• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGAPA ADA KEJAHATAN KEJAHATAN DARI PER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENGAPA ADA KEJAHATAN KEJAHATAN DARI PER"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MENGAPA ADA KEJAHATAN?

KEJAHATAN DARI PERSPEKTIF KEKRISTENAN

1. Pendahuluan

Masalah kejahatan adalah masalah yang dialami oleh banyak orang, bahkan semua orang mengalaminya. Tidak hanya orang yang jahat tetapi juga dialami oleh orang yang baik. Banyak orang mempertanyakan hal ini, mengapa orang baik dapat mengalami hal yang jahat? Seperti yang dikatakan Harold S. Kushner dalam bukunya When Bad Things Happen to Good People bahwa tidak hanya orang yang bermasalah yang mempertanyakan mengenai kejahatan tetapi hampir semua orang mempertanyakan mengenai kejahatan.1 Hal ini tidak hanya menjadi pertanyaan yang biasa seperti pertanyaan pada umumnya namun pertayaan ini juga menjadi masalah yang besar bagi orang-orang yang ingin mempercayai Tuhan.2

Kejahatan menjadi penghalang bagi mereka untuk mengenal Tuhan. Bahkan bagi beberapa orang sangat sulit untuk mempercayai Tuhan, sebab banyaknya kejahatan yang mereka alami. Tidak hanya itu beberapa orang yang sudah percaya menjadi kembali ragu setelah mengalami hal-hal yang buruk (kejahatan) dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu kejahatan terus menjadi pertanyaan yang sulit dijawab dan terus menjadi perdebatan hingga hari ini.

Kejahatan bukan sekedar pelbagai perbuatan bukan baik yang keluar dari hati manusia yang amburadul, melainkan inti keras dan jahat di dalam perbuatan-perbuatan itu. Kejahatan adalah sikap yang menolak tarikan hati nurani, yang dengan sengaja mau

melakukan kejahatan, kekejian, kekejaman, ketidakadilan meskipun menyadari bahwa sikap-sikap itu jahat. 3 Jadi, kejahatan terletak pada kehendak manusia yang tidak mau bersikap baik.

Bagi John G. Stackhouse, kejahatan dapat dibagi menjadi dua yaitu kejahatan alami/ kejahatan natural dan kejahatan moral manusia.4 Kejahatan alami atau natural adalah

kejahatan yang terjadi diluar diri manusia. Dalam hal ini kejahatan yang sering dikatakan kejahatan alami adalah bencana alam dan penyakit, kedua hal ini dikatakan kejahatan alami karena terjadi diluar tanggung jawab manusia, manusia tidak berandil didalamnya. Kejahatan

1 Harold S. Kushner, When Bad Things Happen to Good People (New York: Avon Books, 1989), 6.

2 Kushner, When Bad Things Happen to Good People, 6-7.

3 Franz Magnis Suseno, Menalar Tuhan (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 218.

(2)

ini bukan salah makhluk ciptaan melainkan mungkin ini adalah kesalahan Tuhan.5 Sedangkan kejahatan moral adalah kejahatan akibat rusaknya moral manusia, kejahatan seperti ini terjadi karena kesalahan manusia dan ini adalah tanggung jawab dari manusia yang melakukannya. Jadi kejahatan adalah tidak adanya kebaikan baik dari manusia (kejahatan moral) maupun alam atau dari hal lain yang manusia sendiri tidak dapat mengerti (kejahatan alami).Semua kejahatan yang terjadi tidak pernah lepas dari penderitaan, kejahatan yang terjadi selalu menyebabkan manusia menderita, baik itu kejahatan natural maupun kejahatan moral. Penderitaan selalu menjadi ujung dari kejahatan, tidak ada kejahatan yang tidak berujung pada rasa sakit atau penderitaan.6

Isu kejahatan membawa kita untuk bertanya mengenai Tuhan. Pertanyaan , mengenai Tuhan menjadi hal penting karena pada abad 21 ini hal mengenai“Tuhan” menjadi lebi mendesak. Mendesak karena pada masa pencerahan, di abad 17 dan 18, filsafat menjadi lebih kristis terhadap agama, Tuhan tidak lagi menjadi objek diskursus filsafat. Filsafat sampai kepada pengertian bahwa agama adalah urusan masing-masing pribadi. Tidak hanya itu, masalah ketuhanan ini bagi kaum yang percaya, juga menjadi masalah karena mereka tidak mau membicarakan Tuhan secara rasional dan berhenti pada pengertian bahwa Tuhan dipercayai hanya melalui iman, Tuhan tidak bisa dipikirkan dan sama sekali nalar itu tidak bisa sampai kepada Tuhan.7 Kenyataannya Tuhan tidak bisa dijangkau oleh nalar manusia tetapi sesungguhnya iman Kristen bukanlah iman yang tidak rasional. Berpikir mengenai Tuhan bukanlah hal yang salah, karena memang orang Kristen perlu

mempertanggungjawabkan imanya kepada Tuhan dan sesama, sehingga tidak cukup dengan hanya dengan mengatakan percaya melalui iman.

2. Pandangan Mengenai Kejahatan

Masalah kejahatan ternyata telah menjadi pertanyaan sejak lama dan dialami oleh semua orang disegala abad dan tempat. Banyak kejahatan yang terjadi dan membuat manusia menderita, hidup manusia menjadi kacau dan tidak tenang. Kejahatan yang dimaksudkan dalam hal ini, tidak hanya kejahatan yang dilakukan oleh orang lain namun kejahatan yang terjadi secara “alami” atau kejahatan natural. Seperti yang Hume katakan mengutip perkataan Damae bahwa meskipun manusia mengalami hinaan-hinaan eksternal dari luar dirinya namun

5 Stackhouse, Bisakah Tuhan Dipercaya?, 43.

6 Stackhouse, Bisakah Tuhan Dipercaya?, 51-52.

(3)

yang dari dalam tubuh jauh lebih mengerikan, seperti penyakit yang menyerang manusia dan membuat manusia merasakan penderitaan yang hebat.8 Manusia memang mengalami

penderitaan sebagai akibat dari kejahatan yang disebabkan oleh orang lain di sekitarnya dan hal-hal yang ada di luar dirinya tetapi manusia juga mengalami banyak sekali kejahatan yang timbul dari dalam dirinya seperti halnya pada bagian ini Damae menyebutkannya sebagai penyakit. Bagi Hume yang mengutip Damae, ini adalah salah satu kejahatan yang terjadi begitu saja (natural) dan tidak dapat dihindari sehingga ini menjadi masalah yang serius dan menjadi pertanyaan besar, bagaimana ini bisa terjadi dansiapa yang membiarkan atau apa yang menyebabkan manusia bisa mengalami penderitaan. Pertanyaan ini membawa Hume pada pertanyaan yang paling mendasar yaitu mempertanyakan mengenai Tuhan yang adalah sumber dari segalanya. Pertanyaan Hume mengenai Tuhan dimulai dengan mengutip

perkataan Epicurus mengenai kejahatan dan Tuhan,

Epicurus’s old questions are yet unanswered. Is he willing to prevent evil, but not able? Then is he impotent. Is he able, but not willing? Then is he malevolent. Is he both able and willing? Whence then is evil?”9

Bagi Hume dan Epicurus kemahakuasaan Tuhan, kebaikan-Nya dan kejahatan adalah hal yang bertentangan. Tuhan tidak mungkin mahabaik jika Dia mengizinkan kejahatan, dan Tuhan tidak mungkin mahakuasa jika Dia tidak bisa menghilangkan kejahatan. Oleh karena itu, kenyataan bahwa kejahatan tetap ada mau menyatakan bahwa salah satu pernyataan mengenai kemahabaikan atau kemahakuasaan Tuhan adalah salah.Tidak mungkin ada Tuhan yang mahabaik dan mahakuasa tetapi pada saat yang sama terdapat kejahatan. Bagi Hume satu-satunya cara untuk mendukung kemahabaikan Tuhan hanya dengan menyangkali adanya penderitaan dan kejahatan yang menimpa manusia.10 Paling tidak salah satu pernyataan itu adalah salah.

Hume memandang lebih jauh dengan mempertanyakan hal ini karena melihat dari sisi akibat yang ditimbulkan dari kejahatan yaitu penderitaan,

“why is there any misery at all in the world? Not by chance, surely. From some cause then. Is it from the intention of the Deity? But he is perfectly benevolent. Is it contrary to his intention? But he is almighty”11

8 David Hume, Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings, ed. Dorothy Coleman (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), 71.

9 Hume, Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings, 74.

10 Hume, Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings, 75.

(4)

Hume bertanya mengapa ada penderitaan dan darimana asal penderitaan itu. Apakah kejahatan itu berasal dari yang Ilahi? Tapi Dia sempurna dalam kebaikan-Nya. Apakah Dia tidak bisa menghilangkannya? Tapi dia mahakuasa. Jadi darimana asalnya kejahatan yang menyebabkan penderitaan itu? Hume bahkan melihat hal yang lebih besar lagi, dimana bagi Hume, sejak seseorang dilahirkan dan masuk ke dalam dunia, dia masuk melalui pintu pertama yaitu penderitaan dan hal itu akan terus hadir dalam kehidupannya. Hal yang sama dialami oleh orang tuanya sampai pada akhir kehidupannya.12 Penderitaan tidak hanya dialami oleh orang yang sudah dewasa, orang yang sudah tahu banyak hal tetapi bahkan sudah dialami oleh anak-anak yang tidak tahu apa-apa, seseorang yang belum disentuh oleh rusaknya dunia. Ini juga adalah salah satu kejahatan natural. Kejahatan natural ini tidak bisa berasal dari manusia sehingga ini pastilah dilakukan oleh orang atau sesuatu yang lain yang lebih besar dari manusia dan pastilah ini dilakukan oleh Tuhan. Hume menyatakan hal ini dengan menggambarkan dunia ini sebagai rumah dengan semua masalah yang ada di dalamnya, dan Tuhan sebagai arsitek dari rumah tersebut.

Did I show you a house or palace, where there was not one apartment convenient or agreeable; where the windows, doors, fires, passages, stairs, and the whole economy of the building were the source of noise, confusion, fatigue, darkness, and the extremes of heat and cold; you would certainly blame the contrivance, without any farther examination. The architect would in vain display his subtlety, and prove to you, that if this door or that window were altered, greater ills would ensue. What he says, may be strictly true: The alteration of one particular, while the other parts of the building remain, may only augment the

inconveniences. But still you would assert in general, that, if the architect had had skill and good intentions, he might have formed such a plan of the whole, and might have adjusted the parts in such a manner, as would have remedied all or most of these inconveniences.13

Sama seperti dunia ini, jika ada sesuatu yang tidak beres, jika dunia ini mengalami masalah dan jika Tuhan adalah arsiteknya maka Dia yang akan disalahkan dan dimintai

pertanggungjawaban. Dan jika Tuhan memiliki maksud yang baik bagi dunia ini dan memang Dia mampu (mahakuasa dan mahabaik) maka seperti arsitek yang memiliki keterampilan dan maksud yang baik, Dia akan memperbaiki dunia ini. Oleh karena itu bagi Hume memang tidak ada yang bisa disalahkan atau dipertanyakan selain Tuhan yang dipercaya oleh orang percaya sebagai arsitek dunia ini.

Bagi Hume banyak kejahatan terjadi bukan karena manusia yang melakukannya melainkan karena Tuhanlah yang melakukannya. Hume tidak bisa mempercayai dan terus mempertanyakan bagaimana mungkin ada Tuhan yang baik dan mahakuasa tetapi juga

(5)

membiarkan kejahatan. Hume melihat bahwa seluruh manusia melalui jalan yang sama yaitu penderitaan dan itu disebabkan oleh kejahatan.

3.

Apologetika terhadap adanya Kejahatan

Pertanyaan mengenai benarkah Tuhan adalah Tuhan yang mahakuasa dan mahabaik dengan kejahatan tetap ada adalah pertanyaan yang tidak terhindarkan dengan keadaan saat ini. Manusia mencari Tuhan sebagai pelindung dari segala yang jahat tetapi pada saat yang sama juga mengalami kejahatan yang menyebabkan manusia itu menderita. Pertanyaan ini muncul bukan tanpa sebab karena, memang ini menjadi hal yang tidak terhindarkan bagi semua manusia dan semua manusia mengalaminya. Banyak cara yang dipakai untuk menyelesaikan masalah ini, dimana penyelesaiannya memakai pembelaan rasional dan juga pendekatan Alkitab. Beberapa pembelaan yang dipakai tetapi tidak Alkitabiah sehingga pembelaan tersebut perlu untuk ditinjau kembali, misalnya, 14

- Pembelaan tentang ketidaknyataan kejahatan,

- Kelemahan ilahi yang menyatakan bahwa memang Allah tidak mahakuasa, - Pembelaan kausa tidak langsung, dalam pembelaan ini Allah adalah pemimpin

tertinggi tetapi Dia tidak melakukan eksekusi dilapangan, dan banyak pembelaan yang menurut penulis kurang Alkitabiah.

Penulis memilih menyelesaikan hal ini dengan memakai pendekatan Alkitabiah. John Frame mengatakan bahwa, Allah adalah standar bagi tindakan-Nya sendiri dan Dia tidak berutang penjelasan tentang apa yang Dia lakukan.15 Manusia tidak bisa menuntut Allah untuk menjelaskan kepada manusia apa yang Dia lakukan. Allah ingin menyatakan kedaulatan-Nya untuk dipercaya dan ditaati. Seperti yang terlihat dalam beberapa bagian Alkitab, dalam kasus tertentu Alkitab tetap “diam” dan tidak memberikan alasan yang jelas mengapa kejahatan itu terjadi. Misalnya mengenai kejatuhan manusia, Alkitab tidak

menjelaskan darimana datangnya ular yang menggoda Hawa, bagaimana kejahatan itu bisa masuk dalam taman Eden dan membuat manusia jatuh atau mengenai kisah Ayub, dimana dia meminta penjelasan dari Allah tentang apa yang dia alami dan mengapa dia mengalami hal itu tetapi Allah tidak juga memberikan penjelasan kepadanya. Allah bukan hanya tidak memberikan jawaban kepada Ayub tetapi Allah juga membuat Ayub “kalah” dalam

perdebatannya dengan Allah (Ayb. 39:37). Dalam Perjanjian Baru bahkan Paulus sang rasul

14 John M. Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah, terj. R.BG. Steve Hendra (Jakarta: Momentum, 2000), 199-219.

(6)

besar tidak merasa berkewajiban untuk menjawab pertanyaan ini.16 Dalam suratnya kepada jemaat di Roma Paulus menggarisbawahi beberapa hal yang perlu ketahui sehubungan dengan pertanyaan mengenai kejahatan yaitu, bahwa kita tidak berhak untuk memprotes Allah, Allah tidak berkewajiban menjawab setiap pertanyaan kita, kedaulatan Allah tidak boleh dipertanyakan sehubungan dengan problem kejahatan, malahan harus digarisbawahi, bahwa firman Allah, kebenarnan-Nya sama-sama dapat dipercayai, dan Allah adalah Allah yang adil, kudus dan baik.17 Allah sepenuhnya benar dalam tindakan-Nya. Namun walaupun demikian penulis akan mencoba menjawab hal ini.

Beberapa pendapat yang bagi penulis mampu menjadi jawaban adalah,

1. Bentuk kasih Allah

Kejahatan natural terjadi dalam batasan yang tidak manusia ketahui, sehingga perlu sekali untuk menyadari apa yang ada dibalik kejahatan tersebut. Setiap kejadian yang terjadi dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, melihat dengan perspektif yang negatif kita akan sangat sulit untuk mengerti tetapi ketika mencoba melihat dari sisi yang berbeda seringkali kita menemukan hal-hal yang lain. Seperti kata John G. Stackhouse, bahwa kejahatan kadang dapat menghasilkan hal yang baik. Stackhouse menyetujui apa yang Philip Yancey dan Paul Brand katakan bahwa kadang rasa sakit akibat kejahatan natural adalah anugerah dan bukan kutukan. Brand mengambil contoh ketika dia merawat orang sakit yang tidak bisa merasakan sakit sehingga mereka bisa menyakiti diri mereka sendiri tanpa mereka sadari, dalam hal seperti ini Brand mengatakan bahwa rasa sakit adalah anugerah. 18 Dalam hal ini rasa sakit yang manusia alami membuat manusia lebih berhati-hati untuk bertindak bahkan pada dirinya sendiri. Manusia tidak menyakiti dirinya karena manusia bisa merasakan kesakitan itu. Dalam hal ini kejahatan yang menyebabkan rasa sakit ini menjadi sebuah “anugerah”. Jadi, Tuhan menciptakan beberapa rasa sakit yang manusia anggap sebagai kejahatan ini sebagai bentuk kasih-Nya kepada manusia. Walaupun demikian masih banyak pertanyaan lain yang tersisa mengapa kejahatan natural seperti penyakit yang sepertinya tidak ada gunanya tetap terjadi.

2. Manusia sadar akan dirinya, bertumbuh dan semakin kenal Tuhan

16 Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah, 221-224.

17 Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah, 230.

(7)

Kadangkala kejahatan natural yang terjadi sepertinya tidak ada gunanya sehingga, membuat kita harus memikirkan apa yang sebenarnya Allah inginkan. Bagi iman Kristen dibalik apa yang terjadi selalu ada hal yang Tuhan inginkan manusia ketahui. Tuhan ingin manusia menemui Dia dengan cara yang berbeda karena Tuhan bekerja bagi mereka juga berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Kushner bahwa manusia dapat menemukan hal-hal baik dalam semua hal yang terjadi,19 tidak terkecuali kejahatan. Tidak hanya itu, Timothy Keller menyatakan bahwa penderitaan yang disebabkan oleh kejahatan harus ada untuk membuat manusia menyadari akan adanya kebaikan, tanpa kejahatan manusia tidak akan dapat mengerti apa itu kebaikan, khususnya kebaikan yang Kristus lakukan dalam penderitaan-Nya.20 Jadi bagi Keller kejahatan itu menjadi petunjuk untuk membuat manusia sadar akan adanya kebaikan dan yang lebih esensial dari itu yaitu manusia bisa lebih mengerti pengorbanan Kristus. Penderitaan yang Kristus alami untuk penebusan dosa manusia bukanlah penderitaan yang biasa, lagipula manusia harus menyadari

kadangkala ada hal yang harus dibayar untuk melakukan sesuatu dan Kristus membayar harga yang sangat mahal untuk penebusan dosa yang kita lakukan.

Tidak hanya itu bagi Stackhouse, kejahatan seringkali menjadikan kita lebih matang dalam hal watak, seperti latihan yang akan memperkuat otot demikian juga kesulitan hidup akan menguji dan meningkatkan jiwa kita.21 Dalam hal ini kejahatan yang manusia alami menyebabkan manusia mengalami banyak kesulitan dan kesulitan itu membuat manusia menjadi lebih baik dalam kehidupannya. Misalnya saja ketika seseorang pernah mengalami kesulitan dan melihat orang lain kesulitan, mungkin dia akan lebih mengerti dan lebih bisa menolong orang tersebut. Walaupun demikian tidak bisa dipungkiri kemungkinan orang-orang yang pernah mengalami kesulitan tetap akan membiarkan orang-orang lain mengalami kesulitan. Dan jugakejahatan yang manusia alami dapat mengingatkan manusia akan

keterbatasannya dan kebutuhannya,22 akanorang lain dan terutama akan Tuhan. Bukan berarti penulis mengatakan bahwa kejahatan memang harus ada dan menjadi alat untuk membuat manusia lebih baik. Namun tidak bisa dipungkiri kadangkala kejahatan membawa seseorang pada pertumbuhan yang lebih baik.

19 Kushner, When Bad Things Happen to Good People, 48.

20 Timothy Keller, Rasio bagi Allah: Kepercayaan dalam Zaman Skeptisisme, ed. Stevy Tilaar, terj. Junedy Lee (Surabaya: Momentum, 2013), 48-50.

21 Stackhouse, Bisakah Tuhan Dipercaya?, 75.

(8)

Yakub Susabda dalam bukunya mengutip Paulus menyatakan bahwa, hal-hal jahat yang manusia rasakan dalam atribut kebaikan (goodness) Allah yang aktif dan dapat bebas melepaskan diri, dipakai Allah untuk mencapai tujuan-Nya yang mulia.23 Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus menuliskan betapa dia sendiri telah mengalami kebaikan Allah hadir baginya dalam bentuk pengalaman yang menyakitkan (2 Kor. 12:7-10). Bagian Alkitab yang lain dalam Ulangan 8:2-6, bahwa seluruh perjalanan panjang yang Tuhan berikan bagi umat Israel sebelum sampai ke tanah perjanjian dipakai Allah untuk

merendahkan hati bangsa itu dan menunjukkan betapa kasih Tuhan besar bagi umat-Nya. Walaupun mereka terus memberontak dan membuat Allah murka, Allah mengajari umat-Nya seperti seseorang mengajari anaknya. Dalam penderitaan yang umat-Nya alami Allah hadir membentuk mereka semakin mengenal Allah. Jadi bagian ini mau menyatakan bahwa kadangkala kejahatan yang terjadi diijinkan Allah untuk membuat manusia bertumbuh semakin baik dan bahkan semakin mengenal Allah. Seperti yang Ronald H. Nash katakan bahwa kesalehan manusia tidak didapatkan secara instan, dan ada proses yang harus dilalui dan dalam proses tersebutlah manusia ditempatkan pada posisi harus menghadapi banyak tantangan, mengalami bahaya dan kekecewan. Bagi Nash manusia tidak bisa bertumbuh tanpa lingkungan yang seperti itu.24 Lingkungan yang memberikan semua yang manusia inginkan akan menghambat pertumbuhan manusia sehingga tampaknya Allah memiliki alasan yang baik menijinkan kejahatan itu ada. Jikalau manusia tumbuh dengan semua hal yang dia inginkan dia dapatkan maka akan sangat sulit sekali menemukan dirinya bisa bertumbuh karena dia tidak terbiasa untuk berusaha, dia hanya duduk dan mendapatkan semua yang dia inginkan. Manusia menjadi pasif dan tidak berusaha untuk mencari apa yang dia butuhkan.

3. Common Goodness

Kembali kepada kejahatan secara umum yang dipermasalahkan oleh Hume, mengapa ada kejahatan apabila Tuhan mahabaik dan mahakuasa? Tuhan tidak mampu menghapusnya berarti Tuhan tidak mahakuasa atau Tuhan membiarkan itu terjadi berarti Dia tidak

mahabaik Tuhan mengizinkan semua hal yang terjadi dalam dunia ini terjadi, termasuk juga kejahatan. Tuhan tidak tutup mata dan bukannya tidak tahu bahwa kejahatan ada dan

menyiksa manusia. Namun memang yang menjadi masalah adalah mengapa Tuhan

23 Yakub Susabda, Mengenal dan Bergaul dengan Allah (Yogyakarta: Andi, 2010 ), 168.

(9)

mengizinkan hal ini terjadi. Susabda menjawab hal ini dengan menyatakan bahwa kebaikan Tuhan dalam kronos hanya dapat dilihat manusia dalam bentuk manifestasi kebaikan umum (common goodness) yang dialami semua manusia tetapi sesungguhnya atribut kebaikan Allah tidak terikat dengan hal-hal tersebut karena dalam kebaikan Allah ada keadilan, murka dan hukuman atas dosa. Kebaikan Allah bukan bagian dari natur yang sudah berdosa sehingga orang percaya hanya bisa melihat kebenaran Allah sebagai buah dari Roh. Oleh karena itu Susabda sampai pada kesimpulan bahwa hanya orang saleh (saints) yang dapat melihat kebaikan Allah dalam semua peristiwa (2 Taw. 6:41), termasuk didalamnya hukuman atas dosa (2 Sam. 11-16:10, 24:14).25 Hal ini mau menyatakan bahwa manusia tidak mampu sepenuhnya memahami kebaikan Allah. Lagipula manusia tidak bisa langsung menyatakan bahwa kebaikan Allah bertentangan dengan kejahatan yang terjadi karena sesungguhnya dalam kronos manusia hanya mampu memahami kebaikan Allah dalam manifestasi yang umum (kesembuhan, hidup yang nyaman, kebutuhan terpenuhi, kesuksesan, dan sebagainya), sehingga manusia tidak mengenal keseluruhan dari kebaikan Allah yang sesungguhnya. Hanya orang yang saleh yang mampu mengenal kebaikan Allah dalam dunia yang penuh dengan kejahatan dan keburukan ini.

4. Decreed Will, Revealed Will dan Kehendak Bebas

Susabda juga menjelaskan mengenai Allah yang mahabaik dan mahakuasa dalam kehendak-Nya, dimana kehendak Allah adalah diri-Nya sendiri dan esensi Allah itu sendiri. Namun banyak kehendak Allah yang tidak terpenuhi, Allah menghendaki manusia untuk memberitakan injil, mengenal Alkitab, hidup dalam kekudusan, dan mengasihi sesamanya (1 Tes. 4:2; Kol. 3:23). Namun realitanya sebagian besar manusia tidak melakukannya. Oleh karena itu Susabda menyimpulkan bahwa Allah tidak memaksakan kehendak-Nya untuk terjadi walaupun Dia adalah Allah yang mahakuasa (omnipotent). Susabda membedakan antara kehendak Allah yang Dia tetapkan terjadi (decreed will) dan kehendak Allah yang Dia singkapkan sehingga melibatkan kebebasan manusia untuk mendemonstrasikan imannya (revealed will).26 Hal yang Allah tetapkan untuk terjadi pasti akan terjadi, hal-hal yang seperti ini bersifat sangat esensial, dan tidak bisa berubah. Kehendak yang seperti ini adalah

menyangkut hal-hal yang esensial, seperti keselamatan yang kekal dalam Yesus Kristus (kematian, kebangkitan, penebusan). Dan kehendak Allah yang kedua yaitu revealed will adalah kehendak Allah yang bisa saja tidak terjadi karena Allah memberikan kesempatan

25 Susabda, Mengenal dan Bergaul dengan Allah, 168.

(10)

kepada manusia untuk mengambil keputusan sesuai dengan iman yang dia miliki kepada Allah. Dalam beberapa hal, Allah membiarkan manusia terlibat dengan apa yang Dia ingin lakukan. Namun Allah tetaplah Allah yang mahakuasa walaupun Dia membiarkan manusia untuk memilih apa yang mereka mau kerjakan dan tetap mengambil resiko bahwa kadangkala dalam kebebasan tersebut yang manusia kerjakan hanyalah kejahatan. Bagi Alvin Plantinga fakta bahwa ciptaan-ciptaan bebas terkadang bertindak salah, tidaklah melawan

kemahakuasaan Allah ataupun bertentangan dengan kebaikan-Nya; karena Allah hanya mungkin mencegah kejahatan moral manusia dengan meniadakan juga kemungkinan bagi kebaikan moral.27 Jadi Plantinga mau menyatakan bahwa dalam membiarkan manusia

memiliki kehendak, Allah tetaplah Allah yang mahakuasa dan dalam menciptakan dunia yang memungkinkan kejahatan Allah tetaplah Allah yang mahabaik karena dalam kejahatan itu ada kebaikan. Kesalahan dalam hal ini dilakukan oleh manusia yang salah dalam memaknai kehendak bebas tersebut.

Bagi Nash mudah sekali untuk melihat betapa banyaknya kejahatan di dunia ini yang diakibatkan oleh pilihan bebas manusia.28 Sejak kejatuhan manusia kedalam dosa sulit, sekali untuk manusia mengambil keputusan yang baik karena keinginan manusia semata-mata adalah jahat (Kej. 6:5, 8:21). Hal ini menjadi salah satu pembelaan bagi adanya kejahatan moral. Keinginan manusia yang semata-mata adalah jahat membawa manusia kepada

keinginan untuk selalu melakukan kejahatan tetapi hal ini tidaklah cukup untuk menjelaskan mengapa ada kejahatan. Manusia bebas untuk memilih melakukan apa yang baik dan apa yang jahat sesuai dengan iman mereka kepada Tuhan. Kebebasan itu perlu karena ketika Tuhan hanya memberikan kepada manusia untuk melakukan hal yang baik maka manusia tidaklah bebas secara signifikan, bahkan dalam melakukan kebaikan tersebut manusia tidak bebas. Manusia melakukan kebaikan karena memang hanya itu yang bisa manusia lakukan. Hal sebaliknya terjadi dengan kejahatan, manusia jika hanya diberi kemampuan untuk melakukan kejahatan maka manusia itu tidaklah bebas. Dia melakukan kejahatan karena hanya itu yang bisa dia lakukan. Jadi manusia diberi kebebasan secara signifikan oleh Allah untuk melakukan sesuatu dan mempertanggungjawabkannya tetapi manusia tetap tidak bisa untuk “mengubah” Allah. Manusia bebas dalam keterbatasannya, dalam hal ini kebebasan manusia sama seperti seekor ikan, seekor ikan hanya bebas selama dia di dalam air dan ketika dia keluar dari air dia tidak akan bebas lagi, dia akan mati. Manusia bebas dalam batas-batas

27 Alvin C. Plantinga, Allah, Kebebasan, dan Kejahatan, terj. Irwan Tjulianto (Surabaya: Momentum, 2013), 43.

(11)

yang sangat esensial bagi manusia itu sendiri sama seperti ikan yang hanya bebas jika ada dalam air[.] manusia diberikan kebebasan dalam konteks kronos,29 inilah bukti kebaikan dan

kemahakuasaan Tuhan bagi manusia. Sama seperti dikatakan Inawaty Teddy bahwa Tuhan mengatur kehidupan manusia sedemikian rupa dapat dilihat sebagai bentuk pemeliharaan Tuhan yang sangat ajaib bagi umat-Nya dan bukan bentuk Tuhan mengekang manusia.30 Namun dalam kehendak bebas inilah manusia melakukan kejahatan. Jadi kejahatan itu timbul dari manusia itu sendiri, walaupun memang kejahatan manusia itu juga tetap dalam izin Tuhan. Jadi ada sebab akibat di dalam kehendak bebas manusia. Manusia “perlu” bebas sehingga Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia tetapi manusia dalam kebebasannya seringkali jatuh dan melakukan kejahatan.

5. Perspektif Baru

Dalam kemahakuasaan dan kemahabaikan-Nya, Tuhan tidak membiarkan manusia untuk “buta” dan menerima saja semua hal yang terjadi. Tuhan tetap memberikan konteks-konteks untuk manusia belajar dan semakin mengenal Tuhan. Bagi Frame hal ini Allah berikan dalam konteks dimana Allah memberi kita perspektif baru dalam melihat sejarah melalui masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang melalui mata-Nya.31 Melalui masa lalu, ketika kita berteriak kepada Allah dan sepertinya Allah tidak menjawab atau sebenarnya Dia menjawab dengan mengatakan tunggu tetapi kita tidak tahu. Allah menunjukkan kepada kita betapa besarnya proses menunggu ini. Dalam sejarah bangsa pilihan Allah, Allah membuat mereka menunggu dalam waktu yang lama, melalui proses yang panjang sampai mereka tiba di tempat mereka yang baru yaitu tanah perjanjian. Dalam proses yang panjang itu umat mengalami banyak hal, baik dan buruk, sehingga dalam keadaan yang buruk terkadang mereka juga melakukan pemberontakan terhadap Allah tetapi dalam keadilan-Nya, Allah menghakimi mereka dan dalam kasih-Nya tetap beranugrah bagi mereka. Dalam penantian itu betapa banyak penderitaan yang umat alami, betapa banyak pertanyaan yang umat simpan dan ingin tanyakan tetapi tidak bisa sehingga mereka menunjukkannya melalui

pemberontakan kepada Allah. Namun kembali Allah dalam anugerah-Nya mengampuni dan tetap menyertai mereka tetapi ini menyebabkan muncul masalah lain, sebab Allah telah berjanji kepada umat-Nya tetapi karena umat begitu bebal Allah harus menghukum mereka.

29 Susabda, Mengenal dan Bergaul dengan Allah, 255.

30 Inawaty Teddy, “ Mazmur 139” (makalah disampaikan dalam kuliah eksposisi Perjanjian Lama, Jakarta, STTRI, 13 November 2015).

(12)

Bagaimana janji Allah dapat digenapi dan dalam waktu yang sama hukuman Allah diberikan? Hal ini menjadi pertanyaan karena keduanya begitu berkontradiksi, dan Allah menjawab ini semua melalui penebusan-Nya. Kristus karena kasih-Nya memberikan diri-Nya untuk

dihukum demi menebus dosa umat. Penebusan memang tidak menyelesaikan semua masalah kejahatan tetapi melalui penebusan kita melihat bagaimana Allah bekerja bagi umat-Nya dan menyelamatkan mereka. Allah juga menolong kita melihat melalui teladan para pahlawan iman, bagaimana mereka begitu percaya kepada Tuhan dan menderita karenanya lebih daripada yang kita alami saat ini tetapi mereka tetap teguh. Mereka belum mengalami kekayaan penebusan tetapi mereka begitu teguh percaya kepada Tuhan (Ibrani 11). Jadi Tuhan menolong kita melihat dimasa lalu lebih dimana terdapat banyak kejahatan yang terjadi dan umat lebih menderitatetapi Tuhan tetap mengasihi mereka dan tetap menyertai mereka. Dan melalui pahlawan iman, Tuhan menunjukkan teladan yang sungguh-sungguh percaya teguh kepada Tuhan walaupun mereka belum menikmati penebusan Kristus.

Melalui masa sekarang, Allah menolong kita melihat kejahatan dari persfektif yang baru, yaitu kejahatan yang sering membawa kepada kebaikan, kita melihat hal ini melalui

pengalaman iman dan juga melalui Alkitab. Allah seringkali membiarkan kejahatan untuk membuat kebaikan yang lebih besar. Dalam Alkitab, Allah mengizinkan manusia mengalami kejahatan untuk tujuan-tujuan tertentu. Diantaranya, untuk menunjukkan kasih setia-Nya (Rm. 3:26; 5:8, 20-21; 9:17), menunjukkan penghakiman atas kejahatan itu sendiri (Mat. 23:35; Yoh. 5:14) tetapi tetap bahwa tidak ada korelasi antara dosa-dosa seseorang dengan kejahatan yang menimpa dia saat ini (Ayub; Luk,13:1-5), tujuan penebusan: penderitaan Kristus bersifat penebusan (1 Pet. 3:18) dan juga menunjukkan bahwa orang yang

memberitakan Injil mengalami penderitaan karena kesaksian mereka (2 Tim. 3:12), ini juga sebagai nilai kejut bagi orang-orang yang tidak percaya, maksudnya menarik perhatian mereka dan menimbulkan perubahan hati (Zak. 13:7-9; Luk. 13:1-5; Yoh. 9), menunjukkan disiplin Bapa kepada orang-orang percaya (Ibr. 12), dan juga sebagai pembuktian Allah (Rm. 3:26). Walaupun hal itu disingkapkan kita tetap tidak selalu mengerti mengapa Allah memilih cara seperti itu untuk mencapai tujuan kebaikan-Nya tetapi yang kita yakini adalah Allah selalu menetapkan kebaikan dibalik kejahatan yang terjadi (Rm. 8:28) hal ini hanya berlaku bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Melalui masa depan, dimana Allah berjanji bahwa dimasa depan Allah akan benar-benar membuktikan diri-Nya danmelepaskan kita semua dari kejahatan. Allah tidak akan

(13)

akan datang. Dan dengan semua kebingungan yang kita simpan dan semua pertanyaan yang ingin kita tanyakan, mungkin pada saat kita bertemu muka dengan muka dengan Allah kita akan kehilangan semua kebingungan itu karena melihat Allah dalam kemegahanNya. Kita tidak akan lagi mempertanyakan mengenai kejahatan yang terjadi.

4. Kesimpulan

Kejahatan yang menimpa manusia bukanlah hal yang “biasa” dan bisa diterima oleh manusia begitu saja. Kejahatan menjadi masalah yang besar karena kejahatan menyebabkan kehidupan manusia menderita. Hal ini menyebabkan pertanyaan mengenai kejahatan dan atribut kemahakuasaan dan kemahabaikan Allah dikumandangkan.

Pada bagian ini penulis menyuarakan pertanyaan Hume mengenai kemahakuasaan dan kemahabaikan Allah dengan eksisnya kejahatan. Allah tetap adalah Allah yang mahabaik dan mahakuasa dengan adanya kejahatan. Pertanyaan manusia akan atribut Allah ini dijawab dengan baik oleh John Frame bahwa Allah tidak berutang penjelasan apa pun kepada manusia dengan adanya kejahatan yang terjadi, Allah hanya meminta manusia untuk percaya dan sepenuhnya taat kepada-Nya. Namun itu tidaklah menjawab kegelisahan banyak orang sehingga penulis menyebutkan beberapa hal yang perlu untuk menjawab hal ini. Kadangkala Allah mengizinkan manusia untuk mengalami rasa sakit dan penderitaan bukan karena Dia jahat tetapi sebaliknya untuk menunjukkan kasih-Nya, kebaikan-Nya kepada manusia karena lewat rasa sakit manusia mampu mengasihi dirinya. Bagi beberapa tokoh kekristenan,

kejahatan membawa manusia pada pengertian akan maksud Allah yang lebih baik, manusia lebih mengerti penderitaan Kristus, manusia lebih matang dalam hal watak, manusia juga menyadari akan keterbatasan dan kebutuhannya akan orang lain terutama akan Tuhan, manusia bertumbuh dan semakin mengenal Allah. Dan juga kejahatan yang manusia alami membawa manusia pada pemahaman akan kebaikan Allah yang sejati bukan sekedar kebaikan yang semua orang alami (common goodness).

(14)

kehendak bebas dan Dia juga tetap mahabaik karena Dia memberikan kemampuan manusia untuk melakukan hal yang baik dan tidak membiarkan manusia lalu daripada-Nya. Seperti ikan yang Tuhan tetap jaga dan beri kebebasan dalam air supaya ikan itu tidak mati demikian juga Tuhan menjaga dan memberikan kehendak bebas kepada umat-Nya untuk tetap dalam anugerah-Nya supaya dia tidak binasa dan untuk meresponi anugerah itu sesuai dengan iman yang dia miliki. Dia tidak mengubah Allah tetapi Allah memberi kesempatan kepada orang tersebut dalam konteks kronos untuk mengekspresikan imannya kepada Tuhan.

Allah menunjukkan kasih-Nya yang lebih besar lagi dengan tidak membiarkan manusia terus hidup dalam pertanyaan yang menggelisakan. Allah membawa manusia untuk mengerti dan melihat segala sesuatu dari perspektif Allah melihat. Manusia melihat masa lalu, masa kini dan masa depan dengan mata Allah. Oleh karena itu manusia mampu mengenal Allah semakin baik dan mengetahui kehendak-Nya dalam keadaan yang sulit sekalipun. Lagipula Paulus ketika menuliskan suratnya kepada Timotius yang menyatakan bahwa:

Dan Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di sorga. Bagi-Nyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin.

(2 Tim. 4:18)

Paulus tidak ingin mengatakan bahwa Tuhan akan menjauhkan dia dari yang jahat secara harafiah dalam segala hal, memudahkan seluruh hidupnya dan hanya memberikan kebaikan kepadanya selama dia hidup. Paulus tidak menikmati semua hal itu selama pelayanannya karena dalam kenyataannya Paulus mengalami begitu banyak penderitaan ketika dia harus memberitakan injil. Namun yang Paulus ingin katakan adalah manusia akan tetap mengalami kejahatan selama manusia hidup tetapi oleh karena kuasa Allah tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi orang yang percaya kepada Kristus untuk datang kepada-Nya dan masuk dalam Kerajaan Allah.32 Bahkan usaha jahat dari si iblis pun tidak akan sanggup.

Pada akhirnya walaupun semua yang kita tahu dan kita dapatkan dalam Alkitab tidak menjawab semua kebingungan kita akan kejahatan dan kemahakuasaan Allah tetapi biarlah itu menguatkan iman percaya kita kepada Allah dan membuat kita semakin rindu untuk mengenal Allah dan terus bergumul mencari Allah yang sejati itu.

(15)

Daftar Pustaka

Calvin, John. Commentary on Timoty, Titus, Philemon. Grand Rapids: Christian Classics Ethereal Library, 1999.

Frame, John M. Apologetika bagi Kemuliaan Allah. diterjemahkan oleh R.BG. Steve Hendra. Jakarta: Momentum, 2000.

Hume, David. Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings. Diedit oleh Dorothy Coleman. Cambridge: Cambridge University Press, 2007.

Inawaty Teddy, “ Mazmur 139.” Pertemuan Kelas eksposisi Perjanjian Lama, Jakarta, STTRI, 13 November 2015.

Keller, Timothy. Rasio bagi Allah: Kepercayaan dalam Zaman Skeptisisme. Diedit oleh Stevy Tilaar. Diterjemahkan oleh Junedy Lee. Surabaya: Momentum, 2013.

Kushner, Harold S. When Bad Things Happen to Good People. New York: Avon Books, 1989.

Nash, Ronald H. Konflik Wawasan Dunia. Diterjemahkan oleh Irwan Tjulianto. Surabaya: Momentum, 2000.

Plantinga, Alvin C. Allah, Kebebasan, dan Kejahatan. Diterjemahkan oleh Irwan Tjulianto. Surabaya: Momentum, 2013.

Stackhouse, John G. Bisakah Tuhan Dipercaya?. Diterjemahkan oleh Lily Endang Joeliani. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2008.

Susabda, Yakub. Mengenal dan Bergaul dengan Allah. Yogyakarta: Andi, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak dietil eter terstandar herba belimbing tanah (Oxalis corniculata L.) dengan konsentrasi 0.01, 0.05, 0.1, 0.5, 1, 5, 10, 50, 100 µg/ml dan dietil eter sebagai

dan hidayahNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul” Penggunaan Limbah Kulit Pisang sebagai Bahan Campuran dalam Pembuatan Sabun Mandi” dapat terselesaikan dengan

Memahami pernyataan dan ingkarannya, menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk, serta mampu menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan

Dari hasil evaluasi keseluruhan proses yang dijalankan pada sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph ini, dapat dikatakan

Metode Penelitian meliputi monitoring terapi warfarin terhadap 80 pasien di pelayanan jantung melalui PT-INR, pendataan klinis pasien meliputi, usia, jenis kelamin, berat

Skala regional menekankan pada fenomena yang terjadi pada wilayah yang kecill di bumi dengan jarak 10-100 km, seperti observasi badai tornado... Interval perekaman yg pendek

Sistem Genital Jantan pada Katak Sawah (Rana cancrivora) Keterangan Gambar : 1.1. Sistem Genitalia Marmut Betina (Cavia porcellus) Keterangan