• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN 7E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN 7E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN 7E

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

Putu Suarniti Noviantari

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmas Denpasar Email: pts.noviantari@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis tahun ajaran 2015/2016 dan (2) mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika setelah diimplementasikan model pembelajaran 7E. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Subjek peneliian ini adalah siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 37 orang. Data tentang kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikumpulkan melalui tes berbentuk uraian dengan rentangan skor 0-60. Data tentang tanggapan siswa dikumpulkan melalui angket. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis tahun ajaran 2015/2016 mengalami peningkatan dari refleksi awal ke siklus I, dari siklus I ke siklus II, dan dari siklus II ke siklus III. Pada refleksi awal rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah 23,32 (kategori kurang baik) meningkat menjadi 33,16 (kategori cukup baik) pada siklus I, meningkat menjadi 40,11 (kategori baik) pada siklus II dan meningkat menjadi 44,03 (kategori baik) pada siklus III. Selain itu, tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika yang diterapkan tergolong positif.

Kata-kata kunci: model pembelajaran 7E, pemecahan masalah matematika.

ABSTRACT

This undertaking research aimed at (1) knowing the enhanchment of the students’ mathematic problem solving in VII B Class of SMP Negeri 2 Manggis in acadmic year 2015/2016 and (2) describing the students’ response towards the mathematics learning after implementing 7E learning model. This research made use classroom action research which conducted in three cycles. Each cycle consisted of 4 steps namely : plan, action, observation/evaluation, and reflection. The research subjects were the VIIB students at SMP Negeri 2 Manggis in academic year 2015/2016 with total number of students was 37 people. The data about mathematic problem solving ability were collected by administering a test in the form of essay. The data about the students’ response were gathered by questionnaire. The collected data were analyzed descriptively. The findings of the research revealed that the VII B students’ mathematic problem solving ability at SMP Negeri 2 Manggis in academic year 2015/2016 was improved from pre-reflection to cycle I, from cycle I to cycle II, and from cycle II to cycle III. Besides, the students’ response towards the applied mathematics learning was positive.

(2)

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016

21 PENDAHULUAN

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang dipelajari di sekolah merupakan ilmu yang sangat penting. Matematika mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Penguasaan terhadap matematika dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sehari-hari dan meningkatkan daya nalar siswa. Pelajaran Matematika begitu penting, namun masih banyak siswa yang tidak senang bahkan takut mendapat pelajaran matematika. Hal tersebut terjadi karena pelajaran matematika dianggap sulit dan penuh dengan rumus-rumus yang harus dihafal, sehingga pelajaran matematika menjadi tidak bermakna bagi mereka. Seiring dengan perubahan kurikulum, tujuan pembelajaran di sekolah juga mengalami perubahan. Selanjutnya, sesuai dengan tujuan tersebut di atas, diberikan tiga kemampuan yang perlu diperhatikan dalam penilaian yaitu: pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah.

Pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Suherman et. al. (2003:89) menyatakan bahwa pemecahan

masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.

Hudojo (2003) juga menyatakan bahwa suatu keterampilan semacam pemecahan masalah lebih permanen daripada pengetahuan yang hanya diterima dengan informasi saja. Lebih lanjut Hudojo (2003) mengemukakan bahwa, jika seseorang siswa dibiasakan atau dilatih untuk menyelesaikan suatu masalah maka siswa akan mampu mengambil keputusan sebab siswa tersebut menjadi mempunyai

pengalaman dalam mengumpulkan

informasi yang relevan, menganalisa informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti hasil yang diperolehnya. Dari sini dapat dilihat betapa pentingnya posisi pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika.

(3)

pembelajaran di sekolah belum dijadikan sebagai kegiatan utama (Suherman et. al., 2003). Pembelajaran matematika di sekolah, terutama SMP belum mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa yang ditunjukkan dengan rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal esai (uraian) matematika. Siswa SMP masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita matematika (Aryana, 2006). Siswa hendaknya dilatih untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, tidak hanya terkait dengan solusi akhir melainkan juga proses dalam penemuan solusi tersebut. Davis dan McKillip (1980) mengemukakan bahwa jawaban akhir dalam suatu pemecahan masalah memang penting, tetapi yang lebih penting adalah cara (proses)

dalam memecahkan masalah untuk memperoleh jawaban tersebut.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah juga ditemui di SMP Negeri 2 Manggis. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang guru matematika kelas VIIB di SMP Negeri 2 Manggis diperoleh informasi bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa belum mencapai hasil yang diharapkan. Rendahnya

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIIB juga tercermin dari rata-rata nilai raport matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis untuk tiga tahun terakhir, seperti pada Tabel 1. Dari tabel terlihat bahwa

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIIB masih tergolong rendah dibandingkan dengan aspek lain.

Tabel 1. Rata-rata Nilai Raport Matematika Siswa Kelas VIIB SMPN 2 Manggis.

Tahun

Ajaran Semester

Nilai Rata-rata

Rata-rata Aspek

Pemahaman Konsep

Penalaran dan Komunikasi

Pemecahan Masalah

2013/2014 I 55,4 59,6 57,7 57,6

II 59,4 59,6 56 58,3

2014/2015 I 66 66 62,4 64,8

II 67,3 66,8 64 66,0

2015/2016 I 68,6 65,7 64,7 66,3

(4)

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016

23 Selain itu, peneliti juga memberikan tes awal kepada 37 orang siswa di kelas tersebut yang berupa tes kemampuan pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebelum diberikan tindakan. Dilihat dari tes awal yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada tes awal sebesar 38,9 yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal sekolah yaitu 60,0.

Terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebagai faktor penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis sebagai berikut. 1). Siswa kurang menguasai konsep matematika yang sudah pernah diajarkan. Hal tersebut disebabkan karena cara belajar siswa yang masih menghafalkan rumus-rumus dan mengacu pada keterampilan menyelesaikan soal objektif tanpa didukung penguasaan konsep yang mantap, serta kurang diperhatikannya pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran; 2). Siswa cenderung bersikap pasif dalam mengikuti pembelajaran. Dalam memecahkan masalah yang diberikan siswa cenderung terpaku pada contoh-contoh penyelesaian yang

diberikan oleh guru dan hanya menunggu penyelesaian yang diberikan oleh guru tanpa adanya usaha untuk bertanya pada teman ataupun guru yang mengajar apabila ada yang tidak dimengerti. Jawaban akhir dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai tanpa memperhatikan proses karena hanya berfokus pada jawaban. Siswa sering kali salah dalam memilih tekhnik penyelesaian yang sesuai. Hal tersebut akan berdampak pada kemampuan pemecahan masalah siswa.

Berbagai usaha sudah dilakukan guru dalam mengatasi permasalahan di atas, salah satunya dengan melakukan tanya jawab/diskusi dalam kelas. Namun usaha tersebut belum mampu merangsang siswa untuk mau terlibat aktif dalam pembelajaran, karena siswa yang menjawab pertanyaan guru cenderung didominasi oleh beberapa orang siswa saja, sementara siswa yang lain hanya mendengarkan dan mencatat jawaban dari temannya tersebut.

(5)

memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkontruksi sendiri pengetahuannya, mampu menumbuhkembangkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsep yang diajarkan dan dapat memecahkan masalah matematika. Sebagai alternatif, dapat diterapkan model pembelajaran 7E. Model

pembelajaran 7E adalah model

pembelajaran yang merupakan

pengembangan dari model pembelajaran 5E (Einsenkraft, 2003). Model pembelajaran 7E ini sesuai dengan pandangan kontruktivis dalam pembelajaran yang mana siswa sendirilah yang aktif dalam pembelajaran terlebih dahulu, membangun pengetahuan sesuai dengan cara berfikirnya, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya. Model pembelajaran 7E terdiri dari 7 fase yaitu elicit (menggali), engagement (pengikutsertaan), eksplorasi, eksplanasi, elaborasi, evaluasi dan extend (perluasan). Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk mau terlibat aktif dengan bekerjasama, berdiskusi dan berinteraksi dengan anggota kelompoknya masing-masing. Siswa juga akan diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya sehingga apabila

terdapat perbedaan persepsi mengenai konsep yang dibahas akan dapat diketahui dan dapat diperbaiki untuk memperoleh

konsep yang benar. Dengan

mempresentasikan hasil kerja kelompoknya siswa dituntut memiliki tanggungjawab dalam mengerjakan permasalahan yang diberikan sehingga siswa menjadi lebih tertarik dan tertantang dalam mengerjakannya. Ketertarikan siswa sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemecahan masalah. Selain itu, dengan diberikan secara teratur soal-soal latihan pengembangan dari konsep yang sudah diperoleh dan dengan langkah-langkah seperti yang diungkapkan oleh Polya akan menuntun siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat ditingkatkan.

METODE PENELITIAN

(6)

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016

25 Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Manggis. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis semester I tahun ajaran 2015/2016. Siswa kelas VIIB diambil sebagai subjek penelitian karena di kelas ini ditemukan permasalahan-permasalahan seperti yang diuraikan pada latar belakang. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah (1) kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, (2) tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran 7E.

Berdasarkan prosedur penelitian tindakan, dalam hal ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu refleksi awal dan pelaksanaan penelitian. Berikut ini akan diuraikan masing-masing secara lebih mendetail.

a. Refleksi Awal

Sebelum merumuskan rancangan penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan observasi ke lapangan, dalam hal ini adalah observasi dan wawancara dengan guru matematika kelas VIIB SMP Negeri 2

Manggis terhadap pelaksanaan

pembelajaran matematika di kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis. Berdasarkan hasil temuan di lapangan (hasil observasi dan wawancara) dapat diindikasi beberapa

permasalahan sebagai berikut. 1). Siswa kurang menguasai konsep matematika yang sudah pernah diajarkan. Hal tersebut disebabkan karena cara belajar siswa yang masih menghafalkan rumus-rumus dan kurang diperhatikannya pengetahuan awal siswa. 2). Siswa cenderung bersikap pasif dalam mengikuti pembelajaran matematika di kelas sehingga usaha untuk menemukan sendiri pemecahan suatu masalah masih kurang.

Selain observasi dan wawancara dilakukan juga diskusi dengan guru bersangkutan untuk mendapatkan suatu kesepakatan mengenai tindakan yang akan dilakukan terkait dengan permasalahan yang dihadapi kelas tersebut. Dari diskusi tersebut didapatkan kesepakatan bahwa untuk memecahkan masalah di atas akan dilaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran 7E sebagai

upaya meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa.

b. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu sebagai berikut.

1. Persiapan

(7)

1). Menyamakan persepsi dengan guru matematika kelas VIIB mengenai implementasi model pembelajaran 7E; 2).

Menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan model pembelajaran 7E; 3). Menyiapkan LKS yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. 4). Menyusun instrumen penelitian yang berupa tes bentuk uraian untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa serta pedoman pemberian skornya, dan menyusun angket tanggapan siswa terhadap implementasi

model pembelajaran 7E; 5).

Mengelompokkan siswa ke dalam kelompok yang kemampuan akademiknya bersifat heterogen. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa.

2. Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini dilaksanakan suatu tindakan yang terbagi menjadi tiga siklus. Tindakan yang dilakukan pada setiap siklus adalah sebagai berikut.

Siklus I

Siklus I dilaksanakan selama 4 kali pertemuan yaitu 3 kali pertemuan untuk pelaksanaan pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk pelaksanaan tes. Materi yang dibahas pada siklus I adalah bilangan bulat dan lambangnya, penjumlahan

bilangan bulat, pengurangan bilangan bulat dan perkalian bilangan bulat.Dalam siklus I ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut.

1. Perencanaan Tindakan

Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap perencanaan pada siklus ini adalah seperti yang dilakukan pada tahap persiapan di atas.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini, guru (praktisi) melaksanakan pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan, yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada model pembelajaran 7E sebagai upaya untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa.

3. Observasi dan Evaluasi

(8)

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016

27 peneliti bersama guru melakukan evaluasi terhadap hasil yang telah dicapai dari penerapan tindakan yang telah direncanakan, sehingga dapat dirumuskan kembali penyempurnaan tindakan yang telah dilakukan.

4. Refleksi

Pada akhir siklus I dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan. Acuan yang digunakan dalam refleksi ini adalah hasil observasi dan evaluasi pembelajaran pada siklus I. Pada tahap ini peneliti bersama guru yang bersangkutan mengadakan pertemuan untuk mengkaji hasil tindakan dan hambatan-hambatan serta kekurangan-kekurangan dari tindakan yang telah dilakukan pada siklus I. Hasil refleksi ini digunakan sebagai pedoman untuk memperbaiki serta menyempurnakan perencanaan pelaksanaan pada siklus II. Siklus II

Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II pada dasarnya sama dengan kegiatan pada siklus I, hanya saja pada siklus ini tindakan yang dilakukan adalah merupakan penyempurnaan dari tindakan yang dilakukan pada siklus I. Dengan demikian, pada siklus II ini akan dapat ditemui berbagai penyempurnaan dari siklus I. Selanjutnya, hasil refleksi pada

akhir dari siklus II akan digunakan sebagai dasar untuk menyempurnakan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus III. Siklus III

Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus III pada dasarnya sama dengan kegiatan pada siklus II, hanya saja pada siklus ini tindakan yang dilakukan adalah merupakan penyempurnaan dari tindakan yang dilakukan pada siklus II. Dengan dilaksanakannya tindakan pada siklus III maka tindakan yang dilaksanakan telah mengalami penyempurnaan sebanyak 2 kali dan diharapkan telah mampu mencapai tujuan dari penelitian ini, yaitu semua permasalahan yang dirumuskan di atas telah terpecahkan. Pada akhir siklus III ini akan dilakukan suatu refleksi yang merupakan refleksi akhir untuk merumuskan hasil dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini.

(9)

dan langkah-langkah tersebut dimodifikasi dari Sutawidjaja (1998). Apabila siswa menyelesaikan satu permasalahan dengan benar maka skor totalnya adalah 12. Siswa diberikan 5 soal sehingga rentang skor yang mungkin diperoleh adalah 0-60.

Data mengenai tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran 7E dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner atau angket tanggapan siswa yang disebarkan kepada siswa pada akhir siklus III

Analisis data kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa dilakukan secara deskriptif berdasarkan rata-rata skor (X ), mean ideal (MI), dan standar deviasi ideal (SDI).

Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa (X ) dihitung dengan rumus berikut.

N X X

n

i i

 1

Keterangan:

X = skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah.

i

X = skor kemampuan pemecahan masalah masing-masing siswa.

N = banyak siswa

Rumus untuk mean ideal (MI) dan standar deviasi ideal (SDI) adalah sebagai berikut. MI = ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah

ideal)

SDI = 1/6 (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditentukan dengan menghitung rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Tes uraian yang diberikan terdiri dari 5 butir soal. Tiap butir memiliki skor maksimal 12 dan minimal 0, sehingga skor tertinggi ideal adalah 60 dan skor terendah ideal adalah 0. Dengan demikian dapat dihitung MI dan SDI, yaitu sebagai berikut.

MI = ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) = ½ (60 + 0) = 30

SDI = 1/6 (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) = 1/6 (60 + 0) = 10

Dengan demikian penggolongan

peningkatan kemampuan pemecahan masalah di atas menjadi:

Tabel 2. Kriteria Penggolongan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

No Kriteria Kategori

1 45 ≤ X

Sangat baik

(10)

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016 (Nurkancana & Sunartana, 1992)

Untuk melihat seberapa peningkatan

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa, maka rata-rata skor

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa pada siklus I dibandingkan dengan rata-rata skor siswa pada tes awal. Jika rata-rata skor

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa meningkat dari rata-rata skor pada tes awal dan berada pada kategori minimal baik maka penelitian tindakan dikatakan berhasil.

Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan dilakukan melalui analisis deskriptif terhadap pendapat siswa yang tertuang dalam angket. Data tentang tanggapan siswa dianalisis berdasarkan skor rata-rata pendapat siswa (P), mean ideal (MI), dan standar deviasi ideal (SDI). Rata-rata tanggapan siswa (P) dihitung dengan deviasi ideal (SDI) adalah sebagai berikut. MI = ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)

SDI = 1/6 (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)

Angket tanggapan siswa dalam penelitian ini terdiri dari 10 butir pernyataan. Tiap butir memiliki skor maksimal 5 dan minimal 1. Dengan demikian skor tertinggi ideal adalah 50 dan skor terendah ideal adalah 10. Sehingga dapat ditentukan mean ideal (MI) dan standar deviasi ideal (SDI), yaitu:

MI = ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) = ½ (50 + 10) = 30

SDI = 1/6 (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) = 1/6 (50 + 10) = 10

Berdasarkan MI dan SDI dari skor tanggapan siswa, penggolongan pendapat siswa di atas menjadi:

Tabel 3. Kriteria Penggolongan

Tanggapan Siswa

No Kriteria Kategori

1

P= rata-rata skor tanggapan siswa i

(11)

4 15 ≤ P < 25 Kurang positif 5

P < 15

Sangat kurang positif (Nurkancana & Sunartana, 1992)

Skor rata-rata tanggapan siswa yang diperoleh dari perhitungan dibandingkan dengan kriteria penggolongan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan dapat ditentukan tanggapan siswa selama proses belajar mengajar. Kriteria keberhasilan untuk tanggapan siswa adalah jika dari analisis diperoleh kategori tanggapan siswa minimal positif.

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah apabila dari analisis data

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa diperoleh rata-rata skor

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa meningkat dari rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika pada tes awal dan berada pada kategori minimal baik dan dari analisis data tanggapan siswa diperoleh kategori tanggapan siswa minimal positif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Terdapat dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu pemahaman konsep matematika dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan. Ringkasan rata-rata skor

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa selama penelitian disajikan dalam Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika

Tahapan Total Skor

Rata-rata

Skor Kategori Refleksi

Awal 863 23,32

Kurang Baik Siklus I 1227 33,16 Cukup

Baik Siklus II 1484 40,11 Baik Siklus III 1629 44,03 Baik

Data mengenai tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan dikumpulkan di akhir siklus III dengan menggunakan angket yang terdiri dari 10 pernyataan. Berdasarkan data tersebut diperoleh rata-rata skor tanggapan siswa sebesar 38,92. Jika dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan maka skor rata-rata tersebut menunjukkan tanggapan siswa yang positif terhadap pembelajaran yang diterapkan.

Pembahasan

(12)

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016

31 masalah matematika siswa pada siklus I belum memenuhi kriteria yang ditetapkan walaupun sudah mengalami peningkatan dari hasil tes awal. Rata-rata skor

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa sebelum tindakan belum memenuhi kriteria, yaitu sebesar 23,32 dan berada pada kategori kurang baik.

Hasil analisis tindakan siklus I menunjukkan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mengalami peningkatan dari refleksi awal, yaitu 23,32 (kategori kurang baik) menjadi 33,16 (kategori cukup baik). Rata-rata skor pemahaman konsep matematika siswa pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan karena adanya beberapa kekurangan sebagai berikut.Pertama, ada beberapa siswa dalam satu kelompok yang belum begitu akrab karena kelas yang baru terbentuk sehingga dalam berdiskusi mereka masih terlihat canggung dan belum melaksanakan diskusi kelompok secara optimal. Siswa juga belum terbiasa dengan cara penyajian masalah dalam LKS sehingga siswa mengalami kesulitan dalam memahaminya. Kedua, siswa belum terbiasa menyelesaikan masalah yang diberikan melalui tahap-tahap pemecahan masalah yang diharapkan.

(13)

satu kesatuan yang utuh, sebab ketidakmampuan dalam salah satu langkah akan berpengaruh pada hasil secara keseluruhan. Ketiga, guru (praktisi) mengarahkan agar siswa yang memiliki kemampuan yang lebih baik untuk membantu menjelaskan pada temannya yang kurang mengerti sehingga siswa tersebut dapat belajar untuk menyampaikan pendapat. Presentasi hasil kerja kelompok dilakukan oleh perwakilan kelompok yang ditunjuk secara acak oleh guru (praktisi). Keempat, guru (praktisi) mengarahkan siswa dalam membuat simpulan dengan memberikan pertanyaan pancingan yang mengarah pada simpulan yang diharapkan. Dalam diskusi kelas, guru (praktisi) menunjuk siswa secara acak untuk menyimpulkan konsep-konsep yang telah dipelajari. Guru (praktisi) menegaskan dan mengklarifikasi jawaban siswa agar terjadi persamaan persepsi tentang konsep yang terkandung dalam pokok bahasan yang sedang dibahas.

Berdasarkan perbaikan tindakan yang dilaksanakan pada siklus II terlihat bahwa terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pada siklus II rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

(14)

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016

33 untuk indikator IV (memeriksa kembali). Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ditemui pada siklus II, peneliti bersama dengan guru mendiskusikan perbaikan tindakan untuk selanjutnya diterapkan pada siklus III. Berdasarkan hasil diskusi tersebut, perbaikan tindakan yang diambil untuk dilaksanakan pada siklus III adalah sebagai berikut. Pertama, memperketat waktu pengerjaan LKS sehingga siswa akan termotivasi dan lebih serius mengerjakan LKS. Kedua, presentasi hasil kerja kelompok dilakukan oleh perwakilan kelompok yang ditunjuk secara acak oleh guru (praktisi) dan guru (praktisi) juga memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan hasil yang mereka peroleh. Ketiga, guru (praktisi) memotivasi siswa, yaitu dengan menegaskan bahwa penilaian kelompok tidak hanya ditinjau dari pengerjaan LKS saja tetapi juga dari aktivitas siswa selama berdiskusi sehingga setiap siswa bertanggungjawab terhadap kemajuan yang akan dicapai kelompoknya. Guru (praktisi) memberikan penghargaan dan nilai tambah pada siswa yang menjawab dengan benar. Hal ini diharapkan dapat memicu rasa percaya diri siswa. Guru (praktisi) juga senantiasa mengingatkan siswa bahwa masing-masing tahap

penyelesaian masalah memiliki kedudukan yang sama penting, sehingga setiap tahapan harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik.

Penyempurnaan yang dilakukan pada siklus III mampu meningkatkan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pada siklus ini rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mencapai 44,03 dan berada pada kategori baik. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa kemampuan siswa dalam memecahan masalah mengalami peningkatan dari refleksi awal dan dari siklus ke siklus. Rata-rata tanggapan siswa terhadap matematika setelah diimplementasikan model pembelajaran 7E sebesar 38,92. Berdasarkan kriteria penggolongan tanggapan siswa secara umum tergolong positif.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.

(15)

kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis tahun ajaran 2015/2016. Pada siklus I rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah 33,16 (kategori cukup baik), meningkat menjadi 40,11 (kategori baik) pada siklus II, dan menjadi 44,03 (kategori baik) pada siklus III.

2. Siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis tahun ajaran 2015/2016 secara klasikal memberikan tanggapan yang positif terhadap implementasi model pembelajaran 7E. Secara rinci, 5,41% siswa memberikan tanggapan sangat positif terhadap pembelajaran yang diterapkan, 86,49% memberikan tanggapan positif, dan 8,11% memberikan tanggapan cukup positif.

Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, disampaikan saran-saran sebagai berikut. 1. Diharapkan kepada guru kelas VIIB

untuk tetap mengimplementasikan model pembelajaran 7E sebagai salah satu model pembelajaran alternatif. 2. Kepada pembaca yang berminat

melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai model pembelajaran 7E,

dapat melakukan penelitian dengan tempat dan subjek yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Aryana. (2006). Penerapan Kerangka Pembelajaran TANDUR Disertai Strategi Polya Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIIA SMP Negeri 4 Sukasada. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Pendidikan MIPA. IKIP Negeri Singaraja.

Budiningarti, H. (1998). Pengembangan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pembelajaran Fisika SMU. Tesis (tidak diterbitkan). Pendidikan Matematika Konsentrasi Sains. Program Pasca Sarjana. IKIP Negeri Surabaya.

Dafis, E. J. dan W. D. McKillip. (1980).

”Improving Story-Problem Solving In

Elementary Scholl matemathics”.

Problem Solving In Scholl Matemathics. National Council Of Teacher Matematic (NCTM).

Depdiknas. (2006). Peraturan

Pemerintahan RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Cemerlang.

Dasna, I W. dan F. Fajaroh. (2007). Pembelajaran Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). http:// www. lubisgrafura.wordpress.com. (diakses tanggal 8 Mei 2014)

Eisenkraft, A. (2003). The Science Teacher

(16)

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016

35

Model Emphasizes” Transfer Of

Learning And The Importance Of Eliciting Prior Understanding.

http://www. Its about

time.com/html/ap/einsenkraftst pdf. (diakses tanggal 12 Januari 2014) Ersoy, M. & K. Yenilmez. (2008). Opinions

Of Mathematics teacher Candidates Towards Applying 7E Intructional Model On Computer Aided Instruction Environments. Vol.1,No,1 ISSN:1694-609x. www.e-iji.net. International Journal Of Instruction. (diakses tanggal 8 Mei 2014)

Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Edisi Revisi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Kemmis, S & Taggart, R. MC. (1998). The Action Research Planner. Geelong Victoria: Deakin University.

McDonald, R. P. (1999). Test Theory: A Univied Treatment. London: University Of Illinois At Urbana-Campaign

Merthakari, N K. (2005). Penggunaan Media Manipulasi Sebagai Sarana Pembelajaran Matematika Berwawasan Lingkungan Dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Pemecahan Masalah Bagi Siswa kelas

II SD No 5 Penerukan. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Pendidikan MIPA. IKIP Negeri Singaraja.

Nurkancana, I W. dan Sunartana, P.P.N. (1992). Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.

Sariyasa. (2006). Pemecahan Masalah Dalam Matematika. Makalah Dalam Seminar Akademik HMJ Pendidikan Matematika. Universitas Pendidikan Ganesha. 14 Oktober 2006.

Slavin, R. (1997). Educational Psychology Theory and Practice. Fifth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Suherman, E. et. al. (2003). Strategi Belajar Mengajar Matematika Kontemporer. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah. Suparno, P. (2001). Teori Perkembangan

Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Sutawidjaja, A. (1998). Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Program Pascasarjana. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja (tidak diterbitkan).

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Nilai Raport Matematika Siswa Kelas VIIB SMPN 2 Manggis.
Tabel 3. Kriteria Penggolongan

Referensi

Dokumen terkait

Tugas Akhir yang berjudul “ Optimasi Geometri Rotating Disk Guna Minimasi Tegangan Geser Maksimum Dan Tegangan Von-misses ” ini. dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan

Hasil yang diperoleh adalah dari hasil percobaan dan pengujian maka dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum proses pelapisan nikel dengan menggunakan campuran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, terdapat 2 rasio keuangan yang signifikan, yaitu Current Ratio dan Debt to Total Asset , hal ini berarti kedua rasio tersebut

a.) Lokal: konflik antarindividu atau kelompok dlm lingkup relative sempit, spt satu desa, kota, kecamatan dll. Penyebab: konflik individu/kelompok dlm politik, ekonomi,

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Dalam konteks ini, David Holmes (2005) menyatakan bahwa dalam media lama pengguna atau khalayak media merupakan khalayak yang pasif dan cenderung tidak mengetahui

Selain itu pasien juga tinggal sendiri di tempat kost nya saat ini, karena suaminya sedang bekerja berlayar selama 2 tahun di Jepang, sehingga hal ini mewajibkan pasien untuk

Kesimpulan penelitian ini adalah efektivitas pelayanan dalam kegiatan pendaftaran tanah secara sporadik di Kantor Pertanahan Kota Medan masih kurang efektif karena