Seminar Nasional Material 2013 | Fisika
–
Institut Teknologi Bandung
61
Studi Awal Sintesis Nanokomposit Fe
2
O
3
/C
dengan Metode Pemanasan
Microwave
dan Kalsinasi
Anggi Puspita Swardhani, Ferry Iskandar, Mikrajuddin Abdullah, dan
Khairurrijal*
Prodi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha no 10 Bandung
*Email : krijal@fi.itb.ac.id
Abstrak. Sintesis nanokomposit Fe2O3 /C telah berhasil dilakukan dengan menggunakan metode pemanasan microwave
dan kalsinasi. Larutan prekursor terdiri atas FeCl3.6H2O, NaOH dan dextrose sebagai sumber carbon. Larutan prekursor
dipanaskan dengan microwave selama 15 menit kemudian dikalsinasi pada suhu 3500 C selama 30 menit dengan variasi
penambahan karbon 33% dan 50%. Sampel yang berbentuk serbuk dikarakterisasi dengan menggunakan SEM dan XRD untuk melihat masing-masing morfologi dan orientasi kristal. Hasil XRD menunjukkan karbon pada sampel masih berbentuk amorf dan puncak-puncak γ-Fe2O3 muncul pada setiap sampel. Dengan metode Scherrer diperoleh ukuran
kristal dari hasil pengukuran XRD untuk masing-masing sampel γ-Fe2O3 /C dengan kandungan karbon 33% dan 50%,
adalah 52 dan 78 nm. Hasil SEM menunjukkan terjadi agglomerasi pada sampel γ-Fe2O3/C dengan kandungan karbon
50%. Ukuran partikel rata-rata dari hasil pengukuran SEM adalah 199 nm.
Kata Kunci: Microwave, kalsinasi, katalis, nanokomposit.
PENDAHULUAN
Perkembangan riset nanomaterial untuk berbagai bidang semakin pesat. Ukuran material yang dibuat nano menjadi daya tarik tersendiri karena dapat merubah karakteristik dari material. Salah satu material yang mulai dikembangkan dalam ukuran nano adalah Fe2O3. Beberapa tahun tehun terakhir Fe2O3
menarik perhatian para peneliti karena memiliki banyak kegunaan. Aplikasi Fe2O3 banyak digunakan
dalam divais elektronika seperti sensor[1], superkapasitor[2], dan baterai lithium[3]. Selain untuk divais elektronik, Fe2O3 dapat digunakan dalam dunia
biomedis[4]. Aplikasi lain dari Fe2O3 yaitu
kegunaannya sebagai katalis untuk menurunkan viskositas minyak berat (heavy oil)[5].
Penggunaan bahan karbon sebagai campuran untuk nanokomposit besi oksida ini dimaksudkan agar luas permukaan yang dihasilkan menjadi lebih besar[6], memunculkan pori pada material[7], serta meningkat sifat penyerapannya karena karbon aktif merupakan absorbent yang baik. Pada tahun 2011, Feng Cheng dkk. melakukan pembuatan nanokomposit Fe2O3 dengan karbon menggunakan metode
karbonisasi secara in-situ sehingga diperoleh nanokomposit α-Fe2O3/C berbentuk pseudocubic [8].
Metode lain untuk mensintesis nanokomposit α- Fe2O3 /C adalah dengan bantuan flokulan dan reaksi
termokimia[3]. Beberapa metode lain yang digunakan untuk mensintesis Fe2O3 /C adalah,spray pyrolisis[6],
reaksi hidrotermal[9], dan pyrolisis[10]. Metode-metode tersebut membutuhkan waktu yang lama serta suhu yang sangat tinggi. Beberapa waktu terakhir para peneliti mulai mengembangkan metode pemanasan dengan microwave agar waktu sintesis dapat lebih cepat, tidak memerlukan suhu yang tinggi dan dapat menghasilkan material dengan kristalinitas yang lebih baik[11]. Pada tahun 2012, Tati dkk. telah berhasil mensintesis α-Fe2O3 dengan metode pemanasan
microwave dan kalsinasi pada suhu 3000C. Serbuk α
-Fe2O3 yang diperoleh memiliki kristalinitas yang baik
setelah dipanaskan dengan microwave selama 15 menit[12].
Pada penelitian ini akan dilakukan studi awal sintesis nanokomposit Fe2O3 /C dengan menggunakan
metode pemanasan dengan microwave dan kalsinasi. Sintesis dilakukan dengan memvariasikan molaritas karbon pada nanokomposit Fe2O3 /C yaitu
masing-masing sebesar 25 % dan 50%. Sampel kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, SEM dan EDX untuk melihat morfologi dan kristalinitasnya.
Seminar Nasional Material 2013 | Fisika
–
Institut Teknologi Bandung
62
EKSPERIMEN
Larutan precursor yang digunakan terdiri atas FeCl3.6H2O, NaOH, dan dextrose (C6H12O6.H2O)
sebagai sumber karbon. FeCl3.6H2O 7 mmol
dilarutkan ke dalam 32 ml aqua dm kemudian di aduk dengan penggunakan magnetic stirrer. Dextrose dicampurkan ke dalam larutan FeCl3.6H2O dan diaduk
menggunakan magnetic stirrer. Pengaturan jumlah karbon yang dihasilkan dilakukan melalui pengaturan dextrose yang akan dicampurkan. Variasi jumlah dextrose yang ditambahkan diperlihatkan pada Tabel 1 Sementara itu NaOH 0,021 mol yang telah dilarutkan ke dalam 95 ml aqua dm dimasukkan setetes demi setetes ke dalam campuran FeCl3.6H2O dan dextrose
sambil terus di aduk. Setelah semua larutan NaOH di tambahkan ke dalam larutan, campuran kemudian dipanaskan dengan menggunakan microwave selama 15 menit hingga diperoleh sampel berupa larutan kental. Sampel kemudian dipisah ke dalam 4 crucible kemudian di kalsinasi pada suhu 3500 C selama 30
menit hingga diperoleh serbuk padat berwarna hitam. Serbuk kemudian dicuci dengan aqua dm dan alcohol untuk menghilangkan ion-ion garam dan pengotor lain. Setelah dicuci, sampel di filtrasi dan dikeringkan pada suhu 1500 C hingga diperoleh serbuk hitam.
Serbuk yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui jenis material dan ukuran kristalnya dengan menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) dan Scanning Electron Miroscopic (SEM) untuk melihat morfologi partikel.
HASIL DAN DISKUSI
Pembentukan nanokomposit Fe2O3/C terjadi
melalui beberapa melalui beberapa tahap. Pertama saat dextrose dicampurkan dengan larutan FeCl3.6H2O
belum terjadi reaksi kimia, larutan masih berwarna kuning, sesaat setelah NaOH di teteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan FeCl3.6H2O terjadi perubahan
warna larutan FeCl3.6H2O menjadi berwarna jingga.
Pada saat NaOH diteteskan seluruhnya larutan menjadi berwarna merah bata. Pada proses ini terjadi presipitasi. Saat dipanaskan dengan menggunakan microwave sampel mulai membentuk geothite dan karbon yang dipanaskan mulai kehilangan gugus hidroksil menjadi dextrose anhidrat. Pemanasan
dengan kalsinasi pada suhu 3500 C selama 30 menit
merupakan proses transformasi dari geothite menjadi hematite ataupun maghemite serta karbon bereaksi dengan goethite dan bergabung membentuk komposit. Penambahan kandungan dextrose membuat warna sampel menjadi kehitaman hingga akhirnya diperoleh serbuk hitam yang merupakan komposit Fe2O3/C.
Gambar 1 menunjukkan hasil SEM nanokomposit Fe2O3/C. Pada sampel Fe2O3/C dengan kandungan
karbon 50 % terjadi agglomerasi yang menyebabkan ukuran partikel menjadi lebih besar dan sulit untuk menentukan ukuran partikel nano secara langsung. Perbandingan Fe2O3 dan karbon yang sama besar
menyebabkan partikel keduanya bereaksi, keberadaan garam NaCl tidak cukup untuk mencegah aglomerasi pada sampel. Keberadaan garam pada larutan bisa mencegah terjadinya agglomerasi[13]. Hal ini terbukti pada sampel Fe2O3/C dengan kandungan karbon 33 %
dimana jumlah garam lebih banyak dibandingkan karbon. Gambar 1b memperlihatkan bentuk partikel yang diperoleh adalah berbentuk cakram. Ukuran lebar keping rata-rata yang diperoleh adalah 199 nm selain keping masih terlihat adanya partikel berbentuk batang. Hal ini mungkin disebabkan waktu dan energi termal yang digunakan saat kalsinasi belum cukup untuk merubah partikel seluruhnya menjadi keping. Saat dikalsinasi partikel awalnya berbentuk batang kemudian dengan penambahan waktu keping tersebut bersatu membentuk jaring tiap tepinya dan dengan tambahan energi termal batang tersebut akhirnya membentuk keping-keping. Hal yang sama terjadi pada penelitian yang dilakukan Yue Ma dkk. pada tahun 2011. Proses pembentukan partikel Fe2O3/C
mirip piringan atau keping cakram dengan ukuran tebal 100-200 nm dan diameter ~700 nm berhasil direkam Yue Ma dengan menggunakan TEM[7].
Gambar 2 menunjukkan distribusi ukuran partikel untuk sampel Fe2O3/C 33 % dengan rata-rata ukuran
partikel adalah 199,163 nm. Dari ukuran rata-rata partikel yang jauh lebih besar daripada ukuran kristal, dapat disimpulkan bahwa partikel tersebut merupakan polikristal yang merupakan gabungan dari beberapa kristal.
Gambar 3 menunjukkan hasil karakterisasi XRD. Sampel Fe2O3/C dengan kandungan karbon 50 %
menunjukkan hanya 3 puncak yang muncul dengan intensitas yang sangat rendah.
Seminar Nasional Material 2013 | Fisika
–
Institut Teknologi Bandung
63
Ini menunjukkan bahwa kristal yang terbentuk kecil ukurannya. Selain itu karbon yang terbentuk masih berupa amorf. Puncak Fe2O3 muncul pada sampel
dengan kandungan karbon 33 %. Puncak-puncak tersebut sesuai dengan puncak γ-Fe2O3 menurut
JCPDS No 39-1346. Terbentuknya γ-Fe2O3 pada
penelitian ini berbeda dengan hasil eksperimen yang dilakukan Tati dkk. [12]. Dengan parameter yang digunakan yaitu suhu kalsinasi 3500C seharusnya
sudah cukup untuk dapat membentuk hematite atau α -Fe2O3 namun akibat adanya penambahan karbon, suhu
tersebut belum cukup untuk dapat membentuk hematite. Fase yang terbentuk adalah γ-Fe2O3 atau
biasa disebut maghemite. Panas yang diberikan pada saat proses kalsinasi sebagian terserap oleh karbon sehingga hanya sebagian panas yang dapat digunakan oleh FeOOH untuk bertransformasi menjadi maghemite. Untuk mendapatkan hematite diperlukan suhu yang lebih tinggi yaitu di atas 4000C karena
maghemite dapat berubah menjadi hematite jika diberikan energi termal[14].
Dengan menggunakan persamaan Debye-Scherrer
B
B
K
D
cos
, (1)dengan D adalah ukuran kristal, K konstanta material yang nilainya 0.9, λ panjang gelombang sinar-X yang digunakan, B parameter FWHM dari puncak, dan θB sudut Bragg[15], diperoleh ukuran kristal
Fe2O3/C dengan kandungan karbon 50 % 78nm dan Fe2O3/C dengan kandungan karbon 33 % 52nm.
GAMBAR 2. Distribusi ukuran partikel Fe2O3/C 33 %
GAMBAR 3. Hasil Pengukuran XRD
SIMPULAN
Sintesis nanokomposit Fe2O3/C telah berhasil
dilakukan dengan menggunakan metode pemanasan microwave dan kalsinasi. Sampel dikarakterisasi dengan menggunakan Scanning Electron Microscope dan X-Ray Diffraction dan memperoleh hasil Fe2O3/C
dengan kandungan karbon 33 % memiliki ukuran rata-rata partikel 199 nm dan ukuran kristal 52 nm, sementara itu pada sampel Fe2O3/C dengan kandungan karbon 50% terjadi agglomerasi. Dari hasil XRD ukuran kristal untuk Fe2O3/C dengan kandungan 50% adalah 78 nm. Hasil XRD a.
b.
GAMBAR 1. Hasil SEM a) Fe2O3/C dengan kandungan
Seminar Nasional Material 2013 | Fisika
–
Institut Teknologi Bandung
64
menunjukkan bahwa sampel yang diperoleh mempunyai tipe kristal maghemite atau γ-Fe2O3.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Program Riset Desentralisasi ITB 2013 dan beberapa peralatan penelitian merupakan hibah dari TWAS.
REFERENSI
1. X. Hu, J. C. Yu, J. Gong, Q. Li, dan G. Li, Advance Materials, Weinheim:WILEY-VCH Verlag GmbH & Co., 2007, pp. 2324–2329.
2. M. Jayalakshmi, K. Balasubramanian, Int. J.
Electrochem. Sci. 4, 878-886 (2009).
3. H. Mi, Y. Xu, W. Shi, H. Yoo, O. B. Chae, S. M. Oh, Material Research Bulletin 47, 152-155 (2012) 4. A. K. Gupta, M. Gupta, Biomater. 26, 3995-4021
(2005).
5. G. Qiu, H. Huang, H Genuino, N. Opembe, L. Stafford, S. Dharmarathna, dan S. L. Suib, J. Phys. Chem. C. 115, 19626-19631 (2011)
6. S. L. Chou, J. X. Wang, D. Wexler, K. Konstantinov, C. Zhong, H. Kun, Liuab and S. X Doua, J. Mater. Chem. 20, 2092-2098 (2010)
7. Y. Ma, G. Ji and J. Y. Lee. J. Mater. Chem. 21, 13009-13014 (2011).
8. F. Cheng, K. Huang, S. Liu, J. Liu, R. Deng, Electrochim. Acta, 56,5593–5598 (2011).
9. Y. Xing-Ye, L. Bin, H. Zhi-Wei, S. Liang, C. Xiao-Min, Z. Tao-Wei, T. Xing-Fu, Acta Phys. Chim. Sin.
28, 001-009 (2012).
10. P. Luo, J. Yu, Z. Shi, F. Wang, L. Liu, H. Huang, Y. Zhao, H. Wang, G. Li, Y. Zou, Mater. Lett. 80, 121-123 (2012).
11. W. Wang, Y. Zhu, dan M. Ruan, J. Nanopart. Res. 9, 419-426 (2007).
12. T. Nurhayati, “Synthesis Nanoparticle Hematite α
-Fe2O3 Using Microwave Assisted Calcination
Method”, Tugas Akhir Sarjana, ITB, 2012.
13. H. Zhang, W. Wang, H. Li, S. Meng, dan D. Li, Mater. Lett. 62, 1230-1233 (2008).
14. U. Schwertmann dan R. M. Cornell, Less Common or Rare Iron Oxides in Iron Oxides in the Laboratory, Extended Edition, Weinheim: Wiley-VCH, 2000, pp. 10-13.
15. M. Abdullah, dan Khairurrijal, Karakterisasi