• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Askep Osteoporosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " BAB II Askep Osteoporosis"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

3

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS A. Definisi Osteoporosis

Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masssa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorbsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal (Brunner and Suddarth, 2000).

Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikro arsitektur jaringan tulang. Osteoporosis bukan hanya berkurangnya kepadatan tulang tetapi juga penurunan kekuatan tulang.Pada osteoporosis kerusakan tulang lebih cepat daripada perbaikan yang dilakukan oleh tubuh (WHO).

Osteoporosis merupakan penyakit metabolism tulang yang ditandai pengurangan massa tulang, kemunduran mikro arsitektur tulang dan fagilitas tulang yang meningkat, sehingga risiko fraktur menjadi lebih besar. Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi usia lanjut (Adam, 2002; Kaniawati, 2003; Sennang, 2006).

B. Jenis – jenis osteoporosis

(2)

di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopause (www.medicastore.com, 2009).

2. Osteoporosis involutional (tipe II) / senilis: Terjadi pada kedua jenis kelamin yang berusia di atas 75 tahun. Tipe ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang (Dambro, 2006). Kemungkinan juga diakibatkan dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopause (www.medicastore.com, 2009).

3. Osteoporosis idiopatik: Tipe osteoporosis primer jarang yang terjadi pada wanita premenopause dan pada laki-laki yang berusia di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor risiko yang mempermudah timbulnya penurunan densitas tulang.Penyebabnya tidak diketahui (Dambro, 2006).

4. Osteoporosis juvenil: Bentuk osteoporosis yang terjadi pada anak-anak prepubertas yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang. Bentuk ini jarang dijumpai (Dambro, 2006).

(3)

berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini (www.medicastore.com, 2009).

C. Etiologi Osteoporosis

1. Determinan Massa Tulang a. Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis (www.medicastore.com).

b. Faktor mekanis

(4)

meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik(WWW.medicastore.com).

c. Faktor makanan dan hormon

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya (www.medicastore.com).

2. Determinan penurunan Massa Tulang a. Faktor genetik

Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama (www.medicastore.com).

(5)

Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia (www.medicastore.com).

c. Kalsium

(6)

d. Protein

Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.

Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative (www.medicastore.com)

e. Estrogen.

Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal(www.medicastore.com).

f. Rokok dan kopi

Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja (www.medicastore.com).

(7)

Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti (www.medicastore.com)

D. Manifestasi Klinis

1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 );

2. Nyeri timbul mendadak di tulang pinggul atau tulang punggung; 3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang;

4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur ;

5. Nyeri ringan di bagian punggung pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas;

6. Deformitas vertebra thorakalis  Penurunan tinggi badan. E. Patofisiologi Terjadinya Osteoporosis

Tulang normal terdiri dari komposisi yang kompak dan padat, berbentuk bulat dan batang padat serta terdapat jaringan berongga yang diisi oleh sumsum tulang.Tulang ini merupakan jaringan yang terus berubah secara konstan, dan terus diperbaharui. Jaringan yang tua akan digantikan dengan jaringan tulang yang baru. Proses ini terjadi pada permukaan tulang dan disebut sebagai remodelling.Dalamremodeling ini melibatkan osteoclast sebagai perusak jaringan tulang dan osteoblast sebagai pembentuk sel sel tulang baru.

(8)

berlanjut dan lebih besar dibandingkan dengan resorpsi tulang sampai mencapai titik puncak massa tulang (peak bone mass), yaitu keadaan tulang sudah mencapai densitas dan kekuatan yang maksimum. Peak bone mass ini tercapai pada umumnya pada usia menjelang 30 tahun. Setelah usia 30 tahun secara perlahan proses resorpsi tulang mulai meningkat dan melebihi proses formasi tulang. Kehilangan massa tulang terjadi sangat cepat pada tahun-tahun pertama masa menopause, osteoporosis-pun berkembang akibat proses resorpsi yang sangat cepat atau proses penggantian terjadi sangat lambat.

Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama kehidupan melalui tiga fase yaitu fase pertumbuhan, fase konsolidasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat epifise tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak pada umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkurang ( bone loss ) sebanyak 35-50 tahun.

Aktifitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor sistemik adalah hormonal yang berkainan dengan metabolisme Kalsium, seperti hormon paratiroid, Vitamin D, kalsitonin, estrogen, androgen, hormon pertumbuhan, dan hormon tiroid. Sedangkan faktor lokal adalah Sitokin dan faktor pertumbuhan lain (IGF). (Permana, 2008)

(9)

samping itu, steroid juga sangat mereduksi sintesis protein.Gambaran histomorfometrik menunjukkan penurunan tingkat aposisi mineral, dan penipisan dinding tulang, yang diduga karena umur osteoblast yang semakin pendek. Efek steroid terhadap osteoblast juga melalui gangguan atas respons osteoblast terhadap hormon paratiroid, prostaglandin, sitokin, faktor pertumbuhan, dan 1,25-dihidroksi vitamin D. Sintesis dan aktivitas faktor-faktor parakrin lokal mungkin juga terganggu. Dibandingkan proses penuaan, penipisan tulang dalam osteoporosis akibat steroid lebih luas, karena permukaan-permukaan yang mengalami resorpsi dan hambatan formasi tulang juga lebih luas.

Berbeda dengan efek steroid atas pembentukan tulang, penelitian mengenai gangguan resorpsi tulang masih terbatas.Diduga, pengaruh steroid terhadap resorpsi tulang berlangsung melalui hormon paratiroid.Penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa setelah pengangkatan kelenjar paratiroid, respons osteoklastik terhadap steroid sepenuhnya hilang, sehingga disimpulkan bahwa resorpsi tulang terutama dikendalikan oleh hormon paratiroid. Namun, kebanyakan penelitian pada manusia tidak menemukan peningkatan kadar hormon paratiroid setelah pemberian terapi steroid. Penelitian lain menemukan peningkatan fragmen-fragmen hormon paratiroid, tetapi kadar hormon yang utuh tidak terpengaruh.

(10)

pemberian steroid, tetapi perubahan dari 25-hidroksi vitamin D menjadi 1,25 dihidroksi vitamin D tidak mengalami perubahan.

Steroid eksogen akan menghambat sekresi gonadotropin dari hipofisis, sehingga fungsi gonad terganggu. Akibatnya, produksi estrogen dan testosteron menurun.Steroid menghambat sekresi LH dan menurunkan produksi estrogen yang difasilitasi oleh FSH. Efek steroid yang lain adalah menurunkan sekresi hormon seks adrenal. Defisiensi estrogen dan pemakaian steroid saling memperkuat efek terhadap laju penipisan tulang. Ketika bone thinning terjadi, bagian trabekular lebih dulu terpengaruh dibandingkan bagian kortikal. Dengan demikian fraktur lebih sering terjadi di tulang-tulang pipih.

(11)

Secara skematis, patofisiologi osteoporosis akibat pemberian steroid dapat digambarkan sebagai 2 proses utama. Proses yang pertama adalah penurunan pembentukan tulang dan kenaikan resorpsi tulang. Terapi steroid secara kronik menurunkan umur osteoblast dan meningkatkan apoptosis.Pemberian steroid juga meningkatkan maturasi dan kegiatan osteoclast dan mengakibatkan antiapoptotik secara langsung.Dengan menurunkan absorpsi kalsium dari usus dan meningkatkan ekskresi kalsium urine, steroid mengakibatkan resoprsi tulang dan hiperparatiroidisme sekunder.Steroid menghambat produksi hormon steroid seksual dan sekresi dari adrenal, ovarium dan testis yang juga mengakibatkan resorpsi tulang (Wachjudi, 2008).

(12)

G. Risiko Terjadinya Osteoporosis 1. Wanita

Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.

2. Usia

(13)

3. Ras/Suku

Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.

4. Keturunan Penderita osteoporosis

Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.

5. Gaya Hidup Kurang Baik

a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.

b. Minuman berkafein dan beralkohol. Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis. Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman

berkafein dengan keroposnya tulang.

(14)

mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).

c. Malas Olahraga

Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.

d. Merokok

Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi

proses pelapukan.

Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung.

(15)

e. Kurang Kalsium

Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.

6. Mengkonsumsi Obat

Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum

mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.

7. Kurus dan Mungil

Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna.

H. Komplikasi Osteoporosis

(16)

fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medula spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.

I. Asuhan Keperawatan Osteoporosis 1. Pengkajian

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.

1. Anamnese

a) Identitas

a.Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.

b.Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

b) Riwayat Kesehatan

(17)

a. Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang

b. Berat badan menurun

c. Biasanya diatas 45 tahun

d. Jenis kelamin sering pada wanita

e. Pola latihan dan aktivitas

c) Pola aktivitas sehari-hari

Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal.

Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.

2. Pemeriksaan Fisik

a. B1 (Breathing)

Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri

(18)

Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki

b. B2 ( Blood)

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.

c. B3 ( Brain)

Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.

a) Kepala dan wajah : ada sianosis

b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis

c) Leher : Biasanya JVP dalam normal

Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra

d. B4 (Bladder)

Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.

e. B5 ( Bowel)

Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.

(19)

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

3. Pemeriksaan penunjang

a) Radiologi

Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

b) CT-Scan

Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.

2. Diagnosa Keperawatan

(20)

2. Risiko terhadap cidera: fraktur berhubungan dengan massa tulang yang berkurang.

3. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

3. Rencana keperawatan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

(21)
(22)

dalam lingkungan

1. Anjurkan klien dan keluarga melakukan latihan fisik secara teratur, hal ini sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif.

(23)

3. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet tinggi kalsium dan banyak minum air putih 1.5-2 liter / hari

4. Anjurkan klien untuk berjemur dibawah sinar matahari pada pagi hari dan vitamin D yang adekuat

5. Hindari gerakan mendadak dan mengangkat beban berat.

6. Beri alat bantu jalan (tongkat, pagar / pegangan pada dinding rumah) pada klien lansia untuk mencegah jatu

7. Ciptakan lingkungan rumah yang nyaman dan aman, lantai rumah tidak licin.

8. Gunakan keset kamar mandi dari bahan yang tidak lincin. 9. Berikan penerangan dalam rumah yang baik

10. Kamar mandi/WC tidak licin, kloset duduk yang nyaman bagi klien lansia

kapasitas fungsional Intensitas sedang3 – 5 hari/minggu

20 – 30 menit/sesi

KEKUATAN

Dumbbells Calisthenics Alat beban

Meningkatkan kekuatan lengan, bahu, kaki dan panggul

Memberi pembebanan pada otot panggul dan punggung

50% kemampuan (tingkat kesulitan 3-4 dari skala 1-10) 2 – 3 sets, 8 repetitions

2 – 3 hari/minggu (tak berurutan)

(24)

dan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan informasi mengenai kondisi aktual dinamika stok ikan layur (Lepturacanthus savala) yang diperoleh dalam penelitian ini maka diperlukan adanya

Madya Zuraidah Binti Abdul Rahman Pusat Pengajian Pendidikan Jarak Jauh Prof.. Madya Aizzat Binti Mohd Nasurdin Pusat

Kandungan amonia yang tinggi di perairan merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik di perairan, kadar amonia bebas melebihi 0,2 mg/L dapat menyebabkan kematian beberapa

3.2 Menentukan dan menganalisis ukuran pemusatan dan penyebaran data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan histogram.. 4.2 Menyelesaikan masalah

Khol (1984) yang banyak mengunjungi kota-kota pelabuhan (kota bawah) di propinsi Guangdong dan Fujian serta daerah Pecinan di kota-kota pantai Asia Tenggara, mengatakan bahwa

Langkah-langkah (tahap-tahap) pembelajaran berbasis masalah yang telah dikemukakan terlihat bahwa pembelajaran berbasis masalah pada intinya merupakan suatu strategi