• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Patronage Buying Motives Pelanggan Warung Kopi di Kota Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Patronage Buying Motives Pelanggan Warung Kopi di Kota Makassar"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Dr. Kasnaeny K, SE., M. Si.

Kota Seribu

Warkop

Studi Patronage Buying Motives Pelanggan

Warung Kopi di Kota Makassar

Editor:

Dr. Ir. Muhammad Jibril Tajibu, SE., M.Si.

(2)

Kota Seribu Warkop

Studi Patronage Buying Motives Pelanggan Warung Kopi di Kota Makassar

©Dream Litera Buana Malang 2014

152 halaman, 15,5 x 23 cm

ISBN: 978-602-70090-6-6

Penulis: Dr. Kasnaeny Karim, SE., M.Si

Editor: Dr. Ir. Muhammad Jibril Tajibu, SE., M.Si

Cover dan lay out oleh tim desain penerbit Dream Litera Buana Naskah ini diselaraskan oleh tim editor penerbit Dream Litera Buana

Diterbitkan oleh:

Dream Litera Buana

Graha Al-Farabi

Jl. Panglima Sudirman 10 C Kepanjen Malang

Telp. 0341-7580789

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian Atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Cetakan pertama, Mei 2014

Distributor:

(3)

iii

PENGANTAR PENULIS

Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT atas karunia yang diberikan kepada penulis dan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penulisan buku ini.

Buku ini merupakan hasil penelitian disertasi penulis pada Program Doktor Ilmu Manajemen, Universitas Brawijaya, diterbitkan dengan kesadaran untuk memotivasi para peneliti mempublikasikan hasil penelitiannya dalam bentuk buku. Terbatasnya literatur lokal mengenai motif perilaku pilihan ke sebuah tempat (patronage motives), terutama yang berkaitan dengan perilaku pelanggan masyarakat kota Makassar, sangat dirasakan oleh penulis dalam menyelesaikan penulisan disertasi. Untuk itu kehadiran buku ini diharapkan dapat mengisi kekurangan literatur yang berkaitan dengan motif patronase atau motif pilihan terhadap sebuah tempat.

Melalui buku ini penulis mencoba menggali lebih dalam mengenai alasan perilaku pelanggan warung kopi di Makassar sehingga kota Makassar dijuluki sebagai “Kota Seribu Warkop”, dimana yang terlihat adalah pelanggan saat ini, utamanya golongan menengah ke atas, lebih memilih mengonsumsi kopi di warung kopi, sementara awalnya warung kopi diperuntukkan bagi masyarakat golongan bawah yakni

(4)

iv

Memahami perilaku yang ditampakkan oleh pelanggan membutuhkan pengamatan dan penggalian pengalaman berdasarkan penuturan mereka. Untuk itu penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan paradigma non positivistik.

Penulis mengharapkan buku ini memberikan manfaat bagi masyarakat luas utamanya dalam menjawab keingintahuan mengenai perilaku belanja masyarakat kota Makassar, meskipun penulis menyadari terdapat banyak keterbatasan dalam penulisan ini. Tidaklah mudah mengumpulkan catatan-catatan lapangan dan menyusunnya menjadi sebuah narasi namun penulis berharap buku ini menjadi langkah awal bagi tulisan lain yang mampu mengungkap kajian-kajian lain yang berkaitan dengan perilaku pilihan tempat untuk berbelanja selain warung kopi pada masyarakat kota Makassar bahkan Sulawesi Selatan secara keseluruhan.

(5)

v

menjadi inspirasi bagi pembaca, peneliti dan masyarakat luas, serta bermanfaat bagi pengembangan ilmu pemasaran dan teori motivasi.

Kupersembahkan buku ini buat suamiku Muhammad Jibril Tajibu, dan anak-anakku, Nabila, Hadira, Aisyah, Ahmad dan Dzurwah.

(6)
(7)

vii

DAFTAR ISI

PENGANTAR PENULIS ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN ... 11

Perlunya Memahami Patronage Buying Motives ... 11

Latar Belakang Kajian Warung Kopi ... 12

(8)

viii

Perbedaan Warung Kopi Dengan Kafe .. Error! Bookmark not defined.

Warung Kopi di Makassar ... Error! Bookmark not defined.

4.2.1 Warung Kopi Phoenam Error! Bookmark not defined.

4.2.2 Warung Kopi Komunitas ... Error! Bookmark not defined.

Warung kopi di Jalan Protokol Makassar ... Error! Bookmark not defined.

INFORMAN ... Error! Bookmark not defined.

PATRONAGE BUYING MOTIVES KE WARUNG KOPI ... 15 Motif Bisnis dan Informasi ... Error! Bookmark not defined.

Motif Gratifikasi ... Error! Bookmark not defined.

Motif Produk ... Error! Bookmark not defined.

Motif Sosialisasi ... Error! Bookmark not defined.

Motif Hubungan Emosional dan Kekeluargaan ... Error! Bookmark not defined.

Motif Telecommuting ... Error! Bookmark not defined.

Motif Kesetaraan ... Error! Bookmark not defined.

Motif Kebiasaan Pembelian (Habitual Buying Motives) Error! Bookmark not defined.

Motif Berbelanja Petualangan (Adventure Shopping

Motives) ... Error! Bookmark not defined.

Motif Lokasi (Location Motives) ... Error! Bookmark not defined.

(9)

ix

(10)

x

DAFTAR TABEL

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Warung Kopi Phoenam ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2 Suasana Diskusi di Warung Kopi ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3 Penggambaran Cara Duduk yang Santai Error! Bookmark not defined.

Gambar 4 Penggambaran Suasana Kebebasan Merokok di Warung Kopi ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 5 Penggambaran Kebebasan Dalam Berpenampilan .. Error! Bookmark not defined.

Gambar 6 Jenis Racikan Kopi di Warung Kopi .. Error! Bookmark not defined.

Gambar 7 Jenis Roti di Warung Kopi . Error! Bookmark not defined.

Gambar 8 Kue Tradisional di Warung Kopi ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 9 Suasana di Warung Kopi ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 10 Ruang Meracik Kopi ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 11 Hotspot di Warung Kopi .... Error! Bookmark not defined.

Gambar 12 Penggambaran Suasana TelecommutingError! Bookmark not defined.

(12)
(13)

13

PENDAHULUAN

Perlunya Memahami

Patronage Buying Motives

Kegiatan berbelanja yang dilakukan manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya dilatarbelakangi oleh berbagai alasan, inilah yang dinamakan dengan motif. Alasan-alasan ini selain untuk mendapatkan produk juga dimanfaatkan untuk tujuan lain. Misal untuk mendapatkan kesehatan dengan melakukan kegiatan berbelanja sambil berolahraga, untuk memperluas jaringan sosial dengan berbelanja sambil berinteraksi dengan orang lain atau berbelanja sambil berekreasi (Jai, et al., 2001). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa motif merupakan alasan yang melatarbelakangi manusia untuk melakukan suatu kehendak apapun, yang berbeda antara satu pelanggan dengan pelanggan lain (Pali dan Murwani, 2007).

Saat berbelanja pelanggan didasari oleh adanya motif, yang didefinisikan sebagai "The drivers of behaviour that bring consumers to the marketplace to satisfy their internal needs." (Jin dan Kim, 2003 :399), berarti dorongan yang mengarahkan perilaku konsumen ke pasar untuk memuaskan kebutuhan internal mereka. Namun dalam perkembangannya seseorang terdorong ke pasar bukan hanya karena ada kebutuhan yang harus dibeli. Demikian halnya pada industri warung kopi, perkembangan warung kopi memperlihatkan bahwa kunjungan ke tempat tersebut bukan hanya karena keinginan meminum secangkir kopi.

Saat ini kajian mengenai motif belanja banyak dilakukan karena berperan penting untuk mengenali perilaku konsumen. Pengenalan konsumen yang selama ini didasarkan pada faktor demografi telah berkembang dalam melakukan segmentasi terhadap konsumen. Motif-motif belanja konsumen juga menjadi prediktor signifikan bagi sejumlah konstruk perilaku konsumen, misalnya pilihan ritel dan preferensi ritel (Dawson, et al, 1990), frekuensi membeli (Park, 2004) dan loyalitas konsumen (Noble, et al., 2006) dalam Pali (2007).

Tauber (1972) dalam Pali dan Murwani (2007) mengatakan bahwa, “If the shopping motive is a function of only the buying motive, the decision to shop will occur when a person need for particular goods becomes sufficiently strong for him to allocate time, money and effort to visit a store. However, the multiplicity of hypothesized shopping motives suggests that a person may also go shopping when he needs attention, wants to be with peers, desires to meet people with similar interests, feels a need to exercise or has leisure time. The foregoing discussion indicates that a person experiences a need and recognizes that shopping activities may satisfy that need.”

(14)

14

untuk barang tertentu menjadi cukup kuat baginya untuk mengalokasikan waktu, uang dan usaha untuk mengunjungi toko. Namun keragaman motif belanja menunjukkan bahwa seseorang juga bisa berbelanja ketika ia membutuhkan perhatian, ingin bersama teman sebaya, untuk bertemu orang dengan minat yang sama, merasakan kebutuhan untuk berolahraga atau memiliki waktu luang.

Motif saat berbelanja diakibatkan oleh banyaknya informasi yang mendorong calon konsumen untuk mencoba. Informasi tersebut dapat berasal dari produk dan dapat juga berasal dari tempat dilakukannya kegiatan berbelanja (Pali dan Murwani, 2007). Pendapat ini diperkuat oleh studi yang dilakukan oleh Winardi di tahun 1993 (Zoeldhan, 2011), membedakan motif pembelian menjadi dua, yakni:

1. Motif berdasarkan produk (product motives). Motif ini meliputi semua pengaruh dan alasan yang menyebabkan seseorang membeli produk tertentu. Motif pembelian berdasarkan produk merupakan motif yang mendorong seseorang berbelanja berdasarkan daya tarik yang dimiliki oleh sebuah produk. Daya tarik produk dapat berasal dari kualitas produk, kemasan, manfaat dan kegunaannya.

2. Motif berdasarkan gerai atau toko/warung/penyalur/ pemasok yang menjual produk tersebut (patronage motives). Motif ini merupakan pertimbangan seorang konsumen untuk membeli pada gerai tertentu. Motif berbelanja di gerai/warung/toko tertentu (patronage motives) didefinisikan sebagai, “The motives that drive an individual/user toward selection of a particular outlet, retailer, or supplier of services” (Lake, 2013).

Latar Belakang Kajian Warung Kopi

(15)

15

Banyaknya warung kopi yang bermunculan di kota Makassar menyebabkan kajian ini berfokus pada motif yang mengarahkan terbentuknya perilaku ke arah pilihan untuk berbelanja (meminum kopi) ke warung kopi dan bukannya ke restoran atau kafe yang juga menyediakan kopi. Fokus penelitian ini dirumuskan berdasarkan pendapat Fatchan (2011) bahwa fokus penelitian mengandung makna motif penelitian, oleh karena di dalamnya mengandung makna empiris (fenomena) dan teoritis. Sehingga bagi peneliti kualitatif perlu mengaitkan fokus dengan berbagai teori yang berkaitan dengan hal tersebut. Sementara itu menurut Salladien, 2008 dalam Herdiyansyah (2011) mengatakan bahwa fokus penelitian (research focus) diartikan: pada dimensi mana penelitian difokuskan, berdasarkan fenomena humaniora, manajemen, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan hal-hal yang terjadi di masyarakat.

Fokus penelitian meninjau lebih dalam alasan dari

(i) mengapa pelanggan lebih memilih untuk minum kopi di warung kopi dibanding melakukannya di tempat lain (restoran dan kafe) yang juga menyediakan kopi? dan (ii) bagaimana tipologi motif patronase pembelian pelanggan ke warung kopi?

PERILAKU PEMBELIAN MASYARAKAT KOTA

MAKASSAR

Masyarakat di kota Makassar didominasi oleh suku Bugis, selanjutnya adalah suku Makassar, Mandar dan Tanatoraja, sehingga Bugis adalah salah satu kelompok suku utama Sulawesi Selatan di Indonesia. Menurut Said (2004), mereka mendominasi dalam jumlah serta area yang luas dimana mereka tinggal sehingga membuat mereka menjadi suku yang paling berpengaruh berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan politik di daerah. Menurut Badan Pusat Statistik, Suku Bugis merupakan suku terbesar di Indonesia timur dan merupakan suku terbesar ke-7 di Indonesia.

Orang Bugis dan Makassar dikenal memiliki motivasi yang baik dalam mempromosikan kehidupan yang lebih baik. Didukung oleh suburnya tanah mereka hal ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan peran penting dalam mewarnai kegiatan lokal tidak hanya pada tingkat provinsi tetapi juga di bagian timur Indonesia. Namun saat ini banyak ditemukan pemaknaan yang telah bergeser baik dalam memahami maupun melaksanakan konsep dan prinsip-prinsip adat dan budaya masyarakat Bugis yang sesungguhnya. Dalam menjalankan aktivitasnya suku Bugis/Makassar berprinsip pada budaya Siri’.

(16)

16

merupakan unsur prinsipil yang paling berharga untuk dibela dan dipertahankan. siri’ dapat berarti kehormatan, martabat atau kehormatan. Dalam kehidupan sehari-hari Bugis, siri’

diaplikasikan dalam dua bentuk utama: siri' kehormatan sebagai pribadi dan siri’ sebagai komunal kehormatan.

Sebagai kehormatan pribadi, siri’ menunjukkan nilai dari manusia. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki kehormatan diri sendiri sejak kelahirannya. Semakin tinggi status sosial seseorang semakin terhormatlah dia (Said, 2004). Ini berarti bahwa seseorang yang memiliki status sosial yang tinggi dalam masyarakat Bugis tertentu akan dilindungi dari melakukan sesuatu yang mungkin menantang martabatnya sebagai sosok yang dihormati anggota masyarakat. Selain itu ia harus mencoba untuk menjaga perilaku agar tidak melakukan apa pun yang dapat merusaknya.

Selanjutnya, Said (2004) menyatakan bahwa dari perspektif siri’ ada beberapa konsep budaya yang dianggap sebagai bagian integral dari budaya Bugis. Konsep ini telah dianggap sebagai titik awal yang berkaitan dengan cara menanggapi orang lain. Pelaksanaan siri' dalam kehidupan sosial masyarakat Bugis sehari-hari diwujudkan dalam lima prinsip etik:

1. Ada’ Tongeng (kata-kata benar) 2. Lempuk (kejujuran)

3. Getteng (keteguhan)

4. Sipakatau (saling menghormati)

5. Mappesona ri Dewata seuwae (penyerahan diri kepada kehendak Allah).

Dalam kaitannya dengan perilaku belanja masyarakat Bugis dan Makassar, kelima prinsip itu turut mendasari keputusan dalam melakukan sesuatu.

Ada’ Tongeng atau kata-kata yang benar, merupakan pemaknaan bahwa suku Bugis dan Makassar sangat menjunjung tinggi perkataan yang diucapkan baik oleh dirinya maupun orang lain, oleh sebab itu pemasar dalam memasarkan produk selayaknya mengomunikasikan dengan perkataan bersahabat, ramah dan benar. Ucapan yang baik akan mampu menanamkan nilai produk di benak pelanggan karena akan tercitra sebagai produk yang berkualitas akibat kemampuan pemasar dalam berkomunikasi secara baik kepada pelanggan.

(17)

17

Masyarakat Bugis dan Makassar memiliki prinsip yang kuat terhadap apa yang diyakininya. Sikap ini tercermin dari filosofi Getteng (teguh), sehingga jika mereka sangat yakin dengan apa yang mereka dapatkan maka mereka akan tetap pada yang telah mereka pilih. Dalam kegiatan pemasaran ini telah menunjukkan perilaku yang loyal. Namun keteguhan itu baru dapat muncul jika ada keyakinan yang mereka dapatkan melalui kata-kata yang jujur.

Selain kejujuran masyarakat suku Bugis dan Makassar sangat menjunjung tinggi sikap saling menghormati (Sipakatau). Sipakatau merupakan perilaku dengan filosofi “memanusiakan manusia”, yang berarti bahwa kita harus memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Sikap ini membuat seorang manusia akan menghormati orang lain sehingga tidak membeda-bedakan antara satu orang dengan orang lain dan akan memandang orang lain sama dengan dirinya. Jika dikaitkan dengan kegiatan pemasaran maka pemasar perlu membangun budaya ini dengan pelanggannya. Pemasar yang baik akan memberikan pelayanan yang seharusnya didapatkan oleh calon pelanggan, menghargai pendapat calon pelanggan saat terjadi tawar menawar dan menghormati keputusan pelanggan jika tidak jadi membeli.

Akhirnya, apapun perilaku yang ditampakkan masyarakat suku Bugis dan Makassar sangat mempercayai akan hubungan makhluk dengan penciptanya (Mappesona ri Dewata seuwae). Landasan mereka dalam beraktivitas adalah nilai-nilai agama yang dianutnya. Oleh karena itu pemasar harus mempertimbangkan bahan baku dari produk yang akan dipasarkan karena masyarakat Bugis dan Makassar akan sangat memperhatikan nilai halal dari sebuah produk. Begitu pula dengan takaran yang sebenarnya dari sebuah produk akan menjadi fokus bagi pelanggan masyarakat di Kota Makassar.

PATRONAGE BUYING MOTIVES KE WARUNG KOPI

(18)

18

Pada awalnya warung kopi yang dibuka pertama kali oleh warga keturunan Tionghoa guna melayani para pedagang ikan yang mulai beraktivitas di subuh hari, kemudian berkembang menjadi tempat pertemuan segala kalangan dan status sosial. Informan ke warung kopi pada dasarnya disebabkan oleh beberapa motif yang dikaitkan dengan adanya tujuan dari masing-masing informan tersebut. Berdasarkan penelusuran penulis setelah melakukan wawancara maka ada 16 makna yang dapat disimpulkan dari beribu kata yang diucapkan oleh informan. Makna kata itu didapatkan setelah hasil wawancara diolah dengan menggunakan

software Nvivo Ver. 10, yakni:

Tabel 1

Matriks Hasil Reduksi Proses Pengkodean

No. Tema 5. Hubungan emosional dan

Kekeluargaan 9 16

(19)

19

TIPOLOGI MOTIF MEMINUM KOPI DI WARUNG

KOPI KOTA MAKASSAR

Kesepuluh temuan motif patronase memperlihatkan bahwa motif-motif yang melatarbelakangi alasan pembelian ke warung kopi berdasarkan karakteristiknya tergabung ke dalam dua kelompok, yakni yang berlandaskan kesenangan dan yang berlandaskan manfaat. Belum adanya kajian teori mengenai tipologi motif pembelian ke warung kopi menyebabkan penulis memberi nama untuk kedua kelompok ini dengan nama kelompok motif hedonis untuk yang berlandaskan kesenangan dan kelompok motif utilitarian untuk kelompok yang berorientasi manfaat.

Meskipun tipologi motif pembelian ke warung kopi ini memiliki kesamaan nama dengan tipologi motif yang telah ada sebelumnya, namun terdapat perbedaan dan kebaruan dalam hal pengukuran. Sebagai contoh motif hedonis diukur melalui motif kebiasaan pembelian serta motif hubungan emosional dan kekeluargaan. Demikian pula halnya dengan nama motif utilitarian yang pengukurannya adalah menggunakan motif lokasi, motif telecommuting, motif egaliter, motif bisnis dan informasi.

Pengelompokan dan pemberian nama ini berdasarkan karakteristik kumpulan motif yang tergabung. Sebagai contoh, penggabungan motif ke dalam motif hedonis merupakan motif kunjungan ke warung kopi yang disebabkan oleh terciptanya hubungan dengan orang-orang di warung kopi, kebiasaan berbelanja ke warung kopi yang disebabkan pengaruh orang terdekat, keinginan untuk mendapatkan tambahan kepuasan dengan menikmati kebebasan waktu untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Contoh lainnya pemberian nama ini yakni meskipun pada teori motivasi hedonis lainnya (misalnya oleh Arnold dan Reynold, 2003), terdapat motif gratifikasi dan petualangan namun temuan pada motif patronase ini memiliki perbedaan makna. Pelanggan ke warung kopi dengan motif petualangan dari satu warung kopi ke warung kopi lain disebabkan ajakan teman atau rekan bisnis. Hal ini berarti terdapat hubungan yang melandasi motif tersebut yang bukan semata untuk mencoba perbedaan dan bertualang dari satu tempat ke tempat lainnya seperti pada kajian motif patronase di pusat perbelanjaan.

(20)

20

bertemu dengan rekan, pebisnis ataupun relasi mereka. Selain itu, perasaan setara membuat pelanggan warung kopi merasakan adanya persamaan derajat dan status sosial sehingga mereka merasa nyaman untuk bercengkerama. Adanya fasilitas wifi bermanfaat bagi pelanggan warung kopi yang ingin menyelesaikan pekerjaannya sambil tetap menikmati suasana rileks di warung kopi serta warung kopi sendiri berguna sebagai sarana untuk mempertemukan pelanggan dengan kebutuhannya.

Motif hedonis merupakan motif yang melatarbelakangi keputusan belanja yang didasari oleh perasaan, fantasi dan pengalaman yang dapat mempengaruhi emosi pembeli dalam berhubungan dengan orang lain. Oleh sebab itu, Tema Petualangan, Tema Kebiasaan Pembelian, Tema Hubungan Sosial dan Kekeluargaan, Tema Gratifikasi, dan Tema Sosialisasi dikelompokkan ke dalam motif hedonis. Pengelompokan ini disebabkan tema-tema tersebut merupakan motif yang lebih mempertimbangkan faktor emosional dan kesenangan.

Sementara itu motif utilitarian merupakan motif yang melatarbelakangi keputusan memilih warung kopi berdasarkan pemikiran yang rasional dan adanya manfaat yang didapatkan. Pelanggan berbelanja untuk mendapatkan manfaat yang sebenarnya. Untuk itu Tema Lokasi, Tema Kesetaraan, Tema Telecommuting, Tema Produk dan Tema Sarana dan Mediasi, dikelompokkan ke dalam motif utilitarian.

Berdasarkan paparan keseluruhan dapat dimaknai bahwa motif patronase warung kopi bukan semata-mata motif untuk kesenangan namun pelanggan selain mengonsumsi kopi juga bertujuan untuk mendapatkan manfaat dari kunjungan tersebut. Hal ini berarti bahwa dalam satu kegiatan mengonsumsi kopi, sebenarnya pelanggan telah memenuhi kedua motif tersebut. Alasan pernyataan ini adalah bahwa saat berkunjung ke warung kopi pelanggan sebenarnya selain ingin menikmati cita rasa kopi juga untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang merupakan alasan sebenarnya mereka melakukan pembelian.

Tabel 2

Tipologi Motif ke Warung Kopi

No. Motif Hedonis Motif Utilitarian

1. Petualangan Lokasi

2. Kebiasaan Pembelian Kesetaraan

3. Hubungan Emosional dan

(21)

21

Sumber : Hasil Pengolahan Data 2013

Pelanggan warung kopi di Makassar bukan semata-mata untuk meminum kopi tetapi juga ada dorongan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Informan penelitian ini (Muh. Marwan R. Hussein, pendiri warung kopi komunitas) menyatakan bahwa tidak ada yang murni ke warung kopi hanya sekedar untuk bersilaturrahmi sambil meminum kopi, biasanya mereka tetap mengharapkan terpenuhinya kebutuhan yang lain. Artinya meskipun saat ditanyakan mengenai tujuannya ke warung kopi pelanggan akan menjawab bahwa murni untuk meminum kopi tetapi sebenarnya ada tujuan lain.

Menurut Engel, et al., (1994) motif belanja dimulai dari adanya kebutuhan tertentu yang semakin lama semakin mendesak untuk dipenuhi. Desakan inilah yang menjadi motivasi dan kemudian diklasifikasikan sebagai motif utilitarian dan hedonis. Motif belanja hedonis didasarkan pada emosi, perasaan nyaman, belanja sambil berekreasi, sosialisasi dan hal-hal lainnya yang memunculkan kesenangan. Sedangkan motif belanja utilitarian didasarkan pada motif manfaat dari kegiatan berbelanja yang dilakukan. Pemenuhan motif, baik motif hedonis maupun motif utilitarian, akan menyebabkan pelanggan berbelanja ke tempat yang bisa memenuhi kebutuhannya.

Perilaku konsumtif sebenarnya melekat pada kehidupan kita sebagai konsumen, di mana perilaku diarahkan untuk mendapatkan kenikmatan, kesenangan, serta kepuasan dalam mengkonsumsi barang secara berlebihan yang bersifat sementara meskipun sebenarnya kita tidak terlalu membutuhkan produk tersebut. Motif hedonis merupakan dorongan untuk mencari kesenangan hidup, seperti lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, senang berkumpul, senang pada keramaian dan ingin menjadi pusat perhatian.

(22)

22

menyebabkan pelanggan ke warung kopi untuk bertemu dengan teman-teman, mengobrol dan tertawa lepas dan bebas. Kegiatan bersosialisasi dan sudah terbiasanya berkunjung ke warung kopi kemudian menumbuhkan hubungan emosional diantara pelanggan dan pemilik warung kopi sehingga dengan bebas menghabiskan waktu hingga malam hari.

Motif Utilitarian merupakan alasan murni atau alasan sebenarnya seseorang berbelanja. Seseorang yang berbelanja untuk membeli kebutuhan yang sebenarnya atau mereka tidak membeli melainkan hanya melihat-lihat produk yang akan dibeli atau ditawarkan. Menurut Westbrook dan Black (1985) dalam Jai, et al., (2001) terdapat dua tipe alasan berbelanja, yaitu: (1) berbelanja murni; adalah alasan berbelanja yang memiliki tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan pokok yaitu bahan makanan, (2) berbelanja tidak murni; adalah alasan berbelanja yang memiliki tujuan tidak utama karena tidak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti untuk melihat-lihat dan menghabiskan waktu. Motif untuk berbelanja ini menarik pembelanja untuk datang ke pasar sebagai cara untuk memuaskan kebutuhannya dan mempunyai hubungan langsung dengan kesetiaan belanja (Babin et al.,1994 dalam Kang dan Poaps, 2010).

Hasil penelusuran memperlihatkan bahwa pelanggan warung kopi di Makassar termotivasi ke warung kopi untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan berbelanja, yakni usaha untuk mendapatkan bisnis dan pekerjaan sampingan serta mencari nilai yang lebih ekonomis. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa warung kopi dapat dipandang sebagai pemecah masalah bagi pelanggan dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Batra dan Athola (1991), Hirscman dan Holbrook (1982), serta Babin, et al. (1994) dalam Kang dan Poaps (2010) dimana kesimpulannya menyatakan bahwa utilitarianisme dipandang sebagai problem solver yang menekankan pada fungsi dan fokus terhadap produk.

(23)

23

CATATAN AKHIR

Catatan akhir yang merupakan simpulan dari buku ini adalah: Pertama, motif pelanggan masyarakat kota Makassar memilih warung kopi sebagai tempat untuk mengonsumsi kopi dan bukannya memilih kafe atau restoran didorong oleh:

a. Motif Bisnis dan Informasi (Information and Business Motives), merupakan temuan motif baru, yaitu motif ke warung kopi yang disebabkan warung kopi merupakan sebagai sarana informasi dan diskusi (komunikasi) untuk mendapatkan peluang bisnis, pekerjaan, informasi apa saja dan merupakan tempat pertemuan untuk rapat dengan relasi bisnis. b. Motif Gratifikasi (Gratification Motives) yaitu motif ke warung kopi adalah selain untuk

meminum kopi namun juga bertujuan mendapatkan penghargaan lain berupa kepuasan diri, yakni sebagai tempat untuk menghilangkan kepenatan atau stres karena suasananya yang informal, santai, nyaman dan adanya kebebasan merokok dan berbicara/ tertawa tanpa merasa mengganggu pengunjung lainnya.

c. Motif Produk (Product Motives), yaitu dorongan untuk berkunjung ke warung kopi diakibatkan cita rasa kopi dan harga yang ekonomis.

d. Motif Sosialisasi (Socialization Motives) merupakan motif yang mendorong ke warung kopi karena ingin berkumpul dengan teman atau teman sesama komunitas dan mendapatkan teman baru.

e. Motif Hubungan emosional dan kekeluargaan (Emotional Interaction Motives), Temuan ini merupakan temuan motif baru, yakni dorongan ke warung kopi disebabkan rasa senang karena hubungan kekeluargaan yang tercipta dengan pemilik warung kopi dan pelanggan lainnya.

f. Motif Telecommuting (Telecommuting Motives) yaitu dorongan ke warung kopi karena lebih nyaman dan efektif menyelesaikan pekerjaan di warung kopi dan menjadikan warung kopi sebagai rumah dan kantor kedua sebagai akibat adanya jaringan internet dan telekomunikasi. Temuan inipun merupakan pengukuran baru untuk tipologi motif utilitarian.

(24)

24

h. Motif Kebiasaan Membeli (Habitual Buying Motives), yaitu dorongan melakukan pembelian ke warung kopi disebabkan karena kebiasaan yang dipelajari dari lingkungan terdekatnya, yaitu ayah dan teman.

i. Motif Petualangan (Adventure Shopping Motives), yaitu dorongan meminum kopi di warung kopi karena ajakan teman atau ingin mencari suasana yang berbeda dan merasakan cita rasa kopi yang berbeda.

j. Motif Lokasi (Location Motives), yaitu alasan memilih warung kopi karena mudah diakses dan terdapat hampir di semua jalan di kota Makassar.

Kedua, berdasarkan kesimpulan dari temuan motif-motif patronase, maka penelitian ini

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

S : Analisis Pendapatan Usaha Warung Kopi di Kotamadya Medan ..., 2002... S : Analisis Pendapatan Usaha Warung Kopi di Kotamadya Medan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji hubungan antara patronage buying motives dengan gaya hidup hedonis pada konsumen Starbucks Coffee di kota

Dari tiga anggota yang terlibat dalam kerjasama di warung kopi di Desa Pabean ini tidak hanya melakukan kerjasama warung kopi di Pabean ini saja, akan tetapi melakukan

Dari hasil uraian dan penjelasan terkait dengan penelitian tentang fenomena warung kopi, peneliti menarik tiga rumusan masalah yang ada, yang pertama melihat

Adapun kelemahan warung kopi di Banda Aceh dalam kaitannya dengan internasionalisasi adalah sebagai berikut: Tidak memiliki informasi tentang pasar luar negeri yang

pembeli yang sudah membayar bon kopi dengan harga baru tidak akan. singgah lagi ke warung kopi

Selain cita rasa, ada beberapa faktor yang mendasari konsumen memilih warung kopi arabika dibanding warung kopi umum yang menggunakan jenis kopi robusta, dari hasil pengamatan awal

STRATEGI PEMASARAN WARUNG KOPI DELIMA DI MALLUSETASI KOTA PAREPARE Analisis Ekonomi Syariah Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Ekonomi S.E Program