1508M.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Hj. Lina Marlina, S.Ag., M.Ag., selaku dosen mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam;

2. Rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini;

3. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Semoga bantuan baik berupa moril maupun materil yang telah diberikan, oleh Allah SWT. dapat diberikan balasan yang berlipat ganda.

Makalah ini juga masih jauh dari kata sempurna karena memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi dan sistematika maupun dalam teknik penulisannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Tasikmalaya, Mei 2016

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...2

C. Tujuan Penulisan...2

D. Manfaat Penulisan...3

BAB II PEMBAHASAN...4

A. Tokoh Pemikiran Ekonomi Islam Periode Pertama 450H/1508M...4

B. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pada Periode Pertama...5

1. Zaid bin Ali (80-120 H/699-738 M)...5

2. Abu Hanifah (80-150 H/767 M)...6

3. Abu Yusuf (113 – 182 H/731 – 798 M)...7

4. Muhammad bin Hasan Al-Syaibani (132-189 H/750-804 M)...8

5. Abu Ubaid (150-224 H)...10

6. Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M)...12

7. Al-Mawardi (364-450 H/974-1058 M)...12

BAB III SIMPULAN DAN SARAN...14

A. Simpulan...14

B. Saran...14

DAFTAR PUSTAKA

(4)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemikiran ekonomi Islam adalah respons para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran ekonomi Islam tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran Al-Qur’an dan Sunnah juga oleh ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka. Pemikiran merupakan sebuah proses kemanusiaan, namun ajaran Al-Qur’an dan Sunnah bukanlah pemikiran manusia. Yang menjadi objek kajian dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran Al-Qur’an dan Sunnah tentang ekonomi tetapi pemikiran para ilmuwan Islam tentang ekonomi dalam sejarah atau bagaimana mereka memahami ajaran Al-Qur’an dan Sunnah tentang ekonomi. Obyek pemikiran ekonomi Islam juga mencakup bagaimana sejarah ekonomi Islam yang terjadi dalam praktek historis.

Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak Nabi Muhammad SAW ditunjuk sebagai seorang Rasul. Rasulullah SAW mengeluarkan sejumlah kebijkan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqih), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah).

Setelah wafatnya Nabi kepemimpinan dipegang oleh Khulafa Urrasyidin, berbagai perkembangan, gagasan, dan pemikiran muncul pada masa itu. Hal ini tercermin dari kebijakan-kebijakan yang berbeda antar Khalifah itu sendiri, kebijakan-kebijakan itupun muncul sebagai akibat dari munculnya masalah-masalah baru. Salah satunya pemenuhan kehidupan masyarakat di bidang ekonomi sehingga masalah teknis untuk mengatasi masalah-masalah perniagaan muncul pada waktu itu. Sejumlah aturan yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadist Nabi hadir untuk

(5)

2

memecahkan masalah ekonomi yang ada. Masalah ekonomi menjadi bagian yang penting pada masa itu.

Setelah perkembangan pemikiran ekonomi Islam pasca Rasulullah SAW dan khulafaurrasyidin, muncul perkembangan pada abad pertengahan yang dibagi menjadi 3 periode yang didasarkan atas nama tokoh ekonomi Islam tersebut hidup. Yaitu Ekonomi Islam periode awal Islam sampai 1058 M. Tokohnya antara lain : Zaid bin Ali (738), Abu Hanifa (798), Ibnu Farabi (950), Ibnu Sina (1037), dll, periode kedua dan, periode ketiga.

Dengan demikian, kajian historis dalam pemikiran ekonomi Islam adalah bagaimana usaha manusia dalam menginterpretasi dan mengaplikasikan ajaran Alquran pada waktu dan tempat tertentu dan bagaimana orang-orang dahulu mencoba memahami dan mengamati kegiatan ekonomi juga menganalisa kebijakan-kebijakan ekonomi yang terjadi pada masanya.

Karena latar belakang inilah akhirnya penulis berkeinginan untuk mengambil tema dalam makalah yang akan penulis susun, dengan judul Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Periode Pertama 450H/1508M.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai :

1. Siapa saja tokoh pemikiran ekonomi Islam pada periode pertama? 2. Bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi Islam pada periode

pertama?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui siapa saja tokoh pemikiran ekonomi Islam pada periode pertama;

(6)

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi penulis dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah pemikiran ekonomi islam periode pertama 450H/1508M;

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tokoh Pemikiran Ekonomi Islam Periode Pertama 450H/1508M Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam pada fase pertama ini antara lain diwakili oleh Zaid bin Ali (w. 80H/38M), Abu Hanifah (w. 150H/767M), Abu Yusuf (w. 182H/798M), Al-Syaibani (w. 189H/804M), Abu Ubaid bin Sallam (w. 224H/383M), Harits bin Asad Al-Muhasibi (w. 243H/858M), Junaid Al-Baghdadi (297H/910M), Ibnu Miskawaih (w. 421H/1030M), dan Al-Mawardi (450H/1050M).

Peride pertama merupakan periode abad awal sampai dengan abad ke-5 Hijriyah atau abad ke-11 Masehi yang dikenal sebagai periode dasar-dasar ekonomi Islam yang dirintis oleh para fukaha, diikuti oleh sufi dan kemudian oleh filosof. Pada awalnya pemikirannya mereka berasal dari orang yanng berbeda, tetapi di kemudian hari para ahli harus mempunyai dasar pengetahuan dasar dari ketiga disiplin ilmu tersebut.

Fokus fiqih adalah apa yang diturunkan oleh syariah, dan dalam konteks ini para fukaha mendiskusikan fenomena ekonomi. Tujuan mereka tidak terbatas pada penggambaran dan penjelasan fenomena ini. Namun demikian, dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits mereka mengeksplorasi konsep maslahah dan mafsadah yang terkait dengan aktivitas ekonomi. Pemikiran yang timbul terfokus pada apa manfaat sesuatu yang dianjurkan dan apa kerugian bila melaksanakan sesuatu yang dilarang agama. Pemaparan ekonomi para fukaha tersebut mayoritasnya bersifat normatif dengan wawasan positif ketika berbicara tentang perilaku yang adil, kebijakan yang baik, dan batasan-batasan yang diperbolehkan dalam kaitannya dengan permasalahan dunia.

Sedangkan kontribusi utama tasawuf terhadap pemikiran ekonomi adalah pada keajegannya dalam mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, tidak rakus dalam memanfaatkan kesempatan yang

(8)

diberikan Allah Swt., dan secara tetap menolak penempatan tuntutan kekayaan dunia yang terlalu tinggi. Sementara itu filosof Muslim dengan tetap berasaskan syariah dalam keseluruhan pemikirannya, mengikuti para pendahulunya dari Yunani, terutama Aristoteles (367-322 SM), yang fokus pembahasannya tertuju pada sa’adah (kebahagiaan) dalam arti luas. Pendekatannya global dan raional, serta metodologinya syarat dengan analisis ekonomi positif dan cenderung makroekonomi. Dan hal ini berbeda dengan para fukaha yang fokus perhatiannya pada masalah-masalah mikroekonomi.

A. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pada Periode Pertama 1. Zaid bin Ali (80-120 H/699-738 M)

Zaid bin Ali merupakan salah satu ahli fiqih yang terkenal di Madinah dan cucu dari Imam Husein serta merupakan seorang guru dari ulama terkemuka Abu Hanifah.

Zaid bin Ali memperbolehkan penjualan suatu komiditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai, selama transaksi yang dilakukan dilandasi oleh prinsip saling ridha antar kedua belah pihak. Karena pada dasarnya keuntungan yang diperoleh para pedagang dari penjualan secara kredit adalah murni bagian dari sebuah perniagaan dan tidak termasuk riba.

Namun, beliau tidak memperbolehkan pengambilan keuntungan dari suatu penangguhan pembayaran pinjaman. Setiap penambahan terhadap penundaan pembayaran adalah riba. Sebagaiman firman Allah dalam surat An-Nisaa’( 4) ayat 29 :” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka dia ntara kamu”.

(9)

6

2. Abu Hanifah (80-150 H/767 M)

Abu Hanifah merupakan seorang fuqaha terkenal yang juga seorang pedagang di kota Kufah yang ketika itu merupakan pusat aktivitas perdagangan dan perekonomian yang sedang maju dan berkembang.

Abu Hanifah menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, salah satunya adalah salam, yaitu suatu bentuk transaksi dimana antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak/akad disepakati. Abu Hanifa mengkritisi prosedur akad tersebut yang cenderug mengarah pada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar lebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas, kuantitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan pengiriman.

Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi, hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dalam hubungan dengan jual beli. Pengalamannya di bidang perdagangan juga memungkinkan Abu Hanifah dapat menentukan aturan-aturan yang adil dalam transaksi ini (salam) dan transaksi-transaksi lainnya yang sejenis.

(10)

3.Abu Yusuf (113 – 182 H/731 – 798 M)

Abu Yusuf terkenal sebagai Qadi ( hakim ). Diantara kitab-kitab Abu Yusuf yang paling terkenal adalah kitab Al-Kharaj. Kitab ini ditulis atas permintaan khalifah Harun Ar-Rasyid untuk pedoman dalam menghimpun pemasukan atau pendapatan negara dari kharaj, ushr, zakat, dan jizyah. Kitab ini dapat digolongkan sebagai public finance dalam pengertian ekonomi modern.

Abu Yusuf juga cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil pertanian dari pada menarik sewa dari lahan pertanian. Dalam hal pajak, Ia telah meletakan prinsip-prinsip yang jelas yang dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Beberapa prinsip yang ditekankannya yakni meliputi kesanggupan membayar, pemberian waktu yang longgar bagi pembayar pajak, dan sentrallisasi bagi pembuatan keputusan dalam adminisrasi pajak. Abu Yusuf juga dengan keras menentang pajak pertanian. Ia menyarankan agar petugas pajak diberi gaji dan perilaku mereka harus selalu diawasi untuk mencegah korupsi dan praktik penindasan.

Poin kontroversial dalam analisis ekonomi Abu Yusuf adalah pada masalah pengendalian harga (tas’ir). Ia menentang penguasa menetapkan harga, dengan didasarkan pasa Sunnah Nabi Muhammad saw. Beliau menyatakan bahwa hasil panen yang berlimpah bukan alasan untuk mennurunkan harga panen, dan sebaliknya. Namun, di sisi lain Abu Yusuf juga tidak menolak peranan permintan dan penawaran dalam penentuan harga. Kecenderungan dalam pemikiran ekonomi Islam adalah membersihkan pasar dari praktik penimbunan, monopoli, dan praktik korup lainnya dan kemudian membiarkan permintaan dan penawaran menentukan harga.

(11)

8

4. Muhammad bin Hasan Al-Syaibani (132-189 H/750-804 M)

Dalam mengungkapkan pemikiran ekonomi Al-Syaibani para ekonom Muslim banyak merujuk pada kitab al-Kasb, yang isinya mengenai kasb (pendapatan) dan sumbernya, serta perilaku produksi dan konsumsi. Kitab tersebut termasuk kitab yang pertama di dunia Islam yang membahas permaslahan tersebut. Oleh karena itu, Dr. Al-Janidal menyebut Al-Syaibani sebagai seorang perintis ekonomi Islam.

Beberapa pemikiran ekonominya antara lain sebagai berikut: a. Al-Kasb (Kerja)

Al-Syaibani mendefinisikan al-kasb sebgai cara memperoleh harta melalui cara yang halal (aktivitas produksi). Aktivitas produksi dalam ekonomi Islam tentulah berbeda dengan ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam tidak semua aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat berkaitan erat dengan halal-haramnya suatu bararang atau jasa. Kegiatan produksi dimaksudkan untuk meningkatkan nilai guna suatu barang atau jasa. Sedangkan Islam memandangnya lebih jauh, yakni suatu barang atau jasa akan mempunyai nilai guna apabila mengandung kemaslahatan.

b. Kekayaan dan Kefakiran

(12)

begitu, ia tidak menentang gaya hidup yang lebih dari cukup selama kelebihan tersebut hanya dipergunakan untuk kebaikan.

c. Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian

Menurut Al-Syaibani usaha-usaha perekonomian terbagi menjadi empat macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian, dan industri. Diantara ke-empatnya beliau lebih mengutamakan pertanian karena memproduksi sebagian kebutuhan dasar manusia yang menunjang untuk melaksanakan kewajibannya.

d. Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi

Al-Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan mampu berdiri kecuali dengan empat perkara; makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Jika empat hal itu tidak diusahakan untuk dipenuhi, ia akan masuk neraka karena manusia tidak akan dapat hidup tanpa keempat hal tersebut. (Qs. Al-Jumu’ah [62]: 10)

e. Spesialisasi dan Distribusi Pekejaan

Al-Syaibani menandaskan bahwa yang fakir membutukan orang kaya, dan yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin. Dari hasil tolong-menolong tersebut manusia akan semakin mudah dalam menjalankan ibadah kepada-Nya. Dan apabila seseorang tersebut bekerja karena ketaatan kepada Allah atau membantu saudaranya untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya, niscaya itu semua akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya.

(13)

10

5. Abu Ubaid (150-224 H)

Abu Ubaid bernama lengkap Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al-Harawi Al-Azadi Al-Baghdadi. Salah satu karyanya yaitu Kitab al-Amwal. Berikut ini adaalah beberapa pandangan ekonomi dari Abu Ubaid:

a. Filosofi Hukum dari Sisi Ekonomi

Abu Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utamanya. Tulisan-tulisan Abu Ubaid pada masa keemasan Dinasti Abbasiyah menitik beratkan pada berbagai persoalan yang berkaitan dengan hak khalifah dalam mengambil suatu kebijakan dalam memutuskan suatu perkara. Beliau juga menekankan bahwa perbendaharaan negara tidak boleh disalah gunakan oleh penguasa untuk kepentingan pribadinya.

b. Dikotomi Badui-Urban

Dikotomi ini dilakukan ketika menyoroti masalah alokasi pendapatan fai. Singkatnya Abu Ubaid membangun suatu negara Islam berdasarkan administrasi, pertahanan, pendidikan, hukum, dan kasih sayang. Karakteristik ini hanya Allah berikan kepada kaum urban. Kaum badui yang tidak memberikan kontribusi sebesar yang telah diberikan kaum urban, dan tidak bisa memperoleh manfaat pendapaan fai sebanyak kaum urban.

Mereka hanya mendapatkan hak klaim sementara atas penerimaan fai hanya pada saat terjadi invansi musuh, kemarau panjang, dan kerusuhan sipil.

(14)

d. Pertimbangan Kebutuhan

Abu Ubaid sangat menentang pendapat yang menyatakan bahwa pembagian harta zakat harus dilakukan secara merata antara delapan kelompok penerima zakat. Baginya yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan dasar, seberapapun besarnya, serta bagaimana menyelamatkan orang-orang dari kelaparan.

Namun Abu Ubaid tidak memberikan zakat kepada orang-orang yang memiliki 40 dirham atau harta lain yang setara. Beliau mengindikasikan adanya tiga kelompok sosio-ekonomi yang terkait dengan status zakat; kalangan kaya yang terkena wajib zakat, kalangan menengah yang tidak kena wajib zakat tetapi juga tidak berhak menerima zakat, kalangan penerima zakat.

e. Fungsi Uang

Pada prinsipnya Abu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yakni sebagai standar nilai pertukaran (standard of exchange value) dan media pertukaran (medium of exchange). Ia juga mendukung teori konvensional mengenai uang logam, walaupun sama sekali tidak menjelaskan mengapa emas dan perak tidak layak untuk apapun kecuali keduanya menjadi harga dari barang dan jasa.

(15)

12

6. Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M)

Salah satu pandangan Ibn Miskawaih yang terkait dengan aktivitas ekonomi adalah tentanng pertukaran dan peranan uang. Ia menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk sosial dan tidak bisa hidup sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus bekerja sama dan saling membantu dengan sesamanya. Oleh karena itu mereka akan saling mengambil dan memberi.

Konsekuensinya, mereka akan menuntut suatu kompensasi yang pantas. Sebagai contoh, jika tukang sepatu memakai jasa tukang cat dan ia memberikan jasanya sendiri, ini akan menjadi reward jika kedua karya tersebut seimbang. Dalam hal ini, dinar akan menjadi suatu penilai dan penyeimbang di antara keduanya.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa logam yang dapat diterima secara universal melalui konvensi, yakni tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah rusak, dikehendaki orang, dan fakta orang senang melihatnya.

7. Al-Mawardi (364-450 H/974-1058 M)

Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-Syafi’i lahir di kota Basrah pada tahun 364 H/974 M. Beliau adalah seorang hakim, namun juga tetaap aktif mengajar dan menulis. Ia meninggal pada bulan Rabiul Awwal tahun 450 H/1508 M di kota Baghdad dalam usia 86 tahun dengan mewariskan berbagai karya tulis yang sangat berharga.

Pada dasarnya pemikiran ekonomi Al-Mawardi tersebar paling tidak pada tiga buah karya tulisnya, yaitu Kitab Adab Dunya wa ad-Din, al-Hawi, dan al-Ahkam as-Sulthaniyyah.

(16)

Islam, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbagai lembaga negara, penerimaan dan pengeluaran negara, serta institusi hisbah.

Dari ketiga karya tulis tersebut, para peneliti ekonomi Islam tampaknya sepakat menyatakan bahwa Kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah merupakan kitab yang paling komprehensif dalam merepresentasikan pokok-pokok pemikiran ekonomi Al-Mawardi. Dalam kitabnya tersebut, Al-Mawardi menempatkan pembahasan ekonomi dan keuangan negara kecara khusus, pada bab 11, 12, dan 13 yang masing-masing membahas tentang harta sedekah, harta fai dan ghanimah, serta harta jizyah dan kharaj.

(17)

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari berbagai penjelasan yang telah penulis paparkan di bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa:

1. Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam pada fase pertama diantaranya adalah Zaid bin Ali (w. 80H/38M), Abu Hanifah (w. 150H/767M), Abu Yusuf (w. 182H/798M), Al-Syaibani (w. 189H/804M), Abu Ubaid bin Sallam (w. 224H/383M), Harits bin Asad Al-Muhasibi (w. 243H/858M), Junaid Al-Baghdadi (297H/910M), Ibnu Miskawaih (w. 421H/1030M), dan Al-Mawardi (450H/1050M); 2. Berbagai pemikiran ekonomi telah dikemukakan oleh beberpa

pemikir Islam, mereka memberikan banyak pemikirannya di berbagai bidang khususnya di bidang ekonomi. Seperti pemikiran Zaid bin Ali mengenai penjualan secara kredit; Abu Hanifah mengenai salam; Abu Yusuf mengenai pendapatan negara; Al-Syaibani mengenai pendapatan, produksi dan konsumsi; Abu Ubaid mengenai fungsi uang; Ibn Miskawaih tenatang pertukaran dan peranan uang; serta Al-Mawardi mengenai pembebanan pajak tambahan dan diperbolehkannya pinjaman publik.

E. Saran

Sejalan dengan simpulan di atas, penulis merumuskan saran sebagai berikut:

1. Ada banyak Ilmuan Islam yang mendidikasikan pemikirannya di bidang ekonomi misalnya saja pada periode pertama ini sudah ada tujuh pemikiran yang penulis paparkan, dan sebagai umat Muslim seharusnya kita bangga karena ternyata para ahli ekonomi Islam itu pemikirannya sangat hebat dan bermanfaat;

(18)

2. Sudah saatnya sebagai Muslim kita mengenal dan memperkenalkan ahli ekonomi umat kita. Jangan sampai kita hanya mengenal dan mengagumi para pemikir ekonomi dari barat saja seperti Adam Smith, David Ricardo, dkk;

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Karim. Adiwarman Azwar. 2014. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

http://dunia-angie.blogspot.co.id/2013/10/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-periode.html (diakses pada 29 April 2016)

https://www.academia.edu/4697901/Sejarah_Pemikiran_Ekonomi_Islam

(diakses pada 29 April 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan Pemikiran Tentang Marxisme- Sosialisme Perkembangan Pemikiran Tentang Marxisme Presentasi Makalah Sutarjo Adisusilo, Sejarah Pemikiran Barat, Yogyakarta:

Pembahasan sejarah pemikiran ekonomi Islam harus dipisahkan pada batas-batas tertentu dengan keilmuan ekonomi Islam yang lain seperti filsafat ekonomi Islam, sistem ekonomi

Sejarah Islam Liberal di Indonesia melewati empat tahap, yaitu: Pertama, tahap awal yang masih menyatu dengan pemikiran Neo-Modernisme, yang terkenal dengan tokoh

Semangat damai itu mejadi fokus kajian makalah ini dengan mendedahkan sejarah dinamika pemikiran (paradigma) ekonomi yang berkembang di dunia ini. Ketiga paradigma ekonomi di

B. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA MASA NABI.. Perkembangan ekonomi islam menjadi suatu yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah

Pada makalah ini kami akan membahas mengenai sejarah fisika pada masa prasejarah, atau yang lebih dikenal dengan periode I.semoga dengan disusunanya makalah ini

Penulisan bertemakan sejarah sosial dan sejarah ekonomi pernah dilakukan oleh sarjana Universitas Padjajaran dan sarjana Universitas Gadjah Mada, seperti Amin

Makalah ini menjelaskan tentang pemikiran Imam Al Mawardi seputar ekonomi