JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Teori basis ekonomi merupakan teori yang bertujuan untuk mengidentifikasi
sektor – sektor pembangunan dalam suatu wilayah yang termaksuk sektor basis maupun
sektor non basis. Teori tersebut menyaakan bahwa faktor penentu utama dalam
pertumubhan ekonomi suatu wilayah memiliki hubungan langsung dengan permintaan
akan barang dan jasa dari luar daerah, sehingga kegiatan basis ekonomi dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Adapun dalam mengetahui perubahan
kegiatan ekonomi dapat diketahui dengan cara membandingkan perkembangan antar
sektor ekonomi apakah tumbuh cepat maupun lambat.
Kabupaten Malang merupakan salah satu wilayah administrasi kabupaten yang
terletak di provinsi Jawa Timur. Menurut Buku Pendapatan Regional Bruto Kabupaten
Malang Tahun 2014 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Malang, diketahui bahwa perolehan PDRB berdasarkan harga konstan pada Tahun
2013 didominasi oleh sektor tersier (Perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan
komunikasi, keuangan, persewaan hingga jasa-jasa), yaitu sebanyak 47,87% dari total
penerimaan PDRB keseluruhan, dengan perolehan lainnya dari sektor lainnya untuk
sektor primer ( pertanian, pertambangan dan penggalian ) sebesar 21,53% dan sektor
sekunder ( industri pengolahan, listrik, gas dan air, hingga bangunan ) sebesar 21,76%.
Adapun Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta merupakan salah satu provinsi pada
Negara Indonesia , yang diketahui memiliki pemasukan PDRB sebesar Rp 22.794.371
pada tahun 2012 menurut harga konstan (juta rupiah), yang kemudian diperinci
perolehannya dari kelima kabupaten pada Provinsi DIY berdasarkan jenis lapangan
pekerjaannya.
Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis bagaimana basis ekonomi di
Kabupaten Malang terhadap lingkup regional lebih luas, yaitu Provinsi Jawa Timur
dengan menggunakan metode LQ, serta mengetahui perkembangan sektor ekonomi
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2
1.2 Identifikasi Masalah
Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat diketahui dengan menggunakan dasar
pemikiran metode dan dasar teori dari Location Quotient (LQ). Adanya acuan data yang
dapat digunakan untuk menentukan sektor basis suatu wilayah berupa penerimaan
PDRB sektor pada wilayah regional, yang kemudian dibandingkan dengan wilayah
nasional (lebih luas), maka dapat dilakukan identifikasi terkait sektor basis wilayah
regional tersebut. Adapun dalam mengetahui perkembangan suatu sektor ekonomi
wilayah tertentu dapat diketahui dengan menggunakan metode Shift-Share, yang
menggunakan acuan data berupa PDRB sektor wilayah lokal dan PDRB sektor wilayah
lebih luas (regional / nasional), berupa data PDRB 5 tahunan ( tahun akhir dan tahun
awal ), maka dapat diketahui bagaimana perkembangan dari tiap sektor ekonomi
wilayah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah , maka rumusan masalah yang akan dibahas
sebagai berikut:
1. Apa sektor basis ekonomi Kabupaten Malang terhadap Provinsi Jawa
Timur ?
2. Bagaimana perkembangan sektor ekonomi tiap kabupaten pada Provinsi
DIY ?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan laporan adalah:
1. Mengetahui sektor basis ekonomi pada Kabupaten Malang terhadap Provinsi
Jawa Timur.
2. Mengetahui perkembangan sektor ekonomi tiap kabupaten pada Provinsi
DIY.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari laporan ini adalah:
1. Manfaat bagi Mahasiswa
a) Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penerapan dari metode
dan dasar teori Location Quotient (LQ).
b) Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penerapan dari metode
Shift-Share.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3
a) Mengetahui apa sektor basis ekonomi pada Kabupaten Malang.
b) Mengetahui perkembangan sektor ekonomi pada tiap kabupaten di
Provinsi DIY.
1.5 Sistematika Pembahasan BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang penulisan makalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan makalah serta manfaat dari penulisan makalah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi mengenai tinjauan pustaka sebagai acuan teori yang digunakan dalam
penulisan makalah.
BAB III METODOLOGI PENULISAN
Berisi mengenai langkah-langkah yang digunakan untuk membahas permasalahan
yang diambil dalam penelitian. Metode penelitian dijelaskan dalam jenis data,
sumber data, serta metode yang digunakan untuk melakukan survei dan
mendapatkan karakteristik data yang dibutuhkan.
BAB IV HASIL DAN PERHITUNGAN
Berisi hasil dan PERHITUNGAN yang didapat tentang penerapan metode dan
dasar teori Location Quotient (LQ) dan metode Shift-Share.
BAB V PENUTUP
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Teori Basis Ekonomi
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi
perekonomian menjadi dua sektor yaitu :
1. Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan
jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas
masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar
perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
2. Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan
barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas
perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor
barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah
bersifat lokal.
Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor
tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya kemudian menjadi pijakan
dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah
akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga
menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan
menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan
basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang
berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan
demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.
2.2 Pertumbuhan Sektor Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang telah
lama dibahas oleh ahli-ahli ekonomi. Berikut ini diuraikan teori-teori pertumbuhan
ekonomi dari berbagai aliran.
A. Aliran Merkantilisme
Pertumbuhan ekonomi atau perkembangan ekonomi suatu negara menurut
kaum Merkantilis ditentukan oleh peningkatan perdagangan internasional dan
penambahan pemasaran hasil industri serta surplus neraca perdagangan.
B. Aliran Klasik
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 5
1. Adam Smith
Adam Smith mengemukakan teori pertumbuhan ekonomi dalam sebuah buku
yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations
tahun 1776. Menurut Adam Smith, ada empat fackor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a) jumlah penduduk,
b) jumlah stok barang-barang modal,
c) luas tanah dan kekayaan alam, dan
d) tingkat teknologi yang digunakan.
2. David Ricardo
David Ricardo mengemukakan teori pertumbuhan ekonomi dalam sebuah
buku yang berjudul The Principles of Political Economy and Taxation.
Menurut David Ricardo, pertumbuhan ekonomi suatu Negara ditentukan oleh
pertumbuhan penduduk, di mana bertambahnya penduduk akan menambah
tenaga kerja dan membutuhkan tanah atau alam.
C. Aliran Neo Klasik
Tokoh-tokoh aliran Neo Klasik di antaranya Schumpeter, Harrod – Domar, dan
Sollow – Swan.
1. Schumpeter
Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan para pengusaha merupakan golongan
yang akan terus-menerus membuat pembaruan atau inovasi dalam ekonomi.
Hal ini bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan perekonomian jika para
pengusaha terus-menerus mengadakan inovasi dan mampu pengadakan
kombinasi baru atas investasinya atau proses produksinya. Adapun jenis-jenis
inovasi, di antaranya dalam hal berikut.
a) Penggunaan teknik produksi.
b) Penemuan bahan dasar.
c) Pembukaan daerah pemasaran.
d) Penggunaan manajemen.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 6
2. Harrod – Domar
Dalam analisis teori pertumbuhan ekonomi menurut Teori Harrod –
Domar, menjelaskan tentang syarat yang harus dipenuhi supaya perekonomian
dapat mencapai pertumbuhan yang teguh (steady growth) dalam jangka
panjang. Asumsi yang digunakan oleh Harrod–Domar dalam teori
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh beberapa hal-hal berikut.
a) Tahap awal perekonomian telah mencapai tingkat full employment.
b) Perekonomian terdiri atas sektor rumah tangga (konsumen) dan sektor
perusahaan (produsen).
c) Fungsi tabungan dimulai dari titik nol, sehingga besarnya tabungan
proporsional dengan pendapatan.
d) Hasrat menabung batas (Marginal Propencity to Save) besarnya tetap.
Sehingga menurut Harrod – Domar pertumbuhan ekonomi yang teguh
akan mencapai kapasitas penuh (full capacity) dalam jangka panjang.
3. Sollow–Swan
Menurut teori Sollow–Swan, terdapat empat anggapan dasar dalam
menjelaskan pertumbuhan ekonomi.
a) Tenaga kerja (penduduk) tumbuh dengan laju tertentu.
b) Fungsi produksi Q = f (K,L) berlaku bagi setiap periode (K : Kapital, L
: Labour).
c) Adanya kecenderungan menabung dari masyarakat.
d) Semua tabungan masyarakat diinvestasikan.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 7
BAB III
METODE PENULISAN 3.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah data sekunder,
berupa Buku Penerimaan Pendapatan Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Malang
Tahun 2013, dan Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2013.
3.2 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan makalah ini
menggunakan metode analisis evaluatif, yaitu membandingkan antara teori dengan
kondisi yang diperoleh dari data sekunder yang digunakan. Metode analisis yang
digunakan berupa analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift-Share.
A. Analisis LQ
Analisis Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang digunakan
untuk menganalisis sektor potensial atau basis dalam perekonomian di suatu daerah.
Sedangkan menurut Hood (1998), Location Quotient adalah suatu alat pengembangan
ekonomi yang lebihsederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.
Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam
model ekonomi yang lebih sederhana dengan segalakelebihan dan keterbatasannya,
serta merupakan salah satu pendekatan yang umumdigunakan dalam model ekonomi
basis sebagai langkah awal untuk memahami sector kegiatanyang menjadi pemacu
pertumbuhan. Analisis LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat
spesialisasikegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandinganyang membandingkan
komposisi lapangan kerja (jumlah) produksi (nilai) tambah untuk sektor tertentu di
suatu wilayah dibanding komposisi lapangan kerja (jumlah) produksi (nilai) tambah
untuk sektor yang sama secara nasional. Berikut merupakan rumus perhitungan LQ :
𝐿𝑄
𝑖=𝑋𝑖𝑗 𝑋𝑗⁄
𝑋𝑖𝑛 𝑋𝑛⁄ Keterangan:
Xij : PDRB sektor i di Kabupaten j
Xj : PDRB sektor i di Provinsi acuan
Xin : Total PDRB Kabupaten j
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 8
Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), konsentrasi suatu kegiatan
pada suatu wilayah dapat diketahui sebagai berikut.
1. Jika nilai LQ<1, bukan merupakan sektor unggulan karena sektor yang
bersangkutan kurang terspealisasi dibandingkan sektor yang sama di tingkat
daerah tertentu.
2. Jika nilai LQ=1, hanya cukup untuk melayani kebutuhan daerah sendiri karena
sektor yang bersangkutan memiliki tingkat spesialisasi yang sama dengan
sektor sejenis di tingkat daerah tertentu.
3. Jika LQ>1, merupakan sektor unggulan karena sektor yang bersangkutan lebih
terspesialisasi dibanding sektor yang sama di tingkat daerah tertentu.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan secara tidak langsung LQ Dapat
memberikan petunjuk apakah suatu sektor tertentu di daerah tertentu memiliki
keunggulan komparatif (comparative advantage) atau tidak, dibanding sektor tersebut
di wilayah yang membawahi daerah tersebut.
B. Analisis Shift Share
Merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur
ekonomi daerah dibandingkan dengan struktur perekonomian nasional. Tehnik ini
menggambarkan performance (kinerja) sector -sektor disuatu wilayah dibandingkan
kinerja perekonomian nasional. Selain itu analisis Shift Share merupakan suatu tehnik
membagi atau menguraikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai perubahan
atau peningkatan nilai suatu variable/indicator pertumbuhan perekonomian suatu
wilayah dalam kurun waktu tertentu.
Tujuan analisis adalah untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja
perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (
tingkat regional atau nasional ). Adapun tiga komponen utama dalam analysis
Shift-Share meliputi aspek sebagai berikut.
1. Pangsa Pertumbuhan Nasional ( National Growth Share )
Merupakan pertumbuhan ( perubahan ) variable ekonomi disuatu wilayah yang
disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Pangsa pertumbuhan proposional
Merupakan menggambarkan perubahan dalam suatu sektor lokal yang
diakibatkan pertumbuhan atau kemunduran sektor yang sama ditingkat
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 9
3. Pangsa Lokal ( pergeseran regional )
Merupakan pangsa dari pertumbuhan yang menggambarkan tingkat
keunikan ( kekhasan ) tertentu yang dimiliki oleh suatu wilayah ( Lokal ) yang
bisa menyebabkan variable ekonomi wilayah dari suatu kelompok
industri/sektor.
Adapun cakupan wilayah yang dibahas dalam analisis Shift Share meliputi
aspek wilayah sebagai berikut.
1. Differential Shift (Wilayah Studi )
Merupakan perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan / sektor / industri di
wilayah studi terhadap kegiatan / sektor / industri di wilayah referensi.
2. Proportionality Shift (Wilayah Referensi)
Merupakan perubahan pertumbuhan suatu sektor / industri / kegiatan pada
wilayah referensi terhadap keseluruhan (total) kegiatan sektor / industri / yang
ada di wilayah referensi.
Adapun beberapa analisis yang digunakan dalam analisis shift share terdiri atas
Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), yang merupakan alat untuk melihat
deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial dengan formula sebagai berikut.
1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs)
Merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i wilayah studi dengan laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i di wilayah referensi, dengan rumus sebagai berikut.
RPs = Eij / E ij(t) ---E ir / Eir (t)
Eij =perubahan PDRB sektor I di wilayah studi
E ij(t) =PDRB sektor I pada awal periode penelitian wilayah studi
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 10
2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)
Merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i wilayah referensi dengan laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i di wilayah referensi, dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan
Jika nilai RPr > 1
Nilai RPr < 1 - )
RPr positip artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu
dalam wilayah refrensi lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi
RPr Negatif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu
dalam wilayah refrensi lebih kecil dari pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi.
Jika nilai RPs > 1
RPs < 1 - )
RPs positip artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat
wilayah studi lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah
refrensi.
RPs Negatif artinya pertumbuhan suatu sektor pada tingkat wilayah studi lebih
rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor tersebut pada wilayah refrensi. RPr = Eir / Eir (t)
---E r / E r (t)
Eir =Perubahan PDRBkegiatan i diwilayah refrensi
Eir (t) =PDRB disektor i pada awal periode penelitian E r =Perubahan PDRB di wilayah refrensi
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 11
BAB IV
HASIL DAN PERHITUNGAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Malang
Kabupaten Malang adalah sebuah kawasan yang terletak pada bagian tengah
selatan wilayah Propinsi Jawa Timur, dan memiliki luas wilayah sebesar 3.238,26 km2,
sehingga merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur setelah Kabupaten Banyuwangi.
Struktur Ekonomi pada Kabupaten Malang menurut Kabupaten Malang Dalam
Angka Tahun 2013, dijelaskan bahwa sektor tersier (perdagangan, jasa, akomodasi,
pariwisata dll) memiliki peranan terbesar yaitu 47,47 %, sedangkan untuk sektor primer
dan sektor sekunder masing-masing memiliki peranan sebesar 27,41 % dan 25,12%. Oleh
karena itu dapat diketahui apa saja sektor basis dari sektor primer, sekunder maupun
tersier dari Kabupaten Malang terhadap Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan data
PDRB Kabupaten Malang Tahun 2012 dan Data PDRB Provinsi Jawa Timur Tahun 2012.
4.2 Penentuan Sektor Basis Kabupaten Malang
Penghitungan dalam penentuan sektor basis Kabupaten Malang terhadap Provinsi
Jawa Timur menggunakan data PDRB tahun 2012 atas dasar harga konstan tahun 2000,
yang kemudian dibedakan menjadi ketiga golongan yang berbeda, yaitu sektor primer (
pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas, air bersih
dan konstruksi), dan sektor tersier (perdagangan, hotel, restauran, pengangkutan,
komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, jasa – jasa).
Berikut merupakan penghitungan sektor basis Kabupaten Malang terhadap
Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan metode LQ yang dijelaskan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Penghitungan Sektor Basis Kabupaten Malang terhadap Provinsi Jawa Timur dengan
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Primer 125.766.901 10.426.132 1,731 Basis
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui bahwa untuk sektor yang memiliki nilai LQ > 1 merupakan sektor basis, yang berarti bahwa sektor tersebut mampu memenuhi
kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah Kabupaten Malang dan juga diekspor ke
luar wilayah, yaitu Provinsi Jawa Timur. Adapun jika nilai LQ sektor < 1, maka sektor
tersebut merupakan sektor non basis, yang berarti sektor tersebut hanya mampu
memenuhi kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah Kabupaten Malang saja.
Pengelompokkan antara sektor basis dan nonbasis pada Kabupaten Malang
terhadap Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan data PDRB Tahun 2012 dijelaskan
pada Tabel 4.2, sedangkan pengelompokkan sektor basis dan nonbasis berdasarkan tiga sektor utama (primer, sekunder dan tersier) dijelaskan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.2 Pengelompokkan Sektor Basis dan Nonbasis Kabupaten Malang Terhadap Provinsi Jawa Timur Tahun 2012
Sektor Basis Sektor Non Basis
1. Pertanian 1. Pertanian
1.1 Tanaman Bahan Makanan 1.5 Perikanan
1.2 Tanaman Perkebunan 2. Pertambangan dan Penggalian
1.3 Peternakan 2.1 Pertambangan Migas 1.4 Kehutanan 2.2 Pertambangan Non Migas
2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan
2.3 Penggalian 3.1 Subsektor Industri Makanan, Minuman, Tembakau
7. Pengangkutan dan Komunikasi
3.2 Subsektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
1. Angkutan Rel 3.3 Subsektor Industri Kayu dan Sejenisnya
2. Angkutan Jalan Raya 3.4 Subsektor Industri Kertas, Percetakan dan Penerbitan
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3.5 Subsektor Industri Kimia, Minyak Bumi
Karet dan Plastik
9. Jasa-jasa 3.6 Subsektor Industri Barang Galian non Logam,
Kecuali Minyak Bumi dan Batubara
a. Pemerintahan Umum 3.7 Subsektor Industri Logam Dasar
b. Swasta 3.8 Subsektor Industri Barang dari Logam, Mesin
dan Peralatan
1. Jasa Sosial Kemasyarakatan 3.9 Subsektor Industri Pengolahan lainnya 2. Jasa Hiburan dan Kebudayaan 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 15
Sektor Basis Sektor Non Basis
4.2 Gas Kota 4.3 Air Bersih
5. Kontruksi
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
8.1 Bank
8.3 Sewa Bangunan 8.4 Jasa Perusahaan Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4.3 Pengelompokkan Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Malang Terhadap Provinsi Jawa Timur Tahun 2012
Sektor Basis Sektor Non Basis
Sektor Primer (LQ = 1,731) Sektor Sekunder (LQ = 0,657) Sektor Tersier (LQ = 0,768) Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui rincian subsektor dari sektor primer, sekunder maupun tersier yang termaksuk sektor basis dan sektor non basis, sehingga untuk setiap
subsektor yang termaksuk sektor basis adalah sektor yang memiliki surplus produksi
dalam tahun 2012. Adapun pada Tabel 4.3 diketahui secara keseluruhan untuk sektor yang merupakan sektor basis merupakan sektor primer, sedangkan untuk sektor non basis
pada Kabupaten Malang terhadap Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB Harga
Konstan Tahun 2012 adalah sektor sekunder dan tersier.
4.3 Gambaran Umum Provinsi DIY
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan luas wilayah 3.185,80 km2 dan jumlah penduduk
sebesar 3.452.390 jiwa pada tahun 2010. Secara administratif Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta terdiri atas 4 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul.
4.4 Perkembangan Sektor Ekonomi Tiap Kabupaten/Kota Pada Provinsi DIY Penghitungan untuk mengetahui bagaimana perkembangan sektor ekonomi pada
tiap kabupaten dan kota pada Provinsi DIY menggunakan analisis Shift Share, dengan
data PDRB harga konstan (tahun 200) pada Tahun 2008 sebagai tahun awal, dan data
PDRB harga konstan pada Tahun 2012 sebagai tahun akhir. Adapun lingkup data yang
digunakan mencangkup lingkup Provinsi DIY, 4 Kabupaten dan 1 Kota pada Provinsi
DIY, sehingga masing – masing dari data PDRB tersebut dapat diketahui bagaimana
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 16
Berikut merupakan data penerimaan PDRB pada Provinsi DIY beserta 4
Kabupaten dan 1 Kota pada Provinsi DIY berdasarkan harga konstan (Tahun 2000) untuk
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 17
Tabel 4.4 Penerimaan PDRB Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota didalamnya Tahun 2008 Berdasarkan Harga Konstan (Tahun 2000) (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha/Industrial
Origin DIY Kota Jogja Kulon Progo Sleman Gunungkidul Bantul
1. Pertanian/Agriculture 3.541.665 18.140 454.656 987.480
1.201.241 880.148
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying
140.864 258 17.027 32.308 55.442 35.829
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing Industry
2.636.275 543.050 255.420 904.474 337.144 596.187
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity, Gas & Water Supply
176.288 65.488 10.333 52.789 16.003 31.675
5. Bangunan/Construction 1.825.157 412.972 82.096 642.538 250.400 437.151
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade, Hotels & Restaurant
3.961.618 1.253.026 281.420 1.276.918 447.901 702.353
7. Pengangkutan & Komunikasi/Transport.& Communication
1.958.512 984.783 171.336 339.243 214.371 248.779
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/ 1.751.269 696.816 101.551 598.190 141.824 212.888
9. Jasa-Jasa/Services 3.220.410 1.046.615 288.531 1.006.243 405.972 473.049
PDRB/Gross Regional
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 18
Tabel 4.5 Penerimaan PDRB Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota didalamnya Tahun 2012 Berdasarkan Harga Konstan (Tahun 2000) (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha/Industrial
Origin DIY Kota Jogja Kulon Progo Sleman Gunungkidul Bantul
1. Pertanian/Agriculture 3.826.004 17.939 517.404 1.019.264 1.329.212 942.185
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying
157.371 296 17.376 38.636 65.277 35.786
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing Industry
2.889.157 598.159 273.125 1.005.640 401.011 611.222
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity, Gas & Water Supply
212.754 75.936 12.850 65.150 21.207 37.611
5. Bangunan/Construction 2.202.983 475.073 110.071 827.196 318.995 471.648
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade, Hotels & Restaurant
4.885.235 1.559.070 347.231 1.636.136 543.361 799.437
7. Pengangkutan & Komunikasi/Transport.& Communication
2.436.919 1.268.866 183.855 433.134 260.966 290.098
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/ 2.230.691 886.591 123.572 779.721 190.701 250.106
9. Jasa-Jasa/Services 3.953.257 1.269.751 377.593 1.264.352 511.830 529.731
PDRB/Gross Regional
Domestic Product 22.794.371 6.151.681 1.963.077 7.069.229 3.642.560 3.967.824
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 19
Berdasarkan data PDRB yang dijelaskan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, maka dapat dilakukan penghitungan pertumbuhan ekonomi melalui penghitungan Komponen
Pertumbuhan Nasional (national share), Komponen Pertumbuhan Proporsional
(proportional shift), dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (differential shift).
Adapun penghitungan tiap komponen beserta interpretasi hasilnya dijelaskan pada Tabel 4.6 – Tabel 4.8.
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
Bangunan/Construction 0,186 0,058 -0,057 0,188 1,27
6. Perdagangan,
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 20
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPP Keterangan
1. Pertanian/Agriculture -0,198 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying -0,039
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry -0,027
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply -0,036
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
5. Bangunan/Construction 0,058 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant 0,102
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication 0,086
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ 0,027
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
9. Jasa-Jasa/Services 0,039 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPPW Keterangan
1. Pertanian/Agriculture -0,091 Tidak mempunyai daya saing
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying 0,030 Mempunyai daya saing
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry 0,006 Mempunyai daya saing
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply -0,047 Tidak mempunyai daya saing
5. Bangunan/Construction -0,057 Tidak mempunyai daya saing
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant 0,011 Mempunyai daya saing
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication 0,044 Mempunyai daya saing 8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ -0,001 Tidak mempunyai daya saing
9. Jasa-Jasa/Services -0,014 Tidak mempunyai daya saing
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 21
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Kulon Progo
Bangunan/Construction 0,186 0,154 0,134 0,475 0,81
6. Perdagangan,
Hotel-Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Kulon Progo
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPP Keterangan
1. Pertanian/Agriculture -0,048 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying -0,166
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry -0,117
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply 0,057
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
5. Bangunan/Construction 0,154 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant 0,047
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication -0,113
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ 0,030
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
9. Jasa-Jasa/Services 0,122 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 22
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Kulon Progo
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPPW Keterangan
1. Pertanian/Agriculture 0,058 Mempunyai daya saing
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying -0,097 Tidak mempunyai daya saing
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry -0,027 Tidak mempunyai daya saing
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply 0,037 Mempunyai daya saing
5. Bangunan/Construction 0,134 Mempunyai daya saing
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant 0,001 Mempunyai daya saing
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication -0,171 Tidak mempunyai daya saing 8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ -0,057 Tidak mempunyai daya saing
9. Jasa-Jasa/Services 0,081 Mempunyai daya saing
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 23
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPP Keterangan
1. Pertanian/Agriculture -0,154 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying 0,009
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry -0,075
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply 0,048
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
5. Bangunan/Construction 0,101 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant 0,095
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication 0,090
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ 0,117
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
9. Jasa-Jasa/Services 0,070 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPPW Keterangan
1. Pertanian/Agriculture -0,048 Tidak mempunyai daya saing
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying 0,079 Mempunyai daya saing
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry 0,016 Mempunyai daya saing
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply 0,027 Mempunyai daya saing
5. Bangunan/Construction 0,080 Mempunyai daya saing
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant 0,048 Mempunyai daya saing
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication 0,032 Mempunyai daya saing 8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ 0,030 Mempunyai daya saing
9. Jasa-Jasa/Services 0,029 Mempunyai daya saing
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 24
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunung Kidul
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 25
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Gunung Kidul
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPP Keterangan
1. Pertanian/Agriculture -0,080 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying -0,009
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry 0,003
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply 0,139
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
5. Bangunan/Construction 0,087 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant 0,027
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication 0,031
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ 0,158
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
9. Jasa-Jasa/Services 0,074 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Gunung Kidul
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPPW Keterangan
1. Pertanian/Agriculture 0,026 Mempunyai daya saing
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying 0,060 Mempunyai daya saing
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry 0,094 Mempunyai daya saing
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply 0,118 Mempunyai daya saing
5. Bangunan/Construction 0,067 Mempunyai daya saing
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant -0,020 Tidak mempunyai daya saing
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication -0,027 Tidak mempunyai daya saing 8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ 0,071 Mempunyai daya saing
9. Jasa-Jasa/Services 0,033 Mempunyai daya saing
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 26
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 27
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPP Keterangan
1. Pertanian/Agriculture -0,116 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying -0,188
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry -0,161
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply 0,001
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
5. Bangunan/Construction -0,108 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant -0,048
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication -0,020
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ -0,012
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
9. Jasa-Jasa/Services -0,067 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul
Lapangan Usaha/Industrial Origin KPPW Keterangan
1. Pertanian/Agriculture -0,010 Tidak mempunyai daya saing
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying -0,118 Tidak mempunyai daya saing
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry -0,071 Tidak mempunyai daya saing
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply -0,019 Tidak mempunyai daya saing
5. Bangunan/Construction -0,128 Tidak mempunyai daya saing
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant -0,095 Tidak mempunyai daya saing
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication -0,078 Tidak mempunyai daya saing 8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/ -0,099 Tidak mempunyai daya saing
9. Jasa-Jasa/Services -0,108 Tidak mempunyai daya saing
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 28
4.5 Mapping Pertumbuhan dan Basis Ekonomi Provinsi DIY
Berdasarkah hasil penghitungan tiap komponen pada Analisis Shift Share beserta
perhitungan LQ untuk tiap sektor pada tiap Kabupaten / Kota pada Provinsi DIY, maka
dapat dilakukan mapping terkait pertumbuhan dan basis ekonomi pada Provinsi DIY.
Adapun Mapping Pertumbuhan dan Basis Ekonomi pada Provinsi DIY dijelaskan pada
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 29
Tabel 4.10 Mapping Pertumbuhan dan Basis Ekonomi pada Provinsi DIY
Sektor Kota Yogyakarta Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Sleman Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Bantul
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 30
Berdasarkan Tabel 4.10, diketahui bagaimana mapping dari kondisi pertumbuhan ekonomi berdasarkan komponen pertumbuhan proporsional (proportional shift),
komponen pertumbuhan pangsa wilayah (differential shift), dan Location Quotient rata –
rata. Diketahui untuk Kota Yogyakarta bahwa untuk sektor pertanian dan industri
pengolahan bukan merupakan basis ekonomi, dan tidak memiliki daya saing maupun
Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat. Hal tersebut dikarenakan
adanya ciri perkotaan yang mendominasi di wilayah Kota Yogyakarta, yaitu kegiatan
ekonomi didominasi oleh sektor tersier (jasa, perdagangan, perhotelan) daripada sektor
primernya.
Berbeda untuk kondisi LQ, KPP dan KPPW pada Kabupaten Sleman, Kulon
Progo, Gunung Kidul dan Bantul yang didominasi oleh sektor primer (pertanian,
pertambangan) maupun sektor sekunder. Hal tersebut dikarekanan ciri perkotaan yang
tidak terlalu mendominasi pada keempat wilayah kabupaten tersebut, sehingga aktivitas
ekonomi lebih mengarah pada penghasil dan pengolah sumber daya alam berupa
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 31
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat diketahui dengan menggunakan dasar
pemikiran metode dan dasar teori dari Location Quotient (LQ). Adanya acuan data yang
dapat digunakan untuk menentukan sektor basis suatu wilayah berupa penerimaan PDRB
sektor pada wilayah regional dan wilayah nasional yang lebih luas. Berdasarkan hasil
analisis basis ekonomi pada Kabupaten Malang terhadap Provinsi Jawa Timur dengan
data PDRB Tahun 2012, diketahui bahwa sektor yang merupakan sektor basis adalah
sektor primer, sedangkan kedua sektor lainnya yaitu sektor sekunder dan sektor tersier
merupakan sektor non basis. Adapun kondisi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat
diketahui dengan menggunakan metode Analisis Shift Share yang terdiri atas komponen
national share, proportional shift dan differential shift. Berdasarkan hasil analisis
terhadap pertumbuhan ekonomi pada Provinsi DIY dengan menggunakan data PDRB
Tahun 2008 dan Tahun 2012 berdasarkan harga konstan, diketahui bahwa terdapat
perbedaan pada wilayah Kota Yogyakarta yang cenderung tumbuh untuk sektor
terisernya, daripada wilayah keempat Kabupaten lainnya yang cenderung tumbuh untuk
sektor primer dan sekundernya. Hal tersebut dapat saja dikarenakan pengaruh dari ciri
perkotaan dan perdesaan dari tiap wilayah yang berbeda.
5.2 Saran
Penentuan sektor basis ekonomi suatu wilayah melalu metode dan dasar teori dari
Location Quotient (LQ) dalam penerapannya diharapkan mampu memberikan gambaran
umum terkait kondisi ekonomi suatu wilayah. Sektor basis yang telah diketahui
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan wilayah lebih luas, dan dalam perkembangannya
mampu mendorong dari perkembangan sektor non basis, sehingga dapat membantu untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Adapun untuk mengetahui
bagaimana pertumbuhan ekonomi dari suatu wilayah untuk tiap sektor berdasarkan hasil
Analisis Shift Share, dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun rencana spasial
maupun rencana sektoral dalam penyusunan rencana tata ruang suatu wilayah, sehingga
dasar perencanaan tidak hanya berbasis data harian seperti proyeksi penduduk atau Lintas
Harian Rata-Rata saja, namun dapat diperkuat dengan kondisi atau fenomena ekonomi
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 32
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang, 2013. Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun
Tahun 2013. Pemerintah Kabupaten Malang.
Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2009 dan 2013. Provinsi DIY Dalam Angka Tahun
2009 dan Tahun 2013. Pemerintah Provinsi DIY.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2013. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka
Tahun 2013. Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunung Kidul, 2009 dan 2013. Kabupaten Gunung
Kidul Dalam Angka Tahun 2009 dan Tahun 2013. Pemerintah Kabupaten
Gunung Kidul .
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunung Kidul, 2009 dan 2013. Kabupaten Gunung
Kidul Dalam Angka Tahun 2009 dan Tahun 2013. Pemerintah Kabupaten
Gunung Kidul .
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul, 2009 dan 2013. Kabupaten Bantul Dalam Angka
Tahun 2009 dan Tahun 2013. Pemerintah Kabupaten Bantul .
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2009 dan 2013. Kabupaten Sleman Dalam
Angka Tahun 2009 dan Tahun 2013. Pemerintah Kabupaten Sleman .
Badan Pusat Statistik Kota Jogjakarta, 2009 dan 2013. Kota Jogjakarta Dalam Angka
Tahun 2009 dan Tahun 2013. Pemerintah Kota Jogjakarta .
Emilia, 2006. Modul Ekonomi Regional. Fakultas Ekonomi Universitas Jambi Tahun
2006.
Tamtomo, Edi, 2010. Analisis Pertumbuhan Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas