• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESUME hukum perdata islam di indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RESUME hukum perdata islam di indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME

JUDUL BUKU

HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

PENGARANG

Prof.Dr.H.Zainuddin Ali, M.A

Untuk Memenuhi Tugas Resume Mata Kuliah Hukum Perdata Islam Semester III Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah UIN Maulana Malik

Ibrahim Malang

Dosen pegampu :

Miftah Solehuddin,M.HI.

Oleh :

Ali Nahrowi ( 13220214 )

MALANG

(2)

BAB III

PENGERTIAN, PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERKAWINAN SERTA PEMINANGAN DAN AKIBAT HUKUMYA

A. Pengertian Hukum Perkawinan Dan Prinsip-Prinsipnya.

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Oen karena itu pengertian perkawinn dalam ajaaran Agam islam mempunyai nilai ibadah. Sehingga pasal 2 kompilasi hukum islam menjelaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitswan ghalidon) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan.

Pernikahan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melakukannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan ataupun dalam bentuk erzinaan. Orang yang berkeinginan untuk melangsungkan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan nun fisik) dianjurkan oleh Nabi SAW untuk berpuasa. Orang yang yang berpuasa akan memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu perzinaan.

Prinsip-prinsip perkawinan yang bersumber dari al-quran dan al hadis yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentng perkawinan dan kompilasi hukum islam tahun 1991 mengandung 7 (tujuh) asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut :

1. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

(3)

2. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas yang berwenag.

3. Asas monogami terbuka.

Artinya, jika suami tidak ampu berlaku adil terhaap istri-istri bila lebih dari seorang maka cukup seorang istri saja.

4. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa raganya dapat melangsungkan perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik serta mendapatkan keturunan yang baik dan sehat, sehingga tidak berfikir kepada perceraian.

5. Asas mempersulit terjadinya perceraian.

6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, baik dalam kehidupan rumah tangga maupundalam pergaulan masyarakat. 7. Asas pencatatan perkawinan.

Pencatatan perkawinan mempermudah mengetahui manusia yang sudah menikah atau melangsungkan ikatan perkawinan.

Asas-asas perkawinan diatas, akan diungkapkan beberapa garis hukum yang dituangkan melalui undang-undang on 1 tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya disebut UUP) dan kompilasi hukum islam tahun 1991 (selanjutnya disebut KHI) sebagai berikut.

Selain itu keabsahan perkawinan diatur dalam pasal 2 ayat (1) UUP: “ Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Abai (2) mengungkapkan: tiap-tiap pekawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam garis hukum kompilasi hukum islam diungapkan bahwa pencatatan perkawinan diatur dalam pasal 5 dan 6. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan merupakan syarat administratif sehingga diungkapkan kutipan keabsahan dan tujuan perkawinan sebagai berikut.

(4)

Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan atau akad yang sangat kuat atau mtsaqan galidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Pasal 3 KHI

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah.

Apabila undang-undang nomor 1 tahun 1974 menggunakan istilah yang bersifat umum, maka kompilasi hukum islam menggunakan istilah khusus yang tercantum di dalam Al-quran. Mitsaqan ghalidzan, ibadah, sakinah, mawadah dan rahmah.

Pasal 4 KHI

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) undang-undang on 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Dalam hal ini kompilasi hukum islam mempertegas dan merinci mengenai pengaturan perundang-undangan.

B. Peminangan: Pengertian, Syarat, Halangan, Dan Akibat Hukum. 1. Pengertian peminangan.

Peminangan adalah langkah awal menuju perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita. Hukum perkawinan islam menghendaki calon mempelai saling mengenal dan memahami karakteristik pribadi. Calon suami melakukan peminangan berdasarkan berdasarkan kriteria calon istri yang didasarkan oleh hadis Nabi yaitu wanita dikawini karena 4 hal: (1) hartanya, (2) keturunannya, (3) kecantikannya, (4) agamanya. Menurut hadis Nabi Muhammad SAW. Dimaksud, bila 4 (empat) hal itu tidak dapat ditemukan oleh calon suami terhadap perempuan yang akan menjadi calon istrinya, maka calon suami harus memilih yang mempunyai kriteria agamanya. Sejalan hukum perkawinan dimaksud mengenai peminangan, kompilasi hukum islam memberikan definisi mengenai peminangan.

(5)

mencari pasangan (jodoh), tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya ( pasal 11 KHI ). Selain itu, peminangan dapat juga diakukan secara terang-terangan dan/atau sendirian. Sebagai contoh firman Allah dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 235 sebagai berikut.



















































































       

Artinya: Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[148] dengan sindiran[149] atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf[150]. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.

Pada umumnya berpendapat ayat diatas dapat dipahami bahwa peminangan tidak wajib dalam pengertian yang telah diungkapkan. Namun, kebiasaan masyarakat dalam praktisi menunjukkan bahwa peminangan dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Dawud da-zahiri yang menyatakan bahwa peminangan hukumnya wajib karena peminangan itu merupakan suatu tindakan yang menuju kebaikan.

2. Syarat dan hubungan peminagan.

Syarat peminangan tidak dapat dipisahkan dari halangannya. Karena syarat dan halangan peminangan diuraikan dalam satu sup pembahasan.

(6)

mengatur syarat peminangan, bahwa peminangn dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang sudah habis masa iddahnya. Selain itu, pasal 12 ayat 2, 3 dan 4 menyebutkan larangan peminangan terhadap wanita yang mempunyai karakteristik sebagai berikut.

(1) Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang`wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahya.

(2) Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj”iah, haram dan dilarang untuk dipinang.

(3) Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dan pihak wanita.

(4) Putusnya pinangan untuk pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam. Pria yang meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.

Dari pasal 12 ayat (2), (3), dan (4) KHI diatas, dapat ditemukan bahwa wanita yang termasuk untuk dipinang dalam Al-quran adalah sebagai berikut.

1. Wanita yang dipinang bukan istri orang.

2. Wanita yang dipinang tidak dalam keadaan dipinang oleh laki-laki lain. 3. Wanita yang dipinang tidak menjalani masa idah raj’i. Karena perempuan

yang sementara menjalani idah raj’i berarti masih ada hak bekas suami untuk merujuknya.

4. Wanita yang menjalani masa idah wafat, hanya dapat dipinang dalam bentuk sindiran.

5. Wanita yang menjalani masa idah ain sughra dari bekas suaminya.

6. Wanita yang menjalani idah bain kubra dapat diinang oleh bekas suaminya sesudah kawin dengan laki-laki lain (ba’da dukhul) kemudiandiceraikan.

(7)

tersebut, pihak laki-laki dapat mengetahui identitas pribadi wanita yang akan menjadi calon istrinya.

3. Akibat hukum peminangan.

Pelaksanaan peminangan yang dilakukan oleh seorang laki-laki kepada seorang wanita tidak mempunyai akibat hukum. Pasal 12 ayat 1 dan 2 Kompilasi Hukum Islam mengatur bagai berikut:

a. Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan;

b. Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat,

sehingga tepat terbina kerukunan dan saling menghargai. C. Syarat-Syarat Perkawinan.

Perkawinan merupakan salah satu ibadah dan memiliki syarat-sarat sebagai ibadah lainnya. Syarat dimaksud, tersirat dalam Undang-Undang perkawinan dan KHI yang dirumuskan sebagai berikut.

1. Syarat-syarat calon mempelai pria adalah a. Beragama islam;

b. Laki-laki; c. Jelas orangnya;

d. Dapat memberikan persetujuan; e. Tidak terdapat halangan perkawinan. 2. Syarat-syarat calon mempelai wanita adalah

a. Beragama islam; b. Perempuan; c. Jelas orangnya;

d. Dapat diminta persetujuan;

e. Tidak terdapat halangan perkawinan.

(8)

ada penolakan yang tegas. Sebagai bukti adanya persetujuan mempelai, pegawai pencatat nikah menyatakan kepada mereka, seperti yang diungkapkan dam pasal 17 kompilasi hukum islam.

Pasal 17 KHI

1) Sebelum berlangsungnya perkawinan Pegawai Pencatat Nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di hadapan dua saksi nikah.

2) Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan.

3) Bagi calon mempelai yang menderita tuna wicara atau tuna rungu persetujuan dapat dinyatakan dengan tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti.

Ketentuan diatas, dapat dipahami sebagai antitesis terhadap pelaksanaan perkawinan yang sifatnya dipaksakan, yaitu pihak wali memaksakan kehendaknya untuk mengawinkan perempuan yang berada dalam perwaliannya dengan laki-laki yang ia sukai, walaupun laki-laki tersebut tidak disukai oleh calon mempelai perempuan. Selain itu, juga diatur mengenai umur calon mempelai.

Selain itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Sebagai fakta yang ditemukan dalam kasus perceraian diindonesia pada umumnya didominasi oleh usia muda. Undang-undang perkawinan dan kompilasi hukum islam menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun wanita (penjelasan umum Undang-Undang perkawinan). Namun demikian, bila dikaji sumber, kaidah, dan asas yang dilakukan tolak ukur penentuan batas umur dimaksud, sebagai contoh Firman Allah SWT Adam surah An-nisa ayat 9 sebagai berikut.

































(9)

Kandungan ayat diatas bersifat umum, tidak secara langsung menunjukkan bahwa perkawinan yang dilakukan oleh usia muda (dibawah ketentuan yang diatur dalam oleh undang-undang nomor 1 tahun 1974) akan menghasilkan keturunan yang dikhawatirkan kesejahteraannya.

3. Syarat-syarat wali nikah adalah

a. Laki-laki; b. Dewasa;

c. Mempunyai hak perwalian;

d. Bidak perdapat halangan perwalian.

Selain syarat perwalian diatas, perlu diungkapkan bahwa wali nikah adalah orang yang menikahkan seorang wanita dengan seorang pria. Karena wali nikah dalamperkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi oleh calon mempelai wanita yang bertindak menikahkannya (pasal 9 KHI). Wanita naf menikah tanpa wali berarti pernikahannya tidak sah. Ketentuan ini didasarkan oleh hadis Nabi Muhammad SAW yang mengungkapkan: tidak sah perkawinan, kecuali dinikahkan oleh wali.

Wali nikah ada 2 (dua ) macam. Pertama, wali masa, yaitu wali yang hak perwaliannya didasari oleh adanya hubungan darah. Kedua: wali hakim, yaitu wali yang hak perwaliannya timbul karena orang tua perempuan menolak untuk menjadi wali abadi anak perempuannya, atau karena sebab lainnya. Kedua wali tersebut, ditegaskan secara rinci dalam pasal 21, 22, dan 23 Kompilasi Hukum Islam.

Pasal 21

(1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.

Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.

(10)

Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.

Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.

(2) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.

(3) Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatan maka yang paling berhak menjadi wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang seayah. (4) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama

derajat kandung atau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali.

Pasal 22

Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah udzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya. Urun wali muka secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Ayah kandung. 2. Kakek

3. Saudara laki-laki sekandung. 4. Saudara laki-laki seayah.

5. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung. 6. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah.

7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung. 8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah. 9. Saudara laki-laki ayah sekandung.

(11)

11. Anak laki-laki paman sekandung 12. Anak laki-laki kakek seayah.

13. Anak laki-laki saudara laki-laki kakek sekandung. 14. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah.

Dari 15 (lima belas) urutan wali diatas, bila semuanya tidak ada maka hak perwalian pindah kepada negara (sultan) yang biasa disebut dengan wali hakim. Hal ini diungkapkan dalam pasal 23.

Pasal 23

(1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan.

(2) Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama tentang wali tersebut.

Peraturan pindah wali nikah yang dekat kepada wali nikah yang jauh urutnnya kalau wali yang dekat ada, atau karena sua hal, di anggap tidak ada yaitu:

1. Wali yang mempunyai urutan dekat tidak ada sama sekali. 2. Wali yang mempunyai urutan dekat ada, tetapi belum balig.

3. Wali yang mempunyai urutan dekat ada, tetapi menderita penyakit gila; 4. Wali yang mempunyai urutan dekat ada, tetapi pikun karena tua;

5. Wali yang mempunyai urutan dekat ada, tapi tidak beragama islam sedangkan calon mempelai wanita beragama islam.

Selain perpindahan wali nikah yang mempunyai urutan dekat kepada wali nikah yang jauh, ala diurutkan pula perpindahan wali nikah berdasarkan hubungan darah kepada wali nikah berdasarkan jabatan, yaitu wali hakim. Perpindahan wali yang dimaksud, akan diuraikan sebagai berikut.

(12)

2. Wali yang mempunyai urutan jauh dan dekat ada, tapi menjadi calon mempelai pria, sementara wali nikah yang sederajat dengannya sudah tidak ada.

3. Wali nikah yang mempunyai urutan dekat ada, tetapi sementara melakuka ihram.

4. Wali nikah yang mempunyai urutan dekat ada, tapi tidak diketahui tempat tinggalnya.

5. Wali nikah Yan mempunyai urutan dekat ada, tapi menderita penyakit yang membuatnya tidak bisa menjadi wali.

6. Wali nikah yang mempunyai urutan dekat ada, tapi sementara menjalani hukuman penjara.

7. Wali nikah yang mempunyai urutan dekat ada,tetapi bepergian jauh. 8. Wali nikah yang mempunyai urutan dekat ada,tapi menolak untuk

mengawinkan.

9. Calon Mampelai wanita menderitan penyakit gila, sementara wali mujbirnya sudah tidak ada lagi.

Peran wali nikah berkaitan dengan umur calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun seperti yang diatur dalam pasal 6 ayat 3, 4,5 dan 6 undang undang perkawinan.

(3) Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

(4) dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan menyatakan kehendaknya.

(13)

menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan ijin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang yang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini.

(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukun masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Dari hal inilah sangat tegas, kedudukan wali menjadi esensial bagi keabsahan dan tidaknya satu perkawinan. Lain halnya pernikahan yang dilaksanakan dengan wali hakim.

4. Syarat-syarat saksi nikah adalah

a. Minimal dua orang laki-laki; b. Menghadiri ijab qabul

c. Dapat mengerti maksud akad; d. Beragama islam;

e. Dewasa.

Mengenai persyaratan bagi orang yang menjadi saksi, perlu diungkapkan bahwa kehadiranwali pada saat akad nikah merupakan salah satu saat sahnya akad nikah.oleh karena itu, perkawinan harus disaksikan oleh dua arang saksi laki-laki (pasal 24 KHI ). Jadi, setiap pelaksannaan akad nikah wajib dihadiri oleh dua orang saksi. Pada pasal 26 ayat 1 undang-undang perkawinan mengungkapkan bahwa perkawinan yang dilangsungkan dihadapan pegawai pencaat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah, atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami istri, jaksa dan suami atau istri.

5. Syarat ijab qabul adalah

a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali;

(14)

c. Memakai kata-kata nikah atau semacamnya; d. Antara ijab dan qabul bersambung;

e. Antara ijab dan qabul jelas maksdnya;

f. Orang yang terkait dengan akad tidak sedang melaksanakan ihram haji/umrah.

g. Majelis ijab qabul itu harus dihadiri minimal 4 orang yaitu calon mempelai pria , 2 orrang saksi, wali dari mempelai wanita atau yang mewakilinya. Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan mengatur syarat-syarat perkawinan dalam bab II pasal 6.

(1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

(3) Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

(4) dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan menyatakan kehendaknya.

(15)

(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukun masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

(7) pelaksanaan akad nikah atau ijab qabul adalah penyerahan yang dilakukan oleh wali nikah calon mempelai perempuan kepada calon mempelai pria dengan sejumlah persyaratan, yang kemudian diterima oleh calon mempelai pria.

Hukum islam memberikan peraturan bahwa syarat-syarat ijab qabul dalam akad nikah sebagai berikut:

1. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali.

2. Adanya pernyataan menerima dari mempelai peria.

3. Menggunakan nikah atau semacamnya yang memiliki makna sama. 4. Antara ijab dan qabul bersambung.

5. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya.

6. Orang yang terkait dengan ijab qabul itu tidak sedang dalam keadaan ihram baik haji atau umrah.

7. Majelis ijab qabul harus dihadiri minimal oleh 4 orang yaitu . calon mempelai laki-laki, wali dari mempelai wanita, dan dua orang saksi.

Persyaratan ijab qabul tersebut, dijelaskan dalam pasal 27, 28 dan 29 Kompilasi Hukum Isalam. Garis hukum dalam pasal tersebut diungkapkan sebagai berikt.

Pasal 27

Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu.

Pasal 28

(16)

Pasal 29

(1) Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai pria secara pribadi. (2) Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain

dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.

(3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili,maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.

Dari ketiga pasal KHI tersebut dapat dipahami sebagai berikut bahwa penyerahan calon mempelai wanita oleh wali nikah kepada calon mempelai pria harus bersambung antara kalimat ijab dan qabul. Demikian juga kebiasaan wali nikah mewakilkan hak perwaliannya kepada orang yang mempunyai pengetahuan Agama atau kepada pegawai pencaat nikah sudah merata.

Referensi

Dokumen terkait

manual seperti melakukan pemesanan, pembayaran yang mengharuskan pelanggan datang lansung ke hotel di terapkan ke dalam sebuah sistem aplikasi berbasis web agar

TEKS EKSPOSISI ANALITIS Disajikan sebuah teks analitis, peserta didik mampu mengidentifikasi informasi aktual V V 2 TEKS EKSPOSISI ANALITIS Disajikan sebuah

Telah dikemukakan bahwa teori atribusi untuk mengembangkan penjelasan dari cara-cara kita menilai orang secara berlainan, bergantung pada makna apa yang kita hubungkan kesuatu

Mereka yang kebutuhannya terpenuhi oleh toko kain setempat dan yang mungkin tidak bersedia atau tidak bisa melakukan perjalanan melintasi negara bagian

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Kelompok siswa prestasi tinggi memiliki kemampuan penalaran yang baik dikarenakan responden dapat menafsirkan jawaban dengan benar, dapat

me ncari citra y ang ditanyakan, setiap parameter Zernike dari citra yang ditanyakan terse b ut akan di b an din gkan kesamaann y a dengan parameter Zernike yang

Hasil penelitian menunjukkan tidak bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap fenomena kelenturan fenotipik dalam sifat-sifat reproduksi (umur dewasa kelamin,

pemenuhan pelayanan sosial dasar diberikan kepada warga masyarakat yang miskin atau kurang mampu secara gratis di kabupaten/kota, program ini diberikan dengan ketentuan: 1