• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AGAMA ISLAM ANALISIS JURNAL PERADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS AGAMA ISLAM ANALISIS JURNAL PERADA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS JURNAL PERADABAN ISLAM

DISUSUN OLEH :

ANGSARI SITORANI RAHARJO

21010113130197

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

JURNAL 1

PENGARUH PERADABAN ISLAM TERHADAP EROPA

(Kontribusi Sastra Arab Terhadap Perkembangan Peradaban Barat)

A. Islam dan Pembentukan Peradaban Dunia 1. Kemajuan Peradaban Islam

Islam kendati bermakna penyerahan diri sepenuhnya untuk memperoleh keselamatan di dunia maupun di akhirat, namun bukanlah sebuah agama yang hanya memuat dogma, kumpulan ritual semata. Namun, ia adalah sebuah doktrin, sebuah pandangan dunia, sebuah kebudayaan, dan sebuah peradaban yang beralaskan ketauhidan. Dalam al-Qur‘an Islam sebagai agama yang diturunkan untuk rahmat sekalian alam (rahmatan lil ‘alamin). Islam bukan hanya agama yang mengajak umatnya untuk berpaling dari kehidupan dunia semata, melainkan agama yang mendorong untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat kelak. Antara kehidupan dunia dan akhirat merupakan sebuah mata rantai yang tidak bisa dipisahkan.

Dalam kehidupan masyarakat dan bernegara, Islam telah memberikan batasan-batasan dasar. Batasan ini selain terdapat dalam al-Qur‘an dan Hadits, juga tercantum dalam piagam Madinah, seperti persatuan, kebebsan memeluk agama, kebersamaa, penegakan keadilan, perdamaian, dan musyawarah yang disemuanya ini didasari pada keimanan. Hal ini dilakukan Nabi Muhammad saw dalam membangun masyarakat Arab Badui menjadi bangsa yang utuh. Dimana masyarakat yang sebelumnya belum

mengenal peradaban sampai masyarakat mengukir peradaban. Bahkan, belum pernah dalam sejarah ada suatu kekuasaan yang menguasai wilayah yang luasnya sama dengan luas yang dikuasai oleh Daulah Bani Umayyah. Begitu juga Daulah ‘Abbasiyyah yang memberikan perhatian yang lebih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Upaya tersebut diawali dengan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan sastra yang ditulis dalam berbagai bahasa, seperti Persia, India, Syriaic, Aramaic, Yunani ke dalam bahasa Arab antara tahun 750-850 M. telah menjadikan Baghdad yang disusul Cordova dan Kairo menjadi pusat-pusat penyebaran kebudayaan dan peradaban keseluruh dunia.

Peradaban Islam telah memainkan peranan yang penting dalam sejarah kemajuan manusia dan meninggalkan jejaknya dalam akidah, ilmu, hukum, filsafat, seni, sastra, dan lain sebagainya yang jauh cakupannya dan kuat pengaruhnya terhadap hasil yang telah dicapai oleh peradaban modern. Kedatangan Islam ibarat mercusuar yang bersinar cemerlang, mengusir kegelapan malam yang selama ini menyelimuti dunia yang sedang murung. Hadirnya Islam merupakan awal baru bagi dunia baru. Inilah dia alam peradaban Islam. Sebuah peradaban yang dimulai seiring lahirnya pemikiran, politik, syariat, masyarakat, dan ekonomi dunia seluruhnya.

(3)

peradaban. Ada tiga faktor yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam pada masa kejayaannya, yaitu pertama, faktor agama (religius), kedua, apresiasi masyarakat terhadap ilmu. Dan ketiga, patronase (perlindungan dan

dukungan) yang sangat dermawan dari para penguasa dan orang-orang kaya terhadap berbagai kegiatan ilmiah.

Pengaruh Islam terhadap Eropa, khususnya dalam aspek ilmu pengetahuan telah berlangsung sejak abad ke-12. Pada abad ke-14 gerakan kebangkitan muncul kembali (renaissance). Pengaruh kebudayaan Islam terutama meluasnya di Eropa melalui masyarakat Spanyol (711-1492 M) dan Sicilia (825-1091M), dan juga melalui Perang Salib. Dengan demikian, kehadiran Islam di Spanyol tersebut memberikan bahan bandingan bagi orang-orang Eropa.

B. Kontribusi Sastra Arab Terhadap Dunia Eropa 1. Perkembangan Bahasa dan Sastra Arab di Eropa

Bangsa Arab di Andalusia dapat dikatakan kiblat keilmuan bagi bangsa Eropa, dimana pusat-pusat ilmu dan kebudayaan yang mencerahkan semua bangsa, baik Muslim, Kristen, maupun Yahudi. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih terdapatnya peninggalan dalam bentuk bahasa, kebudayaan, ekonomi, sosial, dan pemikiran. Dalam bentuk bahasa di Spanyol atau Andalusia terdapat 12 kota besar yang diberi nama Arab dan masih dipakai sampai saat sekarang ini. Seperti al-Jazirah al-Khadra (Spanyol:

Algeciras), Jabal Tarik (Spanyol: Gibraltar), Madinah Salim (Spanyol: Medinacelli), dan lain sebagainya. Masuknya bahasa Arab ke Andalusia bersamaan dengan masuknya Islam ke daratan Andalusia. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan yang diraih oleh umat Islam, bahasa Arab dipelajari oleh berbagai kelompok penduduk dan lapisan sosial, sehingga menggeser peran bahasa lokal dan menembus batas-batas keagamaan. Kemenangan bahasa Arab atas bahasa penduduk asli yang ditaklukkan didahului oleh kemenangan bangsa Arab dalam bidang militer, politik, dan keagamaan. Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam Spanyol. Bahkan,

penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik terampil berbicara maupun dalam tata bahasa. Sebelum bahasa pergaulan sehari-hari, bahasa Arab lebih dahulu mencapai

kemenangan sebagai bahasa ilmu pengetahuan.

Kemudian tidak jauh berbeda dengan sastra, karya sastra, baik puisi maupun prosa sangat berkembang pesat di era keemasan Islam. Di masa kekhalifahan Islam berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari para penguasa Muslim. Pada era itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan puisi dengan diiringi musik. Pada zaman itu, puisi masih sederhana. Puisi Arab yang kompleks dan panjang

disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik. Sehingga puisi dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.

(4)

berbagai bangsa. Selain itu, bahasa Arab juga merupakan bahasa yang banyak digunakan untuk berbagai macam tujuan yang besar dalam mengungkapkan dan mendapatkan maknanya. Inilah yang membuatnya dapat berinteraksi dengan ilmu filsafat, logika, dan beberapa ilmu lainnya yang memakai puisi dan prosa. Namun demikian, bahasa yang juga paling penting adalah bahasa-bahasa Parsi, Urdu, dan lain sebagainya yang memang memiliki pengaruh terhadap Barat. Bahasa Arab mempunyai pengaruh istemewa atas Barat karena kekuasaan kaum Muslimin atas wilayah Spanyol (711-1492 M). Tahun permulaannya adalah tahun dimana pendaratan Tariq Ibn Ziyad, dan tahun terakhir adalah tahun jatuhnya Granada. Dan kekuasaan Islam di Sicilia (sejak 827 M), serta kekuasaan Daulah Uthma>niyah di Balkan (912-1924 M). Dampak kaum Muslimin di Barat mula-mula mengundang terjemahan-terjemahan ke dalam bahasa Latin, ke dalam bahasa Spanyol, Perancis, Inggris, Italia, Jerman, Belanda, dan Rusia.

2. Pengaruh Sastra Arab Terhadap Sastra Eropa

Sastra makin tumbuh di era kekuasaan Daulah Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad pada abad ke-8 M. Masa keemasan kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat Khalifah Harun al-Rashid dan putranya al-Ma’mu>n berkuasa. Pada era itu, prosa Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan berdampingan dengan puisi. Puisi sekuler dan puisi keagamaan juga tumbuh beriringan.

Selain dipengaruhi oleh bahasa Arab, bangsa Eropa juga terpengaruh dengan karya sastra dan pemikiran Arab, sehingga mereka banyak mengutip bebarapa pemikiran penting dari berbagai literatur Arab. Di antara pengutipan yang paling menonjol yaitu:

a. Dibidang Prosa atau Risalah

1) Dante Alighieri seorang penyair Italia dalam bukunya yang berjudul “La Devina Commedia” (Komedi Ketuhanan) terpengaruh oleh Abu al-Ala‘ al-Ma‘ri dalam bukunya

“Risalah al-Ghufran” (Risalah Pengampunan). Dante juga terpengaruh oleh Muhyi al-Din al-‘Arabi dalam membahas Is‘ra Mi‘raj dalam bukunya yang berjudul “Futuhat al-Makiyyah”. Dan pemikirannya yang bersumber dari al-Qur‘an tentang neraka dan padang mahsyar. Dante merupakan teman Prontio Latin yang pernah pergi ke

Thulaithulah (Toledo) pada tahun 1260 M dari Florensa, serta mengikuti kegiatan yang ada di sekolah Toledo.

2) Niccolo Machiavelli seorang pemikir Italia dalam bukunya “Il Principe” bersumber dari buku “Siraj al-Muluk” karangan Abu Zandaqah al-Tartusi. Machiavelli tidak hanya mengambil garis besarnya saja, melainkan ia mengambil pasal-pasalnya secara keseluruhan dipindahkan setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.

3) John Milton seorang penyair terkemuka di Inggris di dalam bukunya “Paradise Lost”,

menurut sebagian kritikus sastra menyakini bahwa ia terpengaruh oleh buku “Risalah al-Ghufran” karya al-Ma‘ri.

(5)

berjudul “Mukhtar al-Hikam wa Mahasin al-Kalam” (Kata Mutiara Pilihan), yang dikarang oleh Pangeran Mubashir Ibn Fatik al-Misri pada tahun 1053 M, dan buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di Eropa.

5) Pengaruh terbesar sastra Arab dimainkan oleh Alf Lailah wa Lailah (Seribu Satu Malam) yang ditulis pada masa Daulah ‘Abbasiyyah oleh al-Jahshiyari (wafat 942 M) berdasarkan kumpulan cerita Hazar Afsana (Seribu Malam) dalam bahasa Parsi yang asalnya juga merupakan saduran dari sastra India. Al-Jahshiyari menambahkannya dengan cerita Arab, Yahudi, dan sebagainya, serta mengubahnya menjadi satuan paduan yang indah dan serasi. Cerita ini terdiri dari 264 kisah yang terkumpul dalam sebuah bingkai monumental yang di Barat dikenal dengan nama Malam-Malam Arab (Arabian Nights). Dalam cerita ini, bukan hanya saja karena hiburannya yang

mengasyikkan, melainkan juga dikarenakan nilai sastra yang terkandung didalamnya. Sejak abad ke-10 kisah-kisah Alf Lailah wa Lailah sudah tersebar secara tertulis dan lisan ke Asia Barat Daya, bahkan beberapa di antaranya telah mencapai ke Eropa. 6) Pada tahun 1349 M, Boccaccio penulis hikayat yang berjudul al-Shabahat al-‘Ashrah

(Sepuluh Waktu Pagi) yang mengikuti jejak Alf Lailah wa Lailah. Dari hikayat ini pula Shakespeare mengambil topik dramanya al-‘Ibrah bi al-Khawatim (Peringatan Akan Akibat), dan penyair Jerman, Lasange mengambil topik dramanya Natan al-Hakim

(Natan Yang Bijaksana).

7) Khalilah wa Dimnah merupakan karya sastra yang sangat berpengaruh di Barat. Karya sastra ini karangan ‘Abdullah Ibn al-Muqaffa’ (wafat 759 M) dari Pancatantra India. Ia menerjemahkannya dari bahasa Pahlevi Tua, yaitu campuran bahasa Parsi-Yunani. Adapun isi dari berupa pelajaran mengenai akhlak sebagai salah satu cara mengajar seorang pangeran malas yang tidak dapat diajar dengan cara lain hingga ayahnya putus asa dan mengambil seorang Brahmana sebagai guru yang mengajar dengan cara mendongengkannya.

Selain beberapa karya sastra di atas, ada beberapa kontribusi sastra Islam terhadap Eropa, seperti penerjemahan-penerjemahan karya-karya sastra Muslim ke dalam bahasa Spanyol. Di antara karya sastra yang diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyo, seperti Indian Fables (Disciplina Clericals), Khalilah wa Dimnah (Calila e Dimna) yang terkenal sekitar tahun 1251 M yang diterjemahkan dari bahasa Arab.

b. Dibidang Puisi atau Syair

(6)

dalam pembuatan syair Eropa, seperti yang tampak di daerah Propance di bagian Selatan Prancis pada abad ke-12 dan abad ke-13 M. ini merupakan bentuk

terpengaruhnya syair Eropa oleh syair Arab.

Pengaruh sastra Barat terhadap bahasa dan sastra Arab, sebagaimana pendapat Dozy di dalam bukunya mengenai Islam dari risalah Spanyol, Algharo. Dia sangat sedih melihat keadaan orang-orang yang meninggalkan bahasa Latin dan Yunani, sementara bahasa kaum muslimin ditekuni. Kaum Nasrani sangat mengagumi puisi dan prosa bangsa Arab. Mereka mempelajari karangan-karangan yang ditulis oleh para filsuf dan fuqaha muslim. Hal ini mereka laukan untuk meniru uslub Arab yang fasih. Selain itu, mereka juga mencari buku-buku bangsa Arab dan mengisi perpustakan mereka dengan buku-buku mereka yang mahal. Mereka bersenandung di setiap tempat memuji

khazanah-khazanah Arab. Ketika mereka diperdengarkan kepada mereka buku-buku kristen, mereka tidak mendengar dengan alasan buku-buku itu tidak layak untuk diperdengarkan. Maka tidak diragukan lagi, pada abad ke-14 banyak para sastrawan piawai Eropa yang terpengaruh dengan sastra Arab dalam karya-karya mereka.

Persentuhan Eropa dengan peradaan Islam benar-benar memberikan pengaruh luar biasa terhadap kehidupan mereka. Pengaruh terpenting yang diambil Eropa dari pergaulannya dengan umat Islam adalah semangat untuk hidup yang dibentangkan oleh peradaban dan ilmu Islam. Keterpengaruhan Eropa pada peradaan Islam itu bersifat menyeluruh. Hampir tidak ada satu sisi pun dari berbagai sisi kehidupan Eropa yang tidak terpengaruh oleh peradaban Islam.

Telaah Jurnal

1. Alasan pemilihan judul

Alasan kenapa saya memilih judul Pengaruh Peradaban Islam

Terhadap Eropa, Kontribusi Sastra Arab Terhadap Perkembangan Peradaban Barat adalah karena keterlibatan bahasa arab yang sangat penting. Bahasa Arab adalah bahasa Agama Islam dan bahasa Al-Qur’an, seseorang tidak akan dapat memahami kitab dan sunnah dengan pemahaman yang benar dan selamat (dari penyelewengan) kecuali dengan bahasa Arab.

Menyepelekan dan menggampangkan Bahasa Arab akan mengakibatkan lemah dalam memahami agama serta jahil (bodoh) terhadap permasalahan agama.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata: Sesungguhnya Allah

Subhanahu wa Ta’ala menurunkan kitab-Nya dengan bahasa ‘Arab dan menjadikan Nabi-Nya penyampai Al-Qur’an dan As-Sunnah dari-Nya dengan bahasa ‘Arab, menjadikan orang-orang yang pertama kali masuk Islam berbicara dengan bahasa itu. Maka tidaklah agama dipahami dengan baik dan benar kecuali dengan mempelajari bahasa ‘Arab. Sehingga

(7)

Melalui bahasa Arab, orang dapat meraih ilmu pengetahuan. Sebab bahasa Arab telah menjadi sarana mentransfer pengetahuan.

2. Isi Jurnal

Islam sebagai agama yang diturunkan untuk rahmat sekalian alam. Islam bukan hanya agama yang mengajak umatnya untuk berpaling dari kehidupan dunia semata, melainkan agama yang mendorong untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat kelak.

Peradaban Islam telah memberikan peran yang besar terhadap dunia, mengeluarkan dunia dari kegelapan dan kebodohan, penyimpangan dan kebinasaan akhlak, lalu memberikan nilai yang menguasai dunia sebelum Islam dengan berbagai macam ikatan. Peradaban Islam

berlandaskan pada al-Qur‘an dan Hadits dua dasar fundamental penegak peradaban Islam tanpa membedakan bentuk, jenis, dan agama. Dan keduannya merupakan asas bagi peradaban Islam.

Ada tiga faktor yang menyebabkan berkembangnya ilmu

pengetahuan di dunia Islam pada masa kejayaannya, yaitu pertama, faktor agama (religius), kedua, apresiasi masyarakat terhadap ilmu. Dan ketiga, patronase (perlindungan dan dukungan) yang sangat dermawan dari para penguasa dan orang-orang kaya terhadap berbagai kegiatan ilmiah.

Masuknya Bahasa Arab di Benua Eropa berbarengan dengan masuknya islam. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan yang diraih oleh umat Islam, bahasa Arab dipelajari oleh berbagai kelompok penduduk dan lapisan sosial, sehingga menggeser peran bahasa lokal dan menembus batas-batas keagamaan. Masyarakat setempat menjadi banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik terampil berbicara maupun dalam tata bahasa.

Karya sastra, baik puisi maupun prosa pun sangat berkembang pesat di era keemasan Islam di daratan eropa. Contohnya adalah prosa dari Dante Alighieri dalam bukunya berjudul “La Devina Commedia” (Komedi

Ketuhanan) terpengaruh oleh Abu al-Ala‘ al-Ma‘ri dalam bukunya “Risalah al-Ghufran” (Risalah Pengampunan), Niccolo Machiavelli dalam bukunya “Il Principe” bersumber dari buku “Siraj al-Muluk” karangan Abu Zandaqah al-Tartusi, dll.

3. Manfaat Isi

(8)

4. Penutup

Pengaruh Islam terhadap Eropa dapat dilihat dari aspek kontribusi sastra Arab terhadap Eropa, baik itu berupa bahasa maupun karya sastra.

Pertama, dibidang bahasa, masih terdapat beberapa kota besar yang diberi nama Arab, seperti Jabal Tarik (Spanyol: Gibraltar), Madinah Salim (Spanyol:

(9)

JURNAL 2

SEJARAH PERJALANAN PERADABAN ISLAM (ANALISIS GEOKULTUR)

A. Pendahuluan

Islam adalah agama yang memiliki sejarah panjang, peradabannya tidak mungkin bisa disamakan dengan agama-agama lainnya di muka bumi ini. Islam tidak hanya memberikan pengaruh yang biasa-biasa saja kemudian akan terlupakan, namun ia akan menjadi sebuah tonggak sejarah dan terukir lewat peninggalan dan pengaruhnya yang luar biasa hebatnya. Dalam sejarahnya Islam telah memberikan pengaruh dalam banyak hal baik itu di bidang ekonomi, sosial, budaya, ataupun di bidang politik dunia.

Selama ini Islam kadang dikaitkan dengan kekerasan, yaitu peperangan-peperangan yang dilakukan oleh umat-umat terdahulu ketika memerangi kaum kafir atau dalam rangka menyebarkan agama Islam ke daerah lainnya, padahal dalam Islam sendiri dikenal dengan istilah rahmatan lil ‘alamin yang artinya rahmat bagi seluruh alam. Meskipun begitu sejarah telah mencatatkan tulisannya sendiri, bahwa Islam bukanlah agama yang mengajarkan tentang kekerasan dan

penindasan, bahkan sebaliknya yaitu tentang budi pekerti dan mengasihi. Sebagai contoh terberantasnya tradisi perbudakan di dunia Arab secara evolusioner setelah datangnya Islam dengan ditentangnya lembaga perbudakan, sehingga negeri Arab pada akhirnya mengeliminasikan seluruh perbudakan dan melarang untuk

mengimpor budak dari luar hingga sekarang ini. Begitu pula pada masa penyebaran Islam ke Afrika dan Spanyol, pasukan Islam datang untuk menghentikan kekejaman penguasa pada saat itu, yaitu Byzantium yang kerap melakukan penyiksaan kepada penduduk Koptik. Saat itu Amr bin Ash datang untuk memerangi perilaku penguasa zalim itu, dan ketika pemerintahan Islam menggantikan menguasai Afrika maka semua perbudakan dan pajak yang tinggi dihapuskan. Selain itu, pemerintahan Islam menjamin kebebasan umat agama lain untuk menjalankan ibadah mereka tanpa diganggu. Bahkan berdasar pada kesaksian dari Thomas Arnold, melalui bukunya Al Da’wah ila Al-Islam, disebutkan bahwa penguasa Islam tidak sedikitpun menjamah kekayaan gereja. Selain itu tidak ada kriminalitas atas wilayah yang sudah ditaklukkannya.

(10)

lagi adalah agama yang sangat bisa berkompromi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, bukan agama yang hanya dikenal dengan peperangan atau militer, senjata atau pedang apalagi penindasan.

Makalah ini akan membahas sejarah perjalanan peradaban Islam dengan daerah taklukkan yang dikuasainnya, yaitu dengan pendekatan kultural dan bagaimana Islam masuk ke wilayah-wilayah itu dengan jalan tengah dan perdamaian. Pada bagian ini makalah akan membahas perjalanan Islam di tiga benua, yaitu Asia, Eropa, dan Afrika.

B. Jejak Islam di Anak Benua India

India sendiri adalah sebuah negara yang terletak di Asia bagian Selatan dan bagian dari anak benua India, India merupakan bagian dari rute perdagangan penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik Rakyat Cina, Myanmar, Bangladesh, Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia adalah negara kepulauan yang bersebelahan. Islam masuk di negeri Hindustan ini melalui beberapa fase atau tahapan, yaitu pada masa Nabi Muhammad Saw. yang merupakan awal sejarah masuknya Islam di India, yaitu sekitar tahun 610 M banyak pedagang Arab penganut Islam yang melakukan perdagangan dengan dunia Timur lewat pelabuhan-pelabuhan di India, dari sinilah mereka menggunakannya untuk berdakwah dengan penduduk di sana. Pada masa itu Cheramal Perumal, raja Kadangalur dari pantai Malabar juga

memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Tajuddin. Di sumber lain juga menyebutkan bahwa pertama kali Islam tiba di India pada abad ke-7 M. Adalah Malik Ibnu Dinar dan 20 sahabat Rasulullah Saw. yang kali pertama menyebarkan ajaran Islam di negeri itu. Saat itu, Malik dan sahabatnya menginjakkan kaki di Kadangalur, Kerala. Kedatangan Islam pun disambut penduduk wilayah itu dengan suka cita. Konon, dari wilayah itulah Islam lalu menyebar ke seantero India. Malik lalu membangun masjid pertama di daratan India yakni di wilayah Kerala. Masjid pertama yang dibangun umat Islam itu bentuknya mirip dengan candi tempat ibadah umat Hindu. Bangunan masjid itu diyakini dibangun pada tahun 629 M. Ada yang meyakini, masjid di Kadangalur, Kerala itu merupakan masjid kedua di dunia yang dipakai shalat jumat, setelah masjid yang dibangun Rasulullah di Madinah. Terlepas dari perbedaan sumber sejarah tentang awal masuknya Islam di India tersebut sudah jelas menggambarkan bahwa bukankah Islam adalah agama yang sangat dinamis untuk seluruh umat dan membawa risalah yang akan selalu diterima oleh bangsa manapun di dunia.

(11)

masa Khalifah Ustman, dikirimlah Hakim bin Jabalah ke India, untuk menjelajahi mengenal negeri India yang luas itu. Dan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, tahun 38 H (659 M) Al Harrits Murrah Al Abdi pergi ke India untuk mengyelidiki jalan-jalan India, ilmu pengetahuan dan adat istiadat India. Ketiga Khalifah itu nyatanya telah berusaha mengibarkan Islam sampai ke daratan Asia Selatan dengan perjuangan yang tidak mudah dan dari mereka pula Islam telah di kenal di Asia bagaian Selatan ini.

Perjuangan dalam menyebarkan Islam tentu tidak sampai di situ, Bani Umayyah juga berusaha melalukan ekspansi Islam sampai ke India, di antaranya pada waktu pemerintahan al-Walid yang telah mengirim Muhammad Ibn Qosim untuk

memimpin pasukan, hal ini sebagai reaksi karena terjadi perampokan terhadap umat Islam di India. Dalam waktu 4 tahun lebih Sind dan Punjab dapat ditaklukkan dan dikuasai. Muhammad Ibn Qosim kemudian menjadi Gubernur yang

menjalankan pemerintahannya dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi, meskipun pada akhirnya beliau harus berakhir dengan tragis karena begitu banyak pertikaian politik yang terjadi di kala itu.

Islam juga menyeberang sampai ke anak benua India pada masa pemerintahan Turki. Kekuasaan dinasti Turki di India bermula pada tahun 1206 M sampai 1290 M, yaitu pada masa Dinasti Khalji, Dinasti Tughlaq, Dinasti Sayyed, dan Dinasti Lodi. Bermula ketika berakhirnya masa Dinasti Ghuri karena pemimpinnya telah wafat dan tidak meninggalkan anak laki-laki. Ghuri sebagai pemimpin dinasti ini memberi

letter of manumission (merdeka dari perbudakan) kepada bekas budak, menantu, dan panglima perangnya Qutub al-Din Aybek, maka naiklah Ghuri dengan dengan gelar sultan pada tahun 1206 M, sejak itulah berdiri kesultanan Delhi. Dinasti-dinasti yang akhirnya menemui kekuasaannya di India itu telah mencatatkan sejarah peradabannya sendiri sebagai dinasti Islam di tanah Hindustan. Mereka berusaha untuk memimpin rakyatnya dengan adil, walaupun banyak menemui rintangan dan kegagalan yang pada akhirnya sampai membuat kekuasaan mereka berakhir. Pada masa Dinasti Tughlaq, sultan yang berkuasa saat itu merupakan sultan yang saleh, suka menolong, penuh semangat dan membenci hal-hal yang berbau korup. Ia juga pemimpin yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan para ilmuwan yang hidup pada masanya, tentu menjadi sebuah potret yang menggambarkan bahwa meskipun Islam kadang dikaitkan dengan peperangan, namun ketika ia berkuasa, Islam telah menjadi sesuatu yang berperan penting dalam kehidupan sosial, budaya dan politik.

Pengaruh Islam di India

(12)

pertanian, administrasi pajak, membangun hubungan antar agama, serta memberi penghargaan kepada tokoh-tokoh setempat yang dianggap berpengaruh dan membangun administrasi lokal, yang dikenal dengan sistem pancayat di pedesaan, yang tanggung jawab pemerintahan lokal diserahkan kepada pemerintahan lokal, kepala pancayat dipilih langsung oleh rakyat setempat, hal ini juga dikenal dengan teori from the people, by the people, and for the people. Ibn Qosim juga dikenal pemimpin yang tidak membeda-bedakan antara Arab dan yang non-Arab, ia juga memeratakan kekuasaannya pada non-Muslim. Perdagangan pada masa ini juga berkembang pesat, yaitu dengan adanya pusat-pusat perdagangan yang terkenal, diantaranya Daibul, Samandar, dan Madura. Selain itu kuil-kuil yang hancur dan rusak akibat perang dibangun kembali dengan biaya pemerintah, bahkan pada saat itu Ibn Qosim melarang pemotongan sapi pada hari raya ‘Id al-Qurban bagi orang Islam karena mayoritas penduduk di sana adalah non-Muslim. Di bidang ilmu pengetahuan dan seni arsitektur pun juga sangat berkembang pada waktu itu, seperti munculnya para ilmuwan, penyair, pujangga, dan bangunan-bangunan yang bernilai arsitektur yang tinggi.

Islam diperkenalkan di India dalam bentuk sebuah peradaban yang telah berkembang yang diwarnai dengan budaya pertanian, urbanisasi, dan keagamaan yang terorganisir secara mapan. Sementara itu peradaban di India diwarnai dengan sistem kasta, Hinduisme Brahmanik dan keyakinan Budha, dan diwarnai dengan dominasi elite Rajput dan elite politik Hindu lainnya. Pasa masa silam di India terdapat beberapa Imperium besar, tetapi menjelang invasi Muslim India terpecah-pecah menjadi sejumlah pemerintahan lokal. Penaklukkan Muslim melahirkan sebuah elite baru dan sebuah tingkat integrasi politik, dan menandai awal proses berkembangnya sebuah peradaban Muslim yang khas. Kultur negara dan elite politik menjadi model percampuran antara konsep-konsep universal Muslim dan simbol-simbol kenegaraan, pencapaian artistik kosmopolitan seperti seni arsitektur dan seni lukisan, dan beberapa motif regional. Orientasi komunal keagamaan Muslim mencakup seluruh varietas utama Islam, scholatisisme ulama’, sintesa Sufi-Syari’ah, pemujaan tempat keramat, dan Islam reformis. Masyarakat India juga dikenal dengan masyarakat keagamaan yang pluralistik menghilangkan model birokrasi dan kontrol kenegaraan. Kualitas kultur yang khas dalam peradaban Islam-India, dan kecenderungan otonomi dan pluralitas keagamaan menjadikannya sebuah varian yang khas dari pola Islam Universal. Jadi dapat dikatakan kultur Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah India itu sendiri, karena Islam-India nyatanya telah beritegrasi menjadi sebuah peradaban yang akan tetap tertulis dalam sejarah yang tidak akan hilang sampai kapanpun.

C. Islam di Benua Eropa: Spanyol (Andalusia)

(13)

Matador itu. Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, dimana Umat Islam sebelumnya telah menguasai Afrika Utara. Kondisi sosial masyarakat Spanyol atau yang lebih dikenal dengan Andalusia waktu itu terbagi ke dalam 3 kelas, sehingga ada masyarakat kelas 1, 2, dan 3. Di antara ketiga kelas dalam status sosial itu kelas 1 tentu lebih makmur dan nyaman hidupnya, yaitu terdiri dari para raja, pangeran, pembesar istana, pemuka agama, dan tuan tanah yang besar. Sedangkan kelas 2 dan 3 terdiri dari masyarakat bawah sampai para budak. Kedatangan Islam tentu menjadi sebuah harapan bagi mereka, karena mereka memahami bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam

mengajarkan bahwa bumi dan semua isinya adalah milik Allah dan bagi mereka yang mengerjakan serta membuatnya subur mereka berhak untuk menikmati hasilnya. Mereka juga mendengar bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan keadilan, semua orang memiliki derajat yang sama dan tidak dibeda-bedakan, adapun manusia yang paling tinggi derajatnya adalah manusia yang paling baik akhlaknya dan bermanfaat bagi kemanusiaan. Hal inilah yang menggugah hati mereka dan tertarik pada Islam.

Proses Islam bagaimana Islam menguasai Spanyol menjadi fokus perhatian setelah wilayah Afrika Utara dapat ditaklukkan. Dalam proses penaklukan spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana, yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menang dan membawa harta rampasan dari sana. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Thariq memperoleh kemenangan kemudian ia dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo

(ibukota kerajaan Gothik saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara.

(14)

menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal. Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak.

Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru

pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan dengan itu Amer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan

masyarakat. Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakkan. Adapun faktor internalnya dapat dilihat dari kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokon-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong

menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam disana.

Peradaban Islam di Spanyol yang berakulturasi

Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu terbagi menjadi enam periode dengan kekhasan yang dihasilkan pada masanya sendiri. Para pemimpin yang berkuasa mencoba menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat adil dan indah untuk bisa dirasakan oleh semua umat yang tinggal di sana. Penduduk di Andalusia terdiri dari banyak golongan, yaitu Arab, Barbar, Spanyol, Yahudi, dan Slavia. Adapun penduduk keturunan Spanyol terdiri dari 3 kelompok ialah pemeluk Islam, golongan Musta’ribah, pemegang teguh agama warisan nenek moyang. Pada masa ini tidak sedikit umat Nasrani yang menjadi pejabat sipil maupun militer dan ada yang bertugas sebagai pemungut pajak. Di samping itu, masyarakat Yahudi pun menikmati kebebasan beragama yang cukup luas saat Islam berkuasa di Spanyol. Kelompok lain yang tidak kalah penting dalam kehidupan politik dan sosial budaya adalah golongan Slavia. Pada masa al-Nashir para budak ini diberi kepercayaan untuk dijadikan pengawal istana dan mereka dididik di bidang kemiliteran,

meskipun pada akhirnya Slavia harus tersingkir sebagai akibat khalifah al-Manshur memberikan kepercayaan terlalu berlebihan kepada bangsa Barbar.

(15)

Muslim maupun bukan memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam pembanguan negara. Oleh karena itu Bani Umayyah II yang merupakan inti kekuasaan Islam di wilayah ini mampu menempatkan Cordova sejajar dengan Konstantinopel dan Baghdad sebagai pusat peradaban dunia. Tidak sampai di situ sumbangsih Islam di dataran Eropa ini, karena dari sanalah sebuah peradaban terbangun dan menjadi tonggak untuk kehidupan selanjutnya, bahwa banyak sekali hal yang telah Islam berikan dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, sains, fiqh, bahasa dan sastra, musik dan kesenian, dan bangunan-bangunan yang megah berdiri dengan tegaknya pada masa itu dan semua itu pun masih terasa sampai sekarang.

Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Spanyol merupakan tempat paling utama bagi Eropa untuk menyerap peradaban Islam, Baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antarnegara. Kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam pemikiran dan sains di samping bangunan fisik. Dari Spanyol Islamlah sudah tentu Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di

perguruan-perguruan tinggi Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Jadi bukankah konsep rahmatan lil ‘alamin itu jelas sekali terlihat ketika Islam mengibarkan panjinya di manapun ia berada.

D. Islam dan pembaharuan peradaban di Mesir

Islam di Afrika masuk lewat Mesir. Saat itu, Amru Bin Ash meminta bantuan dari Umar Bin Khattab untuk memerangi Muqauqis, seorang raja dari Romawi. Amru Bin Ash menganggap Muqauqis telah berlaku semena-mena terhadap orang Mesir. Pada 640 M, dengan 400 orang pasukan, Umar Bin Khatab datang ke Mesir untuk membebaskannya dari Rezim Muqauqis. Setelah 2 tahun berperang, pada 642 M, Mesir berhasil dibebaskan.

(16)

itulah, Islam telah tersebar luas di wilayah Sudan, wilayah padang rumput, dan wilayah rimba Afrika berdasarkan suatu kombinasi sejumlah kekuatan. Komunitas pendatang terdiri dari pedagang dan para da’i membentuk komunitas Muslim yang berpencaran di seluruh wilayah ini. Di wilayah Sudan dan Afrika Timur komunitas tersebut berhasil mengislamkan penguasa setempat dan mendirikan beberapa negara muslim. Dalam pada itu ulama’ dan orang suci Muslim melancarkan gerakan jihad (perang suci) untuk membentuk rezim teritorial mereka sendiri. Sampai menjelang akhir abad ke-19 orang Eropa menghentikan proses tersebut dan pembentukan negara Muslim di Afrika pun terhenti. Hal tersebut membuktikan betapa gigih umat terdahulu tentang bagaimana memperjuangkan Islam untuk menjadi agama peneduh bagi semua umat, begitupun di wilayah yang dijuluki dengan Benua Hitam ini, Islam sempat terseok-seok, namun tetap meninggalkan sejarahnya dan beberapa negara yang teguh menganut Islam sampai sekarang.

Contohnya adalah Mesir sebuah negara yang dijadikan pintu gerbang bagi umat Islam untuk menyebarluaskan ajaran Islam di wilayah Benua Afrika. Mesir sendiri adalah sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut. Dengan luas wilayah sekitar 997.739 km² Mesir mencakup Semenanjung Sinai (dianggap sebagai bagian dari Asia Barat Daya), sedangkan sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika Utara. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara-timur. Perbatasannya dengan perairan ialah melalui Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur.

Mesir baru menjadi pusat kekuasaan dan juga peradaban Muslim baru pada akhir Abad 10. Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi’ah. Ia menamai kekhalifahan itu Fathimiyah dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin Syi’ah, Fatimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya, Jawhar al-Siqili, untuk membangun ibu kota . Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari “Al-Zahra”, nama panggilan Fatimah) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian bekembang menjadi Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia saat ini.

(17)

menemukan bahwa pancaran sinar itu bukanlah dari mata ke benda tersebut, melainkan sebaliknya. Dari benda ke mata.

Di Mesir juga terdapat Dinasti Ayyubiyah, yang dibangun Salahuddin Al-Ayyubi, ia mengambil alih kekuasaan Fathimiyah karena gangguan politik yang

mengakibatkan wibawa Dinasti Fatimiyah merosot. Salahuddin tidak

menghancurkan Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 delapan tahun sebelum

Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai Istana keturunan para budak (Mamluk).

Pada akhirnya Dinasti Mamluk inilah yang mengangkat keturunan Abbasiyah yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad untuk menjadi khalifah. Ia merenovasi masjid dan universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat peradaban dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih banyak dibanding London di saat yang sama. Lahirnya universitas Al-Azhar merupakan sebuah bukti bahwa Islam sangat peduli dan berpihak pada tradisi keilmuan dan pengetahuan. Di samping itu Ibnu Batutah tak hanya mengagumi ‘rihlah’, tempat studi keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona pada pusat layanan kesehatan yang sangat rapi dan “gratis”. Sedangkan Ibnu Khaldun

menyebut: “mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang paling besar adalah orang-orang Turki yang ada di Mesir.” Begitulah gambaran tentang sejarah Islam yang dapat menguasai Mesir pada saat itu, sampai sekarang Islam tetap berkibar di sana dan menjadi agama mayoritas.

Pembaharuan dan kemajuan saat Islam berkuasa di Mesir sangat jelas terlihat, khususnya pada saat Dinasti Fatimyah berkuasa, sebut saja masa al-Mu’izz di mana seni dan ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat, al Mu’izz juga

melaksanakan tiga kebijakan dasar, yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi agama (aliran). Bahkan masih banyak

peninggalan-peninggalan yang dibangun oleh umat Islam pada saat itu sehingga menjadikan negara Mesir sebagai negara yang kaya akan peradaban yang terlihat sampai saat ini. Islam adalah agama yang membuka jalan bagi kedamaian,

risalahnya akan selalu terbentang di jagad raya sebagai hal yang akan dirindukan setiap orang, kenyataan terpampang lewat bagaimana Islam selalu menjadi penengah dan pemecah masalah di tengah-tengah rasa keputusasaan manusia. Dan lebih unik lagi bagaimana Islam dapat berdialog dengan kebiasaan setempat dan memberikan kesempatan yang seluas-luanya untuk berpadu dan menyatu dengan ajaran Islam yang membawa kedamaian.

(18)

1. Alasan pemilihan judul

Alasan kenapa saya memilih judul Sejarah Perjalanan Peradaban Islam, Analisis Geokultur adalah untuk mengetahui sejarah perkembangan peradaban islam di dunia luas. Selain itu kita dapat menjadikan sejarah ini sebagi pelajaran yang dapat memacu produktifitas kaum muslimin dimasa kini, karena Peradaban Islam pada masa Nabi Muhammad adalah

peradaban yang paling sempurna.

Kita juga dapat menyelidiki dan mengetahui sejauh mana kemajuan yang telah di capai oleh umat Islam terdahulu. Sehingga kita dapat mengggali dan meninjau kembali faktor – faktor apa yang menyebabkan kemajuan islam dan faktor apa pula yag menyebabkan kemundurannya yang kemudian untuk dijadikan cermin bagi masa – masa sesudahnya.

2. Isi Jurnal

Islam adalah agama yang memiliki sejarah panjang, peradabannya tidak mungkin bisa disamakan dengan agama-agama lainnya di muka bumi ini. Dalam sejarahnya Islam telah memberikan pengaruh dalam banyak hal baik itu di bidang ekonomi, sosial, budaya, ataupun di bidang politik dunia. Peradaban Islam tersebar di berbagai belahan dunia, bahkan Islam dapat berkembang dengan pesat dan meninggalkan jejaknya di berbagai daerah, yaitu dikawasan Afrika, Spanyol, Mongol atau China, Persia hingga di kawasan Eropa Timur.

Islam masuk di India melalui beberapa fase atau tahapan, yaitu pada masa Nabi Muhammad Saw. yang merupakan awal sejarah masuknya Islam di India, yaitu sekitar tahun 610 M banyak pedagang Arab penganut Islam yang melakukan perdagangan dengan dunia Timur lewat

pelabuhan-pelabuhan di India, dari sinilah mereka menggunakannya untuk berdakwah dengan penduduk di sana. Di sumber lain juga menyebutkan bahwa

pertama kali Islam tiba di India pada abad ke-7 M.

Malik Ibnu Dinar dan 20 sahabat Rasulullah Saw. yang kali pertama menyebarkan ajaran Islam di negeri itu. Kedatangan Islam pun disambut penduduk wilayah itu dengan suka cita. Masjid pertama yang dibangun umat Islam itu bentuknya mirip dengan candi tempat ibadah umat Hindu. Bangunan masjid itu diyakini dibangun pada tahun 629 M.

Pengaruh kebudayaan dan peradaban Islam di India tidak bisa dilewatkan begitu saja, bahwa banyak sekali hal-hal yang tercatat dalam sejarah di mana saat Islam berkuasa di sana saat itu. Islam diperkenalkan di India dalam bentuk sebuah peradaban yang telah berkembang yang

(19)

Islam pada masa pemerintahan dinasti Umayyah telah berhasil mengibarkan sayapnya sampai ke Eropa tepatnya di Spanyol. Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid (705-715 M). Proses Islam bagaimana Islam menguasai Spanyol menjadi fokus perhatian setelah wilayah Afrika Utara dapat ditaklukkan. Dalam proses penaklukan spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa

memimpin satuan-satuan pasukan ke sana, yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair.

Di Spanyol banyak kota-kota Islam yang masyhur dan menjadi pusat peradaban Islam, seperti Sevilla, Kordova, Granada, Murcia, dan Toledo. Di kota-kota terdapat banyak bangunan-bangunan indah dan bermanfaat yang berdiri, seperti Masjid, istana-istana, madrasah, benteng, ataupun makam.

Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa

mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya.

Islam di Afrika masuk dengan melewati Mesir terlebih dahulu. Mesir menjadi pintu gerbang bagi Islam untuk menyebarluaskan ajarannya ke berbagai negara. Selain Mesir, Nigeria dan Lybia merupakan salah satu basis kebudayaan Islam yang kuat di Benua Afrika. Setelah pintu masuk Islam terbuka lewat Mesir, muncul beberapa kerajaan Islam di Afrika.

Mesir baru menjadi pusat kekuasaan dan juga peradaban Muslim baru pada akhir Abad 10. Pembaharuan dan kemajuan saat Islam berkuasa di Mesir sangat jelas terlihat, khususnya pada saat Dinasti Fatimyah berkuasa, sebut saja masa al-Mu’izz di mana seni dan ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat, al Mu’izz juga melaksanakan tiga kebijakan dasar, yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi agama (aliran).

3. Manfaat Isi

Pembaca dapat mengambil manfaat yaitu mengetahui perjuangan yang dilakukan oleh para khalifah pada zaman itu untuk menyebarluaskan Agama Islam.

4. Penutup

Islam menjadi sebuah agama dengan kultur peradaban yang luar biasa. Ia mampu menunjukkan kepada tatanan dunia luar bahwa Islam adalah

(20)

berintegrasi dengan budaya dan pola pikir masyarakat setempat, meskipun pada dasarnya Islam tetaplah memiliki falsafah dan prinsipnya sendiri, sehingga nilai-nilai keislaman tidak akan pernah pudar namun tetap bisa sejalan.

Islam telah sampai di dataran Asia, Eropa, dan Afrika. Perjalanan sejarah Islam telah memperlihatkan secara jelas bukti betapa dinamisnya Islam. Ia dapat memadukan antara kekhasan Timur dan Barat,

(21)

JURNAL 3

PERADABAN SAINS DALAM ISLAM Oleh: Muhammad Abduh

Muqaddimah

Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains). Al-Qur‟an dan al-Sunnah mengajak kaum Muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orangorang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Sebagian dari ayat-ayat al-Qur‟an dan al-Sunnah yang relevan akan disebutkan di dalam pembahasan masalah ini.

Di dalam al-Qur‟an, kata al-„ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali (Ghulsyani 2001). Beberapa ayat pertama, yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw., menyebutkan pentingnya membaca, pena, dan ajaran manusia:

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-Alaq/ 96: 1-5)

Dan tentang penciptaan Adam, al-Qur‟an mengatakan bahwa malaikat pun disuruh bersujud di hadapan Adam setelah Adam diajari nama-nama:

Dan Dia mengajarkan Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukannya kepada para malaikat dan berfirman: “sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu memang orang yang benar!” Mereka

menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana”. (QS. al-Baqarah/2: 31-32)

Al-Qur‟an mengatakan bahwa tidak sama, antara mereka yang mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui: “Katakanlah: „Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?‟.” (QS. Az-Zumar/39: 9)

Dan hanya orang yang belajarlah, yang memahami: “Dan

perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. al-Ankabut/29: 43)

(22)

“…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama…” (QS. Fatir/35: 28)

Di dalam hadits Nabi juga ada pernyataan yang memuji ilmu dan orang yang terdidik. sejumlah hadits mengenai hal ini dinisbahkan kepada Nabi Saw. yang beberapa di antaranya kami kutip di bawah ini:

“Mencari ilmu wajib bagi setiap Muslim.” “Carilah ilmu walaupun di negeri Cina.”

“Carilah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat.” “Para Ulama itu adalah pewaris para Nabi.”

“Para Hari Kiamat ditimbanglah tinta ulama dengan darah syuhada, maka tinta ulama dilebihkan dari darah syuhada.”

Klasifikasi Sains

Dalam Islam tidak dikenal pemisahan esensial antara “ilmu agama” dengan ilmu “ilmu profan”. Berbagai ilmu dan perspektif inteletual yang dikembangkan dalam Islam memang mempunyai suatu hirarki. Tetapi herarki ini pada akhirnya bermuara pada pengetahauan tentang “Yang Maha Tunggal” – Substansi dari segenap ilmu. Inilah alasan kenapa para ilmuawan Muslim berusaha mengintergrasikan ilmu-ilmu yang dikembangkan peradaban-peradaban lain ke dalam skema hirarki ilmu pengetahuan menurut Islam. Dan ini pulalah alasan kenapa para “ulama”, pemikir, filosof dan ilmuwan Muslim sejak dari al-Kindi, al-Farabi, dan Ibnu Sina sampai al-Ghazali, Nashir al-Din al-Thusi dan Mulla Shadra sangat peduli dengan klassifikasi ilmu-ilmu (Nasr 1976).

Berbeda dengan dua klasifikasi yang dikemukakan di atas, yakni ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, para pemikir keilmuan dan ilmuwan Muslim di masa-masa awal membagi ilmu-ilmu pada intinya kepada dua bagian yang diibaratkan dengan dua sisi dari satu mata koin; jadi pada esesnsinya tidak bisa dipisahkan. Yang pertama, adalah al-„ulûm al-naqliyyah, yakni ilmu-ilmu yang disampaikan Tuhan melalui wahyu, tetapi melibatkan penggunaan akal. Yang kedua adalah „ulûm al-„aqliyyah, yakni ilmu-ilmu intelek, yang diperoleh hampir sepenuhnya melalui

penggunaan akal dan pengalaman empiris. Kedua bentuk ilmu ini secara bersama-sama disebut al-„ulûm alhushuli, yaitu ilmu-ilmu perolehan. Isitilah terakhir ini digunakan untuk membedakan dengan “ilmu-ilmu” (ma‟rifat) yang diperoleh melalui ilham (kasyf).

(23)

Sebagaimana dikemukakan Nasr (1987, hal. 60), al-Kindi agaknya adalah pemikir Muslim pertama yang berusaha memecahkan persoalan ini dalam bukunya Fi Aqasâm al-„ulûm (Jenis-Jenis Ilmu). Al-Kindi disusul al-Farabi, yang melalui Kitâb Ihshâ al-„ulûm

(Buku Urutan Ilmu-Ilmu) memainkan pengaruh lebih luas dalam hal ini.Tokoh-tokoh lain, seperti Ibn Sina, al-Ghazali dan Ibn Rusyd juga membuat klassifikasi ilmu-ilmu yang pada esensinya mengadopsi kerangka Ibn Farabi dengan sedikit penyesuaian. Al-Farabi membagi ilmu menjadi cabang besar: ilmu-ilmu bahasa, ilmu logika, ilmu-ilmu dasar (seperti aritmetika, geometri), ilmu-ilmu alam dan metafisika, dan ilmu-ilmu tentang masyarakat (seperti hukum dan theologi).

Ibn Butlan (w.469/1068) mencoba menyederhanakan klassifikasi ilmu-ilmu menjadi tiga cabang besar saja; ilmu-ilmu (keagamaan) Islam, ilmu-ilmu filsafat dan ilmu-ilmu alam, dan kesusastraan. Hubungan antara ketiga cabang ini digambarkannya sebagai segitiga: sisi sebelah kanan adalah ilmu agama, sisi sebelah kiri ilmu filsafat dan ilmu alam, dan sisi bawah adalah kesusastraan (Makdisi 1981). Sedangkan Ibn Khaldun pada abad 8/14 pada dasarnya kembali kepada pembagian ilmu naqliyyah dan ilmu-ilmu „aqliyyah. Termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyyah adalah ilmu-ilmu Qur‟an, hadits, fiqh, kalam, tashawwuf dan bahasa. Sedangkan ilmu-ilmu „aqliyyah mencakup logika dan filsafat, kedokteran, pertanian, geometri, astronomi dan sebagainya.

Terakhir, Shams al-Dîn al-Amulî pada abad 9/15 dalam bukunya Nafa‟is al-Funun (Unsur-Unsur Berharga Sains) setelah mendaftar hampir seluruh cabang ilmu yang berkembang di Dunia Islam memberikan dua klassifikasi. Dalam klassifikasi pertama, ilmu-ilmu terbagi dua: ilmu-ilmu filosofis dan ilmu-ilmu non-filosofis. Bagian pertama yang terdiri dari ilmu teoritis dan praktis mencakup metafisika, matematika, etika, ekonomi dan politik. Bagian kedua yang terdiri dari ilmu-ilmu keagamaan dan non-agama mencakup „aqliyyah dan naqliyyah. Dalam klassifikasi kedua, ilmu-ilmu terbagi kepada ilmu-ilmu awal (awâ‟il) dan ilmu-ilmu lanjutan (awâkhir). Bagian pertama mencakup ilmu-ilmu semacam matematika, kedokteran, kimia, astronomi, geografi, etika, politik, ekonomi dan sebagainya. Sedangkan bagian kedua mencakup kesusestraan,ilmu syar‟iyyah, tashawwuf, sejarah dan sebagainya (Nasr 1976).

Apa arti semua klassifikasi yang rumit ini? Ini menunjukkan, kompleksitas ilmuilmu yang berkembang dalam peradaban Islam; ini menegaskan bahwa ilmu-ilmu agama hanya salah satu bagian saja dari berbagai cabang ilmu secara keseluruhan. Kemajuan peradaban Islam berkaitan dengan kemajuan seluruh aspek atau

bidangbidang keilmuan. Jadi, takkala bagian-bagian besar ilmu tersebut “dimakruhkan”, terciptalah kepincangan yang pada gilirannya mendorong terjadinya kemunduran peradaban Islam secara keseluruhan.

Sains dan Islam

(24)

dalam pengertian Barat modern, sebab agama juga merupakan ilmu, artinya dalam Islam disiplin ilmu agama merupakan sains.

Untuk memahami posisi sains atau ilmu dalam Islam, kita harus memahaminya secara bahasa. Terdapat hubungan yang erat antara ilmu („ilm), alam („alam), dan al- KhÉliq. Untuk menggambarkan secara singkat hal ini, marilah kita lihat kata „ilm, sebuah istilah yang digunakan dalam bahasa Arab untuk menunjukkan ilmu. Kata „ilm

yang berasal dari akar kata yang terdiri dari 3 huruf, „a-l-m, atau „alam. Arti dasar yang terkandung dalam akar kata ini adalah „alÉmah, yang berarti “petunjuk arah”. Al- Raghib al-Isfahani (1997, s.v. “„a-l-m”) menjelaskan bahwa al-„alam adalah “jejak (atau tanda) yang membuat sesuatu menjadi diketahui‟ (“the trace (or mark) by wich

something is known” atau ”al-atsar alladzi yu‟lam bihii syai‟”).

Franz Rosenthal (1979, hal. 10) memberikan pandangannya yang menarik, the meaning of “to know” is an extension, peculiar to Arabic, of an original concrete term, namely, “way sign.”…the connection between “way sign” and “knowledge” is

particulary close and takes on especial significace in the Arabian environment.

Jadi kita melihat ada keterkaitan yang erat antara way sign (petunjuk arah) dengan knowledge (ilmu atau pengetahuan). Kemudian„a-l-m juga ternyata akar kata bagi istilah yang sudah menjadi bahasa Indonesia, yaitu alam atau dalam bahasa arab 2Disebut Barat modern karena, dalam pandangan Barat pun pada awalnya sains (scientia) tidak dibatasi pada cakupan sains saat ini, science juga mencakup devine science „Élam yang secara umum berarti jagat raya-alam semesta yang mencakup apa yang ada di luar kita ÉfÉq atau makrokosmos (al-„Élam al-kabÊr) dan juga termasuk apa-apa yang ada di dalam diri kita atau anfËs atau mikrokosmos (al-„Élam al-Îagir), yang dapat dipelajari dan diketahui. Hal ini juga disebutkan dalam Quran dan al-Hadits, bahwa semua benda dan kejadian di alam raya (universe) merupakan ÉyÉt

Tuhan (tunggal, Éyah), yaitu petunjuk-petunjuk dan simbol-simbol Tuhan. Contoh dari ayat-ayat Tuhan itu adalah QS. Ali-Imran/3: 190; QS. Yunus/10: 5-6; QS. al-Hijr/15: 16, 19-23, 85; QS. an-Nahl/16: 3, 5-8, 10-18, 48, 65-69, 72-74, 78-81; QS. al-Anbiya/21: 16; QS. al-Naml/27: 59-64; QS. al-Mu‟min/23: 61; QS. al-Mulk/67: 2-5, 15, dan QS.

Fushilat/41: 53.

Menurut Mohd Zaidi Ismail, seorang pakar sains Islam, ilmu Fisika yang merupakan bagian utama dalam natural science, dalam tradisi keilmuan dan sains Islam disebut sebagai „ilm al-tabÊ‟ah (the science of nature). Kata al-ÏabÊ‟ah diambil dari akar kata Ï-b-‟a atau Ïab‟a, yang berarti “kesan atas sesuatu (ta‟Ïhir fii…),

“penutup (seal), atau “jejak (stamp)” (khatm), maka ia menyiratkan “sifat atau

kecenderungan yang dengannya makhluk diciptakan” (al-sajiyyah allatii jubila „alayha). Semua arti tersebut “mengasumsikan” adanya Sang Pencipta yang dengan cara-Nya mencipta (sunnatullah), membuat aturan (order), dan keberlangsungan (regularity)

sejalan dengan universe sebagai kosmos-bertentangan dengan ketidakteraturan atau

(25)

(intelligent design) dan ketertiban yang terus-menerus pada alam, sesuatu yang tersimpulkan dalam konsep Islam, Sunnatuallah.

Dengan demikian maka alam ini dan kejadian-kejadian yang membentuknya dalam al- Qur‟an disebut sebagai ayat-ayat Allah (yaitu, petunjuk dan simbol-simbol Tuhan), demikian pula kalimat-kalimat dalam al-Qur‟an pun disebut dengan istilah yang sama yakni ayat. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya, baik alam maupun al-Qur‟an adalah ayat yang berasal dari sumber yang sama, perbedaannya adalah bahwa alam adalah ayat yang diciptakan, sementara yang al- Qur‟an adalah ayat yang

diturunkan (tanzil atau wahyu). Dengan demikian, bagi seorang ilmuwa muslim, seharusnya kegiatan sains pada dasarnya menjadi suatu usaha untuk membaca dan menafsirkan kitab Alam sebagaimana halnya ia membaca dan menafsirkan al- Qur‟an. Pandangan yang seperti inilah yang melandasi ilmuwan Muslim terdahulu.

Jadi bagi seorang saintis Muslim, melakukan kegiatan sains (mempelajari, meneliti dan mengajarkannya) pada intinya menjadi suatu usaha untuk membaca, memikirkan, mengartikan “kitab alam” yang terbuka secara benar. Dengan demikian seorang ilmuwan tidak dapat tidak untuk memperhatikan kitab yang diturunkan dalam setiap aktivitasnya memperhatikan kitab ciptaan.

Dalam aktivitas membaca sebuah tulisan, seseorang harus membaca huruf-huruf yang merangkai sebuah kata dan menyusun suatu kalimat. Akan tetapi pembaca yang benar tidak hanya bisa membaca kata-kata, tetapi yang lebih utama adalah memahami maksud dan makna dari kata dan kalimat tersebut. Jika seseorang

menganggap bahwa sebuah kata seolah-olah memiliki realitasnya yang berdiri sendiri, maka kata tersebut menunjuk kepada dirinya sendiri, yang mana hal tersebut bukan dirinya yang sebenarnya. Lantas kata tersebut akan berhenti berfungsi sebagai

petunjuk atau simbol. Jadi yang terpenting dari kegiatan membaca adalah menangkap makna di balik kata dan huruf atau simbol. Menarik sekali analogi dari seorang pakar Islamisasi Sains Mohd. Zaidi Isma‟il:

Misalnya seseorang sedang mengitari suatu daerah, kemudian menemukan peringatan yang ditulis dengan cat warna merah : ”AWAS ANJING GALAK!”, Jika dia cukup bijaksana, apa yang diharapkan untuk dilakukan adalah dia akan bereaksi pada pesan tersebut dengan meninggalkanya secepat mungkin, karena khawatir akan anjing galak. Tetapi misalnya yang dia lakukan justru menghabiskan waktunya dengan melihat komposisi kalimatnya, mengukur bentuk dan ukuran dari tiap huruf, mengamati

warnanya, dan bayangannya, maka kewarasannya tentulah akan dipertanyakan. Dengan demikian jelaskan, bahwa kata sebagai sebuah simbol akan bermanfaat jika ia menunjuk kepada arti dan pesan yang ia sampaikan. Jika tidak, menjadi terpesona akan suatu kata, seseorang akan menghabiskan waktunya meneliti segala sesuatu di sekitar kata tersebut, tetapi kemudian kehilangan makna kata itu yang merupakan raison d‟etrenya.

(26)

ayat-ayat di dalamnya, maka kegiatan mempelajari, meneliti dan mengajarkan

pelajaran sains alam tidak boleh hanya dipahami sebagai sesuatu yang tersediri, seolah keberadaanya berdiri sendiri “science for the sake of science”, tapi makna di balik alam raya inilah yang jauh lebih penting yakni Penciptanya. Dengan demikian kegiatan mempelajari alam, tujuan akhirnya adalah mengenal Allah Swt. (ma„rifatullah), yang harus dipandu dan dinaungi oleh kitab Allah yang lain, yakni al-Qur‟an.

Pandangan Islam tentang sains, dan adanya keselarasan atau kesepadanan antara kitab yang diturunkan dengan kitab ciptaan akan memberikan dampak dan akibat, baik secara teoretis maupun praktis, terhadap tujuan utama pendidikan dan pembelajaran sains dalam suatu masyarakat Muslim. Inilah mengapa para saintis muslim, seperti yang sudah kita ulas di atas, menjadikan aktivitas ilmiahnya sebagai ibadah, bukan hanya suatu jargon dan basa-basi belaka, namun dilandasi suatu pemahaman mendalam.

Perkembangan, Stagnasi dan Kebangkitan

Awal kemunculan dan perkembangan sains di dunia Islam tidak dapat

dipisahkan dari sejarah ekspansi Islam itu sendiri. Dalam tempo lebih kurang 25 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. (632 M), kaum Muslim telah berhasil

menaklukkan seluruh jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yang diistilahkan „pembukaan negeri-negeri‟ (futuh al-buldan) itu berlangsung pesat tak terbendung. Bagai diterpa gelombang tsunami, satu persatu, kerajaan demi kerajaan dan kota demi kota berhasil ditaklukkan. Maka tak sampai satu abad, pada 750 M, wilayah Islam telah meliputi hampir seluruh luas jajahan Alexander the Great di Asia (Kaukasus) dan Afrika Utara (Libya, Tunisia, Aljazair, dan Marokko), mencakup Mesopotamia (Iraq), Syria, Palestina, Persia (Iran), Mesir, plus semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugis) dan India.

Pelebaran sayap dakwah Islam ini tentu bukan tanpa konsekuensi. Seiring dengan terjadinya konversi massal dari agama asal atau kepercayaan lokal kedalam Islam, terjadi pula penyerapan terhadap tradisi budaya dan peradaban setempat. Proses interaksi yang berlangsung alami namun intensif ini tidak lain dan tidak bukan adalah gerakan “Islamisasi” (ada juga yang lebih suka menyebutnya sebagai

naturalisasi, integralisasi, atau assimilasi), dimana unsur-unsur dan nilai-nilai

masyarakat lokal ditampung, ditampih dan disaring dulu sebelum kemudian diserap. Hal-hal yang positif dan sejalan dengan Islam dipertahankan, dilestarikan dan

dikembangkan, sementara elemen-elemen yang tidak sesuai dengan kerangka dasar ajaran Islam ditolak dan dibuang.

Dalam proses interaksi tersebut, kaum Muslim pun terdorong untuk

(27)

juga dipercaya sebagai pegawai pemerintahan. Akselerasi terjadi setelah tahun 750 M, menyusul berdirinya Daulat Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad. Khalifah al-Ma‟mūn (w. 833 M) mendirikan sebuah pusat kajian dan perpustakaan yang dinamakan Bayt al-Hikmah. Menjelang akhir abad ke-9 Masehi, hampir seluruh korpus saintifik Yunani telah berhasil diterjemahkan, meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari kedokteran, matematika, astronomi, fisika, hingga filsafat, astrologi dan alchemy. Muncullah orang-orang seperti Abu Bakr Razi (Rhazes), Jabir ibn Hayyan (Geber), al-Khawarizmi (Algorithm), Ibn Sina (Avicenna) dan masih banyak sederetan nama besar lainnya.

Kegemilangan itu berlangsung sekitar lima abad lamanya, ditandai dengan produktifitas yang tinggi dan orisinalitas luar biasa. Sebagai ilustrasi, al-Battani (w. 929) mengoreksi dan memperbaiki sistem astronomi Ptolemy, mengamati mengkaji

pergerakan matahari dan bulan, membuat kalkulasi baru, mendesain katalog bintang, merancang pembuatan pelbagai instrumen observasi, termasuk desain jam matahari (sundial) dan alat ukur mural quadrant. Seperti buku-buku lainnya, karya al-Battani pun diterjemahkan ke bahasa Latin, yaitu De scientia stellarum, yang dipakai sebagai salah satu bahan rujukan oleh Kepler dan Copernicus. Kritik terhadap teori-teori Ptolemy juga telah dilontarkan oleh Ibn Rusyd (w. 1198) dan al-Bitruji (w. 1190). Dalam bidang fisika, Ibn Bajjah (w. 1138) mengantisipasi Galileo dengan kritiknya terhadap teori Aristoteles tentang daya gerak dan kecepatan. Demikian pula dalam bidang-bidang lainnya. Bahkan dalam hal teknologi, pada sekitar tahun 800an M di Andalusia (Spanyol), Ibn Firnas telah merancang pembuatan alat untuk terbang mirip dengan rekayasa yang dibuat Roger Bacon (w. 1292) dan belakangan dipopulerkan oleh Leonardo da Vinci (w. 1519).

Ada banyak aspek yang menyebabkan sains atau komunitas ilmuwan

berkembang, namun sekurangnya dapat dirangkum pada tiga faktor utama yang saling berkaitan: pertama, adanya suatu worldview dari masyarakatnya yang mendukung,

worldview ini dapat berupa suatu pandangan hidup, agama, filosofi, dan lain-lain.

Kedua, apresiasi dari masyarakat, yakni sikap dan penghargaan masyarakat terhadap para ilmuwan. Ketiga, adanya patronase dan dukungan dari penguasa.

Pertama, dorongan sebuah worldview dalam kemajuan sains merupakan unsur paling penting. Dalam Islam, worldview ini terpancar dari sumber utamanya yakni al-Qur‟an dan Sunnah. Para ilmuwan muslim pada umumnya tidak pernah menjadikan harta dan jabatan sebagai tujuan untuk pencarian ilmu. Sebaliknya, harta dan jabatan adalah sarana untuk pencarian ilmu. Ibnu Rusyd, Ibn Hazm, dan Ibn Khaldun adalah ilmuwan yang berasal dari keluarga kaya. Kekayaannya tidak menghentikan mereka dalam pencarian ilmu. Sebaliknya, al-Jahid, Ibn Siddah, Ibn Baqi, al-Bajji, adalah beberapa contoh ilmuwan yang miskin, namun kemiskinan tidak menghalangi

(28)

pandangan para ilmuwan Islam ini tentu lahir dari sebuah konsep tentang ilmu, lebih luas lagi dari sebuah pandangan hidup, yakni worldview Islam.

Kedua, sikap masyarakat yang menghargai ilmu dan ilmuwan sesungguhnya lahir dari masyarakat yang sadar akan pentingnya ilmu. Sekali lagi, dorongan ini pun lahir dari motif agama. Penghormatan (adab) mereka yang khas terhadap “ulama” merupakan sesuatu yang unik dan sulit ditemui dalam masyarakat manapun, penghormatan yang bukan berasal dari pengkultusan individu, namun berasal dari suatu kesadaran akan mulianya ilmu dan mereka yang membawanya. Sebagai contoh ketika Imam al-Razi mendatangi Herat untuk berceramah, seluruh penduduk kota menyambutnya dengan sangat meriah bagaikan suatu hari raya, dan masjid raya pun penuh sesak dipenuhi jama„ah yang hendak mendengarkannya (Kartanegara 1999).Ini menunjukkan betapa besar penghargaan masyarakat kepada seorang ilmuwan.

Masyarakat pada umumnya sangat antusias menyaksikan suatu ceramah umum, diskusi, debat terbuka, dan forum-forum ilmiah yang dibuka untuk umum. Para orang tua sangat ingin menjadikan anaknya sebagai “ulama”, dan hal itu merupakan cita-cita yang paling mulia. Banyak diantara para “ulama” yang sudah dititipkan kepada “ulama” terkemuka sejak mereka masih sangat kecil dengan harapan agar anaknya menjadi seorang ilmuwan terkemuka.

Ketiga, peran dukungan atau patronase dari penguasa, misalnya berupa dana, merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. Imam Asy-Syafi„i dalam ad-Diwan pun menegaskan bahwa salah satu syarat untuk memperoleh ilmu adalah adanya harta untuk memenuhi fasilitas penuntut ilmu. Bentuk-bentuk patronase yang dialami oleh ilmuwan muslim adalah : undangan untuk memberikan orasi ilmiah di istana dan didengarkan oleh para penguasa; pembangunan sarana pendidikan seperti akademi, observatorium, perpustakaan, rumah sakit, madrasah, dan lain-lain; penyelenggaraan

event ilmiah seperti seminar; pemberian beasiswa; pemberian insentif pada karya-karya para ilmuwan.

Ketiga faktor di atas, jika ditelisik lebih dalam sebenarnya bermuara pada suatu semangat ilmiah yang bersumber dari suatu pandangan hidup tertentu. Suatu

pandangan hidup yang meletakkan ilmu di posisi yang amat mulia, sehingga tak pantas jika seseorang melakukan pencarian ilmu semata-mata untuk mencari harta dan jabatan. Pandangan hidup itu ialah tidak lain dari Islam.

Lantas mengapa perjalanan sains di dunia Islam seolah-olah mendadak

berhenti, mengapa cahaya kegemilangan itu kemudian redup lalu seolah lenyap sama sekali? Menjawab pertanyaan ini tidaklah sesederhana melontarkannya. Secara umum, faktor faktor penyebab kematian sains di dunia Islam dapat dikelompokkan menjadi dua, internal dan eksternal.

Menurut Profesor Sabra (Harvard) dan David King (Frankfurt), kemunduran itu dikarenakan pada masa terkemudian kegiatan saintifik lebih diarahkan untuk

(29)

trigonometri) diajarkan terutama untuk membantu para muwaqqit menentukan arah kiblat dan menetapkan jadwal shalat. Penjelasan semacam ini tidak terlalu tepat, sebab asas manfaat ini acapkali justru berperan sebaliknya, menjadi faktor pemicu

perkembangan dan kemajuan sains.

Jawaban lain menyatakan bahwa oposisi kaum konservatif, krisis ekonomi dan politik, serta keterasingan dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama penyebab kematian sains di dunia Islam. Ini pendapat David Lindberg (1992). Menurutnya, sains dan saintis pada masa itu seringkali ditentang dan disudutkan. Ia menunjuk kasus pembakaran buku-buku sains dan filsafat yang terjadi antara lain di Cordoba. Tak dapat dipungkiri bahwa krisis ekonomi dan kekacauan politik amat berpengaruh terhadap perkembangan sains. Konflik berkepanjangan disertai perang saudara telah

mengakibatkan disintegrasi, krisis militer dan hancurnya ekonomi. Padahal, kata Lindberg, a flourishing scientific enterprise requires peace, prosperity, and patronage. Tiga pilar ini mulai absen di dunia Islam menjelang abad ke-13 Masehi. Semua ini diperparah dengan datangnya serangan tentara Salib, pembantaian riconquista di Spanyol, dan invasi Mongol yang meluluh-lantakkan Baghdad pada 1258. Tidak sedikit perpustakaan dan berbagai fasilitas riset dan pendidikan porak-poranda. Ekonomi pun lumpuh dan, sebagai akibatnya, sains berjalan tertatih-tatih.

Faktor ketiga yang ditunjuk Lindberg biasa disebut „marginality thesis‟. Sains di dunia Islam tidak bisa maju karena konon selalu dipinggirkan atau dianak-tirikan. Akibatnya, sains tidak pernah secara resmi diakui sebagai salah satu mata pelajaran atau bidang studi tersendiri. Pengajaran sains hanya bisa dilakukan dengan cara „nebeng‟ atau diselipkan bersama subjek lainnya. Seberapa jauh kebenaran tesis ini masih terbuka untuk diperdebatkan. Pada level yang lebih tinggi, hal ini berimplikasi pada riset dan pengembangan. Konon para saintis saat itu banyak yang bekerja sendiri-sendiri, di laboratorium milik pribadi, meskipun disponsori dan dilindungi oleh

patronnya. Namun demikian tidak ada lembaga khusus yang menampung mereka. Kesimpulan semacam ini agak problematik. Pertama, karena mencerminkan generalisasi yang tergesa-gesa dan, kedua, karena institutionalisasi tidak selalu berdampak positif tetapi bisa juga berakibat sebaliknya.

Selain itu, beberapa faktor internal seperti kelemahan metodologi, kurangnya matematisasi, langkanya imajinasi teoritis, dan jarangnya eksperimentasi, juga

(30)

tumbuh berkembang-biak. Di sisi lain, Huff menilai tidak terdapatnya skeptisisme yang terorganisir dan dedikasi murni turut mempengaruhi perkembangan sains di dunia Islam.

Ada juga klaim yang menghubungkan kemunduran sains dengan sufisme. Memang benar, seiring dengan kemajuan peradaban Islam saat itu, muncul berbagai gerakan moral spiritual yang dipelopori oleh kaum sufi. Intinya adalah penyucian jiwa dan pembinaan diri secara lebih intensif dan terencana. Pada perkembangannya, gerakan-gerakan tersebut kemudian mengkristal jadi tarekat-tarekat dengan pengikut yang kebanyakannya orang awam. Popularisasi tasawuf inilah yang bertanggung-jawab melahirkan sufi-sufi palsu (pseudo-sufis) dan menumbuhkan sikap irrasional dikalangan masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang lebih tertarik pada aspek-aspek mistik supernatural seperti keramat, kesaktian, dan sebagainya ketimbang pada aspek ritual dan moralnya. Obsesi untuk memperoleh kesaktian dan kegandrungan pada hal-hal tersebut pada gilirannya menyuburkan berbagai bentuk bid‟ah, takhayyul dan khurafat. Akibatnya yang berkembang bukan sains, tetapi ilmu sihir, pedukunan dan aneka pseudo-sains seperti astrologi, primbon, dan perjimatan. Jadi lebih tepat jika dikatakan bahwa kemunduran sains disebabkan oleh praktek-praktek semacam ini, dan bukan oleh ajaran tasawuf.

Tokoh-Tokoh Saintis dan Peran Mereka

Konstribusi ilmuwan Muslim dalam bidang sains, khususnya ilmu alam (natural science;ilmu kauniyah) amatlah besar, sehingga usaha menutupinya, memperkecil perannya, mengaburkan sejarahnya tidak sepenuhnya berhasil. CIPSI (Center for

(31)

manapun di dunia ini, terlebih bagi peradaban yang ingin bangkit dari keterpurukan. Cobalah renungkan, apa yang ada di benak anda ketika mendengar kata “kamera”? Banyak pelajar, mahasiswa atau bahkan guru dan dosen Muslim yang mungkin tak kenal sama sekali, bahwa perkembangan teknologi kamera tak bisa dilepaskan dari jasa seorang ahli fisika eksperimentalis pada abad ke-11, yaitu Ibn al-Haytham. Ia adalah seorang pakar optik dan pencetus metode eksperimen. Bukunya tentang teori optik, al-Manadir (book of optics), khususnya dalam teori pembiasan, diadopsi oleh Snellius dalam bentuk yang lebih matematis. Tak tertutup kemungkinan, teori Newton juga dipengaruhi oleh al-Haytham, sebab pada Abad Pertengahan Eropa, teori optiknya sudah sangat dikenal. Karyanya banyak dikutip ilmuwan Eropa. Selama abad ke-16 sampai 17, Isaac Newton dan Galileo Galilei, menggabungkan teori al-Haytham dengan temuan mereka. Juga teori konvergensi cahaya tentang cahaya putih terdiri dari

beragam warna cahaya yang ditemukan oleh Newton, juga telah diungkap oleh al-Haytham abad ke-11 dan muridnya Kamal ad-Din abad ke-14. Al-al-Haytham dikenal juga sebagai pembuat perangkat yang disebut sebagai Camera Obscura atau “pinhole camera”. Kata “kamera” sendiri, konon berasal dari kata “qamara“, yang bermaksud “yang diterangi”. Kamera al-Haytham memang berbentuk bilik gelap yang diterangi berkas cahaya dari lubang di salah satu sisinya. Dalam alat optik, ilmuwan Inggris, Roger Bacon (1292) menyederhanakan bentuk hasil kerja al-Haytham, tentang kegunaan lensa kaca untuk membantu penglihatan, dan pada waktu bersamaan kacamata dibuat dan digunakan di Cina dan Eropa.

Dalam bidang Fisika-Astronomi, Ibnu Qatir, ilmuwan Muslim yang mempelajari gerak melingkar planet Merkurius mengelilingi matahari. Karya dan persamaan

Matematikanya sangat mempengaruhi Nicolaus Copernicus yang pernah mempelajari karya-karyanya. Ibn Firnas dari Spanyol sudah membuat kacamata dan menjualnya keseluruh Spanyol pada abad ke-9. Christoper Colombus ternyata menggunakan kompas yang dibuat oleh para ilmuwan Muslim Spanyol sebagai penunjuk arah saat menemukan benua Amerika. Ilmuwan lain, Taqiyyuddin (m. 966) seorang astronom telah berhasil membuat jam mekanik di Istanbul Turki. Sementara Zainuddin

Abdurrahman ibn Muiammad ibn al-Muhallabi al-Miqati, adalah ahli astronomi masjid (muwaqqit – penetap waktu) Mesir, dan penemu jam matahari. Ahmad bin Majid pada tahun 9 H atau 15 Masehi, seorang ilmuwan yang membuat kompas berdasarkan pada kitabnya berjudul Al-Fawa‟id.

Referensi

Dokumen terkait

“ Saya senang sekali dengan banyaknya perubahan peserta didik yang sebelumnya seperti kurang peduli dengan shalat dzuhur di musholla sekolah namun sekarang

Di sisi lain melalui model ini tercipta pula situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian dalam diri anak didik serta adanya peluang untuk mengembangkan kedwibahasaan yang

Keterpakaian koleksi, berdasarkan data sitiran yang digunakan dalam penulisan skripsi mahasiswa program studi PAI tahun 2011 yang telah dicocokkan dengan data koleksi yang ada

Pembinaan keagamaan narapidana di Lapas Klas I Kedungpane Semarang berdasarkan agama yangb dianut oleh warga binaan pemasyarakatan yaiti pembinaan beragama Islam

Selanjutnya dari hasil data di atas akan diolah lagi untuk mencari korelasi antara 2 (dua) variabel, yaitu Kinerja Guru Agama variabel bebas (variabel X) dan Hasil