• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Administrasi Negara Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum Administrasi Negara Di Indonesia"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(2)

Ombudsman Nasional. Pembentukan lembaga Ombudsman bertujuan untuk membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) melalui peran serta masyarakat.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, UUD 1945 dengan jelas membedakan cabang-cabang kekuasaan negara dalam bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang tercermin dalam fungsi-fungsi MPR, DPR dan DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga-lembaga negara yang utama (mains state organs). Adapun selain itu, seperti Komisi Yudisial, Kepolisian Negara, Tentara Nasional Indonesia, Bank Sentral, Komisi Pemilihan Umum, Dewan Pertimbangan Presiden, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM), Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU), termasuk Ombudsman Republik Indonesia dan sebagainya adalah sebagai lembaga negara bantu (state auxiliary bodies).

(3)

lembaga politik dan tidak terlepas dari kelompok yang mereka wakili. Kemudian pengawasan yang dilakukan oleh LSM karena lembaga swasta dan kurang fokus sehingga sering ditanggapi “acuh tak acuh”. Oleh karena itu, keberadaan Ombudsman sebagai lembaga negara yang mandiri dan bebas dari kekuasaan manapun serta menerima pengaduan masyarakat sangat dibutuhkan. Sebelum ada Komisi Ombudsman Nasional pengaduan pelayanan publik hanya disampaikan kepada instansi yang dilaporkan dan penegakannya sering dilakukan oleh pejabat yang dilaporkan sehingga masyarakat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Selain itu, untuk menyeleseikan pengaduan pelayanan publik, selama ini dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan. Penyeleseian melalui pengadilan tersebut memerlukan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu, diperlukan lembaga tersendiri yakni Ombudsman Republik Indonesia yang dapat menangani pengaduan pelayanan publik dengan mudah dan dengan tidak memungut biaya. Setelah berlakunya Undang-Undang Ombudsman Republik Indonesia pada tanggal 7 oktober Tahun 2008, maka Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia. Perubahan nama tersebut mengisyaratkan bahwa Ombudsman tidak lagi berbentuk Komisi Negara yang bersifat sementara, tapi merupakan lembaga negara yang permanen sebagaimana lembaga-lembaga negara yang lain, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainya. Pengaturan Ombudsman dalam Undang-Undang tidak hanya mengandung konsekuensi posisi politik kelembagaan, namun juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja ombudsman yang akan sampai di daerah-daerah. Dalam undang-undang ini dimungkinkan mendirikan kantor perwakilan Ombudsman di daerah Propinsi, Kabupaten/Kota. Dalam hal penanganan laporan juga terdapat perubahan yang fundamental karena Ombudsman diberi kewenangan besar dan memiliki subpoena power (kekuatan memaksa), rekomendasi yang bersifat mengikat, investigasi, serta sanksi pidana bagi yang mengahalang-halangi Ombudsman dalam menangani laporan.

(4)

dengan Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.[1] Tugas Ombudsman adalah memeriksa laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana eksistensi ombudsman terkait dengan di bentuknya pasal tentang pelayanan publik?

2.Bagaimana peran ombudsman dalam mengoptimalkan pelayanan publik yang dianggap belum maksimal?

(5)

BAB II PERMASALAHAN

2.1 EKSISTENSI OMBUDSMAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN DIBENTUKNYA UNDANG-UNDANG PELAYANAN PUBLIK

Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.[2]

(6)

2.1.1 Pengertian

Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik, antara lain:

a. Penyelenggara pelayanan publik atau penyelenggara merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.[3] Atasan satuan kerja penyelenggara merupakan pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik.

b. Organisasi penyelenggara pelayanan publik atau organisasi penyelenggara merupakan satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

c. Pelaksana pelayanan publik atau pelaksana merupakan pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. d. Masyarakat merupakan seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk

sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(7)

f. Maklumat pelayanan merupakan pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan.

g. Sistem informasi pelayanan publik atau sistem informasi merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik.

h. Mediasi merupakan penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak melalui bantuan, baik oleh ombudsman sendiri maupun melalui mediator yang dibentuk oleh ombudsman.

i. Ajudikasi merupakan proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak yang diputus oleh ombudsman.

j. Menteri merupakan menteri dimana kementerian berada yang bertanggung jawab pada bidang pendayagunaan aparatur negara.

k. Ombudsman merupakan sebuah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

2.1.2 Asas dan Tujuan

(8)

kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, menjalankan sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dalam penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam mendapatkan penyelenggaraan pelayanan publik. ORI berwenang untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan instansi pemerintahan terhadap dugaan praktek Maladministrasi (kesalahan administrasi) Yaitu meliputi keputusan-keputusan atau tindakan pejabat publik yang ganjil (inappropriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary), melanggar ketentuan (irregular/illegitimate), penyalahgunaan kekuasaan (abuses of power), keterlambatan yang tidak perlu (undue delay) atau pelanggaran kepatutan (equity). ORI bekerja antara lain berdasarkan laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi yang terjadi pada pelayanan publik, mengidentifikasi dan menindak kasus yang terbukti kebenarannya dengan hasil akhir dapat berupa teguran, sanksi bagi aparat yang bersalah sampai pada pemberhentian berdasarkan keputusan instansi tersebut. Selain itu ORI juga dapat melakukan penyelidikan atas prakarsa sendiri.

Sampai pada tahun ketiga setelah berdirinya-bahkan jika dihitung dari pertama dibentuk sebagai Komisi Ombudsman Nasional pada tahun 2000, ORI telah berusia sepuluh tahun, ORI telah mendapatkan beberapa laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi yang terjadi pada pelayanan publik. Pada tahun 2009 ORI mendapatkan 1.237 pelaporan masyarakat dan banyak diantaranya yang sudah diselesaikan. Namun melihat realitas birokrasi di Indonesia yang sudah sangat akut, rasanya hasil tersebut masih dinilai kurang. Jika dibandingkan dengan Negara tetangga kita misalnya Australia yang mendapat 20.000 laporan pada tahun 2001, hasil tersebut masih sangat jauh dari harapan.

(9)

DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan NTT. Sedangkan daerah yang tidak terdapat kantor perwakilan ORI sangat minim sekali jumlah pelapor. Kemudian dari data mengenai mekanisme penyampaian laporannya, mekanisme dengan menggunakan Surat dan dengan datang langsung mendominasi dan terpaut jauh dengan mekanisme lainya seperti Telepon, fax, dan Internet. Hal tersebut dapat disebabkan karena angka melek teknologi masyarakat Indonesia yang masih minim. Menteri komunikasi dan informasi Republik Indonesia Tifatul Sembiring mengatakan, sampai Mei 2010 baru 20% masyarakat Indonesia yang melek teknologi informasi. (detiknews.com). Selanjutnya data lainnya ialah sosialisasi yang dilakukan ORI meliputi diskusi interaktif dan klinik penerimaan laporan yang juga kurang merata dilaksanakan ORI, dan Iklan Layanan Masyarakat yang kurang intensif dengan Jumlah Tayang dan waktu tayang yang sangat minim merupakan capaian yang rendah dalam hal sosialisasi ORI mengingat anggaran ORI untuk bidang sosialisasi penyuluhan dan penyebaran informasi yang sangat besar yaitu Rp.2.329.929.000.

Dalam rapat dengar pendapat yang diselenggarakan komisi II DPR-RI dengan Ombudsman, anggota komisi II DPR-RI Irvansyah mengatakan bahwa Ombudsman belum maksimal melakukan sosialisasi dan masih terdengar belum memasyarakat. Dalam kesempatan itu Ketua Komisi II Chaeruman Harahap meminta ORI lebih menggiatkan lagi upaya sosialisasi.[4]

(10)

pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi, membuat peringkat kinerja penyelenggara secara berkala; dan dapat memberikan penghargaan kepada penyelenggara.[5] dan penyelenggara dan seluruh

bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.

(11)

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pelayanan_Publik

[3] Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

[4]www.hukumonline.com

[5] Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

2.2 PERAN OMBUDSMAN DALAM MENGOPTIMALKAN

PELAYANAN PUBLIK YANG BELUM MAKSIMAL

(12)

sedikit yang didengar. Istilah good governance juga Ombudsman yang pertama kali utarakan

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 ASAL USUL OMBUDSMAN

Institusi pengawasan bernama ombudsman pertama kali lahir di swedia. Meskipun demikian dasarnya swedia bukanlah negara pertama yg membangun sistem ombudsman.Brian giling dalam tulisan nya mengatakan bahwa pada zaman kekaisaran romawi terdapat instuisi tribunal plebis yang tugasnya hampir sama dengan Ombudsaman , yaitu melindungi hak hak masyrakat dari penyalahgunaan kekuasaan oleh para bangsawan. Sedangkan pada masa kekaisaran china,yaitu pada masa kekaisaran Dinasti Tsin juga mendirikan lembaga pengawa bernama Control Yuan atau Censorate, yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pejabat pejabat kekaisaran atau pemerintah dan betindak sbg peratara bagi

(13)

melaksanakan tugasnya dnegan baik. Untuk menjamin kepatuhan tersebut Highest Ombudsman diberikan hak menuntut para pejabat negara yang melanggar hukum dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik

3.1.1 Sejarah Pembentukkan Ombudsman di Indonesia

Upaya pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia oleh pemerintah dimulai ketika Presiden B.J. Habibie berkuasa, kemudian dilanjutkan oleh penggantinya, yakni K.H. Abdurrahman Wahid. Pada masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid lah disebut sebagai tonggak sejarah pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia. Pemerintah pada waktu itu nampak sadar akan perlunya lembaga Ombudsman di Indonesia menyusul adanya tuntutan masyarakat yang amat kuat untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan penyelenggaraan negara yang baik atau clean and good governance.

Presiden K.H. Abdurrahman Wahid segera mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 55 tahun 1999 tentang tim pengkajian pembentukan lembaga Ombudsman. Menurut konsideran keputusan tersebut, latar belakang pemikiran perlunya dibentuk lembaga Ombudsman Indonesia adalah untuk lebih

meningkatkan pemberian perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat dari pelaku penyelenggara negara yang tidak sesuai dengan kewajiban hukumnya, dengan memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengadu kepada suatu lembaga yang independen yang dikenal dengan nama Ombudsman.

(14)

1. Bahwa pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka melakukan pengawasan akan lebih menjamin peneyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme;

2. Bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap

penyelenggaraan negara merupakan implementasi demokrasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi; 3. Bahwa dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan

pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

3.1.2 Perbandingan Keppres 40 Tahun 2000 dan UU 37/2008

DPR akhirnya mengesahkan RUU tentang Ombudsman. Melalui forum Rapat Paripurna Tanggal 9 September 2008 seluruh fraksi satu suara menyetujui RUU yang dibahas sejak tahun 2005 itu menjadi Undang-undang. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia telah berlaku menggantikan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 yang lebih dari delapan tahun menjadi landasan hukum Komisi Ombudsman Nasional dalam menjalankan tugasnya. Setelah berlakunya Undang-undang Ombudsman Republik Indonesia, maka Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia.[6]

(15)

tidak dibekali atau tidak membekali diri dengan instrumen pemaksa (legally binding/su poena power). Walaupun dalam beberapa kasus (ternyata) pengaruh Ombudsman tetap sangat kuat. Ini dikarenakan figur seorang Ombudsman yang benar-benar dapat dipercaya integritas, kredibilitas dan kapabilitasnya, sebab pemilihannya dilakukan melalui proses yang partisipatif, transparan dan accountable. Pengaruh Ombudsman masuk melalui rekomendasi yang disusun dan diberikan kepada Penyelenggaran Negara. Walaupun rekomendasi Ombudsman tidak mengikat secara hukum, bukan berarti dapat diabaikan begitu saja. Dalam hal ini Ombudsman memiliki mekanisme pelaporan kepada DPR. Untuk kasus-kasus tertentu yang signifikan dan krusial, melalui mekanisme yang tersedia, DPR juga dapat memanggil pejabat publik (eksekutif) atas tindakan pengabaiannya terhadap eksistensi dan rekomendasi Ombudsman. Namun dalam prakteknya dulu, tidak sedikit rekomendasi KON yang dikesampingkan atau bahkan dipinggirkan.

Di bawah UU 37/2008, yang sebelumnya rekomendasi Ombudsman bersifat tidak mengikat, kini rekomendasi itu wajib. Artinya, setiap instansi yang menjadi pihak terlapor,wajib menjalankan rekomendasi kami.Jika rekomendasi tidak dilaksanakan maka akan dikenakan sanksi administratif. Pengaturan Ombudsman dalam undang-undang tidak hanya mengandung konsekuensi posisi politik kelembagaan, namun juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja ombudsman yang akan sampai di daerah-daerah.

(16)

Dalam undang-undang ini dimungkinkan mendirikan kantor perwakilan

Ombudsman di daerah propinsi, kabupaten/kota. Dalam hal penanganan laporan juga terdapat perubahan yang fundamental karena Ombudsman diberi

kewenangan besar dan memiliki subpoena power, rekomendasi bersifat mengikat, investigasi, serta sanksi pidana bagi yang menghalang-halangi Ombudsman dalam menangani laporan. Mengingat besarnya kewenangan dalam undang-undang, Ombudsman RI perlu melakukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang diamanatkan undang-undang. Kewenangan yang besar harus ditunjang oleh infrastruktur yang kuat dan sumberdaya manusia yang profesional. Bila Ombudsman tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai maka kewenangan yang diberikan oleh undang-undang menjadi tidak berarti.

Selain itu, UU 37/2008 memberi penambahan kewenangan Ombudsman dalam menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak (Pasal 8 ayat (1) huruf e). UU ini juga merampingkan komposisi Ombudsman yang awalnya berdasarkan Keppres 44/2000 berjumlah 11 orang, menjadi hanya tujuh orang. Masa jabatan ditetapkan berlaku selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan tambahan.

Dalam menangani laporan, setiap pimpinan dan anggota Ombudsman diwajibkan merahasiakan identitas pelapor. Kewajiban ini melekat terus meski pimpinan dan anggota yang bersangkutan berhenti atau diberhentikan. Namun, kewajiban ini dapat dikesampingkan dengan alasan demi kepentingan publik yang meliputi kepentingan bangsa dan negara serta masyarakat luas.

(17)

UU 37/2008 ini juga memberikan dua hak ekslusif untuk Ombudsman. Pertama, hak imunitas atau kekebalan sebagai dukungan penuh terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang Ombudsman. Dengan imunitas ini, (sebagaimana diatur dalam Pasal 10), Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut atau digugat di muka pengadilan.[9] Kedua, upaya pemanggilan paksa. Pasal 31 menyatakan “Dalam hal terlapor dan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a telah dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa”.

Fungsi Komisi Ombudsman berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 2000, yaitu sebagai berikut :

1. Memberdayakan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

2. Menganjurkan dan membantu masyarakat memanfaatkan pelayanan publik secara optimal untuk penyelesaian persoalan.

3. Memberdayakan pengawasan oleh masyarakat merupakan implementasi demokrasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur negara dapat diminimalisasi.

4. Dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

(18)

Adapun yang menjadi tujuan dari dibentuknya Komisi Ombudsman Indonesia, yaitu :

1. Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil dan sejahtera.

2. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka serta bebas dari KKN.

3. Melalui peran masyarakat membantu menciptakan dan/atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.

4. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman dan kesejahteraan semakin baik.

5. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktik-praktik maladministrasi Maladministrasi berarti perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan., diskriminasi serta KKN.

(19)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

1. Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik, Penyelenggara pelayanan publik atau Penyelenggara merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

(20)

4.2 Saran

1. Upaya ombudsman dalam mengadakan sosialisasi kepada masyarakat dapat juga dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah tayang dan waktu tayang Iklan layanan masyarakat di media surat kabar dan radio, serta menambahkan media televisi dan website sebagai penyedia jasa iklan layanan masyarakat ORI.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

2. http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pelayanan_Publik

3. Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

4. www.hukumonline.com

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian adalah Untuk mengetahui Analisis tes hasil belajar bentuk pilihan ganda mata pelajaran Al-Qur’an Hadits pada ulangan tengah semester

Teorema 1.3.. Hal ini disebabkan oleh penentuan bilangan Rado k -warna untuk suatu sistem persamaan merupakan suatu masalah yang rumit untuk dikaji. Hingga saat ini, penelitian

Profitabilitas dalam pengembalian aset usaha nilai Gross profit marjin sebesar sebesar 0,10 menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan menghasilkan laba kotor dari nilai total

Peneliti ingin meneliti bagaimana komunikasi verbal dan komunikasi non verbal yang digunakan oleh Trainer DJ Arie School ketika berinteraksi dengan siswa- siswanya dalam

Agunan yang diambil alih sehubungan dengan penyelesaian pembiayaan (disajikan dalam akun aset lain) diakui sebesar nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih adalah nilai wajar

Sejalan dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bersih dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan

Hasil pembahasan, anjak piutang diartikan sebagai usaha pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta

Hasil evaluasi kurva kalibrasi dari pengukuran deret bahan standar CRM paduan zirkonium dengan metoda standar internal memberikan data yang lebih tepat dibanding