• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Ekonomi Al Mawardi

N/A
N/A
Khilmi Zuhroni

Academic year: 2024

Membagikan "Pemikiran Ekonomi Al Mawardi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penulisan ... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Al Mawardi (364-450 H/974-1058 M)... 3 B. Pemikiran Al-Mawardi Tentang Ekonomi ... 4 C. Kondisi Sosial Politik Pada Masa Al-Mawardi ... 7 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan. ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejarah membuktikan bahwa Ilmuwan muslim pada era klasik telah banyak menulis dan mengkaji ekonomi Islam tidak saja secara normatif, tetapi juga secara empiris dan ilmiah dengan metodologi yang sistematis, seperti buku Ibnu Khaldun (1332-1406) dan Ibnu Taymiyah, bahkan Al-Ghazali (w.1111) Al-Maqrizi. Selain itu masih banyak ditemukan buku-buku yang khusus membahas bagian tertentu dari ekonomi Islam, seperti, Kitab Al- Kharaj karangan Abu Yusuf (w.182 H/798 M), Kitab Al-Kharaj karangan Yahya bin Adam (.w.203 H), Kitab Al-Kharaj karangan Ahmad bin Hanbal

(w.221 M), Kitab Al- -Iktisab fi

al Rizqi, oleh Muhammad Hasan Asy-Syabany. (w.234 H).

Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak periode Muhammad SAW ditunjuk sebagai seorang Rasul. Nabi Muhammad mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqih), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah).

Masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian Nabi, karena masalah ekonomi merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan.

Selanjutnya, kebijakan-kebijakan Nabi dijadikan pedoman oleh para generasi penerusnya dengan tetap berlandaskan pada Al-Quran. Hingga terdapat beberapa tokoh terkemuka Islam yang sangat besar sumbangannya dalam perkembangan ekonomi Islam di periode awal kejayaan Islam. Pemikiran dari para tokoh-tokoh ini sangatlah berharga dan perlu dikaji di era modern sekarang ini.

(3)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup Al-Mawardi?

2. Apa saja pemikiran ekonomi Al-Mawardi?

3. Bagaimana kondisi sosial politik pada masa Al-Mawardi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui riwayat hidup Al-Mawardi.

2. Untuk mengetahui pemikiran ekonomi Al-Mawardi.

3. Untuk mengetahui kondisi sosial politik pada masa Al-Mawardi.

(4)

BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Al-Mawardi (364-450 H/974-1058 M)

Abu Al-Hasan bin Muhammad bin Habib al-Mawardi Al-Basri Al-

pendidikannya dikota Basrah dan Baghdad selama dua tahun, ia berkelana diberbagai negeri islam untuk menuntut ilmu. Diantara guru-guru Al-Mawardi adalah Al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Al-fadhl Al-Baghdadi Abu Al- Qasim Al-Qusyairi, Muhammad bin Al- -Azdi, dan Ali Abu Al- Asyfarayini.

dipercaya memangku jabatan Qadhi (hakim) diberbagai negeri secara bergantian. Setelah itu al-mawardi kembali kekota baghdad untuk beberapa waktu kemudian diangkat sebagai hakim agung pada masa pemerintahan Al- Qaim bin Amrillah Al-Abbasi.

Sekalipun hidup dimasa dunia islam terbagi kedalam tiga dinasti yang saling bermusuhan, yaitu dinasti Abbasiyah di mesir, dinasti Umayah II di Andalusia dan Dinasti abbasiyah di baghdad, al-mawardi memperoleh kedudukan yang tinggi di mata para penguasa dimasanya bahkan para penguasa Bani Buwaihi, selaku pemegang kekuasaan pemerintah baghdad, menjadikannya sebagai mediator mereka dengan musuh-musuhnya. Sekalipun telah menjadi hakim, al-mawardi tetap aktif mengajar dan menulis. Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib al-baghdadi dan Abu al-izza bin kadasy merupakan dua orang dari sekian banyak murid al-mawardi. Sejumlah besar karya ilmiah yang meliputi berbagai bidang kajian dan bernilai tinggi telah ditulis oleh al-mawardi, seperti Tafsir Al- -Karim, al-amtsal wa al- hikam, al-hawi al-kabir, al-iqna, al-adab ad-dunya wa ad-din, siyasah al- maliki. Nasihat al-muluk, al-ahkam ash-shultaniyyah, an-nukat wa al-uyun dan Siyasah al-wizarat wa as-siyasah al-maliki. Dengan mewariskan berbagai

(5)

karya tulis yang sangat berharga tersebut. Al-Mawardi meninggal pada awal tahun 450 H (1058 M) dikota baghdad dalam usia 86 tahun.

B. Pemikiran Al-Mawardi Tentang Ekonomi

Pemikiran Al-Mawardi tentang ekonomi terutama dalam bukunya yang berjudul al-Ahkam al-Aulhoniyyah dan al-adab ad-dunya wa ad-Din.

Buku yang pertama banyak membahas tentang pemerintahan dan administrasi, berisi tentang kewajiban pemerintah, penerimaan, dan pengeluaraan negara, tanah (negara dan masyarakat), hak prerogratif Negara untuk menghibahkan tanah, kewajiban negara untuk mengawasi pasar, dan lain-lain.

Analisis atas kitab ini dengan karya-karya sebelumnya yang sejenis menunjukkan bahwa Al-Mawardi membahas masalah-masalah keuangan dengan cara yang lebih sistematis. Sumbangan utama Al-Mawardi terletak pada pendapat mereka tentang pembenaan pajak tambahan dan dibolehkannya peminjaman publik.

1. Teori Keuangan Publik

Teori keuangan publik selalu terkait dengan peran negara dalam kehidupan ekonomi. Negara dibutuhkan karena berperan untuk memenuhi kebutuhan kolektif seluruh warga negaranya. Permasalahan inipun tidak luput dari perhatian negara islam. Al-Mawardi berpendapat bahwa pelaksanaan imamah (kepemimpinan politik keagamaan) merupakan kekuasaan mutlak (absolut) dan pembentukannya merupakan suatu keharusan demi terpeliharanya agama dan pengelolaan dunia.

Dalam perspektif ekonomi, pernyataan Al-Mawardi ini berarti bahwa negara memiliki peran aktif demi terealisasinya tujuan material dan spiritual. Ia menjadi kewajiban moral bagi bangsa dalam membantu merealisasikan kebaikan bersama, yaitu memelihara kepentingan masyarakat serta mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian seperti para pemikir muslim sebelumnya, al-mawardi

(6)

memandang bahwa dalam islam pemenuhan dasar setiap anggota masyarakat bukan saja merupakan kewajiban penguasa dari sudut pandang ekonomi, melainkan moral dan agama.

Selanjutnya al-mawardi berpendapat bahwa negara harus menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum. Menurutnya,

menjadi tidak mungkin karena tidak berfungsinya fasilitas sumber air minum, atau rusaknya tembok kota, maka negara harus bertanggung jawab untuk memperbaikinya dan jika tidak memiliki dana, negara

Al-Mawardi menegaskan bahwa negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan public karena setiap individu tidak mungkin membiayai jenis layanan semacam itu.

Dengan demikian, layanan publik merupakan kewajiban sosial (fardh kifayah) dan harus bersandar kepada kepentingan umum. Pernyataan Al-Mawardi ini semakin mempertegas pendapat para pemikir muslim sebelumnya yang menyatakan bahwa untuk mengadakan proyek dalam kerangka pemenuhan kepentingan umum. Negara dapat menggunakan dana Baitul Mal atau membebankan kepada individu-individu yang memiliki sumber keuangan yang memadai.

2. Perpajakan

Perpajakan sebagaimana trend pada masa klasik, masalah perpajakan juga tidak luput dari perhatian al-mawardi. Menurutnya, penilaian atas kharaj harus berfariasi sesuai dengan faktor-faktor yang menentukan kemampuan tanah dalam membayar pajak, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman dan sistem irigasi.

Lebih jauh ia menjelaskan alasan penyebutan ketiga hal tersebut sebagai faktor-faktor penilaian kharaj. Kesuburan tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan penilaian kharaj karena sedikit banyaknya jumlah produksi bergantung kepadanya. Jenis

(7)

tanaman juga berpengaruh terhadap penilaian kharaj karena berbagai jenis tanaman mempunyai variasi harga yang berbeda-beda. Begitupula halnya dengan sistem irigasi. Disamping ketiga faktor tersebut al- mawardi juga mengungkapkan faktor yang lain, yaitu jarak antara tanah yang menjadi objek kharaj dengan pasar. Faktor terakhir ini juga sangat relevan karena tinggi-rendahnya harga berbagai jenis barang tergantung pada jarak tanah dari pasar. Dengan demikian, dalam pandangan al- mawardi keadilan baru akan terwujud terhadap para pembayar pajak mempertimbangkan setidaknya empat faktor dalam melakukan penilaian suatu objek kharaj, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman,

Tentang metode penerapan kharaj, al-mawardi menyarankan untuk menggunakan salah satu dari tiga metode yang pernah diterapkan dalam sejarah islam, yaitu

a. Metode Misahah, metode penerapan kharaj berdasarkan ukuran tanah. Metode ini merupakan Fixed tax, terlepas dari apakah tanah tersebut ditanami atau tidak, selama tanah tersebut bisa di tanami.

b. Metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami saja. Dalam metode ini, tanah subur yang tidak dikelola tidak masuk dalam penilaian objek kharaj (Mujahidin, Maret 2017).

c. Metode Musaqah yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan presentase dari hasil produksi (proportional tax). Dalam metode ini, pajak dipungut setelah tanaman mengalami masa panen.

Buku yang kedua banyak membahas tetntang perilaku ekonomi muslim secara individual. Buku ini menyampaikan ajaran-ajaran tasawuf tentang budi luhur. Individu dalam perekonomian yang meliputi 4 mata pencaharian utama yaitu: pertanian, peternakan, perdagangan, dan industri. Selain itu, buku ini juga membahas perilaku- perilaku yang merusak budi luhur, antara lain: ketamakan dalam menimbun kekayaan dan menurut kekuasaan. Al-mawardi juga membahas tentang

(8)

karyanya al-hawi al-mudharabah. Beberapa fuqaha tidak memperbolehkan mudharabah, sementara imam hambali memperbolehkannya.

C. Kondisi Sosial Politik Pada Masa Al-Mawardi

Al-Mawardi hidup ketika kondisi sosial politik Dinasti Abbasiyah sedang mengalami berbagai gejolak dan disintegrasi. Sebagaimana yang telah disebutkan terdahulu, khalifah-khalifah Abbasiyah benar-benar dalam keadaan lemah dan tidak berdaya. Kekuasaannya hanya merupakan formalitas, sedangkan kekuasaan riil berada di tangan Bani Buwaihi dan orang-orang Turki. Awal kemunduran dari politik Bani Abbas adalah ketika al-Mutawakkil berkuasa. Al-Mutawakkil adalah khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaannya dengan cepat. Setelah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah. Dengan demikian, kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan khalifah.

Situasi politik di dunia Islam pada masa Mawardi, yakni menjelang akhir abad X sampai pertengahan abad XI M, tidak lebih baik dari masa al- Farabi, dan bahkan lebih parah. Kedudukan khalifah mulai melemah dan dia harus membagi kekuasaannya dengan panglima-panglimanya yang berkebangsaan Turki dan Persia. Mulai tampak pula bahwa tidak mungkin lagi imperium Islam yang demikian luas wilayahnya harus tunduk kepada seorang kepala negara tunggal. Pada waktu itu khalifah di Baghdad hanya merupakan kepala negara yang resmi dengan kekuasaan formal saja, sedangkan yang mempunyai kekuasaan sebenarnya dan pelaksana pemerintahan adalah pejabat-pejabat tinggi dan panglima-panglima berkebangsaan Turki atau Persia, serta penguasa-penguasa wilayah. Meskipun makin lama kekuasaan para pejabat tinggi dan panglima non-Arab itu makin meningkat, sampai waktu itu belum tampak adanya usaha di pihak mereka untuk mengganti khalifah Arab itu dengan Khalifah yang berkebangsaan Turki atau Persia.

(9)

Namun demikian mulai terdengar tuntutan dari sementara golongan agar jabatan itu dapat diisi oleh orang non-Arab dan tidak suku Quraisy.

Tuntutan itu sebagaimana dapat diperkirakan menimbulkan reaksi dari golongan lain, khususnya dari golongan Arab, yang ingin mempertahankan syarat keturunan Quraisy untuk mengisi jabatan kepala negara, serta syarat kebangsaan Arab dan beragama Islam untuk menjabat wazir atau tawfidh atau penasehat dan pembantu utama khalifah dalam menyusun kebijaksanaan.

Mawardi adalah salah satu tokoh utama dari golongan terakhir ini.

Apabila diperhatikan pendahuluan buku al-Ahkam as- Sulthaniyyah karangan al-Mawardi, terlihat bahwa karya itu ditulis atas permintaan seorang yang berkuasa. Besar kemungkinan orang yang memintanya itu adalah khalifah Abbasiyah yang berkuasa saat itu. Motifnya barangkali adalah untuk mengembalikan kekuasaan riil kepada khalifah yang berada di tangan golongan Sunni, yaitu kekuasaan Bani Abbas. Maka tidak mengherankan bila al-Mawardi tidak dapat menerima adanya dua orang kepala pemerintahan yang berkuasa dalam satu waktu di dunia Islam. Motif penolakan ini secara implisit untuk menentang pemerintahan bani Fathimiyah yang pada saat itu berkuasa di Mesir. Ia menilainya sebagai kekuatan politik yang berbahaya terhadap kekuasaan bani Abbasiyah di Baghdad.

Sebagai reaksi terhadap situasi politik pada zamannya maka al- Mawardi mendasarkan teori politiknya atas kenyataan yang ada dan kemudian secara realistik menawarkan saran-saran perbaikan atau reformasi misalnya dengan mempertahankan status quo. Dia menekankan bahwa khalifah harus tetap berbangsa Arab dari suku Quraisy, bahwa wazir tafwidh (pembantu utama khalifah dalam penyusunan kebijaksanaan) harus berbangsa Arab, dan perlu ditegaskan persyaratan bagi pengisian jabatan kepala negara serta jabatan-jabatan pembantunya yang penting. Alasan utamanya tak lain adalah mengembalikan kekuasaan riil kepada khalifah Abbasiyah

(10)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

1. Bila dilihat dari biografi hidupnya. Al-mawardi adalah seorang ilmuwan legendatis pada abad ke-10 M yang diakui dunia sebagai peletak dasar politik islam, dan ekonomi islam terutama dalam bukunya yang berjudul al-ahkam al-authonoiyyah dan at-adab ad-dunya wa ad- din. Buku yang pertama banyak membahas tentang pemerintah dan administrasi, berisi tentang kewajiban pemerintah, penerimaan, dan pengeluaran negara, tanah (negara dan masyarakat), hak prerogratif negara untuk menghibahkan tanah, kewajiban negara untuk mengawasi pasar, dan lain-lain.

2. Pemikiran Al-Mawardi tentang ekonomi terutama dalam bukunya yang berjudul al-Ahkam al-Aulhoniyyah dan al-adab ad-dunya wa ad-Din.

Pemikirannya tentang ekonomi ada 2 yaitu teori ekonomi publik dan perpajakan.

3. Al-Mawardi hidup ketika kondisi sosial politik Dinasti Abbasiyah sedang mengalami berbagai gejolak dan disintegrasi. Situasi politik di dunia Islam pada masa Mawardi, yakni menjelang akhir abad X sampai pertengahan abad XI M, tidak lebih baik dari masa al-Farabi, dan bahkan lebih parah.

Kedudukan khalifah mulai melemah dan dia harus membagi kekuasaannya dengan panglima-panglimanya yang berkebangsaan Turki dan Persia.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

MASYARAKAT DALAM PEMIKIRAN EKONOMI AL-MAWARDI (STUDI KITAB AL-AHKAM ALSULTANIYYAH). Al-Amwal: Journal of Islamic Economic Law, 2-17.

Hakim, R. (2016). Membandingkan Konsep Pajak (Kharâj) Yahya bin Adam (758-818 H) dan Imam al-Mawardi (974-1058 H). TSAQAFAH, 12(1), 149-166.

Mujahidin, A. Lintasan Pemikiran Ekonomi Islam. Jurnal Ilmu Agama dan Ilmu Sosial, 425.

http://nisas-notes.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-pemikiran-ekonomi-al- mawardi.html

Referensi

Dokumen terkait

Konstruksi Pemikiran Ekonomi al-Ṣadr merupakan salah seorang pelopor pemikir paling awal dalam bidang ekonomi Islam kontemporer, yang kemudian menjadi mazhab tersendiri yang

Manfaat bagi pembaca dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai acuan atau sarana untuk lebih megetahui tentang sejarah pemikiran ekonomi islam periode

Pandangan al-Mawardi di atas terlihat bahwa untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan terhadap rakyat, pemerintah berhak menarik dari mereka (rakyat) sebagai salah

Menurut al-Mawardi, antara lain yang menjadi kewajiban seorang imam adalah: (a) menjaga dasar-dasar agama yang telah disepakati ulama salaf, (b) menegakkan

Makalah ini akan membahas tentang Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam menurut pandangan Abu Ubaid pada masa kekhilafahan Abbasiyah, yang memiliki pengaruh kuat

2 M Ubaidilah IV Pemikiran Ekonomi Islam Abad II H 3 Didik S V Pemikiran Ekonomi Islam Abad IIIH 4 Arul VI Pemikiran Ekonomi Islam Abad IV H 5 Joyo Prakoso VII Pemikiran Ekonomi

Sebagai fakta historis yang dapat dijadikan argumen pemikiran politik Al-Mawardi, dan secara teoritis, konstruksi tersebut sah dalam perspektif filsafat (hukum tata

Menurut Imam al-Mawardi konsep kementerian itu ada dua yaitu wazir tafwidh dan wazir tanfidz yang tugasnya yaitu membantu kepala Negara dalam menjalankan pemerintahan,