ANALISIS WAKTU-FREKUENSI (TFA) GELOMBANG EEG
NARACOBA PADA STIMULASI AKUPUNTUR GI
TESIS
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh
ROBINSAR PARLINDUNGAN
NIM : 23806002
Program Studi Magister Instrumentasi dan Kontrol
ANALISIS WAKTU-FREKUENSI (TFA) GELOMBANG EEG
NARACOBA PADA STIMULASI AKUPUNTUR GI
Oleh
ROBINSAR PARLINDUNGAN
NIM : 23806002
Program Studi Instrumentasi dan Kontrol
Institut Teknologi BandungMenyetujui, Tim Pembimbing Tanggal, Nopember 2008
Pembimbing I Pembimbing II
ABSTRAK
ANALISIS WAKTU-FREKUENSI (TFA) GELOMBANG EEG NARACOBA PADA STIMULASI AKUPUNTUR GI
Oleh
Robinsar Parlindungan NIM : 238 06 002
Salah satu teknik untuk mengukur aktifitas listrik dari syaraf pusat adalah
electroencephalogram (EEG). Karakteristik dari sinyal EEG berubah tiap saat tergantung pada rangsangan internal dan eksternal seseorang. Untuk keperluan kuantifikasi suatu efek dari rangsangan, sering kali diperlukan perekaman sinyal EEG untuk interval waktu dalam orde puluhan menit. Pada penelitian ini digunakan rangsangan eksternal yakni stimulasi akupuntur.
Perubahan sinyal EEG tiap saat mengakibatkan perubahan informasi yang terkandung didalamnya. Informasi dalam domain waktu dan frekuensi sangat diperlukan dalam bidang biomedik, sehingga perlu dilakukan estimasi parameter dengan teknik time-frequency analysis (TFA), teknik presentasi suatu parameter dalam domain waktu dan frekuensi.
Estimasi dilakukan dengan 2 metoda, pertama : kuantifikasi parameter statistik seperti mean, standar deviasi, skewness dan kurtosis dalam domain waktu untuk mengamati trend (kecenderungan) sinyal EEG akibat terapi akupuntur. Kedua : kuantifikasi daya sinyal EEG yang dinyatakan oleh parameter power spectral
menggunakan teknik TFA untuk melihat respon transien sinyal EEG akibat efek akupuntur. Kedua metoda diamati atas durasi segmentasi 1 detik, 5 detik, 10 detik. Pengukuran data dilakukan terhadap naracoba A dengan titik ukur P3, P4, Pz, F3, F4, Fz, C3, C4, Cz dan tiga naracoba yakni B, C dan D dengan titik ukur P3 dan P4. Hasil metoda statistik menunjukan kecenderungan penurunan mean, standar deviasi dan skewness pasca akupuntur. Hasil metoda TFA menunjukan adanya perubahan gelombang aktif EEG setelah akupuntur pada naracoba A dari delta menuju alpha, naracoba B dari gelombang delta menuju teta, naracoba C dari gelombang teta menuju delta sedangkan pada naracoba D dari gelombang delta menuju alpha. Perbandingan durasi segmentasi menunjukan bahwa untuk cacahan 1 detik hasil yang diperoleh kasar karena resolusi frekuensinya berkurang. Perlu sinkronisasi (trade-off) antara resolusi frekuensi dan waktu untuk mendapatkan hasil yang baik, pada penelitian ini diperoleh hasil yang baik pada durasi segmentasi 10 detik.
ABSTRACT
TIME-FREQUENCY ANALYSIS OF EEG SIGNALS IN GI ACUPUNCTURE STIMULATION
Oleh
Robinsar Parlindungan NIM : 238 06 002
One of the techniques to measure electric activity of cerebrum is called electroencephalogram (EEG). The characteristic of EEG signals changes depending on internal states of the subject and external stimulation over time. Actually, for quantification of effect stimulation, EEG signals were recorded for long time, it is commonly order tenth minutes. The thesis is using external stimulation that is GI acupuncture.
The changing of EEG signals causes information changed over time. The information both time and frequency are very important in biomedical. Therefore we need to estimate using time-frequency analysis (TFA), the technique to present parameter into time and frequency domain.
There are two methods of estimation. First, quantification statistical parameters to observe the trend of signal EEG from effect of acupuncture, such as: mean, standard deviation, skewness and kurtosis. Second, quantification power of signal EEG which represented by parameter of power spectral using TFA to observe dynamical distribution of active EEG as effect of the acupuncture. Both of the methods were observed in the time of 1 , 5 and 10 seconds.
The data of EEG were recorded with 4 volunteers according to 10-20 international system. The subject A was measured with 9 electrodes those are P3, P4, Pz, F3, F4, Fz, C3, C4, Cz, and 3 other subjects (B, C, D) with 2 electrodes those are P3, P4. The result of statistical method indicated that the mean, standard deviation, skewness for all subjects after given acupuncture stimulation tend to decrease while the other method (TFA method) indicated changing of active EEG. In volunteer A was changed from delta into alpha waves, B was from delta into teta, C was from teta into delta, and D was from delta into alpha. Whereas, the comparison of time sampling indicated that the worst contour was obtained by the time sampling 1 second. It was necessary to trade-off between time and frequency resolution to get the best result. In this thesis, the best result presented here that the time sampling 10 seconds was the best.
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
KATA PENGANTAR
Penelitian ini memberikan pemahaman yang besar dalam hidup penulis. Studi tentang otak manusia yang terdiri dari milyaran neuron membuktikan adanya “Sang Khalik” yang mendesain manusia begitu sempurna.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Farida I. Muchtadi selaku pembimbing I dan Dr. Suprijanto, ST.,MT selaku pembimbing II yang telah memberikan saran, nasihat bahkan meluangkan waktu selama penelitian dan penulisan tesis ini.
Terima kasih juga kepada keluarga besar khususnya Ayah dan Mama yang telah memberikan dukungan doa, dana serta cinta kasih teladan hidup kepada penulis. Demikian juga untuk bang Tohom untuk dukungan finansial selama penulis menjalani studi S2, dan kak Deasy sekeluarga terima kasih untuk doa dan dukungannya.
Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada kekasihku Delila Situmeang yang memberikan spirit serta pengaruh positif dalam hidup penulis. Trimakasih sayang untuk pengorbanan waktu dan diskusi selama ini.
Terima kasih kepada Dr. Sutanto Hadisupadmo selaku dosen wali untuk saran, pendapat dan komentar selama studi di PINK ITB dan juga kepada seluruh Dosen Teknik Fisika yang memberikan materi kuliah selama studi S2 serta seluruh staf administrasi yang telah memberikan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2.
Terima kasih kepada Teman-teman PINK’06 (mas saeful, mas iqbal dan mbak neni), PINK’05 dan PINK’07 serta penghuni lab medik untuk persahabatan selama ini.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... I ABSTRACT ... II PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS ... III KATA PENGANTAR ... V DAFTAR ISI ... VI DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI ... VIII DAFTAR TABEL ... X DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... XI
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Permasalahan ... 3
I.3 Tujuan ... 4
I.4 Ruang Lingkup ... 4
I.5 Sistematika Pembahasan ... 4
BAB II ELECTROENCEPHALOGRAM ... 5
II.1 Pendahuluan ... 5
II.2 Sejarah EEG ... 5
II.2.1 Sinyal EEG ... 5
II.2.2 Aktifitas Listrik pada Sistem Syaraf ... 6
II.3 Konsep Dasar Pengukuran Sinyal EEG ... 7
II.3.1 Standar Peletakan EEG ... 11
II.3.2 Gangguan Perekaman EEG ... 12
II.3.3 Tipe Aktifitas EEG ... 12
BAB III AKUPUNTUR, SISTEM SYARAF DAN ANATOMI OTAK ... 14
III.1 Akupuntur ... 14
III.2 Titik Akupuntur ( Acupoints ) ... 14
III.3 Akupuntur Gunawan Ismail (GI) ... 15
III.4 Mekanisme Kerja Akupuntur ... 16
III.4.2 Sistem Syaraf secara Fungsional ... 19
III.4.3 Anatomi Otak ... 20
BAB IV TEKNIK PENGOLAHAN SINYAL EEG ... 23
IV.1 Pengolahan Sinyal ... 23
IV.2 Analisis Statistik ... 24
IV.3 Analisis Time-Frequency (TFA) ... 28
IV.3.1 Metoda Periodogram ... 30
IV.3.2 Metoda Periodogram Bartlett ... 31
IV.3.3 Metoda Periodogram Welch ... 31
IV.4 Fungsi Window ... 33
BAB V HASIL PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN ... 35
V.1 Pendahuluan ... 35
V.2 Pengukuran Data dan Perlakuan Naracoba ... 35
V.3 Hasil Analisis Statistik ... 37
V.3.1 Naracoba A ... 37
V.3.2 Naracoba B, Naracoba C dan Naracoba D ... 44
V.4 Hasil Time-Frequency Analysis ... 45
V.4.1 Naracoba A ... 48
V.4.2 Naracoba B, Naracoba C dan Naracoba D ... 54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 62
VI.1 Kesimpulan ... 62
VI.2 Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
LAMPIRAN A ... 67
LAMPIRAN B ... 68
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
Gambar II.1. Kondisi Potensial Membran Sel Syaraf. ... 7
Gambar II.2. Jenis Elektroda ... 8
Gambar II.3. Antarmuka elektroda-elektrolit... 9
Gambar II.4. Standar International Peletakan Elektroda 10-20 ... 11
Gambar III.1. Akupuntur GI Vs Akupuntur TCM ... 16
Gambar III.2. Sel syaraf ... 17
Gambar III.3. Mekanisme Kerja Akupuntur terhadap Sistem Syaraf ... 18
Gambar III.4. Anatomi Otak ... 20
Gambar IV.1. Jenis Sinyal ... 23
Gambar IV.2. Sinyal EEG (raw signal) ... 24
Gambar IV.3. Parameter Skewness ... 26
Gambar IV.4. Parameter Kurtosis ... 27
Gambar IV.5. Distribusi parameter statistik selama 3 jam perekaman EEG, (inj) merupakan waktu injeksi morphine sulfate [9]. ... 27
Gambar IV.6. Kuantifikasi sinyal EEG domain waktu dan frekuensi ... 28
Gambar IV.7. Salah satu contoh kuantifikasi spektral daya metoda TFA ... 29
Gambar IV.8. Metoda Periodogram Welch ... 32
Gambar V.1. Diagram Alir Penelitian ... 35
Gambar V.2. Pengukuran Sinyal EEG ... 36
Gambar V.3. Histogram Amplitudo titik ukur P3 ... 38
Gambar V.4. Perbandingan segmentasi 1 detik, 5 detik dan 10 detik Naracoba A ... 41
Gambar V.5. Histogram Parameter Statistik durasi segmentasi 1 detik ... 43
Gambar V.6. Grafik distribusi power spectral dengan teknik TFA untuk durasi segmentasi yang berbeda ... 46
Gambar V.7. Contour distribusi power spectral dengan durasi segmentasi yang berbeda-beda ... 47
Gambar V.8. Contour distribusi power spectral titik ukur P3 dan P4 ... 49
Gambar V.10. Distribusi rata-rata power spectralparietal lobe untuk durasi segmentasi 10 detik ... 51 Gambar V.11. Distribusi power spectral naracoba B durasi segmentasi 10 detik 55 Gambar V.12. Distribusi power spectral naracoba C durasi segmentasi 10 detik 56 Gambar V.13. Distribusi power spectral naracoba D durasi segmentasi 10 detik 57 Gambar V.14. Distribusi rata-rata power spectral naracoba B (durasi segmentasi
10 detik) ... 58 Gambar V.15. Distribusi rata-rata power spectral naracoba C (durasi segmentasi
10 detik) ... 59 Gambar V.16. Distribusi rata-rata power spectral naracoba D (durasi segmentasi
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Tipe-tipe gelombang EEG ... 13
Tabel V.1. Parameter statistik Pra, Pasang Jarum dan Proses akupuntur ... 39
Tabel V.2. Parameter Statistik Pra, Proses dan Pasca akupuntur... 44
Tabel V.3. Nilai rata-rata power spectral Pra dan Pasca akupuntur ... 52
Tabel V.4. Selisih power spectralhemisphere kiri dan kanan durasi segmentasi 10 detik ... 53
Tabel V.5. Standar deviasi power spectral Pra dan Pasca akupuntur durasi segmentasi 10 detik ... 53
Tabel V.6. Selisih standar deviasi Pra dan Pasca akupuntur durasi segmentasi 10 detik ... 54
Tabel V.7. Rata-rata power spectral Pra dan Pasca akupuntur (durasi segmentasi 10 detik) ... 60
Tabel V.8. Selisih Power Spectral Hemisphere kiri dan kanan ... 61
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN Nama Pemakaian pertama
kali pada halaman
EEG Electroencephalogram 1
TFA Time Frequency Analysis 2
PSD Power Spectral 2
TCM Traditional Chineese Medicine 15
TIM Traditional Indonesia Medicine 16
ADC Analog to Digital Converter 24
LAMBANG
Na2+ Sodium 6
K+ Potassium 6
Cl- Chlor 6
Ca2+ Calcium 6
μ Rata-rata (Mean) 24
σ Standar Deviasi 25
S Skewness 25
K Kurtosis 25
Pxx Power Spectral 29
x(k) Sequence Data 30
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Otak merupakan organ vital pada manusia yang berfungsi untuk mengontrol keseluruhan aktifitas tubuh, oleh karena itu banyak penelitian berusaha untuk mengungkap keberadaan organ ini. Salah satu usaha dengan cara mengukur potensial atau aktifitas listrik yang dihasilkan otak dengan meletakan sejumlah elektroda sebagai sensor pada permukaan kepala (scalp). Instrumen yang digunakan dalam perekaman potensial listrik otak dikenal dengan istilah
electroencephalogram (EEG). EEG sering digunakan dalam bidang kedokteran untuk mendiagnosa kelainan fungsi otak, seperti pada penderita epilepsi. EEG merupakan salah satu teknik pengukuran non-invasive karena dilakukan dengan tidak merusak jaringan tubuh.[4,6]
Upaya untuk meneliti keberadaan otak dilakukan dengan cara kuantifikasi informasi yang terdapat pada sinyal hasil rekaman EEG. Beberapa penelitian melakukan kuantifikasi dalam interval waktu (analisis statistik) dan beberapa penelitian lain dalam domain frekuensi (analisis spektral) dengan memanfaatkan transformasi fourier. Pemanfaatan analisis statistik seperti variance, mean,
skewness dan kurtosis bermanfaat terutama saat mengamati kecenderungan atau analisis distribusi suatu data, sedangkan analisis spektral sangat berguna untuk penentuan kandungan informasi suatu data (sinyal) dalam domain frekuensi. Analisis spektral dapat dipandang sebagai mathematical prism, menguraikan sinyal dalam domain frekuensi seperti prisma menguraikan cahaya kedalam berbagai warna.[12]
maupun frekuensi sangat penting [2,12], untuk itu perlu dilakukan upaya estimasi suatu parameter (representasi informasi) dalam domain waktu dan frekuensi secara bersamaan. Teknik presentasi suatu parameter kedalam domain waktu dan frekuensi dikenal dengan istilah time-frequency analysis (TFA). Pengolahan sinyal menggunakan teknik TFA sangat bermanfaat untuk diaplikasikan pada sinyal yang pendek dan nonstationer, dimana spektrumnya berubah menurut waktu (time-varying).[4]
Fokus penelitian ini adalah mengamati efek pengobatan tradisional pada sinyal EEG. Secara umum efek pengobatan tradisional terhadap kondisi tubuh selama ini cenderung berdasarkan kesaksian perorangan, tetapi bukti ilmiah tentang efek tersebut belum banyak terungkap. Berbagai upaya ilmiah telah dilakukan untuk mengamati efek pengobatan tradisional seperti akupuntur, acupressur, aromaterapi, hipnoterapi dan lain sebagainya terhadap kondisi tubuh manusia [3,7]. Justifikasi ilmiah ini penting sehingga pengobatan tradisional dapat digabungkan dengan pengobatan modern dan diharapkan suatu saat bisa diterapkan sebagai prosedur di Rumah Sakit.
Salah satu pengobatan tradisional yang cukup banyak digunakan adalah akupuntur. Akupuntur merupakan bagian dari pengobatan tradisional Cina yang telah berumur ribuan tahun dengan cara menusukan jarum pada bagian tubuh tertentu (acupoint) dengan tujuan untuk merangsang tubuh melakukan penyembuhan dengan mengaktifkan sistem syaraf, sistem imunitas, sistem sirkulasi darah dan menormalisasi aktifitas fisiologi seluruh tubuh. Hal ini dikenal dengan istilah self healing[16].
penelitian [5] masih menyimpan keterbatasan yakni tidak adanya presentasi informasi domain waktu, padahal didalam bidang biomedik pengamatan dalam domain waktu sangat penting.
Berdasarkan penjelasan diatas, pada penelitian ini dilakukan kuantifikasi efek stimulasi akupuntur pada sinyal EEG secara lebih detail sehingga diperoleh kandungan informasi dalam domain waktu dan frekuensi. Untuk mengamati detail efek tersebut dilakukan dengan cara mengestimasi parameter power spectral
melalui pendekatan metoda periodogram welch menggunakan teknik TFA. Dengan menggunakan teknik TFA representasi dinamika distribusi power spectral
dapat terlihat lebih baik dalam domain waktu dan frekuensi. Sehingga dari gambaran distribusi tersebut dapat diamati respon transien atau kondisi aktifitas otak seperti berada dalam keadaan rileks, mengantuk, tidur dan lain sebagainya. Kontribusi ini sangat bermanfaat untuk mempelajari hubungan akupuntur dengan otak manusia terkait penjalaran stimulus pada sistem syaraf dan dapat digunakan untuk kepentingan medik.
Disamping itu pada penelitian ini dilakukan pengamatan efek akupuntur dengan menggunakan analisis statistik terhadap sinyal EEG. Parameter statistik yang digunakan adalah mean, standar deviasi, skewness dan kurtosis [2]. Parameter-parameter ini diaplikasikan sehingga diperoleh kecenderungan atas distribusi sinyal EEG. Informasi sinyal EEG menggunakan analisis statistik dikarakterisasi dengan mengamati pengaruh parameter statistik Pra, Proses dan Pasca akupuntur.
I.2 Permasalahan
menurun dan sebaliknya. Untuk itu perlu penyeimbangan (trade-off) antara resolusi waktu dan frekuensi sehingga diperoleh hasil yang terbaik untuk mengamati efek akupuntur.
I.3 Tujuan
Mengamati efek stimulasi akupuntur pada sinyal EEG dengan menggunakan analisis statistik untuk mengamati trend atau kecenderungan distribusi sinyal EEG Pra, Proses dan Pasca akupuntur dan analisis spektral untuk mengamati dinamika distribusi power spectral menggunakan teknik TFA.
I.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup atau batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Data yang digunakan hasil dari penelitian [1] dan [5].
2. Terapi akupuntur yang digunakan adalah akupuntur GI (Gunawan Ismail). 3. Konsep peletakan elektroda berdasarkan standar internasional 10-20. 4. Data yang dianalisa dibatasi hanya pada bagian otak yang berhubungan
dengan akupuntur, yakni parietal, frontal dan central.
I.5 Sistematika Pembahasan
Penelitian tesis ini terdiri dari lima bab yang masing-masing berisi :
Bab 1 Pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan, ruang lingkup dan sistematika pembahasan.
Bab 2 Electroencephalogram, berisi teori yang berhubungan dengan EEG, munculnya sinyal listrik tubuh dan konsep pengukuran EEG.
Bab 3 Akupuntur, Sistem Syaraf dan Anatomi Otak, berisi teori tentang mekanisme kerja akupuntur, sistem syaraf dan anatomi otak manusia.
Bab 4 Teknik Pengolahan Sinyal EEG, berisi penjelasan teknik pengolahan sinyal dan data pengukuran diperoleh.
Bab 5 Hasil Pengolahan dan Pembahasan, berisi penjelasan hasil yang diperoleh dan analisa terhadap hasil pengolahan data.
BAB II
ELECTROENCEPHALOGRAM
II.1 Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang teori dasar sistem electroencephalogram (EEG). Ada beberapa hal yang dibahas meliputi sejarah singkat munculnya pengukuran EEG, timbulnya sinyal listrik pada otak, tipe aktifitas EEG, standar peletakan elektroda dan gangguan perekaman sinyal EEG.
II.2 Sejarah EEG
EEG merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur sinyal listrik di otak. EEG ditemukan oleh Hans Berger tahun 1929 yang menunjukan terdapat perbedaan potensial akibat aktifitas korteks pada otak. Tetapi sebelum penemuan EEG, beberapa peneliti telah mengamati adanya aktifitas listrik pada jaringan syaraf seperti yang ditemukan oleh Galvani tahun 1791 dan Du Bois-Reymond awal 1800-an, bahkan Richard Carton melakukan studi pada kelinci dan monyet untuk mempelajari hubungan antara stimulasi sensor eksternal seperti cahaya terhadap aktifitas listrik pada otak.[2,10]
II.2.1 Sinyal EEG
Sinyal EEG merupakan sinyal yang beramplitudo rendah, biasanya terukur dalam rentang (100 μV – 1 mV), sehingga sangat mudah sekali berafiliasi dengan noise. Besaran amplitudo yang dihasilkan sinyal listrik dari perekaman EEG sebenarnya berada pada orde mV, tetapi pada proses penjalaran sinyal listrik tersebut mengalami atenuasi akibat melewati berlapis-lapis membran dan tulang tengkorak yang cukup tebal, sehingga pada saat perekaman ordenya menjadi μV.
polanya tidak selalu sama bergantung pada aktifitas mental tersebut. Pada kondisi normal, umumnya semakin tinggi aktifitas mental yang dilakukan semakin tinggi frekuensi sinyal EEG yang terekam dan biasanya diikuti juga dengan penurunan amplitudo sinyal. Untuk melakukan perbedaan antara sinyal EEG orang normal dan tidak normal maka dilakukan penentuan standar dan klasifikasi sinyal EEG yang normal dan dijadikan sebagai referensi.
Dalam prosedur rutin di rumah sakit, umumnya dilakukan perekaman sinyal EEG antara 20 – 40 menit. Selama waktu ini, terdapat beberapa perlakuan yang disebut “prosedur aktivasi” untuk membangkitkan aktifitas yang berbeda seperti stimulasi
photic dengan kedipan cahaya, hyperventilation, penutupan mata dan tidur. Ketika prosedur rutin ini dilakukan, hasil rekaman akan menunjukan bahwa pasien dalam kondisi normal atau tidak.
II.2.2 Aktifitas Listrik pada Sistem Syaraf
Informasi dari seluruh sistem syaraf dikirimkan oleh sinyal listrik yang ditimbulkan oleh reaksi elektrokimia. Reaksi elektrokimia adalah reaksi kimia yang bisa menghasilkan arus listrik. Sel syaraf (neuron) dilingkupi oleh membran
semi-permeable yang selektif dalam melewatkan ion. Ion-ion yang penting dalam sistem syaraf adalah sodium (Na+), potassium (K+), calcium (Ca2+), chlor (Cl-) dan molekul-molekul protein yang bermuatan negatif. Ion-ion ini dapat berpindah melalui membran semi-permeable sehingga mempengaruhi potensial listrik pada sel syaraf.
bagian dalam dan luar membran sel yang disebut resting potensial. Besarnya
resting potensial membran sel adalah sekitar -70 mV relatif terhadap tegangan diluar membran, artinya tegangan didalam membran adalah 70 mV lebih rendah daripada diluar membran. Penjelasan diatas dapat dilihat pada Gambar II.1.
Gambar II.1. Kondisi Potensial Membran Sel Syaraf.
Ketika terjadi stimulasi pada sel syaraf (neuron), misalkan akibat stimulasi akupuntur, akan menyebabkan timbulnya perubahan sementara potensial membran lokal yang disebut graded potential. Timbulnya graded potential ini mungkin saja diikuti timbulnya potensial aksi (action potential) berupa ledakan impuls listrik yang menjalar sepanjang permukaan sel syaraf yang dipicu oleh
depolarizing current. Ketika depolarisasi mencapai -55mV (kondisi threshold), sel syaraf akan melepaskan sebuah potensial aksi. Jika threshold potential tidak tercapai maka tidak ada potensial aksi yang dilepaskan. Karena itu kondisi sel syaraf hanya ada dua jenis, tidak mencapai threshold potential atau berada dalam kondisi bekerja optimal.
II.3 Konsep Dasar Pengukuran Sinyal EEG [2,12,16]
pula mekanisme penempatan elektroda dengan cara ditusukan kedalam kepala dengan maksud supaya sinyal yang terekam kualitasnya lebih baik. Elektroda yang digunakan pada perekaman EEG seperti pada Gambar II.2.
Gambar II.2. Jenis Elektroda
Keberhasilan pengukuran sinyal EEG salah satunya ditentukan oleh pemilihan elektroda. Elektroda merupakan alat untuk menangkap sinyal listrik dari hasil elektrokimia didalam tubuh. Umumnya elektroda terbuat dari bahan metal berkonduktivitas tinggi, dalam pengukuran EEG biasanya digunakan Ag/AgCl.
Berdasarkan sifatnya, elektroda bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu active electrode dan passive electrode. Active electrode adalah elektroda yang memiliki pre-amplifier didalamnya. Dengan adanya pre-amplifier, impedansi yang besar dari kulit kering (beberapa MΩ) dapat diatasi karena pre-amplifier yang digunakan memiliki spesifikasi impedansi input yang tinggi. Passive electrode
adalah elektroda biasa tanpa pre-amplifier didalamnya. Dalam penggunaannya, dibutuhkan impedansi yang rendah antara permukaan elektroda dan kulit. Oleh karena itu perlu diberikan persiapan khusus pada permukaan yang saling bersentuhan antara kulit dan elektroda, seperti pengikisan epidermis dan pemberian gel.
Penurunan keseimbangan kimia pada hubungan logam dan gel elektrolit menimbulkan suatu nilai potensial polarisasi yang berubah terhadap temperatur,
akumulasi keringat, perubahan konsentrasi gel elektrolit, gerakan relatif antara kulit dan elektroda, serta jumlah muatan listrik yang masuk ke elektroda. Potensial polarisasi yang timbul mempunyai komponen DC dan AC. Komponen AC banyak berkurang dengan adanya pertukaran Klorida yang reversibel dengan logam elektroda (sifat non-polarizable). Fenomena ini terjadi pada jenis elektroda Ag/AgCl (Perak-Perak Klorida). Elektroda ini terdiri dari perak (Ag) yang dilapisi oleh senyawa ionik perak (Ag+) dengan anion (Cl-) yang sesuai, yaitu senyawa AgCl. Material AgCl ini kecil kelarutannya dalam air, sehingga cenderung stabil.
Karena sifatnya yang non-polarizable, elektroda Ag/AgCl memiliki noise elektrik yang lebih rendah dibandingkan elektroda Ag murni tanpa lapisan AgCl. Jenis elektroda ini banyak digunakan untuk perekaman EEG karena ringan (0,25 g), diameternya kecil (<10 mm), dan memiliki keandalan serta ketahanan yang baik. Komponen DC dihilangkan dengan penguatan komponen AC ketika digunakan sepasang elektroda.
Gambar II.3. Antarmuka elektroda-elektrolit
Prinsip dasar cara kerja elektroda adalah reaksi redoks yang terjadi pada bidang batas elektroda dan elektrolit. Dari Gambar II.3 dapat dilihat bahwa arus bergerak dari elektroda ke elektrolit, yaitu berlawanan dengan arah elektron. Reaksi kimia yang terjadi pada elektroda Ag/AgCl dapat digambarkan dengan persamaan di bawah ini:
(II-1)
(II-2)
Persamaan (II-1) adalah reaksi oksidasi metal perak pada permukaan elekroda sehingga menghasilkan ion perak pada larutan di antarmuka (interface).
Persamaan (II-2) adalah reaksi yang terjadi segera setelah pembentukan ion Ag+ yang kemudian bergabung dengan ion Cl- di larutan sehingga membentuk senyawa ionik AgCl. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kelarutan AgCl di dalam air rendah, sehingga sebagian besar AgCl keluar dari larutan dan terdeposisi membentuk lapisan AgCl.
Dari persamaan reaksi redoks untuk elektroda Ag/AgCl, dapat diturunkan persamaan Nernst untuk menentukan half-cell potential untuk elektroda Ag/AgCl seperti pada Persamaan (II-3).
(II-3)
Konstanta Ks adalah hasil kelarutan (solubility product), yaitu laju persipitasi
sampai menjadi larutan. Dalam kondisi setimbang, aktifitas ionik dari ion-ion Ag+ dan Cl- harus sesuai dengan Persamaan (II-4) berikut ini:
(II-4)
Untuk elektroda Ag/AgCl, aktifitas ion Cl- sangat besar dan tidak terkait dengan oksidasi dari Ag yang disebabkan oleh arus yang mengalir melalui elektroda. Harga half-cell potential elektroda ini cenderung stabil didalam larutan elektrolit yang mengandung Cl- sebagai anion yang mendominasi, sehingga aktifitas Cl -tetap stabil. Pada aplikasi biologis, konsentrasi ion Cl- cukup tinggi sedangkan aktifitas ion Ag+ harus sangat rendah. Elektroda Ag/AgCl banyak digunakan untuk pengukuran pada bidang kedokteran karena elektroda ini relatif stabil didalam sistem biologis.
II.3.2 Gangguan Perekaman EEG
Pada perekaman EEG dikenal istilah artefak. Artefak adalah potensial listrik yang terekam di dalam EEG tetapi bukan berasal dari jaringan otak. Artefak bisa disebabkan oleh aktifitas psikologis yang berasal dari pasien, adanya inteferensi dari jaringan jala-jala listrik. Artefak sangat tidak diinginkan dalam perekaman EEG sebab dapat meniru atau mengaburkan gelombang asli sinyal otak.
Berikut beberapa hal yang sering menjadi artefak pada perekaman EEG :
1. Kedipan mata dan gerakan mata lainnya; mata bersifat dipol (100 mV lebih elektropositif dibandingkan dengan retina), jadi jika pasien berkedip akan menambah derajat kepositifan dari elektroda prefrontal Fp1 dan Fp2. Selanjutnya membuat F3 dan F4 menjadi lebih negatif.
2. Aktifitas otot; artefak karena gerakan otot biasanya mudah untuk dikenali dengan bentuk dan penanggulangannya. Umumnya terjadi karena gerakan rahang, kertakan gigi, menggigil, dan gerakan lainnya yang melibatkan gerakan otot muka.
3. Elektrokardiogram; tegangan yang dibangkitkan dalam jantung dapat terekam dalam EEG.
4. Interferensi listrik; muncul berupa noise 50/60 Hz berasal dari jaringan daya dan peralatan elektronik.
5. Elektroda; muncul akibat perubahan sifat dari elektroda yang dipakai. Misalnya elektroda yang dipakai sudah lama sehingga resistansinya berubah.
II.3.3 Tipe Aktifitas EEG
Gelombang
Frekuensi Kondisi objek Jenis Bentuk
Delta 0-4 Hz Tidur nyeyak
Theta 4-8 Hz Tidur ringan, Stres
emosional
Alpha 8-13 Hz Relaks, Mata tertutup
Beta 13-30 Hz Aktifitas, Berpikir
Gamma >30 Hz Proses gabungan
Tabel II.1. Tipe-tipe gelombang EEG
Gelombang Delta, berfrekuensi rendah (0-4 Hz) biasanya muncul pada saat seseorang tidur nyenyak dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi kondisi
pathologic seseorang, seperti terjadi luka/infeksi, kanker, tumor, epilepsi dll.
Gelombang Theta, memiliki frekuensi 4-8 Hz dan muncul saat seseorang tidur ringan atau dalam keadaan senang. Beberapa riset terbaru menghubungkan gelombang ini seperti gerakan mata cepat saat tidur (rapid eye movement sleep) dan hipnosis.
Gelombang Alpha, memiliki frekuensi 8-13 Hz dan muncul pada saat seseorang rileks dan mata tertutup. Gelombang ini sering digunakan untuk melihat normal atau abnormalnya suatu fungsi otak. Jika seseorang dalam keadaan rileks dan mata tertutup kemudian diminta untuk melakukan aktifitas kognitif seperti menyelesaikan problem aritmatika maka gelombang alpha akan hilang atau disebut alpha blocking.
BAB III
AKUPUNTUR, SISTEM SYARAF DAN ANATOMI OTAK
III.1 Akupuntur
Akupuntur berasal dari bahasa latin yaitu acus yang berarti jarum dan pungere
yang berarti tusukan. Akupuntur merupakan suatu teknik pengobatan dengan menggunakan jarum yang ditusukan ke dalam tubuh sebagai alat terapi kesehatan. Akupuntur diperkirakan berasal dari Cina dan merupakan bagian dari pengobatan tradisional Cina (TCM).[3,5,16]
Berdasarkan penelitian arkeolog, diperkirakan akupuntur telah digunakan sebagai alat terapi kira-kira 5000 tahun yang lalu di Cina maupun daratan Asia lainnya, hal ini didasari dengan ditemukannya batu yang ditajamkan sebagai alat terapi yang disebut Bian Shi. Pada perkembangannya, para praktisi akupuntur kuno mengembangkan konsep dan sistem akupuntur dengan teliti. Konsep ini mencerminkan kepercayaan religius, kesehatan dan tradisi sosial kultural masyarakat setempat pada tiap zaman.
Dewasa ini terapi akupuntur telah berkembang di tiap-tiap negara dan mulai digabungkan dengan pengobatan modern. Perkembangan terapi akupuntur ini ditiap-tiap negara memiliki perbedaan masing-masing, walaupun pada dasarnya prinsip kerja dan teknik pelaksanaannya tetap sama, yang berbeda hanya pada letak dan jumlah titik-titik akupuntur.[16]
III.2 Titik Akupuntur ( Acupoints )
Titik akupuntur sering juga disebut titik picu, hal ini didasari oleh kemampuan titik ini untuk memicu ketidaknyamanan fisik sebagai reaksi dari sensitifitas syaraf pada titik picu. Meskipun hampir 70% titik akupuntur merupakan titik picu, namun titik picu dan titik akupuntur sebenarnya tidak sama. Titik picu tidak hanya terletak di otot kerangka tubuh namun juga pada struktur jaringan lunak seperti tendon.[9]
Efek akupuntur tidak akan ada bila syaraf sensorik dikenai pembiusan lokal, pembedahan, terkena benda bertemperatur rendah seperti es dan terluka. Ini menunjukan bahwa syaraf sensorik merupakan bagian vital komponen anatomik dari titik akupuntur.
III.3 Akupuntur Gunawan Ismail (GI) [3]
Akupuntur GI merupakan terapi dan pengobatan yang dirintis dan dikembangkan oleh Gunawan Ismail dengan memadukan pengobatan tradisional Cina (TCM) dengan pengobatan tradisional Indonesia (TIM). Titik akupuntur GI jauh lebih sederhana dibandingkan dengan titik akupuntur Cina, terlihat pada Gambar III.1, sehingga bisa dipelajari oleh masyarakat umum dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Dasar dari titik akupuntur GI adalah titik 2 – 3 – 2. Penetrasi dengan jarum akupuntur pada titik-titik dasar ini bisa meningkatkan sistem imunitas dari tubuh. Titik- titik dasar ini terdiri dari 2 pada leher sebelah kanan dan kiri (Tien Ie), 3 pada perut kiri dan kanan (Tien Su) dan tengah (Kuan Yu), 2 pada kaki sebelah kanan dan kiri (Tsu San Lie).[4]
• Titik Tien Su dan Kuan Yu (perut) berfungsi untuk mengaktifkan sistem imunitas tubuh dengan meningkatkan nilai konduktivitas dari saraf. Titik ini merupakan sistem homeostatis utama.
• Titik Tsu San Lie (kaki) merupakan titik yang sangat efektif menuju saraf premix dan organ-organ yang berbentuk diafragma.
Gambar III.1. Akupuntur GI Vs Akupuntur TCM
III.4 Mekanisme Kerja Akupuntur [16]
Semua jenis terapi akupuntur umumnya menggunakan jarum yang digunakan untuk melukai jaringan lunak pada tubuh. Teknik penusukan ini bertujuan untuk membangun suatu mekanisme homeostasis dan meningkatkan self healing
(penyembuhan sendiri oleh tubuh). Homeostasis adalah suatu konsep yang mengacu pada suatu kondisi mempertahankan kondisi fisik dan kimia yang relatif konstan dalam lingkungan internal. Proses ini terdiri dari dua bagian, yaitu pusat dan periferal.
Akupuntur merupakan terapi fisiologi yang mengkoordinasikan otak dan syaraf periferal sehingga terapi ini tidak mengobati secara khusus suatu penyakit, namun menyembuhkan tubuh sebagai satu kesatuan sistem. Sebagai terapi fisiologi, efektifitas akupuntur bergantung pada kemampuan dari suatu penyakit untuk bisa disembuhkan dan nilai potensial self healing yang berbeda-beda dari tiap pasien. Suatu penyakit yang identik bisa saja sembuh dengan terapi akupuntur pada pasien tertentu tapi sulit disembuhkan pada pasien yang lain.
Mekanisme terapi akupuntur bermula dari tusukan jarum yang akan menstimulasi dan mengaktifkan reseptor pada dendrit yang terletak pada kulit, otot dan jaringan lunak lainnya. Impuls yang tercipta dari stimulasi dikirim dari badan sel menuju neuron lainnya atau otot melalui akson. Ilustrasi ini ditunjukan oleh Gambar III.2.
Gambar III.2. Sel syaraf
akan diproses ataupun dikuatkan supaya bisa di teruskan menuju neuron yang lain. Penjelasan diatas dapat dilihat pada Gambar III.3.
Gambar III.3. Mekanisme Kerja Akupuntur terhadap Sistem Syaraf
Apabila homeostasis terganggu maka titik akupuntur yang bersesuaian akan aktif, hal ini ditandai penurunan ambang tekanan mekanis dan resistensi listrik. Proses penyembuhan penyakit dilakukan dengan mengembalikan keseimbangan homeostasis. Hal ini dapat terlihat dari fenomena fasilitasi atau dikenal dengan prinsip dominan of excitation dari Ukhtomsky. Apabila ada beberapa eksistasi maka eksitasi yang dominan yang akan direalisasi oleh sistem tubuh. Jadi apabila pusat A dominan, rangsangan yang seharusnya ke pusat C “membelok” ke pusat A dan yang terjadi adalah reaksi A. Bila ditinjau dari mekanismenya, bahwa akupuntur hanya bersifat merangsang (stimulant) dan yang bekerja mengembalikan keseimbangan homeostasis adalah sistem tubuh sendiri, sedangkan rasa sakit yang timbul akibat adanya gangguan adalah usaha tubuh untuk mengatasi gangguan tapi tidak mencapai ambang batas (threshold), dengan bantuan stimulasi jarum akupuntur ambang batas dapat dicapai.
III.4.1 Sistem Syaraf
mengintegrasi, memproses dan mengkoordinasikan data sensorik dan perintah motorik. Data sensorik berisi informasi tentang kondisi bagian dalam dan luar tubuh. Perintah motorik mengontrol atau mengatur aktifitas organ periperal seperti jaringan otot.
Sistem saraf periferal merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat. Jarum akupuntur secara langsung akan merangsang dan mengaktifkan sistem saraf periperal untuk mencapai hasil pengobatan yang diinginkan. Sistem saraf periferal terdiri atas saraf kranial (12 pasang) yang berasal dari otak dan saraf spinal (33 pasang) yang berasal dari sumsum tulang belakang. Sistem saraf periferal mempunyai bagian lain yang dinamakan ganglion yang merupakan kelompok sel saraf di luar sumsum tulang belakang. Serabut saraf periferal tersebar di seluruh bagian tubuh kecuali kuku dan rambut, karena itu kuku dan rambut tidak bisa merasakan sakit. Fungsi dari sistem saraf periferal antara lain sebagai saraf sensorik, saraf motorik dan saraf ganglion simpatik.
III.4.2 Sistem Syaraf secara Fungsional
Sistem saraf secara fungsional terbagi atas saraf sensorik (afferen) dan motorik (efferen). Saraf sensorik membawa informasi dari reseptor jaringan dan organ periferal. Reseptor berfungsi sebagai sensor yang mendeteksi perubahan lingkungan dalam tubuh dan merespon kehadiran rangsangan spesifik. Reseptor disusun oleh dendrit, dari dendrit sel tunggal sampai organ kompleks.
parasimpatik untuk mencapai keseimbangan homeostatis. Proses normalisasi ini dilakukan dengan cara menurunkan kerja saraf simpatik dan meningkatkan kerja saraf parasimpatik yang akan memberikan efek menenangkan pada pasien akupuntur. [1]
III.4.3 Anatomi Otak
Otak merupakan bagian dari sistem syaraf pusat, yang merupakan bagian tubuh yang penting dan kompleks. Otak manusia memiliki massa sekitar 1500 gram berupa cairan dan massa efektifnya sekitar 50 gram. Otak mempunyai kira-kira 100 milyar sel-sel neuron. Satu sel neuron bisa berhubungan dengan 10000 sel neuron lainnya. Impuls syaraf yang berupa sinyal listrik diteruskan melalui akson dan diterima oleh badan sel neuron (soma) tetangganya. Dendrit meneruskan impuls syaraf ke akson. Tiap-tiap neuron memiliki satu akson yang merupakan bagian neuron dari kabel yang digunakan untuk berhubungan dengan neuron yang lain.
Gambar III.4. Anatomi Otak
merupakan penghubung antara satu neuron dengan neuron lainnya, dan neuron
adjustor yang berfungsi untuk menghubungkan neuron sensorik dan motorik yang terdapat di otak atau sumsum tulang belakang manusia.
Untuk melindungi fungsi dari organ otak, suatu sistem pengaman khusus digunakan, dimana terdiri dari tiga lapis membran dan tulang tengkorak yang kuat. Tiga lapis membran tersebut adalah membran durameter, membran
arachnoid dan piameter. Durameter merupakan lapisan luar yang pejal, liat, keras dan fleksibel. Arachnoid merupakan lapisan tengah yang lembut dan berongga.
Piameter merupakan lapisan terdalam yang hampir menyentuh otak dan penuh dengan liku-liku pada permukaannya. Otak terdiri dari beberapa bagian berikut seperti terlihat pada Gambar III.4, yaitu :
1. Brain Stem, adalah bagian otak yang digunakan untuk stasiun relay. Fungsinya untuk mengendalikan fungsi refleks dan fungsi otomatik seperti gerak jantung, tekanan darah dan juga mengendalikan tidur. Dibagi atas 3 bagian :
• Medulla, berfungsi mengatur denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
• Pons, merupakan pusat pernafasan yang bekerja dengan medulla.
• Midbrain, merupakan pusat refleks visual, pendengaran dan keseimbangan.
2. Cerebellum, digunakan untuk menggabungkan informasi posisi dan gerakan dari vestibular untuk koordinat gerakan dan keseimbangan.
3. Diencephalon, berfungsi sebagai pusat sistem otomatis, dibagi atas 3 bagian:
• Thalamus, berfungsi sebagai mediasi dalam sensasi, aktifitas motor dan memori.
• Hypothalamus, berfungsi sebagai pusat kontrol otonom, regulasi temperatur, regulasi keseimbangan cairan tubuh dan respon emosi.
• Epithalamus, berfungsi dalam mendukung kerja dari thalamus dan
4. Cerebrum, berfungsi untuk menerima informasi dari semua organ perasaan dan kontrol fungsi motorik. Cerebrum terdiri dari fungsi yang berhubungan dengan fungsi otak yang lebih tinggi seperti : bahasa, fungsi kognitif, memori dan respon emosi. Cerebrum merupakan bagian terbesar otak yang dipisahkan menjadi hemisphere kanan (mengotrol bagian kiri tubuh) dan hemisphere kiri (mengontrol bagian kanan tubuh). Masing-masing hemisphere dibagi atas 5 lobe (bagian), yakni :
• Frontal lobe, berfungsi untuk mengontrol kemampuan berbicara dan menulis, membuat perencanaan dan melakukan gerakan. Bagian ini berfungsi sebagai korteks motorik utama.
• Parietal lobe, berfungsi untuk menerima dan mengintegrasikan sensasi seperti nyeri, sentuhan, temperatur, ukuran dan sebagainya.
• Temporal lobe, berfungsi untuk mengontrol kemampuan atau pengertian akan suara dan kata-kata yang terdengar.
• Occipital lobe, dilibatkan dalam pemahaman rangsangan visual dan arti tulisan.
• Central lobe, merupakan bagian tengah yang mendapat pengaruh dari bagian-bagian lainnya. Bagian ini berfungsi mengontrol motoric area
seperti bergerak dan berbicara. Selain itu juga berfungsi menerima rangsangan dari sensoric area seperti melihat, mendengar dan menyentuh.
BAB IV
TEKNIK PENGOLAHAN SINYAL EEG
IV.1 Pengolahan Sinyal [13]
Pengolahan sinyal merupakan suatu usaha untuk mengukur atau mengetahui informasi yang terkandung didalam sinyal. Pada penelitian ini digunakan teknik pengolahan sinyal menggunakan perangkat lunak (software), artinya keseluruhan data (sinyal) diolah menggunakan komputer.
Oleh karena menggunakan komputer, maka sinyal yang diolah merupakan sinyal digital yang diperoleh dari digitasi sinyal kontinu. Sinyal digital ini diperoleh dari suatu perangkat yaitu Analog to Digital Converter (ADC), merupakan suatu perangkat yang mengkonversi sinyal kontinu menjadi sinyal digital. Pada
Gambar IV.1 ditunjukan contoh sinyal kontinu, diskrit dan digital.
(A)Sinyal Kontinu, (B) & (C) Sinyal Diskrit (D) Sinyal Digital
Gambar IV.1. Jenis Sinyal
analisis statistik seperti rata-rata (mean), standar deviasi, skewness dan kurtosis
untuk mengamati efek akupuntur dengan melihat perubahan parameter statistik Pra, Proses dan Pasca akupuntur. Kedua, Estimasi parameter power spectral
menggunakan metoda time-frequency analysis (TFA) melalui pendekatan
periodogram welch untuk mengamati dinamika distribusi power spectral
sepanjang waktu pengamatan akibat efek akupuntur.
IV.2 Analisis Statistik [2,11,12,15]
Sinyal EEG (raw signal) umumnya direkam dalam domain waktu, sehingga diperoleh plotting antara amplitudo (μV) terhadap waktu (t) seperti ditunjukan pada Gambar IV.2. Untuk mendapatkan informasi dari sinyal yang merupakan sekumpulan data diplot dalam domain waktu cara sederhana dengan menggunakan analisis statistik. Dengan estimasi parameter statistik diperoleh analisis dan interpretasi dari sejumlah data sinyal EEG.
Gambar IV.2. Sinyal EEG (raw signal)
Berikut adalah parameter-parameter statistik yang umumnya digunakan untuk analisa sinyal EEG :
1. Rata-rata (mean) merupakan ukuran tendensi sentral yang didefinisikan sebagai nilai rata-rata dari suatu distribusi. Dinyatakan oleh persamaan berikut:
∑
∑ = Penjumlahan data yang dimulai dari i = 1 sampai ke-N
N = Banyaknya data
2. Standar deviasi merupakan ukuran sebaran (dispersi) suatu distribusi. Jika suatu distribusi flat atau rata maka nilai standar deviasinya kecil sedangkan jika suatu distribusi berfluktuasi maka nilai standar deviasinya besar. Standar deviasi dirumuskan oleh persamaan berikut:
∑ (IV-2)
Dimana : σ = standar deviasi
∑ = Penjumlahan dari kuadrat selisih data ke-i
dengan rata-rata
N = Banyaknya data
3. Skewness merupakan ukuran penyimpangan (kemiringan) dari kesimetrisan distribusi normal atau gaussian. Jika distribusinya simetris maka skewness bernilai nol dan sebaliknya bernilai tidak nol jika tidak simetris terhadap
baseline , positif jika ekor ke kanan dan negatif jika ekor ke kiri (lihat
Gambar IV.3), dirumuskan oleh persamaan berikut :
∑
∑
(IV-3)
platykurtic (lihat Gambar IV.4). Kurtosis dirumuskan oleh persamaan berikut:
∑
∑
3 (IV-4)
Parameter-parameter diatas digunakan pada penelitian ini untuk menganalisa distribusi amplitudo dari sinyal EEG yang terekam. Rata-rata (mean) dan standar deviasi umumnya digunakan untuk mengkarakterisasi distribusi amplitudo yang terdistribusi Gaussian, sedangkan skewness dan kurtosis bernilai nol dalam distribusi Gaussian sehingga parameter ini sering digunakan untuk mengkarakterisasi distribusi amplitudo yang tidak terdistribusi Gaussian. [9]
Potensial EEG (positif dan negatif) umumnya berorde μV, sehingga jika dilakukan analisis dalam rentang waktu yang panjang nilai rata-rata (mean) akan berada pada nilai yang kecil. Setiap perubahan nilai mean menyatakan perubahan potensial atau pergeseran penguatan (amplifier drift). Nilai standar deviasi menunjukan ukuran dispersi dari suatu distribusi amplitudo EEG. Contohnya jika distribusi amplitudo EEG dianalisis pada seseorang yang awalnya berada dalam keadaan sadar sampai kemudian tertidur, nilai range amplitudo makin menurun seiring perubahan keadaan menuju tidur. [2]
Gambar IV.4. Parameter Kurtosis
Skewness sebagai ukuran kemiringan kesimetrisan distribusi Gaussian, umumnya digunakan dalam analisis sinyal EEG untuk melihat munculnya monophasic events (kejadian dimana seseorang tidur sesaat), sedangkan kurtosis sering dimanfaatkan untuk melihat kehadiran transient spikes (loncatan impuls syaraf sementara) seperti pada saat ditusuknya jarum akupuntur. Gambar IV.5, merupakan contoh dari pemanfaatan parameter statistik dalam mengamati waktu injeksi morphine sulfate. [9]
IV.3 Analisis Time-Frequency (TFA) [2,4,13]
Seperti disebutkan pada Bab I.1, bahwa informasi waktu dan frekuensi sangat penting dalam biomedik. Oleh karenanya pada penelitian ini diusulkan untuk menggali kandungan sinyal EEG melalui teknik TFA dengan memanfaatkan
periodogram welch, sehingga informasi waktu dan frekuensi dapat diperoleh secara bersamaan. Periodogram welch digunakan untuk menggali informasi dalam domain frekuensi. Analisis kandungan informasi sinyal dalam domain frekuensi dikenal dengan istilah analisis spektral. Perhatikan Gambar IV.2 yang merupakan sinyal EEG hasil pengukuran selama 10 detik dengan frekuensi sampling 256 Hz. Sinyal EEG tersebut sulit untuk dianalisis jika dilakukan dalam domain waktu. Tetapi sebaliknya jika dilakukan pengamatan dalam domain frekuensi diperoleh hasil seperti ditunjukan pada Gambar IV.6 dimana frekuensi dominan sekitar 10 Hz. Penjelasan tersebut merupakan gambaran bahwa terkadang analisis didalam domain frekuensi lebih memiliki makna dibanding dalam domain waktu. Apalagi jika sinyal yang dianalisis dalam rentang waktu yang pendek, informasi waktu sulit diperoleh.
Gambar IV.6. Kuantifikasi sinyal EEG domain waktu dan frekuensi
Gambar IV.7. Salah satu contoh kuantifikasi spektral daya metoda TFA
Untuk mendapatkan hasil seperti Gambar IV.7, dilakukan dengan menyelesaikan
persamaan (IV-5) berikut :
, (IV-5)
Dimana : Pxx (t,f) merupakan power spectral
x(k) adalah sinyal asli (raw signal)
w(k-t) adalah fungsi window dengan pergeseran sepanjang-t
Adapun penjelasan untuk menyelesaikan persamaan (IV-5) digunakan Algoritma TFA berikut ini :
1. Sinyal EEG yang telah menjadi data numerik dibagi atas durasi segmentasi (pergeseran). Dalam penelitian ini digunakan durasi segmentasi 1 detik, 5 detik dan 10 detik.
2. Data yang telah dibagi atas durasi segmentasi kemudian dibagi atas 8 bagian (segmen) dengan overlapping 50 %.
3. Window diaplikasikan pada setiap segmen, pada penelitian ini digunakan metoda Hamming.
5. Menghitung periodogram dari setiap segmen window.
6. Hasil periodogram dirata-rata untuk membentuk estimasi spektrum S(ejω). 7. Hasil estimasi spektrum diskalakan untuk menghitung PSD sebagai fungsi
frekuensi (f).
8. Kemudian hasil estimasi spektrum diplot dalam fungsi waktu (t).
Pada penelitian ini estimasi spektral dilakukan dengan memanfaatkan metoda
periodogram welch. Metoda welch merupakan modifikasi dari metoda periodogram Bartlett. Dalam bagian berikutnya akan dijelaskan secara singkat mengenai metoda periodogram serta periodogram Bartlett dan Welch.
IV.3.1 Metoda Periodogram
Metoda periodogram merupakan suatu teknik estimasi spektral yang secara langsung diterapkan terhadap sekumpulan data. Misal diberikan sekumpulan data
x(0), x(1), x(2), ..., x(N-1), power spectral dari sekumpulan data tersebut dinyatakan dengan persamaan berikut :
1
exp 2
| |
(IV-6)
Jika dilakukan penurunan terhadap persamaan (IV-6) untuk jumlah data yang meningkat menuju tak hingga akan diperoleh nilai Bias dan Variance yang tidak konvergen menuju nol. Dari pernyataan tersebut berdasarkan teori analisis spektral disimpulkan bahwa estimator periodogram tidak konsisten (inconsistent).
Untuk mengatasi persoalan variance yang menimbulkan ketidak-konsistenan tersebut maka dilakukan modifikasi terhadap estimator periodogram untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dengan cara smoothing melalui perata-rataan periodogram terhadap sejumlah terbatas komponen frekuensi disekitarnya. Usaha ini dilakukan oleh Periodogram Daniell. Sedangkan Periodogram Bartlett dan
IV.3.2 Metoda Periodogram Bartlett
Salah satu pendekatan yang dilakukan Bartlett untuk mengurangi variance suatu estimasi adalah melalui perata-rataan sejumlah periodogram. Periodogram Bartlett dilakukan dengan cara sekumpulan N data, x(0), x(1), x(2), ...., x(N-1) dibagi-bagi atas sejumlah p segmen (potongan data) yang tidak overlapping masing-masing sejumlah D data, sehingga :
, 0 1, 0 1 (IV-7)
Selanjutnya untuk setiap segmen data ke-p diperoleh periodogramnya :
1
exp 2 (IV-8)
Proses pada persamaan (IV-8) dilakukan masing-masing pada daerah frekuensi
1
2 1 2 . Selanjutnya diperoleh estimasi akhir dengan
merata-ratakan periodogram untuk masing-masing komponen frekuensi :
1
(IV-9)
Adapun bias atau expected value dari estimator diatas adalah
1
(IV-10)
Sedangkan variance dari estimasi tersebut dinyatakan oleh :
1 (IV-11)
IV.3.3 Metoda Periodogram Welch
Faktor U merupakan suatu parameter yang dimaksudkan untuk mengurangi efek
bias dari daya window yang digunakan. Bias dari estimasi persamaan (IV-15)
dinyatakan oleh persamaan dibawah ini :
1
| | /
(IV-16)
Dimana :
exp 2 (IV-17)
Sedangkan variance-nya adalah :
1 (IV-18)
Kualitas suatu estimator bergantung pada kualitas transformasi Fourier yang digunakan, selain bergantung pula pada kualitas estimator fungsi korelasi. Jika data yang digunakan sedikit maka kualitas hasil estimasinya sangat rendah. Sedangkan overlapping dimaksudkan untuk menekan fluktuasi pada spektral. Semakin panjang overlap-nya semakin rendah fluktuasi spektral yang dihasilkan.
IV.4 Fungsi Window
Dari penjelasan periodogram Welch terdapat fungsi window yang berfungsi untuk memperbaiki kualitas riak (ripple) pada sidelobe spektral yang diperoleh dengan transformasi fourier. Dengan menurunnya riak pada sidelobe, maka secara tidak langsung dapat memperbaiki daya pisah (resolusi) antara satu puncak frekuensi spektrum dengan puncak spektrum disekitarnya. Berikut ini dijelaskan pengaruh fungsi window pada hasil transformasi fourier.
Misal terdapat sinyal yang dinyatakan oleh persamaan berikut:
Dengan
Ω dan Ω , adalah perioda sampling (IV-20)
Misalkan kemudian sinyal pada persamaan (IV-19) dikalikan dengan suatu fungsi window W(k), maka akan diperoleh sinyal baru yang terwindow (windowed signal) berikut :
cos cos (IV-21)
Atau
2 2
2 2
(IV-22)
Kemudian setelah transformasi fourier diperoleh :
2 2
2 2
(IV-23)
dengan frekuensi sampling 256 Hz. Peletakan diperlihatkan pada Gambar V.2A, sedangkan proses penusukan akupuntur diperlihatkan pada Gambar V.2B.
Data pada penelitian [1] diperoleh melalui pengukuran yang dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Medik Teknik Fisika ITB. Data diakuisisi menggunakan software Biograph Infiniti. Perekaman data sekitar 1 jam dengan frekuensi sampling 256 Hz. Model pengukuran hampir sama seperti Gambar V.2
Gambar V.2. Pengukuran Sinyal EEG
Dalam pengukuran data EEG dilakukan beberapa perlakuan terhadap masing-masing naracoba.
• Naracoba A :
Diklinik Pramitha naracoba A menjalani serangkaian perlakuan seperti rangsangan cahaya (photic), menghirup udara dalam-dalam (hyperventilation) dan sebagainya, tetapi penulis tidak mendapat data detik keberapa perlakuan itu dilakukan kemudian jarum ditusukan sekitar menit ke-8.
• Naracoba B :
Pengukuran pada naracoba B dilakukan pengkondisian sekitar 8 menit, kemudian jarum ditusukan ke tubuh dan pada menit ke-13 seluruh penusukan jarum selesai. Diperkirakan naracoba mulai tidur menit ke-27 dan pada menit ke-47 naracoba mulai bangun.
• Naracoba C :
Pengukuran naracoba C dilakukan pengkondisian sekitar 5 menit, dan mulai dilakukan penusukan jarum menit 5:20 dan tusukan selesai menit
9:40. Jarum dicabut pada menit 55:20 dan saat itu naracoba masih dalam keadaan tidur.
• Naracoba D :
Pengukuran naracoba D dilakukan pengkondisian 5 menit dan jarum mulai ditusukan pada menit 6:00 dan selesai seluruh penusukan pada menit 10:10. Jarum dicabut pada menit 57:40 dan naracoba mulai bangun pada menit ke 57:00.
Data rekaman EEG dari kedua instrumen yang tersimpan dalam software Profusion dan Biograph Infiniti terlebih dulu diekstraksi kedalam format data ASCII untuk dapat diolah lebih lanjut. Data pada Profusion terdapat 1 naracoba yaitu naracoba A, data yang diolah dibatasi pada 9 titik pengukuran yakni P3, P4, Pz, C3, C4, Cz, F3, F4 dan Fz. Data pada Biograph Infiniti terdapat 3 naracoba yakni naracoba B, naracoba C dan naracoba D, data dibatasi pada 2 titik pengukuran yakni P3 dan P4. Titik-titik ini merupakan titik yang sangat peka terhadap rangsangan tekanan dan sentuhan, yang merepresentasikan central,
frontal dan parietal lobe[12].
V.3 Hasil Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan pada 9 titik ukur yakni P3, P4, Pz, F3, F4, Fz, C3, C4, Cz untuk naracoba A dan 2 titik ukur yakni P3, P4 untuk Naracoba B, C dan D seperti pada subbab V.3.1 dan V.3.2. Analisis statistik dilakukan dengan membuat distribusi amplitudo kedalam histogram amplitudo, yakni pembagian amplitudo kedalam rentang-rentang amplitudo sehingga diperoleh frekuensi (frequency of occurence). Dari distribusi histogram amplitudo akan diperoleh nilai masing-masing parameter yakni Mean, Standar Deviasi, Skewness dan Kurtosis.
V.3.1 Naracoba A
Gam
A. S
B. S
mbar V.3. H
Skala ketiga
Skala gamb Histogram A
a gambar sa
bar disesuaik Amplitudo ti
ama
kan
Perhatikan Gambar V.3A, terlihat bahwa setelah dilakukan amplitudo histogram dari titik ukur P3 diperoleh hasil bahwa pada Proses akupuntur nilai frekuensinya lebih besar dibanding Pra akupuntur, hal ini terkait data pada Proses akupuntur lebih banyak dan mengumpul pada rentang amplitudo -50 sampai 50 μV. Hal tersebut dapat diamati lebih jelas pada Gambar V.3B, dimana standar deviasi dari distribusi Pasca akupuntur menurun ditandai sempitnya lebar pita amplitudo dibanding dengan standar deviasi Pra maupun Pasang jarum dimana pita amplitudo lebih lebar, artinya standar deviasi besar.
Untuk menganalisa distribusi amplitudo dari ke-9 titik ukur naracoba A digunakan empat parameter statistik seperti yang diperlihatkan pada Tabel V.1.
Kondisi Parameter P3 P4 Pz F3 F4 Fz C3 C4 Cz
Pra Akupuntur
Mean 0.0011 0.0231 0.0318 -0.0194 -0.0074 -0.0117 0.003 -0.0131 0.0059
Standar Deviasi 21.3825 21.3667 21.3225 19.3735 18.3439 18.4182 19.0597 21.3371 18.2983
Skewness 10.6263 11.0681 12.2383 15.0795 14.5263 18.2778 14.907 11.5123 18.0822
Kurtosis 282.936 300.165 343.274 466.222 443.791 593.397 448.79 368.683 582.663
Pasang Jarum
Mean 0.0008 -0.0158 -0.011 0.01 0.0203 0.0129 0.008 0.0552 0.012
Standar Deviasi 20.6937 18.4567 14.6949 17.716 17.7923 12.0006 15.5156 16.6644 7.73
Skewness 1.1458 1.357 1.8518 1.3418 1.176 2.4616 1.6241 1.5461 8.1155
Kurtosis 16.361 21.5723 53.7152 31.2613 24.1607 116.778 36.3033 41.4371 570.488
Proses Akupuntur
Mean 0.0078 0.0049 -0.0011 0.0014 -0.0004 -0.0014 -0.0019 0.0029 -0.0017
Standar Deviasi 12.7236 13.1598 12.0771 8.8806 8.8139 7.149 9.1388 9.6546 7.06
Skewness 2.8947 2.6222 3.6657 8.5035 6.7958 8.1281 7.7914 5.184 8.764
Kurtosis 153.828 135.716 206.833 676.113 508.679 1639.04 567.043 397.981 1720.09
Tabel V.1. Parameter statistik Pra, Pasang Jarum dan Proses akupuntur
Gambar
B. Dist
C. Distr
V.4. Perban
tribusi Param
ribusi Param ndingan seg
meter Statis
meter Statis gmentasi 1 d
stik durasi s
tik durasi se detik, 5 deti
segmentasi
egmentasi 1 ik dan 10 de
5 detik
10 detik
Gammbar V.5. H
B. S
C
D Histogram P
Standar Dev
C. Skewnes
D. Kurtosis Parameter S
viasi Histogr
s Histogram
s Histogram Statistik dura
ram
m
m
V.3.2 Naracoba B, Naracoba C dan Naracoba D
Pada bagian ini dikuantifikasi parameter statistik dengan titik ukur P3 dan P4. Dengan menggunakan cara yang sama pada naracoba A diperoleh hasil keempat parameter statistik untuk naracoba B, C dan D seperti ditunjukan oleh Tabel V.2.
Kondisi Parameter Naracoba B Naracoba C Naracoba D
P3 P4 P3 P4 P3 P4
Pra
Mean 2.1119 0.0363 0.1902 0.1239 1.1395 0.1058 Standar Deviasi 54.728 19.5221 36.181 18.3509 48.3112 41.8873
Skewness -0.0989 -0.0638 0.0341 0.3381 -0.7502 1.063 Kurtosis 7.556 2.536 3.8476 3.6389 36.0463 34.8435
Proses
Mean -0.313 -0.0797 0.197 0.1494 0.155 0.09
Standar Deviasi 48.1174 32.957 9.1182 6.0434 10.7865 9.2127 Skewness -0.0927 1.7729 -0.0274 0.0369 -0.1278 -0.0182
Kurtosis 28.1442 119.069 12.2216 8.0446 14.1224 10.2612
Pasca
Mean 0.0349 0.0471 0.0551 0.1792 0.3086 -0.5598 Standar Deviasi 13.0854 9.381 21.0151 9.758 38.4217 34.1368 Skewness 0.0162 -0.0105 -1.6955 -5.2183 -0.8829 -1.6324 Kurtosis 38.143 41.1955 88.1511 142.856 56.305 48.9107
Tabel V.2. Parameter Statistik Pra, Proses dan Pasca akupuntur
Secara umum hal yang sama pada naracoba A juga terjadi pada naracoba B, C dan D, yakni nilai parameter mean dan standar deviasi mengalami penurunan yang menunjukan bahwa fluktuasi distribusi amplitudo cenderung stabil Pasca akupuntur. Sedangkan untuk parameter skewness mengalami kenaikan untuk naracoba C dan D dimana nilainya negatif yang menunjukan bahwa distribusi cenderung condong ke kanan. Parameter kurtosis cenderung mengalami kenaikan Pasca akupuntur menunjukan distribusi lebih berpuncak.
Untuk distribusi dari masing-masing parameter secara umum dinamikanya hampir sama dengan naracoba A, demikian juga dengan analisis histogram dari masing-masing parameter.
V.4 Hasil Time-Frequency Analysis
Pada bagian ini akan dijelaskan hasil kuantifikasi power spectral yang diperoleh menggunakan teknik TFA. Dilakukan kuantifikasi power spectral dengan durasi segmentasi 1 detik, 5 detik dan 10 detik, hal ini dilakukan terkait trade-off antara resolusi frekuensi dan waktu. Hasil tersebut menunjukan bahwa untuk durasi segmentasi 10 detik diperoleh hasil profil contour yang lebih baik dibanding durasi segmentasi 1 detik dan 5 detik, ditunjukan oleh Gambar V.7. Hal ini disebabkan jumlah data dalam durasi segmentasi 10 detik lebih banyak sehingga meningkatkan resolusi frekuensinya sehingga tampak lebih halus (smooth).
Gambar V.7 merupakan profil contour hasil dari grafik distribusi power spectral
pada Gambar V.6.
Dalam subbab V.4 dilakukan penyelidikan perubahan distribusi power spectral
Gambar V.6. Grafik distribusi power spectral dengan teknik TFA untuk durasi segmentasi yang berbeda
A. Cacahan waktu 1 detik B. Cacahan waktu 1 detik
A. Durasi segmentasi 1 detik
B. Durasi segmentasi 5 detik
C. Durasi segmentasi 10 detik
V.4.1 Naracoba A
Pada naracoba A dikuantifikasi parameter power spectral untuk masing-masing ke-9 titik ukur. Diperoleh hasil yang dikelompokkan dalam lobe yakni Parietal,
Frontal, dan Central lobe yang dapat secara lengkap dilihat pada lampiran.
Perhatikan Gambar V.8 yang merupakan contour titik ukur P3 dan P4. Jika diperhatikan gambar tersebut terlihat bahwa frekuensi yang dominan berada pada rentang frekuensi gelombang Delta (0 – 3 Hz) dan gelombang Alpha (8 – 13 Hz), demikian juga dengan titik ukur yang lain. Dan jika keseluruhan titik ukur seperti pada lampiran diamati terlihat bahwa gelombang Alpha Parietal lobe lebih dominan dibanding gelombang lainnya kecuali untuk waktu 8 – 12 menit gelombang dominan pada frekuensi Delta (0 – 3 Hz) dan Teta (4 – 7 Hz).
Pada bagian Frontal tidak terlalu nampak perbedaan yang signifikan antar ke-3 titik ukur yakni F3, F4 dan Fz kecuali jika dibandingkan dengan bagian parietal nilai power spectral-nya lebih rendah (Tabel V.3) disamping itu ditandai berkurangnya warna merah yang mengindikasikan nilai yang tinggi (lampiran).
Untuk bagian Central, perbedaan yang cukup menarik adalah pada titik ukur C4 dan Cz. Pada titik ukur C4, nilai power spectral lebih tinggi pada frekuensi delta (0 - 3 Hz) sampai menit ke-18 kemudian makin berkurang sesudahnya. Sedangkan pada titik ukur Cz terlihat munculnya gelombang teta (4 – 7 Hz) walaupun tidak dominan dibanding gelombang alpha dan delta (Gambar V.9). Dibanding dengan bagian Parietal dan Frontal, bagian Central nilainya lebih rendah dan untuk semua titik ukur nilai terendah adalah titik ukur berekstensi-z atau yang berada digaris tengah otak (Tabel V.3).
Gaambar V.8. Contour di
A. Titik
B. Titik
stribusi pow
ukur P3
ukur P4
Gambar V.9. Contour dis
A. Titik
B. Titik
stribusi pow
ukur C4
ukur Cz
Kondisi Gelombang Rata-rata power spectral (μV
Delta 26.04 24.60 24.57 22.78 20.71 17.59 18.59 37.80 15.43 Teta 16.26 16.01 14.60 13.46 12.02 11.85 13.09 13.71 11.71 Alpha 23.16 23.50 23.04 10.37 9.95 9.36 12.10 13.94 10.28
Beta 6.66 6.78 6.76 6.64 5.88 6.47 6.49 6.88 6.36
Pasang Jarum
Delta 34.50 28.47 19.12 23.58 26.94 12.61 19.34 35.92 6.21 Teta 36.59 27.14 15.09 29.95 29.75 12.35 20.84 19.15 3.78 Alpha 9.72 8.90 7.77 4.96 4.51 2.52 4.72 5.01 2.01 Alpha 13.58 16.16 14.96 3.77 3.82 2.48 5.25 6.81 3.32
Beta 1.03 1.04 0.86 0.81 0.73 0.62 0.86 0.78 0.61
Tabel V.3. Nilai rata-rata power spectral Pra dan Pasca akupuntur
Dari tabel tersebut terlihat bahwa Pra akupuntur gelombang otak dominan berada pada gelombang Delta dengan nilai power spectral tertinggi pada titik ukur C4 (37,80 μV2) dan P3 yakni (26,04 μV2) dan terendah pada titik ukur Cz yakni (15,43 μV2).
Kemudian Proses akupuntur terjadi perubahan dominasi frekuensi gelombang otak. Secara umum semua titik ukur mengalami penurunan. Proses akupuntur gelombang Alpha lebih dominan pada bagian parietal dengan titik ukur tertinggi pada P4 yakni (16,16 μV2), sedangkan untuk bagian frontal dan central dominan tetap pada gelombang Delta. Jika diamati secara keseluruhan nilai power spectral
terendah pada titik ukur Cz yakni (0,61 μV2).
Jika diamati kesimetrisan antara hemisphere kanan dan kiri untuk masing-masing
lobe, yaitu Parietal, Frontal dan Central diperoleh hasil seperti pada Tabel V.4. Nilai positif menunjukan bahwa hemisphere kiri lebih tinggi dibandingkan dengan
hemisphere kanan. Nilai selisih hemisphere kiri dan kanan pada saat Pra akupuntur terbesar berada pada gelombang Delta, sedangkan Proses akupuntur terjadi perubahan pada bagian parietal dengan nilai terbesar pada gelombang
efek akupuntur ditandai perubahan gelombang aktif dari selisih hemisphere kiri dan kanan.
Kondisi Gelombang Parietal Frontal Central
Pra
Tabel V.4. Selisih power spectralhemisphere kiri dan kanan durasi segmentasi 10 detik
Jika dilakukan pengamatan nilai standar deviasi dari distribusi power spectral
diperoleh hasil seperti pada Tabel V.5. Terlihat bahwa terjadi penurunan standar deviasi Pra dan Proses akupuntur. Pra akupuntur standar deviasi terbesar berada pada gelombang Delta. Proses akupuntur standar deviasi terbesar pada gelombang
Teta (hemisphere kiri) dan Delta (hemisphere kanan dan tengah otak). Ini menunjukan bahwa terjadi respon dalam tubuh akibat akupuntur.
Kondisi Gelombang Standar Deviasi power spectral (μV 2 Teta 34.81 35.45 36.21 36.61 32.41 36.17 35 37.86 35.72 Alpha 23.91 24.72 25.41 23.42 21.16 23.6 21.88 24.03 23.38 Beta 18.82 19.22 19.73 19.73 17.38 19.76 18.71 20.9 19.36
Pasang Jarum
Delta 28.81 21.4 14.17 20.95 26.6 12.58 16.88 21.24 8.69 Teta 41.13 28.15 13.75 36.49 34.46 13.66 24.09 20.42 3.56 Alpha 6.39 5.99 6.31 3.38 2.94 2.5 2.99 3.34 2.44
Beta 1.8 1.69 1.91 1.86 1.56 1.87 1.72 2.08 1.82
Proses Akupuntur
Delta 19.46 16.77 12.53 14.13 16.97 11.64 9.68 14.18 6.9 Teta 19.69 14.36 8.87 14.69 15.07 7.26 12.18 10.67 5.05 Alpha 9.9 10.05 11.18 7.13 5.95 6.75 7.25 6.46 6.73
Beta 3.54 3.55 3.69 3.63 3.16 3.59 3.5 3.15 3.62