commit to user
i
SINTESIS KOMPOSIT
POLIPROPILENA/SERAT ALAM/GRUP KAOLIN
YANG MEMILIKI KEMAMPUAN HAMBAT BAKAR SERTA
SIFAT MEKANIK YANG BAIK
Disusun oleh :
ELIEPHEDIA OKIDIMIS
M0306006
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dra. Neng Sri Suharty, MSc., PhD Prof. Dr. Kuncoro Dihardjo, S.T, M.T NIP. 19490816 198103 2001 NIP. 19710103 199702 1001
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 1 Februari 2012
Anggota Tim Penguji :
1. Dr. rer. nat Fajar Rakhman Wibowo., M.Si 1. ………
NIP. 19730605 200003 1001
2. I.F . Nurcahyo., M.Si 2. ………..
NIP. 19780617 200501 1001
Disahkan oleh :
Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Sintesis Komposit Polipropilena/Serat Alam/Grup Kaolin yang Memiliki Kemampuan Hambat Bakar serta Sifat Mekanik yang Baik” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Februari 2012
commit to user
iv
SINTESIS KOMPOSIT POLIPROPILENA/SERAT ALAM/GRUP KAOLIN YANG MEMILIKI KEMAMPUAN HAMBAT BAKAR SERTA SIFAT
MEKANIK YANG BAIK ELIEPHEDIA OKIDIMIS
Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret ABSTRAK
Komposit pada penelitian ini telah disintesis dari matriks limbah polipropilena (LPP), filler serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) dan lempung
grup kaolin yakni kaolin (Kao) dan haloisit (Hal), penyambung silang Divinil benzene (DVB), serta penggandeng Asam Akrilat (AA) yang digraftingdengan LPP
membentuk LPP-g-AA. Konsentrasi lempung grup kaolin divariasi 10%, 20%, 30%, dan 40% (w/w). Sintesis komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal dengan ratio LPP/STKS = 8/2 dilakukan secara reaktif menggunakan benzoil peroksida (BPO) dalam pelarut xilena.
Komposisi optimum komposit diperoleh dengan penambahan 20% (w/w) lempung kaolin maupun haloisit. Komposit tersebut memiliki kemampuan hambat bakar dan sifat mekanik yang lebih baik daripada komposit tanpa lempung yang didasarkan pada uji bakar dan sifat mekanik. Kemampuan hambat bakar meliputi time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran, dan persentase heat release (%HR) berdasarkan ASTM D 635. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20% mengalami peningkatan TTI dan %HR sebesar 171,56% dan 5,01%, serta penurunan kecepatan pembakaran 59,55%. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 20% mengalami peningkatan TTI dan %HR sebesar 221,78% dan 5,20%, serta penurunan kecepatan pembakaran 63,64%. Pengujian sifat mekanik yang meliputi kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak mempergunakan ASTM D 638 dan 6110. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20% mengalami peningkatan kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak masing-masing sebesar 13,70%, 23,28%, 43,03%, dan 42,42%. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal mengalami peningkatan kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak masing-masing sebesar 19,42%, 25,93%, 53,53%, dan 51,70%.
Spektra FTIR komposit menunjukkan pola spektra dari bahan penyusunnya. Pada gugus karbonil komposit tersebut mengalami pergeseran bilangan gelombang dari 1728 cm-1ke 1735 cm-1yang menandakan terjadinya reaksi
esterifikasi antara AA dengan selulosa STKS. Pola XRD komposit pada 2θ=10-70 menunjukkan puncak-puncak kristalografi yang khas dari bahan penyusunnya kecuali puncak kristalografi yang khas dari lempung. Hal ini mengindikasikan bahwa lempung dimungkinkan mengalami eksfoliasi dalam matriks polimer.
commit to user
v
SYNTHESIS OF COMPOSITES
POLYPROPYLENE/NATURAL FIBER/KAOLINITE GROUP WHICH HAVE BETTER FIRE RETARDANCY AND MECHANICAL PROPERTIES
ELIEPHEDIA OKIDIMIS
Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University
ABSTRACT
Composites in this research have been synthesized from polypropylene waste (PPw) matrix, empty fruit bunch of oil palm fibers (EFPF) and kaolinite group clays namely kaolinite (Kao) and halloysite (Hal) as fillers, cross linker divinyl benzene (DVB), as well as the coupling agent acrylic acid (AA) which grafted with PPw forming PPw-g-AA. The kaolinite group clays concentration were varied 10%, 20%, 30%, and 40% (w/w). The synthesis of composites PPw/ DVB/PPw-g-AA/EFPF/Kao and PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Hal with ratio PPw/ EFPF=8/2 have done reactively using benzoyl peroxide (BPO) in xylene solvent.
The optimum composition of the composites were obtained by the addition of 20% (w/w) of kaolinite or halloysite clays. Its have fire retardancy and mechanical properties better than to the composites without clay are based on test burn and mechanical properties. Fire retardancy includes time to ignition (TTI), burning rate and and the percentage of heat release (% HR) according to ASTM D 635. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Kao 20% composites have increased TTI and %HR of 171.56% and 5.01%, and have decreased burning rate of 59.55%. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Hal 20% composites have increased TTI and %HR of 221.78% and 5.20%, and have decreased burning rate of 63.64%. The test of
mechanical properties that includes tensile strength, young’s modulus, absorption
energy and impact strength according to ASTM D 638 and 6110. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Kao 20% composites have increased tensile strength, young’s modulus, absorption energy and impact strength of 13.70%, 23.28%, 43.03%, dan 42.42%, respectively. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Hal 20% composites have increased
tensile strength, young’s modulus, absorption energy and impact strength of 19.42%, 25.93%, 53.53%, and 51.70%, respectively.
The FTIR spectra of composites showed spectra pattern of the constituent materials. The carbonyl group of composites were shifted wavenumbers from 1728 cm-1 to 1735 cm-1 that shows the occurrence of esterification reaction between AA
with the cellulose of EPPF. The XRD pattern of composites at 2θ = 10-70 shows crystallographic peaks a typical of the constituent materials except the crystallographic peak a typical of clay. This indicates that clay may be exfoliated by polymer matrix.
commit to user
vi
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (Q.S Al-insyirah: 5)
Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannnya... (Q.S Al-baqarah : 286)
Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.
(Q.S Al-imran : 139)
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.
(Winston Chuchill)
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini penulis persembahkan
Untuk mama dan bapak di rumah
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Rosulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak, karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bpk Dr. Eddy Heraldy, MSi selaku ketua jurusan Kimia FMIPA UNS
2. Ibu Prof. Dra. Neng Sri Suharty, MSc., PhD selaku pembimbing I dan pembimbing akademik
3. Bapak Prof. Kuncoro Diharjo, S.T., M.T selaku pembimbing II 4. Bapak Dr.Rer.nat. Fajar Rakhman Wibowo, M.Si selaku penguji I
5. Bapak IF Nurcahyo selaku Ketua Lab Dasar Kimia FMIPA UNS serta penguji II 6. Bapak-ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA UNS
7. Aprina Suci Mahlani selaku partner skripsi
8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
Penelitian ini merupakan bagian dari projek penelitian “Developing of Polypropylene/nano-Halloysite or nano-Montmorillonite Composites : Tough, High Flame Resistance and Enviromental Friendly of Public Transportion” atas nama
Prof. Neng Sri Suharty, M.S., Ph.D. Berkaitan dengan hal tersebut maka penggandaan atau pengambilan segala sesuatu dari penelitian ini harus seijin Prof. Neng Sri Suharty, M.S., Ph.D sebagai pemilik projek penelitian.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi pembaca
Surakarta, Februari 2012
commit to user
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
commit to user
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35
A. Metode Penelitian ... 35
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
C. Alat dan Bahan Yang Digunakan ... 35
1. Alat ... 35
2. Bahan ... 36
D. Prosedur Kerja ... 36
1. Preparasi Limbah Polipropilena (LPP)... 36
2. Preparasi Serat tandan Kosong Kelapa Sawit (STKS) ... 36
3. KalsinasiLempung Kaolin dan Haliosit…………... 36
4. Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA dengan Metode Larutan... 37
5. Sintesis Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS sebagai Pembanding Menggunakan Metode Proses Larutan ... 37 6. Sintesis Geobiokomposit Menggunakan Metode Larutan . 38 7. Pembuatan Spesimen ………. 39
8. Pengujian Daya Bakar ………... 39
E. Teknik Pengumpulan Data ... 40
F. Teknik Analisis Data dan Penyimpulan hasil ... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Penalaran Struktur ... 43
1. Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS ... 44
2. Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal ... 47
B. Pengujian Daya Bakar ... 50
1. Time to Ignition(TTI) ... 50
commit to user
xi
3. Heat Release (HR) ... 53
C. Pengujian Sifat Mekanik ... 55
1. Kekuatan Tarik ... 55
2. Modulus Young (E) ... 56
3. Energi Serap (Es) dan Kekuatan Impak ... 57
BAB V KESIMPULAN ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Sifat Fisik dan Morfologi STKS ………..11 Tabel 2. Komposisi Kimia dari STKS ………...11 Tabel 3. Formula Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA……….... 37
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. (a). Limbah polipropena (LPP); (b). Label Plastik Jenis PP; (c).
Reaksi addisi propena menjadi polipropilena……….. 8
Gambar 2. (a). Isotaktik; (b). Ataktik; (c). Sindiotaktik, dimana R = CH3… 9
Gambar 3. TandanKosong Kelapa Sawit (TKS) ………..…………. 10
Gambar 4. (a). Monomer selulosa; (b). Struktur Selulosa yang saling berikatan (bentuk kursi) yang dapat membentuk ikatan glikosida 12 Gambar 5. (a). rumus umum kaolin; (b). Struktur kaolin………... 14
Gambar 6. (a). Rumus umum haloisit; (b). Struktur haloisit………. 15
Gambar 7. Pembentukan radikal pada(a). BPO; (b). PP ………... 17
Gambar 8. (a). Struktur asam akrilat (AA); (b). Pembentukan radikal pada asam akrilat; (c). Proses grafting LPP-g-AA; (d). Pembentukan radikal pada LPP-g-AA ………...…………...…... 18 Gambar 9. Reaksi radikal padaselulosa ……… 19
Gambar 10. (a). Struktur DVB; (b). Pembentukan radikal pada DVB…... 19
Gambar 11. Skema sintesis polimer danclay………... 21
Gambar 12. (a) Rangkaian alat proses larutan; (b).Internal Mixer………... 21
Gambar 13. Struktur Xilena …….………... 22
Gambar 14. (a). Reaksi pembakaran; (b). Segitiga api …... 22
Gambar 15. Skema pemantulan sinar X oleh bidang kristal ... 26
Gambar 16. Spesimen pengujian daya bakar ... 28
Gambar 17. Spesimuen uji kekuatan tarik sesuai ASTM D 638 tipe V……. 29 Gambar 18. Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) AA (neat-liquid), (c)
LPP-g-AA (film) ……….………..
44
Gambar 19. Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) DVB (neat liquid), (c) LPP-g-AA (Formula II) (film) (d) STKS (pelet KBr), dan (e) Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (film) ..
46
Gambar 20. Spektrum FT-IR: (a) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (b) Haloisit (pellet KBr), (c) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
(film)……….
commit to user
xiv
Gambar 21. Difaktogram (a) LPP, (b) Haloisit (c)
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3) ………
49
Gambar 22. Pengujian Daya Bakar ………. 50 Gambar 23. Kurva time to ignition dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan AA/STKS/Kao (F2) dan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) ………...
51
Gambar 24. Skema penghambatan O2secara (a) interkalasi dan (b) eksfoliasi 51
Gambar 25. Kurva kecepatan pembakaran LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan AA/STKS/Kao (F2) dan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) ………...
53
Gambar 26. Kurva heat release dari LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay
(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan AA/STKS/Kao (F2) dan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) ………...
54
Gambar 27. Kurva nilai kuat tarik LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan AA/STKS/Kao (F2) dan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) ………...
56
Gambar 28. Kurva nilai modulus young LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan AA/STKS/Kao (F2) dan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) ………...
57
Gambar 29 Kurva nilai (a) energi serap (Es) dan (b) kekuatan impak LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) ………...
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alir Preparasi LPP ... 73
Lampiran 2. Bagan Alir Preparasi LPP-g-AA... 73
Lampiran 3. Bagan Alir Pembuatan Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Clay………... 74 Lampiran 4. Pola Difraksi LPP berdasarkan JCPDS ……... 75
Lampiran 5. Pola Difraksi Haloisit berdasarkan JCPDS ……… 75
Lampiran 6. Formula ……….. 76
Lampiran 7. PerhitunganTime to Ignition……….. 76
Lampiran 8. Perhitungan Kecepatan Pembakaran ……….. 77
Lampiran 9. PerhitunganHeat Release(HR) ………. 78
Lampiran 10. Perhitungan Nilai KekuatanTarik ………. 79
Lampiran 11. Perhitungan Modulus Young ………. 80
Lampiran 12. PerhitunganEnergi Serap (Es) ………... 81
commit to user berbagai macam bentuk AMDK antara lain: kemasan galon 19 L yang terbuat dari polikarbonat (PC) sebesar 60%, kemasan botol 600 mL yang terbuat dari dari poliethylen terpthalat (PET) sebesar 25%, dan kemasan gelas atau cup240 mL yang
terbuat dari polipropilena (PP) sebesar 15% (Soentantini, 2007). Berdasarkan data dari Asosiasi Perusahaan Air minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) (Baroeno, 2010) pada tahun 2009 total konsumsi AMDK di Indonesia sebesar 15,5 milyar liter dan diperkirakan pada tahun 2010 mencapai 17 miliar liter atau tumbuh 15% dibandingkan dengan produksi tahun 2009. Air mineral dalam kemasan (AMDK) berbentuk gelas umumnya hanya digunakan sekali pakai kemudian langsung dibuang sehingga dapat diasumsikan bahwa limbah yang dihasilkan sebesar 9,7 milyar gelas. Berdasarkan pengukuran massa, satu buah gelas mempunyai massa 4 gr, maka limbah AMDK yang terbuat dari PP terbuang seberat 3,88 x 104 ton yang dapat menimbulkan pencemaran limbah polipropilena (LPP) di lingkungan. Limbah polipropilena (LPP) merupakan limbah plastik yang pada umumnya tidak dapat terbiodegradasi secara alami sehingga keberadaannya di lingkungan dapat menghambat kinerja mikroorganisme dalam proses pembusukan sampah di dalam tanah dan dapat menimbulkan pencemaran. Permasalahan lingkungan yang timbul karena LPP tersebut perlu dicari penyelesaiannya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat salah satu alternatif pemecahan masalah pencemaran lingkungan oleh limbah plastik adalah pembuatan komposit yang bermanfaat seperti komposit PP/Claydapat digunakan untuk aplikasi
komersial yaitu komponen bagian luar otomotif (Solomon, 2004) dan komposit LDPE/Clay untuk kemasan (packaging) (Arunvisut et al., 2007). Selain itu, terdapat
pemanfaatan dari limbah plastik yaitu dengan cara penambahan bahan pengisi (filler)
commit to user
memiliki sifat mekanik yang baik. Bahan-bahan pengisi (filler) dapat berasal dari
bahan organik (serat tumbuh-tumbuhan) dan geopolimer (lempung/clay). Beberapa
penelitian terdahulu yang menggunakan serat alam sebagai filler ke dalam matriks
polimer yaitu : polibutilen suksinat (PBS) dengan abu sekam padi atau serbuk kayu (Kim et al., 2005), komposit polistirena daur ulang dengan serbuk kayu sengon dan serbuk kayu kelapa (Suharty dan Firdaus et al., 2007), komposit epoxy dengan serat pisang (banana fibers) (Maleque et al., 2006), polikarbonat dengan serat daun nanas
(Threepopnatkul et al., 2008), polietilen dengan serat kenaf (Aji et al., 2009), polipropilena dengan serat bambu (Suharty et al., 2008) dan komposit termoplastik akrolonitril butadiena stirena (ABS) dengan STKS sehingga dihasilkan komposit yang biodegradabel dan memiliki sifat mekanik yang baik (Maulida, 2009).
Salah satu jenis serat alam yang banyak dijumpai di Indonesia adalah serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) yaitu serat dari tanaman sawit yang dapat tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. Pemanfaatan STKS di Indonesia masih terbatas untuk pupuk serta biodiesel sehingga kurang memanfaatkan keunggulan nilai mekanisnya yang sebenarnya dapat meningkatkan nilai ekonomisnya (Anonim, 2009). Salah satu cara untuk meningkatkan nilai ekonomi dari STKS adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan pengisi dalam suatu komposit.
Plastik dan serat alam merupakan bahan yang mudah terbakar. Sifat tersebut menjadi masalah serius karena pada alat transportasi rawan terjadi kebakaran, baik yang diakibatkan oleh kecelakaan maupun gangguan kelistrikan pada mesin. Peningkatan sifat hambat bakar dari material komposit telah menjadi tuntutan dan sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan akan keamanan produk komposit serat alam, sehingga perlu ditambahkan suatu bahan penghambat bakar ke dalam komposit serat alam.
Kemampuan tahan bakar dari suatu komposit dapat ditingkatkan dengan penambahan senyawa penghambat bakar (fire retardants). Menurut Sain et al. (2004)
asam borat, zink borat dan kloride, serta garam ammonium dari fosfat, borat, sulfat dan klorida dapat digunakan sebagai senyawa aditif senyawa fire retardants. Patra et
commit to user
polipospat (APP) dapat bertindak sebagai senyawa fire retardants. Penambahan
senyawa fire retardants Mg(OH)2/Al(OH)3 (ratio 15/5), serta H3BO3 pada
biokomposit polipropilena (PP) dengan serat kenaf dapat mengurangi tingkat pembakaran 55% (Suharty et al., 2010). Suharty et al. (2010a) sintesis biokomposit LPP/Serat Kenaf yang ditambahkan dengan senyawa penghambat nyala CaCO3 dan
DAP menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 54%. Penambahan material anorganik seperti montmorillonite (MMt) dapat meningkatkan efektifitas senyawa
fire retardants (Lee et al., 2003). Penambahan lempung (clay) melalui grafting
antara PP dengan maleic anhydride (MA) dapat menurunkan kemampuan bakar
(Gilman et al., 2000). Haloisit dapat digunakan sebagai penyekat/pengisolasi panas pada permukaan komposit (Handge et al., 2010). Hussain M et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan kaolin dapat digunakan sebagai senyawa fire retardants.
Menurut Haiyun et al. (2011) melaporkan bahwa interaksi clay ke dalam matriks
polimer menghambat konduksi panas antara polimer dan nyala api sehingga menunda adanya pembakaran.
B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Limbah AMDK merupakan limbah yang sulit terdegradasi di alam. Salah satu limbah AMDK yang yang dihasilkan cukup banyak adalah kemasan cup yang
terbuat dari polipropilena yaitu sebesar 3,88 x 104ton sehingga menimbulkan limbah polipropilena (LPP) yang dapat menyebabkan pencemaran. Salah satu alternatif untuk mengatasi LPP yang berlimpah dan tidak degradabel adalah dengan mengubah LPP menjadi material baru yang dapat terdegradasi serta memiliki sifat mekanik yang meningkat dengan cara penambahan serat alam sebagai bahan pengisi dalam komposit. Salah satu jenis serat alam yang banyak dijumpai di Indonesia adalah serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) yaitu serat dari tanaman sawit yang dapat tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. Serat TKS memiliki kekuatan tarik sebesar 71 MPa (Yusooff at al., 2009).
commit to user
komponen otomotif terus meningkat. Hal ini disebabkan karena keuntungan yang diperoleh secara ekologi dan ekonomi lebih besar dari komposit konvensional. Sedangkan sebagai material organik, komposit serat alam sangat mudah terbakar. Peningkatan sifat hambat bakar dari material komposit telah menjadi tuntutan dan sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan akan keamanan produk komposit serat alam. Sehingga perlu ditambahkan suatu senyawa penghambat bakar (fire retardants) kedalam komposit serat alam.
Penambahan Clay dalam komposit serat alam dapat digunakan sebagai
senyawa fire retardants (Delhom et al., 2010). Du et al. (2006) melaporkan bahwa
penambahan Halloysite Nanotubes (HNTs) pada PP dapat menurunkan kemampuan
bakar dengan terbentuknya arang sehingga menghambat gas pengoksidasi (O2).
Penambahan kaolin lebih efektif sebagai senyawa fire retardantsdaripada silica dan
alumina yang berdiri sendiri dalam komposit (Ribeiro et al., 2008). Hal ini karena di dalam kaolin terdapat silika dan alumina.
Sintesis komposit dapat dilakukan menggunakan metode larutan dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Suharty, 1993) maupun metode internal mixer
(Kim et al., 2005). Dalam prosesnya dapat dilakukan secara reaktif menggunakan inisiator maupun non reaktif (Suharty et al., 2007). Suharty et al. (2008), mensintesis polipropilena daur ulang dengan serbuk bambu mempergunakan asam akrilat (AA) sebagai senyawa penggandeng multifungsional. Ismail et al. (2010) telah membuat komposit Linear Low-Density Polyethylene/Poly (Vinyl Alcohol) (LLDPE/PVA)
menggunakan senyawa penggandeng multifungsional maleic anhydride (MA).
Khalid M et al. (2008) melakukan sistesis komposit PP/STKS menggunakan senyawa penggandeng silang maleic anhydride (MA) yang di grafting dengan PP
sehingga terbentuk PP-g-MA yang dapat meningkatkan interaksi antara matriks dan filler. Peningkatan kualitas komposit juga dapat dilakukan dengan penambahan agen
penyambung silang yang berfungsi untuk meningkatkan ikatan silang dan mengeraskan komposit. Suharty (1993), telah melakukan grafting antara PP dengan
commit to user
pembuatan dengan menggunakan agen penyambung silang DVB lebih kuat daripada dengan TMPTA.
Karakterisasi komposit dilakukan pada analisis gugus fungsi serta kristalinitas. Pengujian daya bakar dilakukan dengan penentuan time to ignition
(TTI), kecepatan pembakaran menggunakan ASTM D 635 serta kemampuan untuk melepaskan panas setelah terbakar (HR). Sedangkan pengujian sifat mekanik berupa kekuatan tarik (TS) dan modulus young (E) menggunakan Universal Testing Machine (UTM) mengikuti ASTM D 638 serta energi serap dan kekuatan impak
menggunakancharpy impact testing machinemengikuti ASTM D6110.
2. Batasan Masalah
1. Sumber polipropilena yaitu limbah air mineral dalam kemasan (AMDK) dalam bentuk gelas (cup)240 mL dengan merek sejenis.
2. Bahan pengisi (filler) yang juga digunakan adalah serat tandan kosong kelapa
sawit (STKS) yang diperoleh dari PTPN VII unit Rejosari, Lampung Selatan dan lempung (clay) yang kaolin yang diperoleh dari Bratachem, Yogyakarta serta
haloisit yang diperolehApplied Minerals Inc,USA.
3. Variasi konsentrasi kaolin maupun haloisit yang digunakan adalah 10%, 20%, 30% serta 40%.
4. Pembuatan komposit dilakukan dengan metode larutan menggunakan pelarut xilena dengan proses secara reaktif mempergunakan inisiator benzoil peroksida (BPO) dan adanya senyawa penggandeng LPP-g-AA serta agen penyambung
silang DVB.
5. Penalaran struktur dilakukan dengan perubahan gugus fungsi dengan spektrofotometer infra merah (FT-IR), kritalinitas dengan difraksi sinar-X(X-Ray Difraction, XRD).
6. Pengujian daya bakar meliputi penentuan time to ignition (TTI), kecepatan
pembakaran dilakukan menurut ASTM D 635 sertaHeat Release(HR).
commit to user
energi serap dan kekuatan impak menggunakan charpy impact testing machine
mengikuti ASTM D 6110.
3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana komposisi optimum pembuatan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g
-AA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal dalam berbagai variasi
konsentrasiclaysecara proses larutan terhadap kemampuan hambat bakar?
2. Bagaimana komposisi optimum geobiokomposit terhadap peningkatan sifat mekanik?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah pemanfaatan limbah polipropilen (LPP) dengan serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) dan penambahan kaolin maupun haloisit sehingga dihasilkan geobiokomposit yang memiliki kemampuan hambat bakar serta sifat mekanik yang tinggi.
D. Manfaat
1. Memberikan suatu pengetahuan mengenai cara mengatasi LPP yang dapat menimbulkan permasalahan lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat terbiodegradasi.
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Polipropilena
Polipropilena (PP) adalah polimer yang mempunyai susunan berulang dari monomer propena dengan rumus struktur (CH2=CH-CH3). Propena berasal dari
minyak bumi yang diperoleh melalui proses cracking (Grant, 1985). Penggabungan
monomer propena membentuk polipropena melalui proses polimerisasi addisi (Adriani, 2003). Setiap unit ulang polipropilena mempunyai karbokation pada karbon tersier bersifat sangat stabil, sehingga atom H yang terikat pada karbon tersier tersebut bersifat reaktif dan bersifat non polar (Pudjaatmaka, 1986). Kereaktifan ini disebabkan efek sterik dari gugus besar disekitar karbon tersier. Bila suatu radikal menyerang polipropilena, maka Hidrogen yang lepas adalah yang mempunyai energy disosiasi pemutusan ikatan C-H yang rendah. Energi disosiasi pemutusan ikatan C-H tersier lebih rendah daripada energi disosiasi pemutusan ikatan C-H sekunder maupun C-H primer. Energi disosiasi ikatan C-H pada karbon tersier sebesar 91 kkal/mol sedangkan karbon posisi sekunder sebesar 94,5 kkal/mol (Fessenden dan Fessenden, 1986).
commit to user
Pada polimer polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin (molekul tersusun teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul tersusun secara tidak teratur). Dalam struktur polimer polipropilena atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut antara ikatan C-C 109,5º dan membentuk rantai zigzag planar (Adriani, 2003). Polipropilena struktur zigzag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung pada posisi relatif gugus metil (CH3) satu sama lain di dalam rantai polimernya
sehingga menghasilkan struktur isotaktik (grup metil pada satu sisi dari bidang), ataktik (grup metil secara acak menempel ke setiap sisi) dan sindiotaktik (grup metil bergantian), seperti gambar 2. Secara kimia ketiga struktur polipropilena berbeda satu sama lain. Polipropilena ataktik tidak dapat berubah menjadi polipropilena sindiotaktik atau menjadi struktur lainnya tanpa memutuskan dan menyusun kembali beberapa ikatan kimia. Dalam struktur polipropilena ataktik gugus metil bertindak seperti cabang-cabang rantai pendek yang muncul pada sisi rantai secara acak. Ini mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan daerah-daerah rantai yang sama (tersusun) sehingga mempunyai sifat kristalin rendah menyebabkan tingginya kadar oksigen pada bahan tersebut sehingga bahan polimer ini mudah terdegradasi oleh
commit to user
pengaruh lingkungan seperti kelembaban cuaca, radiasi sinar matahari dan lain sebagainya (Evrianni, 2009). Polipropilena berstruktur isotaktik dan sindiotaktik adalah sangat kristalin, bersifat keras dan kuat. Menurut Ghosh (2011), PP komersial hampir 90-97% merupakan isotaktik.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. (a). Isotaktik; (b). Ataktik; (c). Sindiotaktik, dimana R = CH3
2. Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan ke dalam campuran plastik untuk peningkatan sifat mekanik (kuat tarik) suatu polimer (Ismail, 2001). Bahan-bahan pengisi dapat berasal dari Bahan-bahan anorganik (fiberglass), geopolimer (lempung)
, dan bahan organik (serat tumbuh-tumbuhan).
commit to user
awalnya (Maleque et al., 2006). Suharty et al. (2007) membuat biokomposit degradabel dari polistirena (PS) daur ulang termodifikasi dengan bahan penguat serbuk kayu kelapa menghasilkan biokomposit yang memilki sifat mekanik yang lebih meningkat dibandingkan bahan awalnya serta kemampuan untuk terdegradasi secara mikroorganisme.
Negara Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dimana banyak ditemukan jenis-jenis tanaman yang memiliki serat. Salah satunya jenis serat alam yang terdapat di Indonesia adalah serat yang terdapat pada tandan kosong kelapa sawit (TKS). Indonesia adalah negara penghasil utama kelapa sawit setelah Malaysia, serta menurut perkiaraan pada tahun 2011 Indonesia akan menjadi negara penghasil utama kelapa sawit. Dari proses penggelolaan tandan buah segar menjadi minyak sawit (CPO) lebih kurang 45%nya akan menjadi limbah padat berupa tempurung (shell), serabut (fiber) dan tandan kosong. Setengah dari jumlah limbah
padat (22-23%) tersebut merupakan tandan kosong (Surjosatyo dan Vidian, 2004). Menurut Deperin Indonesia (2011), potensi crude palm oil (CPO) tahun 2010 di
Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dengan memproduksi 20 juta ton dan akan terus meningkat karena ditunjang oleh perluasan perkebunan kelapa sawit dan produktivitas lahan. Sehingga dapat disimpulkan banyaknya limbah TKS yang terbuang sebesar 8,19 juta ton pada tahun 2010 dan setiap tahunnya akan meningkat. Sementara itu pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit masih terbatas untuk pupuk serta biodiesel sehingga kurang memanfaatkan keunggulan nilai mekanisnya yang sebenarnya dapat meningkatkan nilai ekonomisnya (Anonim, 2009).
Gambar 3. Tandan kosong kelapa sawit (TKS)
commit to user
terdapat dua bagian TKS yang mengandung banyak selulosa yaitu bagian pangkal dan ujung (bagian yang runcing dan keras) dari tandan tersebut yang akan ditunjukkan pada tabel 1 (Darnoko et al., 1995).
Tabel 1. Sifat Fisik dan Morfologi STKS (Darnoko et al., 1995) Parameter TKS bagian Pangkal TKS bagian ujung
Panjang Serat, mm 1,2 0,76
Diameter serat, µm (D) 15,0 114,34
Kadar serat (%) 72,67 62,47
Bukan serat (%) 27,33 37,53
Menurut Heradewi (2007), komposisi kimia dari STKS ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia dari STKS (Heradewi, 2007)
Komponen Kimia Komposisi (%)
Kadar air 8,2
Kadar lignin 22,12
Kadar α-selulosa 62,46
Kandungan selulosa yang cukup besar serta lignin yang kecil menandakan bahwa STKS memiliki keuletan yang cukup tinggi dan tidak getas (Mwaikambo, 2006). Maulida (2009) melakukan sintesis biokomposit dari komposit termoplastik akrolonitril butadiena stirena (ABS) dengan STKS dan diperoleh komposit yang memiliki sifat mekanik yang lebih baik. Hal ini dikarenakan Serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) memiliki kekuatan tarik yang tinggi karena bentuk serat yang bermacam-macam dan tidak tersusun. Serat TKS memiliki kekuatan tarik sebesar 71 MPa (Yusooff et al., 2009). Sehingga STKS diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik dari biokomposit tersebut.
Selulosa (C6H10O5)ndibentuk oleh ± 10.000 monomer glukosa yang diikat
commit to user
Ikatan tersebut menyebabkan adanya pembentukan struktur supramolekul (Setiadi, 2010).
Setiap unit monomer glukosa pada selulosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH) yang terletak pada C2, C3, dan C6 serta dua oksigen pada C1 dan C4
yang membentuk ikatan glikosidik yang berkaitan dengan monomer lain (Achmadi, 2003). Kelima gugus ini bersifat reaktif dan polar, sehingga akan berikatan dengan gugus polar dari senyawa lain.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Monomer selulosa; (b) Struktur selulosa yang saling berikatan (bentuk kursi) yang dapat membentuk ikatan glikosida.
Ismail (2001) telah menyebutkan bahwa penggunaan serat alam sebagai pengisi atau fillerpada pembuatan biokomposit dapat berfungsi sebagai penguat atau reinforcement, akan tetapi Kim (2005) dan Rowell (1997) menyatakan bahwa
commit to user
digunakan rasio LPP/STKS = 8/2 dengan pertimbangan akan diperoleh biokomposit yang memiliki sifat mekanik yang tinggi.
Selain berasal dari serat alam, bahan pengisi (filler) yang dapat membantu
degradasi dan meningkat sifat mekanik dari plastik, juga berasal dari geopolimer (lempung/clay). Penambahan polilaktid (PLA) dengan Montmorillonit (MMt) dapat
meningkatkan kemampuan sifat mekaniknya dan biodegradabel (Rayand Bousmina,
2005). Lee et al. (2001) melaporkan bahwa penambahan alipatik polyester (APES) dengan MMt organik dapat meningkatkan sifat biodegradabelnya dan meningkatkan sifat mekaniknya.
Mineral lempung merupakan bahan alam yang relatif banyak terdapat di Indonesia (Sutha Negara et al., 2008). Lempung/clayyang secara luas terdistribusi di
Indonesia dari Sumatra, Jawa, sampai Timor Timur dan Sulawesi sehingga dapat dijadikan sebagai material penguat dalam komposit ini (Astutiningsih et al., 2009). Menurut Supeno (2009), Berdasarkan tipe lapisan tanah, clayterbagi menjadi 3 yaitu
tipe 1:1 (kaolinit), tipe 2:1 (montmorillonit) dan tipe 2:2 (khlorit). Sedangkan kelompok kaolinit (tipe 1:1) terbagi menjadi 5 mineral yaitu kaolin, haloisit, Khrisotil, lizardit, dan Antogorit. Golongan kaolinit termasuk kedalam tipe 1 : 1 karena komposisinya terdiri atas satu lembar Si–tetrahedral dan satu lembar Al–
oktahedral (Gardolinski et al., 1999) . Mineral kaolinit merupakan alumino-silikat yang terhidrasi (Ciullo, 2003).
Kaolin termasuk jenis mineral clay dengan formula Al2O3.2SiO2.2H2O.
Kaolin mengandung SiO2 sekitar 50% (Bakri et al., 2008). Kaolin bersifat hidrofilik,
oleh karena itu juga kaolin bersifat polar (Ciullo, 2003). Kaolin banyak digunakan sebagai bahan pengisi (filler) dalam komposit untuk memperkuat sifat mekanik dan
commit to user Al2O3.2SiO2.2H2O
(a)
(b)
Gambar 5. (a). Rumus umum kaolin; (b). Struktur kaolin (Hyun YH, 2002) Kaolin memiliki satu lembar silika tetrahedral pada satu sisi dan satu lembar aluminium oktahedral pada sisi lain (Madejova J, 2003). Oleh karena itu, bidang dasar atom-atom oksigen pada satu unit kristal berseberangan dengan bidang dasar ion-ion OH dari lapisan berikutnya. Atom oksigen yang memiliki satu valensi berpegangan erat dengan Si sedangkan yang lain memegang Al secara ikatan koordinasi (Supeno, 2009). Pada difaktogram XRD kaolin mempunyai nilai d
spacing= 7,16Ǻ (Gardolinskiet al., 1999).
Haloisit termaksud ke dalam salah satu kelompok kaolinit yang mempunyai komposisi umum Al2O3.2SiO2.4H2O (Horvath et al., 2003). Menurut
Handge et al. (2010) haloisit sering digunakan sebagai bahan pengisi (filler) pada
komposit. Strukturnya mirip kaolin, tetapi haloisit mempunyai kapasitas tukar kation dan aktifitas katalitik yang lebih besar dari kaolin (Cocke and Beall, 2010). Selain itu juga, perbedaan dengan kaolin terletak pada susunan yang tidak beraturan dari lapisan-lapisan dan terdapatnya dua atau lebih antar lapisan air (water interlayer).
Molekul-molekul air terikat bersama-sama menurut pola heksagonal, molekul air ini selanjutnya terikat dengan lapisan-lapisan kristal melalui ikatan H (Supeno, 2009). Menurut Horvath et al. (2003) terdapatnya molekul air di antara lapisan haloisit sehingga haloisit memiliki nilai d spacing =10,0 Å lebih besar dari kaolinit. Proses
commit to user Al2O3.2SiO2.4H2O
(a)
(b)
Gambar 6. (a). Rumus umum haloisit; (b). Struktur haloisit (Pasbakhsh P et al., 2009) Haloisit umumnya berbentuk pipa (tubular) jika dilihat melalui mikroskop elektron, bentuk ini berbeda dengan kaolin yang berbentuk heksagonal (Supeno, 2009). Menurut Handge et al. (2010), Haloisit merupakan tabung berongga dengan
ukuran panjang sampai 10μ m dan diameter luar 30-100 nm. Di Haloisit, lapisan SiO2
terletak pada permukaan luar tabung dan bermuatan negatif di atas pH 4, sedangkan lapisan Al2O3terletak pada permukaanlumendalam, serta bermuatan positif pada pH
di bawah 8,5 (Abdullayev et al., 2009).
Metode pemurnian kaolin dapat dilakukan dengan cara pemanasan yang biasanya disebut kalsinasi dengan menggunakan oven bersuhu tinggi (Sukamta et al., 2009). Pada umumnya kalsinasi berlangsung pada suhu 600-800°C yang berfungsi untuk mememecah senyawa kaolin Al2O3.2SiO2.xH2O menjadi Al2O3.2SiO2 dan
H2O (Ilic et al., 2010) sesuai dengan reaksi dibawah ini.
Al2O3.2SiO2.xH2O Al2O3.2SiO2+ xH2O
Hilangnya air (dehidrasi) pada proses kalsinasi akan meningkat kekuatan mekanik pada kaolin (Pesova A et al., 2010). Menurut Sukamta et al. (2009), proses kalsinasi ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas termal dari kaolin dan untuk memperbesar pori-pori permukaannya. (Ilic et al., 2010).
commit to user 3. Komposit
Komposit merupakan suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih polimer, dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda sehingga akan menghasilkan material baru yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material-material pembentuknya. (Taurista et al., 2006). Pembuatan komposit dengan proses polimerisasi dapat dilakukan dapat dilakukan secara non reaktif dan reaktif dengan penambahan inisiator (Suharty, 1993). Tahapan dalam proses polimerisasi ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Inisiasi : ROOR 2 RO●
ROOR ROO●+ R●
R●+ M RM●
Propagasi : RM●+ M RMM●
Terminasi : RMx●+ RMx+n● M2x+n
Pada pembuatan komposit diperlukan suatu senyawa inisiator yang akan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas ini akan mengganggu senyawa lain untuk membentuk radikal pula. Jenis inisiator ini biasanya berasal dari senyawa azo dan peroksida. Senyawa inisiator yang sering digunakan adalah diasetil peroksida, di-t-butil peroksida, dan benzoil peroksida (Sopyan, 2001). Dalam penelitian ini digunakan benzoil peroksida sebagai inisiator. Suharty, et al (2007) telah membuat komposit polistirena daur ulang dengan serbuk kayu sengon dan serbuk kayu kelapa dalam pelarut toluena, baik secara reaktif menggunakan inisiator benzoil peroksida (BPO) maupun non reaktif dan diperoleh komposit reaktif lebih kuat dari non reaktif. Bensoil peroksida (BPO) dengan rumus struktur C6H5COOOOCC6H5yang memiliki
dua jenis radikal yang terbentuk kemudian menginisiasi senyawa lain sehingga menghasilkan senyawa radikal baru (Seymour and Carraher, 1988) seperti yang
commit to user
biokomposit LPP/SK dan diperoleh komposit dengan peningkatan sifat mekanik sebesar 14% daripada LPP pada penggunaan BPO 0,05% berat total LPP/SK.
(a)
(b)
Gambar 7. Pembentukan radikal pada (a). BPO; (b). PP
Senyawa radikal R1• maupun R2• akan menyerang polipropilena untuk membentuk
polipropilena radikal aktif pada karbon tersiernya, sehingga selanjutnya akan bereaksi dengan asam akrilat membentuk senyawa penggandeng silang LPP-g-AA.
Senyawa penggandeng multifungsional AA merupakan suatu jenis senyawa yang dalam strukturnya memiliki gugus polar dan non polar sehingga dapat menyatukan senyawa hidrofilik dan senyawa hidrofobik dalam suatu reaksi kimia. Suharty et al. (2007a) menggunakan AA untuk menyamakan kepolaran polipropilena dan serbuk sekam padi secara reaktif dimana terjadi peningkatan sifat mekanik. Asam akrilat memiliki rumus kimia C3H4O2 dengan titik didih sebesar 141°C serta
masa jenis 1,12 - 1,19 g/mL (Siburian, 2001). Asam akrilat memiliki gugus fungsional reaktif yaitu gugus vinil (CH2=CH-) yang bersifat non polar dan gugus
karbonil serta hidroksil yang bersifat polar. Gugus non polar dari asam akrilat akan berikatan dengan gugus non polar dari polipropilena yaitu pada karbon tersier dari polipropilena. Sedangkan gugus polar dari asam akrilat akan mengikat gugus polar dari selulosa membentuk ester melalui reaksi esterifikasi (Suharty et al., 2010). Proses grafting antara LPP dengan AA bertujuan untuk meningkat interaksi antara
commit to user (a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 8. (a). Struktur asam akrilat (AA); (b). Pembentukan radikal pada asam akrilat; (c). Proses grafting LPP-g-AA; (d). Pembentukan radikal pada
LPP-g-AA
Pembentukan radikal pada selulosa menurut Carlsson (2005) akan menghasilkan selulosa radikal pada atom O posisi C1 yang mengikat R.
commit to user
Gambar 9. Reaksi Radikal pada selulosa (Carlsson, 2005)
Komposit yang terbentuk dapat ditingkatkan sifat mekanik dan kemampuan biodegradasinya dengan menambahkan agen penyambung silang. Yang et al. (2007) melaporkan bahwa penambahan agen penyambung silang maleic
anhydride polipropilen (MAPP) pada pembuatan komposit serbuk sekam padi
dengan Polipropilena dapat meningkatkan kekuatan tarik komposit. Suharty (1993), telah melakukan grafting antara PP dengan ditert-butil benzil akrilat (DBBA)
menggunakan agen penyambung silang divinil benzena (DVB) dan trimetilol propana triakrilat (TMPTA), dimana hasilnya adalah pembuatan dengan menggunakan agen penyambung silang DVB lebih kuat daripada dengan TMPTA.
(a)
(b)
Gambar 10. (a). Struktur DVB; (b). Pembentukan radikal pada DVB
commit to user
gr/mol serta titik didih 200°C. Gugus reaktif DVB terletak pada kedua gugus vinil dan inti aromatis (Suharty, 1993). DVB dapat membentuk ikatan primer dan sekunder pada gugus reaktifnya. Ikatan primer terbentuk pada gugus vinil dengan senyawa non polar lainnya, sedangkan ikatan sekunder atau ikatan hidrogen terjadi
antara awan elektron π dari inti aromatik dengan atom hidrogen bermuatan parsial positif (Hδ+). Ikatan primer dan sekunder memperbesar jaringan polimer sehingga polimer lebih masif dan keras serta dapat menurunkan indeks alir leleh dan konsekuensinya meningkatkan sifat mekanisnya. Suharty et al. (2009) sintesis biokomposit PP dengan bahan pengisi serat kenaf dapat meningkatkan kekuatan tarik (TS) tanpa DVB sampai 20%, sedangkan dengan penambahan DVB sampai 34% dibanding dengan bahan awalnya LPP. Penambahan DVB akan membentuk ikatan sambung silang yang memperbanyak ikatan dan memperbesar jaringan biokomposit. Jaringan yang besar ini membatasi pergerakan rantai biokomposit sehingga dapat menahan beban yang diberikan.
Menurut Ray and Okamoto (2003), proses pembuatan komposit
menggunakan pengisi (filler) claydengan matriks polimer dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu : interkalasi, eksfoliasi serta flokulasi. Interkalasi merupakan penyisipan matriks polimer ke dalam lapisan clay. Eksfoliasi merupakan lapisan clay secara
individu dipisahkan dalam matriks polimer secara terus menerus. Secara umum eksfoliasi terdistribusi secara merata ke dalam matriks polimer (Haiyun et al., 2010). Homogenitas dari komposit yang mengalami eksfoliasi lebih tinggi dari interkalasi (Hussain F et al., 2006). Sedangkan flokulasi secara umum hampir sama dengan interkalasi hanya saja pada tepi-tepi lapisan clay mengalami dihidroksilasi (Rayand
Okamoto, 2003). Skema sintesis polimer dan clay pada gambar 11. Menurut
Pasbakhsh P et al. (2009), gugus fungsi Al-OH dan Si-O padaclaydapat membentuk
ikatan sekunder dengan lonepair electron serta hidrogen bermuatan parsial positif
commit to user
Gambar 11. Skema sintesis polimer danclay
Proses pembuatan komposit yang dilakukan dengan metode lebur dan metode larutan. Metode lebur biasanya digunakan dengan menggunakan internal mixer, dimana 2 polimer dipanaskan hingga meleleh berbentuk sangat kental dan
kemudian dicampurkan. Sedangkan pada metode larutan, polimer-polimer dilarutkan dalam pelarut yang sama lalu diaduk. Kemudian campuran diuapkan pelarutnya. Umumnya metode larutan ini dilakukan dalam skala kecil mengingat penggunaan pelarut dan prosedur penguapan (Dyson, 1998). Gambar alat pembuatan komposit metode lebur maupun metode larutan dapat dilihat pada Gambar 12.
(a) (b)
commit to user
Pembuatan komposit dalam penelitian kali ini akan dilakukan menggunakan metode larutan karena pada pembuatan dengan metode lebur diperlukan suatu alat khusus yang mana keberadaanya terbatas dan mahal. Pembuatan komposit metode larutan membutuhkan pelarut polimer termoplastik yang sesuai. Suharty dan Firdaus (2007) melakukan metode larutan untuk melakukan polistirena (PS) dalam toluena mendidih agar dapat dicampurkan dengan serbuk kayu sengon. Suharty et al. (2007a) menggunakan pelarut xilena untuk melarutkan polipropilena (PP) agar dapat dicampur dengan serbuk sekam padi untuk membuat suatu komposit degradabel yang kemudian pelarut diuapkan setelah diperoleh campuran. Suharty (1993) melaporkan bahwa pelarutan polipropilena dengan xilena dapat melarutkan dengan sempurna dalam kondisi mendidih. Xilena merupakan hidrokarbon turunan benzena dengan densitas 0.86 g/cm3dan titik didih 138–144°C (Othmer, 1996).
Gambar 13. Struktur xilena
4. Fire Retardant
Pembakaran merupakan suatu reaksi kimia antara bahan bakar (fuel) dan
oksidator (segala sesuatu yang mengandung oksigen). Umumnya nyala dapat terjadi disebabkan oleh tiga komponen yang sering disebut sebagai segitiga api, yaitu bahan bakar, panas, dan oksigen (Sentanuhady, 2007).
CxHy+ O2 CO2+ H2O
(a) (b)
Gambar 14. (a). Reaksi pembakaran; (b). Segitiga api Bahan
commit to user Pembakaran tidak akan terjadi apabila:
1. Tidak terdapat bahan bakar sama sekali atau tidak terdapat dalam jumlah yang cukup
2. Tidak ada sama sekali oksigen atau tidak dalam kondisi yang cukup 3. Sumber panas tidak cukup untuk menimbulkan api
Apabila dalam suatu sistem, oksigen dilingkungan diganti oleh gas yang tidak mendukung pembakaran maka pembakaran akan terhambat (Hudiyanti, 2009).
Sebagai material organik, polimer dan serat alam sangat mudah terbakar sehingga perlu ditambahkan suatu senyawa penghambat bakar (Fire retardant) ke
dalam komposit serat alam. Sistem penghambat bakar dapat bertindak secara fisik yaitu dengan pendinginan, pembentukan lapisan pelindung (arang) atau pengenceran bahan bakar atau secara kimia yaitu dalam fase padat atau gas. Penghambat nyala api yang ditambahkan dapat mengganggu berbagai proses yang terlibat dalam pembakaran polimer yaitu pemanasan, pirolisis, pengapian, propagasi degradasi termal. Menurut Effendi (2007), dalam mekanisme sistem penghambat bakar ada sedikitnya 2 pola yaitu sebagai berikut:
1. Senyawa fire retardantmembentuk arang dan mengurangi pembentukan gas-gas
yang mudah terbakar (flammable), misalnya bahan yang mengandung karbon,
hidrogen dan oksigen, terurai membentuk arang dan uap air serta gas-gas mudah menyala, seperti CO, H dan gas-gas hidrokarbon. Senyawa fire retardant yang
efektif akan membentuk lebih banyak arang dan uap air.
2. Senyawa fire retardant melepas gas-gas yang memperlambat atau memadamkan
reaksi-reaksi pembakaran melalui pengenceran (dilution) dan pendinginan,
kemudian menghentikan secara kimia berlangsungnya reaksi rantai. Perilaku semacam ini umumnya ditunjukkan oleh senyawa fire retardant dari jenis
halogen. Selanjutnya Senyawa fire retardant terurai secara endotermis, serta
menyerap kalor, misalnya hidrasi alumina (Al2O3.3H2O) atau kapur (CaCO3)
yang dapat dicampur dengan polimer. Bila dipanasi, akan terurai dengan menyerap kalor secara endotermik dan melepas H2O atau CO2 yang akan
mendinginkan nyala api, sebagai berikut:
commit to user
CaCO3(s) → CaO(s)+ CO2(g) Δ H = + 178 KJ
Fire retardant merupakan komponen atau kombinasi komponen yang
dapat menghambat pembakaran bila ditambahkan pada suatu substrat sehingga dihasilkan suatu material yang memiliki kemampuan hambat bakar (Tesoro, 1976).
Menurut Sain et al. (2004) asam borat, zink borat dan kloride, serta garam ammonium dari fosfat, borat, sulfat dan klorida dapat digunakan sebagai senyawa
fire retardant. Penambahan senyawa fire retardant Mg(OH)2/Al(OH)3 (ratio 15/5),
serta H3BO3 pada komposit polipropilena dengan serat kenaf dapat mengurangi
tingkat pembakaran 55% (Suharty et al., 2010). Patra et al. (2005) melaporkan bahwa senyawa CaCO3 yang dicampur dengan Ammonium polipospat (APP) dapat
bertindak sebagai fire retardant. Penambahkan senyawa fire retardant Mg(OH)2
dalam biokomposit polipropilena (PP) dengan bahan pengisi serbuk sekam padi sehingga biokomposit mengalami peningkatan kemampuan hambat bakar (Sain et al., 2004). Senyawa fire retardant alami biasanya clay/geopolimer yang banyak
mengandung CaCO3, oksida silika (SiO2) dan oksida alumina (Al2O3) seperti
monmorilonite (Diharjo, 2007).
Komposit yang terbuat dari lempung/clay dan polimer dapat digunakan
sebagai senyawa fire retardant(Morgan et al., 2005). Penambahan lempung/clay ke
dalam matrik polimer, dapat meningkatkan kekuatan, kekakuan, sifat gas barrier,
kestabilan dimensi, dan tidak mudah terbakar (Kusmono, 2010). Lempung yang banyak mengandung oksida silika (SiO2) dan oksida alumina (Al2O3) dalam jumlah
besar, serta oksida lainya dalam jumlah kecil yang memiliki kemampuan hambat bakar yang tinggi. Ribeiro et al. (2008) mengamati bahwa silika-alumina, seperti kaolin mempunyai sifat penghambat bakar yang tinggi daripada silika dan alumina yang berdiri sendirian. Dengan demikian, diusulkan bahwa unsur-unsur Si dan Al harus hadir dalam suatu struktur tertentu, seperti dalam bentuk kaolin, zeolit atau montmorillonites. Penambahan material anorganik seperti montmorillonite (MMt) dapat meningkatkan efektifitas senyawafire retardant (Lee et al., 2003). Patra et al.
commit to user
menurunkan kemampuan bakar. Haloisit dapat digunakan sebagai penyekat/pengisolasi panas pada permukaan komposit (Handge et al., 2010). Hussain M et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan kaolin dapat digunakan sebagai senyawa fire retardant. Menurut Haiyun et al. (2011) melaporkan bahwa interaksi clayke dalam matriks polimer menghambat konduksi panas antara polimer dan nyala
api sehingga menunda adanya pembakaran.
Suatu sistem penghambat bakar harus dapat menghasilkan gas yang dapat mengurangi konsentrasi O2 yang mendukung pembakaran, mengurangi perambatan
panas pada polimer yang terbakar, dan menghasilkan arang untuk menghalangi interaksi O2 dangan polimer (Tesoro, 1978). Manias, (2002) melaporkan bahwa
penambahan lempung/clay pada PP dapat memperlambat suplai O2 pada saat
pembakaran karena terbentuknya arang. Arang tidak mudah terbakar serta dapat menjadi penghalang masuknya O2dan panas.
5. Karakteristik Komposit a). Spektroskopi Inframerah
Spektroskopi IR merupakan salah satu metode analisa yang digunakan untuk karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Metode ini didasarkan pada radiasi inframerah dengan materi (interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ikatan suatu senyawa organik bila dikenai sinar infra merah akan diubah menjadi energi vibrasi. Energi vibrasi ini sebanding dengan frekuensi vibrasi dimana frekuensi setiap ikatan berbeda-beda (Hartomo, 1981). Vibrasi dipengaruhi oleh factor primer dan sekunder. Faktor primer antara lain kekuatan ikatan, massa tereduksi serta efek massa sekunder. Sedangkan, faktor sekunder antara lain vibrasi kopling, ikatan hidrogen, efek elektronik, sudut ikatan, dan efek medan (Kemp, 1987).
(-commit to user
CH2-)bend. Serapan vinil C=C berada pada daerah serapan 1640 cm-1. Gugus hidroksil (OH) memberikan serapan melebar (adanya ikatan hidrogen) pada 3550 –3200 cm-1 (Silverstain, 1963).
b). Difraksi Sinar-X (XRD)
Kemajuan teknik karakterisasi dalam elusidasi struktur membuka pandangan baru pada karakteristik material padat. Beberapa teknik karakterisasi yang penting antara lain spektroskopi infra merah, SEM, dan XRD. Difraksi sinar-X (XRD) sangat penting digunakan dalam menentukan kristalinitas dari substansi amorf. Suatu difraktogram XRD dari polimer tidak akan menunjukkan puncak yang tinggi dan tajam, namun kristalografi suatu polimer nanokomposit akan menunjukkan puncak yang tinggi dan tajam (Lageshetty dan Venkartraman, 2005).
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek sebesar 0.7 sampai 2.0 nm. Bila elektron-elektron dari suatu kawat pijar yang dipanasi dipercepat melalui suatu perbedaan potensial yang besar dan menumbuk suatu sasaran logam di dalam sebuah tabung sinar-X maka sinar-X
dihasilkan dengan suatu distribusi λ yang kontinyu. Jika sinar-X itu kemudian menumbuk sebuah kristal, maka sinar-X yang akan direfleksikan akan membentuk titik-titik luas yang sangat tinggi intensitasnya pada sebuahlayer/film.
Gambar 15. Skema pemantulan sinar X oleh bidang kristal
commit to user
tingkat kristalinitas bahan dan perubahan struktur mesopori dapat pula diketahui melalui data difraksi sinar-X. Puncak yang melebar menunjukkan kristalinitas rendah (amorf), sedangkan puncak yang meruncing menunjukkan kristalinitas yang lebih baik.
Nilai d spasing tidak dapat digunakan untuk menentukan jarak interatom dari suatu molekul, namun dapat digunakan untuk merefleksikan jarak interplanar
atau jarakinterlayerantar kisi-kisi atom dalam suatu material. Nilai d spasing sangat
tergantung pada pengaturan atom dan struktur jaringan polimer dalam material. Jarak antarinterplanaratauinterlayerdapat dikalkulasikan melalui persamaan Bragg’s :
2 d sin θ = n λ
Keterangan : d = Jarak interplanar atau interatom
λ = Panjang gelombang logam standar θ = Kisi difraksi sinar X
Dalam analisis kimia, XRD bermanfaat untuk penentuan jenis kristal, penentuan kemurnian relatif dan derajat kristalinitas sampel, deteksi senyawa baru maupun deteksi kerusakan oleh suatu perlakuan. XRD akan menghasilkan suatu difraktogram dengan variabel intensitas dua kali sudut difraksi (West, 1992).
c). Pengujian Daya Bakar
Komposit dengan penambahan senyawa fire retardant perlu diuji
peningkatan kemampuan hambat bakarnya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh senyawa fire retardant tersebut. Sain et al. (2004) telah melakukan uji
nyala yang meliputi uji pembakaran secara horizontal terhadap sampel komposit yang ditambahkan senyawa fire retardant berdasarkan pada ASTM D-635 yang
merupakan metode standar pengujian daya bakar yang digunakan untuk menentukan rata-rata pembakaran relatif yang disebabkan oleh plastik yang diuji itu sendiri. Spesimen yang digunakan dalam pengujian ini berukuran 125 mm x 13 mm x 3 mm
commit to user
Pengujian dilakukan dengan menggunakan nyala api biru dengan tinggi 2 cm. Pengamatan yang dapat dilakukan antara laintime to ignition (TTI), suhu sesaat
setelah pembakaran, lamanya waktu pembakaran yang diperlukan untuk mencapai panjang tertentu sehingga dapat ditentukan kecepatan pembakaran, dan pengamatan fisik yang terjadi selama pembakaran berlangsung berupa lelehan dan tetesan yang terjadi serta adanya pembentukan arang. Kecepatan pembakaran dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini :
Kecepatan pembakaran (mm/menit) =
Keterangan : L = panjang specimen yang terbakar (mm); 75 mm t = waktu pembakaran (s)
Heat release (HR) adalah kemampuan suatu material untuk melepaskan
panas setelah material tersebut terbakar. Persentase heat release dapat diukur
dengan menggunakan rumus:
Keterangan : HR =Heat Release
T1= Suhu panel setelah 5 detik api dipadamkan
T0= Suhu pembakaran
d). Pengujian Sifat Mekanik
Penggunaan bahan polimer sebagai bahan industri sangat tergantung pada sifat mekanisnya. Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik ( ), modulus Young (E), energi serap serta kekuatan impak. Kekuatan tarik (Tensile Strength, TS) mengacu pada ketahanan terhadap tarikan. Kuat tarik diukur
dengan menarik spesimen dengan gaya tertentu (Sopyan, 2001). Menurut ASTM D-638 tipe V, uji kekuatan tarik menggunakan spesimen dengan ketebalan sampai 4 mm (ASTM, 1985).
60L
commit to user Keterangan :
W (lebar) = 3,18 ± 0,125 mm G (panjang ukuran tempat tanda tes) = 7,62 ± 0,3 mm WO (lebar utuh) = 9,53 ± 0,375 mm L (panjang) = 9,53 ± 0,375 mm
D (jarak pegangan) = 25,4 ± 1 mm LO (panjang utuh) = 63,5 ± 2,5 mm R (jari-jari kecil) = 12,7 ± 0,5 mm T (tebal) = 4 ± 0,4 mm
Gambar 17. Spesimen uji kekuatan tarik sesuai ASTM D 638 tipe V Kekuatan tarik dapat dihitung berdasarkan rumus :
Keterangan : = kekuatan tarik bahan (kf F/mm2) F = tegangan maksimun (kg F) A = luas penampang bahan (mm2)
Semakin besar berat molekul suatu komposit maka gaya yang dibutuhkan untuk menarik komposit sampai patah juga semakin besar. Dengan demikian kuat tariknya juga semakin besar.
Modulus young (E) atau modulus elastisitas merupakan perbandingan antara kuat tarik dengan regangan. Suatu material kaku mempunyai Modulus Young tinggi dan berubah bentuknya sedikit di bawah beban elastis, contoh: intan. Suatu material fleksibel mempunyai Modulus Young yang rendah dan berubah bentuknya dengan sangat mudah, contoh : karet (Hastomo B, 2009). Modulus young dapat dihitung dengan :
Dimana : E = Modulus Young (MPa)
σ= Kuat tarik (MPa)
ε =Elongation/Regangan (%)
Fmaks A
σ =
Kuat Tarik (σ)
Elongation(ε)
commit to user
Energi serap (Es) adalah ukuran dari jumlah energi potensial darihammer
atau pemukul yang diserap specimen pada saat proses pematahan specimen (Hadi Q
and Gunawan, 2011). Sedangkan kekuatan impak (Is) merupakan suatu kriteria
penting untuk mengetahui ketangguhan material dengan cara memberi beban secara tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi (Barleany et al., 2011). Pengujian impak menggunakan Charpy Impact Testing Machine dengan mengikuti ASTM D 6110.
Semakin tinggi energi serap serta kekuatan impak dari material maka ketangguhan juga semakin tinggi (Barleany et al., 2011). Energi serap (Es) dapat dihitung dengan rumus :
Energi Serap (Es) = G x R x (Cosβ – Cos α) Dimana : Es = Energi serap (Joule)
G = Berat beban/ pembentur (Newton)
R = Jari-jari pusat putar ke titik berat pembentur (meter)
Cos β = sudut ayunan tanpa beban uji
Cos α = sudut ayunan saat mematahkan spesimen Sedangkan kekuatan impak (Is) dapat dihitung dengan rumus :
Dimana : Is = Kekuatan Impak (Joule/m2) Es = Energi serap (J)
A = Luas penampang spesimen (m2)
B. Kerangka Pemikiran
Pembentukan komposit dilakukan secara reaktif dengan inisiator bensoil peroksida (BPO) dalam metode larutan dengan menggunakan bantuan pelarut xilena pada titik didihnya yang dapat melarutkan LPP hingga 100%. Metode ini memberikan luas permukaan pada LPP untuk bertumbukan secara maksimal dengan bahan lain. Pelarut harus dibebaskan setelah pembuatan komposit.
Polipropilena (PP) merupakan polimer sintetik yang tersusun dari monomer propena yang bersifat non polar. Setiap unit propena mengandung tiga gugus non polar yang reaktif, yaitu satu gugus hidrogen pada metin (C-H).
commit to user
Polipropilena (PP) bila mengalami reaksi radikal akan melepaskan atom hidrogen yang terikat pada karbon tersier sehingga terbentuk karbon tersier yang radikal dan bersifat non polar sebagai pusat reaksi.
Selulosa yang merupakan polimer alam tersusun dari monomer glukosa yang tergabung ikatan 1,4-β-glikosidik. Setiap unit glukosa mengandung gugus polar hidroksil pada C2, C3, dan dua gugus >C-O pada ikatan glikosidik yang berikatan
antar monomernya. Reaksi radikal akan menghasilkan suatu gugus reaktif yang bersifat polar pada atom O posisi C1yang mengikat R sebagai pusat reaksi.
commit to user
Senyawa penggandeng AA disini akan digrafting dengan PP melalui reaksi radikal.
Dimana gugus fungsi AA yang bersifat non polar akan berikatan dengan gugus fungsi PP yang juga bersifat non polar. Sehingga dihasilkan senyawa penggandeng LPP-g-AA.
Adanya gugus polar dari LPP-g-AA memungkinkan akan berikatan dengan gugus polar dari selulosa pada atom O posisi C1yang mengikat R yang juga bersifat polar
membentuk ester. Gugus non polar dari LPP-g-AA memungkinkan akan berikatan dengan gugus nonpolar dari LPP itu sendiri atau gugus non polar dari DVB.
Geobiokomposit dibuat dengan penambahan agen penyambung silang untuk meningkatkan ikatan sambung silang sehingga jaringan yang terbentuk menjadi lebih besar dan biokomposit menjadi lebih padat. Agen penyambung silang yang digunakan dalam penelitian ini adalah divinil benzena (DVB) yang memiliki dua gugus vinil bersifat reaktif non polar serta awan elektron π dari inti aromatik
yang bermuatan negatif. Gugus non polar DVB akan berikatan dengan gugus non polar dari LPP serta LPP-g-AA. Sedangkan awan elektron π dari DVB akan membentuk ikatan hidrogen dengan Hδ+ yang berasal dari AA maupun selulosa.
Biokomposit yang terbentuk adalah LPP/DVB/LPP-g-AA/Selulosa dimana
commit to user
Pada biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/Selulosa terjadi penambahan clay.
Lempung/clay merupakan geopolimer yang bersifat hidrofilik yang tersusun dari
gugus fungsi Al-OH serta Si-O. Gugus tersebut akan berikatan sekunder yaitu ikatan hidrogen dengan awan elektron dari benzena, lonepair electron dari atom O yang
berasal dari LPP-g-AA atau selulosa serta atom H bermuatan parsial positif (Hδ+)
commit to user
Struktur LPP, selulosa maupun lempung/clay akan berubah dalam
pembentukan komposit. Terjadinya ikatan antara LPP dengan bahan pengisi (selulosa maupun lempung/clay) akan meningkatkan sifat mekanik dari komposit,
maka dilakukan uji kekuatan tarik, modulus young, energi serap serta kekuatan impak. Perubahan struktur kimia dari LPP, selulosa, lempung/clay dan komposit
diamati dengan mempergunakan infra merah, sedangkan perubahan kristalinitas komposit menggunakan XRD.
Komposit dengan penambahan filler clay dapat membentuk suatu
komposit cerdas yang memiliki kemampuan hambat bakar. Pada umumnya, pembakaran disebabkan oleh 3 hal yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas sehingga untuk menghambat bakar diperlukan senyawa yang dapat mengurangi setidaknya salah satu dari komponen segitiga api. Senyawa fire retardant yang ditambahkan
adalah Clay meliputi kaolin dan haloisit yang dapat meminimalkan dua komponen
pendukung nyala yaitu O2 dan panas. Penambahan Clay dapat mengurangi suplai
oksigen dengan terbentuknya arang sehingga dapat menghambat pembakaran. Pembakaran yang terhambat dapat ditunjukkan dengan lambatnya time to ignition
(TTI), kecepatan pembakaran yang rendah serta persentase heat release (HR) yang
tinggi.
Hipotesis
1. Geobiokomposit dapat disintesis dengan bahan awal LPP, STKS dan clay yang
meliputi kaolin maupun haloisit dalam berbagai variasi konsentrasi, secara reaktif dengan penggandeng multifungsional AA yang telah digrafting dengan LPP
membentuk LPP-g-AA, serta agen penyambung silang DVB secara proses
larutan sehingga diperoleh komposisi optimum geobiokomposit
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal dapat memberikan
kemampuan hambat bakar yang baik.
2. Biokomposit dengan penambahan clay diperoleh komposisi optimum
commit to user
35 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dalam laboratorium. Penelitian meliputi pembuatan komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal, pengujian daya bakar serta
sifat mekanik.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Dasar Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Waktu penelitian dari Februari–Oktober 2011.
C. Alat dan Bahan yang Digunakan 1. Alat
a. Peralatan gelas b. Satu set alat refluks c. Oven vakum d. Pengaduk mekanik e. Neraca analitik
f. Alat cetak tekan panas (Hot Press)
g. Universal Testing Machine(UTM)
h. Charpy impact testing machine
i. Spektrofotometer Infra Merah (FTIR) (IRPrestige-21, Shimadzhu) j. X-Ray Diffraction(XRD) (Bruker)
k. Thermometer
commit to user 2. Bahan a. Limbah polipropilen (LPP)
b. Serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) c. Alkohol teknik
d. Gas nitrogen (N2)
e. Kaolin (Kao) f. Haloisit (Hal)
g. Divinil Benzena (DVB) p.a (Merck) h. Asam akrilat (AA) p.a (Schuchai) i. Xilena p.a (Merck)
j. Benzoil Peroksida p.a (Merck) k. Minyak goreng
D. Prosedur Kerja
1. Preparasi Limbah Polipropilena (LPP)
Polipropilena dalam bentuk gelas/cup Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK) dengen merek sejenis dibuat serpihan kecil dengan ukuran 5 mm x 2 mm x 0,1 mm. LPP dikarakterisasi FT-IR, XRD, dan pengujian daya bakar serta sifat mekanik.
2. Preparasi Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (STKS)
Serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) yang diperoleh dari PTPN VII unit Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Propinsi lampung. STKS dicuci menggunakan alkohol teknis lalu dipotong-potong kemudian dihaluskan sampai dengan lolosan ayakan 100 mesh.
3. Kalsinasi Lempung Kaolin dan Haloisit
Lempung yang digunakan merupakan lempung Kaolin yang dibeli dari BrataChem Yogyakarta dan lempung Haloisit dari Applied Minerals Inc, USA.
Lempung yang digunakan sebagai material dasar berbentuk serbuk/powder (250