• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri I Mangunsari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri I Mangunsari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

49

BAB IV

Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1

Profil sekolah

Sekolah Dasar Negeri I Mangunsari terletak di desa Mangunsari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. Luas tanah yang dimiliki 14.695 m2 Sekolah Dasar Negeri I Mangunsari berdiri pada tahun 1951 dengan akreditasi B tahun 2011. Sekolah ini menyelenggarakan pendidikan inklusi pada tahun 2010. Kondisi guru/pegawai 2014/2015 terdiri dari satu kepala sekolah, enam guru kelas, satu guru mapel pendidikan agama, satu guru mapel penjasorkes dan satu tenaga perpustakaan. Kualifikasi pendidikan SI sebanyak delapan guru sedangkan kualifikasi D2 ada satu guru dan satu petugas perpustakaan berijisah D2. Enam orang berstatus PNS dan empat guru berstatus wiyata bakti.

Dari tabel 4.1 Prestasi yang pernah dicapai dari tahun 2012-2015.

NO Cabang Lomba Juara Tingkat

1 Menyanyi tunggal 1 Kecamatan

2 Atletik Pa dan Pi 1 Kecamatan

3 LCC 2 Kecamatan

4 Tari beregu 3 Kecamatan

5 Membatik 2 Kecamatan

6 Marching band Harapan 1 Kecamatan

(2)

50

8 Pidato 2 Kecamatan

9 LSS Harapan 1 Kabupaten

10 Cipta puisi 2 Kecamatan

11 Lari Sprint 3 Kecamatan

12 Mapsi Lcc 3 Kecamatan

13 Mapsi Tilawatil Qur’an Pi

1 Kecamatan

14 Mapsi Tilawatil Qur’an Pa

2 Kecamatan

15 Mapsi Khat dan Kaligrafi Pi

3 Kecamatan

Sumber: Dokumen SDN I Mangunsari

4.1.1 Sejarah Inklusi di SDN I Mangunsari

Kondisi awal sekolah dilihat dari segi tenaga guru belum memadai untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Hal ini dikarenakan sekolah belum memiliki sertifikat keahlian. Keadaan guru belum semuanya berstatus PNS ada tiga guru kelas berstatus wiyata bakti. Dari segi sarana dan prasarana sebelumnya sangat minim sekarang sudah mendekati lengkap terkait SDN I Mangunsari sebagai sekolah inklusi.

(3)

51 juga belum ada apalagi ruangan untuk bimbingan khusus belum tersedia. Namun dengan ditunjuknya SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara inklusi pemerintah mulai memperhatikan sarana dan prasarana di sekolah tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan fasilitas yang mendukung kegiatan guru dan siswa dalam pendidikan untuk semua. Sarana dan prasarana pendukung inklusi misalnya beberapa computer, LCD, peralatan drum band, buku-buku bacaan ABK, TV, alat permainan anak berkebutuhan khusus, dan beberapa peralatan olahraga. Daya dukung sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah dapat menggali kemampuan siswa sesuai bakat, minat, dan potensi yang dimiliki.

Dari segi kesiswaan pada tahun 2012/2013 sejumlah 124 siswa dengan ABK sepuluh siswa. Tahun 2013/2014 ada 131 siswa ABK enam siswa sedangkan tahun 2014 sebanyak 126 dengan tujuh anak berkebutuhan khusus.

(4)

52 pendidikan kabupaten Temanggung menunjuk SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara inklusi.

Proses penyelenggara pendidikan inklusi berdasarkan Surat Perintah Tugas dari Kepala Dinas Pendidikan kabupaten Temanggung tertanggal 10 April 2010. Kepala dinas pendidikan Temanggung menugaskan kepala sekolah SDN I Mangunsari untuk mengikuti kegiatan fasilitasi pendidikan inklusi se Jawa Tengah. Diklat diikuti lima peserta yaitu kasi kurikulum pendidikan dasar dan empat kepala sekolah. Berikut disajikan tabel peserta diklat fasilitasi pendidikan inklusi tahun 2010:

Tabel 4.2

Sumber: Dokumentasi kepala sekolah.

(5)

53 Tabel 4.3 Keadaan ABK tahun 2015 SDN I Mangunsari.

NO Nama Kelas Jenis Kelainan

1. Bagus Pratama I Slowleaner 2. Victory NatanaEl III Tuna daksa

Slowleaner

3. Rahmat Yudha IV Slowleaner 4. Mardiyana Rahayu IV Slowleaner

5. Dani Nugraha V ADHD

6. Nurul Latifah V Slowleaner

7. Mardiyanto VI Slowleaner

Sumber: Data SDN I Mangunsari hasil tes psikologi

4.1.2 Visi dan Misi Sekolah

Rumusan visi Sekolah Dasar Negeri I Mangunsari sebagai imajinasi moral yang dijadikan dasar atau rujukan dalam menentukan tujuan atau keadaan yang secara khusus diharapkan sekolah. Adapun visi SDN I Mangunsari adalah “Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa untuk peserta didik tanpa kecuali”.

(6)

54 masyarakat, e) menumbuhkembangkan karakter siswa yang dapat dipercaya (trustworthiness), mempunyai rasa hormat dan perhatian (respect), tekun (diligence), tanggungjawab (responsibility), berani (courage), integritas (intergrity), peduli (caring), jujur (fairness), dan kewarganegaraan (citizenship), f) menanamkan nilai-nilai budaya bangsa sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, g) mendorong siswa untuk memahami dan mengkaji serta menumbuhkembangkan potensi siswa dengan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa melalui proses pembelajaran maupun bimbingan karir.

4.2

Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan di SDN I Mangunsari bertujuan untuk mengevaluasi program-program penyelenggaraan pendidikan inklusi. Menarasikan pelaksanaan pendidikan inklusi pada aspek perencanaan program, pelaksanaan program, dan evaluasi program. Pengumpulan data dengan menggunakan triangulasi maka hasil penelitian dan pembahasan dapat dipaparkan dengan model CIPP (kontek, input, Proses, dan product).

4.2.1 Komponen Kontek

4.2.1.1 Kebutuhan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi

(7)

55 pendidikan semakin kuat. Masyarakat tidak kebingungan dalam mendidik anak terutama orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus. Hal ini dapat diyakinkan dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:

Pendapat ini diperkuat oleh Ema guru kelas satu sebagai berikut:

Pendapat keduanya diperkuat lagi oleh Sutanto sebagai Komite Sekolah SDN I Mangunsari sebagai berikut:

“ Masyarakat terutama orang tua yang mempunyai anak

cacat atau kelainan mulai menyadari pentingnya pendidikan. Anggapan yang keliru tentang anak yang mempunyai kelainan mulai memudar. Maka dari itu mereka berminat menyekolahkan di sekolah ini. Keyakinan inilah yang mendukung penyelenggaraan

pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari”. ( wawancara

tanggal 11 April 2015)

“Anak-anak berkelainan mulai mendapat

perhatian dari keluarga. Mereka mulai menarik diri dengan anggapan yang keliru. Pendidikan tidak hanya untuk anak normal saja. Anak cacat membutuhkan sentuhan pendidikan agar dapat hidup mandiri sesuai dengan kemampuannya. Mereka juga punya ha katas

kasih sayang dan pendidikan.” (wawancara tanggal

11 April 2015)

“Awalnya orang tua di Mangunsari kurang

memperhatikan pendidikan untuk anak cacat. Mereka

mengabaikannya dan beranggapan untuk apa

menyekolahkan anak cacat. Seiring dengan berjalannya waktu mereka menyadari pentingnya pendidikan inklusi. Letak sekolah yang dekat mendukung orang tua yang mempunyai ABK untuk menyekolahkan anaknya.

Mereka mendapat pendidikan sesuai dengan

kebutuhannya. Daripada harus menyekolahkan ke SLB

yang letaknya jauh dari rumah mereka”. (Wawancara

(8)

56 Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga nara sumber dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari memang dibutuhkan di masyarakat setempat. Kesadaran masyarakat tentang pendidikan bagi anak cacat mulai meningkat.

Kebutuhan penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari diperkuat dengan bukti dokumen berupa Surat Perintah tugas dari Dinas Pendidikan kabupaten Temanggung nomor :893.3/ /2010 tentang diklat fasilitasi pendidikan inklusi seluruh propinsi Jawa Tengah. Diklat dilaksanakan di BP-Dikjur Propinsi Jawa Tengah JL. Brotojoyo No. 1 Semarang. Dokumen tersebut diperkuat dengan keluarnya Surat Keputusan Nomor: 420/068/2015 penyelenggara pendidikan inklusi yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Temanggung.

4.2.1.2 Tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari adalah pemberian layanan pembelajaran dan layanan perilaku bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Kepala Sekolah

menuturkan sebagai berikut:

“Tujuan pendidikan inklusi untuk menjaring siswa

yang mempunyai kelainan atau ABK agar bersekolah. Memperoleh pendidikan tanpa harus bersekolah di SDLB atau SLB yang terletak di pusat kota Temanggung. Selain itu tujuannya adalah membantu dan membekali siswa agar berkembang sesuai dengan potensinya. Yang lebih

spesifik yaitu mendidik ABK dapat hidup mandiri”.

(9)

57 Demikian juga hasil wawancara dengan Ema guru kelas satu menguatkan pendapat Kepala Sekolah. Beliau menuturkan sebagai berikut:

Terkait pernyataan Kepala Sekolah dan Ema, Komite Sekolah memberi penguatan mengenai tujuan penyelenggaaran pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari. Berikut beliau menuturkan:

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan inklusi di SDN Mangunsari adalah agar anak berkebutuhan khusus dapat bersekolah di lingkungan tempat tinggal. Sasaran pendidikan inklusi membekali siswa dapat berkembang sesuai dengan potensinya dan dapat hidup mandiri. Studi dokumentasi yang sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari adalah visi SDN I Mangunsari. Bunyi visinya sebagai berikut: “Unggul dalam prestasi

“ siswa yang memiliki kebutuhan khusus memerlukan

pendidikan agar dapat duduk sejajar dengan anak normal dalam bidang pendidikan. Maka dari itu, semampu kami memberikan pelayanan khusus kepada ABK agar dapat hidup mandiri paling tidak dapat mengurusi dirinya sendiri. Selain itu wali murid yang mempunyai ABK tidak harus ke SDLB atau SLB

Temanggung yang jaraknya cukup jauh dari

Mangunsari”. (wawancara tanggal 13 April 2015)

“ABK yang ada di desa Mangunsari berhak atas layanan

pendidikan yang layak sebagaimana anak normal.

Terselenggaranya pendidikan inklusi di SDN I

Mangunsari berarti orang tua yang memiliki ABK dapat

menyekolahkan anaknya di desanya sendiri”.

(10)

58 berdasarkan Iman dan Taqwa untuk peserta didik tanpa kecuali”.

4.2.1.3 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

SDN I Mangunsari terletak di sebuah desa dengan penduduk yang heterogen. Mata pencaharian sebagian besar bertani. Pandangan masyarakat terhadap anak kelainan sangat rendah apalagi terhadap pendidikan. Kondisi tersebut membuat keprihatinan pak Subagio sebagai kepala sekolah penyelenggara inklusi. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:

Pendapat tersebut dikuatkan Toto Sarwito sebagai berikut:

Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat Sutanto selaku komite sekolah. Beliau menuturkan sebagai berikut:

“Stigma masyarakat terhadap ABK negatif. Mereka

enggan menyekolahkan anaknya yang ABK. Menurut mereka anak yang memiliki daya pikir rendah atau lamban tidak dapat sekolah dengan baik. Hal ini akan membuang-buang waktu dan biaya. Bagi mereka

kehidupan anak berkelainan cukup di rumah saja”.

(wawancara tanggal11 April 2015)

“Masyarakat malu mempunyai anak kelainan. Mereka

beranggapan bahwa anak berkelainan tidak perlu sekolah. Keberadaannya di sekolah akan merepotkan keluarga karena keluarga harus mengurus segala

kebutuhannya”. (wawancara tanggal 19 April 2015)

“Anak berkebutuhan khusus sangat jarang mendapat

perhatian dari keluarga. Mereka disingkirkan karena dianggap sebagai aib keluarga. Terlepas dari itu

pendidikan jauh dari jangkauan mereka.”

(11)

59 Pada komponen kontek menunjukkan bahwa kondisi di SDN I Mangunsari sebagai penyelenggaraan pendidikan inklusi menunjukkan bahwa orang tua siswa yang mempunyai ABK menolak menyekolahkan anaknya. Pihak sekolah melakukan pendekatan dengan orang tua ABK. Seperti pendapat pak Subagio:

Menurut Kepala Sekolah cara menyakinkan masyarakat terutama orang tua siswa yang anaknya berkebutuhan khusus dengan pendekatan. Hal ini dilakukan agar penyelenggaraan pendidikan inklusi dapat berjalan dengan baik. Beliau menuturkan :

Hal ini diperkuat dengan pendapat Yuli Sariyanto sebagai berikut:

Penyataan tersebut diperkuat lagi dengan pendapat Kamsilah guru mata pelajaran penjasorkes. Berikut hasil wawancara dengan guru tersebut :

“Saya melakuan pendekatan dengan orang tua siswa.

Saya memberi penjelasan mengenai pentingnya

pendidikan untuk semua anak tanpa terkecuali. Anak cacatpun membutuhkan pendidikan agar mereka dapat

mandiri”. (wawancara 11 April 2015)

“Sebagai guru pendidikan Agama saya berusaha agar

anak berlainan dapat bersekolah. Melalui kegiatan keagamaan saya menemui orang tua yang mempunyai ABK. Intinya pembicaraan kami memohon kesadarannya untuk menyekolahkan anaknya. Pada dasarnya anak merupakan amanah dari Tuhan maka dari itu rawatlah ia sebaik-baiknya”. (wawancara tanggal 15 April 2015)

“Memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai

pentingnya pendidikan walaupun anak mempunyai keterbatasan pasti ada kelebihannya. Dengan kelebihan dimiliki itu dapat dikembangkan di sekolah. Penanganan

di sekolah anak dapat berkembang sesuai potensinya”.

(12)

60 Berdasarkan pendekatan yang dilakukan kepala sekolah dan guru secara bertahap membawa hasil yang signifikan. Masyarakat mulai menyadari pentingnya kesadaran berpendidikan bagi anak yang mengalami kecacatan atau kelainan. Kebutuhan pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari sangat penting bagi masyarakat. Anak dengan kebutuhan khusus dapat bersekolah dengan anak-anak normal. Mereka dapat berinteraksi dengan orang lain. Mereka belajar di antara anak-anak dalam situasi belajar tanpa ada perbedaan. Hal ini didukung dengan bukti dokumen MOU dengan orang tua ABK. Kerjasama ini berisi tentang jalinan kerjasama untuk meningkatkan pelayanan pendidikan bagi ABK. Bukti dokumen terlampir.

4.2.1.4 Sosialisasi Penyelenggaraan Inklusi

Sebelum penyelenggaraan pendidikan inklusi Kepala Sekolah melaksanakan sosialisasi dengan masyarakat dan sekolah lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah SDN I Mangunsari sebagai berikut:

“Setelah dinyatakan sebagai sekolah penyelenggara

inklusi maka saya mengadakan sosialisasi dengan masyarakat. Tujuannya agar masyarakat menyadari penunjukkan inklusi di SD kami. Selain itu saya juga mengadakan sosialisasi dengan sekolah lain. Karena saya mempunyai keyakinan bahwa setiap sekolah pasti

mempunyai siswa yang memerlukan penanganan

(13)

61 Hal tersebut di atas dikuatkan Toto Sarwito sebagai berikut:

Pendapat di atas diperkuat lagi dengan pendapat Sutanto sebagai Komite Sekolah sebagai berikut:

Hal ini dapat dibuktikan dengan datangnya Kepala Sekolah dari luar wilayah Ngadirejo minta penjelasan cara menangani ABK. Hasil observasi di lapangan berkat sosialisasi ada nilai plus pada penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari yaitu di SD tersebut mempunyai siswa ABK dari luar wilayah Ngadirejo. Siswa tersebut berkelainan ganda yaitu tunadaksa dan slowleaner yang berasal dari Kecamatan Kedu. Biaya yang ditimbulkan dari kegiatan sosialisasi dibebankan pada dana bantuan siswa ABK dari APBD I. Hal ini dibuktikan dengan studi dokuemnatsi berupa notulen rapat.

“Di Sekolah SDN I Mangunsari awal menyelenggarakan

inklusi mengadakan sosialisasi dengan masyarakat sekitar dan sekolah lain. Hal ini dilakukan agar

masyarakat mendukung program tersebut”. (wawancara

tanggal 18 April 2015)

“Inklusi merupakan program baru bagi sekolah kami, segala sesuatu yang baru pasti ada kendala yang perlu segera diatasi. Setelah melalui pendekatan dengan masyarakat pihak sekolah juga melakukan sosialisasi secara umum. Hal ini dilakukan agar masyarakat mau menerima keberadaan SDN I Mangunsari sebagai sekolah penyelenggara inklusi. Selain itu berdasar program kerja sekolah, pihak sekolah juga melakukan sosialisasi dengan

(14)

62

4.2.2 Komponen Input

Untuk mendukung keberhasilan program pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari direncanakan secara sinergis melalui program pengelolaan anak berkebutuhan khusus.

4.2.2.1 Program Pengelolaan ABK di SDN I Mangunsari dapat dilukiskan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4

(15)

63 prasarana dan guru,

komite

Sumber: hasil wawancara dengan Kepala Sekolah tanggal 18 April 2015

4.2.2

Komponen Proses

4.2.2.1 Pembentukan Team Pengelola Pendidikan Inklusi

(16)

64 kelas, guru mata pelajaran, orang tua siswa, dan komite sekolah. Team tersebut saling mengisi dan bekerjasama agar dapat terwujud pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari.Hal ini sesuai dengan wawancara Kepala Sekolah sebagai berikut:

Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Ema Darliyah sebagai berikut:

Komite sekolah memperkuat pendapat Kepala Sekolah dan Ema sebagai berikut:

“Kami sebuah team saling membantu dan bekerjasama

dalam melaksnakan pendidikan inklusi. Terlebih guru

kelas memegang peranan yang penting dalam

penyelenggaraan inklusi karena SDN I Mangunsari tidak memiliki GPK. Penanganan dan pemberian layanan khusus dilakukan guru kelas dan saya ikut turun tangan di dalamnya karena ABK dengan

ketunaan ADHD hanya takut kepada saya”.

(wawancara tanggal 23 April 2015).

“Kebersamaan di antara kami sangat mendukung

pelaksanaan pendidikan inklusi. Kami saling mengisi satu dengan yang lainnya. Tentunya kami semua mempunyai kekurangan tapi berkat kerjasama yang baik kekurangan itu tertutup dengan kelebihan teman guru yang lain. Peran kepala sekolah sebagai seorang manajer membuat penyelenggaraan inklusi dapat berjalan dengan baik. Untuk administrasi sekolah

inklusi dikerjakan dengan sangat tertib”. (wawancara

tanggal 23 April 2015)

“Hubungan guru dan kepala sekolah sebagai

penyelenggara inklusi sangat harmonis. Hal ini dapat dirasakan manakala ada kegiatan selalu mengadakan

kerjasama dengan komite sekolah.” (wawancara tanggal

(17)

65 Hasil ketiga nara sumber dapat disimpulkan bahwa team pengelola pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari saling bekerjasama untuk melaksanakan pendidikan inklusi dengan sebaik-baiknya. Hasil observasi di lapangan menunjukan bahwa team pengelola penyelenggara pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari dapat dilihat dari hasil respoden. Hal ini dapat dilihat dari jawaban yang hampir sama mengenai pelaksanaan program pendidikan inklusi. Studi dokumen mengenai team pengelola penyelenggaraan pendidikan inklusi berdasarkan pembagian tugas guru (SK KBM).

4.2.2.1.1 Kepala Sekolah

(18)

66 Pendapat Yuni Purwaningsih mengenai peran kepala sekolah sebagai berikut:

Selanjutnya Setyo Yuliani menguatkan pendapat Yuni Purwaningsih sebagai berikut:

Pendapat Yuni Purwaningsih dan Setyo Yuliani dikuatkan oleh Budiyono Yakobus sebagai berikut:

Berdasarkan pendapat ketiga nara sumber dapat diambil kesimpulan bahwa peran kepala sekolah dalam pembuatan rencana program inklusi sangat

“Pertama kali dicanangkan sebagai sekolah

penyelenggara inklusi kepala sekolah bekerja keras untuk mewujudkan program tersebut. Kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah mendapat tugas untuk mengikuti workshop tentang sekolah inklusi. Hasil dari workshop tersebut disosialisasikan kepada semua guru. Selanjutnya kami membuat rencana program inklusi. Tugas ini sangat berat bagi kepala sekolah karena berhasil dan tidaknya program sekolah tergantung

manajemen kepala sekolah”. (Wawancara tanggal 18

April 2015)

“Rencana program pendidikan inklusi di sekolah kami

dikerjakan secara bersama-sama. Hal terpenting dalam pemrograman ini didasari rapat dewan guru terlebih dahulu. Kepala sekolah mendapat ilmu tentang inklusi diterapkan dengan membimbing guru. Kepala sekolah sebagai manajer dituntut kinerjanya dalam mengelola potensi guru untuk mewujudkan program inklusi secara

maksimal”. (Wawancara tanggal 18 April 2015)

“Program penyelenggaraan inklusi merupakan hal yang

baru bagi kami. Rencana programnya seperti apa dan bagaimana cara membuatnya belum ada bayangan sedikitpun bagi kami. Beruntung kepala sekolah mendapat ilmu tentang inklusi terlebih dahulu.

Dengan bimbingan beliau kami semua belajar

membuat rencana program inklusi”. (Wawancara

(19)

67 besar. Kepala sekolah mensosialisasikan ilmu yang didapat dari workshop kemudian membimbing semua guru. Hal tersebut didukung dengan program kerja kepala sekolah.

4.2.2.1.2 Guru Kelas

Guru kelas merupakan pendidik pada kelas tertentu di sekolah inklusi. Guru kelas memberi pembelajaran kepada siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus dalam situasi yang bersamaan. Guru kelas yang mengajar di sekolah inklusi sepantasnya mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya. Guru-guru yang memiliki ketekunan, kesabaran dan ketulusan, telaten, teliti, dan didasari rasa iklas yang sanggup memberi layanan kepada anak berkebutuhan khusus. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:

“Awal ditunjuk sebagai sekolah inklusi saya

merencanakan pendekatan secara pribadi. Hal ini saya lakukan agar semua guru siap mental dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus karena memang sangat sulit untuk memberi pembelajaran keada siswa yang berbeda tingkat kecerdasannya. Sekolah inklusi menuntut kinerja guru yang lebih ekstra. Selain mendidik siswa normal

juga memberi layanan khusus kepada anak

berkebutuhan khusus. Sekolah kami memiliki lima siswa slowleaner satu siswa tuna laras atau hiperaktif dan satu lagi tuna ganda. Berdasar ketunaan ini kami harus memiliki input pribadi yang tangguh agar dapat menangani siswa-siswa tersebut. Dasar kami menangani

siswa tersebut adalah kesadaran untuk beribadah.”

(20)

68 Hal ini diperkuat oleh pendapat Toto Sarwito guru kelas tiga yang memiliki siswa tuna rangkap. Ketunaan atau kelainan ganda memerlukan kesabaran dalam memberi pelayanan. Siswa mengalami ketunaan slowleaner dan tuna daksa. Siswa harus memakai kursi roda dan masih mengalami keterlambatan dalam berpikir. Berdasar ketunaan siswa yang diderita maka guru harus memiliki kesabaran yang luar biasa. Pendapat Toto Sarwito sebagai berikut:

Ema Darliyah juga menambahkan pendapat Kepala Sekolah dan Toto Sarwito sebagai berikut:

“Kesiapan mental saya pertama kali mendengar

penunjukkan sekolah inklusi sangat sulit menerima. Bagaimana tidak untuk menangani siswa normal saja memerlukan ketelatenan tersendiri. Karena guru harus memahami karakter siswa satu demi satu. Atas masukan dan saran dari kepala sekolah kami menyadari bahwa anak berkebutuhan khusus juga

memerlukan pendidikan. Kesadaran inilah yang

membuat saya berencana memberi pelayanan kepada

ABK sebaik mungkin”. (Wawancara tanggal 18 April

2015)

“Rencana awal penyelenggaran inklusi membuat kami

kebingungan. Hal ini karena memang kami tidak memiliki ilmu tentang pendidikan luar biasa.

Rencana-rencana program yang telah diRencana-rencanakan harus

dilaksanakan sebaik mungkin. Maka dari itu, pak Subagio sebagai kepala sekolah bertindak bijaksana. Kami semua diberi pengarahan mengenai dasar penanganan ABK dengan rasa keiklasan dan dasar ibadah. Alhamdulillah pengarahan tersebut membuka

(21)

69 Dari hasil wawancara dari ketiga nara sumber dapat diambil kesimpulan bahwa persiapan penyelenggaraan inklusi memerlukan persiapan mental. Karena pendidikan inklusi merupakan dunia baru bagi guru SDN I Mangunsari. Secara bijak kepala sekolah mengambil solusi dengan jalan memberi masukan dan saran agar segala sesuatu didasari dengan rasa ikhlas dan dasar ibadah. Studi dokumen berupa notulen rapat.

4.2.2.1.3 Guru Mata Pelajaran

Guru sebagai tenaga profesional pada jalur pendidikan formal mulai dari pendidikan anak usia dini sampai dengan pendidikan menengah. Guru mata pelajaran termasuk pada kategori pendidik professional yang mengajar mata pelajaran tertentu sesuai dengan kualifikasi pendidikan. Setiap jenjang pendidikan guru mata pelajaran dibutuhkan keberadaannya begitu pula di sekolah inklusi. Guru tersebut memiliki tugas yang sama dengan guru kelas yaitu tetap memberi pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus.

“Dasar kami melaksanakan pendidikan inklusi adalah

(22)

70 Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah:

Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Kamsilah sebagai guru penjasorkes sebagai berikut:

Puji Sariyanto sebagai guru pendidikan Agama menguatkan pendapat kepala sekolah dan bu Kamsilah sebagai berikut:

Hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa kehadiran guru mata pelajaran sangat berperan dalam mengembangkan bakat yang dimiliki ABK. Hal ini didukung program kegiatan ekstrakulikuler. Buku kegiatan ekstrakulikuler terlampir.

“Guru mata pelajaran sangat dibutuhkan

keberadaaanya di sekolah kami karena sekolah kami menyelenggarakan sekolah inklusi. Guru tersebut rencananya membantu pencarian bakat istimewa yang dimiliki ABK. Pengembangan bakat menjadi sangat berarti manaklaa siswa memiliki bakat istimewa agar dapat berkembang sesuai potensinya. Tujuan yang terpenting siswa memiliki life skill untuk bekal

hidupnya kelak”. (Wawancara tanggal 23 April 2015)

“Sekolah kami menyelenggarakan pendidikan inklusi

menuntut saya bekerja lebih berhati-hati karena sebagai guru olahraga saya harus memberi pelayanan kepada ABK secara sama porsinya dengan siswa normal. Sesuai dengan rencana program saya harus memprograman pencarian bakat ABK agar dapat penanganan sesuai dengan bakat yang dimilikinya”. (Wawancara tanggal 13 April 2015)

“sekolah inklusi di sekolah kami menguatkan iman saya

untuk memberikan pelayanan khusus kepada ABK. Melalui pendidikan agama saya memprogramkan pencarian bakat. Kegaitan ini dimaksudkan agar siswa yang memiliki bakat istimewa di bidang agama dapat

dikembangkan secara maksimal”. (Wawancara tanggal

(23)

71 4.2.2.1.4 Komite Sekolah

Komite Sekolah merupakan mitra kerja sekolah. Peran komite sekolah sangat membantu terlaksananya rencana program pendidikan. Di SDN I Mangunsari pihak sekolah bekerjasama dengan komite sekolah dalam menentukan rencana-rencana program inklusi. Berikut hasil wawancara dengan Komite Sekolah:

Pendapat Komite Sekolah diperkuat dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:

Pendapat ini diperkuat dengan pendapat Toto Sarwito sebagai berikut:

“ Saya sebagai komite sekolah berusaha semampu

saya untuk menyumbangkan apa yang dapat disumbangkan. Perencanaan program sekolah yang

dibicarakan selalu melibatkan komite sekolah.

Perencanaan program sehubungan dengan sekolah inklusi memerlukan sarpras pendukung maka dari itu saya berencana menambah sarana dengan mencari dana yang lain. Saya akan berkoordinasi selain dari masyarakat saya akan melakukan pendekatan dengan pemerintah desa sebagai wujud pertanggungjawaban

pemerintah desa”. (wawancara tanggal 19 April 2015)

“Sekolah melibatkan komite sekolah dalam

menyelenggarakan pendidikan inklusi. Komite sekolah bersama-sama membuat rencana program sekolah inklusi terutama koordinasi dengan masyarakat desa. Komite sekolah menampung aspirasi masyarakat dan menyampaikan pada pihak sekolah. Aspirasi ini menjadi masukan untuk membuat rencana program

inklusi”. (wawancara tanggal 23 April 2015)

“Rencana program inklusi tidak terlepas dari peran

komite sekolah. Kami sangat terbantu dengan hadirnya komite di sekolah terutama berhubungan dengan perencanaan sumber dana yang berasal dari

masyarakat untuk mendukung program inklusi”.

(24)

72 Kesimpulan dari wawancara tersebut adalah peran komite sekolah diperlukan dalam membuat rencana program inklusi di SDN I Mangunsari. Dukungan sangat dibutuhkan sehubungan koordinasi dengan masyarakat desa.

4.2.2.1.5 Orang Tua Siswa

Kerjasama yang harmonis dengan masyarakat terutama keluarga anak berkebutuhan khusus sangat diperlukan. Hal ini bertujuan agar ada komunikasi dan interaksi antara pihak sekolah dengan keluarga. Pihak sekolah mendapatkan informasi dan latar belakang anak berkebutuhan khusus secara rinci. Keadaan anak berkebutuhan khusus juga dapat diterima di lingkungan masyarakat dan keluarga.

Pendidikan yang diterima siswa selama di sekolah sekitar lima sampai enam jam selebihnya berada dalam lingkungan keluarga. Perhatian keluarga menjadi sangat berarti manakala ikut memperhatikan masa depan ABK. Hasil wawancara dengan Matius wali murid dari siswa yang bernama Victory NatanaEl sebagai beikut:

“Saya sangat mendukung rencana program pendidikan

inklusi di SDN I Mangunsari. Rencana program membuat saya sebagai wali murid ABK sangat senang. Sebelum anak saya sekolah di sini saya sangat kebingungan karena letak SLB sangat jauh dari rumah

saya. Setelah mencari informasi akhirnya saya

menyekolahkan anak saya ke sini. Setiap hari saya mengantarkan ke sekolah agar anak saya mendapat

pendidikan seperti anak normal”. (wawancara tanggal

(25)

73 Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Dewi wali murid dari Dani Nugroho siswa kelas lima yang memiliki ketunaan ADHD atau hiperaktif sebagai berikut:

Pendapat tersebut juga dikuatkan dengan pendapat Rahmat yang mempunyai anak normal yang bernama Anita sebagai berikut:

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil wawancara tersebut di atas adalah wali murid sangat setuju atas terselenggaranya sekolah inklusi di SDN I Mangunsari. Hasil observasi di lapangan peneliti menjumpai seorang lelaki yang sedang menunggu anaknya yang tuna ganda bersekolah. Lelaki tersebut bernama Matius seorang pendeta setiap hari rela mengantarkan dan menunggu anaknya sekolah. Studi dokumen berupa surat perjanjian kerjasama dengan wali murid ABK.

“saya tidak tahu apa yang dinamakan sekolah inklusi

yang penting anak saya iktu sekolah. Saya hanya seorang petani tidak athu apa itu prencana program inklusi. Terpenting bagi saya agar anak saya mdapat bersekolah daripada di rumah tidak ada yang mengarahkan. Rasanya sedih sekali dengan keadaan anak saya karena dia susah diatur dan suka berbuat

seenaknya sendiri. Dengan sekolah mungkin

perbuatan anak saya dapat terkendali”. (wawancara tanggal 15 April 2015)

“saya tidak merasa sungkan dengan keberadaan siswa

yang kurang normal. Pada awalnya saya tidak setuju dengan sekolah inklusi karena anak saya bersekolah dengan anak yang mempunyai keterbatasan. Akhirnya

saya menyadari bahwa mereka juga ciptaan Tuhan”.

(26)

74 4.2.2.2 Identifikasi ABK

Siswa yang masuk di sekolah inklusi yaitu siswa yang mempunyai berkebutuhan khusus dan siswa normal. Kedua jenis siswa tersebut mengikuti proses pembelajaran secara bersamaan. Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan inklusi dibutuhkan proses identifikasi siswa. Hal ini diartikan screening atau penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan. Tujuannya untuk memberi layanan khusus melalui perencanaan pembelajaran dan pemantauan perkembangan pembelajaran. Pada komponen input hasil wawancara Kepala Sekolah menunjukkan bahwa awal tahun diadakan identifikasi. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menentukan jenis kelainan dan kebutuhan yang diperlukan.

Identifikasi siswa dilakukan guru dengan bantuan tenaga ahli agar asesmen memperoleh hasil yang maksimal. Dalam hal ini sekolah bekerjasama dengan RSJ Magelang. Biaya tes psikolog tidak sama antara siswa satu dengan yang lainnya. Untuk jenis ABK slowleaner sekitar RP 65.000,00. Program identifikasi ABK dilaksanakan pada awal tahun pelajaran. Dana yang digunakan untuk program ini bersumber dari dana siswa ABK yaitu dari APBD I. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:

(27)

75 Hal ini diperkuat dengan pendapat Emi Yuliani sebagai guru kelas sebagai berikut:

Pendapat tersebut di atas diperkuat oleh pendapat Komite Sekolah sebagai berikut:

Hasil identifikasi/asesmen yang dilaksanakan dengan melibatkan dokter RSJ digunakan untuk menetapkan kemampuan awal sebelum mendapat pelayanan khusus. Studi dokumen berupa hasil tes psikologi tiap siswa yang menyatakan bahwa klasifikasi siswa berdasar tes yang dijalaninya. Hasil tes psikologi dari rumah sakit jiwa Magelang terlampir. Hambatannya letak rumah sakit jiwa jauh dari SDN I Mangunsari. Sehingga memakan waktu satu hari efektif pembelajaran. Akibatnya guru pengantar tidak

“Awal tahun pelajaran saya dan salah satu guru

mengantar siswa ke RSJ Magelang untuk mengikuti tes psikologi. Hasil dari tes tersebut untuk mendekteksi kelainan atau kebutuhan yang diperlukan selanjutnya dijadikan pedoman untuk mengklasifikasikan jenis

kebutuhan khusus”. (Wawancara tanggal 11 April 2015)

“Selaku komite sekolah saya mendapat laporan dari kepala sekolah bahwa awal tahun pelajaran sekolah membawa sebagian siswa untuk mengikuti tes psikologi di RSJ Magelang. Kepala sekolah mengkoordinasi siswa untuk mengikuti tes psikologi di RSJ Magelang. Program ini dinilai sangat bagus untuk memberi layangan kepada

anak yang mempunyai kebutuhan khusus.”.

(Wawancara tanggal 19 April 2015)

kami mengadakan kerjasama dengan RSJ Magelang agar mendapatkan hasil optimal. Tujuannya dari identifikasi adalah untuk menentukan jenis kelainan atau ketunaan

dan pemberian pelayanan kepada ABK”. (wawancara

(28)

76 melaksanakan tugas mengajar. Hasil tes psikologi diklasifikasi dua kelainan yang diderita siswa SDN I Mangunsari seperti tabel 4.5

(29)

77 4.2.2.3 Workshop Penyelenggara Pendidikan Inklusi

Kebijakan pemerintah dalam mewujudkan sekolah penyelenggara pendidikan inklusi diperlukan persiapan yang matang. Kebijakan tersebut bertujuan agar penyelenggaraan pendidikan inklusi berjalan sesuai peraturan. Salah satu kebijakan adalah mengadakan workshop bagi sekolah penyelenggara inklusi. Penyelenggaraan di BP-Diksus Semarang dengan peserta semua guru penyelenggara inklusi. Selain itu workshop juga diadakan di SMPN 4 Temanggung. Tujuannya untuk peningkatan tenaga pendidik sekolah inklusi. Pelaksanaan workshop pada tanggal 8 dan 9 Desember 2010. Kepala sekolah menugaskan semua guru untuk mengikuti workshop yang diadakan di SMPN 4 Temanggung. Sekolah menjelaskan tentang keikutsertaan workshop dan manfaatnya sebagai berikut:

“Berdasarkan kebijakan pemerintah mengenai

penyelenggaraan inklusi di Indonesia, kepala sekolah dan guru dibekali materi inklusi melalui workshop. Secara bertahap sekolah inklusi mendapat tugas untuk mengikuti workshop. Dimulai dari kepala sekolah kemudian guru. Rencanaya semua guru akan dikirim untuk mengikuti workshop. Tujuannya agar guru sebagai pelaksana pembelajaran dapat melaksanakan pendidikan secara benar. Semua guru di SDN I Mangunsari telah mengikuti workshop inklusi. Workshop tidak hanya dari Dinas tetapi SMPN 4 Temanggung sebagai sekolah penyelenggara inklusi juga menyelenggarakannya. Ilmu yang diperoleh diterapkan di sekolah. Walau sedikit yang didapatkan

namun guru tetap berusaha untuk mewujudkan

(30)

78 Pernyataan Kepala Sekolah dikuatkan hasil wawancara dengan Puji Sariyanto guru mata pelajaran agama sebagai berikut:

Sutanto selaku komite sekolah menguatkan pendapat kepala sekolah dan guru pendidikan agama.

Berikut hasil wawancara dengan beliau:

Workshop tentang penyelenggaran pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari telah terlaksana dengan baik. Semua guru mendapat kesempatan mengikuti workshop di Semarang. Berdasarkan hasil wawancara ketiga nara sumber tersebut di atas disimpulkan bahwa dengan adanya kebijakan pemerintah untuk

“Secara bergantian dengan waktu yang berlainan guru

SDN I Mangunsari mengikuti workshop untuk

memahami pedoman penyelenggaraan pendidikan

inklusi. Sekolah berencana mengirim semua guru untuk mengikuti workshop. Bekal ilmu yang diperoleh dari workshop inklusi akan kami terapkan di sekolah agar kami tidak salah dalam melaksanakan pendidikan inklusi. Kami mengikuti workshop tidak hanya di BP-Diksus dan LPMP tetapi juga mengikuti di sekolah lain yang menyelenggarakan pendidikan inklusi. Kami juga

mengikuti workshop yang diadakan SMPN 4

Temanggung tujuannya untuk peningkatan tenaga pendidik sekolah inklusi khususnya pada kegiatan belajar mengajar. Biaya yang ditimbulkan diambil dari

dana bantuan ABK (inklusi) dari APBD I”. (wawancara

tanggal 11 April 2015)

“Setelah pendataan siswa kemudian guru-guru secara

bergantian dan bertahap mengikuti workshop di

(31)

79 menyelenggarakan pendidikan inklusi maka Kepala Sekolah berencana mengirim semua guru untuk mengikuti workshop. Hal ini didukung dengan studi dokumen berupa program kerja tahunan (RKT) dan sertifikat. Hambatan yang muncul pada program ini adalah terbatasnya waktu untuk mengikuti program workshop. Ilmu yang diperoleh belum cukup untuk memberi layanan pada ABK.

4.2.2.4 Modifikasi Kurikulum

Modifikasi kurikulum dimaksudkan menyelaraskan kurikulum sesuai dengan kebutuhan siswa khusus. Tujuannya agar anak berkebutuhan khusus mendapat pelayanan kebutuhan sesuai potensi yang dimiliki. Kurikulum yang digunakan di SDN I Mangunsari yaitu kurikulum hasil modifikasi tujuan, materi, proses dan evaluasi. Proses modifikasi kurikulum didahului rapat kerja yang diikuti team penyusun kurikulum. Modifikasi kurikulum dilaksanakan pada awal tahun pelajaran. Penyusunan kurikulum tersebut dibiayai dari APBD I. Team terdiri dari kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, komite sekolah, tokoh masyarakat termasuk bidan desa.

(32)

80 merupakan program layanan yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kelainan yang diderita.Modifikasi kurikulum terdapat pada empat komponen pokok pembelajaran yaitu: tujuan, materi, proses dan evaluasi. Implikasinya pada kegiatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat tiap guru. Setiap guru mempelajari standar isi, standar proses, dan standar penilaian.

Modifikasi tujuan mengacu pada tujuan-tujuan pembelajaran yang ada pada kurikulum standar nasional diselaraskan dengan kebutuhan siswa ABK. Untuk itu siswa ABK mempunyai kompetensi sendiri berbeda dengan siswa normal. Hal tersebut terkait dengan standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi (SK), kompetensi dasar beserta indikator.

Modifikasi materi dimaksudkan untuk menyederhanakan materi disesuaikan dengan kondisi ABK. Dalam hal ini guru harus pandai-pandai membuat program pembelajaran agar ABK dapat mengikuti pembelajaran sesuai dengan kebutuhan kekhususannya. Dasar yang digunakan untuk memahami kondisi ABK adalah hasil tes psikologi.

(33)

81 Modifikasi evaluasi terletak pada sistem penilaian. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada siswa normal dan ABK sama namun untuk bobot soal yang berbeda. Termasuk dalam modifikasi evaluasi adalah kriteria kenaikan kelas dan sistem kelulusan. Pada kurikulum inklusi di SDN I Mangunsari mencantumkan kriteria kenaikan kelas. ABK yang tidak menggunakan kurikulum standar (PPI) kenaikan kelas didasarkan atas umur kalender (dimungkinkan tinggal kelas jika umur belum mencapai batas minimal).

Kriteria kelulusan pada kurikulum SDN I Mangunsari bagi ABK yang tidak menggunakan kurikulum standar tidak perlu diikutkan ujian akhir sekolah bertarap nasional, tetapi diikutkan ujian sekolah (pasal 9, Permendiknas 70/2009) ABK tidak perlu dinyatakan lulus, namun cukup diberi surat keterangan tamat, dan berhak menerima surat keterangan tamat belajar (SKTB).

(34)

82 Hal ini dikuatkan oleh Budiyono Yakobus. Beliau menuturkan:

Komite sekolah menguatkan hal tersebut sebagai berikut

Berdasarkan hasil studi dokumen sekolah telah memiliki dokumen kurikulum I dan 2 secara lengkap. Hal ini dapat dibuktikan adanya dokumen kurikulum yang dipakai di SD tersebut. Pembuatan

“Awal tahun pelajaran SDN I Mangunsari menyusun

kurikulum dengan melibatkan guru,komite sekolah, dan

tokoh masyarakat. Kurikulum yang digunakan

kurikulum standar nasional tetapi dimodifikasi dengan kebutuhan ABK. Kami juga mencantumkan program bimbingan khusus ABK.Kurikulum memakai model modifikasi. Sekolah merubah kurikulum standar nasional yang berlaku untuk siswa reguler untuk disesuaikan

dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus.

Modifikasi terdiri atas empat komponen yaitu: tujuan, materi, proses dan evaluasi. Rencananya sekolah akan melibatkan guru kelas, guru mapel, komite sekolah,

bidan desa, wali murid dan tokoh masyarakat”.

(Wawancara tanggal 11 April 2015)

“Proses penyusunan kurikulum berbeda dengan

kurikulum di sekolah umum. Hal ini disesuaikan dengan

kebutuhan ABK yaitu penyederhanaan materi.

penyesuaian proses pembelajaran, penyesuaian

penilaian, dan rumusan SK, KD, dan indikator”.

Modifikasi ini merupakan pekerjaan yang memakan waktu karena guru harus memahami karakter tiap ABK. Tujuannya agar rencana pengembangan kurikulum dapat

berjalan secara optimal”. (wawancara tanggal 18 April

2015)

“Awal tahun pembelajaran pembuatan kurikulum

melibatkan komite sekolah. Hal ini dibuktikan dengan

daftar hadir penyusunan kurikulum”. (wawancara

(35)

83 kurikulum melibatkan kepala sekolah, guru, dan komite sekolah. Hal ini dibuktikan dengan daftar hadir dan SK kepanitiaan penyusunan kurikulum. Hambatan komite sekolah tidak proaktif dalam kegiatan ini karena memang komite tidak begitu paham dengan kurikulum. 4.2.2.4 Pengadaan sarana dan prasarana

Pengadaan sarana dan prasarana di SDN I Mangunsari sebagai sekolah penyelenggara sekolah inklusi berdasarkan manajemen sarpras. Manajemen sarana dan prasarana meliputi: perencanaan sarana pendidikan penentuan kebutuhan, penyimpanan sarana dan prasarana pendidikan, inventarisasi sarana prasarana pendidikan, penataan sarana dan prasarana pendidikan, pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana pendidikan, pemeliharaan. Sekolah mengadakan rapat dewan guru untuk membentuk panitia perencanaan pengadaan perlengkapan dengan pertimbangan analisa kebutuhan, dana yang dimiliki dengan mempertimbangkan harga pasar. Hasil rapat dewan guru memutuskan pak Puji Sariyanto sebagai pengelola barang.

(36)

84 pengadaan kursi roda untuk siswa tuna ganda, alat music untuk pengembangan bakat vokal, dan alat-alat olahraga, buku bacaan khusus ABK, ruang bimbingan khusus, ruang perpustakaan khusus ABK, jalan permanen untuk anak berkebutuhan khusus dengan ketunaan rangkap, media pembelajaran, alat peraga, komputer, LCD, dan televisi.

Penyimpanan sarana dan prasarana pendidikan dilakukan oleh petugas pengelola barang yaitu menyimpan barang baik yang sudah tusak maupun yang masih baru. Dalam penyimpanan barang petugas pengelola barang tidak hanya menyimpan tetapi mencatat semua barang yang dimiliki sekolah. Penerimaan barang yang baru dibeli diteliti secara fisik maupun administrasi dan membuat berita acara penerimaan. Begitu juga dengan pembelian barang-barang yang didatangkan petugas pasti memeriksa barang, memasukan data pada buku inventaris barang dan membuat berita acara. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:

“Pengadaan sarana dan prasarana kami mengacu pada

manajemen sarpras yaitu perencanaan sarana

pendidikan penentuan kebutuhan, penyimpanan sarana

dan prasarana pendidikan, inventarisasi sarana

prasarana pendidikan, penataan sarana dan prasarana pendidikan, pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana pendidikan, pemeliharaan. Hal ini memang kami lakukan agar sarpras terkelola dengan baik dan tidak ada penyimpangan dalam penggunaannya. Sekolah juga menunjuk petugas pengelola barang sesuai dengan

hasil rapat dewan guru”. (wawancara tanggal 23 April

(37)

85 Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat Budi Yakobus sebagai berikut:

Pendapat tersebut di atas diperkuat lagi dengan pendapat Toto Sarwito sebagai berikut:

Inventarisasi sarana prasarana pendidikan dimaksudkan petugas pengelola barang mencatat semua sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah. Setiap ada pembelian petugas mencatat barang yang masuk dan jika ada barang yang rusak petugas melaukan pendataan. Tujuannya untuk menghitung asset sekolah dan pengendalian barang. Sasaran inventaris barang sebagai analisis kebutuhan, penyimpanan, pengeluaran, masukan, pemeliharaan dan rehabilitasi. Berdasarkan catatan pengelola barang di SDN I Mangunsari selalu mengadakan pengontrolan barang dan memperhitungkan biaya untuk rehabilitasi.

Penataan sarana dan prasarana pendidikan di SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara inklusi di sesuaikan dengan kontek siswa. Penataan sarana dan

“Sarpras sangat penting di sekolah kami sebgai

penyelenggara inklusi karena kami sebagai guru reguler sangat memerlukan sarpras untuk mendukung inklusi terutama alat peraga. Sehubungan dengan itu sekolah menunjuk petugas pengelola barang agar barang yang telah dibeli dapat terawatt degan baik secara fisik maupun administra”. (wawancara tanggal 18 April 2015)

“Sarpras yang dibutuhkan di sekolah inklusi sangat

(38)

86 prasarana pembelajaran mudah dijangkau, jauh dari tepat yang berbahaya, dan lingkungan yang aman. Buku-buku bacaan khusus ABK disimpan di perputakaan umum. Setiap saat kepala sekolah mengadakan pengecekan dan memberikan tugas kepada guru kelas jika barang berada di ruangan kelas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:

Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Toto Sarwito guru kelas tiga yang mempunyai siswa tuna

ganda sebagai berikut:

Pengawasan dan pengendalian sarpras pendidikan inklusi dilaksanakan oleh kepala sekolah. Sasarannya menjamin dan meningkatkan pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi.

“Sebagai kepala sekolah saya memberikan tugas kepada

pengelola barang selain itu saya selalu mengecek sarpras baik barang yang habis pakai, alat peraga, dan sarana gedung. Tujuannya agar sarpras yang ada dalam keadaan siap pakai. Untuk barang habis pakai setiap saat dicek agar pemakaian dapat direncanakan sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk alat peraga diletakan di ruang kelas dengan maksud sewaktu-waktu dibutuhkan mudah mengambilnya tetapi buku-buku bacaan diletakkan di ruang perpustakaan umum tetapi diletakkan pad arak

buku khusus ABK.”. (wawancara tanggal 23 April 2015)

“Petugas pengelola barang mencatat sarana dan

prasarana yang ada di sekolah. Pengadaan alat peraga diletakan di kelas untuk mendukung pembelajaran. Mengenai alat peraga ditata sesuai dengan kebutuhan siswa. Di samping itu kepala sekolah mengecek semua

sarana yang ada di sekolah tujuannya untuk

memperlancar penyelenggarakan pendidikan inklusi di

(39)

87 Pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah SDN I Mangunsari sebagai bahan kajian untuk mengoreksi rencana pengadaan sarana dan prasarana. Selain itu, diadakan rencana perbaikan serta program perencanaan mendatang disempurnakan.

Pemeliharaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan merawat barang agar tetap baik dan siap dipakai. Sekolah menganggarkan pemeliharaan sarana dan prasarana sesuai dengan kondisi barang dan kerusakan yang terjadi. Sarana dan prasarana yang sering dipakai beresiko tinggi kerusakannya seperti barang-barang elektronik. Sarana dan prasarana anak berkebutuhan khusus memerlukan perawatan rutin seperti kursi roda tujuannya agar kursi roda dalam keadaan baik ketika digunakan. Selain itu bangunan, tembok, kusen, pintu dilakukan pengecetan secara berkala. Hal ini sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:

Hal tersebut di atas diperkuat dengan pendapat Puji sariyanto sebagai pengelola barang sebagai berikut:

“Dana yang diterima di SDN I Mangunsari untuk

mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana termasuk

biaya perawatan. Segala sesuatu yang sering

digunakan pasti akan mengalami kerusakan misalnya lap top atau komputer, televisi, DVD/VCD dan kursi roda. Untuk perawatan kursi roda setiap saat dilakukan karena kursi roda dipakai setiap hari. Hal lain yang bersifat permanen perlu juga perawatan misalnya kusen-kusen, pintu, tembok, dan komponen

bangunan gedung sekolah. Pengecetan juga

(40)

88 Kedua pendapat di atas diperkuat lagi dengan pendapat Budiyono Yakobus sebagai berikut:

Hambatan pada komponen proses sarana dan sarana terletak pada penataan buku bacaan khusus ABK dijadikan satu dengan perpustakaan umum.

4.2.2.5.1 Sarana dan Parasarana yang Belum Ada

Sarpras di SDN I Mangunsari sebagai sekolah inklusi jauh dari sempurna. Kebutuhan sarpas sangat mendukung terselenggaranya inklusi. Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:

“Kegiatan perawatan sarana dan prasana bertujuan

untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan sarana dan prasarana tidak bekerja dengan normal.

Membantu agar sarana dan prasarana dapat

digunakan sesuai dengan fungsinya terutama untuk sarpras elektronik. Untuk perawatan terencana seperti perawatan bangunan dapat direncanakan sesuai kurun waktu pendidriannya. Biaya yang dikenakan untuk

kegiatan ini diambilkan dari dana pemerintah”.

(wawancara tanggal tanggal 18 April 2015)

“Sarpras yang digunakan setiap hari tentunya

mengalami kerusakan. Alat-alat elektronik dan buku-buku bacaan untuk anak berkebutuhan khusus memerlukan perawatan secara rutin. Komputer dan lap top perawatannya lebih teliti lagi karena harus memberi anti virus yang disetting setiap bulan. Hambatan pada perawatan sarana buku-buku bacaan ABK disimpan menyatu dengan perpustakaan umum tetapi diletakan di rak buku tersendiri”. (wawancara tanggal 18 April 2015)

“Awal berdirinya sekolah inklusi sarpras yang ada di

sekolah kami masih sangat memperhatinkan.

Perubahan dari sekolah regular menjadi sekolah inklusi memerlukan waktu untuk berbenah diri terutama

sarpras untuk melayani anak berkebutuhan khusus”.

(41)

89 Pendapat ini dikuatkan oleh Budiyono Yakobus sebagai berikut:

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Catur Priyo pengelola perpustakaan sebagai berikut:

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa sarpras di SDN I Mangunsari kurang lengkap terutama ruang bimbingan khusus dan perpustakaan khusus ABK. Untuk menambahkan sarpras sebagai daya dukung sekolah inklusi diprogramkan secara bertahap. Hasil observasi di lapangan sarpras di SDN I Mangunsari belum memadai untuk mendukung program inklusi. Berikut tabel sarpras yang dibutuhkan di SDN I Mangunsari:

Tabel 4.6

Sarpras yang dibutuhkan di SDN I Mangunsari

NO Nama Barang Manfaat

1. Ruang bimbingan khusus

Bimbingan

2. Perpustakaan Khusus ABK

Wacana membaca

3. Komputer/lap top Administrasi inklusi

“Sarpras untuk mendukung inklusi sangat minim

sekali. Sekolah berencana melengkapi sarpras sesuai dengan kebutuhan inklusi namun hal ini memerlukan waktu yang cukup lama. Sarpras inklusi tidak tersedia di sekolah reguler maka dari itu perubahan ini dirasa perlu perencanaan yang matang agar tercapai dengan

maksimal”. (wawancara tanggal 13 April 2015)

“Sebagai petugas perpustakaan saya rasa perlu adanya

perpustaan khusus ABK karena pelayanannya dapat

lebih maksimal. Saya rasa hal ini perlu

dipertimbangkan dalam perecanaan program”.

(42)

90

4. Alat peraga KBM

5. Kursi roda Sarana ABK tuna daksa

6. Whitebord KBM

7. Alat music Mengembangkan bakat ABK

8. Alat olahraga Mengembangkan bakat ABK

9. Ruang UKS Layanan kesehatan

10. LCD Proses KBM

11. TV Media belajar

12. Meja Autis Sarana anak autis

13. DVD dan CD pembelajaran

Rak buku khusus ABK

Sumber: Laporan Kepala Sekolah SDN I Mangunsari

4.2.2.6 Pengadaan Guru Pembimbing Khusus

SDN I Mangunsari sebagai sekolah penyelenggara inklusi tidak memiliki guru pembimbing khusus (GPK). Kehadiran GPK sangat dibutuhkan di SDN I Mangunsari karena GPK memberi dukungan kepada guru kelas dalam menangani anak berkebutuhan khusus (ABK). Sekolah berusaha menghadirkan GPK dari SDLBN Temanggung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Sekolah sebagai berikut:

“Berhubung SDN I Mangunsari belum memiliki GPK

maka rencana kami mendatangkan GPK dari SLB Temanggung. Hal ini dilakukan untuk mendampingi guru kelas dalam menangani ABK. Rencana biaya yang ditimbulkan pada kegiatan ini, kami akan mengambil dari beasiswa ABK.

GPK sangat diperlukan di SDN I Mangunsari namun kehadirannya terbentur dengan biaya. Maka dari itu keuangan dari beasiswa ABK tidak bisa mencukupi untuk sementara GPK dihentikan mungkin kalau ada

dana akan dihadirkan kembali”. (wawancara tanggal 23

(43)

91 Hal ini dibenarkan oleh Yuni Purwaningsih dengan sebagai berikut:

Kedua pendapat tersebut di atas diperkuat dengan pendapat Komite Sekolah sebagai berikut:

Hasil observasi di lapangan selama penelitian, peneliti tidak menemukan kehadiran GPK. Kehadiran GPK di SDN I Mangunsari sebanyak dua kali satu kali datang biaya transport sebesar RP. 75.000,00 per guru. Setiap kali menghadirkan GPK paling tidak tiga guru dengan biaya Rp 225.000,00. Biaya yang ditimbulkan diambil dari bantuan ABK (APBD I). Keadaan ini menjadi faktor penghambat karena beasiswa ABK tidak mencukupi untuk program tersebut.

“ Secara umum sekolah penyelenggara inklusi berbeda dengan sekolah reguler perbedaannya terletak pada peserta didik. Sekolah reguler mempunyai peserta didik dengan kemampuan anak normal. Sedangkan sekolah Sekolah inklusi peserta didik terdiri dari dua kategori yaitu siswa normal dan anak berkebutuhan khusus. Sehubungan dengan itu SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara inklusi membutuhkankan guru khusus yang berasal dari sekolah luar biasa. Atas kesepatan bersama GPK didatangkan dari sekolah luar biasa Temanggung. Sekolah kami tidak memiliki GPK. Sekolah mengadakan GPK bekerjasama dengan SLB Temanggung. Hal ini bertujuan untuk membantu kami selaku guru kelas dalam menangani ABK. Karena memang kami tidak memiliki keahlian khusus tentang pendidikan luar

biasa”. (wawancara pada tanggal 11 April 2015)

SDN I Mangunsari tidak memiliki GPK. Maka tugas yang

sebagai guru kelas”. (wawancara tanggal 18 April 2015)

“Dulu SDN I Mangunsari mendatangkan guru dari SLB

(44)

92 Peran guru pembimbing khusus tidak dapat berjalan secara maksimal maka perannya digantikan oleh guru Kelas. Jumlah guru kelas sebanyak enam guru terdiri dari tiga guru berstatus PNS dan tiga guru berstatus wiyata bakti. Program pembelajaran individual dilaksanakan oleh guru kelas dan kepala sekolah. Proses pembelajaran secara cluster yaitu penyatuan ABK dengan siswa normal setelah pembelajaran usia diberikan pelayanan khusus.

Guru sebagai tenaga pendidik di sekolah penyelenggara inklusi mempunyai rasa tanggungjawab yang besar. Kemauan, kesabaran, dan kemampuan dalam mendidik ABK yang mempunyai karakteristik tersendiri. Implementasinya pada pembelajaran inklusi guru bertindak proaktif. Membimbing siswa untuk saling membantu, menghargai, bekerjasama, dan memahami antara siswa satu dengan lainnya.

Guru kelas membuat rencana pembelajaran untuk semua siswa sehingga kondisi kelas terlihat lebih konduksif. Indikator yang dirumuskan untuk siswa normal dan ABK berbeda. Hal ini dilakukan karena berpedoman pada modifikasi kurikulum. Perumusan indikator disesuaikan dengan ketunaan atau kelainan yang diderita ABK. Begitu pula pada proses pembelajaran diarahkan kepada semua siswa tanpa terkecuali. Dalam hal ini ABK mendapat perhatian lebih dari guru.

(45)

93 evaluasi setelah akhir pembelajaran. Hasil evaluasi dianalisa untuk mengetahui pencapaian kriteria ketuntasan minimal. Selanjutnya guru memperbaiki pencapaian ketuntasan klasikal bagi semua siswanya. Hal ini dibuktikan dengan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum tuntas KKM. Sedangkan siswa yang sudah tuntas diberi pengayaan.

Proses pembelajaran ABK mendapat perhatian ekstra dan diperlakukan sama dengan anak normal. kesulitan yang timbul dari guru kelas dalam proses pembelajaran yaitu kesulitan dalam penanaman konsep. Karena kemampuan anak berkebutuhan khusus dengan siswa berbeda. Anak berkebutuhan khusus dengan ketunaan ADHD atau hiperaktif memerlukan kesabaran yang luar biasa.

Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah tanggal sebagai berikut:

“Berhubung sekolah tidak memiliki GPK maka peran guru

kelas sangat besar. Guru kelas melaksanakan

pembelajaran secara reguler setelah itu baru memberi pembelajaran secara individual. Hal memang dirasa sangat berat. Maka dari itu sekolah memberi honor pada program tersebut. Kendala yang sering muncul ketika guru menangani siswa ADHD. Untuk kategori ADHD memang perlu penanganan khusus yaitu dina sosial dan

(46)

94 Hal ini dikuatkan dengan hasil wawancara dengan guru kelas lima yaitu Eny maryanti sebagai berikut:

Pernyataan guru kelas ini diperkuat dengan pendapat Budiyono Yakobus sebagai berikut:

Hasil observasi di lapangan ditemukan siswa ADHD tidak memiliki kesopanan, suka menyakiti temannya, berbuat sesuka hati, dan tidak bisa diam bahkan berani berkelai dengan guru. Guru kelas tidak memiliki keahlian khusus mengenai penanganan ABK. Keterbatasan ilmu dan waktu menjadi penghambat dalam menangani ABK.

4.2.2.7 Pengalian sumber Dana

Pengalian berbagai sumber dana yang akan digunakan untuk realisasi program adalah pengajuan proposal ke pemerintah pusat maupun daerah. Hasil pengajuan proposal dengan cairnya dana dari Propinsi Jawa tengah lewat BKM anak berkebutuhan khusus atau inklusi. Dana tersebut digunakan untuk

“Memang berat bagi kami yang hanya memiliki sedikit

ilmu tentang pendidikan luar biasa.anak ADHD menjadi beban bagi guru reguler karena anak tersebut sulit dikendalikan dan bertingkah sesuka hati. Tidak satupun guru ditakuti suka menganggu, menyakiti bahkan melukai

teman-temannya. Proses belajarnya tergantung pada mood

saat itu. Timbul mood menulis ia akan terus menulis, mood berhitung seharian akan berhitung. Kalau tidak ada mood anak tersebut berkeliaran di kelas membuat kekacauan. (wawancara tanggal 18 April 2015)

“Seharusnya pemerintah memperhatikan sekolah inklusi

sepenuhnya karena GPK tidak ada di SDN I Mangunsari. Guru kelas tidak memiliki ilmu pendidikan luar biasa

sehingga kami kesulitan dalam menangani ABK”.

(47)

95 operasional ABK, pengadaan sarpras dan perlengkapan sekolah ABK. Selain itu bersama Komite Sekolah merencanakan infaq dari wali murid dan koordinasi dengan pemerintah desa. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:

Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Toto Sarwito sebagai berikut:

Pendapat tersebut di atas diperkuat lagi dengan pendapat Sutanto sebagai komite sekolah. Belaiu menambahkan sumber dana untuk penyelenggaraan pendidikan inklusi masih mencari sumber dana lainnya. Tujuannya agar penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari dapat terlaksana dengan baik.

“Dana yang turun dari APBD I digunakan untuk membeli

sarpras, operasional ABK dan alat-alat sekolah bagi ABK. Karena memang ABK sebagian dari keluarga miskin. Sebagian kami simpan sebagai modal untuk ABK jika sudah lulus dari sekolah. Saya sudah menyiapkan dana

sebesar RP 1.050.000 untuk ABK kelas enam.

Rencananya akan saya belikan kambing sebagai modal kehidupannya. Selain itu sekolah bekerjasama dengan komite sekolah mencari sumber dana lain melalui infaq wali murid dan koordinasi dengan pemerintah desa untuk menambah sarana dan prasarana dalam rangka

pelaksanaan pendidikan inklusi”. (wawanncara tanggal

23 April 2015)

Selama ini kami mengandalkan sumber dana dari pemerintah untuk penyelenggaran pendidikan inklusi. Sumber dana lain akan dibicarakan dengan komite dan masyarakat. Harapan saya sebagai guru penyelenggara inklusi ada perhatian lebih dari pemerintah maupun

(48)

96 Berikut hasil wawancara dengan beliau :

Program kegiatan yang akan dilaksanakan pada pendidikan inklusi sebagai berikut: identifikasi ABK, pengadaan GPK, kelengkapan sarana dan prasarana, kegiatan ekstrakulikuler, biaya pengembangan kurikulum, dan kegiatan workshop untuk meningkatkan kompetensi guru inklusi. Dari hasil ketiga wawancara nara sumber dapat disimpulkan bahwa sekolah mengajukan dana ke pemerintah dan mengadakan kegiatan komite sekolah untuk menggalang dana. Penggalian dana ini dimaksudkan untuk mendukung pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari. Hal ini didukung studi dokumen berupa rencana kerja tahunan (RKT). Hambatan masyarakat kurang pro aktif dalam penggalangan dana.

“Ditunjuknya SDN I Mangunsari sebagai sekolah

penyelenggara inklusi maka saya sebagai komite sekolah mulai berpikir keras untuk mendapatkan dana. Selama ini dana untuk sekolah sangatlah minim. Sekolah mengajukan proposal ke pusat dan saya akan mencari dana lain melalui kegiatan komite sekolah. Proses penggalian dana melalui masyarakat dilakukan dengan jalan meningkatkan infaq. Namun hal ini belum dapat berjalan secara maksimal. Kemudian saya mengadakan koordinasi dengan pemerintah desa Mangunsari. Berkat kesadaran pemerintah desa sekolah mendapat dana

sebanyak Rp. 1.000.000,00”. (wawancara tanggal 19

(49)

97 4.2.2.7.1 Alokasi Dana

Dana yang diperoleh dari APBD I tahun 2010 sebanyak Rp 50.000.000,00. Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:

Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat Budiyono sebagai berikut:

Kedua pendapat itu diperkuat dengan pendapat Toto Sarwito sebagai berikut:

Hal tersebut dapat didukung dengan dokumen anggaran pembiayaan seperti tabel 4.7. Alokasi dana dari APBD I digunakan untuk melaksanakan program pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari.

“Alokasi data diplotkan dengan rencana program inklusi.

Semua rencana kegiatan inklusi yang ditimbulkan tidak terlepas dari pembiayaan. Maka dari itu awal pelajaran

sekolah membuat rencana kegiatan anggaran sekolah”.

(wawancara tanggal 23 April 2015)

“Alokasi dana inklusi disesuaikan dengan rencana

program kegiatan inklusi. Awal tahun pelajarn diadakan

rapat dewan guru untuk membuat anggaran

pembiayaan”. (wawancara tanggal 18 April 2015

“Dana penggunaannya disesuaikan rencana program

inklusi. Ada berapa rencana program yang akan

dilaksanakan dibuat anggaran agar setiap

pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancer”.

(50)

98 Tabel 4.7

Alokasi Dana

NO Kegiatan Dana Sumber

1. Pendataan ABK RP 250.000 APBD I 2. Sosialisasi sekolah

inklusi

Rp 1.000.000 APBD I

3 Pengadaan GPK RP 2.400.000 APBD I

4 Sarana dan prasarana Rp 38.105.000 APBD I 5 Workshop

penyelenggara inklusi

Rp 1.760.000 APBD I

6 Modifikasi kurikulum Rp 3.350.000 APBD I 7 Team pengelola Rp 2.570.000 APBD I

Sumber: laporan keuangan kepala sekolah 4.2.2.8 Program Pencarian Bakat

Program pencarian bakat melalui kegiatan ekstrakulikuler di SDN I Mangunsari Siswa yang mempunyai bakat khusus dikelola dengan baik begitu juga dengan ABK. Penuturan Kepala Sekolah sebagai guru les vokal mengatakan:

Hal ini dikuatkan dengan pendapat Eny Maryanti sesuai dengan hasil wawancara sebagai berikut:

“Kegiatan ekstra untuk ABK dilaksanakan di luar jam pembelajaran. Saya sendiri yang mengadakan ekstra vokal ABK. Prosesnya pelatihannya tidak semudah memberi materi siswa normal perlu kesabaran dalam

pelaksanaannya”. (wawancara tanggal 23 April 2015)

“Kegiatan ekstrakulikuler dilaksanakan dengan tujuan

mengembangkan potensi ABK agar mempunyai

(51)

99 Hal ini dikuatkan oleh Kamsilah sebagai guru olahraga sebagai berikut:

Pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler pada kegiatan vokal terhenti karena siswa ABK yang memiliki bakat tersebut pindah ke sekolah lain. Begitu juga dengan ekstra olahraga karena siswa ABK sulit diberi instruksi, pemberian instruksi perlu pengulangan beberapa kali. Inilah yang menjadi penghambat program pencarian bakat untuk ABK.

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa sumber pada pelaksanaan komponen proses dapat disimpulkan seperti tabel berikut:

Tabel 4.8

Tabel komponen Proses Penyelenggaraan Inklusi

No Kegiatan Waktu Pengelola Biaya Hambat “Berdasar pengamatan selama pembelajaran olahraga,

(52)
(53)

101 bakat

melalui kegiatan ekstra

pembel ajaran

sekolah, guru penjasork es

berbakat pindah sekolah lain Sumber: Laporan tertulis Kepala Sekolah

4.2.2.9 Rencana Pelaksananaan Kegiatan Penelitian Rencana kegiatan penelitian sesuai dengan surat ijin penelitian yang diterbitkan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga untuk melakukan penelitian. Hal ini membuat peneliti segera mengambil tindakan dengan mengambil subjek dan lokasi penelitian di SDN I Mangunsari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. Peneliti memilih SD tersebut karena memang peneliti merasa tertarik karena sekolah tersebut melaksanakan pendidikan inklusi. Ketertarikan peneliti untuk membuat penelitian di SDN I Mangunsari karena sebagai sekolah pelaksana pendidikan inklusi berada di sebuah desa.

(54)

102 Wawancara dengan guru dilaksanakan di sekolah pada waktu istirahat pertama dan istirahat kedua. Sedangkan wawancara dengan kepala sekolah dilaksanakan beberapa kali karena disesuaikan dengan jadwal kegiatan kepala sekolah. Beberapa kali wawancara untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Selain wawancara peneliti melakukan pengamatan atau observasi di lapangan. Untuk mendukung data yang lebih lengkap peneliti mengadakan studi dokumen yang ada di SDN I Mangunsari. Dari beberapa teknik pengumpulan data peneliti mengadakan pengecekan data agar data benar-benar valid.

Peneliti membuat laporan kegiatan evaluasi. Ada beberapa data yang dirasa kurang, peneliti kembali ke lapangan. Data tambahan untuk melengkapi penelitian. Selanjutnya peneliti membuat laopran secara lengkap akhirnya laporan penelitian evaluasi program pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari disusun sesuai prosedur penelitian.

4.2.3

Komponen Produk

4.2.3.1 Pembentukan Team pengelola

Gambar

tabel peserta
Tabel 4.3 Keadaan ABK tahun 2015 SDN I Mangunsari.
Tabel 4.4 Rencana Aksi pengelolaan ABK SDN I Mangunsari
Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Psikologis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun al hadzfu , maka ia menjadi tanda bagi jazm pada fi’il mudhari yang mu’tal akhirnya dan pada fi’il-fi’il yang ketika rafa’nya dengan tetap nun..

Pada umur tebu 6 mst, pemberian air kelapa muda 25, 50, dan 75 % secara nyata mampu menghasilkan diameter tunas bibit tebu yang lebih besar dibandingkan kontrol (tanpa bahan organik)

menjadi responden dalam penelitian ini kualitas produk bukan merupakan variabel yang secara signifikan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen sabun Lux di Surabaya

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas (Current Ratio, Quick Ratio, dan Working Capital to Total Assets), rasio solvabilitas

Rasio ini digunakan untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu.Rasio ini membandingkan antara jumlah persediaan yang ada

Teknik Analisis Korelasi Pearson dan Analisis Regresi Linier Berganda Regresi Linier Berganda Regresi Linier Berganda Regresi Linier Berganda Hasil Bahwa Kualitas

Mengingat metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistic, maka rumusan hipotesis alternatif perlu terlebih dahulu dirubah menjadi hipotesis nol (Ho)

Sasaran dalam asuhan comtinue of care ini adalah Ny “M” GII P10001 32 minggu dengan Kurang Energi Kronis di BPM Minarti Amd.Keb Desa Trawasan Kecamatan Sumobito