• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES DEMOKRASI YANG BERLIKU DI NEGERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSES DEMOKRASI YANG BERLIKU DI NEGERI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES DEMOKRASI YANG BERLIKU DI NEGERI GAJAH PUTIH (STUDI KASUS NEGARA THAILAND)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Thailand merupakan negara yang dalam sejarahnya tidak pernah dijajah sehingga Thailand memiliki kekhasan dan kekhususan tersendiri yang tidak sama seperti negara lain di daerah semenanjung atau di Asia Tenggara pada umunya. Masyarakat Thailand sering di sebut dengan sebutan orang Thai, atau juga dapat di sebut orang Siam, namun sebutan yang lebih popular bagi orang Thailand adalah Thai karena lebih pada pertimbangan etnies Thai dalam bahasa Thai berarti “orang bebas” Asal-usul orang Thai, memiliki ciri-ciri fisik yang tidak jauh berbeda dengan orang China, D.G.E. Hall sepakat mengisahkan perihal tanah asal orang Siam di Asia Tengah. Dipercaya bahwa sekitar 7000 tahun yang dahulu mereka mendiami kawasan pegunungan Altai (Mongolia) dan sekitarnya 2500 tahun kemudian berkembang hijrah ke selatan yang lebih subur .1

Namun seiring dengan kemajuan peradaban yang di dalangi oleh ilmu pengetahuan, dunia semakin sempit dan tidak lagi di batasi oleh ruang dan waktu, orang dari wilayah tertentu dapat melakukan kunjungan ke negara lain serta dapat membangun kerjasama yang saling menguntungkan dimana ada tukar menukar (ekspor-import) barang atau pertukaran peradaban maka influence kemajuan dari negara yang lebih maju akan mempengaruhi negara yang lemah dalam teknologi atau peradaban maka sistem pemerintahan aristokrasi yang menjadi model pemerintahan di kerajaan Thailand pun mulai mengalami pergeseran.

Kondisi pergeseran ini adalah bagian dari spectrum politik yang sukar untuk diduga, meskipun begitu, dalam system politik modern, demokratis, dan rasional selalu ada semacam ketertebakan (predictable) politik dibandingkan dengan system politik tadisional.2 Hal ini

mendorong Thailand untuk memikirkan design politik yang tepat bagi orang Thai dimana budaya

1 (www.pekemas.org).di akses pada tanggal 9 desember 2013 pada pukul 02.20 wib

(2)

dan tradisi tidak akan dimusnahkan tetapi juga mereka pun diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan peradaban di negara-negara maju yang menerapkan sistem pemerintahan yang demokratis.

Karena bagi orang Thai ada tiga hal yang suci atau yang sering disebut “eka lak thai” yakni : Bangsa Thai, Raja, dan Buddha, sehingga perlu pemikiran yang tepat dalam melihat penerapan demokrasi di Thailand karena suatu sisi demokrasi hadir untuk memberikan ruang bagi peran rakyat dalam pemerintahan namun di sisi lain bagi Thailand raja memiliki peran yang sangat penting dalam sistem politik Thailand.3

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana perjalanan panjang proses demokrasi di negeri Gajah Putih sehingga mengakibatkan sering sekali terjadinya kudeta militer?

BAB II

PEMBAHASAN 2.1. Perjalanan Demokrasi Thailand

Di era globalisasi sekarang ini, isu mengenai demokrasi menjadi sangat relevan untuk diperbincangkan. Karena hampir seluruh negara di dunia saat ini menggunakan sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Selain itu demokrasi dianggap sebagai sistem pemerintahan yang paling baik saat ini. Demokrasi berasal bahasa Yunani kuno, yaitu demos (rakyat) dan

kratos (pemerintahan). Demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat. Menurut Robert A.Dahl, sistem politik demokratis adalah pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan warganya.4

Sejarah politik Thailand selalu dipenuhi oleh kudeta milter. Dalam kurun waktu 74 tahun telah terjadi sebanyak 23 kali militer mengambil alih kekuasaan. Ini menandakan betapa rapuhnya pemerintahan sipil militer Thailand karena selalu dibayang-bayangi oleh militer yang selalu siap ambil alih kekuasaan di saat-saat genting.5

3 http://id.wikipedia.org/wiki/Thailand diakses pada tanggal 9 desember 2013 pada pukul 02.20 wib 4 Prof.DR.Bambang Cipto.Ma,Slide Matakuliah Demokrasi Pertemuan Pertama.

(3)

Thailand adalah sebuah negara yang mengadopsi sistem demokrasi sebagaimana tertuang dalam Bab I ayat 2 Konstitusi 2007 “Thailand adopts a democratic regime of government with the King as Head of State”. Merujuk pada Lary Diamond (2008), ada sepuluh prinsip demokrasi yaitu substanstial freedom of speech; freedom of religion with ethnic and cultural participation; universal suffrage for adults, free, fair, and generally competitive elections; legal equality under transparent rule of law; an independent and neutral judiciary; due process of law for all individuals; institutional checks and balances; state acquiescence in vibrant civil society; civilian control over military and other state institutions6. Jika kita melihat kronologi politik Thailand, terutama pasca kudeta tahun 2006, dan membandingkan dengan prinsip demokrasi yang dikemukakan Lary Diamond, terutama prinsip kontrol sipil atas militer dan institusi pemerintah, maka kita mendapati situasi yang sebaliknya. Sejak kudeta tahun 2006, militer kembali masuk ke pentas politik Thailand dan memainkan perannya yang dominan. Sejak saat itu pula militer keluar dari kotak Parlemen dan PM, serta menjadi kekuatan sendiri. Dengan struktur seperti ini, Kerajaan dan Privy Council merupakan lembaga tertinggi di Thailand. Militer setingkat kedudukannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Perdana Menteri dan Kabinet Thailand, serta Peradilan dan Kehakiman.

Dalam sistem politik demokrasi, suara dan logika rakyat adalah sumber dan dasar dari setiap kebijaksanaan nasional. Bahkan ada istilah vox populi vox dei (suara rakyat suara tuhan). Suara dan logika rakyat (hasil pemilu) semestinya digunakan para elite politik thailand untuk mengelola proses pembuatan keputusan publik dan merekrut pemimpinnya. Pemilu di Thailand, menunjukkan kemauan rakyat Thailand tentang masa depan politik nasionalnya. Partai Pheu Thai mendapat 263 kursi dan menang atas Partai Demokrat yang hanya memperoleh 162 kursi. Dengan demikian, bila semuanya berjalan lancar, calon dari Partai Pheu Thai, Yingluck Shinawatra,akanmenjadi perdana menteri, menggantikan Abhisit Vejjajiva. Kemenangan Partai Pheu Thai atas Partai Demokrat menunjukkan bahwa pendukung Thaksin Shinawatra selalu unggul atas pendukung Partai Demokrat. Ketika masih bernama Thai Rak Thai, partai Thaksin itu memang tiga kali atas Partai Demokrat, yaitu pada pemilu 2001, 2005, dan 2006.Ketika bernama People Power Party (PPP),pendukung Thaksin menang atas Partai Demokrat pada pemilu Desember 2007.7

6 Diamond, Larry, The Spirit of Democracy The Struggle to Build Free Societies Throughout the World (Times Books/Henry Holt & Company: 2008).

(4)

Jika kita melihat perkembangan hingga saat ini, demokrasi di Thailand masih diwarnai dengan adanya supremasi militer dan kuatnya monarki. Ketiadaan musuh bersama dari luar selama beberapa dekade, nampaknya mendorong militer Thailand ingin masuk ke dalam kancah politik domestik. Hal ini ditambah dengan kondisi rapuhnya pemerintahan demokratis di bawah sipil. Kudeta militer tahun 2006 yang berujung pada intervensi militer dalam dunia politik menjadi pangkal instabilitas Thailand hingga saat ini. Meskipun bukan menjadi faktor tunggal, namun intervensi militer ini berdampak pada beberapa hal. Pertama, semakin meruncingnya friksi sosial-politik antara dua faksi utama dalam politik Thailand, yaitu masyarakat pedesaan yang proThaksin dan elite Bangkok yang terdiri dari militer, pihak kerajaan (monarki), dan birokrasi (ketiganya disebut holy trinity oleh Pavin Chachavalpongpun). Militer jelas berada di belakang elite Bangkok dan menggunakan kekuasaannya untuk berhadapan dengan kelompok masyarakat pedesaan. Akibatnya, proses politik di Thailand saat ini tak lebih dari perseteruan antara sekutu Thaksin dan kubu pemerintah yang didukung militer. Kedua, intervensi politik ke dalam dunia politik tidak hanya mengganggu pendalaman demokrasi di Thailand, tetapi juga semakin meningkatkan kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM dan pelemahan penegakan hukum, yang bisa dilihat dari kasus pembatasan berekspresi dan kekerasan di wilayah selatan Thailand.

Demokrasi memang adalah sesuatu yang baru bagi Thailand, baru berumur 30-an tahun sejak 1973, jika kita membandingkan dengan demokrasi Amerika yang sudah berumur 230-an tahun. Sehingga, belum fit antara sistem yang baru ini dengan tradisi atau kultur politik, di mana kudeta militer adalah sesuatu yang telah berurat berakar, demikian pula masih kuatnya pengaruh monarki. Kesenjangan antara tradisi dan sistem demokrasi inilah yang menyebabkan demokrasi di Thailand tidak berfungsi dengan baik dan Thailand masih membutuhkan waktu untuk mengkonsolidasikan demokrasinya.

(5)

Pada dasarnya, tidak ada demokrasi yang sempurna di dunia ini dan tidak ada rumusan demokrasi yang paling cocok yang bisa dipakai di setiap negara. Bahkan, Winston Churchill berujar “that democracy is the least bad of all the systems of government produced out of human experience” (dalam Hasan Wirajuda, 2004).8 Namun sejalan dengan komitmen Thailand dalam

ratifikasi ASEAN Charter untuk memperkuat demokrasi, mendorong good-governance dan aturan hukum serta mempromosikan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar, sudah seharusnya pemerintah Thailand bertanggung jawab dan berupaya untuk memperbaiki kondisi demokrasinya, meskipun itu harus melalui jalan panjang.

2.2. Demokrasi Ditentukan dari Jalanan

Perjalanan demokrasi Thailand menuju ke titik terendah. Pergantian pemerintahan tidak diputuskan melalui perdebatan yang seru di Parlemen, khususnya di Majelis Rendah (House of Representatives), melainkan diputuskan di jalan. Tepatnya, diputuskan melalui aksi unjuk rasa, atau aksi turun ke jalan, yang seakan-akan tidak berkesudahan. Bahkan, dalam minggu terakhir, aksi unjuk rasa pun dilakukan dengan menutup Bandar Udara Internasional Suvarnabhumi dan Bandar Udara Internasional Don Muang di Bangkok, Thailand.9 Dengan kata lain, orang yang

ingin menjatuhkan seorang PM tinggal mengerahkan massa ke jalan dan menuntut agar PM yang bersangkutan diganti atau diturunkan. Dan, itulah yang terjadi, setelah menggoyang dan menjatuhkan Perdana Menteri (PM) Samak Sundaravej (70), kini giliran PM Somchai Wongsawat (61) yang digoyang. Masih mempunyai hubungan yang erat dengan mantan PM Thaksin Shinawatra menjadi kata kunci dalam upaya menjatuhkan Somchai dari kedudukannya.

Kondisi yang menyedihkan ini membuat demokrasi Thailand yang berhasil dibangun kembali menyusul gerakan prodemokrasi berdarah pada tahun 1992, dan dipertahankan selama hampir 13 tahun, akhirnya berantakan. Setelah militer yang didukung oleh Raja Bhumibol Adulyadej menggulingkan PM Thaksin Shinawatra yang menang besar dalam pemilihan umum (pemilu) pada tahun 2006. Banyak yang menuduh kemenangan besar Thaksin dalam pemilu tersebut disebabkan oleh politik uang. Ia dianggap ”membeli” rakyat di pedesaan dengan menawarkan berbagai program bantuan pembangunan. Alih-alih menyelesaikannya melalui jalur Parlemen, oposisi memilih mengajak masyarakat turun ke jalan untuk berunjuk rasa dan mendesak Thaksin mundur. Merasa dirinya memiliki dukungan mayoritas rakyat, Thaksin agak

8 http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/politik-internasional/361-jalan-panjang-demokrasi-thailand-.html diakses pada tanggal 12 desember 2013 pada pukul 02.05 wib

(6)

lupa diri. Ia bahkan berani ”melawan” Raja Bhumibol Adulyadej yang memintanya mundur untuk menenangkan keadaan di dalam negeri yang makin memanas.

2.3. Demokrasi Di Balik Kudeta

Kudeta militer bukan barang baru di Thailand. Selama 74 tahun sejak monarki absolut diganti monarki konstitusional pada 1932, sudah ada 40 pergantian perdana menteri dengan 25 figur perdana menteri serta 25 kudeta dan percobaan kudeta. Jika dihitung 20 tahun terakhir sejak Prem Tinsulanonda hingga Thaksin, sudah ada 12 kali pergantian perdana menteri dengan delapan orang PM dan tujuh kudeta serta percobaan kudeta. Kudeta militer pertama di Thailand dilakukan oleh perwira-perwira Thai lulusan luar negeri pada 1932. Mereka berhasil mengakhiri sistem politik Thailand dari monarki absolut menjadi monarki konstitusional.10

Sejak itu percobaan kudeta seakan tak pernah berhenti. Thailand diguncang percobaan kudeta sebanyak 17 kali sampai kudeta yang terakhir pada 1991. Kudeta militer terakhir terjadi pada 1991, ketika Jenderal Sunthon Kongsomphong menggulingkan pemerintahan PM Chatchai Choonhavan. Sejak itu, militer Thailand berusaha menjaga jarak dengan kehidupan politik. Namun, krisis politik yang terjadi dalam setahun ini akhirnya memaksa militer kembali memasuki arena politik. Krisis politik yang mencuat di era Thaksin disulut aksi penjualan 49% saham Shin Corp kepada Temasek Holdings dari Singapura. Perusahaan tersebut dijual (dan keluarga Thaksin meraih keuntungan US$1,9 miliar) hanya dua hari setelah Pemerintah Thailand mengubah peraturan rasio kepemilikan saham perusahaan asing dari 25% menjadi 49%.11

Thaksin kemudian menjadi bulan-bulanan karena dituduh memperkaya diri sendiri. Sejak itu rakyat Thailand telah menyampaikan kecaman keras terhadap Thaksin dan menuduh dia berkhianat serta melakukan praktik perkoncoan dan korupsi. Gelombang aksi unjuk rasa menuntut pengunduran diri Thaksin kemudian melanda Thailand. Puncaknya pada 4 April 2006 lalu, Thaksin mengumumkan pengunduran dirinya. Namun, 23 Mei secara tiba-tiba Thaksin

10 Glassman, Jim (2010). The Provinces Elect Governments, Bangkok Overthrows Them: Urbanity, Class, and Post-Democracy

in Thailand.Urban Studies 47, Issue 6.

11

(7)

menyatakan kembali menjabat sebagai PM. Sejak kembalinya Thaksin, situasi politik di Thailand dilanda ketidakpastian. Berbagai persoalan mulai dari investasi yang tertunda hingga kasus korupsi dan narkoba melanda negeri itu dalam beberapa bulan terakhir. Situasi ini Jelas kudeta bukanlah jalan untuk memperbaiki kehidupan demokrasi suatu bangsa. Untuk menghindarinya jelas perlu beberapa syarat seperti rotasi yang rutin di tubuh militer sehingga mengurangi fanatisme figur, lalu kepentingan institusional untuk mempertahankan akses ekonomi dan politik juga harus selalu diwaspadai. membuat banyak pengamat berspekulasi bahwa militer Thailand akan tampil ke pentas politik guna mengambil alih kekuasaan dari Thaksin. Spekulasi ini berkali-kali dibantah oleh militer, namun spekulasi itu terbukti dan terjawab setelah militer melakukan kudeta di negeri tersebut.

2.3.Krisis Kepemimpinan Memperlambat Proses Demokrasi

Perselisihan dan persaingan politik tersebut pada hakikatnya tak membawa masyarakat Thailand pada kondisi riot seperti di Filipina ataupun Myanmar. Karena peran Raja tetap eksis sebagai simbol zaman keemasan Thailand dan sebagai pengayom masyarakat Thai. Setidaknya pandangan tersebut menjadikan masyarakat Thai sebagai masyarakat yang “tentram” tanpa ada pertumpahan darah sebagai akibat persaingan kaum elit tersebut.

Secara garis besar, ada beberapa karakteristik budaya politik Thailand, yaitu:

1. Otoritarianisme => budaya politik yang ada di Thailand cenderung mengarah pada otoritarianisme dimana kepemimpinan dipandang sebagai representasi dari dewa sehingga pelaksanaan perintah nyaris tanpa celah untuk dikritisi. Terlebih ini didukung dengan budaya patriakal dan paternalistik yang cenderung mengagungkan pemimpin sebagai “father” dalam keluarga yang punya wewenang dan kekuasaan atas keluarganya.

2. Patron Klien => kaum elit lebih mengedepankan kepentingan kelompoknya sendiri dari pada kepentingan untuk melayani rakyat. Sehingga karakter elit lebih pada “tuan yang diagungkan” dari pada “servant of people”. Hal ini berdampak pada hubungan antar elit atas kelompoknya lebih kuat daripada dengan rakyat.

(8)

4. Hirarkis => orang Thailand lebih mementingkan tingkatan status daripada pencapaian seseorang. Senioritas, strata sosial, kekayaan, menjadi faktor utama daripada prestasi seseorang. Hal ini kemudian yang mengarahkan masyarakat Thailand pada masyarakat yang unequal.

5. Tradisionalisme => masyarakat Thailand masih memegang kuat kepercayaan mistis dan tahayul serta kepercayaan pada nenek moyang. Hal ini membuat irasionalitas menjadi hal yang umum terjadi dalam menghadapi kehidupan (sifat konservatif).

6. Pasivitas => sifat tradisional dan percaya pada adanya hirarki serta takdir membuat masyarakat Thailand menjadi pasif dan tidak memiliki interestterhadap proses dan partisipasi politik.

7. Cinta Damai => hal ini tak lepas dari pengaruh agama Budha yang dianut orang Thailand yang mengajarkan ajara-ajaran cinta dan damai. Sehingga mereka lebih memilih untuk mengalah dalam rangka mencapai kedamaian bersama aripada konfrontasi yang berdampak pada ketidakdamaian. Sehingga tak heran manakala terjadi kudeta militer tidak sampai terjadi peristiwa berdarah. Karena selain peran Raja yang berpengaruh terhadap legitimasi kudeta tersebut, peran agama Budha yang cinta damai juga tak kalah pengaruhnya terhadap way of life masyarakat Thai.12

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa demokrasi yang ada di Thailand akan selalu mengalami dan menghadapi two face of dillema dan binarry opposition, yaitu di satu sisi nilai demokrasi berusaha diterapkan dan dijalankan dengan sepenuh hati namun disisi lain ada nilai-nilai tradisional yang berbenturan dengan paham demokrasi. Terlebih hal itu diperparah dengan persaingan politik antara kaum elit yang ada. Jadi, proses transisi menuju Demokrasi yang sesungguhnya sesuai dengan nilai-nilai liberalisme sangat panjang dan berliku yang musti dihadapi oleh Thailand.

Sebenarnya, aksi unjuk rasa besar-besaran seringkali ini melanda Thailand. Bahkan negara ini dipandang oleh masyarakat internasional sebagai salah satu negara yang paling sering dilanda kudeta militer. Dalam beberapa tahun belakangan, Thailand begitu sering dirundung masalah kepemimpinan. Semenjak runtuhnya pemerintahan Thaksin pada 19 September 2006

(9)

lalu, pemerintahan di Thailand seolah tidak pernah mendapat ketenteraman. Thaksin sendiri merupakan salah satu korban kudeta militer yang dilakukan oleh Junta militer pimpinan Jenderal Surayud Chulanon. Sebenarnya, tradisi kudeta yang sering melanda Thailand sudah lama berlalu. Kudeta terakhir yang pernah terjadi sebenarnya sudah berlalu sekitar 15 tahun lalu. Namun demikian, ternyata upaya untuk melakukan kudeta militer belum sirna dari pemikiran para pimpinan militer disana.

Pada saat penggulingan pemerintahan Thaksin, dirinya dianggap sangat korup dan hanya menyengsarakan rakyat. Oleh sebab itu, maka dianggap tidak ada urgensinya untuk mempertahankan pemerintahan yang demikian, karena akan membawa petaka bagi rakyat negeri gajah putih itu. Lantas untuk meyakinkan rakyat atas tindakannya itu, Surayud berjanji bahwa selambat-lambatnya pada akhir 2007 akan menyelenggarakan pemilihan umum yang jujur dan adil. Nampaknya Surayud ingin memberikan keyakinan pada masyarakat Thailand bahwa hanya melalui pemilu yang jujur dan adilahh, maka akan terbentuk sebuah pemerintahan tetap yang demokratis.13

Memang apa yang dijanjikan oleh Surayud, kemudian dapat diwujudnyatakan. Pemilupun dilaksanakan untuk memilih pemimpin Negara tersebut. Dalam pemilu tersebut, partai Samak Sundaravej, Partai Kekuatan Rakyat (PPP) berhasil memenangkan pertarungan demokrasi kala itu. Sementara Samak sendiri merupakan politisi yang juga merupakan mantan Gubernur Bangkok dan selama ini dianggap selalu memihak pada militer. Dengan realita tersebut, maka masyarakat Thailand juga mengklaim bahwa sebenarnya pemerintahan di bawah kepemimpinan Samak akan tetap pro militer. Apalagi bila mengingat track recordnya yang merupakan pendukung utama atas tindakan para militer saat terjadinya kudeta pada tahun 1992 lalu.

Sebagai konsekuensinya, maka pemerintahannya pun terus digoyang oleh aksi-aksi unjuk rasa untuk menggulingkannya. Para pengunjuk rasa yang tergabung dalam beberapa partai politik di bawah payung Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) terus berupaya untuk menyingkirkan Samak dari pemerintahan. Bahkan dalam beberapa aksinya, para demonstran sempat menduduki kantor Perdana Menteri dan sejumlah kantor pemerintah di jantung Bangkok. Pada saat itu, Samak sempat bertahan karena beliau menganggap bahwa pemerintahannya adalah

13

(10)

pemerintahan yang dipilih secara demokratis. Sehingga mereka merasa bahwa di bawah kepemimpinannya, pemerintahan tetap layak untuk dijalankan.

Namun ternyata tidak semua pemerintahan yang dipilih secara demokratis tetap memperoleh pengakuan dari rakyat sampai akhir masa periodenya. Pada perjalanan selanjutnya, Samak tidak bisa bertahan. Ketika pertahanan Samak semakin kuat, seiring dengan hal itu pula, kekuatan dan semangat para demonstran justru semakin menjadi-jadi. Rakyat yang dulunya memilihnya secara demokratis, ternyata telah berubah menjadi musuhnya. Berbagai rentetan peristiwa demokrasi di Thailand selama ini cukup menunjukkan bahwa demokrasi di negeri gajah putih tersebut saat ini sedang berada dalam babak yang sangat krusial.14 Dalam situasi yang

demikian, Perdana Menteri Yingluck Shinawatra diharapkan mampu memberikan pencerahan kepada para pengunjuk rasa agar kemudian tidak melahirkan gejolak yang lebih besar. Sebab bagaimanapun, aksi unjuk rasa yang sudah menjurus pada tindakan anarkhis seperti yang melanda Thailand belakangan ini hanya akan menimbulkan dampak negative bagi Thailand sendiri. Di sinilah dibutuhkan kepiawaian Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dalam mengelola kekuasaan serta mengendalikan situasi politik yang penuh instabilitas di Thailand.

(11)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. Kesimpulan

Demokrasi di Thailand sejatinya hanyalah demokrasi procedural yang di tafsirkan secara mayoritas mengabaikan kelompok particular dalam sebuah Negara, sehingga demokrasi Thailand tidak menjawab subtansi demokrasi, sehingga peluang yang perlu dilakukan adalah otonomi khusus demokrasi bagi kelompok particular yang membebaskan dan setara dengan masyarakat

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ade M, Wiransanjaya “Negara, pasar dan Labirin Demokrasi” bag.2. Munculnya elit produksionis. Hal.103

Diamond, Larry, The Spirit of Democracy The Struggle to Build Free Societies Throughout the World (Times Books/Henry Holt & Company: 2008).

Glassman, Jim (2010). The Provinces Elect Governments, Bangkok Overthrows Them: Urbanity, Class, and Post-Democracy in Thailand.Urban Studies 47, Issue 6.

Janpatar Simamora, SH., MH “Instabilitas Politik Negeri Gajah Putih”Dosen Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan; Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran Bandung.

Prof.DR.Bambang Cipto.Ma,Slide Matakuliah Demokrasi Pertemuan Pertama.

Jurnal:

Basis Susilo, Dosen Hubungan Internasional dan Dekan FISIP Universitas Airlangga “Pemilu dan Konsolidasi Demokrasi Thailand”Jurnal.Pdf.

Surat Kabar Online:

www.pekemas.org di akses pada tanggal 9 desember 2013 pada pukul 02.20 wib

http://id.wikipedia.org/wiki/Thailand diakses pada tanggal 9 desember 2013 pada pukul 02.20 wib

http://politik.kompasiana.com/2010/05/21/manajemen-anti-kudeta-di-thailand-belajar-dari-indonesia-146693.html di akses pada tanggal 12 desember 2013 pada pukul 02.05 wib

http://nasional.kompas.com/read/2008/11/30/01353737 diakses pada tanggal 12 desember 2013 pada pukul 02.05 wib

http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/politik-internasional/361-jalan-panjang-demokrasi-thailand-.html diakses pada tanggal 12 desember 2013 pada pukul 02.05 wib

(13)

Blog Pribadi:

http://dwinitatanisiamurbarani.blogspot.com/2013/08/budaya-politik-di-negara-berkembang.html

diakses pada tanggal 13 desember 2013 pada pukul 02.30 wib

Referensi

Dokumen terkait

Lebih lanjut, penelitian ini dibatasi menjadi lima submasalah penelitian atas dasar pendapat Kluckhon yakni hakikat hidup manusia, hakikat karya manusia, hakikat

kesejahteraan rakyat yang diantaranya meliputi aspek ekonomi dan Pendidikan oleh pemerintah dewasa ini belum menunjukan hasil sesuai yang diharapkan rakyat Indonesia

Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa motivasi kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan dengan kinerja guru, maka disarankan kepada:.. 5.2.1

Guru pamong Teknik Elektronika, Dra. Mardiyah mempunyai kemampuan yang baik dalam melakukan pembelajaran di kelas. Karena pengalaman dalam mengajar yang cukup lama

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja,

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul: ANALISIS KESESUAIAN ANTARA SINGLE TUNED FILTER

saudaraku, sesungguhnya engkau adalah bagian dari kami yang. engkau t elah ket ahui sendiri kedudukan mu didalam nasab

Atas dasar urain tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : korelasi antara indeks massa tubuh, daya ledak otot lengan, daya ledak otot togok dan