ORASI PENGUKUHAN
PROFESOR RISET
BIDANG GEOLOGI DAN GEOFISIKA
GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI
JENDELA PROSES GEOLOGI
MASA LALU DAN LENTERA
PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN
LOGAM
OLEH:
I
SKANDARZ
ULKARNAINL
EMBAGAI
LMUP
ENGETAHUANI
NDONESIAGEOKIMIA BATUAN SEBAGAI
JENDELA PROSES GEOLOGI
MASA LALU DAN LENTERA
PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN
ORASI PENGUKUHAN
PROFESOR RISET
BIDANG GEOLOGI DAN GEOFISIKA
GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI
JENDELA PROSES GEOLOGI
MASA LALU DAN LENTERA
PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN
LOGAM
OLEH:
I
SKANDARZ
ULKARNAINL
EMBAGAI
LMUP
ENGETAHUANI
NDONESIA©2013 Indonesian Institute of Sciences - LIPI Pusat Penelitian Geoteknologi
Katalog dalam Terbitan
Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan Logam. Orasi Pengukuhan Profesor Riset/Iskandar Zulkarnain – Jakarta: LIPI Press, 2013
xiii + 63 ; 14,5 x 20,2 cm
ISBN 978-979-799-
1. Geokimia Batuan 2. Lingkungan Tektonik 3. Endapan Logam
551.2
Copyeditor :
Layouter :
Cover Design:
Diterbitkan oleh:
LIPI Press, anggota Ikapi
Jl. Gondangdia Lama 39, Menteng, Jakarta 10350 Telp. (021) 314 0228, 314 6942. Fax. (021) 314 4591 E-mail: bmrlipi@centrin.net.id
lipipress@centrin.net.id
“Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan di dalam pergantian siang dan malam, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berfikir” (Qur’an: 3; 190)
Untuk
Ayahanda Mampir Loebis dan Ibunda Nurbaya Isteriku Eliza Mery
RIWAYAT HIDUP
Iskandar Zulkarnain dilahirkan di
Cirebon, Jawa Barat, pada tanggal 14 April 1959, sebagai putra tunggal dari pasangan almarhum Bapak Mampir Loebis (wafat tahun 2002) dan Ibu
Nurbaya Nasution, yang keduanya
berasal dari Kenagarian Simpang
Tonang, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Menikah dengan Eliza Mery, pada tanggal 26 Juli 1981 dan dikaruniai dua orang putra dan satu orang putri, yakni: Brian Zagala Zulkarnain, Sarah Fitria Zulkarnain dan Bram Agusta Zulkarnain.
Jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah Pertama ditempuhnya di Kota Padang dan setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Don Bosko di Kota Padang pada tahun 1979, ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan Geologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan memperoleh gelar Insinyur Geologi pada Maret 1985. Menjadi peneliti adalah alasan utamanya ketika memilih bergabung dengan Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional (LGPN) LIPI pada bulan April tahun 1985. Setahun kemudian, ia melanjutkan studinya ke Jerman
dengan beasiswa dari Pemerintah Indonesia dalam Program Overseas
Fellowship Program (OFP) dan berhasil meraih gelar Doktor reralium
naturalium (Dr. rer. nat.) di bidang mineralogi dari Johannes Guetenberg
Universitaet di kota Mainz, pada tahun 1991. Kompetensi mineralogi inilah yang kemudian menjadi dasar kiprahnya dalam bidang geokimia batuan yang menyatu dengan disiplin ilmu petrologi yang difokuskannya pada proses mineralisasi dan lingkungan tektonik.
LIPI pada tahun 1986 dan menjadi Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi LIPI sejak tahun 2001. Puslit ini pernah dipimpinnya dari tahun 2006 hingga 2011, sebelum ia kemudian diangkat menjadi Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI sejak bulan April 2011.
Sejumlah kerjasama penelitian dilakoninya dengan institusi riset dan
universitas di Jepang (Geological Survey of Japan dan Kyoto University)
dalam bidang tektonik dan magmatik, termasuk dengan CSIRO, Australia, dalam melakukan eksplorasi potensi mineralisasi bawah laut di Laut Sulawesi dan Selat Sunda. Semua itu merupakan upayanya dalam menerapkan prinsip-prinsip geokimia batuan untuk mengembangkan konsep eksplorasi mineral logam dan pemahaman tektonik. Upaya tersebut dilakukannya lebih intensif dan terfokus, terutama sejak tahun 2003 dengan melakukan penelitian yang terus menerus terhadap batuan-batuan volkanik di Pulau Sumatera, mulai dari Provinsi Lampung hingga ke wilayah sekitar Danau Toba di Sumatera Utara.
Sebagai peneliti bidang geokimia batuan yang masih tergolong jarang, ia juga sering diminta untuk membimbing mahasiswa S1 dan S2 serta menjadi penguji dalam sidang disertasi mahasiswa S3 di Institut Teknologi Bandung. Di samping itu, sejak tahun 2003, ia juga terlibat dalam penelitian Kompetitif LIPI tentang konflik di kawasan pertambangan, sebagai koordinator. Kiprahnya dalam kegiatan ini telah membangun jejaring yang
luas dengan pemangku kepentingan terkait, seperti perusahaan
pertambangan, Masyarakat Pertambangan Indonesia, Pemerintah Daerah serta Kementerian yang terkait.
DAFTAR ISI
RIWAYAT HIDUP ... VIII DAFTAR ISI ... X
I. PENDAHULUAN ... 2
II. MENGENAL PRINSIP-‐PRINSIP GEOKIMIA BATUAN ... 5
2.1. UNSUR-‐UNSUR PEMBENTUK BATUAN ... 5
2.2. PRINSIP-‐PRINSIP GEOKIMIA BATUAN ... 7
III. GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI MASA LALU ... 9
IV. GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI LENTERA PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN LOGAM ... 16
V. KESIMPULAN ... 19
VI. PENUTUP ... 20
UCAPAN TERIMA KASIH ... 21
DAFTAR PUSTAKA ... 25
LAMPIRAN GAMBAR ... 33
DAFTAR KARYA TULIS ILMIAH ... 43
O
RASIP
ENGUKUHANP
ROFESORR
ISETB
IDANGG
EOLOGID
ANG
EOFISIKAPRAKATA PENGUKUHAN
Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua, Selamat siang,
Yang terhormat,
Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset
Sekretaris dan Para Anggota Majelis Pengukuhan Profesor Riset,
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Sekretaris Utama dan Para Deputi di lingkungan LIPI Para Kepala Pusat, Kepala Biro dan Pejabat lainnya, Rekan-rekan Peneliti,
Para Undangan dan Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Marilah kita bersama memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua sehingga pada saat ini, kita dapat berkumpul di tempat ini, dalam rangka melaksanakan Orasi Pengukuhan Profesor Riset. Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan pidato orasi saya yang berjudul:
Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan
I. PENDAHULUAN
Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya hormati,
Bumi adalah salah satu dari delapan planet yang membentuk tata surya Bimasakti (sebelumnya, Pluto dianggap
sebagai planet ke sembilan dalam tata surya ini) yang telah
berumur lebih dari 4.3 milyar tahun berdasarkan pengukuran pada batuan tertua di bumi.1 Dengan usia yang sudah sedemikian tua, dapat dipastikan bahwa bumi telah mengalami berbagai proses geologi yang rumit dan kompleks selaras dengan dinamika alami yang terus berlangsung.
Walaupun di permukaannya, bumi dapat dibedakan hanya menjadi daratan dan lautan, namun sesungguhnya bumi memiliki dimensi fisika dan kimia yang cukup kompleks, baik dalam hal komposisi kimia dari bagian-bagian pembentuknya, maupun dari struktur dan proses-proses dinamis yang terjadi dan mempengaruhinya sejak ratusan juta tahun yang lalu.
Permukaan bumi tidak dibentuk oleh sebuah lempeng batuan tunggal yang mendasari lautan dan benua, melainkan terdiri dari banyak lempeng-lempeng yang saling berinteraksi satu sama lain.2 Berdasarkan komposisi
unsur-unsur pembentuknya, maka lempeng-lempeng
Kerak-kerak bumi tersebut mengambang di atas material silikat cair bertemperatur tinggi yang naik dari batas antara inti bumi (core) dan selubung/mantel bumi (mantle) yang
dikenal dengan zona Core Mantle Boundary (CMB)
(Gambar 2). Cairan silikat sangat panas dengan luas dimensi bagian atasnya mencapai ratusan kilometer dan bagian bawahnya berbentuk ekor yang mengecil tersebut (hingga hanya beberapa kilometer) dikenal sebagai
superplumes.4,5,6 Di bawah lempeng Pasifik Selatan
ditemukan adanya wilayah yang sangat luas dengan kecepatan gelombang seismik yang rendah, sementara itu di bawah lempeng Asia terdapat wilayah yang luas dengan kecepatan gelombang seismik yang tinggi.7 Gejala yang pertama mengindikasikan adanya material mantel bumi yang naik ke atas (hot superplumes), sedangkan fenomena kedua menunjukkan adanya material mantel yang tengah tenggelam (cold superplumes).5
Deformasi kerak bumi yang terjadi akan terekam dalam formasi geologi yang terbentuk. Rekam jejak proses-proses geologi yang dialami oleh suatu wilayah di permukaan bumi, akan tersimpan di dalam pola komposisi kimia batuan gunung api maupun batuan magmatik lainnya yang terbentuk pada lingkungan tersebut. Pola geokimia batuan magmatik yang terbentuk pada zona penunjaman antar kerak samudera (Island-arc) akan berbeda dengan pola geokimia batuan yang terbentuk pada zona penunjaman
antara kerak samudera dengan kerak benua (Active
Continental Margin/ACM). Dengan demikian, peran
pendekatan geokimia batuan ini tak ubahnya seperti jendela untuk melihat proses-proses geologi masa lalu yang pernah terjadi di suatu wilayah.
Di samping merekam jejak proses-proses geologi yang pernah terjadi, pola geokimia batuan magmatik juga mengandung indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai pemandu untuk menemukan cadangan atau endapan mineral-mineral logam yang bernilai ekonomis, seperti emas, perak dan logam dasar (tembaga, besi, Zn, mangan, timbal).
Dalam orasi ini akan diuraikan bagaimana penggunaan data-data geokimia batuan magmatik di Pulau Sumatera telah memberikan bukti dan pemahaman baru tentang sejarah geologi dan proses-proses geologi masa lalu yang terjadi pada pulau tersebut. Bukti-bukti dan pemahaman ini memberikan koreksi terhadap pemahaman geologi Pulau Sumatera yang masih diyakini sampai saat ini.
Selain itu, pola konsentrasi unsur jejak terpilih (selected
Trace Elements) dan unsur jarang (Rare Earth
dengan endapan emas dan logam dasar di Pulau Sumatera, menunjukkan suatu pola yang khas dan berbeda dari pola unsur jejak terpilih dan REE pada batuan magmatik yang tidak terkait dengan endapan logam apapun. Dengan demikian, pendekatan geokimia ini juga dapat menjadi basis untuk pengembangan konsep eksplorasi baru yang lebih fokus, ekonomis dan berpeluang lebih besar dalam menemukan endapan logam.
II. MENGENAL PRINSIP-‐PRINSIP GEOKIMIA BATUAN
Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia,
Geokimia batuan adalah sebuah pendekatan yang banyak digunakan untuk mengetahui jenis suatu batuan, proses serta lingkungan pembentukannya berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yang dimiliki batuan tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan pola geokimianya akan dapat diketahui apa jenis batuan tersebut, pada lingkungan bagaimana batuan tersebut terbentuk dan proses apa saja yang pernah terjadi pada saat pembentukannya. Dalam konteks ini, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar tentang unsur-unsur yang diacu dalam geokimia batuan serta prinsip-prinsip penggunaannya.
2.1. Unsur-unsur Pembentuk Batuan
Sedangkan batuan sedimen dan batuan malihan adalah batuan-batuan yang berasal dari batuan beku yang
karena proses-proses eksogen (pelapukan,
dekomposisi, transportasi oleh air atau angin, kenaikan temperatur dan tekanan) kemudian berubah menjadi batuan lain dengan komposisi mineral dan struktur yang berbeda dengan batuan beku asalnya. Oleh karena itu, pendekatan geokimia batuan selalu berbasis pada komposisi kimia batuan beku, walaupun kemudian bisa dikembangkan penggunaannya pada kedua jenis batuan
lainnya. Pembahasan tentang geokimia batuan
selanjutnya hanya dibatasi pada batuan beku.
Komposisi kimia batuan pada umumnya ditentukan oleh konsentrasi unsur-unsur utama (Major Elements), unsur jejak (Trace Elements) dan unsur jarang (Rare
Earth Elements/REE).
Unsur-unsur utama yang terdapat dalam jumlah besar di dalam suatu batuan, umumnya diwakili oleh SiO2,
TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O,
K2O dan P2O5. Selain unsur-unsur tersebut, konsentrasi
Lost on Ignition (LoI) yang merupakan jumlah
unsur-unsur yang menguap ketika sampel batuan itu dipanaskan sampai 600oC, juga turut disertakan dalam analisis unsur-unsur utama.
Ce, Pr, Nd, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm, Yb dan Lu.
Secara teoritis, unsur utama umumnya digunakan untuk menentukan jenis batuan dalam suatu diagram klasifikasi. Karena kehadirannya yang berlimpah dalam batuan, maka pola yang ditunjukkannya tidak dapat secara spesifik menunjukkan lingkungan asal tempat ia terbentuk. Sebaliknya, unsur jejak dan REE terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas dan sifatnya yang
lebih immobile menyebabkan pola geokimia yang
ditunjukkannya (pola geokimia adalah pola grafis yang ditunjukkan oleh variasi konsentrasi unsur-unsur terpilih di dalam
suatu batuan yang ditampilkan dalam diagram garis) tidak
mudah berubah dari pola asalnya walaupun berbagai proses geologi telah mempengaruhinya. Dengan
demikian pola-pola geokimia tersebut akan
memberikan pola tertentu untuk suatu lingkungan pembentukan batuan tertentu, yang berbeda dengan pola lain yang mencerminkan lingkungan pembentukan batuan yang lain pula.
2.2. Prinsip-prinsip Geokimia Batuan
mineralogi mereka berbeda, mereka diklasifikasikan sebagai batuan yang sama. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan pengklasifikasian terhadap batuan-batuan magmatik atau batuan-batuan gunung api berdasarkan rentang konsentrasi SiO2-nya, menjadi batuan basal
(SiO2 antara 45-52%), andesit (52-63%), dasit
(63-77%) dan riolit dengan SiO2 lebih besar dari 77%.8
Klasifikasi ini menjadi lebih lengkap ketika terdapat sejumlah batuan yang memiliki rentang SiO2 yang
sama tetapi berbeda dalam kandungan K2O-nya 9 atau
dalam Total Alkali-nya atau total K2O+Na2O.8,10,11,12
Berbeda dengan unsur utama, unsur jejak maupun REE memiliki sifat yang immobile sehingga memberikan pola geokimia yang khas untuk setiap jenis batuan dengan lingkungan pembentukan batuan yang tertentu. Dengan kata lain, walaupun dua batuan memiliki rentang SiO2 yang sama, namun bila mereka terbentuk
pada lingkungan yang berbeda, maka pola geokimia unsur jejak dan REE yang ditunjukkannya akan berbeda pula. Hal ini terjadi karena setiap lingkungan pembentukan batuan memiliki konsentrasi unsur jejak dan REE yang tertentu dan cenderung berbeda dari satu lingkungan ke lingkungan yang lainnya.13 Sejumlah unsur jejak seperti Rb, Sr, Ba, Y, Nb, Zr, Ta, Ce, Hf, Sm dan Yb dapat digunakan untuk menentukan, apakah
suatu batuan magmatik terbentuk pada suatu
lingkungan tepian benua (continental margin), atau pada busur kepulauan (island-arc) atau pada cekungan busur belakang (back-arc basin).
magmatik yang tersebar dari Provinsi Lampung di bagian selatan Pulau Sumatera, hingga Kabupaten Madina di Provinsi Sumatera Utara dapat menjadi jendela untuk melihat proses geologi apa saja yang sudah dialami pulau tersebut. Proses penelitian geokimia yang ditekuni selama ini, hampir dua puluh tahun, telah memberikan data dan informasi baru yang melahirkan sebuah preposisi atau pemahaman baru yang mengoreksi pandangan tentang tatanan geologi Pulau Sumatera yang masih dianut hingga saat ini.
III. GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI
MASA LALU
Majelis Pengukuhan dan hadirin yang saya hormati,
Secara regional, Pulau Sumatera bersama dengan Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaysia, Indochina, Thailand serta laut dangkal diantaranya yang dikenal dengan sebutan Sunda Shelf, merupakan daratan
yang membentuk Blok Paparan Sunda (Sundaland Block).
Paparan Sunda ini merupakan tepian tenggara Benua Eurasia yang dibatasi oleh zona penunjaman, tempat Lempeng Australia menunjam secara miring ke bawah Pulau Sumatera.14,15,16
Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera di dalamnya) terletak pada zona konvergensi (zone of convergences) antara Lempeng India-Australia, Filipina dan Eurasia
(Gambar 4).17 Ketiga lempeng tersebut saling
bertumbukan pada bagian tepinya dan zona tumbukan di sebelah barat Pulau Sumatera adalah tempat pertemuan
antara Lempeng India-Australia dengan Eurasia.
palung di sepanjang sisi barat Pulau Sumatera (Gambar 5) yang merupakan sumber gempa yang sangat aktif dan diyakini juga telah melahirkan Patahan Sumatera di daratan pulau.18,19
Secara umum, Asia Timur dan Asia Tenggara (termasuk Paparan Sunda) dibentuk oleh sejumlah blok benua
(continental blocks), busur volkanik dan zona-zona
pergerakan aktif (suture zones) yang merepresentasikan sisa-sisa cekungan lautan yang sudah tertutup, termasuk cekungan busur belakang.20,21,22,23,24,25
Pendapat di atas selaras dengan hasil penelitian Honza dan Fujioka,26 berdasarkan survey geologi dan geofisika di punggungan dan cekungan Daito di Cekungan Filipina Barat, yang menyatakan bahwa sejumlah cekungan tepian benua (marginal basin) dan cekungan busur belakang
tahun yang lalu) di wilayah Asia Tenggara ini, yang
didominasi oleh gaya-gaya kompresi/tekanan
(compressional forces) yang membentuk busur-busur
kepulauan. Lebih jauh, mereka menyatakan, bahwa sebagian besar busur (arcs) dan cekungan busur belakang di Asia Tenggara terbentuk dalam Zaman Tersier. Sementara itu, sejumlah busur telah mulai terbentuk pada Masa Mesozoikum Akhir, termasuk busur di Jepang, Cina Selatan, Sunda dan Papua New Guinea.
Pembentukan cekungan busur belakang di Asia Tenggara dipicu oleh peristiwa tumbukan (collision), seperti tumbukan antara Lempeng Filipina Barat dengan Busur Daito yang membentuk Cekungan Filipina Barat pada Eosen Awal, Sangihe yang menumbuk Sulawesi Barat dan membentuk Cekungan Sunda pada Miosen Awal, serta Busur Palawan Utara yang menumbuk Borneo Utara yang membuka Cekungan Sulu pada Miosen Akhir hingga
Pliosen Awal.26 Hasil penelitian mereka juga
menyimpulkan, bahwa pembukaan cekungan busur belakang tersebut dapat diakselerasi oleh subduksi miring pada palung, dan cekungan akan terbentuk di sisi belakang dari busur, sebagai cekungan busur belakang dengan posisi relatif terhadap gerakan lempeng samudera.
Sementara itu, bila kita melihat Pulau Sumatera dalam kerangka regional, maka Pulau Sumatera diyakini oleh banyak kalangan dibentuk oleh dua komponen blok benua yang berbeda, yaitu Blok Sibumasu (Sina, Burma,
waktu yang berbeda.25 Blok Benua Sibumasu diinterpretasikan terpisah dari Benua Gondwana pada Zaman Perm Awal (sekitar 290 juta tahun yang lalu), sedangkan Blok Sumatera Barat, bersama dengan Burma Barat, Malaya Timur, Indochina dan Blok China Selatan telah terpisah dari Benua Gondwana semenjak Zaman Devon (sekitar 400-350 juta tahun yang lalu).
Berdasarkan uraian di atas, walaupun pembentukan busur kepulauan dan cekungan busur belakang telah terjadi di wilayah Asia Tenggara, namun belum ada bukti yang menyatakan bahwa busur kepulauan dan cekungan busur belakang teridentifikasi di Pulau Sumatera, sehingga sampai saat ini Pulau Sumatera masih dianggap sebagai segmen homogen tepian Benua Eurasia.25,28,29,30
Penelitian geokimia batuan magmatik di Pulau Sumatera telah mulai dilakukan penulis sejak tahun 1994 di daerah Bengkulu, namun penelitian secara intensif dan terus menerus pada batuan-batuan volkanik atau gunung api di pulau ini baru dilaksanakan sejak lebih dari sembilan tahun yang lalu. Secara umum, batuan-batuan magmatik atau batuan gunung api tersebut terkonsentrasi di sisi barat pulau, di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan mulai dari Provinsi Lampung sampai ke Kabupaten Madina, Provinsi Sumatera Utara.31,32,33,34 Namun di sekitar danau Toba, konsentrasi batuan volkanik tersebut bergeser ke arah timur
sekitar beberapa puluh kilometer. Fenomena ini
sebelumnya ditafsirkan akibat adanya patahan geser yang disebut tear fault,35 namun penelitian geofisika tentang
Investigator Fracture Zone atau IFZ36 yang dianggap
Batuan-batuan volkanik yang tersebar dari Provinsi Lampung hingga ke Sumatera Utara tersebut didominasi oleh jenis andesit dengan variasi basaltik andesit dan dasit dalam jumlah kecil.32,33,34,35,36,37,40,41,42,43 Dominasi batuan andesit ini merupakan ciri batuan magmatik yang terbentuk pada zona subduksi/penunjaman, karena komposisi magma yang intermediate (magma dibedakan menjadi magma yang
bersifat basa, intermediate dan asam berdasarkan pada kandungan
SiO2nya. Magma basa memiliki kandungan SiO2 terendah ~45%-51%,
intermediate ~52-67% dan asam ~>67%) dihasilkan melalui magma yang terkontaminasi ketika menerobos kerak yang tertunjam dalam perjalanannya menuju ke permukaan. Hal ini selaras dengan adanya zona subduksi di sisi barat Pulau Sumatera, tempat kerak Samudera Hinda menunjam ke bawah pulau tersebut. Namun demikian, komposisi magma tersebut tidak memberikan perbedaan, apakah subduksi terjadi akibat tumbukan antara kerak samudera dengan benua ataukah antar dua kerak samudera, sehingga anggapan bahwa Pulau Sumatera adalah bagian tepi dari Benua Eurasia mendapatkan pembenaran.
Akan tetapi, analisis geokimia yang dilakukan terhadap sejumlah conto batuan atau sampel yang dikumpulkan di wilayah Lampung, Bengkulu, Painan, Pasaman dan Madina, memberikan pola-pola unsur jejak terpilih
(selected Trace Elements) dan unsur-unsur jarang (Rare
Earth Elements/REE) yang mengoreksi anggapan di atas.
Pola-pola geokimia tersebut yang ditampilkan dalam diagram laba-laba atau spider diagram (spider diagram adalah diagram garis yang menunjukkan hubungan konsentrasi antar unsur-unsur jejak terpilih pada satu batuan setelah mereka dibagi terlebih dahulu dengan konsentrasi unsur itu sendiri yang terdapat dalam batuan
basal dari punggung tengah samudera atau Mid-oceanic ridge
selubung/mantel bumi) menunjukkan, bahwa wilayah dari zona Patahan Sumatera ke arah barat (western volcanics) didominasi oleh karakter busur kepulauan (island-arc), sedangkan dari Patahan Sumatera ke arah timur (eastern
volcanics) didominasi oleh karakter benua atau kontinen
(Gambar 7,8,9).41,42,43 Pola ini menerus ke utara dan masih dikenali hingga ke wilayah Bengkulu. Namun demikian, pola busur kepulauan ini bukan menjadi satu-satunya pola yang teridentifikasi di sisi barat Pulau Sumatera, mulai dari daerah Painan ke utara, yakni di wilayah Pasaman hingga
ke Madina. Di wilayah-wilayah tersebut, batuan
magmatiknya menunjukkan adanya pola cekungan busur belakang (back-arc basin), di samping pola busur kepulauan (Gambar 10).41,44 Kondisi ini mengindikasikan bahwa Patahan Sumatera merupakan zona subduksi purba
(paleo subduction) tempat terjadinya tumbukan antara
kerak samudera dengan tepian benua Eurasia. Hal ini menempatkan zona Patahan Sumatera sebagai sebuah
crustal border yang memungkinkan pergerakannya sebagai
sebuah patahan geser ketika didorong oleh gaya kompresi yang berasal dari penunjaman miring dari sistem subduksi yang sekarang.
tepian Benua Eurasia semata, tetapi menyimpan sejarah rangkaian proses geologi yang kompleks dan rumit. Data
tersebut merepresentasikan bahwa Pulau Sumatera
dibentuk oleh dua bagian yang berbeda, yaitu bagian timur yang merupakan tepian Benua Eurasia, sedangkan bagian baratnya merupakan segmen busur kepulauan (island-arc) yang menabraknya bersama sistem subduksi yang aktif sekarang ini. Garis batas imajiner yang memisahkan dua segmen yang berbeda karakter tersebut, sepertinya berada
di sepanjang zona Patahan Sumatera, sehingga
IV. GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI LENTERA PEMANDU
PENEMUAN ENDAPAN LOGAM
Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia,
Mineral logam, di samping kayu, batu mulia dan berbagai bahan lainnya, merupakan material yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Walaupun kemajuan teknologi sudah mampu menghasilkan beberapa material substitusi yang dapat menggantikan peran dan fungsi mineral logam, seperti penggunaan fiber glass ataupun serat optik, namun sebagian besar peran tersebut masih belum tergantikan. Sebagai ilustrasi, peran logam timah (Sn) sebagai bahan solder pada industri elektronika, sampai sekarang masih belum tergantikan. Demikian juga dengan emas, perak, platina, tembaga dan logam-logam lainnya yang perannya dalam memenuhi kebutuhan manusia masih sangat dominan. Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi untuk menemukan berbagai mineral logam yang dibutuhkan terus dilakukan.
Mencari dan menemukan endapan logam merupakan proses panjang yang mahal dan melelahkan, serta sangat tinggi
resiko kegagalannya. Data yang dikutip dari
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1905429/biaya-eksplorasi-freeport-senilai-us-80-juta yang dilansir di
Keberadaan endapan logam di alam hampir selalu ditemukan berasosiasi dengan batuan magmatik atau volkanik, karena semua unsur logam tersebut memang bersumber dari magma. Semua tambang, mulai dari yang berukuran relatif kecil (seperti Pongkor) hingga yang berukuran raksasa (seperti Chuquicamata di Chili), selalu digali dari batuan magmatik atau batuan lain yang dipengaruhi oleh proses-proses magmatik. Akan tetapi, tidak semua batuan magmatik membawa endapan logam, sehingga tidak semua wilayah yang memiliki batuan magmatik kemudian dapat berkembang menjadi wilayah pertambangan. Kondisi ini berdampak pada meningkatnya biaya eksplorasi, karena semua wilayah yang memiliki batuan magmatik harus dieksplorasi untuk mengetahui apakah di sana terdapat endapan logam atau tidak.
Dari perspektif geokimia, seharusnya terdapat perbedaan komposisi kimia yang tertentu antara magma yang membawa endapan logam (mineralized type) dengan yang tidak (barren type). Perbedaan ini akan sulit untuk terlihat pada unsur-unsur utama karena konsentrasinya yang besar, tetapi akan sangat mungkin dapat ditemukan pada unsur-unsur jejak atau REE, karena mereka cenderung mewakili komposisi awal magmanya.34,44,45,46,47,48,49
dicirikan oleh adanya deplesi yang signifikan dari unsur-unsur HREE (Heavy Rare Earth Elements) untuk batuan magmatik yang membawa endapan emas (Gambar 11),45 sedangkan pada batuan magmatik yang barren type, pola tersebut tidak ditemukan (Gambar 12)41.
Analisis geokimia pada semua sampel batuan volkanik di Pulau Sumatera menunjukkan, bahwa pola deplesi yang signifikan pada unsur HREE itu, hampir selalu berasosiasi
dengan batuan volkanik/ magmatik berkomposisi
intermediate, namun tidak semua batuan berkomposisi
intermediate memiliki pola tersebut. Pola ini muncul pada
batuan volkanik yang berkarakter busur kepulauan maupun benua, namun tidak ditemukan pada batuan volkanik berkarakter cekungan busur belakang.
Temuan di atas menunjukkan, bahwa pendekatan geokimia akan dapat menjadi lentera pemandu yang ekonomis dan efektif dalam menggiring para eksplorer ke arah penemuan endapan logam di masa depan.
Walaupun pendekatan geokimia umumnya digunakan pada batuan magmatik, namun tidak tertutup kemungkinannya untuk dipakai pada batuan malihan yang berasal dari batuan magmatik, karena proses malihan tidak menghilangkan
finger print batuan asalnya. Penelitian geokimia pada
batuan malihan yang pernah dilakukan di daerah Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan, 50,51,52,53,54 ternyata mampu untuk mengungkap genesa batuan tersebut. Pengembangan konsep ini di masa depan diyakini akan dapat menjadi tools
yang efektif dalam menemukan cadangan logam pada batuan malihan.
Adalah sebuah tantangan untuk mengembangkan
mengungkap berbagai fenomena geologi yang terkait dengan aktifitas tektonik dan magmatik serta potensi sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. LIPI sebagai sebuah institusi keilmuan yang terkemuka di Indonesia selayaknya mengambil peran yang lebih, dalam mengembangkan disiplin ilmu ini di Indonesia, karena sampai saat ini masih sangat sedikit peneliti yang bergerak dalam bidang ini.
V. KESIMPULAN
Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia,
Penggunaan pendekatan geokimia batuan untuk
menentukan lingkungan tektonik suatu wilayah, ternyata dapat memberikan data dan informasi baru sehingga memberikan pemahaman berbeda dalam melihat sejarah geologi sebuah wilayah, baik dalam skala lokal maupun regional.
Pulau Sumatera yang selama ini diyakini dibentuk oleh komponen blok benua dan merupakan bagian dari benua Eurasia, ternyata terbukti bukan merupakan sebuah segmen yang homogen dari tepian benua tersebut. Data geokimia terpilih dari batuan-batuan volkanik yang tersebar di sepanjang pantai barat pulau tersebut, mulai dari Provinsi Lampung di selatan hingga Provinsi Sumatera Utara menunjukkan, bahwa wilayah dari Zona Patahan Sumatera ke arah barat dibentuk oleh komponen busur kepulauan
(island-arc), sedangkan komponen benua terbukti berada di
berkembang menjadi lingkungan cekungan busur belakang
(back-arc basin).
Bukti-bukti tersebut mengindikasikan bahwa zona Patahan Sumatera sepertinya merupakan sebuah zona subduksi purba, yang berumur lebih tua dari Miosen, tempat kerak samudera menunjam ke bawah tepian benua Eurasia. Hal ini juga berarti bahwa Patahan Sumatera juga tidak lain adalah sebuah crustal border yang menyebabkan ia mudah bergerak sebagai sebuah patahan geser ketika ia didorong oleh gaya kompresi dari sistem subduksi yang sekarang. Dengan demikian, pemahaman sejarah geologi Pulau Sumatera, terbuka untuk direvisi dan diperbaharui yang juga pasti berdampak pada pemahaman akan potensi endapan mineral di pulau tersebut.
Analisis geokimia batuan dari perspektif eksplorasi, juga terbukti mampu memberikan panduan yang efektif, ketika pola geokimia batuan yang membawa mineralisasi menunjukkan adanya deplesi pada unsur-unsur HREE-nya yang tidak ditemukan pada batuan yang barren. Dengan pendekatan ini, maka rantai panjang proses eksplorasi yang mahal dan memakan waktu lama dapat dipangkas, sehingga kegiatan eksplorasi akan dapat menjadi lebih ekonomis dan efisien serta berpeluang besar dalam menemukan endapan logam yang baru.
VI. PENUTUP
batuan tersebut, namun sesungguhnya penggunaan pendekatan ini dari perspektif yang berbeda akan dapat memberikan hasil yang lebih luas dan bermanfaat. Diperlukan kajian-kajian dan analisis-analisis geokimia batuan dengan cara berfikir out of the box untuk mengungkap sejarah geologi dari bagian-bagian bumi ini dan sekaligus melahirkan konsep-konsep eksplorasi
mineral yang handal, efisien dan efektif untuk
memperbesar peluang dalam menemukan cadangan-cadangan mineral baru di tengah tantangan eksplorasi yang semakin rumit dan kompleks. Hampir semua cadangan yang terbentuk dan dikontrol oleh struktur geologi yang sederhana sudah ditemukan dan dieksploitasi. Yang tersisa adalah cadangan yang sulit untuk ditemukan dengan metode-metode konvensional. Oleh karena itu, sudah saatnya juga, sektor industri pertambangan untuk membuka diri lebih luas dan menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan lembaga-lembaga riset, karena penggunaan konsep-konsep eksplorasi konvensional dapat dipastikan akan menuju kepada pemborosan sumber daya dan sangat besar kemungkinannya untuk berujung pada kegagalan dan kerugian. Sebaliknya, pengembangan
konsep eksplorasi di lembaga-lembaga riset dan
pengujiannya di lapangan dalam kegiatan eksplorasi yang
nyata melalui kemitraan dengan sektor industri
pertambangan, tidak diragukan lagi akan memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak, baik secara keilmuan maupun secara sosial ekonomi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada akhir pidato pengukuhan ini, maka perkenankanlah saya untuk memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt., Tuhan penguasa langit dan bumi serta segala yang ada diantaranya, karena hanya dengan iradatNya lah pada hari ini, saya bisa berdiri di hadapan para hadirin sekalian untuk menyampaikan pidato orasi ini. Kemudian, saya ingin mempersembahkan ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat tinggi kepada kedua orang tua saya, kepada almarhum ayahanda saya yang tidak bisa lagi hadir disini, serta kepada ibunda saya, atas semua doa dan limpahan kasih sayang mereka yang tulus dan tak bertepi, yang dengan itu mereka telah membesarkan dan mengajarkan tentang nilai hidup dan kebaikan kepada saya, sehingga saya bisa sampai ke anak tangga yang terpenting pada hari ini. Rasa terima kasih yang dalam juga saya sampaikan kepada almarhum dan almarhumah
Bapak-Ibu mertua saya, yang banyak mengajarkan
kesederhanaan dan kesabaran kepada saya.
Ucapan terima kasih dan apresiasi yang tulus, juga saya haturkan kepada seluruh Pimpinan LIPI, terutama kepada Bapak Kepala LIPI, Prof. Dr. Lukman Hakim M.Sc., selaku Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Prof Dr. Endang
Sukara, selaku Sekretaris Majelis, Prof. Dr. Jan
Sopaheluwakan, Prof. Dr. Hery Harjono dan Prof. Dr. Udi Hartono sebagai penilai naskah orasi, serta Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI dan seluruh anggota Majelis, atas segala
dorongan, bantuan dan kerjasamanya yang telah
memungkinkan saya untuk menyampaikan orasi pada hari ini.
menyelesaikan studi saya di Jurusan Geologi ITB. Untuk mereka, saya sampaikan terima kasih yang tulus.
Kepada semua rekan-rekan peneliti di Puslit Geoteknologi, baik yang senior maupun yang yunior, terutama kepada Prof. Dr. Jan Sopaheluwakan M.Sc. yang telah membimbing, mengajak serta membukakan pintu bagi saya untuk memasuki dunia penelitian di LIPI. Kepada Prof. Dr. Suparka, Prof. Dr. Hery Harjono, Ir. Suwijanto, Prof. Dr. Wahyoe Hantoro dan Prof. Dr. Sapri Hadi Wisastra yang banyak memberikan perhatian dan kesempatan kepada saya untuk mengembangkan diri, saya sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi.
Selanjutnya, kepada semua teman-teman peneliti di Puslit Geoteknologi, khususnya kepada Ir. Eko Tri Sumarnadi MT, Ir. Sudaryanto MT, Ir. Kamtono M.Si, Ir. Yugo Kumoro, Ir. Igna Hadi Suparyanto, Drs. Torus Parundian Harahap, Ir. Sunarya Wibowo MT, Prof. Dr. Robert Delinom, Dr. Haryadi Permana, Prof. Dr. Edi Prasetyo Utomo, Dr. Herryal Zulkarnaen, Ir. M. Ulum A. Gani M.Sc., Ir. Sri Indarto, Ir. Sudarsono, dan Ir. Iwan Setiawan MT serta para teknisi di laboratorium, saya sampaikan terima kasih atas kerjasama dan bantuannya dalam kegiatan penelitian selama ini.
Tak lupa ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Zainal Arifin, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi beserta jajarannya, Dr. Tri Widiyanto, Kepala Pusat Penelitian Limnologi beserta jajarannya serta Dr. Andika W. Pramono, Kepala Pusat Penelitian Metalurgi beserta jajarannya juga, atas semua kerjasama keilmuan yang produktif, yang memperluas wawasan saya sebagai peneliti.
bergabung dalam Kelompok Kajian Konflik Pertambangan LIPI, atas kerjasama dan komitmennya yang tinggi dalam mengukuhkan eksistensi kelompok serta membangun jejaring yang kuat dengan semua stakeholder.
Akhirnya, saya ingin berbagi kebahagiaan dan menyampaikan rasa terima kasih saya yang tulus kepada isteri saya, Eliza Mery, anak-anak saya, Brian, Sarah dan Bram atas semua untaian doa yang mereka panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, atas semua kesabaran dan ketabahan yang mereka persembahkan dalam mendampingi saya melalui liku-liku kehidupan yang tidak mudah ini. Karena merekalah pada hari ini saya dapat berdiri disini.
Kepada semuanya, yang turut berperan dalam mengantarkan saya sampai pada kondisi hari ini, namun tidak dapat saya sebutkan satu per satu, dengan tulus saya ucapkan terima kasih.
Wa Allahu al-Muwafiq ila Aqwami at-Tariq
DAFTAR PUSTAKA
Tectonics: Continental Drift and Mountain Building, Springer Verlag, Heidelberg, 212p.3
Skinner, B.J. and Porter, S.C., 1995, The Dinamic Earth, Wiley.
4
Maruyama, S., 1994, Plume tectonics, J. Geol. Soc. Japan, 100, 24–49.
5
Ishida, M., Maruyama, S., Suetsugu, D., Matsuzaka, S., and Eguchi, T., 1999, Superplume Project: Towards a new view of whole Earth dynamics, Earth Planets Space, 51(1), i–v.
6
Isozaki, Y., Kawahata, H., Minoshima, K., 2007, The Capitanian (Permian) Kamura cooling event: the
beginning of the Paleozoic-Mesozoic transition,
Palaeoworld, 16, 16-30.
7
Inoue, H., Fukao, Y., Tanabe, K., and Ogata, Y., 1990, Whole mantle P-wave travel time tomography, Phys. Earth Planet. Inter., 59, 294–328.
8
Subcommission of the Systematics of Igneous Rocks.
Cambridge University Press, ISBN 0-521-66215-X
9
Peccerillo, A. & Taylor, S. R., 1976, Geochemistry of Eocene calc-alkaline volcanic rocks from the Kastamonu area, Northern Turkey, Contributions to Mineralogy and Petrology, 58:63–81. B., 1989, A Classification of Igneous Rocks and Glossary of terms: Recommendations of the International Union of Geological Sciences Subcommission on the Systematics of Igneous Rocks, Blackwell Scientific Publications, Oxford, U.K.
Fitch TJ., 1972, Plate convergence, transcurrent faults and internal deformation adjacent to southeast Asia and the western Pacific, J. Geophys. Res., 77:4432–60.
15
16
Hamilton W., 1979, Tectonics of the Indonesian Region, U.S. Geol. Surv. Prof. Pap., 1078:345.
17
Simons, W.J.F., Socquet, A., Vigny, C., Ambrosius, B.A.C., Haji Abu, S., Promthong, Chaiwat, Subarya, C., Sarsito, D.A., Matheussen, S., Morgan, P., Spackman, W., 2007, A decade of GPS in Southeast Asia: resolving
Sundaland motion and boundaries, J.
Geophys.Res.,112,B06420.doi:10.1029/2005JB003868
18
McCaffrey, R., 2009, The Tectonic Framework of The Sumatran Subduction Zone, Annu. Rev. Earth Planet. Sci., 37:345–66
19
Sieh, K. & Natawidjaja, D., 2000, Neotectonics of the Sumatran Fault, Indonesia, Jour. Geophy. Res., 105, B12, 295-326
20
Metcalfe, I., 1990, Allochthonous terrane processes in Southeast Asia, Phil. Trans. Roy. Soc. London, A331, 625–640.
21
Metcalfe, I., 1996, Gondwanaland dispersion, Asian accretion and evolution of Eastern Tethys, Aust. J. Earth Sci., 43, 605–623.
22
Metcalfe, I., 1998, Palaeozoic and Mesozoic geological evolution of the SE Asian region: multidisciplinary constraints and implications for biogeography, In: Hall, R., Holloway, J.D. (Eds.), Biogeography and Geological Evolution of SE Asia, 25-41. Backhuys Publishers, Amsterdam, The Netherlands.
23
24
Metcalfe, I., 2006, Palaeozoic and Mesozoic tectonic evolution and palaeogeography of East Asian crustal fragments: the Korean Peninsula in context, Gondwana Res., 9, 24–46.
25
Metcalfe, I., 2011, Tectonic framework and Phanerozoic evolution of Sundaland, Gondwana Res., 19, 3-21.
26
Honza, E., and Fujioka, K., 2004, Formation of arcs and backarc basins inferred from the tectonic evolution of Southeast Asia since the Late Cretaceous, Tectonophysics, 384:23-53.
27
Honza, E., 1991, The Tertiary arc chain in the Western Pacific, Tectonophysics, 187: 285–303.
28
Hall, R., 1997, Cenozoic plate tectonic reconstruction of SE Asia, in Fraser, A.J., Matthews, S.J. & Murphy, R.W. (eds), Petroleum geology of Southeast Asia, Geol. Soc. of London Spec. Publ., 126:11-23.
29
Hall, R. 2002, Cenozoic geological and plate tectonic evolution of SE Asia and the SW Pacific: computer-based reconstructions, model and animations, Journal of Asian Earth Sciences, 20: 353–434.
30
32
Zulkarnain, Iskandar, 2007a, Variasi Geokimia Batuan Volkanik Daerah Bengkulu di Sabuk Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera dan Implikasi Tektoniknya, JTM, vol. XIV, No.2, 89-102.
33
Zulkarnain, Iskandar, 2007b, Geochemical Character of Hulusimpang Formation Volcanics, Around Kota Agung Area and their Genetic Implication, JTM international edition, vol. XIV, no.3, 156-167.
34
Zulkarnain, Iskandar, 2008, Petrogenesis batuan volkanik daerah tambang emas Lebong Tandai, Provinsi Bengkulu, berdasarkan karakter geokimianya, Jurnal Geologi Indonesia, vol.3, no.2, 57-73
35
Page, B.G.N., Bennet, J.D., Cameron, N.R., Bridge, D.M., Jeffery, D.H., Keats, W., and Thaib, J., 1979, A review of the main structural and magmatic features of northern Sumatra, J. Geol. Soc. London, 136, 569-579.
36
Liu, C. S., J. R. Curray, and J. M. McDonald, 1983, New constraints on the tectonic evolution of the eastern Indian Ocean, Earth Planet. Sci. Lett., 65:331– 342.
37
Chesner, C.A., W.I. Rose., A., R. Drake., J.A. Westgate, 1991, Eruptive history of Earth’s largest quaternary (Toba, Indonesia) clarified, Geology, 19:200-203
Zulkarnain, I. and Ryanto, A.M., 1993, Mineralisasi Emas di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, Laporan Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
40
epithermal di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, Prosiding Geoteknologi LIPI.
41
Zulkarnain, Iskandar, 2009, Geochemical Signature of Mesozoic Volcanic and Granitic Rocks in Madina Regency Area, North Sumatera, Indonesia, and its Tectonic Implication, Jurnal Geologi Indonesia, vol.4, no. 2, 117-131.
42
Zulkarnain, Iskandar, 2011, Geochemical Evidence of Island-Arc Origin for Sumatera Island; A New Perspective based on Volcanic Rocks in Lampung Province, Indonesia, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6, No. 4, 213-225.
43
Zulkarnain, Iskandar, 2012, New Geochemical Data of Island-Arc Origin for Sumatera: The Bengkulu Case, RISET Geologi dan Pertambangan, Vol. 22, No. 1, 11-23.
44
Zulkarnain, Iskandar, New Geochemical Data of Volcanic Rocks from Painan Area, West Sumatera as Evidence for New Perspective of Sumatera Tectonic History, in preparation submitted to Jurnal Geologi Indonesia.
45
Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Kuswandi, Trisuksmono, J., 2003, Genesa dan Potensi Emas dan Logam Dasar di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Barat, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.
46
47
Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2005, Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan; Kasus Daerah Kabupaten Mandailing Natal dan Sekitarnya, Propinsi Sumatera Utara, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.
48
Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., 2006a, Pengembangan Konsep Eksplorasi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar Berdasarkan Karakter Geokimia Batuan Volkanik dan Plutonik di Sayap Barat Pegunungan Bukit
Barisan, Sumatera, Laporan Penelitian, Puslit
Geoteknologi LIPI, Bandung.
49
Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2006b, Karakter Geokimia Batuan Volkanik Pembawa Mineralisasi Di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan Sumatera, Kasus: Daerah Painan Dan Sekitarnya, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.
50
Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K., Wakita, K., 1995, Elements transfer during basalt metamorphism; the case of Bantimala Eclogite, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, (1) : 42-55
51
Miyazaki, K., Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Wakita, K., 1996, Pressure-temperature conditions and retrograde paths of eclogites, garnet-glaucophane rocks and schists from South Sulawesi, Indonesia, Journal Metamohic of Geology, 14: 549-563
52
Indonesia, The Island Arc, 7: 202-222
53
Zulkarnain, Iskandar, 1999, Cretaceous Tectonic Events of the Bantimala Area, South Sulawesi, Indonesia; Evidence from Rock Chemistry, Jurnal Teknologi Mineral, 6 (2) :
54
LAMPIRAN GAMBAR
60
m
m
/t
h
57
m
m
/t
h
52
m
m
/t
h
0.1$ 1$ 10$ 100$
Sr# K# Rb#Ba#Th###Ta##Nb#Ce## P# Zr# Hf#Sm#Ti# Y# Yb#
RO
Sr# K# Rb#Ba#Th###Ta##Nb#Ce## P# Zr# Hf#Sm#Ti# Y# Yb#
Gambar 8. Hasil plot batuan volkanik di daerah Lampung yang menunjukkan bahwa bagian barat Pulau Sumatera menunjukkan karakter busur kepulauan, sedangkan bagian timurnya lebih bersifat kontinen (Zulkarnain, 2011). WPVZ=Within Plate Volcanic Zone
!
!" !#" !##" !###"
La Ce Pr Nd Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er Tm Yb Lu
Rock/Chondrite
$%&"'"
()*!+"
,-./*-0."1-234"
,-./*-0."1-234"
1" 10" 100"
La Ce Pr Nd Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er Tm Yb Lu
R
oc
k/C
hondr
ite
PS&19F" PS&30" SD&06A" BJ&01C"
Gambar 12. Pola unsur-‐unsur REE pada batuan basal dan dasit yang tidak membawa mineralisasi (barren type), tidak menunjukkan adanya pola deplesi pada unsur-‐unsur HREE (Zulkarnain, 2009). MS=Muara Sipongi, PYB= Panyabungan.
DAFTAR KARYA TULIS ILMIAH
JURNAL
1. Zulkarnain, Iskandar, 1991, Lingkungan fisika-kimia zona alterasi endapan tembaga porfiri pada endapan tembaga di Daerah Saar-Nahe, Jerman; Sebuah studi
kasus, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, 1
(2) : 22-31.
2. Wakita, K., Munasri, Sopaheluwakan, J. and
Zulkarnain, I., 1994, Early Cretaceous tectonic events implied in the time-lag between the age of the radiolarian chert and its metamorphic basement in the
Bantimala area, South Sulawesi, Indonesia, The Island
Arc, 3: 90-102.
3. Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K., Wakita, K., 1995, Elements transfer during basalt
metamorphism; the case of Bantimala Eclogite, Jurnal
RISET Geologi dan Pertambangan, (1) : 42-55 4. Miyazaki, K., Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J.,
Wakita, K., 1996, Pressure-temperature conditions and retrograde paths of eclogites, garnet-glaucophane
rocks and schists from South Sulawesi, Indonesia,
Journal Metamohic of Geology, 14: 549-563
5. Wakita, K., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K.,
Zulkarnain, I., Munasri, 1996, Tectonic evolution of
the Bantimala Complex, South Sulawesi, Indonesia, in
Tectonic Evolution of Southeast Asia. Geological Society Special PublicationNo.106: 353-364
6. Miyazaki, K., Sopaheluwakan, J., Zulkarnain, I., Wakita, K, 1998, A jadeite-quartz-glaucophane rock
from Karangsambung, Central Java, Indonesia, The
Island Arc, 7: 223-230
Sopaheluwakan, J., Sanyoto, P., 1998, Tectonic implications of new age data for Meratus Complex of
South Kalimantan, Indonesia, The Island Arc, 7:
202-222
8. Zulkarnain, Iskandar, 1999, Cretaceous Tectonic Events of the Bantimala Area, South Sulawesi,
Indonesia; Evidence from Rock Chemistry, Jurnal
Teknologi Mineral, 6 (2) :
9. Zulkarnain, Iskandar, 2001, Rock Chemistry of Quaternary Volcanics around Manado and Siau Island,
North Sulawesi, Jurnal Teknologi Mineral, 8 (1) :
37-52
10.Elburg, M.A., van Bergen, M., Hogeweff, J., Foden, J., Vroon, P., Zulkarnain, I., Nasution, A., 2002.
Geochemical trends across an arc-continent collision zone: magma sources and slab-wedge transfer
processes below the Pantar Strait volcanoes, Indonesia,
Geochimica et Cosmochimica Acta, 66 (15): 2771-2789
11.Zulkarnain, Iskandar, 2002, Geochemical Signatures of Volcanic Rock from Sangihe Island, North Sulawesi,
Indonesia, Buletin Geologi, 34 (1) : 21-33
12.Zulkarnain, Iskandar, 2003, Petrographic Evidence for Magma Mixing Beneath the Krakatau Volcano and Its Implication for Eruption Magnitude and Its
Mechanism, Jurnal Riset Geologi dan
Pertambangan, 14 (1) : 1-11
13.Zulkarnain, Iskandar, 2003, Quartz Chloritoid Rock
from Bobaris Range, South Kalimantan, Indonesia,
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, 13 (1) : 14.Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono and Setiawan, I.,
2005, Geochemical Signatures of Vaolcanic Rocks related to Gold Mineralization: A Case of Volcanic
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, 16 (1) : 15.Setiawan, I., Zulkarnain, I., Indarto, S., and
Sudarsono, 2005, Alterasi dan Mineralisasi di sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan: Kasus Daerah Kota Agung dan Sekitarnya Kabupaten Tanggamus –
Provinsi Lampung, Jurnal RISET Geologi dan
Pertambangan, 16 (1) :
16.Zulkarnain, Iskandar, 2007, Variasi Geokimia
Batuan Volkanik Daerah Bengkulu di Sabuk
Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera dan Implikasi
Tektoniknya, Jurnal Teknologi Mineral (ITB), 14 (2)
: 89-102
17.Zulkarnain, Iskandar, 2007, Geochemical Character of Hulusimpang Formation Volcanic around Kota
Agung Area and Their Genetic Implication, Jurnal
Teknologi Mineral (ITB) international edition, 14 (3) : 156-167
18.Zulkarnain, Iskandar, 2008, Petrogenesis batuan volkanik daerah tambang emas Lebong Tandai,
Provinsi Bengkulu, berdasarkan karakter geokimianya,
Jurnal Geologi Indonesia, 3 (2) : 57-73
19.Zulkarnain, Iskandar, 2009, Geochemical Signature of Mesozoic Volcanic and Granitic Rocks in Madina Regency Area, North Sumatera, Indonesia, and its
Tectonic Implication, Jurnal Geologi Indonesia, 4 (2)
: 117-131
20.Zulkarnain, Iskandar, 2011, Geochemical Evidence of Island-Arc Origin for Sumatera Island; A New Perspective based on Volcanic Rocks in Lampung
Province, Indonesia, Jurnal Geologi Indonesia, 6 (4)
:213-225
21.Zulkarnain, Iskandar, 2012, New Geochemical Data
of Island-Arc Origin for Sumatera; The Bengkulu Case,
No.1:11-23
BUKU (Penulis dan Editor)
22.Zulkarnain, I., Pudjiastuti, T.N., dan Karomah, U.,
2003, Potensi Konflik di Kawasan Pertambangan:
Kasus Pertambangan Emas di Pongkor dan Cikotok,
Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 171 hal.
23.Zulkarnain, I., Pudjiastuti, T.N., A. Saidi and Y.
Mulyaningsih, 2004, Konflik di Kawasan
Pertambangan Batubara di Kalimantan Selatan:
Menuju Penyusunan Solusi Awal, Jakarta, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, 301 hal.
24.Zulkarnain, I., Erman, E., and Pudjiastuti, T.N., 2005,
Potensi Konflik Konflik di Kawasan Pertambangan Timah Bangka Belitung: Persoalan dan Alternatif
Solusi, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, 193 hal.
25.Zulkarnain, I., and Pudjiastuti, T.N., 2006, Panduan
Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan
Pertambangan, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, 89 hal.
26.Zulkarnain, I., Pudjiastuti, T.N., Sumarnadi E.T., and
Rosita Sari, B., 2007, Dinamika dan Peran
Pertambangan Rakyat di Indonesia, Jakarta, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, 323 hal.
27.Zulkarnain, I., Pudjiastuti, T.N., Sumarnadi E.T., and Rosita Sari, B., 2008, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber Daya Tambang
yang Berkelanjutan, Jakarta, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia
28.Zulkarnain, Iskandar (ed), 2010, Strategi Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 269 hal. 29.Zulkarnain, Iskandar, 2010, Kegiatan Masyarakat
yang Menambang di Bombana; Persoalan dan
pemikiran ke depan dalam pertambangan rakyat, dalam
ZULKARNAIN, Iskandar (ed), 2010, Strategi
Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat di
Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Jakarta,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, hal.1-46. 30.Zulkarnain, Iskandar, 2010, Kegiatan Masyarakat
yang Menambang di Bombana; Persoalan dan
pemikiran ke depan dalam pertambangan rakyat, dalam
ZULKARNAIN, Iskandar (ed), 2010, Strategi
Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat di
Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Jakarta,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, hal.1-46. 31.Zulkarnain, Iskandar, 2011, INDONESIA, in
State-of-the-Art Report on Sustainable Rainwater Harvesting and Ground Water Recharge in Developing Countries, HRD and Technology Transfer, Daya Publishing House, New Delhi, 2011, hal. 148-160, ISBN: 978-81-7035-770-4.
PROSIDING
32.Zulkarnain, Iskandar, 1992, K-metasomatism dan Perhitungan Normatif untuk Komposisi Awal Intrusi Donnersberg di Daerah Saar-Nahe, Jerman Barat Daya, Proceed. IAGI 21th conv., vol. 2, p. 627-637. 33.Zulkarnain, Iskandar, 1992, Mineralisasi tembaga
Donnersberg di Daerah Saar-Nahe, Jerman Barat
Daya, Proceed, IAGI 21th conv., vol. 1, p. 241-250. 34.Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K. and Wakita, K., 1993, The origin of Bantimala eclogite; A
preliminay view, Proceed. IAGI 22th conv., p.
35.Zulkarnain, Iskandar, 1994, Lingkungan tektonik Kompek Bantimala; Implikasinya terhadap kualitas
mineral garnet sebagai batumulia, Prosiding
Geoteknologi.
36.Zulkarnain, Iskandar, 1994, Eksplorasi endapan emas epitermal di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi
Bengkulu, Prosiding Geoteknologi.
37.Zulkarnain, I., Susilowati, Y., Khrisna, A.W., 1994, Is Mineral Identification Using Digital Image Processing Possible?: A Preliminary Concept In Petrographical
Analysis, Proceed. IAGI 23th. Conv.
38.Zulkarnain, I., Susilowati, Y., Khrisna, A.W., 1994,
Digital Image Processing And Image Data Base For
Rock Forming Minerals Applications, Proceed. IAGI
23th. Conv.
39.Zulkarnain, I., J.Sopaheluwakan and S. Indarto, 1995,
Geologi Komplek Akresi Meratus-Bobaris, Kalimantan Selatan; Sebuah tinjauan awal berdasarkan lintasan
Pegunungan Bobaris, Prosiding Seminar Sehari
Geoteknologi dalam Industrialisasi, LIPI, 7-24. 40.Zulkarnain, I., Sumarnadi, E.T., and Handoyo, R.,
1995, Karakterisasi Batuan Serpentinit
Karangsambung, Jawa Tengah, sebagai Bahan Baku
Refraktori, Prosiding Seminar Sehari Geoteknologi
dalam Industrialisasi, LIPI, hal. 218-228.
41.Zulkarnain, I., Indarto, S., Sopaheluwakan, J., 1995,
Geologi Komplek Akresi Kapur Pegunungan Meratus,
Kalimantan Selatan; Sebuah Tinjauan Awal
Berdasarkan Lintasan Pegunungan Bobaris, Prosiding
Seminar Sehari Geoteknologi dalam Industrialisasi
Implication, Prosiding Seminar Sehari Geoteknologi III
43.Susilowati, Y., Zulkarnain, I., T.R. Mengko and A.S. Subandrio M, 1996, Mineral Identification based on
rock slide digital images, Prosiding Nasional
Geoteknologi III, LIPI, hal. 32-37.
44.Zulkarnain, I., and E. Trisumarnadi, 1996,
Temperature Control in the System MgO-SiO2-H2O;
X-Ray diffraction evidences, Prosiding Nasional
Geoteknologi III, LIPI, hal.123-135.
45.Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K. and Wakita, K., 1996, Chemistry and Radiometric Data of Metamorphic Rocks from Meratus Accretionary Complex, South Kalimantan and Its Tectonic
Implication, Prosiding Nasional Geoteknologi III,
LIPI, hal. 687-700.
46.Zulkarnain, Iskandar, 1997, Revealing the origin of the South Kalimantan Diamond; A Radar Image
interpretation, Prosiding PIT VII Masyarakat
Penginderaan Jauh Indonesia MAPIN, 217-222.
47.Zulkarnain, I., Sumarnadi, E.T., Riyanto, A., 1998,
Pembuatan Bata Tahan Api Forsterit : Forsterisasi
Serpentinit Pomala Dan Magnesit Pulau Padamarang,
Prosiding Geoteknologi
48.Sumarnadi, E.T., Sudaryanto, Zulkarnain, I., 2002,
Aggregat Unggul Berbahan Baku Lempung untuk
Konstruksi Ringan, Prosiding Seminar Iptek Nuklir
dan Pengelolaan Sumberdaya Tambang, BATAN, 171-183.
49.Estiaty, L.M., Prijatama, H., Goto, Y., Szuciya,
Zulkarnain, I., Kurnia, D., Nurlela, I., 2002, Zeolite from Cikancra Tasikmalaya, West Java: A review of its
Properties, Prosiding Seminar Iptek Nuklir dan
186-191.
50.Indarto, S., Zulkarnain, I., Permana, H., dan Sudarsono, 2003, Studi Awal dalam Eksplorasi Sumber
Intan Primer di Kalimantan Selatan, Proceeding of
The 32nd IAGI and The 28th HAGI Annual Convention and Exhibition.
51.Permana, H, Binns, R.A. and Zulkarnain, I, 2004, Recent investigations of submarine hydrothermal
activity in Indonesia, PACRIM, ISBN:
978-1-920806-18-7.
52.Priadi B., Zulkarnain I., and Permana H., 2004,
Volcanism and submarine hydrothermal activities around Krakatau island in Sunda Strait, Indonesia
Proceedings 5th International Conference on Asian Marine Geology, Bangkok. 2006, Pengembangan Konsep Eksplorasi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar Berdasarkan Karakter Geokimia Batuan Volkanik dan Plutonik di Sayap Barat
Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera, Prosiding
Geoteknologi
55.Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Fikih, F., Ismayanto, A.F., 2007, Alterasi dan Mineralisasi Hidrotermal pada Batuan Volkanik Formasi Hulusimpang Daerah Bengkulu dan Lampung di Kawasan Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan,
Sumatera, Prosiding Seminar Geoteknologi.
M.D., 2007, Monografi Batuan Volkanik Segmen Selatan Sumatera Daerah Bengkulu di Sayap Barat
Pegunungan Bukit Barisan, Prosiding Seminar
Geoteknologi.
57.Zulkarnain, I., Yuniati, M.D., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Ismayanto, A.F., Listyowati, L.N., 2008,
Monografi Batuan Volkanik di Sayap Barat
Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera dan Aplikasinya
Dalam Ilmu Kebumian, Prosiding Geoteknologi
58.Zulkarnain, I., Ismayanto, F., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., 2010, Genesa Endapan Emas di Daerah
Bombana: Sebuah Analisis Awal Berdasarkan
Pengamatan Lapangan dan Analisis Petrografi,
Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi
MAKALAH YANG DIPRESENTASIKAN
59.Zulkarnain, I., Anshori, Ch., Ryanto, A.M. and Khairin, I., Studi Petrografi dan Geokimia Komplek Batuan malihan Wahlua, Pulau Buru, Indonesia
Bagian Timur, dipresentasikan pada Seminar
Hasil-hasil Penelitian Puslit Geoteknologi-LIPI, Desember 1993.
60.Zulkarnain, I., Ardiwilaga, S., Sumarnadi, E.T. and Suriadarma, A., Potensi Sumber Daya Emas dan Sistem Pengolahan yang Ramah Lingkungan di Daerah
Ketahun, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi
Bengkulu, dipresentasikan pada Seminar
Pengembangan Potensi Provinsi Bengkulu di Cisarua, Bogor, Juli 1993.
61.Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J. and Sumarnadi,
E.T., Komplek Batuan Malihan Bontoria, Daerah
Mangilu, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi
Selatan, dipresentasikan pada Seminar Hasil-hasil
62.Zulkarnain, I., and B. Priadi, Mechanism of Krakatau Explosive Eruption on August 1883; Based on
petrographical dan geochemical approaches,
presented in IUGG 2003 meeting in Sapporo, Japan, July 2003.
63.Zulkarnain, I., and B. Priadi, Geochemical character of volcanic rocks from Krakatau and surrounding
volcanic islands, presented in Asia Oceania
Geosciences Society (AOGS) annual meeting in Singapore, July 2004.
64.Priadi B., Zulkarnain I., Binns R., Permana H.,
Prasetyo I., Ahmad and Prabawa F., 2004,
Oceanic-Island Alkaline Volcanism among Submarine
Volcanoes along the Sangihe Arc, Eastern Indonesia,
presented in Asia Oceania Geoscience Seminar, July
5-9, 2004 Singapore.
65.Zulkarnain, Iskandar, Model Pengelolaan Konflik di
Kawasan Pertambangan, dipresentasikan pada
Simposium Mencari Model Pengelolaan Konflik di Kawasan Pertambangan di LIPI, Jakarta, 10 Agustus 2006.
66.Zulkarnain, Iskandar, Land Use and Sustainability in
Mining, presented in Mining Update Seminar in
Sangri-La Hotel, Jakarta, 14-15 April 2008
67.Zulkarnain, Iskandar, Manejemen Konflik, dipresentasikan pada Seminar Pemuda dan Olah Raga di Cibubur, 19 Mei 2008.
68.Zulkarnain, Iskandar, Konflik Sumber Daya Tambang dan Sumber Daya Lainnya: Bengkalai yang tak
kunjung selesai.., dipresentasikan pada Seminar
Pertambangan di Kampus UI Depok, 6 November 2008.