P R O S E S P E N I N JA U A N K E M B A L I P E R K A R A P E R D A T A P A D A
M A H K A M A H A G U N G R . l .
F A K U L T A S H U K U M
U N IV E R S IT A S A IR L A N G G A
P R G Si i - S Jt a & U S JA U A t i K E i 'l B A O i I P i i R I O H A P E K D A T A P A D A h A n l U f o A h A U b N G K . I .
S K K i P S I
o m h
G H A K i i S L b G K A R D
i A M l l ^ :A b H U K U h 'U i ^ I V i i t H b l 'x A b A I K ^ G G A b U R A B A i A
PADA MAHKAMAH AGUNG R.l.
SKKIPSI
DIAJUKAN UlilOK ME-UbKGKAPI IUGAS DAN MEMEKUHI SYAKAT SXARAI UNTUK
HENCAPAI G£jaAK SARJANA HUKUM
M I L I K •m«ivBERPlJSTAKAAN
^ V E R S I T A S A i R L A N O O A *
CHARiiES LEONARD BINNEBDIJK*--- Ljj R A B A Y A j
OLSH
0 3 8 1 4 1 0 2 8
PEMBIMBING DAN PENGUJ1 PEKBIMBING DAN PENGUJI
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai kelengkap- an tugas dan pemenuhan syarat untuk mencapai gelar ea^jana hukura.
Dengan perasaan yang setulus tulusnya saya menyampai- kan terima kasih kepada yang terhormat s
1. Bapak Ismet .baswedan, S.tt., dan Bapak Abdoel Rasjid, S.H., 1L.M., selaku dosen pembimbing dan penguji saya dengan
penuh perhatian dan sabar memberikan petunjuk petunjuk yang berguna dan berharga sampai berakhirnya pembuatan skripsi ini,
2. Bapak Bambang boerjo, S.H., dan Bapak Basuki Rekso-
wibowo, selaku dosen penguji.
3. Semua pihak yang banyak membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Akhirnya eaya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini mungkin masih mempunyai kekurangan kekurangannya dan masih
jauh dari sempurna, akan tetapi saya mempunyai keyakinan ser ta mengharapkan agar skripsi ini dapat hermanfaat untuk para pembaca dalam menambah ilmu pengetahuan.
Surabaya ,5*2, Desember 1987
Charles Leonard Binnendijk
Halaman KAIA PEKGAMTAH ... i l l DAfl'AH I S I ... i v BAB I P£HBAiiU LUAH ... J ... I
1 . P e r m a s a la b a n , L a t a r B e la k a n g dan rtum
uean-n y a ... 1
2* P e n j e l a s a n J u d u l ... 5
3* A la s a n P e m ilih a n J u d u l ... 6
4* X u ju a n P e n u l i s a n ... 8
5 . A e t o d o l o g i ... 9
6. P e r t a n g g u n g ja v a b a n S i s t e m a t i k a ... 9
BAB I I LEhBAGA PfcNIhJAUAH KJbJtBAjLl... 12
1 . S e j a r a h S i n g k a t i*embaga P e n in ja u a n a b a -11 P e r k a r a P e r d a t a ... 12
2 . P e n g e r t i a n P a n in ja u a n K e m b a li ... 19
3 . A la s a n P e n in ja u a n K e m b a li ... 23
BAB l i l ifcGSES Pfeli lAiJAUAft JU.MBAL1 DALAM PERKAKA PhK B A T A ... 28
1* I 'a t a 'C a r a M e n ga ju k a n J re n ln ja u a n K e m b a li* . 28 2 . J a la n n y a P erm oh on an P e r k a r a P e n in ja u a n K e m b a li ... 39 BAB IV PUIUSAH PfcHBUAlJAN KiABALl ... 4 3
1, P erm ohonan P e n in ja u a n K e m b a li l i d a k B a p a t
2. Permohonan peninjauan Xeabali JDltolak ... 4 8
3* Permohonan Peninjauan Cembali Dikabulkan 49
BAB V KfcSlMPUJLAA DAA SAKAW ... 53
1. Keeimpulan... ... 53
2. Saran ... 55
DA* 'XaK JUiPUbXAAAA* LArt^lxvAh
Pi^DAHiaUA*
1. -Fermasalahan. Latar -rielakang dan Rumusannva
Sistem Peradilan di Indonesia dalam mengadili suatu perkara menganut asas ne bis in idem, artinya bahwa hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus sebelumnya antara para pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama. Berdasarkan pasal 134 Reglement op de Burgerlijke fi-echtsvordering, ulangan tindakan diatas tidak akan mempu nyai akibat hukum,^
Menurut Sudikno ftertokusumo, terikatnya para pihak pada putusan dapat mempunyai arti positif dan dapat pula
mem-p
punyai arti ne&atif. iang mempunyai arti negatif, kekuatan mengikat suatu putusan kecuali berdaearkan asas ne bis in idem yang diatur dalam pasal 154 ^eglement op de Burgerlijke Kechtsvordering juga berdasarkan asas litie finiri oportet yang menjadi dasar ketentuan tentang tenggang waktu untuk mengajukan upaya hukum, yaitu apa yang ada pada suatu waktu telah diselesaikan oleh hakim tidak boleii diajukan lagi pa
's
da hakim. Dengan diperolehnya kekuatan hukum yang pasti,
^Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. Idberti, Yogyakarta, 1985, h. 178.
maka putusan itu tidak dapat diubah lagi oleh pengadilan
yang lebih tinggi.
Putusan pengadilan merupakan karya hakim sebagai pe-
jabat yang berwenang untuk raenerima, memeriksa dan mengadili
setiap perkara yang diajukan kepadanya, Hakim sebagai manu- sia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan, oleh karena itu demi keadilan dan demi kebenaran maka setiap pu tusan hakim disediakan upaya hukum yakni suatu upaya untuk melawan atau menolak suatu putusan pengadilan menurut cara yang diatur dalam undang undang dengan tu^uan agar mendapat- kan putusan yang dirasa lebih adil. Misal terjadinya kasus Sengkon dan Karta dalam perkara pidana. Dalam perkara per data hal yang demikian juga mungkin terjadi. Upaya hukum biasa pada aeasnya terbuka pada setiap putusan selama teng gang waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Newenang un tuk menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Upaya hu kum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Upaya hukum biasa ialah perlawanan ( verset ), banding dan kasasi.
tertentu yang disebut dalam undang undang saja. Termasuk
upaya hukum istimewa ialah request civiel ( peninjauan
kembali j dan derdenverset C perlawanan ) dari pihak ke- tiga.* Oleh karena upaya hukum sangat luas hila diurai- kan satu persatu mulai dari perlavanan, banding dan kasa si maka saya akan membahas dengan batasan yang sesuai de ngan permasalahan pada judul : M£roees Peninjauan Kembali dalam Perkara Perdata pada Jtehkamah Agung
Sebelum kita menginjak lebih jauh lagi masalah pe ninjauan kembali, kita tinjau lebih dahulu peraturan per- undang-undangan nasional yang aengatur masalah peninjauan kembali adalah sebagai berikut :
1. Ondang undang fco. 19 3-ahun 1964 tentang ketentu- an-ketentuan xokok J^ekuasaan Kehakiman ( dimuat dalam ^embaran Negara No. 2269 ), Peninjauan Kem bali dapat diketahui dalam pasal 15. kemudian undang undang tersebut dicabut oleh Undang undang No. 14 lahun 1970 tentang ketentuan ketentuan Po- kok Kekuasaan Kehakiman.
2. Undang undang No. 13 'iahun 1965 tentang iengadil- an dalam idn&kungan i-eradilan Omum dan Mahkamah Agung ( dimuat dalam i-embaran ^egara 1‘ahun 1965
No. 70, Tambahan ijembaran Negara No. 2767 ),
ninjauan Kembali diatur dalam ppsal 31 dan pa sal 52. H-eraudian undang undang ini dicabut oleh
Undang undang a o. 14 l'ahun 1985 tentang Mahkamah
Agung.
3. Undang undang No. 14 lahun 1970 tentang ketentu an ketentuan Pokok JS-ekuasaan Ji.ehakiman ( dirauat dalam i-embaran Negara Xahun 1970 l*o. 74, Tambahan -Lembaran Aegara ^o. 2951, pasal 21 mengatur ten tang Peninjauan K.embali.
4. Undang undang ^o. 14 l'ahun 1985 tentang Mahkamah Agung ( dimuat dalam Lembaran ixegara No. 3316 ), Peninjauan JS-embali diatur dalam Bab IV Bpgian Ke- empat mulai pasal 66 sampai pasal 77.
Selain undang undang tersebut diatas, Mahkamah Agung dimmgkinkan untuk men&eluarkan berbagai peraturan untuk mengisi kekosongan hukum acara yang belum ada. Xindakan Mahkamah Agung R.I. tersebut dimungkinkan oleh Undang undang **o. 1 l'ahun 1950 tentang Susunan, JS-ekuasaan dan Jalan Peng adilan Mahkamah Agung Indonesia dalam pasal 131 dinyatakan :
”Jika dalam pengadilan ada soal sj,al yang tidak di atur dalam undang undang, maka Mahkamah Agunt dapat menentukan sendiri secara bagaimana soal itu harus diblcarakan".
Lengan dasar itu, maka Peraturan Mahkamah Agung, Su
maealah-nya :
Bagaimana putusan Mahkamah Agung terhadap eksekuei
ypng telah dilaksanakan kemudian permohonan Peninjauan
Kembalinya dikahulkan V.
2* Pen.ielasan Judul
Dalam penulisan ini, saya mengambil judul : "Proses
Peninjauan Kembali dalam Perkara Perdata pada Mahkamah
Agung Ini saya pilah pilah menjadi, Proses; Penin jauan Kembali; Perkara ^erdata; Mahkamah Agung.
Proses artinya runtunan perubahan ( peristiva ) dalam perkembangan sesuatu, misalnya perubahan statis men
jadi dinamis.
Peninjauan Kembali ialah perbuatan untuk memeriksa lagi terhadap hal hal yang telah diselesaikan, demi mencari keadilan.
Perkara Perdata ialah urusan tentang hukum yang meng- atur hak, harta benda dan perhubungan antarn orang dengan orang dalam suatu negara.
f'lahkaraah Agung ialah pengadilan yang tertinggi di- wilayah negara Indonesia.
3. AlagAn Pemlllhan Judul
Ada beberapa alasan yang mendorong saya untuk me-
milih judul "Proses Peninjauan K-embali dalam Perkara Per
data pada Mahkamah Agung K.l,", alasan alasan tersebut an
tara lain s
a. Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi ber-
venang untuk memeriksa dan memutus perkara Peninjauan Kem
bali* Sebagaimana diketahui permasalahan peninjauan kembali perkara perdata dalam acaranya cukup pelik dan banyak hal yang kurang dipahami oleh kalangan hukum dan pencari keadil- an*
b* Sebenarnya permasalahan peninjauan kembali pada masa penjajahan yakni pada masa pemerintahan Hindia Belin da telah ada peraturan yang mengatur permasalahan peninjau an kembali. Untuk peninjauan kembali perkara pidana disebut dengan Herxiening sedang dalam perkara perdata disebut Re quest civiel. Kitab yang mengatur tterziening dirauat dalam
Heglement op de Strafvordering ( disingkat S.V. sedang-
kan untuk Request civiel terdapat dalam Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering V disingkat Rv ). Oleh karena
peraturan peraturan tersebut diatas sudah tidak sesuai la gi dengan cita cita hukum nasional, maka oleh Pemerintah Eepublik Indonesia untuk peninjauan kembali perkara perkara
pe-ninjauan kembali perkara perkara perdata telah diatur Un
dang undang ho, 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung ( di-
muat dalam ijembaran Ue^ara tahun 1985 Ho. 73, ^ambahan lem- baran Negara sebagai penjelasan Ho. 3316 ). Sebagaimana di
ketahui bahwa Undang undang ho, 14 tahun 1985 baru saja di-
tetapkan di Jakarta yang diundangkan tanggal 30 Desember 1985. Oleh karena peraturannya masih baru sehingga kurang dipahami oleh masyarakat maupun para pencari keadilan maka saya akan mengungkapkan sebagaimana diatur dalam undang un dang yang baru tersebut.
c. Selain saya akan menguraikan undang undang yang
baru saja diundangkan pada tanggal 30 Desember 1985 tersebut diatas, masalah peninjauan kembali perkara perdata yang te lah memperoleh suatu putusan pengadilan yang tetap, juga rae- rupakan upaya hukum luar biasa atau istimewa sifatnya. Sifat istimewa dan luar biasa upaya hukum ini merupakan harapan baru bagi para pencari keadilan, tentunya setelah gagal da lam memenuhi persy^ratan untuk memperoleh keadilan melalui upaya hukum biasa pada pengadilan. Untuk memenuhi harapan baru bagi para pencari keadilan melalui peninjauan kembali
tersebut, para pencari keadilan harus memenuhi berbagai
untuk dipaharai atau dimengerti yang ketentuannya sebagai-
mana diatur dalam perundang undangan yang berlaku dewasa
ini.
4. Iu.1uan Penulisan
Penulisan skripei ini bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa lembaga Peninjauan Kembali di Indonesia khu- cusnya peninjauan kembali untuk perkara perdata telah diatur
dalam urdang undang yaitu Undang undang iio. 14 tahun 19 8 5
tentang Mahkamah Agung y?ng disebutkan secara limitstif da- lam Paragraf 2 tentang Peradilan Umum pasal 67 sampai dengan pasal 75.
Sebelum Lembaga Peninjauan Kembali di Indonesia telah secara umum dalam Undang undang fto, 14 tahun 1970 yang per aturan pelaksanaannya pada peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1980 tetapi tanggal 11 Waret 1982 Mahkamah Agung me-
netapkan lagi peraturan Mahkamah *gung fto. 1 tahun 19 8 2
merupakan penyempurnaan undang undang aebelumnya.
Jadi saya dalam hal ini akan menguraikan peninjauan kembali atrs putusan dalam perkara perdata yang telah di
atur dalam Undang undang ho, 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
5. Metodologl
5.1. Sumber data.
Untuk penulisan skripsi ini sumber data sekunder diperoleh dari perpustakaan, data primer diperoleh dengan wawancara kepada pihak pihak yang mengerti secara jelas masalah ini.
5*2. Tehnik pengumpulan data.
Bata data yanp, digunakan penyusunan skripsi ini di peroleh dengan jalan mengadakan study kepustakaan
Berta wawancara dengan Bapak Soedirjo,
pensiun-an pegawai Mahkamah Agung,
5.3. Pembahasan masalah dalam skripsi ini mempergunakan metode diekriptip analisis komparatif, yaitu dengan menganalisa dan membandingkan antara peraturan yang pernah ada akan diperoleh kesimpulan secara induktif maupun deduktif yaitu berdasarkan prinsip umum di- terapkan kekhusus / konkrit.
6. fertan&gunajawaban Slstematlka
patkan pada bab I yaitu Pendahuluan,
Selanjutnya aaya jelaskan mengenai terjadinya lemba- ga peninjauan kembali yang sudah ada sejak Jaman Colonial .Belanda, sampai jaman merdeka praktek lembaga ini berjalan
terus sehingga terbentuknya Undang undang *io. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang mengatur lembaga peninjauan kem bali perkara perdata. Untuk memudahkan pembhaman maka dije- laskan juga pengertian peninjauan kembali yang kemudian di- lanjutkan dengan alasan alasan peninjauan kembali, ini diatur dalajn bab XI,
Setelah itu kita memasuki bab III yang merupakan ma- teri pembahasan, saya berikan ulasan mengenai tata cara meng- ajukan peninjauan kembali yang mana ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu syarat syarat permohonan peninjauan kembali, agar permohonan itu dapat diterima. Setelah itu di- lanjutkan dengan jalannya permohonan perkara peninjauan kem bali sehingga prosesnya sampai ke Mahkamah Agung.
Mahkamah *gung kemudian mengadakan pemeriksaan dan memutus perkara peninjauan kembali, apakah telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan atau tidak. Barulah Mah kamah Agung dapat menentukan bahwa putusan peninjauan kem bali, permohonan peninjauan kembali tidak dapat diterima, ditolak ftau dikabulkan, ini dibahas dalam bab IV,
Demikian penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk
meraudahkan penulisan dalam mencapai ketepatan dan keruntun-
B A B I I
JLKMBAGA PiJJINJAUAii KLMBAx.1
1. Se.1arah_Sjngkat Lembafca ^enin.lauan cembali Perkara Per data
lembaga Peninjauan Cembali terhadap putusan dalam perkara perdata berasal dari sistem hukum Perancis, di - kenal dengan istilah iteqete civile yang timbul pad? abad AVI. Sedangkan dinegeri Belanda disebut sebagai Request
civiel.
Lembaga request civiel dimasukkan dalam hukum acara perdata negeri Belanda juga negeri jajahan iiindia Belanda dengan tidak mendapat dasar hukum dari *et op de Kechter- lijke Organisatie, peraturan untuk negeri Belanda maupun rteglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesia ( RO ), peraturan yang berlaku untuk negara Indonesia.
Untuk perkara perdata ada pengaturannya dalam Regle- ment op de Burgerlijke ^echtvordering disingkat dengan Rv, yaitu hukum acara perdata yang dulu berlaku bagi pengadilan orang i-ropah dan peninjauan kembali perkara perdata ini di berikan nama request civiel ( disingkat R*C
^R. Subekti, Hukum Acara Perdata. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPtilO , Bina Cipta, 1982, h. 169.
•Bag! pengadilan untuk golongan Indonesia dan disa-
makan dengan mereka, berlaku hukum acara perdata yang ter
dapat dalam Herziene Indonesische Keglement ( HIK ) untuk
daerah Jav/a dan Madura termuat dalam Stb. i*o. 44 tahun
1941, sedangkan Kechtsregleraent voor de iiuitengewesten
( R.i3g ) termuat dalam Stb. Ho. 227 tahun 1927 untuk dae rah luar Java dan Madura. Dalam HIK maupun ft.Bg tidak me- muat ketentuan yang mengatur tentang lem'baga request civiel, bahkan dalam pasal 393 Hitt dan pasal 721 H.-bg melarang ha
kim pengadilan negeri ( landraad ) untuk memakai bentuk
acara lain, selain yang diatur dalam HIK maupun H.ljg, mes- kipun demikian dalam praktek gugatan request civiel sudah sejak lama diterima oleh pengadilan negeri ( Landraad ) dengan memakai ketentuan ketentuan dalam heglement op de Hurgerlljke Kechtevordering ( RV ) Bebagai pedomannya,
seperti bentuk acara lain, yaitu "voeging" ( penggabung- an ), "intervene!" ( percampuran ), dan lain lainnya.
Contoh putusan gugatan request civiel diterima oleh lan- draad ( pengadilan negeri J, putusan iandraad Padang, tanggal 29 April 1931.6
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia beberapa tahun kemudian dibentuk undang undang yang mengatur
tang Susunan, Kekuasaan dan jalan Pengadilan Mahkamah
Agung Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh pasal
113, 114 dan sehagian dari paeal 149 K-onstituante Semen-
tara Republik Indonesia Serikat. Undang undang yang di- maksud adalah Undang undang J'tahkamah Agung Indonesia (Un
dang undang Ho, 1 tahun 1950) terbentuk tanggal 6 ttei 1950,
yang diundangkan dan mulai berlaku tanggal 9 Juni 1950 yang tidak memuat tentang peninjauan kembali,
Kemudian dengan terbentuknya Negara Kesatuan Repu- blik Indonesia, maka untuk mencapai kesatuan, susunan, ke- kuasaan dan acara Pengadilan Sipil diberlakukan Undang un dang No. 1 Darurat Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 No. 9).
Dalam suasana kemerdekaan praktek request civiel masih tetap berjalan, misalnya putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 4 Juli 1953 t^ukum, tahun 1954, No. II dan
7
111 h. 94-96f dan putusan pengadilan Negeri Surabaya tanggal 29 September 1953).8
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, maka berlakulah Undang undang Daear 1945. lima tahun kemudian setelah Dekrit Presiden, terciptalah Un dang undang No* 19 tahun 1964 tentang ketentuan ketentuan
7l b l d . . h. 112.
Pokok Kekuasaan Xehakiman, dimana lembaga Peninjauan Kem
bali diatur dalam paeal 15, sedangkan peraturan pelaksana-
an undang undang tersebut dikeluarkan Undang undang Wo. 15
tahun 1965 tentang Pengadilan dalam i-ingkungan Peradilan
Umum dan Mahkamah Agung, Lembaga Peninjauan Kembali men- dapat pengaturan dalam pasal 31 dan 52. Kedua pasal ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung diberi wewenang tugas un tuk menangani permohonan peninjauan kembali terhadap putus- an pengadilan negeri (menurut pasal 31> yang mempunyai ke kuatan hukum yang tetap.
i^engan keluarnya peraturan ini banyak pencari ke adilan yang mengajukan permohonan peninjauan kembali ke pengadilan negeri. Sampai akhirnya Mahkamah Agung menge- luarkan Surat Edaran No. 6 i'ahun 1967, tanggal 29 Septem ber 1967 yang menginstruksikan agar semua perkara yang me- mohon peninjauan kembali ditolak karena undang undang
pelaksanaannya belum ada, yaitu dengan jawaban tidak di- terima, apabila permohonan diajukan ke Mahkamah Agung, atau tidak berwenang apabila permohonan diajukan ke
penga-9 dilan negeri.
Cisebabkan karena banyaknya permohonan peninjauan kembali yang diajukan ke pengadilan negeri atau secara
langsung ke Mahkamah Agung dan ternyata banyak dari per
mohonan tersebut mempunyai dasar yang kuat sehingga apa
bila tidak diterima hanya karena belura ada undang undang
yang mengatur pelaksanaannya maka akan menimbulkan rasa
ketidak puasan dan ketidak adilan, Oleh karena itu maka
sebelum adanya undang undang pelaksanaan yang dlmaksud,
Mahkamah Agung menganggap perlu untuk menambah hukum acara-
nya dengan mengeluarkan peraturan Mahkamah Agung Kepublik
Indonesia Ho. 1 tahun 1965 pada tanggal 19 Juli 1969 dengan
memperhatikan pasal 31 Undang undang Ho. 13 tahun 1965, pa sal 15 Undang undang Ho. 19 tahun 1964 dan pasal 131 Undang Undang Ho. 1 tahun 1950, lalu mencabut Surat -kdaran Mahka mah Agung Ho. 6 tahun 1967.
Dengan demikian permohonan yang masuk setelah dl-
keluarkannya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1969
dapat diterima dan sementara ditahan dl kepaniteraan, un tuk kemudian apabila sudah ada peraturannya lebih lanjut seperti dimaksud diatas, didaftarkan menurut tanggal pene- rimaannya di kepaniteraan, sedangkan permohonan yang telah diperiksa sebelum tanggal 19 *Iull 1969 supaya diteruskan menurut cara yang lama, yaitu diperiksa oleh pengadilan negeri dengan hak banding dan kasasi.10
Pada tanggal 17 Desember 1970 berlaku Undang undang Uo. 14 tahun 1970 tentang ketentuan ketentuan Pokok Kekua
saan Kehakiman yang menggantikan Undang undang No. 19 ta hun 1969 dimana dalam pasal 21 nya menyatakan ;
"Apabila terdapat hal hal atau keadaan keadaan yang ditentukan dengan undang undang terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mah kamah Agung, dalam perkara perdata.dan pidana oleh pihak pihak yang berkepentingan".
Sebelas bulan kemudian dikeluarkan lagi peraturan Mahkamah Agung atau Perma No. 1 tahun 1971 tanggal 30 No- pember 1971, yang berisi mencabut Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1969 dengan catatan bahwa permohonan peninjau
an kembali dapat diajukan menurut cara gugatan biasa dengan
10I M ( L , h. 135.
berpedoman pada peraturan "Burgerlijke ^echtsvordering",
namun lima tahun kemudian menyusul Perma No. 1 tahun 1976
tanggal 31 Juli 1976, dengan mengakhiri penggarisan yang diberikan Perma Wo. 1 tahun 1971 dan surat edaran sebelum- nya.
Menjelang akhir 1980 timbul drama pidana terhadap Sengkon dan Karta yang dijatuhi dan menjalani hukuraan aki- bat putuaan pengadilan yang sesat, kasus ini menarik per- hatian masyarakat hingga ke Dewan Perwakilan Kakyat R.I. demikian pula para akhli hukum banyak memberikan tanggapan melalui berbagai mass media*
Dalam rapat kerja Mahkamah Agung dengan Dewan Per- wakilan Kakyat pada tanggal 19 Nopember 1980 antara lain membahas kasus tersebut diatas, akhirnya kedua instansi ini saling menghimbau. Si&uasi ini ditanggapi oleh Mahkamah untuk menciptakan sarana peraturan sendiri baik bidang per data maupun pidana mengenai neninjauan kembali.
Pada tanggal 1 Desember 1980 maka diterbitkan per aturan Mahkamah Agung &o. 1 tahun 1980, sekaligus dibuat- kan pula Surat i-daran Mahkamah Agung flo. 7 tahun 1980 yang merupakan peraturan pelaksanaannya, peraturan ini bersifat Bementara sambil menunggu undang undang yang mengatur hukum acara peninjauan kembali.
dalam paham pidana, sedangkan peninjauan kembali perkara
perdata masih tetap berlaku, akan tetapi disempurnakan
dengan peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1982, tanggal
11 Maret 1982.
Akhirnya pada tanggal 30 Desember 1985 diundangkan dan mulai berlaku Undang undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dalam hukum acaranya telah diatur lembaga peninjauan kembali perkara perdata mulai dari pasal 66 sampai pasal 77.
2. Pengertlan Peninjauan Kembali
Dalam sistem peradilan kita berlaku suatu asas bahwa suatu putusan pengadilan yang sudah berkakuatan mutlak, ti dak dapat diubah lagi.
Kalau suatu perkara yang sudah pernah diputus dengan suatu putusan yang berkekuatan mutlak akan diajukan lagi
kemuka pengadilan, maka tuntutan jaksa { dalam perkara pi
dana ) atau gugatan baru ( dalam perkara perdata ) dapat
ditangkls dengan eksepsi tentang sudah adanya putusan yang berkakuatan mutlak itu. Eksepsi tersebut didas?>rkan pada asas wne bis in idem" ( tidak boleh terjadi dua kali pemu-tusan terhadap suatu kasus yang sama antara dua pihak yang
-» i 12 samq pula )>
Hal ini dimaksudkan demi kepastian hukum, peri ke-
raanusiaan dan wibawa putusan hakim. Memang harus diakui
bahwa tidak setiap masalah, apalagi yang sulit dan pelik
dapat dipecahkan dengan mudah dan memuaekan. Hamun setiap
proses harus berakhir secara definitif dengan adanya putus
an pengadilan yang berkekuatan huKum tetap.
Putusan pengadilan merupakan karya hakim, sedang-
kan sebagai manuaia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekhilafan. Dalam kasus Sengkon dan &arta, melalui suatu
putusan pengadilan keduanya meringkuk dalam lembaga pe-
maeyarakatan, kemudian adanya fakta atau keadaan yang mem-
buktikan keduanya tidak bersalah, maka oleh Mahkamah Agung
dengan suatu putusan pula kedua orang tersebut akhirnya
dibebaskan, dalam perkaia perdata hal yang demikian mung-
kin saja ter^adi.
Kempertahankan suatu putusan yang tidak adil, tidak
merupakan Byarat bagi hukum, bukan pula tuntutan kepastian
hukum. fcuatu upaya atau sarana untuk memperbaiki kekhilaf
an harus dimungkinkan, tetapi harus disertai dengan syarat
syarat yang ketat, bukan berarti dengan akibat bahwa putu
san yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap itu,
menjadi longgar ikatannya atau menjadi tidak tentu keduduk-
kannya.
Untuk menempatkan putusan tetap agar dapat kembali
upaya hukum luar "biasa atau istimewa. Keistiihewaannya ter-
letak bahwa ia merupakan sarana untuk membatfilkan keputusan
pengadilan, terhadap putusan mana jalan biasa seperti verzet
(perlawanan), banding atau kasasi tidak dapat ditempuh. Upa
ya hukum luar biasa penggunaannya diatur dalam batae batas
dan syarat syarat tersendiri, sarana istimewa itu ialah pe
ninjauan kembali.
Upaya hukum peninjauan kembali disebut sebagai upaya
hukum istimewa karena.dipergunakan terhadap putusan yang te
lah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Pada waktu sekarang semenjak diberlakukan Undang un
dang *o. 14 tahun 1985 ( dimuat dalam -Lembaran Negara tahun 1985 No. 73t Tambahan .Lembaran Negara No. 3316 ) pada tang
gal 30 J>esember 1985» maka lembaga peninjauan kembali telah ada pengaturannya eebagaimana disebutkan dalam pasal 34 yang dinyatakan sebagai berikut :
"Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan pe ninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuat an hukum tetap berdasarkan alasan alasan yang diatur dalam Hab IV Bagian *.e - empat Undang undang ini”,
Alasan yang dimaksud dalam Bab IV Bagian empat Undang
undan? ini ialah pasal 67 Undang undang *o. 14 tehun 1985 yakni sebagai berikut :
pada bukti bukti yang kemudlan oleh pidana di-
nyatakan palsu;
b* Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat
surat bukti yang bersifat menentukan yang pada
waktu perkara diperiksa tidak ditemukan;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak di-
tuntut atau lebih daripada dituntut;
d. Apabila mengenai euatu bagian dari tuntutan belum
diputus tanpa dipertimban^kan sebab eebabnya;
e. Apabila antara pihak pihak yang sama mengenai sua-
tu soal yang sama( atas dasar yang sama oleh Pe-
ngadilan yang sama atau sama tingkatnya telah di-
berikan putusan yang bertentangan satu dengan yang
lain;
f. Apabila dalam suatu putuean terdapat kekhilafan
Hakim atau kekeliruan yang nyata.
Pasal 67 tersebut merupakan alaean untuk nengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukura yang tetap, alasan
alasan ini harus dimuat apabila hendak mengajukan permohon
an peninjauan kembali*
Sebagaimana diketahui diketahui bahwa sebelum di
ke luarkan Undang undan^ *o. 14 tahun 1985 tentang Kahkamah
atau khususnya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1982 tentang penyempurnaan dari Peraturan Mahkamah Agung Ho. 1
'iahun 1980. Pada asasnya tidak ada perbedaan an tar a pera
turan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1982 dengan Undang undang No. 14 tahun 1985, dimana Mahkamah Agung dalam acara mem«- friksa, dari memutus perkara peninjauan kembali menggunakan peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1982 tersebut, kinl tertuang dalam Undang undang Ho. 14 tahun 1985, dengan ka- ta lain peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1982 telah diwu^udkan dalam Undang undang yang disyahkan oleh Peme- rintah, yakni peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1982 telah diwujudkan dalam Undang undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
3. Alasan Penln.lauan Kembali
Alaean yang menjadi dasar untuk melakukan permohon- an penitfjauan kembali telah disebutkan secara limitatif dalam Paragraf 2 Peradilan Umum'pasal 67 Undang undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Oleh karena itu per- mohonan peninjauan kembali perkara perdata dapat diterima hanya berdasarkan alasan alasan tersebut. Dengan kata lain
pintu peninjauan kembali perkara perdata, hanya terbuka dalam batae batas tersebut.
pidana yang diatur dalam Undang undang fto. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana pada pasal 263 ayat 2 dan 3, yakni sebagai berikut J
Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan du- gaan kuat, bahwa ;}ika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukura, tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pi dana yang lebih ringan.
Apabila dalam pelbagai putusan terhadap pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinya- takan telah terbukti itu ternyata bertentangan satu aengan yang lain*
Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Apabila dalam suatu putusan itu suatu perbuat- an yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan,
Jadi pada dasarnya alasan peninjauan kembali, baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana dapat dikate- gorikan menjadi 2 { dua ) alasan :
keputus-an ykeputus-ang kemudikeputus-an keliru.
2. Alasan yang dasarnya terdapat dalam kekhilafan
atau kekeliruan hakim dalam melaksanakan hukum
acara.
Pasal 67 Undang undang Mo. 14 tahun 1985 dapat di- kategorikan sebagai berikut :
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahul se- telah perkaranya diputus atau didasarkan pada buk- ti bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyata- kan palsu;
b. Apabila setelah perkara ditutup, diketemuken su- rat Burat bukti yang bersifat rnenentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemu- kan.
Bari pasal 67 huruf a dan b Undang undang Wo. 14 tahun 1985 termasuk kategori alasan pertama, yakni alasan alasan yang dasarnya diketemukan dalam perbuatan dari sa- lah eatu pihak yang berperkara, dimana upaya hukum penin- jauan kembali baru dipergunakan, bila orang mengan^gap bahwa ia dapat memperoleh suatu keputusan yang dalam satu segi menguntungkan atau setidak tidaknya meniadakan putus- an yang merugikannya.
hukum acara dapat diketahui melalui pasal 67 Undang undang
14 tahun 1985, sebagai berikut :
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak di- tuntut atau lebih dari yang dituntut.
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan be- lum diputue tanpa dipertimbangkan sebab sebabnya, e. Apabila antara pihak pihak yang sama mengenai
suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.
hukum acara dapat diketahui melalui pasal 67 Undang undang
Ko. 14 tahun 1985, sebagai berikut :
g. Apabila telah dikabulKan suatu hal yang tidak di-
tuntut atau lebih dari yang dituntut.
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan be- lum diputue tanpa dipertirabangkan sebab sebabnya. e. Apabila antara pihak pihak yang sama mengenai
suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh irengadilan yang Gama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan eatu dengan yang lain.
adalah kategori alasan yang kedua, sebaliknya apabila
kita bertolak dari piklran bahwa hakim telah menjatuhkan
putuean yang bertentangan dengan putusan lebih dahulu
yang telah mendapatkan kekuatan hukum tetap, ksrena pi
hak yang berperkara tidak mengemukakan adanya putusan
Hi OSES PEN IHJAUAN Kb MBA LI
DAJoAM PEK&ARA PERDATA
Ketentuan ketentuan yang pernah dlpergunakan dalam acara peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telaJi memperoleh kekuatan hukum yang tetap yakni Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering ( Kv ), PJuHMA Aio. 1 ta hun 1969, IERMA Ao. 1 tahun 1980 yan^ disempurnakan ( PERMA
ho, 1 tahun 1982 J dan kini menggunakan ketentuan ketentuan
dalam Undang undang ho. 14- tahun 1985 tentang Hahkamah Agung.
1. lata Cara henfta.lukan fenin.lauan Kembali
Dalam mengajukan permohonan peninjauan kembali ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu syarat syarat yang memungkinkan beserta ketentuan ketentuan lain agar da pat diterimanya permohonan peninjauan kembali tereebut.
Syarat syarat Permohonan Peninjauan Kembali
a. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Alasan alasan yang menjadi dasar permohonan pe- ninjauan kembali.
ad. a. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
dimaksud ialah putusan yang bukan putusan bebas dan lepas dari tuntutan hukum ( pasal 263 ayat 1 K.IMi.A.-f ).
Dalam perkara perdata ada putusan yang mengabulkan dan menolak gugatan. Ditinjau dari Mamar" atau "diktum", putvean itu dapat dibedakan dalam 3 ( tiga ) macam, yaitu :
a. putusan "condemnatoir*', yaitu yang amarny* ber- bunyi "Menghukum dan seterusnya”.
b. putusan "declaratoir" yaitu yang piarnyn menyata- kan suatu keadaan yang sah menurut hukum dan
c. putusan yang "konstitutif", yaitu yang amarnya menciptakan suatu keadaan baru.
Contoh suatu putusan dari macam sub a adalah putusan yang menghukum tergugat untuk membayar sejumlah uang kepada penggugat, untuk menyerahkan suatu barang atau mengosongkan suatu persil, melarang tergugat berbuat sesuatu, dan lain sebagainya.
Putusan macam sub b adalah misalnya, putusan yang me- nyatakan penggugat seba&ai pemilik sah atas tanah eengketa, atau yang menyatakan penggugat adalah ahli waris dari si - meninggal X, dan sebagainya.
Jadi ketlga putusan diatas termasuk putusan yang me-
ngabulkan gugatan.
Menurut hemat saya putusan yang dapat diminta untuk
peninjauan kembali adalah putusan yang mempunyai dampak
atau akibat. Putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat di-
terima, misalnya tidak merubah status pihak pihak yang ber-
perkara. Putusan ini semata mata bersifat prosesuil atau
mengenai prosedur, tidak memecahkan pokok persoalan.
Peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa
baru dapat dipergunakan apabila tidak tersedia lag! upaya
hukum biasa, seperti ; perlawanan t, ver^et ) 9 banding dan kasasi. Menurut Kv C pasal 385 sub 1 kv, pasal 382 sub 1
WRv ) putusan itu harus diberikan dalam tingkat terakhir.
•Dalam praktek pengadilan negeri syarat dalam tingkat ter
akhir itu telah ditinggalkan, ditinggalkannya syarat itu
sudah sewajarnya mengingat Undang undang i>lo. 14 tahun 1985
tingkat terakhir.
ad.b. Alasan alasan yang menjadi dasar permohonan penin-
jauan kembali.
Alasan alasan yang menjadi dasar permohonan penin-
jauan kembali harus dikemukakan dan diuraikan eejjelas je-
lasnya sesuai dengan bunyi pasal 67 Undang undang Ko. 14
tahun 1985 adalah sebagai berikut :
a. fcpabila putusan dldasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui se- telah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti bukti yang kemudian oleh hakim pidana di- nyatakan palsu;
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan; c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak
dituntut atau lebih daripada yang dituntut; d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan
belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab se- babnya;
£. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu ke
khilafan Hakim atau sesuatu kekeliruan yang
nyata.
Kalau kita amati Perma Ho. 1 tahun 1982, alasan alasan yang dikemukakan dalam pasal*2, berbunyi sebagai berikut ;
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohong- an atau tipu muslihat dari pihak lawan yang di ketahui setelah perkara diputus atau pada suatu keterangan saksi atau surat surat bukti yang ke- mudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu.
b. Apabila setelah perkara perkara diputus, dike- temukan surat surat bukti yang bersifat menentu- kan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak da pat diketemukan.
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut.
d. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan be- lum diputus tanpa dipertimbangkan sebab sebabnya. e. Apabila antara pihak pihak yang sama mengenai
suatu soal yang sama, atas dasar yang sama, oleh Pengadilan yang sama, atau sama tingkatannya te lah diberikan putusan yang satu dengan yang lain- nya saling bertentangan.
bertentangan satu dengan lainnya.
Adapun Perma &o. 1 tahun 1969 yang tidak pernah ber- laku dan dicabut itu, menyebutkan alasan alasan sebagai da sar peninjauan kembali dengan urutan sebagai berikut :
a, Apabila putusan itu dengan ;jelas memperlihatkan suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang raenyolok;
b« iipabila telah dikabulkan sesuatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut;
c. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab sebab- nya;
d* Apabila antara pihak pihak yang sama mengenai se suatu soal yang sama, atas dasar yang sama, oleh Pengadilan yang sama, atau sama tingkatnya telah diberikan keputusan yang satu sama lain berten tangan;
e. Apabila suatu putusan terdapat ketentuan ketentu an yang satu sama lain bertentangan;
£. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat dari pihak lawan yang diketa- hui setelah perkaranya diputus atau pada suatu keterangan saksi atau surat surat bukti yang ke mudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu;
su-rat susu-rat bukti yang bersifat menentukan, yang
pada waktu perkara diperiksa, tidak dapat dike-
temukan.
Alasan alasan peninjauan kembali yang terdapat da
lam Keglement op de Hechtsvordering C ) adalah senada
dengan Undang undang Mahkamah Agung dan juga kedua -rerraa
tersebut, namun mempunyai susunan dan urutan yang berlainan.
Menurut pasal 385 dari "Keglement" itu untuk request
civiel harus ada salah satu dari 8 alasan, yaitu ;
1* apabila putusan .Pengadilan berdasar akan suatu
penipuan oleh salah satu pihak yang berperkara, penipuan mana baru diketahui setelah jatuhnya pu tusan Pengadilan, atau apabila suatu sumpah yang diperintahkan kepada satu pihak berperkara kemu- dian Hakim pidana dinyatakan palsu, kecuali apa bila sumpahnya adalah sumpah decisoir dari pasal
19 2 9 ke 1 Bin*
2. apabila diambil putusan tentang, hal hal yang
tidak dituntut oleh penggugat*
34 apabila yan^ dikabulkan oleh Pengadilan, adalah
melebihi apa yang dituntut oleh penggugat.
4* apabila Pengadilan lalai mengambil putusan ten
tang sebagian dari yang dituntut oleh penggugat.
5. apabila diantara pihak pihak yang berperkara
oleh satu Pengadilan berdasarkan alasan alasan yang sama dijatuhkan beberapa putusan dalam ting- kat terakhir, yang bertentangan satu sama lain.
6. apabila dalam satu putusan Pengadilan ada pene-
tapan yang bertentangan satu sama lain.
7. apabila diputuskan berdasar dokumen dokuaen yang
kemudian diakui atau ditetapkan sebagai dokumen palsu.
ada dokumen dokumen yang dapat menentukan se suatu, tap! disembunyikan oleh pihak lawan da lam perkara,
Jika alasan alaean dalam Undang undang No* 14 tahun
1985 tentang Mahkamah Agung, Perma Ho. 1 tahun 1982, Perraa
Mo. 1 tahun 1969 dan Reglement op de ^echtsyordering ( Rv ) diperbandingkan, maka didapatkan gambaran sebagai berikut :
Undang undang Perma Mo. 1 Perma Mo. 1 Rv
Maka nampaklah bahwa alasan alasan huruf f Perma No. 1 tahun 1982, huruf e Perma Mo. 1 tahun 1969 dan angka 6 Rv, yakni apabila dalam suatu putusan terdapat ketentuan keten tuan yang bertentangan satu dengan lainnya, ini tidak di- muat dalam Undang undang Mo. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, tetapi akan diganti apabila dalpm suatu putusan ter dapat suatu kekhilafan Hakim atau sesuatu kekeliruan yang
nyata, ini sama dengan pasal 1 huruf a Perma No, 1 tahun
1969.
Kalau kita llhat peraturan perundang undangan yang mengatur masalah peninjauan kembali, yakni Undang undang l*o. 19 tahun 1964 tentang ketentuan ketentuan -tokok Kekuasa- an Kehakiman dalam pasal 15, Undang undang No. 13 tahun 1965 tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mah- kamah Agung dalam pasal 31 dan pasal 52 eerta Undang undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan ketentuan Pokok Kekuasa- an Kehakiman dalam pasal 21 dapat disimpulkan bahwa M&hka- mah Agung yang berwenang memutus permohonan peninjauan kem bali ( paeal 1 Perma No. 1 tahun 1969, pasal 9 Perma No. 1 tahun 1980 >ang disempurnakan oleh Perma No. 1 tahun 1982 ) maka akhirnya secara jelas disebutkan dalam Undang undang No. 14 tahun 1985 pada pasal 34 bahwa fcahkamah Agung meroe- riksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada ting- kat pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang te lah memperoleh kekuatan hukum tetap.
T£ang berhak mengajukan permohonan peninjauan kem bali menurut pasal 68 Undang undpng No. 14 tahun 1985 ya- itu i
(2) Apabila selama proses peninjauan kembali pe~
mohon meninggal dunia, permohonan tersebut
dapat dilanjutkan oleh akhli warisnya.
Dari kedua ayat tersebut, eusunan kaliniatnya sama
dengan Perma Ho. 1 tahun 1982, pada pasal 68 ayat 1 sama dengan pasal 3 Perma Ho. 1 tahun 1982 dan paeal 68 ayat 2 sama dengan pasal 4 Perma Ho. 1 tahun 1982.
Perlu diingat permohonan peninjauan kembali hanya satu kali dan dapat dicabut irii dalam Cndang undang Ho. 14 tahun 1985 pasal 66 disebutkan :
(1) Permohonan peninjauan kembali dapat dia^ukan ha nya 1 ( satu ) kali;
(2) Permohonan penin^auan kembali tidak menangguh- kan atau menghentikan pelaksanaan putusan penga- dilan;
(3) Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut se lama belum diputus, dan dalam hal eudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi.
J^etiga ayat tersebut sama dengan bunyi pasal 6, pa sal 5 dan pasal 7 Perma Ho. 1 tahun 1982.
Permohonan peninjauan kembali diajukan terhadap pi hak lawan dalam perkara yang putusannya dinohonkan untuk diperiksa kembali atau akhli warisnya, sebagairaana berlaku bagi pemohon peninjauan kembali. 1'erlepas dari masalah
ninjauan kembali dalam ketentuan tentang upaya hukum ban
ding dan kasasi, juga tidak ada pengaturan tentang terha
dap siapa upaya hukum itu ditujukan.
Dalam pasal 69 Undang undang Wo, 14 tahun 1985 di-
sebutkan tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali dldasarkan atas alasan sebagaimana dimakeudkan da lam pasal 67 Undang undang Ho. 14 tahun 1985 adalah 180
( seratus delapan puluh ) hari untuk :
a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui ke- bohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap,
dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
b. yang disebut pada huruf b sejak diketemukan su rat surat bukti, yang hari Berta tanggal ditemu- kannya h?rus dinyatakan dibavah sumpah dan di- sahkan oleh pejabat yang berwenang;
c. yang disebut pada huruf c, d, f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah di beritahukan kepada para pihak yang berperkara; d. yang tersebut pada huruf e sejak putusan yang
2. Jalannya Permohonan Perkara Penln.lauan Kembali
Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemo-
hon secara tertulis dengan menyebutkan aejelas ;JelaBnya
alasan yang di;jadikan dasar permohonan itu dan dimasuk-
kan di kepaniteraan Pengadilan fiegeri yang memutus perka
ra dalam tingkat pertama { pasal 71 Undang undang Ho, 1
tahun 1985 )• Apabila pemohon tidak dapat menuliB, maka
ia menguraikan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Hegeri yang memutus perkara dalam tingkat per tama atau hakim yang ditun^uk oleh Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut ( pasal 71 ayat 2 Undang undang Ho. 14 tahun 1985 )* Permohonan penin^auan kembali diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua -rengadilan Hegeri yang memutus perka ra dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan ( pasal 70 Undang undang Ho. 14 tahun
1985 )• Setelah permohonan peninjauan kembali diterima
oleh Ketua Pengadilan hegeri tersebut, maka Panitera Pe ngadilan Hegeri tersebut berkewajiban memberi atau me- ngirimkan salinan permohonan itu kepada pihak lawan se- lambat lambatnya dalam waktu 14 hari, dengan maksud :
Tenggang waktu yang diberikan oleh Undang undang ini, bagi
pihak lawan untuk mengajukan jawabannya adalah 30 ( tiga
puluh ) hari setelah tanggal diterimanya Balinan permohon
an peninjauan kembali.
Agar dapat diketahui, apabila pemohon peninjauan
kembali telah memberikan salah satu alasan dari beberapa
alasan yang tersebut pada pasal 67 huruf c eampai huruf f
dari Undang undang Do. 14 tahun 1985 ( pasal 72 ayat 1, 2
Undang undang Ho. 14 tahun 1985 ).
Bila surat jawaban telah dibuat oleh pihak lawan, maka surat jawaban diserahkan atau dikirim kepada Penga dilan Kegeri dan oleh Panitera Pengadilan Hegeri dibubuhi cap, hari serta tanggal diterimanya jawaban tereebut, yang salinannya disampaikan atau dikirimkan kepada pihak pemohon untuk diketahui.
Setelah permohonan yang dimaksud dilengkapi dengan berkas perkara beeerta dengan biayanya, oleh Panitera Pe ngadilan begeri dikirim langsung kepada Mahkamah Agung se- lambat lambatnya dalam jangka waktu 30 ( tiga puluh ) hari. ( nasal 72 ayat 3, 4 Undang undang No. 14 tahun 1985 ).
Untuk permohonan peninjauan kembali tidak diadakan surat menyurat antara pemohon dan atau pihak lain dengan Kahkamah Agung. ( pasal 72 ayat 5 Undang undang No. 14 ta hun 1985 ).
Negeri yang memerlksa perkara dalam Tingkat Pertama atau
Pengadilan Tingkat Banding untuk mengadakan pemeriksaan
tambahan, atau meminta segala keterangan serta pertimbang-
an dari pengadilan yang dimaksud ( pasal 73 ayat 1 ).
Selain itu Mahkamah Agung dapat meminta keterangan
dari Jaksa Agung atau pejabat lain yang diserahi tugae pe-
nyidikan apabila diperlukan { pasal 73 ayat 2 Undang undang
No. 14 tahun 1985 ).
Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara dalam Ting kat Pertamk atau Pengadilan Tingkat Banding, setelah melak- sanakan perintah dari Mahkamah Agung segera mengirimkan be- rita acarr. pemeriksaan tambahan serta pertimbangannya kepada Mahkamah Agung ( pasal 73 ayat 3 Undang undang No. 14 tahun
1985 ).
Apabila permohonan peninjauan kembali tersebut ber-
alasan, maka Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjau-
an kembali, serta membatalkan putusan yang dimohonkan pe- ninjauan kembali terse tut dan selanjutnya Mahkamah Agung memeriksa dan memutue sendiri perkara yang telah diajukan oleh pemohon ( pasal 74 ayat 1 Undang undang Bo. 14 tahun 1985 ).
Pani-tera Pengadilan Aegeri jang bereangkutan roenyampaikan sa-
linan putusan itu kepada pemohon Berta memberitahukan sa-
linannya, selambat lambatnya dalam waktu 30 ( tiga puluh )
PUTUSAN PENIBJAUAH KLHBALI
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara tertinggi mendapat tugas untuk mengadili perkara permohonan peninjau an kembali oleh pasal 15 Undang undang Ho. 19 tahun 1964
tentang Ketentuan ketentuan Pokok K-ekuasaan Kehakiman, Un dang undang Ho. 13 tahun 1965 tentang Pengadilan dalam Ling- kungan reradilan Umum dan Mahkamah Agung didalam paeal 31 dan pasal 52, kemudian diatur kembali oleh Undang undang Ho. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Kekuasa- an Kehakiman dalam paeal 21 dan yang terakhir diatur dalam Undang undang Ho. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung da- lara pasal 34 dan pasal 66 sampai dengan pasal 77.
fungsi Mahkamah Agung dalam melakukan pemeriksaan dan memutuskan perkara yang dimohon peninjauan kembali ada lah untuk melakukan koreksi terakhir terhadap putusan peng adilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Dalam memeriksa perkara permohonan peninjauan kem bali pertama tama dilihat masalah dapat diterima atau ti- daknya permohonan sebagai dasar pemeriksaaan. Apabila telah memenuhi persyaratan formal, maka Mahkamah Agung dapat me- masuki materi perkara tersebut.
Dalam kaitannya dengan permohonan peninjauan kembali itu, putusan Mahkamah Agung dapat dibedakan atas :
1. Permohonan Peninjauan Kembali tidak Dapat Diterima.
2. Permohonan Peninjauan Kembali Ditolak, 3. Permohonan Peninjauan Kembali Dikabulkan.
1. Permohonan Penin,1auan_Kemball Sidak Dapat Diterima
Apabila Byarat' syarat formal peninjauan kembali tidak dipenuhi, maka permohonan peninjauan kembali tidak
dapat diterima oleh Mahkamah Agung.
Jadi permohonan peninjauan kembali tidak dapat di-
terioa apabila :
a. Apabila permohonan peninjauan kembali telah me-
lampaui tenggang/jangka waktu yang telah ditentu-
kan.
b. Apabila diajukan oleh seorang wakil tanpa surat
kuasa khusus.
c. Apabila diajukan terhadap putusan yang belum men-
dapat kekuatan hukum tetap.
d. Apabila permohonan diajukan tidak kepada fcahkamah
Agung.
e. Apabila diajukan untuk kedua kalinya.
f. Apabila permohonan ditujukan kepada orang yang
bukan merupakan pihak dalam perkara,
g. Apabila permohonan tidak didasarkan atae alasan
alasan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 67
Ho. 1 tahun 1982 )•
Contoh putusan Mahkamah Agung mengenai peninjauan kembali yang dinyatakan tidak dapat diterima :
a. Putusan Mahkamah Agung tanggal 26 Maret 1987 No, 275 PK./Pdt/1984, bahwa putusan Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum ( tingkat
kasasi ) telah diberitahukan kepada para pihak
pada tanggal 2 Maret 1983, sesuai dengan pemberi- tahuan No. 1448ii./bip/1977 dan permohonan penin- jauan kembali diajukan oleh pemohon pada tanggal 9 Pebruari 1984 dengan demikian permohonan penin- jauan kembali tersebut telah lewat waktu 12 bu- lan sejak putusan Mahkamah Agung memperoleh ke kuatan hukum tetap, jadi penerimaan permohonan peninjauan kembali tersebut telah melampaui teng- gang waktu yang ditentukan dalam pasal 67 Undang undang No, 14 tahun 1985*
b. Putusan Mahkamah Agung tanggal 18 Agustus 1983
No. 221 PK/jrerd/1981, bahwa Achmad Djaenuri
Ho. 1 Kb/1974, bahwa berdasarkan pasal 21 Undang undang Mo. 14 tahun 1970 permohonan peninjauan kembali terhadap keputuean yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harus diajukan langsung ke Mahkamah Agung, maka permohonan rekes sipil se- perti dalam perkara ini, menurut Mahkamah Agung termasuk dalam kerangka peninjauan kembali, peng- ajuannya secara formal ke Mahkamah Agung dapat diterima akan tetapi karena dalam hukum acara atau hal hal atau keadaan keadaan yang ditentu- kan dengan Undang undang, yang member! kemungkin- an ditempuhnya proses peninjauan kembali sebagai yang dimaksudkan oleh paeal 21 Undang undang Mo. 14 tahun 1970 itu, sampai Bekarang belum ada, gu gatan rekes sipil/peninjauan kembali seperti ini harus dinyatakan tidak diterima.^
d. Putusan Mahkamah Agung tanggal 19 Hesember 1975 &o. 156 &/L»ip/1975, bahwa gugatan rekes sipil/ peninjauan kembali seharusnya diajukan langsung ke Mahkamah Agung ( tetapi rekes sipil diajukan
ke Pengadilan Negeri )
^^urlsprudensi Indonesia, diterbitkan oleh Mahka- mah Agung fl.I.f 1976, h. 627-631.
Putusan Mahkamah Agung tanggal 14 ^esember 1985 Ho. 359 PK/Pdt/1984, bahwa yang dimohonkan pe- ninjauan kembali adalah perkara Ho. 112/1970 Perd. B jo Ho. 15/1975/Pdt. PT Bjm. jo Keg. Ho. 196 K/ Sip/1973. Terhadap putusan Mahkamah Agung Ho. 196 K/Sip/1973 telah pernah diajukan rekes sipil (pe- ninjauan kembali) dengan perkara Ho. 19/1974
Perd.B dan tidak diputus oleh pengadilan negeri Banjarmasin.
Kemudian terhadap putusan rekes sipil/peninjauan kembali tersebut dimohonkan banding ke pengadil an tinggi Banjarmasin yang menyatakan pengadilan negeri Banjarmasin tidak berwenang memeriksa gu- gatan rekes sipil/peninjauan kembali (putusan tanggal 26 Maret 1981) dan kemudian mohon kasasi (neg. Ho. 3709 K/bip/1981, atas dasar tersebut diatas ternyata putusan perkara yang bersangkutan sudah pernah dimohonkan peninjauan kembali berda- ear Perma Ho. 1 tahun 1971» sehingga menurut pa sal 6 Perma Ho. 1 tahun 1982 I sekarang pasal 66
(l) Undang Undang Ho. 14 tahun 1985 ), permohonan peninjauan kembali perkara Ho. 359/PK/Pdt/1984 ini dinyatakan tidak dapat diterima.
kepada orang yang tidak merupakan pihak dalam
perkara semula, tidak dapat diterima9 putusan
pengadilan linggi yang dibenarkan oleh Mahkamah Agung.
g. Hitusan Mahkaipah Agung tanggal 31 Januari 1986 Bo, 155 PK/Pdt/1984, bahwa alasan alasan yang di- kemukakan oleh pemohon peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan karena tidak sesuai sebagaimana dimaksud pasal 2 Perma tahun 1982 ( sekarang pa
sal 67 Undang undang Mo. 14 tahun 1985 )•
Contoh putusan Mahkamah Agung yang permohonan penin jauan kembali tidak dapat diterima karena telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan.
-Llhat lampiran 1*
2. Permohonan Penln.iauan Kembali Ditolak
Permohonan peninjauan kembali setelah melalui peme- riksaan peninjauan kembali namun permohonan peninjauan kem bali tersebut tidak mencapai hasil yang menjadi sasarannya atau ditolak oleh Mahkamah Agung karena alasan yang menjadi dasar permohonannya tidak dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Ditolaknya permohonan peninjauan kembali tersebut karena
tidak didukung oleh fakta atau keadaan yang mendukung alas an yang menjadi dasar peninjauan kembali.
Dalam hal hahkamah Agung menolak permohonan penin jauan kembali maka tetap berlaku putusan semula yang
mohonkan peninjauan kembali.
Contoh putusan Mahkamah Agung permohonan peninjauan
kembali yang ditolak.
iihat larapiran 11.
3. Permohonan Penin.iauan Kembali Dlkabulkan
Suatu permohonan peninjauan kembali dapat dinyatakan
diterima atau dikabulkan :
a. Diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap*
b. Diajukan berdasarkan alasan alasan aebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 Perma So. 1 tahun 1982
( pasal 67 Undang undang No. 14 tahun 1985 ten
tang Mahkamah Agung J.
c. Diajukan oleh pihak yang berkepentingan / ber- perkara atau akhli warisnya atau wakilnya ber dasarkan surat kuasa khusus ( pasal 68 ayat 1 Undang undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung ).
d. Diajukan dalam tenggang waktu 6 bulan ( 180 ha- ri ) sebagaimana ditentukan dalam pasal 8 Perma No. 1 tahun 1982 ( pasal 69 Undang undang No. 14
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung ),
Undang undang Ho. 14 tahun 1985. Dengan kata lain apabila Mahkamah Agung menilai bahwa alasan alasan yang dikemuka- kan tersebut, dapat dibenarkan, maka permohonan itu dapat diterima atau dikabulkan.
Contoh putusan Mahkamah Agung yan*, permohonan penin jauan kembali dikabulkan.
lihat lampiran HI.
-bagaimana putusan Mahkamah Agung terhadap eksekusi yang te lah dilaksanakan kemudian putusan permohonan peninjauan kem bali dikabulkan ?.
Pada dasarnya permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelak&anaan putusan JPenga- dilan ( pasal 66 ayat 1 Undang undang fco, 14 tahun 1985 ). Jadi terhadap eksekusi yang telah dilaksanakan kemudian
ternyata oleh Mahkamah Agung putusan permohonan peninjau an kembalinya dikabulkan, misalnya barang yang merupakan sengketa sudah dijual atau dibongkar pada putusan tingkat pertama/ pengadilan bagaimana kelanjutannya.
Hal ini didalam hukum Acara Perdata maupun*dalam Undang undang &o. 14 tahun 1985 tidak ada pengaturannya, lain halnya dengan iiukum Acara
keraudian adanya fakta atau keadaan membuktikan bahwa ke-
duanya tidak bersalah maka oleh Mahkamah Agung dengan su
atu putusan pula kedua orang tersebut akhirnya dibebaskan.
Dengan adanya hal tersebut kedua orang itu mengaju-
kan gugatan ganti rugi kepada Pemerintah karena merasa di-
rugikan. Berdasarkan kasus tersebut akhirnya dibentuk / di-
undangkan Undang undang Mo. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dimana dalam Bab XII Bagian Kesatu Pasal 95 nya mengatur masalah Ganti Kerugian yang bunylnya sebagai berikut :
1. Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menun- tut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, di tuntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang undang atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang di- terapkan.
2. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta
tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan un dang undanu atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1^ yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan negeri diputus disidsng praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77.
dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdak-
wa» terpidana atau ahli warisnya kepada penga
dilan yang berwenang mengadili perkara yang ber-
sangkutan.
4. Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan gan
ti kerugian tersebut pada ayat C D ketua pengadil
an sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang
telah mengadili perkara pidana, yang bersangkutan*
5. Pemeriksaan terhadap ganti kerugian aebagaimana
tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadil
an.
Menurut pendapat saya untuk perkara perdata yang per
i
mohonan peninjauan kembalinya dikabulkan sedangkan eksekusi
nya sudah terlanjur dilaksanakan oleh pengadilan tingkat
pertama, maka pihak pemohon peninjauan kembali untuk men-
dapatkan kembali barangnya yang terlanjur dieksekusi itu
dengan cara mengajukan gu&atan baru kepada pengadilan ne
geri atau memohon petunjuk dari Mahkamah Agung terhadap
KisSIftPULAM DAM bARAh
1, K-eslmpulan
Mahkamah Agung adalah Pengadilan Megara Tertinggi
yang melakukan tu&as dan wewenang kehaklman.
Dalam fungsinya sebagai peradllan yang tertlnggl
di negara Mahkamah Agung mempunyal kekuasaan dan kewenang-
an untuk memerlksa dan memutus permohonan kasasl serta pe
ninjauan kembali putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap dan sengketa tentang kewenangan mengadili.
Sejak jaman kolonial Belanda Lerabaga peninjauan kem
bali sudah dikenal disebut Request Ciyiel dalam perkara per
data, dimana acaranya dimuat dalam Reglement op de Burger-
lijke Rechtsvordering (Rv) yang berlaku bagi penduduk Eropa
dan yang dipersamakan dengan mereka. Sedangkan untuk pen duduk golongan Indonesia dan disamakan dengan mereka ber laku hukum acara perdata yang terdapat dalam Rerziene In- doneeische Reglement (H1R) untuk daerah Jawe dan fradura sedang diluar Jawa dan Madura berlaku hukum acara dalam Rechtsreglement voor de Buitengwesten (R.BgJ. Saat ini pe ninjauan kembali perkara perdata bagi penduduk Indonesia telah diatur dalam Undang undang Mo. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap itu, melalui
permohonan dapat diperiksa dan diadili kembali.
Pada asasnya putusan pengadilan yang memperoleh ke
kuatan hukum tetap tidak dapat dirubah lagi. Hal ini tidak
lain dimaksudkan untuk menjaga kewibawaan Hakim. Hamun ha
kim sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan/ke-
khilafan dalam memberikan putusan, maka dengan adanya pu
tusan yang keliru tersebut sehingga dapat diterobos yakni
melalui upaya hukum. Upaya hukum yang dapat menerobos pu
tusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah upaya hu
kum luar biasa / istimewa. Upaya hukum luar biasa/istimewa
itu disebut Peninjauan kembali.
Peninjauan kembali pada intinya adalah untuk mencari
keadilan.
Untuk dapat menggunakan upaya hukum luar biaea/penin-
jauan kembali dalam perkara perdata ini harus disertai de
ngan syarat syarat yang ketat dan berdasarkan alasan alasan
yang terdapat dalam pasal 67 Undang undang Wo. 14 tahun
1985 tentang Mahkamah Agui.g,
Mahkamah Agung dalam melakukan pemeriksaan dan me
mutus perkara permohonan peninjauan kembali adalah melaku
kan koreksi terakhir.
Dalam pemeriksaan permohonan peninjauan kembali itu,
maka putusan Mahkamah Agung dapat dibedakan atas :
2. Putusan yang menyatakan menolak permohonan pe
ninjauan kembali.
3. irutusan yang menyatakan mengabulkan permohonan
peninjauan kembali.
Terhadap putusan peninjauan kembali yang telah di-
kabulkan eedangkan pelaksanaan eksekusi sudah terlanjur
dilaksanakan maka untuk meminta barang tersebut dengan ca-
ra mengajukan gugatan baru atau memohon petunjuk dari Kah-
kamsh Agung.
2. Saran
Kengingat bahwa pengajuan permohonan peninjauan kem
bali hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali saja dan banyak
permohonan peninjauan kembali yang ditolak / tidak dikabul-
kan oleh Mahkamah Agung maka dari itu bagi para pencari ke-
adilan hendaknya dalam mengajukan permohonan peninjauan kem
bali memperhatikan syarat syarat formil maupun materiel.
Apabila syarat syarat itu tak terpenuhi maka permohonan itu
akan sia sia saja serta akan rugi balk dalam hal biaya,
waktu maupun tenaga.
Bagi pihak yang berwenang dalam hal ini pengadilan
hendaknya memberikan petunjuk terhadap para pemohon penin
jauan kembali/ pencari keadilan akan syarat syarat permohon-
Amin, S,M., Hukum Acara Pengadilan Wegerl. Pradnya Para- mita, Jakarta, 1971.
^ubini I., dan Chaidir Ali, Penman tar Hukum Acara Perdata. Alumni, Bandung, 1974.
Subekti K., Hukum Acara Perdata. Badan Pembinaan riukum Na- sional ( BPdK ) 9 Bina Cipta, 1977.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty, Xogyakarta, 1985.
Supomo, Hukum Acara Perdata Pernadllan Weeer!. Pradnya Para- mita, 1972.
Soedirjo, Kasasi Dalam Perkara Perdata. Akademika Pressindo, Jakarta, 1983.
» Peninjauan Kembali Dalam Perkara..Pldana. Akademika Pressindo, Jakarta, 1986.
Wirjono Prodjodikoro K . , Hukum Acara Perdata dl Indonesia. Suraur Bandung, 1982.
Vfancik Saleh K #, Peninjauan Kembali Putusan vang telah mem peroleh Kekuatan Hukum Tetap. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980.
lurisprudensi Indonesia, diterbitkan oleh Mahkamah Agung Kepublik Indonesia, 1976.
ngambil putusan 'aebagai "berikut dalam perkara i JOYODIHARJO' 'alias JOYOPAWIRO, bertem- pat'tinggal di Desa Kedungasri, Keca- matan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Pemohon poninjauankombali, dahulu
Penggugat untuk kaaasi/Torgugat I - T&rbanding ;
m o 1 a w a n i
USMAN ANIS. dahulu bertempat tinggal di Kendalrejo, Kecamatan Tegaldlirao,
3Qkarartg di Jalan Diponegoro No.131*-
Jember, Termohon poninjauankembali, dahulu Tergugat dalam kasasi/Penggu- gat - Pembandlng ;
d a n :
I . MULYOD I H A K J0, b e r t e m p a t t i n g g a l d i d u k u h Sumberayu, D e s a S u i n b e r b o r a s , K e c a m a t a n Muncar* K a b u p a t o n B a n y u w a n g i I I , S A M I N A c u i h u a b . ' ' . ' o r t ^ m p a t t i n g g a l
d i Kampxmg M a n . Ja r , a o k a r - u i g t i d a k d i k o t a h u i t e m p a t t i n g g a l n y a d i I n d o n e s i a ;
I I I , H U K I N A H ) b e r t e m p a t t i n g g a l d i
Mahkamah Agung tersebut' j
Menimbang, bahva dari surat-surat yang ber-
sangkutan temyata Pemohon peninjauankembali dahu-
lu aebagai Penggugat untuk kasa3i/Tergugat I -
Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan
kembali terhadap putusan Mahkamah Agung No *1 ^ 8 K/
SipA977 yang telah berkekuatati hukum yang tetap,
dalam perkaranya mala van Termohon peninjauankembali
dahulu sebagai Tergugat dalam kasasi/Penggugat —
Pembanding dan Turut Termohon-termohon peninjauan
kembali, dahulu Turut Tdrgugat-tergugat dalam kasasi/
Tergugat XI, III - Pembanding dan Penggugat untuk
kasasi/Tergugat IV - Terbanding, dengan posita per
kara sebagai berikut r '
bahwa Penggugat sejak tahun 19*10 telah memi-
liki tanah sawah dan pekarangan yang perincian menge nai ciri-cirinya : banyakriya, letak, luas dan batas- batasnya seperti disebut dalam 3urat gugatan sub* A, B dan C ;
bahwa sejak semula tanah-tanah tersebut dimi- liki- oleh Penggugat telah digarap dengan jalan r,Maron oleh Pringgodiharjo ayah Tergugat I dan II j
bahwa pada kurang lebih tahun 1955 hubungan maro basil tersebut diputus oleh Penggugat ;
puluh dalapan ribu rupiah) ^kedelai kwintal tahun
a 1" x 18 x Rp*10*000*- « Rp*l80.000,- (seratus dela-
pan-fculuh ribu rupiah) dan k-500 buah kola pa 1 tahun
» lf-500 x;-l8 x Rp*25j- » Rp,2.025.000,- (dua juta
dua puluhblima ribu rupiah) ;
■ bahwa untuk sawah sub C 3ajak tahun 1952 yaitu
pada waktu diadakan pengukuxan (kelasiran) oleh Ter gugat IX'dlakui sebagai sawah miliknya ;
. bahwa pada tahun 1959 sawah sub C dijual oleh Tergugat II kepada Tergugat III* kemudian kurang lebih tahun 196!f dijual oleh Tergugat II kepada Tergugat IV
bahwa hasil yang dipungut dari sawah sub C se
jak tahun 19 5 5 sampai gugatan diajukan ( 18 tahun) yang
porinciannya i hasil padi U- ton a if x 18 x Rp*35*000,-
« Rp*2*520*000t- (dua juta lima ratus dua puluh ribu rupiah) dan kedele 1 ton/tahun « 1.x 18 x Rp.100.000,- h Rp»1*800.000,- (satu juta. delapan ratus ribu rupiah)
bahwa Penggugat sejak tanah-2 tersebut dikua-
sai Tergugat I> I I# III dan IV telah berusaha secara damai dengan para Tergugat agar mengembalikan tanah- tanah-. milik Penggugat beserta hasilnya, tetapi tidak berhasil ;
' bahwa berdasarkan hal^-hal tersebut diatas, maka Penggugat raohon ata3 tanah sen^keta tersebut dan