PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Rahim dan Diah (2008), Indonesia adalah negara agraris yang
sebagaian besar penduduknya terdiri dari petani sehingga sektor pertanian
memegang peranan penting. Sektor pertanian sebagai sumber kehidupan bagi
sebagian besar penduduk terutama bagi mereka yang memiliki mata pencaharian
utama sebagai petani. Selain itu sektor pertanian, salah satu hal penting yang
harus diperhatikan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan
produksi yang harus seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai
melalui peningkatan pengelolaan usaha tani secara intensif. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang cara pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar
dapat meningkatkan produktifitas serta dapat meningkatkan pendapatan sehingga
kesejahteraan petani dapat meningkat.
Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih
diandalkan di Indonesia karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan
dalam mengatasi krisis yang terjadi. Keadaan inilah yang menampakkan sektor
pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan mempunyai potensi besar
untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional (Husodo, dkk, 2004). Menurut Suprayono dan Setyono (1997), penanganan pascapanen adalah
tindakan yang dilakukan atau disiapkan pada tahap pascapanen agar hasil
pertanian, khususnya tanaman pangan siap dan aman digunakan oleh konsumen
atau diolah lebih lanjut oleh industri. Penanganan pascapanen meliputi semua
sifatnya harus segera ditangani agar hasil pertanian mempunyai daya simpan dan
daya guna yang tinggi.
Biro pusat statistik menyebutkan kehilangan hasil panen dan pascapanen
akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20,51%,
dimana kehilangan saat pemanenan 9,52%, perontokan 4,78%, pengeringan
2,13% dan penggilingan 2,19%. Angka ini jika dikonversikan terhadap produksi
padi nasional yang mencapai 54,34 juta ton setara lebih dari Rp15 triliun.
Penekanan kehilangan hasil ini tentunya akan berdampak langsung pada
peningkatan produksi akhir.
Salah satu kegiatan pascapanen, khususnya pascapanen padi yaitu
penggilingan padi menjadi beras. Beras merupakan salah satu makanan pokok
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, perhatian akan beras atau tanaman padi tidak
ada henti-hentinya. Perjalanan bangsa Indonesia dalam pengadaan beras pun
berliku-liku yang pada akhirnya dapat berswasembada beras pada tahun 1984.
Keadaan tersebut tentu perlu dipertahankan hingga saat ini ( Pitoyo,2003).
Penggilingan gabah menjadi beras merupakan salah satu rangkaian utama
penanganan pascapanen. Teknologi penggilingan sangat menentukan kwantitas
dan kwalitas beras yang dihasilkan. Perbandingan antara beras giling dan
kehilangan hasil serta mutu beras hasil penggilingan tergantung pada tingkat
kematangan biji saat dipanen (Suprayono dan Setyono, 1997).
Menurut Hardjosentono (2000) penggilingan padi merupakan pusat
pertemuan antara produksi, pascapanen, pengolahan dan pemasaran gabah atau
beras. Sehingga dituntut untuk dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan
pangan nasional. Rice Milling Unit (RMU) adalah yang berperan dalam kegiatan ini.
Menurut Widodo (2005) penggilingan padi memiliki peran yang sangat
penting dalam sistem agribisnis padi/perberasan di Indonesia. Penggilingan padi
merupakan pusat pertemuan antara produksi, pascapanen, pengolahan dan
pemasaran gabah/beras sehingga merupakan mata rantai penting dalam suplai
beras nasional yang dituntut untuk dapat memberikan kontribusi dalam
penyediaan beras, baik dari segi kuantitas maupun kualitas untuk mendukung
ketahanan pangan nasional.
Penggilingan padi menjadi beras dimulai dengan pengupasan kulit gabah.
Syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan
digiling. Bila diukur dengan alat pengukur kadar air (moisture tester) kekeringan ini mencapai angka 14 – 14,5 %. Pada kadar ini gabah akan mudah
digiling/dikupas kulitnya (Hardjosentono, dkk, 2000).
Dalam hakikatnya manusia itu senantiasa tergantung kepada
lingkungannya, akan tetapi dalam upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya
mereka tidak selalu tergantung pada alam akan tetapi manusia dapat
mempengaruhi, merubah, menciptakan corak dan bentuk lingkungan, untuk
mengolah lingkungan alam tersebut sehingga tercipta benda-benda kebutuhan
manusia. Untuk melakukan hal tersebut diperlukan seperangkat peralatan dan
cara penggunaan yang disebut teknologi (Rifai, dkk, 1990).
Ilmu mengenai mekanisasi dan teknologi pertanian di Indonesia telah
banyak dipraktekkan atau dilaksanakan untuk mendukung berbagai jenis usaha
Hardjosentono, dkk (2000), peralatan pertanian perlu ditingkatkan ukuran dan
efisiensinya, sehingga petani dapat menghasilkan lebih banyak dengan tenaga
kerja dan biaya yang lebih rendah.
Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan
dunia usaha, telah menuntut perlu adanya penilaian sejauh mana
kegiatan/kesempatan tersebut dapat memberikan manfaat (benefit) bila suatu usaha dijalankan atau dikembangkan. Pengambilan keputusan investasi untuk
mengembangkan suatu usaha lama maupun mendirikan usaha baru membutuhkan
dasar studi kelayakan untuk mendapatkan hasil (output) yang maksimal dan mengurangi resiko kegagalan yang mungkin terjadi (Kasmir dan Jakfar, 2003).
Salah satu upaya yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan manusia
adalah dengan melaksanakan usaha penggilingan padi seperti yang dilakukan oleh
penduduk di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin. Usaha
penggilingan padi yang dijalankan oleh penduduk di dua kecamatan tersebut
adalah penggilingan padi mobile (bergerak). Gilingan padi mobile lebih banyak diminati oleh para petani karena proses penggilingan padi yang lebih cepat
dibandingkan dengan gilingan padi statis atau sering juga disebut dengan kilang.
Sama halnya dengan pelaksanaan usaha lainnya, dalam pelaksanaan usaha
penggilingan padi mobile perlu dilakukan analisis kelayakan. Tujuan dari diadakannya analisis kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjutan
penggunaan modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak
menguntungkan (Husnan dan Suwarsono, 1994).
Usaha jasa penggilingan padi umumnya tidak berjalan penuh sepanjang
Kegiatan usaha jasa penggilingan padi berjalan hanya pada musim panen dan
beberapa bulan setelahnya, tergantung pada besarnya hasil panen di wilayah
sekitar penggilingan padi berada. Oleh karena itu, hari kerja suatu penggilingan
padi dalam setahun ditentukan oleh volume hasil dan frekuensi panen di wilayah
sekitarnya. Pada masa-masa di luar musim panen, biasanya pemilik dan pekerja
usaha jasa penggilingan padi akan mengisi waktu mereka dengan jenis kegiatan
lainnya seperti bertani dan berdagang ( Anonimous,2008 ).
Usaha penggilingan padi mobile di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin juga tidak berjalan sepanjang tahun. Penggilingan padi
mobile beroperasi pada musim panen dan beberapa bulan setelahnya. Di daerah penelitian ada dua kali musim panen dalam setahun. Disaat petani padi melakukan
penanaman selingan pada sawahnya, pengusaha penggilingan padi mobile mengisi waktu mereka dengan kegiatan lain.
Karena usaha jasa penggilingan padi mobile tidak terlalu rumit untuk dijalankan, maka risiko yang ada juga relatif kecil dan mudah ditanggulangi.
Risiko terbesar adalah sedikitnya pengguna atau rendahnya produktivitas padi per
hektar, risiko lainnya adalah kerusakan mesin-mesin penggilingan padi sehingga
menyebabkan penurunan kapasitas giling dan mutu hasil gilingan. Selain itu
kenaikan biaya operasional juga dapat mempengaruhi kelangsungan usaha jasa
penggilingan padi mobile.
Penggilingan padi mobile kini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Para petani di kecamatan pantai Labu dan Kecamatan Pantai cermin lebih
beroperasi. Dengan adanya penggilingan padi mobile ini petani tidak perlu lagi bersusah payah mengangkut padinya ke kilang padi, cukup dengan menghubungi
nomor pemilik gilingan padi maka gilingan padi mobile akan segera tiba di rumah petani. Keuntungan lainnya dari penggilingan padi mobile ini yaitu ampas (dedak) dari hasil penggilingan padi menjadi milik petani. Petani cukup memberikan 10%
dari berasnya kepada penggilingan padi mobile sebagai upah. Namun apabila petani ingin membayar dalam bentuk rupiah maka 10% dari berasnya dikalikan
Rp.7000 – Rp.7500. Awalnya di daerah penelitian hanya ada beberapa
penggilingan padi mobile, namun karena minat petani yang besar untuk menggiling padinya di penggilingan padi mobile menjadikan jumlah penggilingan
padi mobile di daerah penelitian semakin besar. Hal ini menjadi alasan dilakukan penelitian tentang kelayakan usaha penggilingan padi mobile di kedua daerah ini.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Berapa besar modal yang diperlukan untuk setiap unit gilingan padi mobile
di daerah penelitian?
2. Berapa besar biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap unit gilingan
padi mobile di daerah penelitian?
3. Berapa besar penerimaan yang diperoleh dari setiap unit gilingan padi
mobile di daerah penelitian?
4. Berapa besar pendapatan yang diperoleh dari setiap unit gilingan padi
5. Apakah usaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan?
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui besar modal yang diperlukan untuk setiap unit gilingan
padi mobile di daerah penelitian.
2. Untuk mengetahui besar biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap unit
gilingan padi mobile di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui besar penerimaan yang diperoleh dari setiap unit gilingan
padi mobile di daerah penelitian.
4. Untuk mengetahui besar pendapatan yang diperoleh dari setiap unit gilingan
padi mobile di daerah penelitian.
5. Untuk mengetahui apakah usaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha penggilingan padi mobile dalam mengembangkan usaha penggilingan padi mobile.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan
untuk kelayakan usaha penggilingan padi mobile.