Lumut (Pengertian, Ciri-Ciri, Klasifikasi, Siklus Dan Manfaat Lumut)
2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta)
Lumut merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat. Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan telah mendiami bumi semenjak kurang lebih 350 juta tahun yang lalu. Pada masa sekarang ini Bryophyta dapat ditemukan disemua habitat kecuali di laut (Gradstein,2003).
Dalam skala evolusi lumut berada diantara ganggang hijau dan tumbuhan berpembuluh (tumbuhan paku dan tumbuhan berbiji). Persamaan antara ketiga tumbuhan tersebut adalah ketiganya mempunyai pigmen fotosintesis berupa klorofil A dan B, dan pati sebagai cadangan makanan utama (Hasan dan Ariyanti, 2004).
Perbedaan mendasar antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan berpembuluh telah beradaptasi dengan lingkungan darat yang kering dengan mempunyai organ reproduksi (gametangium dan sporangium), selalu terdiri dari banyak sel (multiselluler) dan dilindungi oleh lapisan sel-sel mandul, zigotnya berkembang menjadi embrio dan tetap tinggal di dalam gametangium betina. Oleh karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya merupakan tumbuhan darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik (Tjitrosoepomo, 1989).
Lumut dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh terutama karena lumut (kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem pengangkut air dan makanan. Selain itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut melekat pada substrat dengan menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan tumbuhan berpembuluh juga berbeda (Hasan dan Ariyanti, 2004).
(gametofit). Sporofit lumut sangat tereduksi dan selama perkembangannya melekat dan tergantung pada gametofit (Polunin, 1990).
2.2. Ciri-ciri Lumut
Ciri-ciri lumut secara umum adalah sebagai berikut :
1. Berwarna hijau, karena sel-selnya memiliki kloroplas (plastida).
2. Struktur tubuhnya masih sederhana, belum memiliki jaringan pengangkut. 3. Proses pengangkutan air dan zat mineral di dalam tubuh berlangsung secara
difusi dan dibantu oleh aliran sitoplasma. 4. Hidup di rawa-rawa atau tempat yang lembab. 5. Ukuran tinggi tubuh ± 20 cm.
6. Dinding sel tersusun atas sellulose.
7. Gametangium terdiri atas anteredium dan archegoniom.
8. Daun lumut tersusun atas selapis sel berukuran kecil mengandung kloroplas seperti jala, kecuali pada ibu tulang daunnya.
9. Hanya mengalami pertumbuhan primer dengan sebuah sel pemula berbentuk tetrader.
10. Belum memiliki akar sejati, sehingga menyerap air dan mineral dalam tanah menggunakan rhizoid.
11. Rhizoid terdiri atas beberapa lapis deretan sel parenkim. 12. Sporofit terdiri atas kapsul dan seta.
2.3. Klasifikasi Lumut
Divisio tumbuhan lumut dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu: A. Musci (Lumut Daun)
Lumut daun adalah tumbuhan lumut yang paling terkenal. Hamparan lumut daun terdiri dari satu tumbuhan lumut daun yang tumbuh dalam kelompok yang padat, sehingga satu sama lainnya bisa saling menyokong dan menguatkan.
Hamparan ini mempunyai sifat seperti karet busa yang bisa menyerap dan menahan air. Contoh lumut daun adalah Sphagnum sp. (lumut gambut), Bryum sp. (hidup di tembok atau batuan yang lembab), dan Aerobrysis longissima (hidup sebagai epifit di hutan). Tubuh lumut daun bisa dibedakan menjadi rizoid, batang, dan daun. Rizoid merupakan deretan sel yang memanjang atau filamen seluler, menyerupai akar pada tumbuhan tingkat tinggi. Melalui rizoid ini, lumut daun dapat melekat pada benda tempat hidupnya, misalnya saja pohon, dinding, atau bebatuan.
Sementara, fotosintesis banyak terjadi pada bagian atas rizoid yang menyerupai batang atau daun. Namun perlu diingat, apabila bentuk batang, daun, maupun akar (rizoid) lumut daun tidak sama persis strukturnya dengan tumbuhan vaskuler.
B. Hepaticae (Lumut Hati)
Karena itu, lumut ini dinamakan lumut hati. Contoh lumut hati adalah Marchantia polymorpha dan Porella sp. Siklus hidup lumut hati sangat mirip dengan siklus hidup lumut daun, yakni pembiakan secara seksual dan aseksual. Di dalam sporangia, beberapa lumut hati mempunyai sel berbentuk kumparan, disebut elatera, yang muncul dari kapsul. Elatera ini akan terlepas ketika kapsul terbuka, sehingga spora akan terpancar keluar dari kapsul. Selain itu, lumut hati juga dapat berkembangbiak secara aseksual (vegetatif).
C. Anthocerotaceae (Lumut Tanduk)
Lumut tanduk punya kemiripan dengan lumut hati, yaitu pada gametofitnya. Perbedaannya, lumut tanduk mempunyai sporofit yang berupa kapsul yang memanjang dan tumbuh seperti tanduk dari hamparan gametofit.
Disebut sebagai lumut tanduk karena morfologi sporofitnya mirip seperti tanduk hewan. Contoh lumut tanduk adalah Anthoceros laevis dan Notothylus indica.
Ada 2 tipe lumut hati yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat dengan rhizoid uniselluler (Hasan dan Ariyanti, 2004). Pada kebanyakan lumut thalloid selain rhizoid juga dijumpai sisik-sisik. Sporofit pada kelompok lumut ini hidupnya hanya sebentar, lunak dan tidak berklorofil. Spora yang telah masak dikeluarkan dari kapsul dengan cara kapsul pecah menjadi 4 bagian memanjang atau lebih (Gradstein, 2003).
Kapsul berbentuk silindris memanjang dimulai dari bagian ujung kapsul (Hasan dan Ariyanti, 2004).
Bryopsida dikenal sebagai lumut daun atau lumut sejati, merupakan kelas yang terbesar dalam bryophyta. Hampir semua anggotanya mempunyai gametofit yang telah terdifferensiasi sehingga dapat dibedakan bentuk-bentuk seperti batang, cabang dan daun. Sporofit bryopsida berumur panjang, berwarna kecokelatan terdiri atas kaki yang berfungsi untuk menyerap nutrien dari gametofit, dan kapsul yang disangga oleh suatu tangkai disebut seta. Spora masak dibebaskan dari kapsul setelah operculum (struktur semacam tutup pada kapsul) membuka secara perlahan-lahan melalui satu atau dua baris gigi-gigi yang disebut peristom. Takakiopsida hanya mempunyai satu marga yaitu Takakia, dikenal sebagai suatu kelompok baru Bryopsida. Takakiopsida mempunyai ciri-ciri gabungan antara lumut sejati dan lumut hati (Mishler et al., 2003).
2.4. Siklus Hidup Lumut
Lumut mengalami siklus hidup diplobiontik dengan pergantian generasi heteromorfik. Kelompok tumbuhan ini menunjukkan pergiliran generasi gametofit dan sporofit yang secara morfologi berbeda. Generasi yang dominan adalah gametofit, sementara sporofitnya secara permanen melekat dan tergantung pada gametofit.
Generasi sporofit selama hidupnya mendapat makanan dari gametofit seperti pada Gambar 2.2 (Mishler et al., 2003).
menghasilkan organ sex (gametangium) yang disebut archegonium (betina) yang menghasilkan sel telur dan antheredium (jantan) yang menghasilkan sperma berflagella (antherezoid dan spermatozoid). Gametangium biasanya dilindungi oleh daun-daun khusus yang disebut bract (daun pelindung) atau oleh tipe struktur pelindung lainnya (Mishler et al., 2003).
Gametangium jantan (antheredium) berbentuk bulat atau seperti gada, sedangkan gametogonium betinanya (arkegonium) berbentuk seperti botol dengan bagian lebar disebut perut dan bagian yang sempit disebut leher. Gametangia jantan dan betina dapat dihasilkan pada tanaman yang sama (monoceous) atau pada tanaman berbeda (dioceous) (Gradstein, 2003).
Fertilisasi sel telur oleh antherezoid menghasilkan zigot dengan dua set kromosom (diploid). Zigot merupakan awal generasi sporofit. Selanjutnya pembelahan zigot membentuk sporofit dewasa yang terdiri dari kaki sebagai pelekat pada gametofit, seta atau tangkai dan kapsul (sporangium) di bagian ujungnya. Kapsul merupakan tempat dihasilkannya spora melalui meiosis. Setelah spora masak dan dibebaskan dari dalam kapsul berarti satu siklus hidup telah lengkap (Hasan dan Ariyanti, 2004).
2.5. Manfaat Lumut
Suatu penelitian yang menyangkut kegunaan Bryophyta di seluruh dunia telah dilakukan. Berdasarkan data yang ada, lumut dapat digunakan sebagai bahan untuk hiasan rumah tangga, obat-obatan, bahan untuk ilmu pengetahuan dan sebagai indikator biologi untuk mengetahui degradasi lingkungan. Beberapa contoh lumut yang dapat digunakan tersebut adalah Calymperes, Campylopus dan Sphagnum (Glime & Saxena, 1991 dalam Tan, 2003).
Sphagnum kadang-kadang digunakan sebagai media alternatif untuk mengerami telur buaya oleh para petani buaya di Philipina. Bahkan dilaporkan pula penggunaan lumut yang dikeringkan sebagai bahan bakar dan bahan untuk konstruksi rumah-rumah di daerah-daerah panas tetapi hal ini tidak dapat diterapkan di wilayah Asia Tenggara (Pant & Tewari, 1989 dalam Tan, 2003).