• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCEMARAN PABRIK INDUSTRI TERHADAP KAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENCEMARAN PABRIK INDUSTRI TERHADAP KAWA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENCEMARAN PABRIK INDUSTRI TERHADAP KAWASAN NGALIYAN A. Pendahuluan

Kasus dugaan pencemaran limbah pabrik minuman serbuk Marimas dan PT Prima Solusindo Sejahtera terus bergulir. Komisi C DPRD Kota Semarang meminta pengembang dalam hal ini PT Indo Perkasa Usahatama (IPU) ikut bertanggungjawab. Alasan sebelum melakukan pembangunan kawasan industri Candi tentu PT IPU sudah menyusun analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL). “Pabrik marimas kan berhubungan dengan pengembang lahan industri. Sebelum membangun PT IPU tentu memiliki Amdal sebagai persyaratan perizinan. Sebuah perusahaan di kawasan industri Candi tentu akan membuang limbah dan ini mestinya sudah di antisipasi pengembang”. Ujar anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Wachid Nurmiyanto. Permasalahan yang ada pada kemudian hari menjadikan kecurigaan dengan studi Amdal yang telah dilakukan. Komisi C dalam waktu dekat akan meninjau ke lapangan untuk memastikan dugaan pencemaran tersebut. Selain meminta pengembang dan pemilik pabrik bertanggungjawab, wachid juga meminta agar Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Semarang ikut melakukan pengawasan sehingga kasus pencemaran tidak terjadi. “Apa yang dilakukan warga mungkin merupakan akumulasi dari kekecewaan selama ini”, katanya. Mengenai kemungkinan memanggil pihak terkait, menurut politisi asal PAN inis angat memungkinkan. “barangkali nanti setelah kami tinjau, Komisi C bisa mengundang pihak terkait untuk penyelesaian masalah”, katanya. Seperti diketahui puluhan warga RW VIII kelurahan Purwoyoso, Kecamatan Ngaliyan mendatangi pabrik Marimas dan PT Prima Solusindo Sejantera. Kedua pabrik tersebut yang membuang limbah di sungai Klampisan pada Kamis, 11 Juni. Menurut warga, pencemaran limbah PT Marimas sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Pencemaran semakin parah karena saluran pembuangan air jebol sehingga limbah pabrik masuk ke lahan warga. Akibatnya, bau menyengat tak terhindarkan. Sebagian warga mengeluhkan sakit setelah menghirup limbah cair tersebut. Selain mencemari lingkungan warga juga kesulitan mendapatkan air bersih karena limbah telah bercampur dengan air sumur. Padahal sumur-sumur tersebut merupakan sumber air bersih bagi warga setempat.

Puluhan warga kampung Perlampisan, Kelurahan Purwoyoso, Kecamatan Ngaliyan, Kota semarang, Jawa Tengah menggeruduk pabrik PT Marimas karena diduga telah mencemari lingkungan. Pencemaran di aliran sungai Perlampisan akibat limbah PT Marimas sudah terjadi sejak dua atau tiga tahun lalu. Pencemaran semakin parah karena saluran pembuangan air jebol sehingga masuk ke lahan warga. Akibatya bau tak terhindarkan, warga kesal terhadap dampak pemcemaran tersebut lalu mendatangi pabrik PT Marimas di Kawasan Industri Gatot Subroto.

(2)

pabrik jika tidak segera menanggulangi pencemaran yang terjadi. Warga memberikan waktu dua sampai empat pekan untuk memperbaikinya, apabila pihak pabrik tetap saja tidak ada tindakan untuk menganangi pencemaran yang dihasilkan warga kampung Perlampisan akan menutup saluran air dari pabrik yang mengarah ke sungai Perlampisan.

Direktur PT Marimas, hariyanto yang datang menemui warga menyampaikan kesanggupannya untuk memenuhi tuntutan mereka. Direktur PT Marimas, Hariyanto, akan melakukan pengecekan ke lokasi yang terkena pemcemaran karena kemungkinan pencemaran dari pabriknya saja. Direktur PT Marimas, Hariyanto, mengklaim bahwa peusahaan yang dipimpinnya sudah melakukan pengolahan limbah secara maksimal. Hariyanto menuturkan bahwa pengolahan limbah sudah kami lakukan dengan tujuan agar air limbah dapat digunakan untuk keperluan lain

B. Analisis Aturan Hukum

Pada kasus pencemaran yang dilakukan oleh PT Marimas ini tidak sesuai dengan asas, tujuan dan manfaat yang terdapat pada Pasal 3 UU No.23 tahun 1997 bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggungjawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Permasalahan yang terjadi dalam kawasan industri candi yaitu kecurigaan atas studi Amdal yang telah dilakukan sebelumnya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di mana terjadi pencemaran lingkungan di kawasan tersebut. Pasal 1 butir (11) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa:

“Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.” Pasal 33 butir (4) UUD 1945 amandemen ke IV, yang menyatakan :

“Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Sebagaimana diatur dalam sila ke lima “kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Lingkungan hidup di Indonesia menyangkut tanah, air, dan udara serta semua yang terkandung di dalam dan di atas tanah. Hal ini mengandung arti bahwa lingkungan hidup Indonesia dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat Indonesia yang pengelolaannya dilakukan oleh generasi yang akan datang sehingga lingkungan hidup harus dikelola dengan prinsip pelestarian lingkungan hidup dengan selaras, serasi, seimbang. Yang di jelaskan secara nyata di dalam Pasal 28H (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa :

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

(3)

Pemerintah di sini berperan dalam memberikan sanksi serperti berupa pidana yaitu pasal 43 UU No.23 tahun 1997 ayat 1 bahwa barang siapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa ornag lain, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Selanjutnya diterbitkan Keputusan Presiden No.61 tahun 1993 tentang ratifikasi konvensi basel 1989 yang mencerminkan kesadaran pemerintah Indonesia tentang adanya pencemaran lingkungan akibat masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia. Diundangkannya Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai uapaya untuk mewujudkan pengelolaan limbah B3, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. Pencemaran tersebut telah melanggar ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mana setiap orang dilarang untuk:

1. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

2. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Membuang limbah ke media lingkungan hidup.

6. Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup.

7. Melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan 8. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.

9. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau

10. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Pabrik PT Marimas telah melanggar beberapa ketentuan dalam pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009 dan pasal 53 UU No. 32 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan pencemaran lingungan hidup wajib melakukan penanggulangan lingkungan hidup yang dilakukan dengan:

a) pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;

b) pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

c) penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

(4)

pemulihan lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 UU No. 32 Tahun 2009, dilakukan dengan tahapan:

a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi;

c. rehabilitasi;

d. restorasi; dan/atau

e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup maka dibutuhkanlah pengelolaan limbah yang baik dan benar, pengelolaan limbah diatur dalam pasal 59 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang dilakukan dengan

a. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.

b. Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. c. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah

B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.

d. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

e. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.

f. Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.

g. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam Pasal 1 butir (24) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa: “Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.” Pasal 1 butir (11) Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa yang dimaksud dengan pencemaran air adalah : “Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan, air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.”

C. Uji Syarat

(5)

pengaduan masyarakat tersebut berada pada instansi yang bertanggung jawab. BLH di sini berperan sebagai wakil pemerintah dan membantu tugas walikota, memiliki kewenangan untuk menjadi badan penyelesai sengketa lingkungan.

Adanya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan menyebabkan timbulnya sengketa lingkungan, dimana ada salah satu pihak yang merasa dirugikan akibat adanya pencemaran tersebut. Hukum administratif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan atas dua instrumen penting, yaitu pengawasan dan penerapan sanksi administratif. Air sebagai sumber daya alam mempunyai arti dan fungsi sangat vital bagi umat manusia. Air dibutuhkan oleh manusia, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya. Air merupakan salah satu bentuk lingkungan hidup fisik, dimana jika air ini tercemar maka akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Limbah pabrik PT. Marimas yang dibuang ke sungai jelas merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan hidup, apalagi dalam kasus tersebut pipa saluran pembuangan limbah ke sungai bocor dan menyebabkan sumur warga sekitar pabrik tercemar dan air tidak dapat digunakan. Oleh karena itu perlu adanya penegakkan hukum terhadap pencemaran yang dilakukan oleh PT. Marimas tersebut agar terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana, dan perdata. Berikut adalah sarana penegakan hukum:

1. Administratif

Sarana administrasi dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan peraturan perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan (RKL), dan sebagainya. Disamping pembinaan berupa petunjuk dan panduan serta pengawasan administratif, kepada pengusaha di bidang industri, hendaknya juga ditanamkan manfaat konsep “Pollution Prevention Pays” dalam proses produksinya.Penindakan represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan lingkungan administratif pada dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara langsung pelanggaran-pelanggaran tersebut.

Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian perbuatan terlarang. Disamping itu, sanksi administratif terutama ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut. Beberapa jenis sarana penegakkan hukum administrasi adalah :

a. Paksaan pemerintah atau tindakan paksa; b. Uang paksa;

c. Penutupan tempat usaha;

d. Penghentian kegiatan mesin perusahaan;

e. Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa.

2. Kepidanaan

(6)

terjadinya pencemaran seringkali secara kumulatif, sehingga untuk membuktikan sumber pencemaran yang bersifat kimiawi sangat sulit. Penindakan atau pengenaan sanksi pidana adalah merupakan upaya terakhir setelah sanksi administratif dan perdata diterapkan.

3. Keperdataan

Mengenai hal ini perlu dibedakan antara penerapan hukum perdata oleh instansi yang berwenang melaksanakan kebijaksaan lingkungan dan penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan. Misalnya, penguasa dapat menetapkan persyaratan perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau pemberian hak membuka tanah atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat kemungkinan “beracara singkat” bagi pihak ketiga yang berkepetingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa. Penegakan hukum perdata ini dapat berupa gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan.

Penegakan hukum yang paling tepat diterapkan terhadap pencemaran limbah oleh PT. Marimas tersebut adalah dengan hukum keperdataan mengingat sudah terjadinya pencemaran lingkungan hidup yang parah di lingkungan masyarakat. Pemerintah bisa mengenakan ganti kerugian terhadap PT. Marimas dan meminta biaya untuk digunakan sebagai pemulihan lingkungan. Pendirian pabrik PT Marimas di satu sisi menunjang pembangunan nasional, namun disisi lain menimbulkan ancaman yang serius terhadap lingkungan. Limbah industri menyebabkan pencemaran, terutama pencemaran terhadap sungai. Limbah adalah sisa dari suatu barang dan/atau kegiatan yang keberadaannya dapat menimbulkan kerusakan. Pasal 1 butir (20) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa: “Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan”. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/merusak lingkungan. Pasal 1 butir (22) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa: “Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.”

(7)

Pelaksanaan pengaturan tentang sanksi administrasi terhadap pelaku pencemaran lingkungan diatur dalam Pasal 76-83 UUPPLH. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2), Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang adalah perangkat pemerintah yang berwenang dalam menangani sengketa lingkungan hidup terhadap PT Marimas yang telah menyebabkan pencemaran limbah udara, limbah tanah, kesulitan mendapatkan air bersih karena limbah telah bercampur dengan air sumur dan juga banjir ketika musim hujan sehingga mengganggu lingkungan sekitarnya. Penegakan sanksi administrasi merupakan tindakan yang terpadu dengan kebijaksanaan lingkungan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan tentang pencemaran lingkungan hidup dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, serta peraturan lainnya yang menyangkut mengenai pengendalian perncemaran lingkungan hidup. Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup harus memenuhi persyaratan Baku Mutu Lingkungan Hidup (BML), yang merupakan batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup, dan mendapat izin dari mentri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. D.Kesimpulan

Puluhan warga kampung Perlampisan, Kelurahan Purwoyoso, Kecamatan Ngaliyan, Kota semarang, Jawa Tengah menggeruduk pabrik PT Marimas karena diduga telah mencemari lingkungan. Pencemaran di aliran sungai Perlampisan akibat limbah PT Marimas sudah terjadi sejak dua atau tiga tahun lalu. Pencemaran semakin parah karena saluran pembuangan air jebol sehingga masuk ke lahan warga. Permasalahan yang terjadi dalam kawasan industri candi yaitu kecurigaan atas studi Amdal yang telah dilakukan sebelumnya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di mana terjadi pencemaran lingkungan di kawasan tersebut. Pasal 1 butir (11) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa:“Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan”. Tahap penanggulangan lingkungan hidup telah dilaksanakan maka pihak yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup wajib untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 UU No. 32 Tahun 2009, dilakukan dengan tahapan:

 penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemaran  remediasi;

 rehabilitasi;

 restorasi; dan/atau

(8)

Pemerintah Daerah wajib membentuk pos pengaduan masyarakat atas pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Sekretariat pos pengaduan masyarakat tersebut berada pada instansi yang bertanggung jawab.

E. Sumber Pustaka

Ariefianto Agung Harry. “Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Industri (Studi Kasus Di CV. Slamet Widodo di Semarang)”. UNNES LAW JOURNAL, IV (Januari,2015).

Yuliawan Widhi. “Makalah Hukum Lingkungan (Analisis Kasus Pencemaran Air

oleh Limbah Pabrik PT.Marimas di Semarang).

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan khusus dan perlakuan khusus anak perlu dilakukan apabila anak tersebut melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan atau tindak pidana

Tanggung jawab Notaris apabila terbukti secara pidana telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka Notaris dapat dijatuhi hukuman pidana dan akta

Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar

Sanksi perpajakan merupakan pemberian sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang

Penerapan sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa lebih rendah dari ancaman pidana yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan

Tanggung jawab Notaris apabila terbukti secara pidana telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka Notaris dapat dijatuhi hukuman pidana dan akta

PENERAPAN SANKSI PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP ANAK SETELAH BERLAKUNYA UU NOMOR 3 TAHUN 1997.. TENTANG

Perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan pidana karena telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yaitu PP Nomor 18 tahun 1981 dan UU Nomor 23