• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jika Subjek Menipu Apakah Hasil Pengukur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jika Subjek Menipu Apakah Hasil Pengukur"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Jika Subjek Menipu, Apakah Hasil Pengukuran

oleh Skala Psikologi Masih Andal?

Wahyu Widhiarso Universitas Gadjah Mada

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak respons tipuan terhadap keandalan pengukuran skala psikologi. Eksperimen dilakukan pada 200 subjek yang diminta untuk melengkapi Skala Kepribadian Lima Faktor (BFI-44) dengan dua instruksi berbeda. Instruksi pertama meminta subjek merespons dengan jujur (kondisi netral) sedangkan instruksi kedua meminta subjek merespons skala skala seperti halnya ketika dalam kondisi seleksi pekerjaan (kondisi termotivasi). Perbandingan koefisien alpha antar kondisi menunjukkan bahwa respons tipuan tidak mengganggu keandalan pengukuran. Porsi skor murni di dalam skor tampak tampak tidak terpengaruh oleh hadirnya respons tipuan. Dengan menggunakan analisis pemodelan situasi–ciri sifat didapatkan bahwa besarnya skor murni tersebut banyak terkandung skor yang lebih terkait dengan situasi dibanding dengan ciri sifat yang menjadi target utama pengukuran. Hasil analisis model secara terpisah berdasarkan tiap faktor kepribadian menunjukkan bahwa faktor keramahan dan keterbukaan relatif tahan terhadap respons tipuan yang dibuktikan dengan proporsi varians skor ciri sifat yang cukup besar.

Kata Kunci : Respons Tipuan, Model Situasi–Ciri Sifat, Keandalan

Pengukuran

The aims of this study was exploring the impact of faking responses on measurement reliability of psychological scales. Experiments conducted on 200 subjects who were asked completed Five Factors Personality Scale (BFI-44) with two different instructions. First instruction asked subjects to respond with honest way (neutral condition) whereas second instruction asked subjects to respond to the scale of scale as when they participate in employment selection (motivated conditions). Comparisons between alpha coefficient between these conditions suggest that faking response does not interfere measurement reliability. Pure score proportion on observed score was unaffected by presence of faking responses. However, using state-trait models found that pure score proportion on observed score contained state score rather than trait score as main measurement target. Results of analysis model separately toward personality factors suggest that agreeableness and openness factor was relatively resistant to faking responses. Trait score proportion of these factors still large altough faking response was presence.

(2)

2

Pengukuran kepribadian dengan menggunakan skala psikologi dalam bentuk pelaporan mandiri (self-report) banyak dipakai dalam bidang praktis maupun penelitian. Penggunaan skala psikologi dalam bidang praktis masih minim dibanding penggunaannya dalam bidang penelitian. Dalam bidang industri dan organisasi misalnya, banyak praktisi yang masih skeptis untuk memanfaatkan skala psikologi dalam pengukuran yang dikarenakan skala psikologi mudah ditipu. Subjek mengetahui bagaimana profil kepribadian ideal yang diinginkan oleh pimpinannya sehingga respons yang diberikan cenderung distortif dan tidak sesuai dengan kondisi senyatanya (Martin, Bowen, & Hunt, 2002).

Meski istilah yang menjelaskan respons distortif, namun istilah yang banyak dipakai dalam literatur adalah respons tipuan (faking) (Holden & Evoy, 2005). Respons tipuan didefinisikan sebagai upaya sengaja untuk mendistorsi profil kepribadian individu agar sesuai dengan apa yang dipersepsikan oleh pihak tertentu sebagai profil kepribadian yang ideal. Respons tipuan memberikan dampak yang sangat berarti terhadap pengambilan keputusan, apalagi jika respons tipuan tersebut dipakai sebagai tes utama dalam pengambilan keputusan (high-stake testing). Adanya respons tipuan berpotensi menyebabkan skor hasil pengukuran menjadi bias dan tidak menggambarkan atribut psikologis yang diukur.

Seberapa bias hasil pengukuran dengan kondisi individu senyatanya telah banyak diteliti. Studi yang paling banyak dilakukan adalah dengan memberikan dua skala psikologi pada subjek penelitian yang masing-masing memiliki instruksi berbeda (e.g. Ferrando & Carrasco, 2009). Pertama adalah instruksi standar yang meminta subjek memberikan respons secara jujur terhadap alat ukur. Instruksi kedua, instruksi spesial yang meminta subjek membayangkan dirinya sebagai pelamar pekerjaan yang mengikuti proses penyeleksian. Kondisi kedua secara tidak langsung akan mengarahkan subjek untuk memberikan respons tipuan agar dapat diterima sebagai karyawan. Kondisi ketika subjek merespons alat ukur secara jujur dinamakan kondisi netral sedangkan kondisi kedua dinamakan kondisi motivasional. Pada beberapa penelitian, besarnya bias skor hasil pengukuran didapatkan dari selisih skor antar kedua kondisi tersebut (e.g. Boon, Gozna, & Hall, 2008).

Sejumlah penelitian telah mengidentifikasi bias skor hasil pengukuran tersebut. Viswesvaran dan Ones (1999) melakukan kajian meta-analisis terhadap penelitian-penelitian tersebut. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pada studi dalam-subjek (within subject), subjek dapat meningkatkan skor dengan rata-rata 0,75 deviasi standar. Pada penelitian dengan desain antar-subjek (between subject) didapatkan perbedaan skor dengan rerata 0,5 deviasi standar. Meski rerata bias skor tergolong kecil (di bawah 1 deviasi standar) namun penelitian ini telah mengungkap responden dapat dengan sengaja meningkatkan skor.

(3)

3

mencatat ada tiga parameter terkait dengan respons tipuan, yaitu besarnya respons tipuan, variasi respons tipuan dan proporsi subjek yang memberikan respons tipuan. Besarnya respons tipuan menunjukkan sampai seberapa jauh subjek menipu yang didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa derajat subjek dalam memberikan respons tipuan berbeda-beda (McFarland & Ryan, 2000). Variasi respons tipuan menunjukkan seberapa jauh variasi skor berbeda antara kondisi netral dan motivasional, sedangkan proporsi subjek yang memberikan respons tipuan menjelaskan seberapa banyak subjek yang mengikuti instruksi khusus sehingga mereka benar-benar memberikan respons tipuan.

Untuk mengendalikan pengaruh ketiga parameter di muka, beberapa teknik analisis dapat diterapkan, misalnya melalui pemodelan persamaan struktural (SEM) (Winkelspecht, Lewis, & Thomas, 2006); atau teori respons butir (IRT) (Eid & Zickar, 2007). Pemodelan melalui SEM dapat dilakukan dengan mengembangkan model yang melibatkan konstrak laten yang menjelaskan atribut psikologis subjek sebenarnya dan konstrak laten yang menjelaskan atribut psikologis yang dikarenakan situasi ketika individu merespons alat ukur. Penggunaan konstrak laten dalam analisis akan mengendalikan semua varians yang tidak terkait dengan atribut yang diukur termasuk di dalamnya parameter-parameter ekstra yang dipaparkan di muka. Pemodelan melaui IRT akan menjangkau unsur yang lebih mendetail karena fokus kajiannya mengarah pada pola respons subjek terhadap skala. Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pemodelan SEM.

Pemodelan melalui SEM yang melibatkan konstrak laten yang menjelaskan atribut psikologis secara murni serta atribut terkait situasi. Model ini merupakan penerapan dari model situasi–ciri sifat (latent state-trait model) yang dikembangkan oleh Steyer dan Schimtt (1990). Model tersebut menjelaskan bahwa atribut psikologis yang biasa diukur oleh peneliti memuat dua varians. Pertama adalah varians atribut murni individu yang kemudian dinamakan dengan ciri sifat (trait) dan atribut psikologis yang terkait situasi (state). Skor pengukuran sikap misalnya, selain mengandung sesatan pengukuran juga mengandung skor murni yang bersifat menetap (i.e. ciri sifat) dan skor murni yang terkait dengan kondisi atau situasi temporer individu.

(4)

4

Dalam berbagai literatur di Indonesia kata keandalan pengukuran memiliki arti yang sama dengan kata reliabilitas pengukuran. Keduanya sama-sama diterjemahkan dari kata reliability. Keandalan pengukuran diukur dari seberapa jauh skor tampak memuat skor terkiat atribut ukur, yang dinamakan dengan skor murni. Semakin andal pengukuran semakin besar proporsi skor murni di dalam skor tampak dan semakin sedikit porsi sesatan (error) pengukuran.

Kajian terbaru dalam bidang psikometri kemudian membagi skor murni menjadi dua bagian: skor murni terkait situasi dan dan ciri sifat individu. Penjabaran ini dapat dilihat pada Gambar 1. Beberapa ahli kemudian menjabarkan satu komponen lagi di dalam skor tampak, yaitu metode. Metode menjelaskan seberapa besar porsi perbedaan metode ukur di dalam skor tampak. Metode bukan bagi menjadi bagian dari skor murni karena tidak mengukur atribut ukur, bahkan metode termasuk dalam sesatan pengukuran karena turut mengurangi porsi skor murni hasil pengukuran.

Gambar 1 menjelaskan skala dengan dua buah butir A dan B yang dikenakan sebanyak dua kali sehingga dijabarkan menjadi A1-B1 dan A2-B2. Setiap skor pengukuran didalamnya terkandung skor murni, unsur dari sesatan pengukuran dan metode. Sementara itu, di dalam sekor murni terkandung komponen dari ciri sifat dan situasi pengukuran.

Gambar 1. Model situasi ciri sifat pada alat ukur dengan dua butir/metode yang diberikan kepada subjek sebanyak dua kali.

Dalam penelitian ini keandalan pengukuran lebih diartikan sebagai besarnya varians skor ciri sifat di dalam skor murni. Kata varians di sini dipakai karena dapat dipakai untuk menjelaskan besarnya porsi bagian kecil dalam bagian besar yang memuatnya. Hasil pengukuran yang andal akan mengukur atribut ukur yang sesuai dengan karakteristiknya. Dalam pengukuran mood yang sifatnya temporer, keandalan ukur dapat diketahui dari porsi varians skor situasi, sedangkan pada pengukuran kepribadian yang sifatnya lebih stabil keandalan ukur dapat diketahui melalui porsi varians skor ciri sifat.

Penelitian ini menggunakan pengukuran kepribadian yang secara teoritik sifatnya stabil sehingga dikategorikan sebagai ciri sifat. Oleh karena itu,

(5)

5

pengukuran kepribadian yang andal akan lebih banyak menggambarkan ciri sifat dibanding dengan situasi individu. Sebaliknya pengukuran yang kurang andal akan menghasilkan varians skor situasi yang besar dibanding dengan ciri sifat.

METODE

Partisipan

Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa yang berjumlah partisipan adalah 200 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposif. Partisipan yang tidak merespons butir secara lengkap dikeluarkan dari analisis. Partisipan memiliki usia antara 19 hingga 23 dari berbagai tingkat tahun akademik (39% laki-laki dan 61% perempuan). Pelaksanaan eksperimen dilakukan di dalam kelas yang didahului dengan pengisian inform consent. Tidak ada partisipan yang menolak untuk mengisi inform consent sehingga semua subjek dapat mengikuti keseluruhan prosedur eksperimen. Pelaksanaan eksperimen memakan waktu 30 menit. Semua partisipan diinstruksikan untuk merespons skala dengan dua instruksi berbeda yang diawali dari mengisi secara jujur kemudian dilanjutkan dengan merespons skala dengan kondisi sebagai pelamar pekerjaan.

Pengukuran

Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah Inventori Kepribadian Lima Faktor, diadaptasi oleh peneliti dari Big Five Inventory (BFI) yang dikembangkan oleh John, Donahue, & Kentle (1991). Skala ini menggunakan model skala Likert yang terdiri dari lima alternatif respons. Cara pengukurannya adalah pelaporan mandiri yang meminta subjek untuk merespon butir-butir pernyataan menggambarkan berbagai karakteristik individu. Respon yang disediakan ada lima alternatif respons dari sangat sesuai hingga sangat tidak sesuai dengan penyekoran butir bergerak dari 1 hingga 5. Skala ini mengukur lima faktor kepribadian antara lain ekstraversi (extroversion), keramahan (agreeableness), keuletan (conscentiousness), neurotisisme (neuroticism) dan keterbukaan (openess).

Contoh butir pada masing-masing faktor antara lain sebagai berikut. Menjadi penggerak dalam kelompok (ekstraversi, butir 1), memiliki sedikit kepedulian terhadap orang lain (keramahan), mempersiapkan diri sebelum melakukan sesuatu (keuletan), mudah meredahkan perasaan tertekan (kestabilan emosi) dan memiliki banyak kosa kata (ekstraversi). Penyekoran butir pada faktor neurotisisme dalam penelitian ini dilakukan secara terbalik sehingga semakin tinggi skor faktor ini menunjukkan semakin tinggi kestabilan emosi subjek. Prosedur ini sesuai dengan pernyataan John, Donahue, & Kentle (1991) yang mengatakan bahwa penyekoran BFI pada faktor neurotisisme dapat dilakukan secara terbalik.

(6)

6

dan keterbukaan (0.807). Hasil ini mirip versi asli yang dilaporkan oleh John dan Srivastava BFI memiliki reliabilitas (α) antara 0.75 hingga 0.80 dan reliabilities tes-tes ulang antara 0.80 hingga 0.90. Validitas BFI pada versi asli yang dikorelasikan dengan NEO-FFI dan TDA menghasilkan rata-rata korelasi sebesar 0.83 hingga 0.91 (John & Srivastava, 1999).

Prosedur Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuasi yang menggunakan model dalam-subjek (within-subject). Manipulasi perlakuan yang diberikan adalah jenis instruksi yang terdiri dari dua jenis. Instruksi pertama adalah meminta subjek merespons butir skala secara jujur dan instruksi kedua adalah meminta subjek merespon butir skala ketik dalam kondisi seleksi karyawan. Pada instruksi kedua, subjek diminta untuk membayangkan dirinya sebagai pelamar pekerjaan yang sedang mengikuti proses seleksi. Dalam penelitian ini, kondisi pertama dinamakan dengan kondisi netral sedangkan kondisi kedua dinamakan dengan kondisi motivasional.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan model situasi ciri sifat yang dikembangkan oleh Steyer dan Schmitt (1990). Pada penelitian ini situasi pengukuran didapatkan dari dua kondisi pengukuran, yaitu kondisi netral dan motivasional. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemodelan persamaan struktural (SEM) dengan menggunakan teknik estimasi kebolehjadian maksimal (maximum likelihood).

Ada empat komponen statistik yang biasa dipakai dalam pemodelan situasi dan ciri sifat laten yang menunjukkan porsi varians skor konstrak laten di dalam skor tampak. Statistik tersebut antara lain adalah (a) reliabilitas menunjukkan seberapa besar porsi varians skor murni (ζ) dan ciri sifat laten (ξ) dibagi dengan total varian dari indikator (Y). Dalam hal ini terlihat bahwa varians skor murni terbagi menjadi dua jenis, yaitu varians situasi dan ciri sifat. (b) Konsistensi yang menunjukkan seberapa besar porsi varians ciri sifat, (c) spesifisitas kondisi yang menjelaskan porsi varians situasi, dan (d) spesifitas metode yang menjelaskan porsi varians metode.

HASIL

Deskripsi Statistik

(7)

7

Tabel 1. Deskripsi Statistik tiap Faktor Kepribadian

Faktor Kepribadian

Kondisi Netral Kondisi Motivasional Perbandingan

M SD MIN MAK M SD MIN MAK Selisih Rerata

Nilai-t

Ekstraversi 3.48 0.53 1.38 4.75 3.80 0.54 2.50 5.00 0.33 -7.22** Keramahan 3.49 0.53 1.44 4.78 3.73 0.70 2.67 5.00 0.24 -7.54**

Keuletan 3.34 0.50 1.44 4.89 3.75 0.69 2.22 5.00 0.42 -7.61** Kes. Emosi 3.12 0.37 1.63 4.13 3.34 0.47 2.38 4.50 0.22 -5.34** Keterbukaan 3.59 0.48 1.10 4.90 3.88 0.44 2.80 4.90 0.29 -9.30**

Keterangan : M = rerata, SD=deviasi standar, MIN=skor minimal, MAK=skor maksimal, ** =p<0.05

Melalui deviasi standar terlihat bahwa perubahan kondisi telah meningkatkan keragaman skor. Penurunan keragaman skor hanya terjadi pada faktor keterbukaan saja. Peningkatan keragaman skor menunjukkan bahwa subjek memiliki cara dan strategi yang berbeda-beda dalam memberikan respons tipuan sehingga skor menjadi bervariasi. Tabel 1 juga menunjukkan nilai skor minimal dan maksimal untuk masing-masing faktor kepribadian. Pada kondisi motivasional, skor maksimal muncul pada tiga faktor yaitu ekstraversi (7 kasus), keramahan (12 kasus) dan keuletan (13 kasus). Jumlah kasus yang relatif kecil ini menunjukkan bahwa respons tipuan diberikan tidak sekedar bertujuan mendapatkan skor yang tinggi namun bagaimana memberikan citra tertentu. Tabel 2. Perbandingan Koefisien Reliabilitas antar Kondisi

Faktor

Kepribadian Kondisi Netral

Kondisi Motivasional

Kondisi Netral & Motivasional

Ekstraversi 0.70 0.75 0.76

Keramahan 0.70 0.84 0.88

Keuletan 0.73 0.84 0.80

Kes. Emosi 0.23 0.53 0.42

Keterbukaan 0.76 0.72 0.83

(8)

8

Keandalan Pengukuran Tiap Faktor Kepribadian

Model yang dikembangkan menunjukkan bahwa di dalam skor murni terkandung varians yang menjelaskan ciri sifat laten individu yang cenderung stabil (i.e. ciri sifat); situasi laten yang menjelaskan dampak situasi dan interaksi subjek dengan situasi pengukuran.

Gambar 2. Model Situasi - Ciri Sifat Laten dengan pada pengukuran yang memiliki dua butir yang diamati sebanyak dua kali.

Hasil analisis komponen model yang dipaparkan pada Tabel 3 menunjukkan reliabilitas pengukuran pada kelima faktor cenderung bergerak pada kategori rendah hingga moderat (0.42 - 0.77) dan varians skor murni. Varians skor murni tersebut kemudian dipecah menjadi dua komponen, yaitu varians skor situasi dan ciri sifat. Pada faktor ekstraversi, keuletan, dan kestabilan emosi nilai varians skor situasi lebih besar dibanding dengan varians ciri sifat. Sebaliknya pada faktor keramahan dan keterbukaan, varians skor ciri sifat yang lebih besar dibanding dengan varians skor situasi. Faktor yang sangat terpengaruh terhadap situasi adalah kestabilan emosi karena si dalam varians skor murninya termuat 92 persen varians skor situasi. Hasil ini menunjukkan bahwa melalui analisis secara terpisah, dampak perbedaan kondisi pengukuran hanya berpengaruh pada tiga faktor sedangkan dua faktor lainnya relatif tidak terpengaruh.

Tabel 3. Perbandingan Varians Skor pada masing-masing Faktor BFI

Faktor BFI Skor Murni Skor Situasi Skor Ciri Sifat

Ekstraversi 0.63 0.40 (63%) 0.24 (37%)

Keramahan 0.77 0.12 (16%) 0.65 (84%)

Keuletan 0.76 0.60 (80%) 0.16 (20%)

Kes.Emosi 0.42 0.38 (92%) 0.04 (8%)

Keterbukaan 0.67 0.23 (40%) 0.44 (60%)

Pada analisis selanjutnya, model pada analisis sebelumnya dimodifikasi dengan penambahan konstrak metode yang mewakili varians pembelahan skala. Dalam analisis ini pembelahan skala diasumsikan sebagai metode yang berbeda dalam mengukur atribut ukur. Sebagai contoh konstrak metode 1 menjelaskan

Netral A1

A2

ζ2

B1

B2

Motiv.

Sifat ε4

ε5

ε4

ε5

(9)

9

varian pada bagian pembelahan 1 (A1 &B1) sedangkan metode 2 mewakili bagian

pembelahan 2 (A2 &B2).

Hasil analisis lanjuta dengan memasukkan varian metode dipaparkan pada Tabel 4. Analisis terhadap faktor kestabilan emosi tidak dapat menjabarkan varians skor murni dikarenakan adanya varians yang bernilai negatif sehingga tidak dimunculkan dalam tabel. Pada faktor ekstraversi dan keuletan, proporsi varians skor situasi yang lebih besar dibanding varians skor ciri sifat. Sebaliknya, pada faktor keramahan dan keterbukaan proporsi skor varians skor ciri sifat lebih besar. Hasil analisis ini tidak berbeda dengan analisis sebelumnya sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan varians skor metode tidak dapat menjelaskan banyak mengenai metode pengukuran.

Tabel 4. Perbandingan Varians Skor pada masing-masing Faktor BFI

Faktor BFI Skor Murni Skor Situasi Skor Metode Skor Ciri Sifat Ekstraversi 0.78 0.47 (60%) 0.15 (19%) 0.16 (21%) Keramahan 0.88 0.17 (20%) 0.11 (12%) 0.60 (68%)

Keuletan 0.85 0.65 (76%) 0.09 (11%) 0.11 (13%)

Kes.Emosi 0.79 - - -

Keterbukaan 0.83 0.31 (37%) 0.16 (19%) 0.36 (44%)

Keandalan Pengukuran pada Semua Faktor Kepribadian

Analisis pengukura kepribadian secara keseluruhan dilakukan dengan memasukkan skor masing-masing faktor baik pada kondisi netral dan motivasional. Hasil analisis dipaparkan pada Tabel 5 yang menunjukkan nilai varians skor murni dan penjabarannya dalam bentuk varians skor situasi dan ciri sifat.

Tabel 5. Perbandingan Koefisien Reliabilitas antar Kondisi

Model Skor Murni Skor Situasi Skor Ciri Sifat

Ekstraversi 0.52 0.33 (65%) 0.18 (36%)

Analisis faktor kepribadian dalam satu sistem analisis mendapatkan hasil yang berbeda dengan analisis faktor kepribadian secara terpisah. Pada semua faktor, porsi varians skor situasi laten lebih besar dibanding dengan varians skor ciri sifat. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan pengukuran kepribadian yang dilakukan banyak dikontaminasi oleh interaksi subjek dengan situasi.

DISKUSI

(10)

10

Di dalam skor murni masih terkandung dua komponen lagi, yaitu skor situasi, ciri sifat. Keandalan pengukuran terlihat dari seberapa jauh alat ukur mampu menjelaskan ciri sifat individu yang stabil dan tidak terpengaruh oleh situasi dan metode pengukuran.

Penelitian ini menemukan bahwa munculnya respons tipuan mengurangi keandalan pengukuran yang terlihat dari besarnya proporsi varians skor ciri sifat yang lebih kecil dibanding dengan varians skor situasi. Namun demikian, pada analisis yang lebih spesifik pada tiap faktor pengukuran didapatkan ada dua faktor yang tidak terpengaruh situasi pengukuran. Analisis yang diawali dari tahap mengidentifikasi varian skor murni tanpa melibatkan situasi menunjukkan bahwa varians skor murni memiliki proporsi yang besar dalam menjelaskan skor tampak. Pada analisis selanjutnya, masuknya varians situasi telah mengurangi proporsi varians ciri sifat. Di sisi lain, analisis lanjutan yang memasukkan varians metode tidak mengubah banyak hasil analisis sebelumnya.

Penelitian ini mendukung pernyataan Ziegler & Buehner (2009) yang mengatakan bahwa munculnya respons tipuan dikarenakan oleh interaksi antara subjek dan konteks pengukuran. Interaksi ini menyebabkan keandalan pengukuran menjadi tereduksi. McFarland & Ryan (2000) mengatakan bahwa situasi mempengaruhi besarnya subjek dalam memberikan respons tipuan. Situasi tertentu akan mendukung subjek cenderung melakukan menipu dan mampu menipu dengan baik pada alat ukur. Penelitian ini menemukan bahwa peranan situasi tersebut dalam respons tipuan cukup besar.

Dengan masuknya respons tipuan, varians skor murni mengalami penurunan secara drastis, namun tidak pada faktor keramahan dan keuletan karena nilai reliabilitas pengukurannya masih dalam kategori moderat (>0.7). Setelah dianalisis secara mendetail, masalah keandalan pengukuran muncul pada faktor keuletan. Meskipun varians skor murni di dalamnya cukup besar, namun di dalamnya banyak berisi varians yang terkait dengan situasi daripada ciri sifat. Dapat dikatakan bahwa pengukuran pada faktor keramahan dan keuletan tidak memiliki ketahanan terhadap respons tipuan.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa hasil estimasi reliabilitas yang dihasilkan dengan teknik konvensional (misalnya konsistensi internal) perlu diverifikasi lebih lanjut. Hal ini dikarenakan di dalam nilai reliabilitas tersebut masih terkandung komponen yang tidak terkait dengan atribut ukur yang sifatnya stabil. Beberapa peneliti telah membandingkan reliabilitas pengukuran yang didapatkan dari kondisi netral dan motivasional dengan menggunakan konsistensi internal (e.g. Douglas, McDaniel, & Snell, 1996). Meskipun hasilnya didapatkan bahwa reliabilitas pengukuran tetap tinggi namun tingginya reliabilitas tersebut perlu diverifikasi lebih lanjut.

(11)

11

Hal ini dikuatkan dengan selisih rerata skor antar kedua kondisi cukup kecil yaitu 0.21.

Kedua, butir-butir skala kurang terkait dengan pekerjaan sehingga antara satu subjek dengan subjek lainnya memiliki strategi yang berbeda dalam memberikan respons tipuan. Misalnya faktor keramahan memiliki varians skor ciri sifat lima kali lipat lebih banyak dibanding varians skor situasi dikarenakan faktor tersebut kurang terkait dengan pekerjaan dibading dengan faktor keuletan (Premuzic & Furnham, 2010). Pada faktor keuletan yang terkait dengan erat dengan pekerjaan, porsi varians skor ciri sifat hanya seperempat dari varians situasi.

Analisis model situasi–ciri sifat yang dalam penelitian ini banyak membatasi nilai awal parameter dalam model untuk mengurangi varians-varians baru yang tidak terlibat di dalam model. Dalam teori klasik dijelaskan bahwa meningkatnya skor murni yang dijelaskan oleh pengukuran akan meningkatkan korelasi antar butir yang mengukur hal yang sama yang ditunjukkan dengan bobot faktor (factor loading) yang tinggi. Sementara itu, sesatan pengukuran akan meningkatkan korelasi antar butir yang direspons dengan tipuan sehingga korelasi antar butir yang mengukur atribut yang sama akan menurun (Ziegler & Buehner, 2009). Pembatasan dalam analisis dilakukan pada beberapa parameter namun masih dalam kerangka teoritik model situasi–ciri sifat sehingga estimasi yang dihasilkan dapat menggambarkan parameter secara akurat.

(12)

12

DAFTAR PUSTAKA

Boon, J., Gozna, L., & Hall, S. (2008). Detecting faking bad on the Gudjonsson Suggestibility Scales. Personality and Individual Differences, 44(1), 263-272.

Douglas, E. F., McDaniel, M. A., & Snell, A. F. (1996). The validity of non-cognitive measures decays when applicants fake. Paper presented at the Paper presented at the meeting of Academy of Management. Nashville, TN

Eid, M., & Zickar, M. J. (2007). Detecting response styles and faking in

personality and organizational assessments by mixed Rasch models (pp. 255-270).

Ferrando, P. J., & Carrasco, A. C. (2009). The interpretation of the EPQ Lie scale scores under honest and faking instructions: A multiple-group IRT-based analysis. Personality and Individual Differences, 46(4), 552-556.

Fleeson, W. (2004). Moving Personality Beyond the Person-Situation Debate. Current directions in psychological science, 13(2), 83-87.

Holden, R. R., & Evoy, R. A. (2005). Personality inventory faking: A four-dimensional simulation of dissimulation. Personality and Individual Differences, 39(7), 1307-1318.

John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big Five trait taxonomy: History, measurement, and theoretical perspectives. In L. A. Pervin & O. P. John (Eds.), Handbook of personality: Theory and research. New York: Guilford.

Komar, S., Brown, D. J., Komar, J. A., & Robie, C. (2008). Faking and the Validity of Conscientiousness: A Monte Carlo Investigation. Journal of Applied Psychology, 93, 14.

Martin, B. A., Bowen, C. C., & Hunt, S. T. (2002). How effective are people at faking on personality questionnaires? Personality and Individual Differences, 32(2), 247-256.

McFarland, L. A., & Ryan, A. M. (2000). Variance in faking across noncognitive measures. Jounal of Applied Psychology, 85(5), 812-821.

Premuzic, T. C., & Furnham, A. (2010). The psychology of personnel selection. Cambridge: Cambridge University Press.

Robie, C. (2006). Effects of perceived selection ratio on personality test faking. Social Behavior and Personality, 4(10), 1233-1244.

Steyer, R., & Schmitt, M. J. (1990). Latent state-trait models in attitude research. Quality & Quantity, 24(4), 427-445.

Viswesvaran, C., & Ones, D. S. (1999). Meta-analysis of fakability estimates: Implications for personality measurement. Educational and Psychological Measurement, 59, 197-210.

(13)

13

Gambar

Gambar 1. Model situasi ciri sifat pada alat ukur dengan dua butir/metode yang diberikan kepada subjek sebanyak dua kali
Tabel 2. Perbandingan Koefisien Reliabilitas antar Kondisi
Tabel 3. Perbandingan Varians Skor pada masing-masing Faktor BFI
Tabel 4. Perbandingan Varians Skor pada masing-masing Faktor BFI

Referensi

Dokumen terkait

berkomunikasi melalui media lainya; 2) Pelayanan prima merupakan tugas yang harus di- kerjakan untuk memberikan pe- layanan yang terbaik kepada pelanggan/kolega dalam

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sujarno (2008), yang menyatakan bahwa variabel jarak tempuh berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan

Dari hasil analisis pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi pada siswa SMP Kristen Kakaskasen Kota Tomohon, dapat dilihat

Berdasarkan data yang diperoleh dari petani sampel dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani sagu di Luwu Utara sebagian besar merupakan tamatan SD sebesar 48,33%,

Metode yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah regresi linear berganda (MRA) untuk menguji pengaruh Keadilan Prosedural terhadap Kinerja Manajerial dan Kepuasan kerja

Penelitian ini menunjukkan bahwa respon terapi lokal pada penderita KNF residu atau rekuren yang diberikan PDT sebesar 83,9%, dengan angka harapan hidup cukup tinggi yaitu

Kecemasan menghadapi dunia kerja adalah perasaan khawatir yang dialami seseorang ketika memasuki dunia kerja Biasanya kecemasan ini dialami bagi mereka yang baru saja

Pembentukan pohon regresi dilakukan menurut aturan pemilahan dan aturan pertumbuhan, yaitu dimulai dari pemilahan data indek mutu benang dari 211 sampel oleh variabel