• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

0 Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media dan

Teknologi Informasi

Makalah

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Islam Komprehensif

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA.dan Tim

Oleh:

SLAMET

NIM: 12.2.00.0.29.01.0176

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

1

Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media dan Teknologi Informasi

Abstrak:

Dakwah adalah sebuah keniscayaan bagi agama Islam, karena Islam disebarkan oleh Nabi Muhammad SA W melalui jalan dakwah. Oleh karena itu, dakwah menjadi salah satu aktivitas bagi seluruh umat Islam di dunia. Namun, tantangan dakwah zaman demi zaman kian berkembang. Mulai dari zaman menentang kaum jahiliyah hingga zaman globalisasi media dan teknologi informasi.

Untuk menghadapi globalisasi, maka da’i harus merubah tantangan tersebut menjadi peluang untuk melakukan aktivitas dakwah. Ketersediaan media yang mampu mengakses informasi dengan mudah, hendaknya dijadikan sebagai sarana untuk melakukan dakwah yang bersifat global. Hal itu mengingat akan realitas yang dihadapi oleh manusia modern adalah budaya ketergantungan terhadap teknologi informasi. Sehingga da’i harus dengan jeli mengambil peluang tersebut untuk memperluas dakwahnya secara lintas geografis dan lintas sektoral.

Beberapa layanan internet yang bisa diakses oleh da’i untuk menunjang aktivitas dakwahnya antara lain; W ebsite, jejaring sosial (Facebook dan Twitter), dan menciptakan aplikasi-aplikasi dakwah yang bisa diaplikasikan pada teknologi smartphone. Penggunaan teknologi ini sangat tepat karena pengguna internet di dunia pada juni 2012 saja sudah mencapai angka 2.405.518.376 pengguna. Globalisasi harus dimanfaatkan sebagai peluang untuk melakukan dakwah secara global demi menyampaikan pesan-pesan dan ajaran Islam.

Kata Kunci: Dakwah Islam, Globalisasi, Media, Teknologi Informasi

Pendahuluan

Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah.1 Adapun makna dakwah secara terminologi—menurut M. Abu al Fath al Bayanuni— adalah menyampaikan dan mengajarkan Islam kepada manusia serta menerapkannya dalam kehidupan manusia.2 Oleh karena itu, tidak heran

1

M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Jakarta: Al amin Press, 1997), 8.

2

M. Abul al-Fath al-Bayanuni, A l-Madkhal ila> ‘Ilm al-Da’wah, (Beirut:

(3)

2 jika umat Islam melakukan pelbagai macam aktivitas dakwah dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan aktivitas tersebut, Allah— secara jelas—menjelaskan metodenya dalam al Qur’an.3

Dalam melakukan aktivitas dakwah, umat Islam menggunakan berbagai macam media yang dirasa lebih efektif untuk digunakan. Misalnya, melalui ceramah-ceramah kegamaan, seni, atau pun melalui tulisan-tulisan yang berisikan tentang ajaran-ajaran Islam yang berasal dari al Qur’an dan Assunnah sebagai materi utamanya. Pemilihan media dakwah tersebut harus mempertimbangkan pada segmentasi mad’u, karena satu media bisa menjadi efektif untuk satu komunitas tertentu namun bisa juga menjadi tidak efektif untuk komunitas yang lain.

Seiring perkembangan zaman, metode dakwah pun mengalami perkembangan. Pada era kekinian, dakwah dikemas sedemikian rupa agar terlihat lebih menarik. Seperti melalui lagu-lagu religi, qasidah, \termasuk ceramah yang ditampilkan dalam media-media televisi dan media internet, juga melalui berbagai aplikasi yang bisa digunakan sebagai sarana untuk menunjang efektifitas proses dakwah. Hal itu sebagai wujud adaptasi manusia terhadap fenomena dan keadaan sosial politik yang tengah berkembang di tengah-tengah komunitasnya, demi tercapainya tujuan komunikasi itu sendiri.4

Penyesuaian terhadap media dakwah yang semacam itu— sebenarnya—juga pernah dilakukan oleh Walisongo melalui wayangnya. Khadziq mengatakan bahwa dakwah Islam adalah salah satu bentuk aplikasi bagi setiap muslim tentang perlunya melakukan komunikasi dan interaksi.

mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Lihat Syeikh Ali Mahfudz,

Hidayah Al-Mursyidi>n, cet ke-VII, (Mesir: Dar al-Mishr, 1975),7. Sementara itu Syukriadi

Sambas mendefinisikan dakwah sebagai proses internaslisasi, transmisi, difusi, instituasionalisasi, dan transformasi Islam yang melibatkan unsur da’i, pesan, media, mad’u, tujuan, dan respon, serta dimensi ruang dan waktu untuk mewujudkan kehidupan yang hasanah, salam, dan nur di dunia dan di akhirat. Dikutip dari Agus Ahmad Safei,

Memimpin Dengan Hati yang Selesai: Jejak Langkah dan Pemikiran Baru Dakwah K.H. Syukriadi Sambas, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), 119.

3

Al Qur’an menyebutkan “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

(An-Nahl:125).

4

(4)

3 Kedua hal itu merupakan akulturasi dan asimilasi dalam Islam. Sebagaimana diketahui bahwa pada mulanya Islam turun di Mekkah juga melakukan interaksi dengan budaya lokal yang kemudian menjadi tradisi baru yang disebut dengan Islam. Hingga akhirnya agama ini disebarkan ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.5

Kondisi sosial masyarakat Jawa pada saat itu, memang memungkinkan untuk menjadikan wayang sebagai media dakwah yang sangat efektif. Begitu pula dengan kondisi sekarang yang masyarakatnya sudah beralih pada era “melek teknologi”, tentunya formulasi dakwah pun harus menyesuikan dengan kondisi saat ini, yaitu menciptakan model dakwah yang berbasis pada teknologi informasi.

Lahirnya teknologi informasi berimbas pada munculnya tantangan bagi aktivis dakwah Islam di Indonesia untuk merubah pola dakwahnya yang bersifat konvensional kepada dakwah yang berbasis teknologi informasi atau mengkombinasikan antara dakwah konvensional dengan dakwah berbasis teknologi informasi. Alhasil, pelbagai ormas Islam pun tidak ketinggalan untuk menciptakan situs-situs resmi atau bahkan media-media sosial sebagai sarana menyampaikan dakwah, demi menjawab tantangan tersebut. beberapa ormas yang dimaksud antara lain; Nahdlatul Ulama (NU)6, Muhammadiyah7, Persis8, dan Front Pembela Islam (FPI)9. Begitu pula dengan organisasi-organisasi Islam lainnya.

Namun, lahirnya teknologi informasi selain sebagai tantangan besar bagi aktivis dakwah di satu sisi, juga merupakan peluang yang sangat besar untuk melakukan aktivitas dakwah di sisi yang lain. adanya teknologi informasi telah menciptakan ruang baru yang tidak memiliki batas, baik secara geografis, perbedaan tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, agama, politik, maupun sosial-budaya. Hal ini menciptakan aktivitas dakwah— yang awalnya terbatas pada komunitas dan ditentukan oleh letak

Online. NU Online terletak di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), lt. 5, Jl. Keramat Raya No. 164 Jakarta Pusat. NU juga memiliki akun Twitter resmi yaitu @Nahdlatul_Ulama yang telah difollow oleh lebih dari 2.000 followers.

7

Muhammadiyah memiliki situs resmi www.muhammadiyah.or.id. Selain website, Muhammadiyah juga memiliki akun twitter @Muhammadiyah

8

situs resmi Persis www.persatuanislam.or.id. Selain itu, Persis juga memiliki akun facebook: Persatuan Islam dan akun twitter @PersatuanIslam.

9

(5)

4 geografis—menjadi lebih luas, terbuka, dan lebih efisien, baik secara waktu, tenaga, maupun biaya.

Bisa dibayangkan, jika pada zaman dahulu aktivitas dakwah menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk menuju suatu tempat dan memerlukan face to face dengan mad’unya, kini bisa dirubah dengan hanya duduk di depan laptop atau komputer yang telah dipasang jaringan internet. Tidak hanya di Indonesia, melalui teknologi informasi tersebut semua orang dapat mengakses informasi di pelbagai negara di penjuru dunia. Alhasil, dengan “dihapusnya” skat geografis antar wilayah menciptakan tantangan yang lebih besar dalam aktivitas dakwah umat Islam.

A. Memaknai Globalisasi Sebagai Peluang

Tapper mendifinisikan globalisasi sebagai proses integrasi karakteristik lokal kepada arus global, yang sebagian besar dilakukan melalui teknologi komunikasi dan informasi. Meskipun awalnya—secara historis globalisasi—dipandang sebagai suatu proses mengintegrasikan perekonomian lokal ke dalam ekonomi dunia, namun makna globalisasi merujuk kepada ruang di mana terjadi proses interaksi global melalui sarana teknologi komunikasi.10

Secara historis, globalisasi bukanlah fenomena baru tapi perubahannya dapat diselidiki dalam hal skala, kecepatan dan kognisi. Dalam kerangka skala, hubungan ekonomi, politik dan sosial antara negara telah menjadi lebih dari sebelumnya. Globalisasi telah mengalami semacam kompresi temporal dan spasial dalam hal kecepatan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dalam kerangka kognisi yang dianggap dunia sebagai ruang kecil di mana setiap fenomena dan peristiwa memiliki beberapa konsekuensi pada kehidupan ekonomi, sosial dan politik.11

10

H. Tapper, “The Potential Risks of the Local in the Global Information society”,

Journal of Social Philosophy, 31, April 2000, 524-434. Akhir abad ke-20 dan memasuki

abad ke-21 ditandai dengan perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi. Potensi internet dan telepon seluler untuk menyediakan akses ke informasi dan pengetahuan, dan rekor yang telah mereka catat untuk menyediakan cara-cara baru bagi orang-orang yang terpisah secara geografis untuk membentuk komunitas-komunitas berdasarkan ketertarikan akan hal yang sama, untuk berkomunikasi, dan membuat suara mereka didengar, merupakan hal yang telah diakui secara luas, khususnya di negara-negara berkembang, di mana masyarakat memposisikan media sebagai alat pemberi informasi, penganalisis, dan memungkinkan mereka untuk memahami dunia mereka dan berperan dalam lingkungan mereka. lihat Ardian Alhadath, “Media Massa dan Transformasi Sosial;

Sebuah Pengantar”, Jurnal CIV IC 1, (2003), 11-26,

http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/repository/civic/civic2/2-Ardian.pdf (diakses 16 Juni 2013).

11

(6)

http://cdn.intechopen.com/pdfs/17417/InTech-5 Adanya globalisasi teknologi komunikasi ini menciptakan kemudahan dalam mengakses informasi dan sebagainya. Hal itu tentunya menjadi tantangan yang cukup serius bagi umat Islam. Oleh karena itu, umat Islam harus membentengi diri dengan melakukan filterisasi terhadap akses informasi yang masuk. Terutama yang berkaitan dengan budaya-budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Di samping itu, umat Islam juga tidak boleh membentengi diri semata, namun lebih dari itu, umat Islam harus ikut dalam percaturan globalisasi.

Collin Cherry dalam Mohd. Rafiq mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi komunikasi yang cepat dewasa ini dengan istilah explosion. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: pertama, secara potensial teknologi komunikasi dapat menjangkau seluruh permukaan bumi dalam waktu sekejap. Kedua, jumlah pesan dan arus lalu lintas informasi telah berlipat ganda secara geometrik. Ketiga, kompleksitas teknologinya sendiri sudah semakin canggih (sophisticated), baik piranti lunaknya (software) maupun piranti kerasnya (hardware).12

Ungkapan Cherry tersebut—seolah—menjelaskan kepada umat Islam untuk bersikap responsif dan cepat terhadap teknologi infromasi,

Globalization_and_global_innovations.pdf (diakses 16 Juni 2013). Banyak karya para intelektual yang menggambarkan persepsi globalisasi sebagai segela hal berasal dari Praktek-praktek Barat. Benjamin Barber Jihad vs McW orld (1995) menggambarkan globalisasi sebagai steam roller budaya yang mengubah dunia secara global. Di mana ia memfokuskan—secara eksklusif—pada Barat sebagai sumber globalisasi. Lihat Ronald Lukens-Bull, Amanda Pandich, John P. Woods, “Islamization as Part of Globalization: Some Southeast Asian Examples”, Journal of International and Global Studies, Vol. 3, 32-46, http://www.lindenwood.edu/jigs/docs/volume3Issue2/essays/32-46.pdf (diakses 17 Juni 2013). Senada dengan Benjamin Barber, Rahhalah Haqq, dalam Petter G. Ridell mendefinisikan bahwa globalisasi adalah eufemisme untuk Westernisasi, (lebih khusus lagi, Amerikanisasi), dan bahwa media Barat telah meyakinkan sebagian besar dunia bahwa globalisasi tidak bisa dihindari dan bahwa setiap orang harus menerima dan menyesuaikan diri dengan itu. Lihat Petter G. Ridell, “Globalisation, Western and Islamic, into the 21st Century: Perspectives from Southeast Asia and Beyond”, Journal A sian Christian Review , 2, (2008), 128-152, http://www.asianchristianreview.org/acr_pdf/acr_pdf_0202-03_13riddell. pdf (diakses 17 Juni 2013). Sementara itu, Ronald Robertson dalam Mohd Abbad Abdul Razak, memberikan definisi globalisasi sebagai fenomena deterirorialisasi yang sudah dimulai sejak abad kelima belas. Lebih singkatnya Robertson memaknai globalisasi sebagai kolonialisasi. Melalui kolonialisme negara-negara adidaya kemudian mencoba memperluas kekuasaan dan pengaruh mereka melalui sarana telekomunikasi modern, kepada negara-negara terbelakang di dunia. Lihat, Mohd Abbas Abdul Razak, “Globalization and its Impact on Education and Culture”, World Journal of Islamic History and Civilization,1, (2011), 59-69, http://idosi.org/wjihc/wjihc1(1)11/6.pdf (diakses 12 juni 2013).

12

(7)

6 karena perkembangannya yang terus mengalami peningkatan secara pesat. Jika demikian, ketika umat Islam tidak bisa bertindak secara cepat dalam memanfaatkan era globalisasi teknologi informasi ini, maka pastilah umat Islam akan tertinggal dengan umat-umat lain yang memanfaatkan teknologi informasi dengan baik, karena pada dasarnya globalisasi juga bisa dimaknai sebagai internasionalisasi13, artinya proses komunikasi atau relasi yang dijalin bersifat mendunia dan lintas sektoral. Sehingga tidak ada batasan-batasan yang bersifat geografis.

Globalisasi pada hakikatnya juga telah membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia.14 Oleh karena itu, tentunya hal ini menjadi peluang besar bagi umat Islam untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam di tengah era keterbukaan global. Karena pokok persoalan yang dihadapi umat Islam pada zaman sekarang adalah dampak sosial budaya masyarakat industri dan informasi dari teknologi. Masyarakat yang demikian cenderung mengalami sebuah proses yang disebut dengan objektivitas manusia, yaitu terperangkapnya manusia ke dalam kerangka sistem budaya dan teknologi sedemikian rupa, sehingga dirinya menjadi komponen yang amat tergantung pada sistem tersebut.15 Ketergantungan masyarakat terhadap sistem informasi harus dijawab dengan memberikan formula dakwah yang berbasis pada teknologi informasi.

Globalisasi ketika dimaknai sebagai sebuah tantangan besar—dalam artian sesuatu yang harus dihadapi dan disikapi dengan berbagai macam strategi—maka juga akan menimbulkan peluang yang besar untuk menciptakan pemikiran dan aksi yang strategis untuk menghadapinya. Oleh

13

Ahmed Ibrahim Aboshouk, “Globalization and Muslim Identity Challenges and

Prospect”, The Moslem W orld Journal V ol. 96, July 2006, 488.

http://identities.org.ru/readings/Globalisation_Muslim_ID.pdf (diakses 17 Juni 2013). 14

Hadiono Afdjani, “Dampak Globalisasi Media Terhadap Masyarakat dan

Budaya Indonesia”, (2007),

http://jurnal.budiluhur.ac.id/wp-content/uploads/2007/04/blcom-04-vol2-no2-april20071.pdf (diakses 15 juni 2013). 15

Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah; Episod Kehidupan M.

Natsir dan Azhar Basyir, (Jogjakarta: Sipress, 1996), 210. Umat Islam perlu memanfaatkan

teknologi komunikasi, karena pada dasarnya semua yang memanfaatkan media komunikasi akan dapat dengan mudah dipengaruhinya. Sebagaimana McLuhan dalam Jalaludin Rakhmat mengatakan bahwa secara operasional dan praktis, media adalah pesan. Hal ini berarti bahwa akibat-akibat personal dan sosial dari media—yakni karena perpanjangan diri kita—timbul karena skala baru yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan diri kita atau teknologi baru... media adalah pesan karena membentuk dan mengendalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia. Lihat Jalaludin Rakhmat, Psikologi

(8)

7 karena itu, harus disadari bahwa globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh masyarakat modern, sehingga yang harus dilakukan adalah bagaimana memiliki cara-cara yang strategis untuk ikut ambil bagian dalam era globalisasi tersebut.

Pada dasarnya segala hal dapat dilihat dari berbagai interpretasi. Seperti contoh para pejuang pada masa kemerdekaan yang melakukan perwalanan terhadap kolonialisasi. Bagi masyarakat pribumi, mereka adalah pahlawan namun bagi kaum penjajah mereka disebut dengan pemberontak. Oleh karena itu, memaknai suatu hal memang sangat tergantung dari sudut mana menafsirkannya. Sama halnya dengan globalisasi, ketika globalisasi hanya dianggap sebagai sesuatu yang melemahkan maka umat Islam akan terpuruk, begitu pula ketika globalisasi dimaknai sebagai peluang, maka umat Islam tetap akan dapat memanfaatkan era globalisasi sebagai sarana untuk berdakwah dan melakukan aktivitas lainnya yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

B. Peran Media dan Teknologi Komunikasi

Media dan teknologi komunikasi memiliki fungsi utama sebagai sarana untuk melakukan aktivitas komunikasi.16 Utamanya adalah komunikasi massa. Melalui media, pesan yang disampaikan akan dapat dengan cepat diterima oleh khalayak, sebagaimana yang dijelaskan oleh Djalaluddin Rakhmat bahwa komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. 17

16

Komunikasi adalah sebuah proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu-individu yang menggunakan simbol untuk menetapkan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Secara rinci, Richard West dan Lynn H. Turner menjelaskan bahwa dalam memaknai komunikasi ada lima kata kunci yang harus dipahami, yaitu: social (sosial), symbols (simbol-simbol), meaning (makna), dan environment (lingkungan). Lihat Richard West dan Lynn H. Turner, Introducing Communication Theory, Third Edition, (New York: The McGraw Hill, 2007), 5. Senada dengan Richard, Dan Nimmo juga memberikan definisi komunikasi sebagai proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Lihat Dan Nimmo, Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan, dan Media, 6.

17

Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan oleh Bittner. Menurut Bitner dalam Djalaludin Rakhmat mass communication is messages

communicated through a mass medium to a large number of people (komunikasi massa

adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Sedangkan Gerbner mendefinisikan komunikasi massa dengan memperinci karakteristik komunikasi massa. Gerbner dalam Djalaludin Rakhmat menulis “mass communication is

(9)

8 Pengertian komunikasi massa di atas mengindikasikan bahwa pemanfaatan teknologi komunikasi—terutama elektronik—memiliki satu kelebihan, yakni efektifitas waktu. Hal itu disebabkan karena kecanggihan teknologi komunikasi yang telah—berhasil—menghapus ruang geografis dalam kehidupan manusia. Sehingga keberadaannya kini menjadi sangat urgen bagi kehidupan manusia di dunia.

Peran teknologi komunikasi dalam kehidupan manusia pun sudah tidak diragukan lagi. Bahkan, kini manusia dan media sudah tidak bisa (baca: sangat susah) untuk dipisahkan. Media telah menjadi kebutuhan vital bagi kehidupan manusia modern. McQuail—dalam Henry Subiakto— setidaknya memberikan pandangan tentang peran media bagi kehidupan manusia modern. Pertama, media massa sebagai window on events and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak “melihat apa yang sedang terjadi di luar sana ataupun pada diri mereka sendiri.

Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of events in society and the world, impliying a faithfull reflection. Yaitu, cermin dari berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat dan dunia. Atau secara lebih ringkas, media dianggap merefleksikan kenyataan yang ada. Ketiga, media massa juga dianggap sebagai filter atau gate kepper yang menyeleksi berbagai macam hal untuk diberi perhatian atau tidak. keempat, media massa seringkali dianggap sebagai penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas ketidak pastian atau alternatif yang beragam.

Kelima, media dipandang sebagai sebuah forum untuk mempresentasikan berbagai informasi, gagasan, dan ide-ide kepada khayalak, sehingga memungkinkan terjadinya tenggapan dan umpan balilk (feedback). Dan keenam, media massa dipandang sebagai interlocutor , yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang interaktif.18

Peran media—sebagaimana dijelaskan oleh McQuail diatas— mengindikasikan adanya ketergantungan manusia modern terhadap media. Ketergantungan yang dimaksud misalnya manusia modern sudah meyakini segala sesuatu yang disampaikan oleh media adalah refleksi atas kejadian nyata yang sedang berlangsung di dunia. Meskipun pada dasarnya media

broadly shared continuous flow of messages in industrial societies” (komunikasi massa

adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Lihat Djalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, 188.

18

(10)

9 memiliki sudut pandang tersendiri terhadap sebuah peristiwa, dan jika interpretasi media terhadap peristiwa tersebut disebarluaskan melalui media secara global, tidak mustahil interpretasi tersebut akan menjadi kebenaran. Selanjutnya, dari informasi yang disampaikan itulah kemudian melahirkan opini publik.19 Sebut saja, ketika tragedi WTC pada 9 September 2011 dimuat terus menerus oleh media internasional, secara tidak langsung publik memberikan stigma negatif pada Islam, sekaligus memicu konflik dan merobek harmoni yang secara susah payah telah dikembangkan antara Barat dan Islam. Konflik itu kemudian merebak kepada isu teroris sehingga menimbulkan kecurigaan kepada komunitas muslim yang berlebihan. Lebih-lebih ketika Amerika Serikat melakukan ekspansi militer ke negara-negara muslim seperti Afghanistan dan Irak—meskipun dengan dalih perdamaian—seolah telah meyakinkan publik akan apa ditampilkan oleh media internasional kepada Islam.20

Dalam kehidupan sehari-hari saja, masyarakat sudah “dicekoki” dengan informasi dari pelbagai media. Tujuannya kurang lebih untuk mengkonstruk pemikiran khalayak akan realitas semu yang ditampilkan oleh media seolah-olah adalah realitas yang sesungguhnya. McQuail— sebagaimana yang penulis sebutkan di atas—menjelaskan bahwa media juga bisa diposisikan sebagai sarana untuk pertukaran ide, gagasan, dan pemikiran terhadap khalayak umum, yang tentu saja mengharapkan umpan balik. Oleh karenanya, jika umat Islam dapat menangkap tantangan ini dan merubahnya menjadi peluang yang strategis, maka dakwah Islam akan berjalan dengan sangat efektif. Namun sebaliknya, jika umat Islam tidak bisa memanfaatkannya, maka umat Islam hanya akan menjadi “sasaran” dari kerasnya percaturan globalisasi.

C. Strategi Dakwah Melalui Teknologi Komunikasi

Tantangan pada zaman modern21—sebagaimana penulis sampaikan di atas—adalah tantangan menghadapi budaya masyarakat modern yang

19

Opini publik adalah dengan kumpulan pendapat orang mengenai hal ikhwal yang mempengaruhi atau menarik minat komunitas; cara singkat untuk melukiskan kepercayaan atau keyakinan yang berlaku di masyarakat tertentu bahwa hukum-hukum tertentu bermanfaat; suatu gejala dari proses kelompok; dan opini pribadi orang-orang yang oleh pemerintah dianggap bijaksana untuk diindahkan. Lihat Dan Nimmo, Komunikasi Politik;

Komunikator, Pesan, dan Media, (terj) Tjun Sudarman, Cet ke VI, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2005), 10. 20

Moh. Roqib, “Dakwah Islam; Antara Harmonisasi dan Dinamisasi”, Jurnal

Komunika 1, (2007), 55-78.

21

(11)

10 sangat bergantung kepada teknologi. Menjawab tantangan itu, Islam harus membuat strategi dakwah yang berbasis pada pemanfaatan teknologi modern. Seperti pemanfaatan jejaring sosial (social network), website, aplikasi-aplikasi Mobile, dan sebagainya. Termasuk menggunakan strategi e-paper yang saat-saat ini sedang digandrungi oleh masyarakat luas. Pasalnya selain ramah lingkungan, e-paper dirasa lebih praktis dan efisien, khususnya dalam pemanfaatan ruang dan meniadakan penggunaan bahan baku kertas sebagai bahan dasarnya.

Brittney G. Chenault mengatakan bahwa ketika berbicara tentang internet bukan hanya berbicara tentang teknologi, informasi, komunikasi (percakapan) antar seseorang dengan orang lain, atau sekadar melakukan pertukaran informasi melalui e-mail. Lebih dari itu, menurutnya internet adalah partisipasi massa secara langsung dan keseluruhan tanpa adanya batasan dalam melakukan proses komunikasi. Komunikasi bisa dikatakan sebagai fondasi, sedangkan internet adalah wadah atau komunitas.22 Pernyataan Brittney tersebut semakin menguatkan bahwa model komunikasi yang diciptakan oleh teknologi internet adalah komunikasi massa yang melibatkan khalayak banyak dalam aktivitasnya.

Hal ini menciptakan peluang besar bagi da’i untuk melebarkan sayap dakwahnya ke seluruh penjuru dunia dan seluruh masyarakat lintas negara maupun bahasa. Islam sebagai agama dakwah tentu tidak bisa diam melihat peluang yang besar ini untuk menyampaikan pesan-pesan dakwahnya melalui media internet. Arus globalisasi tak selamanya harus dimaknai sebagai bentuk “kolonialisasi” Barat atas dunia Islam, akan tetapi globalisasi juga bisa dimaknai sebagai sebuah peluang untuk melakukan dakwah yang bersifat global pula.

Penciptaan strategi dakwah yang berbasis pada internet atau—yang penulis sebut dengan—“e-Dakwah” adalah hal yang mutlak dilakukan oleh da’i sekarang ini. Dengan memanfaatkan media internet, kegiatan dakwah tentunya akan lebih efisien, karena teknologi internet memiliki sifat—yang seolah—tanpa batas, terjangkau, dan cepat, sehingga akan memudahkan para da’i dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya.

serta bentuk-bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan teknikalisme itu. Dengan tibanya zaman teknik itu, maka manusia sudah tidak lagi dihadapkan pada persoalan kulturalnya sendiri secara terpisah dan berkembang secara otonomi dari yang lain, tetapi terdorong menuju masyarakat global yang terdiri dari berbagai bangsa yang erat berhubungan satu dengan yang lain. Lihat Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah

Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, cet-IV, (Jakarta:

Yayasan Wakaf PARAMADINA, 2000), 451-452. 22

Brittney G. Chenault, “Developing Personal and Emotional Relationships Via

Computer-Mediated Communication”, CMC Magazine, 1998,

(12)

11 Salah satu strategi dalam melakukan aktivitas dakwah yang berbasis pada internet adalah dengan memanfaatkan layanan yang tersedia dalam internet seperti website, jaringan sosial (social network) baik facebook ataupun twitter dan sebagainya. Termasuk penciptaan aplikasi-aplikasi dakwah melalui smartphone yang lebih mudah dan praktis. Dengan memanfaatkan media-media tersebut artinya melakukan aktivitas dakwah lintas sektoral dan lintas geografis, karena—sekali lagi—dakwah melalui internet adalah dakwah yang bersifat global. Meski tidak menutup kemungkinan media tersebut juga bisa digunakan sebagai media dakwah antar personal. Pemanfaatan media internet sebagai media dakwah mengingat pengguna internet sebagaimana dilansir oleh internetworldstats di dunia mencapai 2.405.518.376 orang, di mana 44,8% nya adalah dari Asia.23 Beberapa layanan jejaring sosial yang dapat dimanfaatkan sebagai media dakwah antara lain;

1. Facebook

Facebook merupakan situs jejaring sosial yang memiliki banyak user. Menurut data yang dilansir oleh situs internetworldstats, pengguna facebook di seluruh dunia sampai September 2012, mencapai 937.407.180 pengguna, dengan rincian sebagai berikut.24

Menurut data yang dirilis oleh CheckFacebook dalam Blog Ericsiantar menyatakan pada tahun 2012 merangking 10 negara dengan tingkat pengakses facebook terbesar di dunia25, yaitu sebagaimana tabel di bawah ini:

Data tersebut diolah dari situs penyedia informasi statistik dunia internet http://www.internetworldstats.com/facebook.htm (diakses 17 Juni 2013).

25

(13)

12

No Negara Jumlah User

1. Amerika Serikat 146.805.000

2. Indonesia 31.784.080

3. United Kingdom 28.935.380

4. Turki 24.143.980

5. Perancis 20.469.420

6. Filipina 18.901.900

7. Meksiko 18.243.080

8. Itali 17.812.800

9. Kanada 17.522.780

10. India 16.915.900

Facebook merupakan salah satu jejaring sosial yang sangat banyak diminati. Selain karena fasilitasnya yang banyak, facebook juga dapat diakses melalui telepon seluler. Beberapa fasilitas yang ada di facebook antara lain: Group (dengan menu ini user akan dapat mengumpulkan banyak orang dan saling bertukar pikiran), page, chat, dan sebagainya. Pemanfaatan media sosial facebook untuk dakwah adalah hal tidak sulit untuk dilakukan, karena facebook adalah jejaring sosial yang sangat familiar bagi banyak orang di dunia ini. Selanjutnya adalah bagaimana da’i bisa mengemas pesannya melalui media sosial tersebut, agar mad’u yang menjadi subjek dakwah dapat menerima dengan baik pesan-pesan yang disampaikan oleh da’i.

Melalui facebook, da’i akan dapat secara langsung bercakap-cakap dengan mad’unya—secara timbal balik—seperti halnya dalam proses komunikasi langsung. Selain itu, jejaring sosial facebook juga memungkinkan para da’i untuk berdakwah secara face to face melalui fasilitas yang disebut dengan Skype. Melalui media sosial ini, akan memudahkan da’i membuat group discussion dengan siapa saja. Selain itu, facebook juga sangat mudah diakses karena tidak mensyaratkan perangkat komputer, laptop, atau tablet sebagai perangkat utamanya, melainkan bisa diakses menggunakan telepon seluler. Fasilitas tersebut yang menciptakan kemudahan tersendiri dalam mengakses facebook. 2. Twitter

(14)

13 Sebagaimana dilansir oleh vivanews.com, bahwa pengguna Twitter di dunia pada tahun 2010 mencapai 105 juta pengguna.26

Berbeda dengan berita yang dirilis oleh Republika Online yang menyatakan bahwa total pengguna Twitter diseluruh dunia mencapai 240 juta pengguna. dimana Indonesia merupakan negara Asia yang memiliki pengguna Twitter aktif sebanyak 5.6 juta pengguna, disusul Jepang (3.5 juta ) dan India (2.3 juta ). Malaysia yang merupakan negara dengan jumlah pengguna Twitter terbesar ke 6 di dunia hanya mencatat jumlah pengguna sebanyak 1.1 juta pengguna. Jadi, total pengguna Twitter aktif di Asia mencapai 18.6 juta pengguna.27

Data yang dirilis oleh situs forbes pada awal 2013 lalu menyatakan ada 5 negara yang memiliki pengguna twitter terbanyak di dunia28, seperti dalam tabel di bawah ini:

No Negara Jumlah User (juta) menggunakan media sosial ini sebagai media dakwah yang cukup efektif mengingat penggunanya yang mencapai ratusan juta orang di seluruh dunia dan kebanyakan pengguna Twitter adalah segmen menengah. Tidak banyak berbeda dengan facebook, melalui Twitter da’i juga dapat menyampaikan pesan dakwahnya yang dikemas secara lebih singkat— mengingat karakter tweet yang hanya 140 karakter—tanpa mengurangi subtansi akan nilai-nilai dakwah itu sendiri. pertama-pengguna-twitter-di-asia (diakses 17 Juni 2013). Perkembangan Twitter pun semakin drastis. Berdasarkan laporan salah satu pendiri Twitter, Evan Williams menyatakan Twitter telah memiliki lebih dari 145 juta pengguna pada september 2010,

Victor Lipman, “The World’s Most Active Twitter Country? (Hint: Its Citizens

Can’t Use Twitter), Forbes, January, 5, 2013,

(15)

14 3. Website dan Blog

Penggunaan website sebagai media dakwah juga cukup efisien. Melalui website da’i akan dapat menyampaikan gagasan-gagasannya. Selain itu, website memiliki kemudahan karena bisa diakses dari mana saja dan kapan saja. Layanan internet yang satu ini sudah sangat banyak dimiliki oleh para da’i, baik secara personal ataupun organisasi. Di Indonesia sendiri—sebagaimana penulis sampaikan di atas—sudah banyak organisasi Islam yang memiliki situs resmi sebagai media komunikasi dengan publik. Seperti Nahdlatul Ulama melalui NU Online-nya, Muhammadiyah melalui muhammadiyah.or.id, Persis dengan persis.or.id, Front Pembela Islam dengan fpi.or.id, dan sebagainya. Di samping organisasi-organisasi tersebut juga memiliki media sosial lain seperti Facebook dan Twitter.

4. Pembuatan E-book

e-Book adalah singkayan dari elektronic book, atau buku elektronik. e-Book akan memudahkan para pengguna internet untuk membaca dan mendowload buku-buku dengan menggunakan aplikasi Adobe Flash Player, atau Adobe Reader untu membacanya. 29 Menurut Budi Raharjo, e-Book are electronic books that are downloaded to your computer or handheld devices. Y ou can view and read your eBook using simple eBook reader software - anytime or anywhere (e-Book adalah buku-buku elektronik yang dapat didownload pada komputer atau peralatan seluler. e-Book dapat dilihat dan dibaca menggunakan software e-Book reader kapanpun dan di mana pun).

Teknologi e-Book juga bisa menjadi salah satu pilihan yang menarik bagi da’i untuk berdakwah. Namun, e-Book—karena berhubungan dengan tulisan—digunakan untuk aktivitas dakwah yang berbasis dakwah bi al kitabah. Saat ini sudah banyak kitab-kitab klasik yang dibuat menjadi e-Book, termasuk buku-buku saat ini yang sudah banyak yang menggunakan teknologi e-Book dan memasarkannya melalui media internet. Kehadiran e-Book ini juga akan memudahkan bagi da’i untuk melakukan aktivitas dakwahnya, karena e-Book dapat dinikmati di mana pun dan kapan pun selagi fasilitasnya mendukung. Hanya saja, e-Book ini mengalami kelemahan, yaitu tidak bisa digunakan pada semua perangkat seluer. Tidak seperti Twitter dan Facebook yang sudah sangat familiar di dunia seluler. Namun, pada

29

(16)

15 dasarnya e-Book juga dapat digunakan sebagai media dakwah, karena pengguna internet di seluruh dunia semakin meningkat.

Selain keempat layanan tersebut, saat ini juga telah tersedia berbagai macam layanan yang mendukung untuk diterapkan pada sistem Smartphone. Munculnya Smartphone ini juga menjadi satu cara baru menikmati layanan internet di mana saja. Sehingga para da’i juga harus memanfaatkan media ini untuk melaksanakan aktivitas dakwahnya. Oleh karena itu, semakin banyak memanfaatkan media sebagai sarana dakwah, maka pesan dakwah pun akan semakin tersebar luas. Mengingat tantangan dakwah saat ini adalah masyarakat global, maka memanfaatkan media sebagai sarana dakwah “Go Global” sangat perlu dilaksanakan.

Namun, untuk menggunakan media-media tersebut, para da’i juga harus mengetahui karakteristik dari mad’unya masing-masing. selain itu, da’i juga perlu mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi khalayak pada komunikasi massa. Di mana dalam kerangka behaviorisme, media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan, atau proses imitasi.30 Oleh karena itu, media menjadi sangat penting untuk dijadikan sarana melakukan aktivitas dakwah sekaligus menyampaikan pesan-pesan yang diajarkan dalam Islam. Strategi pemanfaatan media ini merupakan trobosan bagi para da’i untuk memperluas wilayah dakwahnya sekaligus menciptakan komunikasi dengan khalayak dari berbagai lini.

Kelahiran teknologi-teknologi informasi saat ini mendorong para da’i untuk berinovasi dalam berdakwah. Kehadiran teknologi-teknologi tersebut harus dijadikan sebagai sebuah “paksaan” untuk melakukan perubahan model dakwah yang bersifat konvensional kepada model e-Dakwah. Hal ini sebagai wujud adaptasi pada kondisi sosial masyarakat yang sudah berada pada sebuah zaman yang disebut dengan—meminjam istilah Nurcholis Majdid—“Zaman Teknik”. Sehingga dakwah pun harus dikemas dengan memanfaatkan media dan teknologi informasi, tanpa mengurangi subtansi dari dakwah itu sendiri.

Kesimpulan

Tantangan dakwah Islam saat ini adalah menghadapi masyarakat yang telah bergantung kepada teknologi modern, sehingga para da’i harus jeli memanfaatkan hal ini sebagai peluang untuk melaksanakan aktivitas dakwah yang bersifat global dan modern. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa para da’i harus merubah tantangan globalisasi media dan teknologi komunikasi ini sebagai sebuah peluang.

30

(17)

16 Dengan kemudahan dalam mengakses segala informasi, tentunya perlu disadari akan pentingnya filterisasi terhadap segala arus informasi yang masuk, yang itu tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip ajaran Islam. Dakwah melalui media internet selain efisien dan cepat, juga sebagai jawaban atas kesiapan umat Islam menghadapi arus globalisasi. Di samping itu, sebagaimana yang dilansir oleh internetworldstats , pada juni 2012 saja sudah mencapai angka 2.405.518.376 pengguna, yang tersebar di seluruh dunia, dan tidak mustahil data tersebut akan terus meningkat di setiap tahunnya.

(18)

17

Daftar Pustaka

Al-Qur’an Al-Karim

Aboshouk, Ahmed Ibrahim, “Globalization and Muslim Identity Challenges and Prospect”, The Moslem W orld Journal 96, (2006), 487-505, http://identities.org.ru/readings/Globalisation_Muslim_ID.pdf

(diakses 17 Juni 2013).

Afdjani, Hadiono, “Dampak Globalisasi Media Terhadap Masyarakat dan Budaya Indonesia”, (2007), http://jurnal.budiluhur.ac.id/wp-content/uploads/2007/04/blcom-04-vol2-no2-april20071.pdf (diakses 15 juni 2013).

Al-Bayanuni, M. Abul al-Fath, 1991, A l-Madkhal ila> ‘Ilm al-Da’wah, (Beirut: Muassasah al-Risa>lah

Alhadath, Ardian, “Media Massa dan Transformasi Sosial; Sebuah Pengantar”, Jurnal CIV IC 1, (2003), 11-26,

http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/repository/civic/civic2/2-Ardian.pdf (diakses 16 Juni 2013).

Amin, M. Masyhur, 1997, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Jakarta: Al amin Press.

Chenault, Brittney G., “Developing Personal and Emotional Relationships Via Computer-Mediated Communication”, CMC Magazine, 1998, http://www.december.com/cmc/mag/1998/may/chenault.html

(diakses 15 Juni 2013).

Danaeefard, Hassan dan Tayebeh Abbasi, “Globalization and Global

Innovation”, (2011), 67-80,

http://cdn.intechopen.com/pdfs/17417/InTech-Globalization_and_global_innovations.pdf (diakses 16 Juni 2013). Khadziq, 2009, Islam dan Budaya Lokal; Belajar Memahami Realitas

A gama dan Masyarakat, Yogyakarta: Teras.

Lipman, Victor, “The World’s Most Active Twitter Country? (Hint: Its Citizens Can’t Use Twitter), Forbes, January, 5, 2013, http://www.forbes.com/sites/victorlipman/2013/05/01/the-worlds-most-active-twitter-country-hint-its-citizens-cant-use-twitter/ (diakses, 17 Juni 2013).

(19)

18 Mahfudz, Syeikh Ali, 1975, Hidayah A l-Mursyidi>n, cet ke-VII, Mesir: Dar

al-Mishr.

Madjid, Nurcholis, 2000, Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, cet-IV, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina.

Mulkhan, Abdul Munir, 1996, Ideologisasi Gerakan Dakwah; Episod Kehidupan M. Natsir dan A zhar Basyir, Jogjakarta: Sipress.

Müller, Johannes, 2006, Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nimmo, Dan, 2005, Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan, dan Media, (terj) Tjun Sudarman, Cet ke VI, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rafiq, Mohd., “Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam di Era Globalisasi

Informasi”, Jurnal A nalityca Islamica, V ol.5, No.3, (2003), 149-168, http://idb2.wikispaces.com/file/view/ok2015.pdf (diakses 17 Juni 2013).

Raharjo, Budi, “Rancangan abc eBook”, Disampaikan pada Seminar “Kiat Menulis Buku dan Informasi Ilmiah”.Diselenggarakan oleh Penerbit ITB & Departemen Fisika ITB, (Bandung 20 Agustus 2002), http://eprints.rclis.org/11757/1/ebook-abc2_-by_BR.pdf (diakses 17 Juni 2013).

Rakhmat, Jalaludin, 2008, Psikologi Komunikasi, cet ke XXVI, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Razak, Mohd Abbas Abdul, “Globalization and its Impact on Education and Culture”, World Journal of Islamic History and Civilization,1, (2011), 59-69, http://idosi.org/wjihc/wjihc1(1)11/6.pdf (diakses 12 juni 2013).

Ridell, Petter G., “Globalisation, Western and Islamic, into the 21st Century: Perspectives from Southeast Asia and Beyond”, Journal A sian Christian Review , 2, (2008), 128-152,

http://www.asianchristianreview.org/acr_pdf/acr_pdf_0202-03_13riddell. pdf (diakses 17 Juni 2013).

Roqib, Moh., “Dakwah Islam; Antara Harmonisasi dan Dinamisasi”, Jurnal Komunika 1, (2007), 55-78.

Safei, Agus Ahmad, 2003, Memimpin Dengan Hati yang Selesai: Jejak Langkah dan Pemikiran Baru Dakwah K.H. Syukriadi Sambas, Bandung: Pustaka Setia.

Sitindaon, Martin, “10 Negara Pengguna Facebook Terbesar di Dunia”, Ericsiantar.blogspot.com, 10 Mei 2012,

(20)

19 Sjafriani, Ririn, (Red) “Indonesia Urutan Pertama Pengguna Twitter di

Asia”, Republika, 28 Januari 2010,

http://www.republika.co.id/berita/trendtek/aplikasi/10/01/28/102496 -indonesia-urutan-pertama-pengguna-twitter-di-asia (diakses 17 Juni 2013).

Subiakto, Henry dan Rachmah Ida, 2012, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi, Jakarta: Kencana.

Tapper, H., “The Potential Risks of the Local in the Global Information society”, Journal of Social Philosophy, 31, (2000), 524-434.

Wahono, Tri (ed), “Twitter Tembus 145 Juta Pengguna”, Kompas, 5

September 2010,

http://tekno.kompas.com/read/2010/09/05/18353387/Twitter.Tembu s.145.Juta.Pengguna (diakses 17 Juni 2013).

West, Richard dan Lynn H. Turner, 2007, Introducing Communication Theory, Third Edition, New York: The McGraw Hill.

Sumber lain:

http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/144207-pengguna_twitter_capai_105_juta (diakses 17 Juni 2013). http://www.internetworldstats.com/stats.htm, (diakses 17 Juni 2013). http://www.internetworldstats.com/facebook.htm (diakses 17 Juni 2013). http://www.nu.or.id

http://www.muhammadiyah.or.id http://www.persis.or.id

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengolahat data arus dengan menggunakan current rose untuk arus kedalaman dasar (12 m) dimana pergerakan arus dominan ke arah timur dan barat dimana kecepatan tertinggi

Penelitian ini menunjukkan pembelajaran dan emosional yang disederhanakan oleh variabel motivasi X emosional memiliki hubungan yang positif dengan kompetensi staf

Dari keempat model rumah Kutai yang dikembangkan untuk desain rumah knock- down sebagai solusi perumahan untuk dae- rah rawa dalam penelitian ini adalah model rumah Gudang. Modul

efisiensipengendara pada saat keluar- masuk ruang parkir, menciptakan suasana yangaman dan nyaman, dan menata pintu masuk dan keluar fasilitas parkir denganjalur

Sumber data yang diperoleh adalah melalui tempat dan peristiwa yang menjadi sumber data dalam penelitian ini, yaitu tempat guru dan siswa melakukan kegiatan

rata-rata z-score TBIU cenderung lebih rendah sehingga prevalensi anak pendek dan sangat pendek pada anak balita lebih tinggi dibanding standar NCHS." Hal ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ektoparasit Ciliophora yang menyerang udang vannamei di lahan pertambakan polikultur Kabupaten Sidoarjo adalah Zoothamnium sp.,

Setelah data dipilih pada menu browse maka data yang ada diproses dengan menu baca data sehingga tampil seperti pada gambar 4.3 yang berisi keterangan baca data