• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI

DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

ADHITYA YUDHA PRADHANA

F14063458

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

COST ANALYSIS AND FEASIBILITY RICE MILLING BUSINESS

IN CIHIDEUNG ILIR VILLAGE, CIAMPEA DISTRICT

BOGOR REGENCY

Bambang Pramudya and Adhitya Yudha Pradhana

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia

e-mail: adhitya.smart@ymail.com

ABSTRACT

Rice is one of the staple food most Indonesian people consume and a strategic commodity that continued to receive priority handling in agricultural development. Rice is consumed after been milled and cooked. Therefore the rice milling business is very helpful in post harvest activities. Existing facilities in this mill including mill building, drying floor, huller for to shelling paddy, polisher for cleaning rice, and the engine mover. The objectives of this study are to carry out cost analysis and feasibility analysis of rice milling business owned by Mr. H. Sulaiman in Cihideung Ilir Village, Ciampea District, Bogor Regency, and to make sensitivity analysis with some conditions. The method used in this research are data collection and data analysis. The results from financial feasibility analysis are NPV = Rp14,447,356,-, IRR = 27.03 % and B/C ratio= 1.68. These mean that rice milling business feasible to run because NPV > 0, IRR > 15%, and B/C ratio > 1. The results of sensitivity analysis showed that increase in the price of diesel fuel by 10% of normal rates and wage increase up to 40%, will make the rice milling business not feasible. The increase in the price of diesel fuel by 20% of the normal price and wage increases by up to 30%, will make the rice milling business not feasible. Diesel fuel price increase of 30% of the normal price and wage increase by 30%, will make the rice milling business not feasible, and sensitivity analysis for the decrease in the number of annual milled to 20%, will make a rice milling business become not feasible to run.

(3)

ADHITYA YUDHA PRADHANA. F14063458. Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha

Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Di bawah

bimbingan Bambang Pramudya. 2010

RINGKASAN

Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu makanan pokok yang hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsinya dan merupakan komoditi strategis yang tetap mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Peningkatan produksi padi antara lain dapat ditempuh dengan cara perbaikan penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen tanaman padi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Salah satu aspek penting penanganan pascapanen padi adalah penggilingan padi. Proses penggilingan ini penting karena menentukan kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Dalam hal ini penggunaan mesin penggilingan padi diharapkan dapat meningkatkan rendemen dan mutu dari beras giling yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya dan kelayakan usaha penggilingan padi, bagaimana usaha tersebut berjalan pada jalur yang tepat agar tidak mengalami kerugian. Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data yang diperlukan diantaranya data yang berhubungan dengan biaya dan data operasional usaha mesin penggilingan padi tersebut, antara lain jenis mesin penggilingan yang digunakan dan komponen-komponennya, biaya-biaya yang dikeluarkan (biaya-biaya tetap dan biaya-biaya tidak tetap), kapasitas mesin per jam, pemakaian bahan bakar per jam, rata-rata jumlah gabah yang digiling per hari, dan jam kerja per hari.

Penelitian ini dilakukan di penggilingan padi milik Bapak H. Sulaiman, di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penggilingan ini mempunyai beberapa fasilitas usaha yang terdiri dari bangunan dengan luas 6x5 m2 , mesin penggilingan, dan lantai jemur/ lamporan berukuran 10x7 m2. Untuk mesin-mesin penggilingan padi yang digunakan diantaranya terdiri dari 1 unit huller, 1 unit polisher, dan 1 motor penggerak yaitu motor diesel KUBOTA 22 PK untuk menggerakkan

huller (merk RM tipe LM24-2C(H)) dan polisher (merk ICHI tipe N-70). Pembangunan dan

pembelian awal mesin dilakukan bersamaan yaitu pada tahun 1984. Performansi teknis mesin penggilingan padi yang diukur pada penelitian ini adalah kapasitas giling, rendemen penggilingan dan pemakaian bahan bakar. Dari pengamatan langsung dilapangan, diperoleh nilai kapasitas rata-rata

huller sebesar 196.85 kg GKG/jam, sedangkan untuk kapasitas polisher menghasilkan beras yaitu

201.52 kg beras/jam. menurut sistem penggilingan padi, penggilingan ini tergolong dalam penggilingan padi kecil (PPK) sederhana karena mempunyai kapasitas giling lebih kecil dari 2 (dua) ton per jam, selain itu penggilingan padi ini tergolong tipe sederhana karena hanya melalui proses pecah kulit, proses pemisahan gabah dengan beras pecah kulit secara sederhana, dan proses pemutihan beras pecah kulit.

Faktor-faktor yang menentukan besar kecilnya kapasitas adalah keterampilan operator, kondisi gabah yang digiling, dan kondisi mesin. Solar digunakan untuk bahan bakar motor penggerak dalam menggerakkan huller dan polisher yang membutuhkan rata-rata pemakaian bahan bakar sebanyak 1.16 liter/jam. Sesuai dengan data yang ada, konsumsi bahan bakar tersebut termasuk boros. Rendemen giling rata-rata yang dihasilkan pada unit penggilingan tersebut adalah sebesar 59.44%. Rendahnya rendemen giling tersebut dipengaruhi antara lain karena keadaan mesin-mesin penggilingan yang ada, varietas padi yang digiling, dan berpengaruhnya kondisi gabah yang akan digiling (kadar air, kemurnian gabah, dan sebagainya).

(4)

Dari hasil perhitungan diperoleh biaya pokok untuk setiap kilogram GKG yang digiling adalah sebesar Rp 189,-/kg GKG atau Rp 318,-/kg beras yang dihasilkan. Sedangkan upah penggilingan yang dikenakan per kilogram gabah kering giling (GKG) yang digiling sebesar Rp 357,-/kg gabah yang digiling atau Rp 600,-357,-/kg beras. Ditinjau dari biaya pokok yang diperoleh, maka usaha penggilingan ini telah menjalankan dengan tepat karena upah penggilingan yang dikenakan pada setiap gabah yang digiling lebih tinggi dari pada biaya pokok. Penggilingan padi selama 1 (satu) tahun beroperasi selama 5 (lima) bulan yaitu pada saat panen padi dan menjelang lebaran. Volume giling pada titik impas untuk usaha penggilingan padi tersebut sebesar 38.5 ton GKG/tahun atau dengan jam kerja pada titik impas yaitu 195.60 jam/tahun. Dilihat dari jumlah giling per tahun dari usaha penggilingan padi ini 46.38 ton GKG/tahun atau dengan rata-rata giling bulanan sebesar 9.27 ton GKG/bulan. Dari analisis kelayakan finansial diperoleh NPV = 14,447,356,-, IRR = 27.03% dan B/C

ratio = 1.68. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa usaha penggilingan padi ini dari segi

finansial adalah layak.

Variabel kritis yang dipilih untuk dimasukkan dalam perhitungan analisis sensitivitas adalah harga bahan bakar minyak (solar), upah tenaga kerja, dan jumlah giling tahunan. Kenaikan harga bahan bakar solar akan berdampak pada kenaikan upah tenaga kerja, sehingga mempengaruhi biaya operasional penggilingan dan kelayakan dari usaha penggilingan padi tersebut. Kenaikan harga bahan bakar solar sebesar 10% dari harga normal dan diikuti dengan kenaikan upah hingga 40%, maka akan mempengaruhi kelayakan usaha penggilingan padi tersebut menjadi tidak layak. Kenaikan harga bahan bakar solar sebesar 20% dari harga normal dan diikuti dengan kenaikan upah hingga 30%, maka usaha penggilingan padi menjadi tidak layak. Kenaikan harga bahan bakar solar sebesar 30% dari harga normal dan diikuti dengan kenaikan upah hingga 30%, maka akan mempengaruhi kelayakan usaha penggilingan padi tersebut. Analisis sensitivitas untuk penurunan jumlah giling tahunan hingga 20% akan menyebabkan usaha penggilingan padi ini menjadi tidak layak untuk dijalankan. Usaha penggilingan dengan jumlah giling tahunan yang tinggi memiliki tingkat sensitivitas yang rendah terhadap perubahan-perubahan faktor kritis. Hal tersebut dikarenakan dengan jumlah giling yang tinggi menyebabkan biaya pokok akan rendah dan pemasukan yang diperoleh tinggi, sehingga dapat menutupi biaya operasional yang tinggi.

(5)

ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI

DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ADHITYA YUDHA PRADHANA F14063458

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(6)

Judul Skripsi : Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Nama : Adhitya Yudha Pradhana NIM : F14063458

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Akademik

Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng. NIP. 19500301 197603 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Dr. Ir. Desrial, M.Eng. NIP. 19661201 199103 1 004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Biaya dan

Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum

diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011 Yang membuat pernyataan

Adhitya Yudha Pradhana F14063458

(8)

© Hak cipta milik Adhitya Yudha Pradhana, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(9)

BIODATA PENULIS

Adhitya Yudha Pradhana dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 12 Mei 1988 dari ayah Drs. Budi Eko Cahyono, M.Pd., dan ibu (alm) Indah Suhartati, A.Md. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Margomulyo 1 Ngawi pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMP Negeri 2 Ngawi, dan pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Karangjati Ngawi. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri dengan diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada saat tingkat 1 di IPB, mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), dan pada tahun 2007 (tingkat 2) penulis diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kemudian pada semester 6 penulis mengambil Bagian Sistem dan Manajemen Mekanisasi Pertanian (SMMP). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif diberbagai kegiatan kampus, diantaranya rohis, menjadi panitia seminar dalam acara seminar di kampus, dan menjadi pengurus kelas untuk mata kuliah Kekuatan Bahan, dan pengurus kelas untuk mata kuliah Teknik Mesin Budidaya Pertanian. Penulis melaksanakan Praktek Lapangan pada tahun 2009 di CV. Cihanjuang Inti Teknik, Cimahi, Bandung, Jawa Barat dengan judul “Mempelajari Manajemen Produksi Mikrohidro di CV. Cihanjuang Inti Teknik”. Dalam rangka menyelesaikan studi S1, penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul “Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”.

(10)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan adanya dorongan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng., Dosen di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

sebagai pembimbing akademik atas bimbingan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak H. Sulaiman, Bapak Jajat, dan keluarga atas kesempatan dan bantuan yang telah diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian ini.

3. Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr dan Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr atas masukan dan kesediaannya sebagai dosen penguji.

4. Bapakku/ Orang tua dari penulis (Drs. Budi Eko Cahyono, M.Pd) dan Adekku (Ardandy Praja Mukti) atas segala pengorbanan, doa, semangat, dukungan, dan cinta kasihnya yang tidak henti-hentinya mengalir untuk penulis.

5. Bapak Nana Priatna, penyuluh pertanian dan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K) terimakasih atas informasi mengenai Desa Cihideung Ilir.

6. Bapak Nandang, divisi pertanian di Kantor Kecamatan Ciampea terima kasih atas bantuan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini.

7. Kantor Desa Cihideung Ilir terimakasih atas informasi mengenai desa dan penggilingan padi. 8. Abdul Hafizh Indrajaya terimakasih atas bantuan penelitian dan pencarian data di berbagai

tempat.

9. Teman satu kontrakan penulis, Fatchurozi yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis.

10. M. Dani Rahmawan, Ilham Eko, Radit Fatadiata dan Mochamad Arsyad terimakasih atas motivasi kebersamaan dan masukannya.

11. Keluarga besar penulis yang berada di Ngawi Jawa Timur, Jakarta, dan Bogor yang selalu memberikan dukungan.

12. Teman-teman Perwira 6, Syahrun, Taufik, Pak Yazid terimakasih atas semangat dan masukannya. 13. Dek Irma KSH 46, terimakasih atas semangat dan dukungannya kepada penulis.

14. Teman-teman (Farida, Fatchurozi, M. Dani Rahmawan, Henry, Rambey, dan iif) yang telah hadir pada saat sidang ujian skripsi Adhit pada tanggal 22 Februari 2011. Terima kasih dukungannya. 15. Teman-teman seperjuangan TEP 43 terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis dalam memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat di masa yang akan datang.

Bogor, Februari 2011

(11)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...ii

DAFTAR TABEL ...iii

DAFTAR GAMBAR ...iv

DAFTAR LAMPIRAN ...v

I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Tujuan Penelitian ...3

II. TINJAUAN PUSTAKA ...4

A. Terminologi Pasca Panen Padi ...4

B. Proses Penggilingan Padi ...5

C. Sistem Penggilingan Padi ...13

D. Perhitungan Biaya Penggilingan Padi ...15

III. METODOLOGI PENELITIAN ...22

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ...22

B. Alat dan Bahan ...22

C. Jenis dan Sumber Data...22

D. Prosedur Penelitian ...22

E. Metode Penelitian ...23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...27

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ...27

B. Performansi Teknis Mesin Penggilingan Padi ...30

C. Performansi Ekonomi Mesin Penggilingan Padi ...31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...43

A. Kesimpulan ...43

B. Saran ...43

DAFTAR PUSTAKA ...44

(12)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah produksi dan produktivitas tanaman padi tahun 2003-2007 ...1

Tabel 2. Kebutuhan dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan Kabupaten Bogor Tahun 2005 ...2

Tabel 3. Standar mutu gabah berdasarkan SNI No. 01-0224-1987 ...5

Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit ...8

Tabel 5. Perbedaan mesin penyosoh tipe abrasif dan mesin penyosoh tipe tekanan ...12

Tabel 6. Performansi teknis mesin penggilingan padi ...30

Tabel 7. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan upah tenaga kerja dengan NPV ...34

Tabel 8. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan upah tenaga kerja dengan IRR ...34

Tabel 9. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan upah tenaga kerja dengan B/C Ratio ...35

Tabel 10. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan upah tenaga kerja dengan NPV, IRR, dan B/C Ratio ...35

Tabel 11. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan upah tenaga kerja dengan NPV ...35

Tabel 12. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan upah tenaga kerja dengan IRR ...36

Tabel 13. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan upah tenaga kerja dengan B/C Ratio ...36

Tabel 14. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan upah tenaga kerja dengan NPV, IRR, dan B/C Ratio ...36

Tabel 15. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan upah tenaga kerja dengan NPV ...37

Tabel 16. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan upah tenaga kerja dengan IRR ...37

Tabel 17. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan upah tenaga kerja dengan B/C Ratio ...37

Tabel 18. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan upah tenaga kerja dengan NPV, IRR, dan B/C Ratio ...38

Tabel 19. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan NPV ...40

Tabel 20. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan IRR ...40

Tabel 21. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan B/C Ratio ...40

Tabel 22. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan NPV, IRR, dan B/C Ratio ...41

(13)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Sankey ...6

Gambar 2. Mekanisme pemecahan kulit dengan rol karet ...9

Gambar 3. Penukaran dan penggantian rol karena mengalami keausan ...9

Gambar 4. Aspirator dengan rubber roll husker ...10

Gambar 5. Prinsip kerja mesin-mesin penyosoh ...12

Gambar 6. Fasilitas bangunan giling dan lantai jemur ...27

Gambar 7. Fasilitas mesin penggilingan padi ...28

Gambar 8. Fasilitas penunjang penggilingan ...29

Gambar 9. Grafik perbandingan antara kenaikan harga solar dan upah dengan NPV...38

Gambar 10. Grafik perbandingan antara kenaikan harga solar dan upah dengan IRR ...39

Gambar 11. Grafik perbandingan antara kenaikan harga solar dan upah dengan B/C Ratio ...39

Gambar 12. Grafik hubungan antara penurunan jumlah giling tahunan dengan NPV ...41

Gambar 13. Grafik hubungan antara penurunan jumlah giling tahunan dengan IRR...41

(14)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data giling harian ...46

Lampiran 1. Data giling harian (lanjutan) ...47

Lampiran 1. Data giling harian (lanjutan) ...48

Lampiran 2. Analisis biaya tetap ...49

Lampiran 3. Perhitungan upah jasa giling ...50

Lampiran 4. Analisis biaya dan titik impas ...51

Lampiran 5. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 10% ...52

Lampiran 6. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 20% ...53

Lampiran 7. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 30% ...54

Lampiran 8. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 40% ...55

Lampiran 9. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 10% ...56

Lampiran 10. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 20% ...57

Lampiran 11. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 30% ...58

Lampiran 12. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 40% ...59

Lampiran 13. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 10% ...60

Lampiran 14. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 20% ...61

Lampiran 15. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 30% ...62

Lampiran 16. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 40% ...63

Lampiran 17. Analisis biaya tidak tetap, pendapatan, dan titik impas terhadap penurunan jumlah giling tahunan 10% ...64

Lampiran 18. Analisis biaya tidak tetap, pendapatan, dan titik impas terhadap penurunan jumlah giling tahunan 20% ...65

Lampiran 19. Analisis kelayakan finansial (NPV, IRR, B/C) ...66

Lampiran 20. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 10% ...67

Lampiran 21. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 20% ...68

Lampiran 22. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 30% ...69

Lampiran 23. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 40% ...70

(15)

vi Lampiran 24. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan

upah 10% ...71

Lampiran 25. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 20% ...72

Lampiran 26. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 30% ...73

Lampiran 27. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 40% ...74

Lampiran 28. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 10% ...75

Lampiran 29. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 20% ...76

Lampiran 30. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 30% ...77

Lampiran 31. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 40% ...78

Lampiran 32. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan 10% ...79

Lampiran 33. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan 20% ...80

(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah telah menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam perekonomian negara. Peran tersebut semakin terlihat pada masa krisis tahun 1998, dimana sektor pertanian mampu bertahan sebagai sektor penopang perekonomian nasional, sehingga krisis yang lebih buruk dapat terhindarkan. Untuk itu, ke depan sektor pertanian akan tetap menjadi tulang punggung negara dan sebagian besar rakyat Indonesia, sehingga dapat dikatakan sektor pertanian sangat menentukan kehidupan bangsa.

Usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian, terutama tanaman pangan harus terus dilakukan. Salah satu tanaman pangan penting adalah padi. Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu makanan pokok yang hampir sebagian besar masyarakat indonesia mengkonsumsinya dan merupakan komoditi strategis yang tetap mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian.

Pertumbuhan tanaman padi dapat dilihat dari produksi gabah. Keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi yang tercermin dari produksi gabah sangat ditentukan oleh ketersediaan hara dan air dalam tanah serta oleh keadaan cuaca dan iklim. Padi tergolong tanaman yang toleran terhadap kondisi pengairan. Berdasarkan hal tersebut, tanaman padi digolongkan ke dalam dua jenis yaitu padi gogo yang ditanam pada tanah darat dan padi sawah yang ditanam pada tanah tergenang. Produktivitas lahan dan produksi padi pada sistem sawah lebih tinggi dibandingkan dengan sistem gogo. Baik secara langsung maupun tidak, keragaman produktivitas dan produksi padi itu terjadi karena air mempengaruhi metabolisme karbon dan protein (Fagi dan Las, 1988). Tingkat produksi menunjukkan bahwa budidaya sawah berpengairan adalah yang paling tinggi potensinya, yaitu mencapai 5-8 ton per ha (Taslim dan Fagi, 1988)

Berbagai usaha dalam meningkatkan produksi, telah menunjukkan hasil nyata dengan tercapainya swasembada beras sejak 1984 yang lalu. Meski demikian, berbagai tantangan masih harus dihadapi seperti peningkatan penduduk yang relatif tinggi, ancaman hama dan penyakit, tekanan lingkungan seperti banjir dan kekeringan serta menyusutnya lahan-lahan subur untuk pembangunan dan komoditi lainnya.

Tabel 1. Jumlah produksi dan produktivitas tanaman padi tahun 2003-2007

Sumber: BPS, 2003-2007 Tahun Jumlah Produksi (ton) Produktivitas (ku/ha) Pertumbuhan Produksi (%) 2003 53,137,604 45.38 - 2004 54,088,468 45.36 1.75 2005 54,151,097 45.74 0.11 2006 54,454,937 46.20 0.56 2007 57,157,435 47.05 4.73

(17)

2 Produksi tanaman padi di Indonesia pada periode tahun 2003 sampai dengan 2007 menunjukkan kecenderungan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1.43% per tahun. Akan tetapi kondisi tersebut belum mampu mengimbangi permintaan terhadap beras, dengan peningkatan penduduk Indonesia yaitu sekitar 1.5% per tahun.

Tabel 2. Kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan pangan Kabupaten Bogor tahun 2005 No Komoditi Produksi (ton) Kebutuhan (ton) Pemenuhan (%) 1 Beras 265,023 492,112 53.85 2 Jagung 8,141 449,052 1.81 3 Kedelai 168 52,410 0.32 4 Kacang Tanah 2,154 52,410 4.11 5 Kacang Hijau 473 52,410 0.90 6 Ubi Kayu 52,762 149,684 35.25

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2006

Data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor (2006) pada Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan beberapa komoditi pangan pada tahun 2005 dengan jumlah penduduk Bogor sebesar 4,100,934 jiwa belum mencukupi. Kondisi ini memperlihatkan bahwa terdapat pasar potensial bagi sektor pertanian pangan khususnya beras sebagai bahan pangan pokok.

Penanganan pascapanen tanaman padi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Pada tahun 1996 susut pascapanen tanaman padi mencapai 20% (BPS, 1996). Kehilangan padi antara lain terjadi pada penen (9.5%), perontokan (4.8%), pengeringan (2.1%), penggilingan (2.2%), penyimpanan (1.6%), dan pengangkutan (0.2%). Proses penanganan pascapanen merupakan rangkaian masalah yang luas dan kompleks, tidak hanya ditentukan oleh masalah teknis tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Teknologi pascapanen yang tepat guna mutlak diperlukan karena berkaitan dengan jumlah dan mutu komoditas. Penerapan teknologi ini akan mendorong terciptanya komoditas yang lebih beragam, bermutu baik dan tersedia di setiap tempat dan waktu.

Salah satu aspek penting penanganan pascapanen padi adalah penggilingan padi. Proses penggilingan ini penting karena turut menentukan kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Dalam hal ini penggunaan mesin penggiling padi yang baik dapat meningkatkan rendemen dan mutu dari beras giling yang dihasilkan dibandingkan dengan cara ditumbuk.

Penggilingan padi sebagian besar diusahakan oleh pengusaha swasta yang dalam hal ini adalah pengusaha-pengusaha kecil. Sedangkan pengusahaan yang dilakukan oleh Koperasi Unit Desa (KUD) sendiri sebagai unit usaha kelompok masyarakat belum banyak berkembang. Hal ini menyangkut masalah investasi maupun aspek manajemennya. Penggilingan tersebut disewakan bagi masyarakat luas untuk memenuhi kebutuhan beras bagi konsumsi lokal. Pembayaran sewa dihitung berdasarkan hasil beras yang digiling. Namun pada masing-masing tempat belum ada standar yang sama untuk ongkos sewa penggilingan padi tersebut.

Walaupun sudah banyak usaha penggilingan padi, namun penyebaran dan kelayakannya belum begitu optimal. Keadaan ini memerlukan suatu evaluasi dan analisis untuk menilai tingkat kebutuhan optimumnya sehingga layak untuk beroperasi secara menguntungkan. Biaya penggilingan padi perlu diketahui, baik pada tahap perencanaan maupun pada tahap pelaksanaan suatu usaha penggilingan padi. Pada tahap perencanaan, biaya penggilingan perlu dihitung untuk mengetahui

(18)

3 kelayakan proyek tersebut sedangkan pada tahap pelaksanaan biaya penggilingan akan dipakai sebagai patokan untuk menentukan harga jual jasa penggilingan pada konsumen.

Biaya penggilingan padi dihitung dari seluruh komponen biaya di dalam sistem penggilingan padi. Biaya tersebut dapat dinyatakan dalam biaya total atau biaya pokok. Biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh usaha penggilingan padi per suatu periode waktu, misalnya per tahun, sedangkan biaya pokok adalah biaya yang diperlukan untuk suatu unit jumlah gabah, misalnya per kilogram gabah, per ton gabah, atau per kilogram beras. Harga jual jasa penggilingan yang biasa disebut ongkos penggilingan nantinya berupa biaya penggilingan ditambah dengan margin keuntungan yang ditentukan oleh pihak penggilingan.

Analisis biaya yang tepat mengenai kelayakan operasional usaha penggilingan padi diharapkan dapat digunakan oleh pengusaha penggilingan padi sebagai penunjang pengambilan keputusan dalam menentukan ongkos giling yang tepat agar tidak mengalami kerugian dan memproyeksikan keuntungan yang kontinyu untuk usaha penggilingan padi tersebut.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis biaya dan kelayakan penggilingan padi di penggilingan padi milik Bapak H. Sulaimandi Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

(19)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Terminologi Pascapanen Padi

Pengertian pascapanen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai dipasarkan kepada konsumen dalam bentuk beras. Kegiatan pascapanen meliputi pemanenan (harvesting), perontokan (threshing), pengangkutan (transportation), pembersihan (cleaning), pengeringan (drying), penyimpanan (storage), penggilingan (hulling atau polishing), dan pemasaran (marketing) (Patiwiri, 2006).

Padi biasanya dipanen pada kadar air sekitar 20-24%. Alat panen yang digunakan umumnya adalah sabit atau menggunakan ani-ani (10-15%) dan sebagian yang lain menggunakan peralatan mekanis seperti mechanical binder atau combine harvester (5%). Perontokan gabah sebagian besar dilakukan langsung di sawah setelah panen dengan cara menginjak-injak menggebot ke atas kayu atau bambu, memukul dengan kayu atau perontok pedal, dan menggunakan power thresher, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan dan pengeringan.

Proses pengeringan gabah bertujuan untuk menurunkan kadar air gabah agar dicapai tingkat kadar air yang aman untuk disimpan atau untuk penggilingan. Kadar air yang baik untuk penyimpanan adalah 14%. Pengeringan gabah biasanya masih dilakukan dengan cara penjemuran. Setelah dikeringkan gabah dapat langsung digiling atau disimpan.

Penggilingan gabah yang telah dikeringkan adalah usaha untuk memisahkan kulit gabah (sekam) dan dedak dari butir gabah untuk diolah menjadi beras sosoh (polish rice). Susut yang terjadi cukup besar selama proses penggilingan, setelah proses pemanenan dan perontokan. Oleh karena itu, penggilingan memerlukan perencanaan dan pemilihan alat yang baik (Surajit K. De Datta, 1981).

Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik gabah sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran gabah menjadi beras putih. Butiran gabah memiliki bentuk awal berupa gabah kering giling (GKG), masih memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih.

Kualitas fisik gabah ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan persen (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase barat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin rendah. Kualitas gabah akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling.

Rendemen giling = 𝑊𝑠𝑜𝑠𝑜 ℎ

𝑊𝑔𝑎𝑏𝑎 ℎ x 100% ... (1) Dimana :

Wsosoh = Berat beras sosoh (kg)

(20)

5 Berat sosoh yang dimaksud adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Selain dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan.

Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah.

Tabel 3. Standar mutu gabah berdasarkan SNI No. 01-0224-1987 Kriteria mutu Mutu I

(%)

Mutu II (%)

Mutu III (%)

Kadar air (maks) 14 14 14

Gabah hampa (maks) 1 2 3

Butir rusak + butir kuning

(maks) 2 5 7

Butir mengapur + gabah muda

(maks) 1 5 10

Gabah merah (maks) 1 2 4

Benda asing (maks) - 0.5 1

Gabah varietas lain (maks) 2 5 10

B. Proses Penggilingan Padi

Langkah awal pada tahap ini adalah menyiapkan gabah yang akan digiling. Gabah yang telah dimasukkan dalam karung dikeluarkan untuk kemudian dijemur. Proses ini dilakukan di lantai jemur khusus yang telah dibuat. Saat penjemuran gabah dibolak-balik secara kontinu. Tujuannya adalah memperoleh tingkat kekeringan yang seragam. Hal ini biasanya dilakukan sebanyak dua kali dengan masing-masingnya berdurasi 6 jam atau disesuaikan dengan keadaan cuaca. Setelah gabah kering, yaitu dengan kadar air ideal kurang lebih sebesar 14% gabah telah siap untuk digiling.

Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Gabah yang dimasukkan pada proses penggilingan padi adalah gabah kering giling (GKG). Gabah kering giling (GKG) adalah gabah yang memiliki kadar air kurang lebih 14% dan hasilnya berupa beras sosoh berwarna putih yang siap dikonsumsi.

Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan Bagian-bagian utama yang berupa beras akan dipertahankan. Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butir beras akan patah selama mengalami proses penggilingan. Menurut Esmay et al. (1979), operasi penggilinganyang baik akan menghasilkan kualitas beras yang baik, susut rendah dan biaya pengolahan yang rendah pula.

Pada Gambar 1 ditunjukkan perubahan bobot butiran padi pada tahap-tahap proses penggilingan padi. Diagram ini disebut diagram Sankey sesuai dengan nama penemunya. Nilai-nilai numerik di dalam diagram Sankey dapat berbeda-beda bergantung pada varietas padi yang digiling serta sistem penggilingan padi yang dipakai. Nilai-nilai yang ditunjukkan pada gambar 1 adalah

(21)

nilai-6 nilai untuk padi yang berasal dari Amerika yang berbutir panjang (long grain).

Seperti tampak pada Gambar 1, gabah kering panen yang memiliki kadar air sekitar 20% akan menurun beratnya sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14%. Apabila tidak langsung digiling, gabah terlebih dahulu disimpan dalam bentuk gabah kering giling.

Gambar 1. Diagram Sankey

Gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14% dan kotoran sekitar 3% dianggap sebagai bobot awal (100%) yang merupakan masukan terhadap proses penggilingan. Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan kotoran-kotoran yang berjumlah kira-kira 3% dari bobot gabah awal. Selanjutnya gabah bersih mengalami proses pemecahan kulit, di mana sekam yang berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah, dan akan tersisa dari beras pecah kulit sebanyak 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak 10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 15%. Persentase sekam dan bekatul semata-mata disebabkan oleh perbedaan varietas padi, sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai.

Yang disebut sebagai hasil utama proses penggilingan padi adalah beras sosoh, yaitu gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir. Jumlah yang dihasilkan dapat diperkirakan dari diagram Sankey pada gambar 1, yaitu sekam sebanyak 20%, bekatul 10%, dan menir 2% dari berat gabah awal yang digiling. Hasil-hasil samping tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sekam dipakai sebagai bahan bakar atau media tumbuh tanaman hidroponik,

(22)

7 bekatul dipakai sebagai bahan pakan ternak, makanan manusia, minyak bekatul (brain oil) dan menir biasanya diolah lebih lanjut menjadi tepung beras dan pakan ternak (Patiwiri, 2006).

Dari proses penggilingan padi akan dihasilkan beras kepala (nead rice), beras patah (broken

rice), dan menir (Bor S. Luh, 1980). BULOG memberikan klasifikasi ukuran yang berbeda, yaitu

menir memliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang ayakan 2.0 mm, beras patah memiliki ukuran 2/10 sampai 6/10 bagian beras utuh, sedangkan beras kepala memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh. Hasil utama proses penggilingan padi adalah beras sosoh, yaitu beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir disebut sebagai hasil sampingan karena tidak dikonsumsi sebagai nasi. Jadi hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir.

Untuk menjalankan rangkaian penggilingan padi diperlukan rangkaian mesin/alat yang keselurahannya disebut sistem penggilingan padi. Rangkaian mesin-mesin berfungsi mengupas kulit gabah (sekam), memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkupas (beras pecah kulit), melepaskan lapisan bekatul dari beras pecah kulit dan yang terakhir memoles beras hingga siap dikonsumsi dan memiliki penampakan yang menarik.

Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi dapat berupa rangkaian yang lengkap atau hanya rangkaian beberapa buah mesin. Kelengkapan rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir penggilingan. Untuk menghasilkan hasil penggilingan yang baik, sistem penggilingan padi seharusnya terdiri dari rangkaian-rangkaian mesin yang lengkap. Namun dengan adanya keterbatasan modal untuk pengadaan mesin-mesin penggilingan padi secara lengkap, maka suatu sistem penggilingan padi dapat mengurangi rangkaian mesin yang dipakai. Hal ini tentu saja akan mengurangi kuantitas dan kualitas beras hasil penggilingan.

1. Pemecahan Kulit (Husking, Hulling, Shelling)

Pemecahan atau pengelupasan kulit bertujuan untuk melepaskan kulit gabah dengan kerusakan sekecil mengkin pada butiran beras. Bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea,

lemma dan glume atau keseluruhannya disebut sekam. Mesin yang dipakai misalnya husker, huller

atau sheller.

Sebagian besar gabah yang dimasukan ke dalam mesin pemecah kulit akan terkelupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkelupas. Butiran gabah yang terkelupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Gabah yang belum terkelupas dapat berupa gabah utuh atau gabah yang telah pecah kulitnya, namun sekam belum terlepas dari butiran berasnya. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkelupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.

Untuk mendapatkan kualitas pengupasan yang baik, yaitu efisiensi pengupasan yang baik adalah jika efisiensi pengupasan yang tinggi dan tingkat beras patah yang rendah, maka perlu dilakukan penyetelan mesin pemecah kulit secara tepat. Apabila mesin diatur untuk mendapatkan efisiensi pengupasan yang tinggi, biasanya tingkat kerusakan beras yang terjadi akan tinggi pula. Sebaliknya, apabila mesin diatur untuk mendapatkan tingkat beras patah yang rendah, biasanya efisiensi pengupasan yang dihasilkan akan rendah pula.

Ada dua prinsip pemecahan atau pengupasan kulit gabah yaitu mesin-mesin yang memakai prinsip pemecahan kulit dengan dua tegangan geser berlawanan yang disebut kelompok friksional, dimana dinding bahan penggesek memberikan gaya gesekan pada sisi-sisi gabah. Sedangkan yang memakai prinsip pemecahan dengan satu tegangan geser disebut kelompok sentrifugal. Pada kelompok sentrifugal , untuk menimbulkan tegangan geser yang cukup untuk pengupasan, gabah dibenturkan dengan kecepatan tinggi.

(23)

8 Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit

Kelompok Tipe

Friksional Hand mill Engelberg

Under runner disk husker Rubber roll husker

Sentrifugal Impact husker Impeller husker Vacum husker Sumber: Patiwiri, 2006

Ada beberapa jenis husker antara lain engelberg husker, under-runner disc husker, rubber

roll husker, impact husker, impeller husker, dan vacum husker.

a. Engelberg husker

Mesin pemecah kulit tipe Engelberg (Engelberg husker) atau disebut juga tipe silinder besi, merupakan tipe paling awal mesin pemecah kulit. Pertama kali mesin Engelberg dirancang untuk dapat melakukan dua jenis pekerjaan, yaitu pemecahan kulit dan penyosohan. Penggunaan mesin Engelberg semakin berkurang dengan diciptakannya mesin-mesin baru yang lebih maju.

Mesin ini bekerja dengan prinsip pemberian dua tegangan geser berlawanan pada dua sisi gabah. Tegangan yang terjadi sebagai akibat dari adanya gesekan silinder yang berputar. Pada sisi luar silinder terdapat tonjolan-tonjolan besi sebanyak 5-6 buah yang dipasang membujur di sepanjang sisi silinder. Tonjolan-tonjolan inilah yang bersama dengan pisau pengupas yang akan menjepit dan menggesek gabah pada waktu silinder berputar.

b. Under-runner disc husker

Mesin under-runner disk husker memecahkan sekam dengan dua buah piringan. Kedua piringan tersebut dipasang di atas yang lain. Piringan yang terletak di atas di pasang diam tidak bergerak, sedangkan piringan yang terletak di bawah berputar. Karena piringan memiliki permukaan gesek yang terbuat dari batu, mesin ini disebut juga stone disc husker atau pelmolen.

c. Rubber roll husker

Mesin pemecah kulit tipe rol karet (rubber roll husker) memecahkan sekam dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet tersebut diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan. Untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak antar kedua rol diatur sekitar 0.5-0.8 mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah. Rol yang berputar dengan kecepatan tinggi dinamai rol utama, sedangkan rol lainnya dinamakan rol pembantu. Rol utama juga disebut fixed roll karena dipasang pada suatu poros stasioner, sedangkan rol pembantu disebut movable roll karena posisinya dapat digeser untuk mengatur jarak antara kedua rol. Rol utama berputar dengan kecepatan sudut 1050 rpm, sedangkan rol pembantu berputar dengan kecepatan 800 rpm, atau kira-kira 24% lebih lambat daripada rol utama. Kedua rol mempunyai diameter yang sama, berkisar antara 150-250 mm

(24)

9 tergantung kapasitas yang direncanakan. Tebalnya berkisar antara 60 mm sampai 250 mm. Mekanisme pemecahan kulit oleh rol karet ditunjukkan pada gambar 2 (Patiwiri, 2006).

Gambar 2. Mekanisme pemecahan kulit dengan rol karet

Rol utama yang berputar lebih cepat biasanya mengalami keausan yang lebih cepat. Untuk alasan ekonomis, daripada mengganti dengan rol baru, akan lebih baik menukar kedua rol, yaitu rol pembantu menjadi rol utama dan rol utama menjadi rol pembantu. Selanjutnya rol utama akan aus lebih cepat, sehingga diameter kedua rol akan cenderung menjadi sama. Setelah kedua rol menjadi sangat aus, yaitu bagian rol karet sudah hampir habis, kedua rol harus diganti dengan rol baru. Pertukaran dan penggantian rol ditunjukkan dengan ilustrasi pada Gambar 3.

Gambar 3. Penukaran dan penggantian rol karena mengalami keausan

d. Impact Husker

Pemecah kulit tipe benturan memakai prinsip pengupasan dengan aplikasi gaya gesekan pada satu sisi gabah. Untuk memberikan gerakan yang cepat kepada gabah, gabah diputar dengan piringan berbentuk lingkaran. Blade-blade karet yang dipasang miring di luar sisi piringan dengan sudut 45˚ yang berlaku sebagai permukaan gesek. Pada waktu terlempar keluar dari piringan, butiran gabah telah memiliki kecepatan dan gaya sentrifugal yang cukup.

(25)

10

e. Impeller husker

Pemecah kulit tipe impeller merupakan penyempurnaan dari tipe benturan. Bagian yang disempurnakan adalah permukaan gesek. Butiran gabah diputar dengan piringan yang memiliki kisi-kisi berupa blade. Kumpulan blade yang berputar tersebut berlaku sebagai

impeller. Di samping adanya gaya gesekan yang menahan butiran beras, gabah juga tetap

mengalami gaya sentrifugal ke arah luar piringan. Akibat adanya dua gaya tersebut, butiran gabah terpuntir dan terkupas. Pengupasan pada blade-blade ini mengakibatkan 20-50% gabah terkupas (Patiwiri 2006).

f. Vacum husker

Mesin pemecah kulit tipe vakum memiliki prinsip kerja mirip dengan tipe impact (benturan). Gabah diputar dengan kecepatan tinggi dan kemudian dibenturkan dengan kuat pada dinding karet di pinggiran piring pemutar. Setelah sekam pecah, seluruh butiran diisap keluar oleh isapan udara yang sangat kuat. Hal ini membuat butiran-butiran tertarik dan sekam yang belum terlepas dari butiran beras akan terlepas karena kuatnya isapan. Karena kuatnya isapan tersebut, tipe ini disebut tipe vakum.

2. Pemisahan Sekam

Pemisahan sekam dilakukan setelah pemecahan kulit. Tujuan pemisahan sekam adalah memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh yang belum terkupas selama proses pemecahan kulit. Sekam harus dipisahkan karena penyosohan tidak akan berfungsi baik apabila beras pecah kulit masih bercampur sekam. Disamping itu, tanpa pemisahan sekam persentase beras patah pada penyosohan akan lebih tinggi dan kualitas beras sosoh akan menjadi rendah. Mesin yang digunakan untuk pemisahan ini disebut husk aspirator atau aspirator.

Gambar 4. Aspirator dengan rubber roll husker

Prinsip pemisahan sekam sangat sederhana, yaitu memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh berdasarkan perbedaan berat jenisnya. Pada umumnya mesin pemisah sekam dilengkapi dengan kipas untuk menghisap sekam dan debu. Beras pecah kulit dan gabah akan tetap mengalir ke bawah karena tidak terisap oleh kipas akibat daya beratnya. Beberapa mesin pemisah

(26)

11 sekam juga dilengkapi ayakan bergetar untuk memisahkan beras pecah kulit dan dedak kasar sebelum proses pemisahan sekam. Hal ini perlu dilakukan karena beras patah dan dedak kasar memiliki nilai ekonomis.

3. Pemisahan Gabah dan Beras Pecah Kulit

Setelah proses pemecahan kulit dan pemisahan sekam akan dihasilkan campuran beras pecah kulit dan gabah yang masih utuh. Beras pecah kulit dan gabah utuh harus dipisahkan karena memerlukan penanganan yang berbeda. Beras pecah kulit akan diteruskan ke mesin penyosoh, sedangkan gabah utuh akan dikirim kembali ke mesin pemecah kulit. Mesin yang digunakan adalah paddy separator atau separator. Semakin tinggi effisiensi mesin pemecah kulit maka semakin tinggi jumlah beras pecah kulit yang dihasilkan dan semakin rendah jumlah gabah utuh yang tidak terkelupas (Patiwiri, 2006).

Dengan adanya perbedaan karakteristik tersebut telah ditemukan mekanisme yang dapat memisahkan gabah dari butiran beras pecah kulit yaitu dengan cara menampi. Karena gabah lebih ringan, maka butiran-butiran gabah akan terkumpul ke tempat yang berbeda pada bidang penampi. Di samping itu, karena terdapat perbedaan ukuran, dipakai juga prinsip pemisahan dengan mengayak. Ayakan yang dipakai memiliki ukuran lubang yang dapat menahan gabah dan meloloskan beras pecah kulit.

4. Penyosohan

Hasil penggilingan pertama atau beras pecah kulit pada proses pemecahan kulit (husking) yang dihasilkan masih mengandung lapisan bekatul yang membuat beras berwarna gelap kecoklatan. Hal tersebut menjadikan penampakan beras kurang menarik dan rasa nasi yang kurang enak. Maka dari itu perlu dilakukan penyosohan menggunakan mesin penyosoh beras. Untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras dilakukan suatu tahap kegiatan yang disebut penyosohan. Tahap ini disebut juga tahap whitening atau polishing. Disebut whitening karena tahap ini berfungsi merubah beras menjadi beras putih, sedangkan disebut polishing karena permukaan beras digosok untuk membuang lapisan bekatul sehingga didapat beras putih.

Hasil dari tahap ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dan hasil sampingan berupa dedak dan bekatul. Untuk mendapatkan hasil yang baik, tahap ini biasanya dilakukan beberapa kali, baik pada mesin yang sama atau mesin yang berbeda. Mesin-mesin yang dipakai dalam kegiatan penyosohan disebut whitener atau polisher dan dapat ditambah dengan mesin pengkilap serta pencuci (refiner) yang berfungsi mengkilapkan dan mencuci permukaan beras. Makin sering proses penyosohan dilakukan, maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak (Patiwiri, 2006).

Untuk mencapai tujuan penyosohan, yaitu melepaskan lapisan bekatul dari butiran beras dan memberikan warna mengkilap pada beras, butiran beras perlu digosok. Terdapat dua cara menggosok yang diterapkan pada mesin-mesin penyosoh, yaitu menggerinda dengan suatu permukaan kasar dan menekan serta menggesek dengan permukaan rata.

Prinsip menggerinda biasanya diterapkan pada mesin-mesin penyosoh yang dipakai pada tahapan awal penyosohan. Pada tahapan ini, bagian luar butiran perlu dikikis untuk membuang lapisan bekatul. Untuk mengikis diperlukan permukaan kasar yang terbuat dari batu abrasif. Seperti tampak pada Gambar 5a, butiran beras pecah kulit dijepit pada suatu ruang penyosohan. Permukaan abrasif digerakkan dengan kecepatan tinggi, sehingga permukaan kasar tersebut

(27)

12 berfungsi seperti gerinda yang mengikis permukaan beras. Selain itu, butiran beras di dalam ruang penyosohan juga cenderung ikut bergerak, sehingga terjadi gesekan antara sesama butiran beras dan antara butiran beras dengan permukaan yang diam. Gesekan-gesekan tersebut juga mengakibatkan lepasnya kulit ari.

a. Menggerinda b. Menekan dan menggesek Gambar 5. Prinsip kerja mesin-mesin penyosoh

Pada prinsip menekan dan menggesek, permukaan yang dipakai menggesek butiran beras dan kecepatan pergerakan permukaan gesek berbeda dari prinsip menggerinda. Prinsip ini biasanya diterapkan pada mesin-mesin penyosoh yang dipakai pada tahap pertengahan atau akhir dari penyosohan. Karena tujuan utamanya bukan mengikis butiran beras, permukaan kasar dan kecepatan gerakan permukaan gesek yang tinggi tidak diperlukan. Sebagai gantinya, yang diperlukan adalah tekanan yang tinggi terhadap butiran beras dan adanya gerakan-gerakan yang membuat butiran beras bergesekan. Tekanan dihasilkan oleh himpitan kedua permukaan dan gerakan-gerakan butiran beras disebabkan oleh perputaran permukaan gesek. Gesekan-gesekan butiran beras pada tekanan tinggi akan melepaskan sisa lapisan dan membuat permukaan beras menjadi rata. Perbedaan tipe abrasif dan tipe tekanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan mesin penyosoh tipe abrasif dan mesin penyosoh tipe tekanan

Sumber: Patiwiri, 2006

5. Pemisahan Beras Berdasarkan Ukuran

Beras hasil penyosohan berupa campuran butiran beras yang memiliki berbagai ukuran. Adanya berbagai ukuran tersebut disebabkan oleh adanya butiran-butiran beras yang patah selama pemecahan kulit dan penyosohan. Untuk memisahkan beras kepala dan beras patah diperlukan

Uraian Tipe Abrasif Tipe Tekanan

Prinsip kerja Asah Gesek

Putaran poros utama Tinggi Rendah

Bahan rol Batu Besi

Jika kapasitas dinaikkan Butir patah turun Butir patah naik Jika kapasitas diturunkan Butir patah naik Butir patah turun Fungsi utama Pra-pemutihan Pemutihan Kenaikan butir patah 0.8-1.8% 3.7-8.3% Tingkat keputihan beras Tinggi Rendah Tingkat kekilapan beras Rendah Tinggi Proses pengelupasan lapisan bekatul

dan lembaga

Mudah Sukar

(28)

13 proses tersendiri yang disebut grading. Proses ini juga bisa dilengkapi dengan proses pengeluaran sisa bekatul atau kotoran.

FAO membedakan ukuran beras berdasarkan panjang butirannya menjadi tiga, yaitu menir, beras patah, dan beras kepala. Menir adalah beras yang ukuran butirannya dapat melewati lubang ayakan 1.4 mm. Beras patah adalah beras yang ukuran butirannya antara 3/8 sampai 6/8 bagian beras utuh. Sedangkan beras kepala adalah beras yang ukuran butirannya lebih besar dari 6/8 bagian butiran panjang butir beras utuh.

Apabila pemisahan dilakukan berdasarkan tebal butiran beras, prinsip kerja grader sama dengan ayakan pada proses pembersihan awal. Ayakan yang dipakai dapat berupa ayakan datar yang digoyang atau berupa silinder yang berputar.

C. Sistem Penggilingan Padi

Sistem penggilingan padi merupakan rangkaian mesin-mesin yang berfungsi melakukan proses giling gabah, yaitu dari bentuk gabah kering giling (GKG) sampai menjadi beras yang siap dikonsumsi (Patiwiri, 2006). Pada umumnya sistem penggilingan padi terdiri dari 3 (tiga) bagian pokok, yaitu husker, separator, dan polisher. Bagian lainnya hanya merupakan pendukung agar dapat memperoleh hasil akhir yang lebih baik. Berdasarkan tingkat teknologi, penggilingan padi dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu (i) penggilingan padi sederhana, (ii) penggilingan padi kecil, (iii) penggilingan padi besar, (iv) penggilingan padi terpadu, (v) country elevator.

1. Penggilingan Padi Sederhana

Penggilingan padi sederhana (PPS) adalah unit peralatan teknik yang berfungsi sebagai mesin pengolah gabah menjadi beras, baik merupakan satu unit tersendiri mupun merupakan gabungan dari beberapa mesin, dimana proses satu dengan yang lain dihubungkan oleh proses pemindahan bahan dengan menggunakan tenaga manusia. Dikatakan sederhana karena teknologi yang digunakan sudah dikenal sejak adanya mesin penggilingan padi sederhana sampai saat ini secara turun-temurun tidak mengalami perubahan yang berarti. Beberapa jenis penggilingan padi sederhana diantaranya yaitu tipe engelberg dan kombinasi beberapa mesin.

a. Tipe Engelberg

Mesin tipe Engelberg merupakan mesin pertama yang dikenal sebagai mesin pengolah gabah menjadi beras. Sebagai tahap pertama mesin ini berfungsi sebagai pengupas kulit gabah sehingga menjadi beras pecah kulit dan sekam. Selanjutnya dengan mesin yang sama, beras pecah kulit disosoh agar menjadi beras putih. Keuntungan mesin ini adalah sangat sederhana dan mudah dioperasikan, sedangkan kelemahannya adalah menghasilkan beras dengan kualitas kurang baik dengan tingkat butir patah sangat tinggi.

b. Kombinasi beberapa mesin

Mesin ini merupakan pengembangan dari mesin tipe Engelberg, dimana fungsi sebagai pengupas kulit gabah diganti dengan husker, baik itu under runner maupun tipe rubber

roll, sedangkan tipe pemutih bisa menggunakan mesin Engelberg atau diganti dengan mesin

(29)

14 pengusaha penggilingan padi melakukan beberapa kombinasi mesin sehingga dapat menghasilkan beras dengan kualitas yang lebih baik.

Untuk meningkatkan kualitas hasil pengolahan penggilingan padi, para pengusaha menambah peralatan yang umumnya buatan lokal, di antaranya aspirator (pemisah kotoran dan gabah) dan ayakan sederhana yang berfungsi sebagai pembersih awal sebelum gabah dimasukkan ke dalam husker. Selanjutnya setelah keluar dari polisher, beras diayak dengan ayakan sederhana yang berfungsi memisahkan menir.

2. Penggilingan Padi Kecil

Penggilingan Padi Kecil (PPK) adalah unit peralatan teknik yang merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi satu kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih kecil dari 2 (dua) ton GKG per jam. Sistem PPK dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tipe sederhana dan tipe lengkap.

Tipe sederhana umumnya hanya melalui proses pecah kulit, proses pemisahan gabah dengan beras pecah kulit secara sederhana dan proses pemutihan beras pecah kulit. Unit ini sering disebut juga sebagai penggilingan gabah one pass, yaitu proses pecah kulit, proses pemisahan sekam dan proses penyosohan yang dilakukan dari atas ke bawah dengan menggunakan gaya gravitasi gabah itu sendiri.

Pada tipe lengkap terdapat empat proses yaitu pembersihan gabah, proses pecah kulit, proses pemisahan gabah dengan beras pecah kulit dan proses pemutihan beras pecah kulit, serta pemindahan bahan antar mesin menggunakan elevator. Meskipun peralatan yang digunakan telah dikategorikan lengkap, namun peralatan yang digunakan masih sederhana. Tipe ini juga sering disebut Rice Milling Unit (RMU).

3. Penggilingan Padi Besar

Penggilingan Padi Besar (PPB) adalah unit peralatan teknik yang merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi satu kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih besar dari 2 (dua) ton GKG per jam. sistem pengolahan ini minimal harus melalui empat proses utama, yaitu proses pembersihan gabah, proses pemecah kulit, proses pemisahan gabah dengan beras pecah kulit dan proses pemutihan beras pecah kulit secara berulang dua sampai empat kali. Bahkan umumnya penggilingan padi besar dilengkapi dengan peralatan tambahan berupa elevator, pemisah batu (destoner), pemisah menir (sifter), pengelompokan kualitas beras (grader), bak penampungan beras berdasarkan tingkat kepatahan, pengepakan dan siklon sebagai tempat penampungan bekatul. Unit penggilingan padi besar sering disebut Rice

Milling Plant (Pabrik Penggilingan Padi).

Pada dasarnya aliran gabah maupun beras dari suatu unit mesin ke unit lainnya menggunakan elevator atau konveyor. Elevator dipakai untuk menaikkan gabah dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi secara vertikal, sedangkan konveyor dipakai untuk mengalirkan bahan dari suatu tempat ke tempat lain yang memiliki ketinggian yang sama. Tiap-tiap mesin memiliki wadah penampungan (hopper) sebagai tempat penampungan sederhana yang terletak pada bagian atas mesin. Tujuannya adalah agar mesin mendapatkan masukan bahan secara kontinyu sehingga mesin berfungsi terus-menerus secara normal. Apabila masukan bahan tidak kontinyu, maka kinerja mesin menjadi tidak efisien dan mutu hasil menjadi berkurang.

(30)

15

4. Pengolahan Padi Terpadu

Pengolahan padi terpadu (PPT) adalah unit peralatan teknik yang merupakan gabungan dari unit proses pembersihan awal, pengeringan, penyimpangan, penggilingan, pengepakan yang satu dengan yang lain dan dihubungkan dengan elevator serta memiliki kapasitas besar. Sistem pengolahan di PPT terbilang sangat kompleks dan masing-masing pabrikan mempunyai ciri khas tersendiri. Salah satu tipe proses yang digunakan oleh PPT dari Korea adalah: (1) bagian pembersihan awal dengan peralatan berupa intake hopper, pre cleaner, moisture measurement dan

hopper scale, (2) bagian pengeringan (dryer, cleaner), (3) bagian penyimpanan (square bin, drying and storage silo, grain cooler), (4) bagian penggilingan (destoner, auto weigher, husker, closed circuit chaff blower, paddy separator, brown rice conditioner, immature separator, polishing machine, rotary sifter, cleaning machine, color sorter, vibration separator, length grader) dan (5)

bagian pengepakan (packing machine) (Patiwiri, 2006).

5. Country Elevator

Yang dimaksud dengan country elevator adalah penggilingan padi terpadu yang berlokasi di tengah sentra produksi padi serta terintegrasi dengan areal persawahan skala besar, sehingga hasil panen padi langsung dibawa ke tempat pengolahan tersebut. Kelebihan country

elevator adalah dapat mengurangi kegiatan dan biaya pengangkutan dan mengurangi biaya

pengemasan gabah setelah dipanen (karung). Selain efisiensi pengangkutan juga kualitas beras yang dihasilkan akan lebih baik karena menggunakan teknologi yang lebih canggih dengan perangkat control pada setiap proses pengolahannya.

Ciri khas country elevator adalah skalanya yang besar dan memiliki sistem transportasi berupa elevator yang juga skala besar. Elevator digerakkan dengan motor listrik serta dikendalikan dengan suatu ruang kontrol. Selain mengontrol kerja mesin-mesin, ruangan kontrol juga dapat mengontrol kondisi kualitas gabah yang baru diterima, gabah yang dikeringkan, gabah yang ada di silo penyimpanan serta beras pecah kulit setelah melaui proses pengupasan.

D. Perhitungan Biaya Penggilingan Padi

Biaya penggilingan padi perlu diketahui, baik pada tahap perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan. Pada tahap perencanaan, biaya penggilingan perlu dihitung untuk mengetahui kelayakan proyek tersebut, sedangkan dalam tahap pelaksanaan biaya penggilingan akan dipakai sebagai patokan untuk menentukan harga jual jasa penggilingan kepada konsumen. Harga jual jasa penggilingan, yang disebut ongkos penggilingan, nantinya berupa biaya penggilingan ditambah dengan margin keuntungan yang ditentukan oleh pihak penggilingan (Patiwiri, 2006).

1. Analisis Biaya

Untuk menghitung biaya suatu tahap kegiatan, terlebih dahulu perlu dilakukan perhitungan setiap komponen biaya tetap dan biaya tidak tetap. Jumlah dari biaya tetap dengan biaya tidak tetap merupakan biaya tahap kegiatan tersebut. Biaya ini dapat dinyatakan dalam biaya total atau biaya pokok.

(31)

16

a. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode akan tetap jumlahnya. Biaya tetap sering juga disebut biaya kepemilikan (owning cost). Biaya ini tidak tergantung pada produk yang dihasilkan dan bekerja atau tidaknya mesin serta besarnya relatif tetap. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap antara lain biaya penyusutan, biaya bunga modal, asuransi, pajak, dan biaya bangunan.

1. Penyusutan

Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan akibat penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Hal-hal yang menyebabkan nilai suatu mesin/ alat berkurang antara lain adanya bagian-bagian yang rusak atau aus, peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama jika dibandingkan dengan mesin baru dan sebagainya.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menghitung besarnya biaya penyusutan adalah dengan metode garis lurus tanpa memasukkan bunga modal dalam perhitungannya. Besarnya biaya penyusutan dianggap sama setiap tahunnya atau penurunan nilai bersifat tetap sampai pada akhir umur ekonomisnya. Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa umur ekonomi adalah umur dari suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut sudah tidak ekonomis lagi bila terus digunakan dan lebih baik diganti dengan mesin yang baru.

Persamaan biaya penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus adalah sebagai berikut:

D

=

P−S

L ………... (2)

Dimana:

D = Biaya penyusutan (Rp / tahun) P = Harga awal (Rp)

S = Harga akhir (Rp)

L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)

Fasilitas yang terdapat pada penggilingan yang akan dicari biaya penyusutan antara lain adalah bangunan, lantai jemur, mesin penggerak, huller, polisher, timbangan, literan beras, dan fasilitas yang dimiliki oleh penggilingan.

2. Bunga modal

Bunga modal sebenarnya berupa biaya semu karena tidak benar-benar dikeluarkan oleh sistem penggilingan. Nilai biaya ini diperhitungkan karena penggilingan telah melakukan investasi sejumlah uang untuk membeli mesin dan fasilitas lain. Karena telah diinvestasikan, uang tersebut tidak dapat lagi berkembang jika halnya uang tersebut disimpan di bank. Besarnya bunga modal dapat dihitung dengan persamaan berikut :

I =i x P(N+1)

(32)

17 Dimana:

I = Total bunga modal (Rp/tahun) P = Nilai awal mesin (Rp)

i = Tingkat bunga modal (%/tahun) N = Umur ekonomis (tahun)

3. Pajak

Pajak yang dikenakan pada usaha penggilingan padi hanya pajak bumi dan bangunan/ PBB yang dibayarkan dalam satu tahun sekali.

4. Biaya bangunan

Biaya bangunan dapat berupa biaya untuk membangun bangunan tersebut atau biaya sewa. Apabila bangunan dibangun sendiri atau dibeli oleh pihak penggilingan, biaya bangunan berupa biaya penyusutan bangunan, sedangkan jika bangunan disewa, maka biaya bangunan berupa biaya sewa bangunan tersebut.

b. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi dan jumlahnya bergantung pada jam pemakaiannya (Pramudya dan Dewi, 1992). Apabila jumlah satuan produk yang diproduksi pada masa tertentu naik, maka jumlah biaya variabel juga naik. Perhitungan biaya variabel dilakukan dalam satuan Rp/jam. Contoh biaya yang termasuk biaya variabel dalam suatu usaha penggilingan padi antara lain biaya bahan bakar dan pelumas, biaya pemeliharaan dan perbaikan dan upah operator.

Biaya bahan bakar dan pelumas akan dikeluarkan jika mesin dioperasikan. Semakin lama dioperasikan maka semakin banyak bahan bakar yang dikonsumsi dan semakin sering dilakukan penggantian pelumas. Selama mesin-mesin penggilingan padi dipakai terdapat bagian-bagian yang aus dan perlu diganti, seperti rubber roll. Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa biaya perbaikan meliputi biaya penggantian barang yang aus, upah tenaga kerja terampil untuk perbaikan khusus, pengecatan, pembersihan, dan perbaikan karena faktor yang tidak terduga.

c. Biaya Total

Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dengan biaya tidak tetap. Nilainya dinyatakan dalam jumlah biaya per tahun atau biaya per jam. Untuk perhitungan biaya total diperlukan adanya nilai perkiraan jam kerja mesin per tahun. Jam kerja ini bisa didapatkan dari perkiraan jumlah gabah yang digiling per tahun. Persamaan yang dipakai yaitu :

B =

BT

x

+ BTT

………... (4)

x =

M

Gambar

Gambar 3. Penukaran dan penggantian rol karena mengalami keausan
Gambar 6. Fasilitas bangunan giling dan lantai jemur
Gambar 7.  Fasilitas mesin penggilingan padi
Gambar 8.  Fasilitas penunjang penggilingan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Metode Bimbingan Penyuluhan Islam dalam Mengatasi Perilaku Menyimpang Remaja Londo Iha Di Desa Doridungga Kecamatan Donggo Kabupaten Bima. Pokok masalah

_______. Pedoman Tata Tulis Usulan Penelitian dan Tesis. Program Pasca Sarjana. Analisa SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Pt Gramedia Pustaka Utama. Manajemen Strategik

Karena Peradilan Agama merupakan peradilan khusus dengan kewenangan mengadili perkara-perkara tertentu dan untuk golongan rakyat tertentu sebagaimana yang ditegaskan

of electrical stimulus intensity on the speed of response and efficacy of bilateral electroconvulsive therapy (ECT) in the treatment of schizophrenia.. Methods: Sixty-two patients

Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:(1) Terdapat pengaruh model examples non examples terhadap hasil

Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa personal selling berpengaruh secara positif signifikan terhadap intensi membeli produk kecantikan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka yang akan diteliti ialah bagaimana cara menentukan kadar air, berat jenis, berat isi dan pemadatan dan juga

kesempatan untuk melaksanakan penyusunan Tugas Akhir ini dengan Judul : “Evalasi Sistem Pengangkutan dan Pengelolaan Sampah di Kota Toboali”.. Penyusunan Tugas Akhir ini