• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tentang Pergeseran Episentrum Perdaganga pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tentang Pergeseran Episentrum Perdaganga pdf"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

37

Tentang Pergeseran Episentrum

Perdagangan Internasional

(yang Seolah-olah Bergeser)

Ikhsani Retnoningtyas

*

dan Hizkia Yosie Polimpung

**

Rezim perdagangan multilateral dan kerjasama ekonomi Tiongkok tampaknya

membuat negara-negara berkembang lebih mempercayai pencapaian

kepentingan ekonomi melalui perdagangan multilateral yang menjunjung

asas “solidaritas” negara berkembang. Perkembangan ini bukannya tidak

mungkin akan melahirkan institusi-institusi ekonomi internasional dan

perdagangan multilateral baru yang dipelopori oleh negara-negara berkembang,

dan menggantikan regulasi atau kepentingan institusi lama yang cenderung

didominasi Uni Eropa dan AS

(2)

EDISI 3 | APRIL 2015

38

s

istem perdagangan multilateral mengawali popu-laritasnya pada abad ke-20, khususnya pasca berakh-irnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Dorongan akan kebutuhan ekonomi dalam mencapai kesejahteraan masyarakat merupakan faktor terbesar dalam mendong-krak perdagangan multilateral periode tersebut, dibanding isu-isu keamanan yang sebelumnya cenderung dominan. Untuk dapat mencapai hasrat akan kebutuhan ekonomi tersebut negara-negara berlomba untuk mengadakan forum dan perjanjian perdagangan multilateral. Era tersebut me-mulai babak baru kehidupan hubungan internasional yang memunculkan fenomena baru, yakni rezim perdagangan.

Selama akhir tahun 1980-1990an, isu penting akan perda-gangan multilateral memunculkan kesepakatan atas rezim perdagangan yang akhirnya dinamai WTO (World Trade Or

-ganization). WTO sebagai sebuah rezim perdagangan inter -nasional menjadi landasan dalam melaksanakan kebijakan hubungan ekspor-impor negara-negara anggotanya. WTO menghimpun legitimasi sebagai institusi pengatur regulasi perdagangan melalui perjanjian-perjanjian yang disepakati negara anggotanya. Sebagai sebuah institusi yang men-cakup mayoritas negara-negara di dunia, mulanya WTO didaulat sebagai institusi yang mampu mewujudkan sistem perdagangan multilateral yang “adil dan setara” – jika me-mang ada – bagi setiap negara anggotanya. Namun dalam perjalanannya, perjanjian dan peraturan dalam regulasi perdagangan WTO yang mendasarkan pada prinsip-prin-sip pasar bebas kurang memuaskan negara-negara berkem-bang dan negara miskin yang sejatinya menginginkan WTO sebagai institusi untuk mencapai kepentingannya masing-masing. Kekecewaan ini diekspresikan melalui protes ter-hadap Putaran Uruguay (1986-1994) dan Putaran Doha (2001-sekarang; belum selesai dan belum ada kejelasan).

Perkembangan Blok Ekonomi Perdagangan ACFTA

Ketidakmampuan WTO dalam bingkai negara-negara berkembang dan miskin untuk mencapai kepentingan-nya di lain sisi memunculkan sebuah tren perdagangan multilateral yang baru. Kemunculan blok-blok ekonomi regional nyatanya mampu membuat perkembangan yang lebih signiikan dalam pertumbuhan ekonomi. Kecende-rungan negara-negara maju dalam memonopoli kebijakan dan peratur an perdagangan multilateral melalui WTO mengakibatkan kemunculan blok ekonomi regional antar-negara berkembang semakin populer. Adalah Tiongkok

yang pertama kali mencoba untuk membuat alternatif ker-jasama multilateral dalam bingkai regional negara-negara berkembang. Kendati Tiongkok sendiri tidak memiliki or-ganisasi regional berdasarkan geograisnya, namun manu -ver ekonominya cukup menarik perhatian negara-negara berkembang di sekitar kawasannya, seperti ASEAN. Pro-posal kerjasama multilateral pun terbentuk melalui ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang saat ini menjadi sebuah acuan rezim perdagangan bebas yang baru dalam ekonomi politik internasional.

Dominasi paham pasar bebas dan negara-negara Barat dalam ekonomi politik internasional menstimulasi Tiong-kok untuk mencari alternatif perdagangan multilateral yang bisa menjembatani kepentingannya tanpa sepenuh-nya membatasi regulasi ekonomi domestiksepenuh-nya. Pada 2010 Tiongkok meresmikan rezim perdagangan baru yang di -inisiasinya bersama dengan ASEAN, yaitu ACFTA. Diban-dingkan WTO, rezim perdagangan dalam ACFTA menjadi lebih leksibel dan kooperatif meskipun sama-sama berada dalam lajur perdagangan dan ekonomi pasar bebas. Rezim perdagangan multilateral ini diyakini sebagai sebuah ben-tuk ideal kerjasama perdagangan yang diinginkan negara-negara berkembang. Pasalnya, dalam rezim perdagangan yang Barat-sentris, tidak hanya hubungan yang timpang se-cara kekuatan ekonomi, perlakuan Barat yang seolah-olah mendikte adalah hal yang dianggap melecehkan kedaulat-an negara-negara berkembkedaulat-ang. Alhasil, pertumbuhkedaulat-an ekonomi regional ASEAN pun meningkat lebih cepat pasca diimplementasikannya ACFTA.

Perubahan Trend Rezim Perdagangan Melalui Blok Ekonomi

(3)

EDISI 3 | APRIL 2015

39

Lebih jauh lagi, Tiongkok, selain melalui ACFTA, juga

mela-lui kerjasama bilateral dan multilateralnya yang lain didaul-at sebagai negara dengan pengaruh ekonomi terbesar di du-nia. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pasca me-liberalisasi perdagangan (dengan masuk ke WTO pada 2001) membuat negara tersebut menjelma menjadi raksasa ekonomi yang menyaingi AS. Rezim perdagangan multilateral dan ker -jasama ekonomi yang diajukan oleh Tiongkok memberikan pengaruh yang signiikan dalam perubahan rezim per -dagangan. Melalui manuver geoekonominya ini, Tiongkok memiliki peran dan dominasi yang “lebih diterima” oleh negara-negara yang menjalin relasi ekonomi bilateral mau-pun multilateral.

Pertumbuhan maupun kebijakan ekonomi Tiongkok dalam relasi ekonomi internasional selain mengindikasikan pe-rubahan besar ekonomi internasional, juga memberikan kontribusi atas bangkitnya kepercayaan diri negara-negara berkembang untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang lebih adil me lalui perdagangan multilateral. Rezim perdagangan multilateral dan kerjasama ekonomi Tiong-kok tampaknya membuat negara-negara berkembang lebih mempercayai pencapaian kepentingan ekonomi melalui perdagangan multilateral yang menjunjung asas “solidari-tas” negara berkembang. Perkembangan ini bukannya tidak mungkin akan melahirkan institusi-institusi ekonomi inter-nasional dan perdagangan multilateral baru yang dipelo-pori oleh negara-negara berkembang, dan menggantikan regulasi atau kepentingan institusi lama yang cenderung didominasi Uni Eropa dan AS.

Refleksi

Lalu bagaimana kemudian kita merespon fenomena tren pergeseran episentrum konsolidasi rezim perdagangan dari Barat ke Timur ini? Pandangan yang dominan adalah mer-ayakan. Pandangan ini memosisikan tren ini sebagai suatu alternatif bagi penataan perdagangan yang lebih “adil dan setara” – sekali lagi, jika memang ada – dibandingkan de-ngan yang selama ini ada. Penghargaan kedaulatan dan bilateralisme, kadang diimbuhi dengan asas kekeluargaan

(brotherhood), pertemanan (amity), dan bahkan ke-timur-an, membuat pandangan ini merasa bahwa tren perda-gangan baru di atas lebih “pas” dengan diri mereka sebagai masyarakat negara berkembang.

Sayangnya pandangan ‘kedaulatan-sentris’ ini, jika boleh kita sebut demikian, mengandaikan bahwa ketidak-adilan dan ketidak-setaraan relasi ekonomi adalah dan hanya ada di sistem internasional. Diasumsikan begitu saja bahwa re-lasi ekonomi di dalam batas-batas kedaulatan negara ada-lah adil dan setara. Akhirnya, pandangan ini rawan men-jadi pandang an yang sangat diskriminatif. Hanya mereka-mereka yang menjadi penguasa ekonomi dan politik dalam negeri lah yang berhak berbicara atas nama kedaualatan negara. Sementara para buruh yang upah kerjanya dan kondisi kerjanya tidak layak, ibu-ibu dan anak-anak yang terpaksa bekerja dibawah standar, pemuda-pemudi yang terpaksa bekerja tidak sesuai bidang dan keinginan mereka, dan buruh tani tak bertanah yang terlilit hutang tengkulak seketika larut dan hilang dalam jargon “kedaulatan ekono-mi nasional” yang dihadap-hadapkan dengan kedaulatan ekonomi nasional negara lain. Barat atau Timur, tetap saja rezim perdagangan internasional tidak akan adil dan setara bagi mereka-mereka ini.

Pergeseran episentrum perdagangan internasional bisa jadi adalah suatu kemajuan penting untuk mencapai suatu sis-tem ekonomi yang berasaskan keadilan dan kesetaraan. Na-mun mengabaikan keberpihakan dari suatu sistem ekonomi – Barat atau Timur, nasional atau internasional, pasar atau non-pasar – kepada mereka-mereka yang terposisikan dan terkondisikan untuk selalu menjadi “kelas bawah” han-yalah akan selalu mengulangi penjajahan Barat yang selama ini hendak kita lawan. Pergeseran yang benar-benar berarti adalah pergeseran dari sistem ekonomi yang mensyarat-kan ketidakadilan dan ketidak-setaraan ke suatu sistem ekonomi yang tidak akan mungkin berjalan tanpa keadilan dan kesetaraan akses dan peluang ekonomi bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Karena bagi kelas bawah yang selalu tereksploitasi, pergeseran tren perdagangan inter-nasional ini sebenarnya tak lebih dari sekedar pergantian giliran jaga para mandor yang mengawasi mereka bekerja memeras peluh. 

* Ikhsani Retnoningtyas, Mahasiswi tingkat akhir Hubungan

Internasional, Universitas Paramadina; peneliti magang di Koperasi Riset Purusha

**Hizkia Yosie Polimpung, Peneliti di Koperasi Riset Purusha;

(4)
(5)

DAFTAR ISI

PemimPin Redaksi

M.Said Marsaoly

Wakil PemimPin Redaksi/RedaktuR Pelaksana

Bahtiar Mumen

Wakil RedaktuR Pelaksana

Hamid Kiye

deWan Redaksi

Ismunandar M.Guntur

Zulkarnaen Syawal

Risman Buamona

Helmi M.Said

Rahmat Marsaoly

PeWaRta

Rudy Marsaoly

Mohamad Haikal

M.T.Cahayadi

Irwanto Hamzah

administRasi/distRibusi

Sariwati Mumen

Hamdi M.Thaib

Hamdan Latawan

Budi Thamrin

alamat Redaksi

Jl.Trans,Halmahera, Teluk Buli 97862

email Redaksi

salawakuinstitute@gmail.com

layout dan desain

anak kalong desain

Majalah Salawaku

adalah majalah yang terbit per-tiga bulan sekali. Diorientasikan untuk merekam daur

pengetahuan orang-orang biasa dan persoalan sosial-ekologi di Nusantara. Lebih khusus lagi pada kepulauan

Maluku. Majalah ini direncanakan akan digulir kepada komunitas-komunitas di kampung-kampung, pengurus

publik di kabupaten-kota, Provinsi dan regu-regu belajar sosial-ekologi serta publik pada umumnya.

laPoRan utama

Orang-orang Buangan di Pedalaman Halmahera

2

kamPung

Teriakan dalam Hening

5

CeRita laPang

Cinta di Nga’ai Madudera

7

album

Masyarakat Lingkar Tambang Tolak Tambang

14

tilik

Timbul Tenggelamnya Artikulasi Adat

15

diskuRsus

Tiga Variasi tentang Sejarah Kapitalisme

19

tokoh

Pramoedya dan Karya Pulau Buru

25

Pendidikan

Pendidikan Karakter Anak Usia Dini

34

oPini

Pergeseran Episentrum Perdagangan Internasional

37

Ruang hiduP

Perampasan Ruang Hidup Melalui Pembelahan

40

Fotolitas

46

buku

Kepulauan Maluku: Penjajahan Berkelanjutan

47

Puisi

Matapia Soa

52

Ruang Bertutur Orang Biasa

Referensi

Dokumen terkait

Data udara atas pada saat kejadian yang diperoleh dari stasiun meteorologi Pangkal Pinang menunjukkan bahwa pesawat terbang dengan ketinggian jelajah 32.000 kaki

Aplikasi Analisis Model Komponen Varians Multilevel Pada Hasil Tes Psikologi Dibeberapa SMU Swasta di Surabaya.. Multilevel Statistic Models 2 nd Ed., E- Book of

Skripsi dengan judul “Penerapan Model Number Head Together untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Tema Berbagai Pekerjaan Berbantuan Media Flashcard pada Siswa

Sejalan dengan rumusan masalah, serta tujuan penelitian tentang ketepatan penggunaan bahasa pada buku teks “Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik SMA kelas

memahami materi tersebut. Sedangkan pada kelas kontrol dalam pembelajaran masih memakai metode ceramah sehingga siswa merasa bosan dalam mengikti pelajaran masih ada

Analisa bivariat dari hasil hubungan lingkungan fisik di dalam rumah dengan kejadian filariasis lebih banyak terjadi pada keadaan rumah penderita yang ventilasinya

Dengan pengertian diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Sistem Pendukung Keputusan (SPK) bukan merupakan alat pengambilan keputusan, melainkan merupakan sistem

Dengan demikian Tiara Veritas dan rekanannya meminta bantuan dari UPH selaku rekanan dalam bidang pendidikan yang jenjangnya lebih tinggi untuk memberikan