• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PERGERAKAN POLITIK DI INDON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERKEMBANGAN PERGERAKAN POLITIK DI INDON"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN PERGERAKAN POLITIK DI

INDONESIA

PENDAHULUAN

Secara konseptual, komponen-komponen pokok yang ada di dalam pembangunan politik adalah bahwa pemerintah kita harus selalu mampu menanggapi setiap perubahan yang ada dalam masyarakat, sebab suprastruktur dan infrastruktur politik yang ada memang efektif dan berfungsi secara optimal, yang kesemuanya didukung oleh warga negara yang dinamis dan berada dalam naungan persamaan hukum dan perundang-undangan.

Pencapaian hal-hal tersebut biasanya selalu akan menimbulkan permasalahan yang menyangkut identitas (jati diri) bangsa, legitimasi kekuasaan, partisipasi anggota masyarakat, serta menyangkut pemerataan hasil-hasil pembangunan melalui sistem yang efektif yang menjangkau keseluruh lapisan masyarakat. Setiap kali kita berhasil mengatasi suatu permasalahan tersebut maka berarti kita “maju” di dalam melakukan pembangunan politik di dalam mengembangkan sistem demokrasi.

(2)

PEMBAHASAN

1. TEORI PERUBAHAN POLITIK

Teori-teori baru mengenai perubahan politik dapat dibedakan dari pendekatan-pendekatan dahulu berdasarkan beberapa ciri. Pertama, perubahan politik yang terjadi pada setiap taraf pembangunan. Kedua, kerangka-kerangka tersebut tidak banyak berkaitan dengan proses modernisasi. Ketiga, variabel yang berhubungan dengan teori sebagian besar bersifat politik. Keempat, kerangka-kerangka itu cukup flexibel untuk menampung perubahan-perubahan politik baik dari lingkungan dalam negeri ataupun lingkungan luar negeri. Kelima, pada umumnya teori-teori itu lebih kompleks daripada teori-teori modernisasi politik dan pembangunan politik1.

Huntington dalam bukunya yang berjudul Political Order in Changing Societies yang terbit pada tahun 1968 menjelaskan bahwa fokus utama perubahan politik adalah hubungan antara partisipasi politik dan pelembagaan politik. Hubungan diantara kedua unsur tersebutlah yang mempengaruhi stabilitas sistem politik2. Hal ini disebabkan karena kadar

dari sebuah partisipasi politik yang diberikan oleh suatu masyarakat berkaitan erat terhadap legitimasi yang diperoleh lembaga-lembaga politiknya. Apabila partisipasi yang dimaksud dalam bentuk dukungan, maka hal itu menunjukan bahwa kelembagaan politik tersebut memiliki tingkat kepercayaan yang baik. Begitu juga sebaliknya, jika partisipasi politik tersebut dalam bentuk kritikan, maka kelembagaan politik tersebut tidak mendapat respon yang baik dalam masyarakat.

1 Sammuel P. Huntington. Perubahan ke Arah Perubahan: Modernisasi Pembangunan dan

Politik dalam Pembangunan Politik dan Perubahan Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991. Hal. 109.

2 Sammuel P. Huntington. Political Order in Changing Societies. Yale University Press,

(3)

Analisa mengenai perubahan politik pertama-tama dapat diarahkan pada perubahan-perubahan sederhana mengenai kekuasaan dan unsur-unsur dari sebuah sistem politik. Hal tersebut dapat meliputi perubahan mengenai gaya pemerintahan yang dipakai, sistem pemerintahan yang diterapkan dan segala bentuk lembaga-lembaga politik yang tersinkronisasi dalam sebuah sistem politik. Namun, fokus dari perubahan politik bukanlah semata-mata terfokus pada perubahan kekuasaan. Melainkan yang lebih penting adalah permasaalahan hubungan yang ditimbulkan antara perubahan perubahan kekuasaaan masing-masing komponen dan unsur dengan perubahan dalam isinya.

Perubahan politik dapat di klasifikasikan berdasarkan dua tingkatan. Pertama, Laju ruang lingkup dan arah perubahan sebuah komponen dapat dibandingkan dengan laju dan ruang lingkup komponen lainnya. Sebuah bentuk perbandingan yang demikian dapat menjelaskan pola-pola stabilitas dan kegoncangan dalam sistem poltiik. Sehingga jangkauan sebuah komponen berhubungan dengan perubahan atau tiadanya perubahan pada komponen lainnya. Misalnya kultur dan suatu sistem politik mungkin bisa dipandang sebagai hal yang lebih penting dibandingkan kelompok, pemimpin dan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan.

Tingkatan kedua dari analisa perubahan politik adalah perubahan kekuasaan dari suatu unsur dalam sebuah komponen pada suatu sistem dapat dibandingkan denngan unsur-unsur lain dari komponen yang sama. Hal ini dapat meliputi analisa mengenai bangkit redupnya ideologi dan kepercayaan, lembaga dan kelompok, pemimpin dan kebijaksanaan serta unsur-unsur yang terdapat dalam komponen tersebut yang telah mengalami perubahan. Hal ini berarti menyangkut kajian sebuah unsur-unsur tersebut yang bersifat dinamis sehingga harus terus dipantau perubahan-perubahannya3.

Perubahan politik merupakan salah satu varian dari gejala perubahan sosial. Perubahan politik senantiasa akan membawa suatu perubahan

(4)

pada sebuah sistem sosial dalam sebuah kelompok masyarakat atau negara. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Kingsley Davis menjelaskan perubahan sosial merupakan perubahan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Karena perubahan tersebut bersinggungan dengan fungsi masyarakat, Davis mengemukakan bahwa perubahan tersebut dapat menyebabkan perubahan dalam organisasi ekonomi maupun politik. Pengertian lain mengenai perubahan sosial dikemukakan oleh Mac Iver yang mendefenisikan perubahan perubahan sosial sebagai hubungan dalam perubahan sosial [social relations] atau perubahan terhadap keseimbangan [equilibrium] dalam hubungan sosial.4

Hubungan sosial yang dimaksud merupakan hubungan antar individu ataupun kelompok dalam kehidupan bernegara. Johnson mengatakan perubahan sosial ditandai oleh empat hal penting, yaitu5:

a) Hilangnya kepercayaan terhadap institusi-institusi sosial yang mapan terutama lembaga-lembaga ekonomi dan politik; Indonesia yang dipengaruhi oleh keberadaan komunisme, maka apa yang dijelaskan oleh Johnson tersebut mengarah kepada bagaimana institusi-institusi sosial yang berhaluan komunis tidak lagi mendapat kepercayaan dari masyarakat dan justru mendapat kecaman keras dari masyarakat itu sendiri. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi yang berideologi komunis tersebut dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial di Indonesia. Menurut Mooris Ginsberg [1984] sebab-sebab terjadinya perubahan sosial adalah sebagai berikut:

a) Keinginan individu dalam masyarakat untuk secara sadar mengadakan perubahan;

4 Soemardjan Selo dan Soeleman Soemardi. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta :

Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 1974. Hal.23.

(5)

b) Sikap pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah; c) Perubahan-perubahan struktural dalam bidang sosial, ekonomi, dan

politik;

d) Pengaruh eksternal;

e) Meunculnya pribadi-pribadi dan kelompok yang menonjol dalam masyarakat;

f) Munculnya peristiwa-peristiwa tertentu, seperti: kekalahan perang ataupun kekalahan sebuah kekuatan politik terhadap kekuatan politik yang lainnya;

g) Tercapainya konsensus dalam masyarakat untuk meraih suatu tujuan bersama.

Perubahan sosial juga ada yang sifatnya dikehendaki [intended change] atau perubahan yang direncanakan [planed change] dan perubahan yang tidak dikehendaki [unintended change] atau perubahan yang tidak direncanakan [unplanned change]. 6Perubahan yang

dikehendaki merupakan perubahan yang sebelumnya telah direncanakan dengan baik dan yang menjadi kemauan dari masyarakat. Perubahan yang tidak dikehendaki merupakan perubahan yang terjadi secara spontan dan tidak ada rencana sebelumnya untuk melakukan sebuah perubahan. Dengan kata lain masyarakat sebelumnya tidak menyadari bahwa akan terjadi sebuah perubahan dalam kehidupan mereka.

Perubahan politik merupakan salah satu bentuk dari sebuah perubahan sosial. Biasanya sebuah gejala perubahan sosial akan menjadi sebuah faktor bagi terjadinya sebuah perubahan politik. Jadi pembahasan mengenai perubahan sosial sangat dibutukan dalam menganalisa sebuah prubahan politik. 7Hal ini diperlukan untuk melihat gejala-gejala sosial

seperti apa yang mempengaruhi sebuah perubahan sosial yang kemudian menjadi faktor bagi terjadinya sebuah perubahan politik.

2. PERGERAKAN POLITIK KOLONIAL A. Pemerintah Belanda

6Ibid, Hal. 60.

7 Charles F. Andrian. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial, Yogyakarta, Tiara Wacana.

(6)

Menjelang akhir abad ke-19, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat kolonial yang serba terbelakang. Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran dalam segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun pendidikan.

Dalam bidang politik, dilihat dari Pemerintahan. Semua jabatan-jabatan penting berada di tangan bangsa asing, sedangkan bangsa Indonesia hanya menduduki jabatan-jabatan rendah, selain itu pihak penjajah selalu menanamkan benih-benih perpecahan dengan menjalankan politik devide et impera.

Dalam bidang ekonomi, keadaan bangsa Indonesia sangat menderita karena rendahnya pendapatan yang diperoleh oleh rakyat Indonesia, dengan bekerja sebagai buruh upah pada perkebunan-perkebunan milik swasta. Rakyat dipaksa untuk meningkatkan produksi, sedangkan dalam lingkungan ekonomi tradisional, masyarakat Indonesia hanya mengenal perusahaan rumah atau kerajinan tangan sehingga tidak ada keterampilan yang berkembang.

Dalam bidang budaya, kaum penjajah berhasil memasukkan nilai-nilai budaya asing, sehingga mengakibatkan merosotnya beberapa budaya Indonesia dan hampir kehilangan kepribadiannya.

Dalam bidang pendidikan, pihak penjajah tidak memperhatikan kepentingan Pendidikan bagi bangsa Indonesia, sehingga pada umumnya rakyat Indonesia tidak pandai membaca dan menulis. Sedangkan kesempatan pendidikan hanya diberikan kepada anak-anak kaum bangsawan, pegawai negeri, anak-anak yang berstatus sosial tinggi.

Kesemuanya merupakan akibat langsung dari politik kolonial Belanda. Indonesia dijadikan objek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi penjajah, sistem tanam paksa berkembang sebagai suatu usaha berskala tinggi dengan mengidentifikasikan Pemerintah sebagai pengusaha dengan Nederlandsche Handels Schappij

(7)

Program dari berbagai golongan politik semuanya dan secara serentak menitikberatkan tanggung jawab moril dalam melaksanakan politik kolonial. Kesadaran akan tujuan kolonial ini diperkuat oleh masalah-masalah yang timbul pada dasa warsa terakhir abad ke-19, yaitu masalah keuangan bersama antara Indonesia dan Belanda, masalah kemiskinan rakyat yang berlawanan dengan kemajuan industri perkebunan. Politik baru yang kemudian diperjuangkan terutama bertujuan untuk mengadakan desentralisasi rakyat yang kemudian politik ini dengan nama politik etis.

B. Pemerintah Jepang

Masa pendudukan Jepang merupakan periode yang penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Pendudukan Jepang di Indonesia ditujukan untuk mewujudkan Persemakmuran Bersama Asia Timur Raya. erakan invasi militer Jepang cepat merambah ke kawasan Asia Tenggara. Pada bulan Januari-Februari 1942, Jepang menduduki Filipina, Tarakan (Kalimantan Timur), Balikpapan, Pontianak, dan Samarinda. Pada bulan Februari 1942 Jepang berhasil menguasai Palembang. Pada tanggal 1 Maret 1942 Jepang berhasil mendarat di Jawa yaitu Teluk Banten, di Eretan (Jawa Barat), dan di Kragan (Jawa Timur). Pada tanggal 5 Maret 1942 kota Batavia jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda secara resmi menyerah kepada Jepang.

Politik imperialisme Jepang di Indonesia berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam dan manusia. Jepang melakukan eksploitasi sampai tingkat pedesaan. Dengan berbagai cara, Jepang menguras kekayaan alam dan tenaga rakyat melalui janji-janji maupun kekerasan.

Pada masa awal pendudukan, Jepang menyebarkan propaganda yang menarik. Sikap Jepang pada awalnya menunjukkan kelunakan, misalnya:

 mengizinkan bendera Merah Putih dikibarkan di samping bendera

(8)

 melarang penggunaan bahasa Belanda;

 mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan

sehari-hari; dan

 mengizinkan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Kebijakan Jepang yang lunak ternyata tidak berjalan lama. Jenderal Imamura mengubah semua kebijakannya. Kegiatan politik dilarang dan semua organisasi politik yang ada dibubarkan. Sebagai gantinya Jepang membentuk organisasi-organisasi baru. Tentunya untuk kepentingan Jepang itu sendiri. Organisasi-organisasi yang didirikan Jepang antara lain Gerakan Tiga A, Putera, dan Jawa Hokokai.

Gerakan Tiga A

Gerakan Tiga A dibentuk pada bulan Maret 1942 dan diketuai oleh Mr. Syamsuddin. Gerakan Tiga A terdiri dari Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Tujuan gerakan ini adalah untuk menghimpun potensi bangsa guna kemakmuran bersama. Ternyata Gerakan Tiga A tidak berumur lama karena dirasa kurang efektif oleh Jepang sehingga dibubarkan, sebagai gantinya dibentuk Putera (Pusat Tenaga Rakyat).

Pusat Tenaga Rakyat (Putera)

Pada tanggal 1 Maret 1943 Jepang membentuk Putera. Gerakan ini dipimpin oleh tokoh empat serangkai yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.

(9)

Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)

Pada bulan Maret 1944 pemerintah Jepang membentuk Jawa Hokokai. Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah sehingga pucuk kepemimpinan langsung dipegang oleh Gunseikan. Himpunan ini mempunyai tiga dasar yaitu mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bukti. Jawa Hokokai mempunyai tugas antara lain mengerahkan rakyat untuk mengumpulkan padi, besi tua, pajak, dan menanam jarak sebagai bahan baku pelumas untuk Jepang. Pada tanggal 5 September 1943 membentuk Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan) atas anjuran Perdana Menteri Hideki Tojo. Ketua Cuo Sangi In dipegang oleh Ir. Soekarno. Tugas badan ini adalah mengajukan usul kepada pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah mengenai tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah militer.

3. PERGERAKAN POLITIK PRA KEMERDEKAAN

Politik etis yang dijalankan oleh Belanda telah memungkinkan masuknnya ide-ide Barat ke Indonesia yang membawa pembaharuan-pembaharuan di segala bidang, terutama di dalam agama Islam. Disamping itu faktor luar negeri antara lain memasukan gagasan nasionalisme modernisasi di beberapa negara Asia. Karena pengaruh gagasan-gagasan modern tersebut, anggota elite nasional menyadari bahwa perjuangan untuk memajukan bangsa Indonesia harus dilakukan dengan menggunakan organisasi modern, baik dalam pendidikan, perjuangan politik, maupun perjuangan sosial budaya yang dilakukan secara organisasi.

Berdasarkan pandangan yang demikian, beberapa pemimpin dalam masyrakat mulai menggerakan pemuda-pemuda, khususnya kaum terpelajar untuk mengorganisasikan diri baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

(10)

pikiran kaum elit untuk mencari jalan untuk usaha meningkatkan derajat bangsa Indonesia yang nampaknya hanya dapat dilakukan dengan memperluas pengajaran. Bertemunya dr. Wahidin dengan pemuda STOVIA, Jakarta pada akhir tahun 1907, ternyata keduanya mempunyai gagasan yang sama. Pertemuan tersebut mendorong hasrat untuk melaksanakan cita-cita yang sesungguhnya sudah mulai bersemi dalam pikiran pelajar STOVIA.

Pada masa awal pergerakan nasional yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908. 8 Menurut sejawaran yang ada di Indonesia

maupun luar negeri, Budi Utomo merupakan mercusuar bagi pergerakan nasional Indonesia. Walaupun akhir-akhir ini mulai muncul penafsiran baru. Tafsir baru itu antara lain menyatakan bahwa pergerakan nasional sudah ada dan dimulai sejak Sarekat Islam, yang faktanya lebih dulu ada dan bersifat massa bila dibandingkan dengan Budi Utomo yang hanya menjadi menarik, dengan demikian dialog antara sejarawan dan sejarah akan terus menarik untuk dikaji dan diikuti. Demikian halnya dengan melihat sejarah terutama peran pemuda akan menarik, karena di mana ada gerakan perubahan, maka dapat dipastikan ada unsur pemuda di dalamnya. Tanpa pretensi untuk mengecilkan peran dari kelompokkelompok lain dalam masyarakat yang juga turut serta di dalam gerakan perubahan. Perhimpuanan Indonesia bergerak dalam menuntut perubahan walaupun mereka sedang belajar dan berada di Belanda.10

8 M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

2005. hal.249-251.

9 J.D. Legge (terj). Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan: Peranan Kelompok

Syahrir. Jakarta. Pustaka Utama Grafiti. 1993. hal.23-67.

10 Akira Nagazumi (peny). Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang (Perubahan

(11)

Kecintaan mereka terhadap tanah air yang membuat mereka terus bergerak.

Di kalangan pemuda terdapat gerakan Tri Koro Darmo, Jong Java, Jong Celebes Bond, Jong Sumatra Bond, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia, dan Indonesia Muda. Pada tanggal 30 April 1926 mereka mengadakan Konggres Pemuda I di Jakarta. Dalam konggres dihasilkan keputusan untuk mengadakan Konggres Pemuda Indonesia II, dan semua perkumpulan pemuda agar bersatu dalam satu organisasi pemuda Indonesia. Kemudian Konggres Pemuda II diadakan tanggal 27-28 Oktober 1928, disepakati tiga keputasan pokok yaitu11: 1) Dibentuknya suatu badan fusi untuk semua

organisasi pemuda. 2) Menentapkan ikrar pemuda Indonesia bahwa mereka: a) Mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. b) Mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. c) Menjunjung bahasa yang satu, bahasa Indonesia. 3) Asas ini wajib dipakai oleh semua perkumpulan di Indonesia. Hasil ini menjadi pondasi bagi persatuan Indonesia. Lagu yang berjudul Indonesia Raya karangan Wage Rudolf Supratman yang dikumandangkan membangkitkan semangat para pesertanya. Dan Sumpah Pemuda tiada lain adalah ungkapan sejarah manusia Indonesia.12

Berdasar pada sejarah, pemuda merupakan unsur yang menarik dan esensial dalam suatu gerakan perubahan, maka menarik untuk dikaji. Karena di dalam jiwa pemuda terdapat kerelaan berkorban demi cita-cita. Di dalam pemuda terdapat api idealisme yang tidak menuntut balasan, baik berupa uang atau kedudukan. Di dalam pemuda terdapat semangat yang selalu membara. Bersama pemuda kita menentang segala kekuasaan yang tiran. Bersama pemuda, kapal yang bernama Indonesia akan ditentukan maju, diam atau tenggelam.

4. PERGERAKAN POLITIK PASCA KEMERDEKAAN

11 R.Z. Leirissa dkk. Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda. Jakarta. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. hal. 26.

12 Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta. Bunga Rampai Sumpah Pemuda. Jakarta.

(12)

Maklumat Politik 3 November 1945, yang dikeluarkan oleh Moh. Hatta, hadir sebagai sebuah peraturan dari pemerintah Indonesia yang bertujuan mengakomodasi suara rakyat yang majemuk. Akibatnya, munculah partai-partai politik dengan berbagai ideologi. Partai-partai-partai politik tersebut mempunyai arah dan metode pergerakan yang berbeda-beda. Di antaranya adalah partai politik berhaluan nasionalis, yaitu PNI penggabungan dari Partai Rakyat Indonesia, Serikat Rakyat Indonesia, dan Gabungan Republik Indonesia yang berdiri pada 29 Januari 1946, dipimpin oleh Sidik Djojosukaro. Kemunculan partai-partai berhaluan sosialis-komunis pada awalnya merupakan bentuk pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Namun, seiring perkembangannya, partai ini menerapkan cara revolusioner yang tidak dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.

Dilatarbelakangi oleh berbagai situasi negara yang genting, seperti keadaan Jakarta di awal 1946, yang sangat rawan oleh teror dan intimidasi pihak asing , mengharuskan para petinggi bangsa untuk memindahkan ibu kota negara ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 untuk sementara waktu.

Pada dasarnya, posisi wewenang KNIP dikukuhkan melalui Maklumat X, 16 Oktober 1945, yang memberikan kuasa legislatif terhadap badan tersebut. Dengan maklumat itu, KNIP yang dibentuk pada 22 Agustus 1945, berposisi seperti layaknya Dewan Perwakilan Rakyat untuk sementara waktu sebelum dilaksanakannya pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang sebenarnya. Tugas Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) adalah membantu dan menjadi pengawas kinerja presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan. KNIP mempunyai kuasa untuk memberikan usulan kebijakan kepada presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

(13)

Terdapatnya keragaman ideologi yang terbagi ke dalam golongan nasionalis, agama, dan sosialis-komunis pada era awal kemerdekaan ternyata mengandung implikasi yang signifikan terhadap struktur kepemimpinan negara. Perubahan otoritas KNIP dan munculnya berbagai partai politik di Indonesia menjadi dua katalisator utama terhadap perubahan struktur kekuasaan pemerintahan. Naiknya Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri Indonesia juga memiliki andil dalam perubahan itu.

Lembaga Kepresidenan sendiri telah dibentuk pada 2 September 1945, pada kesempatan itu, Presiden Soekarno membentuk susunan kabinet sebagai pelaksana eksekutif dari lembaga kepresidenan Indonesia. Hal itu merupakan manifestasi dari penguatan lembaga kepresidenan untuk dapat melaksanakan tugas negara dengan optimal.

Susunan kabinet yang dibentuk pada 2 September 1945, pada dasarnya, mencerminkan komposisi yang mewakili keragaman ideologi di Indonesia. Meskipun partai-partai politik baru bermunculan, setelah dikeluarkannya Maklumat 3 November 1945, kondisi keragaman ideologi ini telah berperan besar dalam susunan lembaga kepresidenan negara.

5. PERGERAKAN POLITIK ORDE LAMA

Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya.

(14)

“tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Maka problema dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang pada waktu itu bukan masalah-masalah yang bersifat ideologis politik yang penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul penamaan sebagai suatu bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan “Demokrasi Pancasila”.

Berbagai “Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive” (berlebihan) baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie).

Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama 10 tahun dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa :

(15)

b) Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.

Oleh karena konflik antara Pancasila dengan theokratis Islam fundamentalis itu telah mengancam kelangsungan hidup Negara Pancasila 17 Agustus 1945, maka terjadilah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dengan tujuan kembali ke UUD 1945 yang kemudian menjadi dialog Nasional yang seru antara yang Pro dan yang Kontra. Yang Pro memandang dari kacamata politik, sedangkan yang Kontra dari kacamata Yuridis Konstitusional.

Akhirnya memang masalah Dekrit Presiden tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah Orde Baru, sehingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kelak dijadikan salah satu sumber hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada perang revolusi yang berlangsung tahun 1960-1965, yang sebenarnya juga merupakan prolog dari pemberontakan Gestapu/PKI pada tahun 1965, telah memberikan pelajaran-pelajaran politik yang sangat berharga walau harus kita bayar dengan biaya tinggi.

6. PERGERAKAN POLITIK ORDE BARU

Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh.

(16)

adalah mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru.

Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :

a) Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama;

b) Konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.

Secara umum, elemen-elemen penting yang terlibat dalam perumusan konsensus nasional antara lain pemerintah, TNI dan beberapa organisasi massa. Konsensus ini kemudian dituangkan kedalam TAP MPRS No. XX/1966, sejak itu konsensus nasional memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia.

(17)

kembali partainya yang telah dibekukan pemerintah Orde Lama, pemerintah memberi izin dengan dua syarat. Pertama, tokoh-tokoh lama tidak boleh duduk dalam kepengurusan partai. Kedua, masyumi harus mengganti nama sehingga terkesan sebagai partai baru.

Pada Pemilu 1971 partai-partai politik disaring melalui verifikasi hingga tinggal sepuluh partai politik yang dinilai memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilu. Dalam pemilu kali ini didapati Golongan Karya (Golkar) menjadi peserta pemilu. Pada mulanya Golkar merupakan gabungan dari berbagai macam organisasi fungsional dan kekaryaan, yang kemudian pula pada 20 Oktober 1984 mendirikan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Tujuannya antara lain memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok fungsional dan mengkoordinir mereka dalam front nasional. Sekber Golkar ini merupakan organisasi besar yang dikonsolidasikan dalam kelompok-kelompok induk organisasi seperti SOKSI, KOSGORO, MKGR dan lainnya sebagai “Political Battle Unit “ rezim orde baru.

Pasca pemilu 1971 muncul kembali ide-ide penyederhanaan partai yang dilandasi penilaian hal tersebut harus dilakukan karena partai politik selalu menjadi sumber yang mengganggu stabilitas, gagasan ini menimbulkan sikap Pro dan Kontra karena dianggap membatasi atau mengekang aspirasi politik dan membentuk partai-partai hanya kedalam golongan nasional, spiritual dan karya.

Pada tahun 1973 konsep penyederhanaan partai (Konsep Fusi) sudah dapat diterima oleh partai-partai yang ada dan dikukuhkan melalui Undang-Undang No. 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan, sistem fusi ini berlangsung hingga lima kali Pemilu selama pemerintahan orde baru (1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997).

7. PERGERAKAN POLITIK REFORMASI

(18)

perubahan-perubahan politik sehingga sistem politik Indonesia menjadi lebih Demokratis. Praktik-praktik yang tidak demokratis dihilangkan dengan melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundangan-undangan.

Undang-Undang Politik baru dan bersifat lebih demokrasi dikeluarkan pada awal 1999 dan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah yang lebih demokratis dikeluarkan pada pertengahan tahun yang sama, Undang-Undang Politik baru menghasilkan PEMILU 1999 yang dianggap sebagai pemilu yang demokratis yang mendapat pujian dari dunia Internasional.

(19)

PENUTUP

Sejarah telah membuktikan bahwa pemuda telah berbuat, namun tantangan terus datang, dari dalam dan luar negeri. Pemuda harus belajar dari sejarah agar memiliki jati diri dan memiliki dasar yang kuat, dan agar mengetahui dari mana perubahan harus diusahakan. Setelah itu, sebagai lokomotif perubahan pemuda siap bergerak.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, Cindy. 1966. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.

Arbi Sanit. 1981. Sistim Politik Indonesia. Jakarta: Penerbit CV Rajawali.

Baskara T. Wardaya (ed). 2001. Menuju Demokrasi. Politik Indonesia dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: Gramedia.

Cribb, Robert (ed). 1991. The Indonesian Killings 1965-1966: Studies from Java and Bali. Asutralia: Center of Southeast Asian Studies.

Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jilid 12. 1990. Jakarta: PT Cipta Adipustaka.

Soe Hok Gie. 2005. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES.

Hering, Bob. 2002. Soekarno: Founding Father of Indonesia (1901-1945). Leiden: KITLV.

(21)

---. 1993. (terj). Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan: Peranan Kelompok Syahrir. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Leirissa, R.Z. dkk. 1989. Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mangun Wijaya, Y.B. 1998. Menuju Republik Indonesia Serikat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Maxwell, John. 2005. Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Nagazumi, Akira (peny). 1986. Indonesia dalam Kajian Sarjana Jepang (Perubahan Sosial Ekonomi Abad XIX & XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Pamoe Rahardjo dan Islah Gusmian (peny). 2002. Bung Karno dan Pancasila. Menuju Revolusi Nasional.Yogyakarta: Galang Press.

Ricklefs, M.C. 2005.Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sartono Kartodirdjo. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional. Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Jakarta: PT Gramedia.

Sukarno. 1951. Indonesia Menggugat (Pembelaan Bung Karno di Muka Hakim Kolonial). Jakarta: S.K. Seno.

Sularto, St. 2001. Dialog dengan Sejarah. Soekarno Seratus Tahun. Jakarta: Kompas.

Referensi

Dokumen terkait

On the academic note, the main purpose of this PhD thesis is to show that the subjects of the principle of Free, Prior and Informed Consent FPIC, and Corporate Social

(3) Perbekalan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan semua bahan dan peralatan medik yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil,

Dari data diatas dapat dilihat hasil cluster pertama terbentuk dengan tiitk pusat cluster sebesar 183.07, ini menunjukkan bahwa anggota dalam cluster tersebut

Yaitu suatu gerakan atau variasi yang menunjukan arah perkembangan secara umum (kecenderungan menaik atau menurun) dan bertahan dalam jangka waktu yang digunakan

Material komposit berbahan dasar UFAS dari sekam padi sebagai pengganti kayu untuk pembuatan kerajinan ukiran itu perlu diuji kelayakannya agar kualitas

Pada pelaksanaan pekerjaan Plat Bawah Saluran Box Culvert Kali Tutup Gresik kami memilih Metode Site Precast adalah metode yang paling tepat untuk diterapkan dalam

1 10322 SUMARYOKO Project Management Site Construction Manager Jakarta - Benhil 2 10377 DUAN FELANY Engineering Piping Engineer Grenyang 3 10378 BUDIARTO Quality Control

8.1.3 Terlaksananya Pembangunan Rumah Dinas Puskesmas Teritip (3 Unit), Pembangunan Rumah Dinas Puskesmas Batu Ampar (3 Unit), Rehab Sedang Puskesmas Teritip, Rehab Sedang IFK,