• Tidak ada hasil yang ditemukan

bab 16 rancangan narratif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "bab 16 rancangan narratif"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 16

RANCANGAN PENELITIAN NARATIF

Orang-orang hidup dengan kisah hidup mereka masing-masing. Mereka menceritakan kisah-kisah mereka untuk berbagi dengan orang-orang linnya dan untuk menceritakan kisah-kisah pribadi mereka berkenaan dengan apa yang dialaminya di dalam kelas di sekolah, atau tentang isu-isu terkait dengan pendidikan, dan tentang seting-seting di mana mereka bekerja. Apabila orang-orang bercerita tentang kisah-kisa mereka pada para peneliti, mereka merasa didengarkan, dan informasi mereka tersebut membuat para peneliti lebih dekat dengan praktek-praktek aktual pendidikan. Dengan demikian, kisah-kisah yang dilaporkan dalam penelitian kualitatif naratif memperkaya kehidupan si peneliti dan juga si partisipan. Bab ini mendefenisikan penelitian naratif, mengidentifikasinya ketika ia digunakan, menilai karakteristik kuncinya, dan mengajukan langkah-langkah dalam melaksanakan dan mengevaluasi rancangan ini.

Pada akhir bab ini, anda diharapkan akan mampu:

 Mendeskripsikan tipe-tpe utama dari penelitian naratif.

 Mendefenisikan apa yang yang dimaksudkan dengan menelusuri pengalaman-pengalaman seseorang individu.

 Mendeskripsikan tipe-tipe informasi yang digunakan dalam membangun kronologi

dari pengalaman-pengalaman seseorang individu.

 Mengidentifikasi aspek-aspek dari sebuah “kisah” dan tipe-tipe data yang digunakan untuk melaporkan :kisah tersebut.

 Mendeskripsikan proses mengisahkan kembali di dalam sebuah penelitian naratif.

 Mengidentifikasi penggunaan tema-tema di dalam sebuah penelitian naratif.

 Mendefenisikan seting atau konteks yang terdapat di dalam sebuah penelitian naratif.

 Mengidentifikasi strategi-strategi berkolaborasi dengan para partisipan di dalam sebuah penelitian naratif.

 Mengidentifikasi beberapa tipe isu yang boleh jadi muncul dalam mengumpulkan kisah-kisah naratif.

 Mendeskripsikan beberapa langkah dalam melaksanakan penelitian naratif.

(2)

Maria memilih sebuah rancangan naratif untuk proyek penelitiannya yang mengkaji kepemilikan senjata oleh para siswa sekolah menengah atas. Guru teman Maria, Millie, memilki sebuah kisah yang ingin di ceritakan berkenaan dengan bagaimana ia menemukan seorang siswa yang menyembunyikan sebuah senjata di dalam “locker”-nya. Maria mengkaji masalah yang terkait dengan pertanyaan: “Apa sih kisah yang dimiliki seorang guru yang menemukan seorang siswa menyembunyikan senjata di sekolah-nya?” Maria mewawancarai Millie dan mendengarkan kisahnya pengalamannya dengan siswa tersebut, dengan guru-guru lainnya, dan dengan kepala sekolahnya. Kisah tersebut termasuk ke dalam sebuah kronologi sederhana mulai dari awal insiden sampai pada pembicaraan-pembicaraan selanjutnya. Untuk membuat kisah tersebut seakurat mungkin, Maria berkolaborasi dengan Millie dalam menuliskan kisah tersebut dan ia bersama-sama ambil bahagian dalam penulisan laporan itu. Maria terlibat dalam sebuah penelitian naratif.

APAKAH PENELITIAN NARATIF ITU?

Istilah naratif berasal dari kata kerja (B.Inggeris) “to narrate” (menceritakan sebuah kisah secara rinci)(Ehrlich, Flexner, Carruth, & Hawkins, 1980, halaman 442). Dalam narrative reseach designs (rancangan penelitian naratif), peneliti mendeskripsikan kehidupan para individu, mengumpulkan dan menceritakan kisah-kisah tentang kehidupan orang-orang lain, dan menarasikan pengalaman-pengalaman individu (Connelly & Candinin, 1990). Sebuah bentuk penelitian kualitatif yang berbeda, penelitian naratif biasanya memfokuskan diri pada pengkajian tentang seseorang individu, mengumpulkan data melalui pengumpulan kisah-kisah, melaporkan pengalaman-pengalaman individu, dan mendiskusikan makna dari pengalaman-pengalaman para individu tersebut. Dengan popularitas yang diperolehnya akhir-akhir ini, konferensi-konferensi penelitian tingkat nasional telah menyediakan sesi-sesi dan makalah-makalah tentang penelitian naratif, dan jurnal-jurnal pendidikan telah pula mempublikasikan kisah-kisah yang dilaporkan oleh para guru, para siswa , dan para pendidik yang lain. Buku-buku baru juga telah tersedia di penerbit-penerbit yang memberikan informasi penting tentang proses pelaksanaan bentuk penelitian kualitatif ini.

Kapan Penelitian naratif Digunakan?

(3)

dalam seting sekolah yang aktual, penelitian naratif menawarkan pandangan-pandangan yang yang praktis dan spesifik. Dengan melakukan penelitian naratif, para peneliti membangun ikatan yang erat dengan para partisipan. Ini bisa membantu mengurangi persepsi yang biasanya sama-sama dimiliki oleh para praktisi di lapangan bahwa penelitian berbeda dari praktek dan hasilnya hampir-hampir tidak bisa secara langsung diaplikasikan. Tambahan lagi, bagi para partisipan dalam sebuah penelitian, berbagi kisah mereka boleh jadi membuat mereka merasa bahwa kisah-kisah mereka itu penting dan bahwa mereka di dengar. Ketika mereka menceritakan sebuah kisah, kisah tersebut akan membantu mereka memahami topik-topik yang perlu mereka proses (McEwan & Egan, 1995). Berkisah atau bercerita merupakan bahagian yang wajar dari kehidupan, dan para individu semuanya memiliki kisah tentang pengalaman-pengalaman untuk diceritakan pada orang-orang lain. Dengan cara ini, penelitian naratif menangkap bentuk-bentuk data keseharian dan wajar yang memang tidak asing lagi bagi masing-masing individu.

Anda menggunakan penelitian naratif ketika kisah yang diceritakan pada anda mengikuti suatu kronologi peristiwa. Penelitian naratif adalah sebuah penelitian kualitaif yang berbentuk literer (sastra) dan erat kaitan dengan kesusasteraan, dan ia merupakan pendekatan kualitatif di mana anda bisa menulis dalam bentuk yang persuasif dan bernuansa sastra. Ia memfokuskan diri pada gambaran mikroanalitik – kisah-kisah indvidu – ketimbang gambaran umum tentang norma-norma kultural, seperti halnya di dalam penelitian etnografi, atau teori-teori abstrak, seperti halnya di dalam penelitian teori grounded. Sebagai contoh dari gambaran yang mikroanalitik ini, perhatikan kasus Ibuk Meyer, yang memiliki dua orang anak, masing-masing duduk di kelas 5 dan 6, menuliskan kisah-kisah tentang kehidupan pribadinya. Antoni, yang berumur 9 tahun yang menganggap dirinya sebagi penemu dan penulis, menuliskan penemuan-penemuannya di dalam jurnal ilmiah dan menulis sebuah catatan yang berkesan tentang neneknya. Anita, seorang wanita berumur 11 tahun, menulis tentang kenangan manis yang dia alami di kolam renang, belajar memain bola sepak, dan bisa sukses dalam sesuatu hal (McCarthy, 1994).

Bagaimana Penelitian Naratif Berkembang?

(4)

bentuk penelitian ini bukan merupakan miliknya sesuatu bidang ilmu. Para penulis dalam bidang kesusasteraan, sejarah, antropologi, sosiologi, sosiolinguistik, dan pendidikan semuanya menyatakan terkait dengan naratif dan telah mengembangkan prosedur-prosedur khusus dalam bidang ilmunya. Seperti halnya seni dan ilmu pemotretan yang dibicarakan baru-baru ini dalam ilmu-ilmu sosial, rancangan ini mencakup menggambarkan potret-potret para individu dan mendokumentasikan suara-suara dan visi-visi mereka dalam konteks sosial dan kultural (Lawrenca-Lightfoot & Davis, 1997).

Walaupun demikian, sebuah tinjauan komprehensif tentang rancangan penelitian ini di dalam bidang pendidikan muncul pada tahun 1990. Pendidik D.J. Clandinin dan Michael Connelly memberikan tinjauan pertama terhadap penelitian naratif di dalam bidang pendidikan. Dalam artikel klasik dan informatif mereka itu, yang berjudul “Stories of Experience and Narrative Inquiry.”, yang diterbitkan dalam Educational Researcher (Connelly & Clandinin, 1990), mereka mengutip banyak sekali penerapan-penerapan penelitian naratif dalama ilmu-ilmu sosial, mengelaborasi proses pengumpulan catatan-catatan lapangan naratif, dan mendiskusikan penulisan dan sruktur dari sebuah penelitian naratif. Aritkel ini memperluas pembicaraan mereka terdahulu tentang peneliian naratif dalam konteks belajar dan mengajar di dalam kelas (Connelly Clandinin, 1998). Baru-baru ini, kedua orang pengarang ini melemparkan gagasan mereka dalam sebuah buku berjudul “Narrative Inquiry” (Clandinin & Connelly, 2000), yang secara terbuka mendukung “Apa yang diperbuat oleh para peneliti naratif” (halaman 48).

(5)

teman sejawat wanita mereka sering memperlihatkan reportoire feminin dalam rangka melayani audience wanita (Degh, 1995). Kisah-kisah ini telah mendorong penelitian-peneitian pendidikan dengan menggunakan pendekatan naratif. Nyatanya, dalam bidang pendidikan pada masa-masa terakhir ini, terutama kelompok yang tergabung dalam AERA, telah melakukan diskusi-diskusi tentang penelitian naratif.

Sejumlah ilmuwan antar disiplin dalam ilmu sosial di luar bidang pendidikan telah menerbitkan petunjuk prosedural tentang penulisan laporan penelitian naratif sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif (misalnya lihat psikolog-psikolog Lieblich, Tuval Mashiach, & Zilber, 1998; sosiolog Cortazzi, 1993; dan Riessman, 1993). Upaya-upaya antar disiplin bidang ilmu yang ditujukan pada penelitian naratif juga telah terdorong oleh seri penerbitan tahunan Narrative Study of Lives yang dimulai pada tahun 1993 (yakni Josselson & Lieblich, 1993).

APA-APA SAJA TIPE RANCANGAN PENELITIAN NARATIF?

Penelitian naratif tampil dalam berbagai bentuk. Apabila anda berencana melakukan penelitian naratif, anda perlu mempertimbangkan tipe penelitian naratif apa yang akan anda lakukan. Penelitian naratif adalah sebuah kategori penelitian yang dalam prakteknya serba mencakup (lihat Casey, 1995/1996), seperti diperlihatkan oleh Diagram 16.1. Bagi individu-individu yang berencana melakukan penelitian naratif, perlu diketahui bahwa masing-masing tipe naratif memberikan struktur tersendiri dan referensi yang siap digunakan terkait dengan bagaimana melakukan proyek tersebut yang di lingkungan para dosen, redaktur jurnal, dan penerbit buku sudah dikenal. Bagi mereka-mereka yang membaca penelitian naratif, tidak perlu betul mengetahui tipe naratif yang digunakan dan yang lebih penting adalah untuk mengenal karakteristik esensial dari masing-masing tipe. Lima buah pertanyaan berikut akan membantu menentukan tipe penelitian naratif apa yang anda gunakan.

Siapa yang menulis atau merekam kisah itu?

(6)

merupakan subjek dari penelitian menuliskan sendiri laporannya.Walaupun bukan merupakan pendekatan yang populer, anda bisa menemukan laporan-laporan kisah otobiografi dari para guru sebagai profesional (Connelly & Clandinin, 1990).

Berapa banyak pengalaman hidup yang diceritakan dan direkam?

Pertanyaan ini akan membawa kita pada aspek pembeda kedua dari tipe-tipe penelitian naratif. Dalam antropologi, banyak sekali contoh dari kisah-kisah tentang keseluruhan hidup seseorang. A life history (riwayat hidup) adalah sebuah kisah naratif tentang keseluruhan pengalaman hidup seseorang. Para antropolog, misalnya, terlibat dalam penelitian tentang riwayat hidup dalam rangka mengkaji kehidupan seseorang dalam konteks kelompok yang berbudaya sama. Sering fokus penelitian itu mencakup titik-titik balik atau peristiwa-peristiwa yang signifikan dalam kehidupan seseorang individu (Amgrosino, 1989). Walaupun demikian, dalam bidang pendidikan, penelitian-penelitian naratif biasanya tidak mencakup kisah dari keseluruhan kehiduan akan tetapi sebaliknya terfokus pada sebuah episode atau peristiwa tunggal dalam kehidupan seseorang. A personal experience story (kisah pengalaman pribadi seseorang) adalah sebuah bentuk penelitian naratif tentang pengalaman pribadi seseorang yang ditemukan dalam sebuah episode tunggal atau beberapa episode, situasi-situasi pribadi, atau cerita rakyat (Denzin, 1989). Clandinin dan Connelly (2000) memperluas kisah pengalaman pribadi seseorang menjadi besifat pribadi dan sosial, dan menyatakan pendapat ini sebagai esensi dari pengalaman-pengalaman yang dilaporkan tentang para guru dan pengajaran di sekolah-sekolah.

Siapa yang menceritakan kisah ini

(7)

narraitif menyuruh anak-anak di dalam kelas menyajikan secara lisan atau tertulis kisah-kisah mereka berkaitan dengan pengalaman-pengalaman belajar mereka (Ollerenshaw, 1998). Banyak orang secara individual di dalam seting-seting pendidikan bisa memberikan atau mengisahkan pengalaman-pengalaman mereka seperti para administrator, para anggota dewan pendidikan, penjaga sekolah, para pekerja kafetaria sekolah, dan personalia sekolah lainnya.

Apakah ada lensa-lensa teoritis yang digunakan?

Pertanyaan lain yang ikut membentuk karakter dari naratif adalah apakah dan sejauh manakah si peneliti menggunakan lensa-lensa teoritis dalam mengembangkan sebuah narasi. Theoretical lens (lensa teoritis) dalam penelitian naratif adalah acuan perspectif atau ideologi yang memberikan struktur bagi pemberian advokasi kepada kelompok-kelompok atau para individu dan penulisan laporan. Lensa ini boleh jadi digunakan dalam rangka memberikan advokasi terhadap orang-orang Amerika Latin dengan menggunakan testimonios, dengan jalan melaporkan kiasah-kisah para wanita dengan menggunakan lensa feminis (misalnya Personal Narrative Group, 1989), atau melalui pengumpulan kisah-kisah individu-individu yang termarginalkan. Dalam contoh-contoh ini, si peneliti naratif dalam bidang pendidikan memberikan saluran guna menyuarakan suara-suara para individu yang jarang didengar suaranya.

Bisakah bentuk-bentuk naratif itu digabungkan?

(8)

Dengan adanya tipe-tipe penelitian naratif yang banyak itu, nah sekarang, tipe penelitian naratif yang mana yang akan digunakan oleh Maria? Ketika dia mengumpulkan kisah-kisah dari Millie berkenaan dengan perjumpaannya dengan siswa dalam kisahnya itu, (a) apakah Maria atau Millie yang menuliskan kisah tersebut? (b) Apakah Maria melaporkan keseluruhan hidup atau episode tertentu saja? (c) Siapa yang menceritakan kisah itu kepada Maria? (d) Haruskan Maria memberikan advokasi berkenaan dengan pengawasan senjata di sekolah melalui penelitian naratifnya ini? Jawablah masing-masing pertanyaan ini dan pikirkanlah rasional dari masing-masing jawaban tersebut. Apa sebutan dari pendekatan naratif yang digunakan Maria apabila ia menuliskan hal ini dalam penelitiannya? Ia barangkali akan menggunakan pendekatan naratif pribadi. Bagaimana pula anda menjawab masing-masing pertanyaan di atas sehingga tercermin pendekatan ini?

APA-APA SAJA KARAKTERISTIK KUNCI DARI RANCANGAN NARATIF? Walaupun bentuk-bentuk penelitian naratif itu relatif banyak, semua bentuk tersebut memiliki beberapa karakteristik yang sama. Sebelum kita meninjau karakteristik kunci itu, mari kita diskusikan dulu karakteristik tersebut secara umum dan mengaitkannya dengan karakteristik kualitatif dari penelitian sebagaimana dibicarakan di bab 2.

(9)

kisah yang dibangun kembali, si peneliti sering menuliskannya dalam bentuk kronologi peristiwa yang mendeskripsikan pengalaman-pengalaman seseorang pada masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang yang diakomodasi dalam seting atau konteks tertentu. Dari keseluruhan proses pengumpulan dan penganalisisan data, si peneliti berkolaborasi dengan para partisipan dengan jalan mengecek kisah itu dan menegosiasikan makna dari data base. Tambahan lagi, si peneliti boleh jadi menyematkan kisah pribadinya ke dalam laporan akhir.

Tinjauan singkat tentang proses ini menggaris bawahi karakteristik-karakteristik tertentu dari penelitian yang sering ditemukan dalam laporan-laporan penelitian naratif. Seperti diperlihatkan oleh Diagram 16.2, tujuh karakteristik utama merupakan ciri dari penelitian naratif:

 Pengalaman-pengalaman pribadi

 Kronologi dari pengalaman-pengalaman itu

 Mengumpulkan kisah-kisah individu

 Menceritakan kembali

 Mengkode untuk mencari tema-tema

 Konteks atau seting

 Berkolaborasi dengan para partisipan

Pengalaman-pengalaman individu

Dalam penelitian naratif, si peneliti sering mengkaji seseorang individu. Para peneliti naratif memfokuskan penelitiannya pada pengalaman-pengalaman dari satu atau lebih individu. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap Stephanie, seorang guru sekolah dasar, para peneliti (Connelly dan Clandini, 1988) mengumpulkan kisah-kisah terkait dengan perencanaannya dalam mengajar dari hari ke hari. Walaupun jarang, para peneliti boleh jadi meneliti lebih dari satu orang individu (McCarthey, 1994).

(10)

pemikiran Dewey itu adalah memandang pengalaman itu sebagai sesuatu yang berkelanjutan (Clandinin & Connelly, 2000), dengan pengertian bahwa sesuatu pengalaman akan berujung pada pengalaman lainnya. Dengan demikian, para peneliti naratif memberikan fokus pada pemahaman tentang sejarah individu atau pengalaman-pengalaman individu pada masa lalu dan bagaimana pengalaman-pengalaman tersebut memberikan kontribusi terhadap pengalaman-pengalaman masa kini dan masa datang.

Kronologi pengalaman

Memahami masa lalu seseorang individu begitu juga masa sekarang dan masa datangnya merupakan unsur kunci lainnya dalam penelitian naratif. Para peneliti naratif menganalisis dan melaporkan sebuah kronologi dari pengalaman-pengalaman seseorang individu. Apabila si peneliti memfokuskan pada pemahaman terhadap pengalaman-pengalaman ini, informasi tentang masa lalu, masa kini dan masa datang para partisipan akan terpancing. Chronology (kronologi) dalam rancangan naratif bermakna bahwa si peneliti menganalisis dan melaporkan kehidupan seseorang individu dengan menggunakan urutan waktu atau kronologi peristiwa. Cortazzi (1993) mengungkapkan bahwa kronologi dalam penelitian naratif memberi penekanan pada urutan, yang membedakan penelitian naratif dari tipe-tipe penelitian lainnya. Contoh, dalam sebuah penelitian tentang penggunaan tekhnologi komputer oleh guru di dalam kelas, si peneliti akan memasukkan informasi tentang pengenalan komputer, penggunaan komputer dewasa ini, dan tujuan serta aspirasi pemanfaatan komputer di masa datang. Kisah yang dilaporkan oleh si peneliti itu akan mencakup pembicaraan tentang urutan peristiwa-peristiwa terkait dengan guru dimaksud.

Pengumpulan kisah-kisah individu

(11)

melibatkan adanya masalah, konflik, atau perjuangan; protogonis atau tokoh, dan urutan peristiwa dengan penyebab (plot) yang pada akhirnya diakhiri oleh terselesaikannya masalah dengan cara-cara tertentu (Carter, 1993). Dalam maknanya yang lebih luas, kisah itu bisa mencakup unsur-unsur yang biasanya ditemui pada novel, seperti waktu, tempat, plot dan scene (pentas)(Connelly & Clandinin, 1990). Dari perspektif kesastraan, urutan tersebut boleh jadi merupakan pergerakan dari plot ketika kisah tersebut berlangsung, adanya krisis atau titik balik, dan akhir (anti klimaks) atau denouuement. Para peneliti naratif berharap bisa menangkap jalannya kisah ketika mereka menyimak para individu-individu yang menceritakan kisahnya tersebut.

Para peneliti naratif mengumpulkan kisah-kisah dari beberapa sumber data. Field texts (teks-teks lapangan) menyajikan informasi dari berbagai sumber yang dikumpulkan oleh para peneliti dalam sebuah rancangan naratif. Sampai pada titik ini, contoh-contoh telah memberikan ilustrasi tentang pengumpulan kisah-kisah dengan menggunakan media diskusi, percakapan, atau wawancara antara seorang peneliti dan seorang individu. Walaupun demikian, kisah-kisah itu bisa berupa otobiografi, melalui refleksi yang dilakukan oleh si peneliti dan memadukan kisah tersebut dengan kisah-kisah orang lainnya. Contoh, dalam contoh penelitian yang terdapat pada akhir bab ini, Huber dan Whelan (1999) mendiskusikan bagaimana kisah-kisah mereka terkait dengan kisah-kisah tentang Naomi, seorang guru sekolah menengah di pedesaan, ketika ia menceritakan tentang keputusannya untuk berhenti dari jabatannya di sekolah tersebut. Sering peranan si peneliti dalam proses penelitian menjadi sangat penting, di mana ia menemukan dirinya dalam “ a nested set of stories” (sebuah rangkaian kisah yang saling terkait) (Clandinin & Connelly, 2000, halaman 63). Jurnal adalah bentuk lain yang digunakan untuk mengumpulkan kisah-kisah, seperti halnya catatan-catatan lapangan yang ditulis oleh si peneliti atau si partisipan. Surat merupakan data yang bermanfaat. Surat-surat ini bisa jadi ditulis bolak balik antara para partisipan, para peneliti, atau antara para peneliti dan partisipan (Clandinin & Connelly, 2000). Kisah-kisah keluarga, foto-foto, kotak-kotak kenangan, yakni kumpulan barang-barang yang menyimpan kenang-kenangan, adalah bentuk-bentuk lain yang dapat digunakan guna pengumpulan kisah-kisah dalam penelitian naratif.

Penceritaan kembali

(12)

menggunakan kata-katanya sendiri. Mereka melakukan ini guna memberikan susunan dan urutan terhadapnya. Restorying (penceritaan kembali) adalah proses di mana si peneliti mengumpulkan kisah-kisah, menganalisisnya untuk mencari unsur-unsur dari kisah itu (misalnya, waktu, tempat, plot, dan scene), dan kemudian menuliskan kembali kisah tersebut atas dasar urutan secara kronologis. Ketika seorang individu menceritakan sebuah kisah, urutan kronologis itu bisa jadi hilang atau mungkin tidak berurutan secara logis. Dengan jalan menceritakan kembali kisah itu, si peneliti memperlihatkan kaitan sebab akibat di antara pemikiran-pemikiran yang ada. Ada beberapa cara penceritaaan kembali sebuah kisah.

Perhatikan transkrip yang diperlihatkan pada Tabel 16.2 dari sebuah proyek naratif yang berkaitan dengan tingkah laku merokok remaja (Ollerenshaw & Creswell, 2000). Tabel tersebut memperlihatkan proses penceritaan kembali data-data wawancara dengan seorang siswa sekolah menengah yang berupaya berhenti merokok. Proses tersebut mencakup tiga tahap:

 Si peneliti melakukan wawancara dan mentraskripsikan percakapan tersebut dengan menggunakan audio tape. Transkripsi wawancara tersebut diperlihatkan pada kolom pertama sebagai data mentah.

 Kemudian si peneliti naratif mentraskripsikan kembali data-data mentah tersebut dengan jalan mengidentifikasi unsur-unsur kunci dari kisah tersebut. Ini diperlihatkan pada kolom kedua. Kunci pada bahagan bawah tabel menyatakan kode yang digunakan oleh si peneliti untuk mengidentifikasi seting (s), tokoh (c), perbuatan (a), masalah (p), dan penyelesaian (r).

 Akhirnya, si peneliti menceritakan kembali kisah siswa tersebut dengan jalan menyusun kode-kode kunci dalam sebuah urutan. Urutan yang diperlihatkan dalam tulisan tersebut adalah seting, tokoh, perbuatan, masalah, dan penyelesaian, walaupun si peneliti lain boleh jadi melaporkan unsur-unsur tersebut dalam urutan yang berbeda. Penceritaan kembali ini mulai dengan tempat (restauran McDonald), tokoh (siswa), dan kemudian peristiwa (tingkah laku seperti “bergoyang-goyang” dan “hyper”). Si peneliti menyusun kembali transkripsi itu dalam rangka mengidentifikasi unsur dari kisah tersebut dan menceritakan kembali unsur-unsur tersebut dalam urutan kegiatan yang logis.

(13)

mendeskripsikan lima unsur yang digunakan dalam penceritaan kembali (Ollerenshaw, 1998). Seting adalah situasi khusus dari sebuah kisah, yang diilustrasikan oleh faktor-faktor seperti waktu, lokasi, atau tahun. Si peneliti boleh jadi mendiskusikan tokoh-tokoh dalam sebuah kisah sebagai model atau menggambarkan mereka melalui kepribadian, tingkah laku, gaya dan pola-pola hidup mereka. Perbuatan adalah gerakan-gerakan para individu di dalam sebuah kisah, seperti cara berpikir dan bertingkah laku tertentu yang terjadi di dalam kisah tersebut. Masalah merupakan pertanyaan atau minat yang timbul selama kisah tersebut atau fenomena yang perlu didiskripsikan atau dijelaskan. Penyelesaian adalah hasil dari penanganan masalah: jawaban atas pertanyaan atau kesimpulan yang diambil di dalam kisah tersebut. Ia bisa jadi mencakup penjelasan tentang apa yang menyebabkan si tokoh berubah di dalam kisah tersebut.

Unsur-unsur seting, tokoh, perbuatan, masalah, dan penyelesaian hanya memberikan ilustrasi tentang sebuah contoh dari unsur-unsur yang dicari oleh si peneliti naratif ketika ia menceritakan kembali pengalaman-pengalaman seorang individu. Mereka bisa juga menggunakan unsur-unsur dari struktur narrative tiga dimensi seperti yang dkemukakan oleh Clandinin dan Connelly (2000). Seperti diperlihatkan dalam Tabel 16.4, tiga dimensi yang terdiri dari interaksi, kontinuitas, dan situasi menciptakan ruang penelitian “metaforis”(halaman 50) yang mendefenisikan penelitian naratif. Ketika para peneliti membangun kisah mereka (apakah kisah mereka sendiri maupun kisah orang lain), mereka akan memasukkan infomasi seperti berikut:

Interaksi: interaksi pribadi yang didasarkan pada perasaan, harapan, reaksi, dan

disposisi (watak kepribadian) seseorang begitupun interaksi sosial yang mencakup orang-orang lain dan maksud, tujuan, asumsi dan pandangan mereka.

Kontinuitas: pertimbangan akan masa lampau yang teringat, masa sekarang yang

terkait dengan pengelaman-pengalaman pada sebuah peristiwa; dan masa depan, mengharap-harapkan pengalaman-pengalaman yang mungkin terjadi

Situaasi: Infomrasi tentang konteks, waktu, dan tempat dalam seting fisik, dengan batas-batasnya, dan maksud, tujuan, dan pandangan yang berbeda dari si tokoh.

Mengkode untuk mencari tema-tema

(14)

ke dalam tema-tema atau kategori-kategori. Identifikasi dari tema-tema ini memperlihatkan kerumitan dari sebuah kisah dan membantu menambah wawasan kita guna memahami pengalaman-pengalaman individu. Sebagaimana halnya dengan penelitian kualitatif, sejumlah kecil tema, lima sampai tujuh, diidentifikasi oleh si peneliti. Para peneliti memadukan tema-tema ini ke dalam tulisan-tulisan terkait dengan kisah-kisah individu atau memasukkannya ke dalam bahagian khusus di dalam penelitian. Para peneliti naratif biasanya menyajikan tema-tema ini setelah penceritaan kisah tersebut.

Konteks atau seting

Para peneliti naratif mendeskripsikan secara rinci seting atau konteks di mana individu mengalami fenomena sentral. Dalam penceritaan kembali kisah partsipan dan penyebutan tema-tema, para peneliti narrative memasukan rincian yang kaya tentang seting atau konteks dari pengalaman-pengalaman si partisipan. Seting dalam penelitian naratif bisa jadi teman, keluarga, tempat kerja, rumah, organiasi sosial, atau sekolah – tempat di mana kisah secara fisik terjadi. Dalam beberapa penelitian naratif, kisah-kisah yang diceritakan tentang seorang pendidik bisa secara aktual mulai dengan sebuah deskripsi tentang seting atau konteks sebelum si peneliti naratif mengemukakan peristiwa-peristiwa atau perbuatan-perbuatan yang terdapat di dalam kisah tersebut. Dalam kasus-kasus lain, informasi tentang seting terpadu secara menyeluruh di dalam sebuah kisah.

Berkolaborasi dengan partisipan

(15)

baik antara para guru peneliti, situasi yang ideal yang memakan waktu untuk mengembangkan kisah yang secara timbal balik mencerahkan antara si peneliti dan guru (Elbaz-luwisch, 1997).

APA SAJA ISU-ISU POTENSIAL DALAM MENGUMPULKAN KISAH

Ketika mengumpulkan kisah, para peneliti naratif perlu berhati-hati tentang kisah-kisah yang dikumpulkan. Apakah kisah-kisahnya otentik? Partisipan bisa saja “memalsukan data-data” (Connelly & Clandinin, 1990, halaman 10), dalam memberikan kisah tentang Pollyanna dengan ending kisah ala Hollywood, di mana seorang cowok atau gadis yang baik selalu menang. Distorsi terhadap data seperti ini bisa terjadi pada setiap penelitian manapun, dan ia merupakan isu tertutama bagi para peneliti naratif karena mereka sangat menghandalkan informasi yang dilaporkan sendiri oleh para partisipan. Pengumpulan berbagai ragam teks-teks lapangan, triangulasi data dan pengecekan oleh para partsipan (sebagaimana didiskusikan pada bab 9) bisa membantu menjamin bahwa data-data yang dikumpulkan itu bagus.

Para partisipan boleh jadi tidak bisa menceritakan kisah yang ril. Ketidakbisaan ini boleh jadi timbul karena pengalaman-pengalaman tersebut semata-mata menakutkan untuk dilaporkan atau susah untuk diingat (misalnya korban-korban holocaust, korban-korban bencana). Ini bisa juga terjadi ketika individu-individu takut akan sangsi-sangsi yang diberikan kepada mereka jika mereka melaporkan kisah itu, seperti kasus-kasus kekerasan seksual. Kisah sebenarnya bisa saja tidak muncul karena individu-individu semata-mata tidak bisa mengingatnya – kisah terkubur terlalu dalam di dalam ketidaksadaran. Ini bisa juga terjadi karena individu-individu mendasarkan kisah-kisah mereka pada peristiwa-peristiwa yang terjadi bertahun-tahun silam, yang diingat mungkin apa-apa yang terjadi sebelumnya yang berkemungkinan mengganggu peristiwa-peristiwa dan akhirnya membuat-buat kejadian masa lalu tersebut (Lieblich et al., 1998). Walaupun distorsi (gangguan), takut akan pembalasan dendam, dan ketidakbiaan menceritakan bisa jadi mengganggu pencerita, peneliti naratif mengingatkan kita bahwa kisah adalah “kebenaran dari pengalaman kita” (Riessman, 1993, halaman 22) dan bahwa kisah apapun yang diceritakan memiliki unsur-unsur kebenaran di dalamnya.

(16)

tidak memiliki izin untuk itu. Paling tidak, para peneliti naratif harus memiliki izin untuk melaporkan kisah-kisah tersebut, dan memberitahukan pada individu-individu tentang tujuan dan pemanfaatan kisah-kisah tersebut pada awal kegiatan proyek.

Sejalan dengan masalah potensial tentang kepemilikan kisah ini adalah isu tentang apakah suara para partisipan hilang dalam laporan penelitian naratif. Contoh, apabila ada penceritaan, berkemungkinan laporan penelitian memberikan refleksi terhadap kisah si peneliti dan bukan kisah si partisipan. Dengan menggunakan sebanyak mungkin kutipan dari para partisipan dan kalimat yang persis yang digunakan oleh partisipan, dan secara cermat menyusun waktu dan tempat bagi kisah tersebut, boleh jadi akan bisa membantu menghilangkan masalah tersebut. Isu yang terkait dengan ini adalah apakah si peneliti mendapatkan sesuatu di dalam penelitian ini sedangkan partisipan sebalinya. Perhatian yang cermat terhadap ketimbal- balikan antara peneliti dan partisipan, seperti menjadi sukarelawan di dalam kelas atau memberikan hadiah terhadap partisipasi di dalam penelitian, akan menyebabkan masing-masing pihak, si peneliti dan partisipan, merasa mendapatkan sesuatu.

APA LANGKAH DALAM MELAKSANAKAN PENELITIAN NARATIF?

Apapun tipe atau bentuk penelitian narratifnya, para pendidik yang ingin melakukan penelitian naratif melakukannya dengan langkah-langkah yang sama, seperti diperlihatkan oleh Diagram 16.3. Tujuh langkah utama membentuk proses yang biasanya diikuti dalam penelitian naratif. Visualisasi dari proses sebagai sebuah siklus memperlihatkan bahwa semua langkah saling terkait satu sama lain dan tidak harus linear. Penggunaan anak panah untuk memperlihatkan arah dari langkah-langkah tersebut hanyalah merupakan saran dan yang tidak harus diikuti dalam proses dimaksud.

Langkah 1: Mengidentfikasi fenomena yang akan diteliti yang terkait dengan masalah pendidikan

(17)

bimbingannya, Shaun, hadapi menangani berbagai kebutuhan para siswanya. Tercakup dalam hal ini adalah anak-anak dan tidak termasuk anak-anak lain, dengan menggunakan kata-kata kasar satu sama lain, dan secara konsisten menggunakan kemarahan dan agresi menangani masalah. Ketika menelusuri isu-isu seperti ini, anda berupaya memahami pengalaman-pengalaman sosial dan pribadi dari seseorang individu atau beberapa orang individu di dalam seting pendidikan.

Langkah 2. Menyeleksi dengan sengaja seorang individu dari siapa anda bisa mempelajari segala sesuatu tentang fenomena

Anda kemudian menemukan seorang individu atau beberapa orang individu yang bisa memberikan pemahaman tentang fenomena. Partisipannya boleh jadi seseorang yang khusus atau seseorang yang memang sudah kritis untuk diteliti karena ia telah mengalami isu atau situasi spesifik. Penelitian tentang Naomi merupakan kasus yang kritis berkenaan dengan isu konflik guru antara guru sekolah menengah khusus dan guru pengawas berkenaan dengan penempatan siswa yang memerlukan layanan khsusus (Huber & Whelan, 1999). Pilihan lain untuk sampel sebagaimana yang dibicarakan pada Bab 8 juga tersedia. Walaupun banyak penelitian naratif mengkaji hanya seseorang individu anda bisa meneliti beberapa orang individu dalam sebuah kegiatan penelitian masing-masing dengan sebuah kisah yang berbeda yang bisa memiliki konflik atau mendukung satu sama lain.

Langkah 3. Mengumpulkan kisah dari individu

Tujuan anda adalah mengumpulkan teks-teks lapangan yang berisikan kisah tentang pengalaman-pengalaman seorang individu. Barangkali cara yang paling baik mengumpulkan kisah itu adalah meminta si individu menceritakan pengalaman-pengalamannya melalui percakapan-percakapan pribadi dan wawancara. Anda bisa mengumpulkan teks-teks lapangan yang lain seperti berikut:

 Suruh individu tersebut merekam (mencatat) kisahnya dalam sebuah buku harian

 Mengamati si individu dan membuat catatan-catatan lapangan

 Mengumpulkan surat-surat yang dikirimkan oleh orang lain

 Mengumpulkan kisah-kisah tentang individu tersebut dari anggota-anggota keluarga

(18)

 Dapatkan foto-foto, kotak-kotak kenangan, dan artifak-artifak pribadi/keluarga/sosial

yang lain

 Rekam pengalaman-pengalaman hidup si individu, misalnya tarian, teater, musik, film, kesenian, dan kesusasteraan; Clandinin, & Connelly, 2000).

Langkah 4. Menceritakan kembali kisah si individu

Selanjutnya tinjau ulang data-data yang berisikan kisah dan kemudian ceritakan kembali kisah tersebut. Proses ini mencakup meneliti data-data mentah, mengidentifikasi unsur-unsur dari sebuah kisah, mengurut atau menyusun unsur-unsur-unsur-unsur dari kisah tersebut, dan kemudian menyajikan kisah yang sudah diceritakan kembali itu yang berisi pengalaman-pengalaman si individu. Anda menggunakan teknik penceritaan kembali karena si pendengar dan si pembaca akan memahami lebih baik kisah yang diceritakan oleh si partisipan apabila anda mengurutnya dalam urutan yang logis.

Unsur-unsur apa yang anda identifikasi dalam data-data mentah untuk kisah anda itu? Bagaimana anda menyusun unsur-unsur ini di dalam kisah anda? Para peneliti naratif berbeda tentang unsur-unsur yang harus dipilih walaupun pada umumnya anda mengutarakan unsur-unsur naratif yang ditemukan dalam analisis sebuah novel. Contoh, waktu, tempat, plot, dan scene merupakan unsur-unsur utama yang diidentifikasi dalam kisah oleh para peneliti (Connely dan Clandinin, 1990). Bila anda memfokuskan pada plot, anda berkemungkinan mengidentifikasi peristiwa-peristiwa atau perbuatan-perbuatan, mengorientasikan pendengar, menceritakan complicating action, mengevaluasi maknanya dan mengakhiri perbuatan Cortazzi, 1993). Seorang peneliti lain berkemungkinan menelaah kisah itu atas dasar setting, tokoh, perbuatan, masalah, dan penyelesaian (Ollerenshaw & Creswell, 2000). Walaupun terdapat beberapa strategi analitik untuk menyusun sebuah kisah, semua prosedur itu harus menyusun kisah itu untuk si pembaca dan si pendengar dengan menggunakan unsur-unsur sastra.

Langkah 5. Berkolaborasi dengan partisipan-si penceria

(19)

pengalaman-pengalaman individu, dan menuliskan serta menceritakan kisah individu tersebut dengan menggunakan kata-kata si peneliti itu sendiri.

Langkah 6. Tulis sebuah kisah tentang pengalaman-pengalaman si partisipan

Langkah utama dalam proses penelitian ini adalah penulisan dan penyajian pengalaman-pengalaman individu oleh si peneliti. Walaupun tidak ada cara satu-satunya untuk menulis laporan naratif, agaknya bermanfaat untuk mencantumkan beberapa aspek naratif. Penceritaan kembali yang anda lakukan itu merupakan hal yang sentral dalam menuliskan laporan naratif. Di samping itu anda juga mencantumkan analisis untuk memperjelas tema-tema spesifik yang mencuat dalam kisah itu.

Biasanya, anda tidak memasukan bagian kesusastraan secara khusus; sebaliknya anda memadukan kajian-kajian kesusastraan dan kajian-kajian penelitian tentang masalahnya ke dalam sebuah bagian akhir dari penelitian. Karena para pembaca sering tidak terbiasa dengan naratif, anda sebaiknya menulis sebuah bagian tentang pentingnya penelitian naratif dan prosedur-prosedur yang tercakup di dalamnya sehingga anda bisa menginformasikan kepada para pembaca tentang penelitian naratif. Sebagaimana halnya dengan semua penelitian kualitatif anda “hadir” dalam laporan naratif, dan anda menggunakan kata ganti orang pertama untuk mengacu kepada diri anda sendiri.

Langkah 7. Memvalidasi keakuratan laporan

Anda juga perlu memvalidasi keakurasian laporan naratif anda. Apabila memang ada kolaborasi anda dengan partisipan, validasi ini bisa terjadi pada keseluruhan kegiatan penelitian. Beberapa praktek validasi ini dibicarakan dalam Bab 9, seperti pengecekan oleh anggota peneliti, triangulasi antara sesama sumber data, dan mencari bukti-bukti yang menyanggah, merupakan hal-hal yang bermanfaat untuk menentukan akurasi dan kredibilitas dari sebuah penelitian naratif.

BAGAIMANA ANDA MENGEVALUASI PENELITIAN NARATIF

(20)

 Apakah si peneliti memfokuskan pada pengalaman-pengalaman seseorang individu

 Apakah ada sebuah fokus tentang seseorang individu atau beberapa orang individu

 Apakah si peneliti mengumpulkan kisah tentang pengalaman-pengalaman seorang individu

 Apakah si peneliti menceritakan kembali kisah si partisipan

 Dalam teknik penceritaan kembali, apakah suara partisipan dan atau suara si peneliti “terdengar”

 Apakah si peneliti mengidentifikasi tema-tema yang mencuat dari kisah itu

 Apakah kisah mencakup informasi tentang tempat atau setting daripada individu

 Apakah kisah itu memiliki urutan temporal atau waktu, urutan kronologis yang mencakup waktu yang lalu, saat ini, dan yang akan datang

 Apakah ada bukti si peneliti berkolaborasi dengan si partisipan

 Apakah kisah itu dapat menjawab secara gamblang tujuan dan pertanyaan penelitian

MENERAPKAN APA YANG SUDAH ANDA PELAJARI: PENELITIAN NARATIF

Untuk dapat menerapkan gagasan-gagasan dalam bab ini, baca penelitian naratif pada halaman 532 oleh Huber & Whelan (1999), perhatikan anotasi digaris pinggir yang mengidentifikasi karakteristik penelitian kualitatif dan penelitian naratif. Tulisan ini memiliki beberapa tingkat makna yang menarik dan pandangan-pandangan yang bermanfaat bagi para pendidik ketika kita berbicara tentang isu-isu yang terdapat di tempat kerja kependidikan. Sebagai sebuah rancangan naratif kisah yang secara jelas diceritakan oleh Naomi dengan orang-orang, konteks, aliran peristiwa, dan denouement menandai tulisan ini sebagai bacaan yang bermanfaat bagi mereka-mereka yang mempelajari penelitian naratif. Sebagai sebuah penelitian kualitatif yang menangani isu-isu tentang kekuasaan, marginalisasi, dan pelintasan batas, penelitian ini mengajukan kajian kualitatif yang memberi penekanan pada emansipasi dan partisipasi dimana masalah-maasalah berkaitan dengan agency, advokasi, ketidakberdayaan, dan marginalisasi memainkan peranan sentral.

Ketika anda mengkaji penelitian ini cari bagian-bagian dalam proses penelitian:  Masalah penelitian dan penggunaan penelitian kualitatif

(21)

 Rumusan tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian

 Tipe-tipe dan prosedur pengumpulan data-data naratif

 Tipe-tipe dan prosedur penganalisisan dan penginterpretasian data-data naratif

 Struktur penulisan

Setelah anda membaca tulisan ini dan memperhatikan lokasi dan kualitas dari masing-masing bagian (dengan menggunakan nomor paragrap), kemudian kembali ke analisis dalam bagian berikutnya dan bandingkan analisis anda dengan analisis yang saya buat.

Masalah penelitian dan Penggunaan penelitian kualitatif Lihat paragrap 03 dan keselurahn tulisan (artikel)

Dalam paragrap 03, si pengarang mengidentifikasi terjadinya kemungkinan salah didik di sekolah ketika individu-individu berupaya memahami dan menolak (resisten) situasi pada konteks sekolah mereka sendiri. Naomi mengalami kontradiksi, kesenjangan dan “pendiaman” dalam pekerjaannya di sekolah.

Artikel ini memperlihatkan karakteristik dari penelitian kualitatif berikut :

 Eksplorasi dan pemahaman tentang pengalaman-pengalaman seorang individu di

sekolah (paragraf 08 – 17)

 Penggunaan kepustakaan secara minimal dan, apabila memang ada bahan kepustakaan, itu pun terbatas pada landsape (latar belakang) sekolah bagi guru-guru profesional (paragraf 02) atau penjelasan tentang pendekatan penelitian terkait dengan penelitian naratif (paragraf 04).

 Rumusan tujuan penelitian secara umum dan luas – membuat kisah si guru difahami (paragraf 03)

 Fokus pada pengalaman-pengalaman partisipan dengan jalan mengkaji si empunya cerita/guru yang menjalani pengalaman-pengalaman tersebut (paragraf 03)

 Pengumpulan data (yakni berbentuk kata-kata) dengan menggunakan prosedur-prosedur yang melibatkan percakapan-percakapan dengan sekelompok guru yang terdiri dari lima orang selama periode waktu 18 bulan (paragraf 04)

 Meneliti hanya satu orang individu (paragraf 10)

(22)

 Menginterpretasikan makna dari kisah Naomi dalam makna yang umum tentang

kekuatan resistensi (paragraf 52 – 56)

 Menggunakan struktur pelaporan yang luwes dalam mengemukakan kisah Naomi (paragraf 10 – 17) yang diikuti oleh tema-tema tentang pengajaran di dalam kelas dan tema-tema yang terkait dengan pembatas)(paragraf 20 – 25)

 Melaporkan dengan menggunakan gaya yang luwes dan personal di mana para penulis mengidentifikasi bagaimana pandangan mereka sendiri berubah sebagai hasil dari mendengarkan dan merefleksikan kisah Naomi (paragraf 55 – 56).

Penggunaan bahan kepustakaan (literatur) Lihat paragraf 06, 52, dan 53 bahan

Seperti halnya dengan kebanyakan penelitian kualitatif, tinjauan kepustakaan memegang peranan minor. Dalam penelitian ini, bahan kepustakaan yang digunakan sedikit sekali, apabila ia muncul, ia sekedar mendokumentasikan kisah-kisah yang diceritakan atas dasar latar belakang pengetahuan profesional (paragraf 05) atau terkait dengan pendekatan-pendekatan yang melandasi penelitian naratif (paragraf 04). Kebanyakan kepustakaan yang digunakan adalah kepustakaan yang terkait dengan metodologi; yakni ia menginformasikan atau mendidik para pembaca tentang rancangan penelitian naratif ketimbang tentang materi atau topik tentang guru-guru di sekolah. Bahan kepustakaan seperti ini memberikan referensi, konsep, bahasa yang biasa digunakan di dalam penelitian naratif. Disamping itu, tidak ada teori dari kepustakaan yang harus diuji, sebuah pendekatan yang biasanya diterapkan oleh para peneliti kualitatif. Dengan penggunaan kepustakaan yang minim seperti ini, para peneliti belajar dari dan menentukan arah dari pengalaman-pengalaman Naomi.

Rumusan Tujuan dan Pertanyaan Penelitian Lihat paragraf 03

(23)

Tipe-tipe Prosedur Pengumpulan Data-data Naratif Lihat paragraf 04

Sebagai sebuah penelitian kualitatif, tulisan ini melaporkan data-data berbentuk teks – kata-kata Naomi, si guru. Walaupun demikian, para peneliti memberikan bukti yang sangat minim tentang pengumpulan data mereka. Kita memang mengetahui bahwa kelima guru terlibat dalam percakapan selama 18 bulan. Percakapan-percakapan ini direkam dengan audiotape dan ditranskripsikan serta disajikan dalam bentuk data-data teks yang digunakan dalam penelitian ini. Para peneliti tidak secara eksplisit mengidentifikasi teknik pemilihan sampel, akan tetapi mengasumsikan bahwa sampelnya adalah sampel bertujuan. Guru diantara lima wanita ini adalah peneliti dan penasehatnya dalam penelitian ini, dan si peneliti sering merujuk pada kisah-kisah mereka sendiri dan juga kisah Naomi. Walaupun kelima individu yang berpartisipasi dalam percakapan tentang kehidupan mereka sebagai guru (paragraf 08), penelitian ini terfokus hanya pada satu orang individu, yakni Naomi, yang terlihat sebagai co-peneliti (pembantu peneliti) dalam penelitian ini.

Tipe dan Prosedur dari Analisis dan Interpretasi Data-data Naratif Lihat paragraf 08 – 17 untuk cerita yang diceritakan kembali Lihat paragraf 18 – 51 untuk tema-tema

Lihat paragraf 52 – 56 untuk interpretasi

Pada tulisan tentang perekonstruksian pengalaman-pengalaman Naomi, kita menemukan analisis tataran pertama dari kisahnya. Ini merupakan penceritaan kembali kisah Naomi oleh para peneliti. Ia mencakup informasi kontekstual (pedesaan, latar belakang sekolah menengah pertama/atas), tokoh (Brian, Alicia, dan Laura), peristiwa-peristiwa khusus (ketegangan dalam hubungan , intoleransi, dan kebisuan) dan penyelesaian atau denoument (berhenti dari sekolah). Setelah proses penceritaan kembali ini, para peneliti mengidentifikasi tema-tema tentang latar belakang guru (di dalam ruang kelas atau di luar ruang kelas) dan borders =pembatas (kepemilikan, negosiasi, rumah, posisi/kekuasaan, kesamaan, konfrontasi, arogansi, penilaian, dan kebisuan). Dengan demikian, analisis terdiri dari deskripsi tentang situasi Naomi (penceritaan kembali) dan identifikasi tema-tema (pengalaman-pengalaman mengajar di kelas dan borders (pembatas).

(24)

(paragraf 53) dan rasa keputusasaan para peneliti terhadap kisah Naomi tersebut (paragraf 54). Setelah refleksi selanjutnya (dan interpretasi), para peneliti menemukan kesan-kesan Naomi yang tegas dari kisahnya itu. Para peneliti melihat resistensinya sebagai sebuah sumber kekuatan yang dapat ia gunakan untuk membantu kehidupannnya dari perasaan keterisolasian yang ia rasakan di sekolah (paragraf 56).

Struktur Penulisan Secara Menyeluruh

Dalam tulisan ini kita melihat adanya struktur penulisan kualitatif yang luwes tanpa adanya tinjauan kepustakaan yang jelas kentara dan metoda diskusi yang terusun baik. Penggunaan referensi oleh para peneliti dan komentar-komentar tentang penelitian naratif, dari keseluruhan tulisan ini, menambah minat terhadap penelitian ini. Contoh, para peneliti dari semenjak awal memberi penekanan pada pentingnya kisah bagi seorang individu dalam memaknai hidupnya. Mereka memfokuskan diri pada pengalaman-pengalaman individual dari seorang individu dan mereka melibatkan kolaborasi antara si peneliti dan si partisipan. Dalam keseluruhan kisah, mereka menggaris bawahi konteks dari tempat kerjanya Naomi dan penggunaan urutan waktu, sebagai diilustrasikan oleh penyajian kisah secara kronologis. Penggunaan metoda dan rancangan penelitian yang mantap oleh si peneliti menambah rumitnya penelitian ini. Walaupun suara Naomi sudah terdengar melalui kutipan-kutipan langsung, penelitian ini memiliki banyak tataran makna dan pemahaman bagi para peneliti naratif dan bagi mereka-mereka yang faham akan pengalaman-pengalaman para guru di sekolah.

BUTIR-BUTIR PENTING DALAM BAB INI

Penelitian naratif muncul sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif. Ia merupakan salah satu pilihan untuk meneliti para guru, para siswa, para pendidik di seting-seting kependidikan. Semua individu-individu ini memilki kisah tentang apa-apa yang mereka alami. Para peneliti naratif mendeskripsikan kehidupan para individu, mengumpulkan dan menceritakan kisah-kisah tentang kehidupan orang-orang, dan menuliskan narasi dari pengalaman-pngalaman individu. Penelitian kualitatif ini memfokuskan diri pada pengidentifikasian pengalaman-pengalaman seseorfang individu atau beberapa orang individu dan pemahaman terhadap pengalaman-pengalaman masa lalunya, masa kininya dan masa datanagnya.

(25)

sebuah kronologi yang terdiri dari tokoh, seting, masalah, perbuatan, dan penyelesaian dari perbuatan-perbuatan tersebut. Tambahan lagi, para peneliti bisa jadi mengumpulkan teks-teks lapangan dan dari teks-teks-teks-teks tersebut dibagunlah tema-tema atau kategori-kategori dan mendeskripsikan, secara rinci, seting atau konteks di mana kisah itu terjadi. Dalam keseluruhan proses penelitian, si peneliti memberi penekanan pada kolaborasi antara si peneliti dan si partisipan.

Langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian naratif adalah mengidentifikasi sebuah masalah yang cocok untuk penelitian naratif dan memilih satu atau lebih partisipan untuk diteliti. Para peneliti kemudian mengumpulkan kisah-kisah dari si partisipan tentang pengalaman-pengalaman hidupnya dan menceritakan kembali kisah tersebut guna membangun sebuah kronologi peristiwa yang bisa mencakup tokoh, seting, masalah, perbuatan, dan resolusi (penyelesaian). Dalam keseluruhan proses ini, kolaborasi terjadi dengan si partisipan, dan kisah yang disusun oleh si peneliti menceritakan pengalaman-pengalaman si partisipan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini ditemukan pula kriteria pemimpin informal seperti yang dirumuskan oleh informan, antara lain sebagai berikut: pemimpin yang baik hendahnya tidak

Tujuan penyuntingan teks menggunakan metode ini adalah untuk mendapatkan teks yang autoritatif (mendekati aslinya) yang bebas dari kesalahan ketika naskah itu

Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dalam ransum sampai level 9 g/kg bobot badan pada kambing PE, dapat memperbaiki metabolisme dan meningkatkan produksi

et!de penelitian adalah suatu cara yang dipergunakan dalam sebuah  penelitian untuk mencapai tujuan penelitian. et!de penelitian atau sering disebut  juga met!d!l!gi

 Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif

Dari hasil kuesioner didapat bahwa buku pengembangan diri yang paling diminati adalah buku pengembangan diri dalam kategori motivasi, bisnis dan karir.. Gambar 2.6

Paradigma baru Badan Litbang Pertanian adalah tidak hanya menghasilkan nilai tambah ilmiah, tetapi juga harus menghasilkan nilai tambah komersial (agribisnis). Produk penelitian