• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik Di Sumatera Utara"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

A. Sekilas Tentang Al Washliyah

Setiap umat manusia mempunyai tujuan pokok dalam kehidupannya,

tujuan pokok tersebut merupakan pusat pemikirannya dan sasaran segenap

aktivitas serta tumpuan segala cita-citanya yang timbul dari dalam dirinya.

“nilai-nilai mulia”

Bila tujuan itu mulia, maka akan terpancar dari padanya aktivitas yang

indah dan terepuji. Sedang pribadinya akan memantulkan gambaran keindahan

jiwa pemiliknya dan selalu menuju kepada kesempurnaan, sehingga ia berhak

mengecap kebahagiaan yang ditentukan untuknya.

Agama Islam datang untuk memperbaiki, membersihkan dan mengangkut

jiwa manusia semaksimal mungkin ketempat yang paling mulia. Islam

menjelaskan kepada umat manusia akan tujuan akhir yang harus dicapainya,

menuntun mereka ketujuan yang paling tinggi yaitu keridhaan Allah SWT.

Sumatera Utara sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia terbagi kepada

dua bagian yakni Sumatera Timur dan Tapanuli. Sumatera Timur merupakan

wilayah kesultanan dan sering dengan dibukakannya perkebunan besar. Daerah

Sumatera Timur terdiri dari daerah Langkat, Deli Serdang, Asahan, Labuhan

Batu, Karo, Simalungun, Tanjung Balai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi,

(2)

Bila dianalisis berdasarkan kedudukan penguasaan yang terdapat di

wilayah Sumatera Timur, maka pembagian wilayah ini memiliki makna dualisme,

contohnya dari segi peta, pengertian Sumatera Timur mencakup wilayah Karo dan

wilayah Simalungun. Sedangkan dari fakta wilayah ternyata daerah Karo dan

Simalungun dimasukkan dalam wilayah Tapanuli. Sebagaiman tertulis dalam

buku Sumatera Utara Dalam Lintas Sejarah, Residen Tapanuli, meliputi

Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Dairi dan Nias

berada dalam satu risiden.

Sumatera Timur terdiri dari beberapa kesultanan seperti Deli Serdang,

Langkat dan Asahan, yang sampai awal abad ke-19 berada di bawah kekuasaan

Kesultanan Siak. Tetapi setelah penjajahan Belanda menguasai Indonesia, semua

kesultanan ini melepaskan diri dari Siak, dan akhirnya Siak sendiri pun harus

tundukpada kekuasaan Belanda. Seluruh kesultanan tersebut di atas masuk

residensi Sumatera Timur, kemudian sekitar tahun 1941, menjelang Perang Dunia

II, Siak masuk residensi Riau.49

49

Sinar Luckman, T. 1971. Seri Sejarah Serdang Jilid I. Medan : Pustaka Melayu. Hal 69

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, tahun 1945-1947 Sumatera

Utara berada dalam satu provinsi, dalam perkembangan selanjutnya, bagian dari

provinsi semakin kuat menginginkan pembentukan daerah otonomi Sumatera

Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Pada tanggal 15 April 1948

ditetapkanlah Provinsi Sumatera Utara yang meliputi wilayah di dua keresidenan

(3)

Sejak perkebunan karet dan teh dibuka di Sumatera Timur pada abad

ke-19, daerah ini menjadi daerah migrasi. Para migran ini dapat dibagi atas 2

kelompok, yakni bangsa asing dan pribumi. Migran asing 12,2%, sedangkan

migran pribumi terdiri dari suku jawa 52,3%; mereka ini sebagai pekerja kuli di

perkebunan, suku batak toba 4,4%, Mandailing 3,5%, Minangkabau 3,0%, suku

lainnya 1,0% - 2,0% dan prnduduk asli 34%.50

Pada tahun 1918 di Medan berdiri sebuah Maktab/Madrasah yang diberi

nama Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT).

Sekalipun jumlah migran dari

Mandailing dan Minangkabau tidak begitu besar bila dibandingkan dengan

migrant suku Jawa, tetapi ternyata mereka ini lebih terampil dan mempunyai

bekal pengetahuan sekurang-kurangnya untuk hidup mereka sendiri, sehingga

pengaruh mereka lebih menonjol daripada penduduk asli.

Adapun motivasi migran ini semuanya untuk mencari nafkah di tempat

baru, karena daerah Sumatera Timur merupakan daerah yang lebih membuka

kemungkinan bagi mereka dalam mencari nafkah hidup. Para migran tersebut di

atas ada yang berperan sebagai ulama. Pada mulanya mereka ini mengajar terbatas

pada kalangan sendiri, kemudian meluas pada penduduk setempat.

51

50

Chalijah Hasanuddin. 1998. Al-Jam’iyatul Washliyah 1930-1942; Api Dalam Sekam di Sumatera Timur, Bandung: Pustaka. Hal 1-2

51

Abu bakar Ya’cub. 1975. Sejarah Maktab Islamiyah Tapanuli, Medan. Hal 7

Maktab ini didirikan atas inisiatif

masyarakat Mandailing (Tapanuli Selatan) yang bertempat tinggal di Medan.

(4)

yang pertama di Medan. Sebelum ini lembaga pendidikan hanya bersifat

non-formal.52

Sistem belajar di MIT hampir sama dengan sistem belajar di pesantren

yakni lebih mengutamakan perkembangan daya ingatan karena setiap pelajaran

harus dihafal.53 Setelah MIT berjalan 10 tahun yaitu pada tahun 1928

murid-murid MIT dari kelas tertinggi membentuk sebuah perhimpunan pelajar yang

disebut “Debating Club” dipimpin oleh Abdurrahman Syihab.54 Tujuan

perhimpunan pelajar ini mula-mula mengadakan diskusi mengenai

pelajaran-pelajaran saja. Kemudian juga membicarakan masalah sosial bahkan mengenai

masalah adanya paham baru yang muncul di kalangan masyarakat, yaitu paham

Muhammadiyah yang berdiri di Medan pada tahun 1928. Pada umumnya

masyarakat di Sumatera Timur bermazhab Syafi’i, tetapi muncul golongan

masyarakat yang tidak terikat pada salah satu mazhab, yang dikenal dengan Kaum

Muda. Golongan ini hanya memakai sumber hukum dari Alquran dan Hadis.

Mereka menolak taqlid (mengikuti pendapat dari ulama fiqih).55

“Debating Club” ingin berperan serta untuk menghadapi masalah tersebut

di atas dan mencoba menjadi penengah. Oleh karena itu mereka memperluas

bentuk perhimpunannya, dengan melebur dirinya menjadi sebuah organisasi yang

52

Chalijah Hasanuddin. Opcit. Hal 2 53

Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah. 1956. Al Djamijatul Washlijah ¼ Abad, Medan: Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah. Hal 35

54

Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah. Ibid. Hal 36

55

(5)

disebut Al-Jam’iyatul Washliyah. Organisasi ini bermazhab Syafi’i,56 berdiri tahun 1930. Sekalipun Al-Jam’iyatul Washliyah berpegang pada mazhab syafi’i,

namun bermazhab bukan penghambat untuk maju. Hal ini tercermin dari aktivitas

organisasi yang mengutamakan pendidikan, baik formal yang membuka madrasah

dan sekolah, maupun non-formal melalui tabligh. Organisasi ini aktif terutama di

Sumatera Utara dalam memasukkan orang-orang Batak menjadi Islam dan

dipandang sebagai organisasi yang mampu bersaing dengan kalangan missionaries

Kristen di daerah tersebut.57

Setiap warga Washliyah adalah bagian dari pelaku dan pelanjut sejarah

Islam di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Oleh karena itu setiap warga

Washliyah berkewajiban meneruskan perjuangan untuk mempertahankan, Jika melihat aktivitas Al-Jam’iyatul Washliyah seperti diuraikan di atas,

walaupun ia berpegang teguh dan mengikuti salah satu mazhab (syafi’i), namun

juga mau menerima model pendidikan Barat agar dapat mengikuti perkembangan

zaman.

Provinsi Sumatera Utara, ditempatkan pusat berdirinya Al Jam’iyatul

Washliyah. Berdirinya Al Washliyah tidak terlepas dari inspirasi Al Qur’an surat

As-Shaaf ayat 10-11. Dua ayat inilah yang senantiasa mendasari perjuangan serta

motivasi setiap warga Al Washliyah untuk terus mengembangkan misinya di

bidang dakwah, pendidikan dan amal sosial.

56

Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah. Logcit. Hal 37 dan 342

57

(6)

melanjutkan, memperluas, mempertinggi dan membuat Islam kembali

membangun peradaban di pentas era globalisasi.

Al Washliyah pada awal berdirinya di Kota Medan pada tanggal 30

November 1930 tampil sebagai “khairoh ummah”. Hal ini dapat dilihat pada

prestasinya di mana pelajar-pelajar Washliyah mendirikan suatu perkumpulan

pelajar dengan nama Debating Club, yang tujuannya mendiskusikan dan

membahas persoalan-persoalan agama Islam dan masyarakat. A. Rahman Syihab,

Kular, Ismail Banda, Adnan Nur, Sulaeman dan kawan-kawan

sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu, tiap malam Jumat mengadakan

pertemuan-pertemuan.58

58

Pengurus Besar Al Jamiyatul Washliyah. Opcit. Hal 36

Sekelompok pelajar-pelajar tersebut menggeliat dan menggelora di usia

duapuluhan melakukan pengamatan (scanning) bangsa dan masyarakat yang di

jajah dan didera dalam wadah Debating Club yang dua tahun kemudian menjelma

menjadi organisasi Al Washliyah dengan ketua umum pertamanya Ismail Banda.

Al Washliyah yang lahir dan tumbuh di tengah kehidupan masyarakat yang multi

etnik dengan konfigurasi sosial politik yang beragam. Eksistensi politiknya

ditinjau dari aspek historis mengalami konjugtur, akibatnya dinamisasi format

politik yang diperaninya adakala eksistensinya diperhitungkan, desegani lawan

dan kawan tetapi pada dekade tertentu terasa ada marginalisasi peranannya secara

(7)

Sejarah berdirinya suatu organisasi tidak dapat dipisahkan dari gagasan

dan pikiran pendirinya. Sebab orang-orang yang masuk belakangan kedalam

organisasi tersebut, kemudian bergabung menjadi anggota maka secara sadar

berarti ia telah menyepakati dasar dan tujuan organisasi tersebut yang pada

hakekatnya merupakan perwujudan dari gagasan para pendirinya. Al Washliyah

tidak mungkin dipisahkan dengan para pengurus dan anggota perkumpulan

Debating Club yang memiliki ide dan gagasan, serta mempelopori berdirinya

organisasi Al Washliyah. Dengan demikian gagasan dan pikiran yang muncul

kemudian tidak mungkin dipisahkan dari pikiran dan gagasan awal para

pendirinya.

Al-Jam’iyatul Washliyah adalah sebuah organisasi Islam yang bergerak

dalam bidang sosial dan pendidikan. Organisasi ini sangat aktif menyiarkan

agama Islam melalui pendidikan, termasuk madrasah dan sekolah, untuk

meningkatkan pendidikan masyarakat. Organisasi ini lahir pada tanggal 30

November 1930, sebelum Indonesia merdeka. Pada awalnya organisasi ini kurang

berkembang, namun setelah Indonesia merdeka perkembangannya sangat pesat

hampir menjangkau seluruh pelosok kepulauan di Indonesia.

Semua keberhasilan organisasi ini merupakan hasil aktivitas Al-Jam’iyatul

Washliyah yang digerakkan dengan penuh semangat dan keuletan oleh

pelajar-pelajar Maktab Islamiyah Tapanuli, suatu pendidikan agama di Medan. Kemajuan

Al-Jam’iyatul Washliyah pada masa selanjutnya adalah hasil jerih payah dan

(8)

B. Visi dan Misi Al Washliyah

Visi Al Washliyah adalah cara pandang yang jauh ke depan organisasi ini

harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif.

Sedangkan misi Al Washliyah ini adalah :

1. Untuk meningkatkan iman, ilmu dan amal.

2. Menjalin kerjasama dengan setiap organisasi Islam untuk memajukan

Islam.

3. Melindungi anggota dimanapun ia berada dari keterbelakangan di

segala bidang, gangguan dan ancaman.

4. Memberikan kontribusi dalam upaya menciptakan ketertiban bangsa

dan umat Islam dengan damai, adil dan sejahtera.

5. Menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan sesama warga

Al-Washliyah dan dengan organisasi lainya termasuk pemerintah.59

Tujuannya adalah untuk melaksanakan tuntutan agama Islam sekuat tenaga.

59

(9)

C. Lambang Al Washliyah

Lambang Al Washliyah adalah bulan sabit berbintang lima, di dalam

perisai berpucuk lima, bertuliskan Al Jamiyatul Washliya (dalam aksara

Arab/Sulus) berwarna putih dan dasar hijau. Adapun arti lambang tersebut adalah:

1. Bulan Terbit

Artinya: Mengisyaratkan bulan purnama raya yang selagi memancarkan

cahayanya di alam dunia ini yaitu peringatan kepada sekalian alam ini bahwa

agama Islam akan berkembang meratai seluruh penjuru alam. “Dialah Allah yang

telah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.” (Q.S. Yunus: 5)

2. Lima Bintang Bersatu

Artinya: Sebagai sinar yang merupakan sendi kebenaran agama Islam

(10)

fondamen yang kokoh menyinari rohani dan jasmani untuk menunaikan perintah

Ilahi mencapai kemuliaan dunia dan akhirat.

3. Warna Putih

Artinya: Keimanan orang yang mukmin itu, sebagai cahaya bulan yang

baru terbit: warnanya bersinarkan cahaya yang terang benderang; dan apa bila ia

timbul mulai memancarkan cahayanya meskipun hujan dan awan serta angin

badai yang keras, cahayanya itu tidak akan lenyap tetap bersinar sehingga sampai

kepada saat yang penghabisan.

4. Dasar yang Berwarna Hijau

Artinya: Tiap-tiap orang mukmin itu wajib suci; hati, rohani, jasmani serta

budi pekertinya; lemah lembut mencapai kemuliaan dan perdamaian yang kekal

dimuka bumi ini. “Adakah tidak engkau lihat sesungguhnya Allah telah

menurunkan dari langit akan air, maka jadilah bumi hijau. Sesungguhnya Allah

Maha Pengasih lagi Maha Mengetahui (mengabarkan).” (Q.S. al-Hajj: 63)

5. Cahaya Bulan dan Bintang

Artinya: Agama Islam dan kaum Muslimin, sebagai pedoman petunjuk

keselamatan di daerah dan di lautan, dengan jalan lemah lembut. Cahaya dimana

pun tidak dapat dilindungi dan ditutupi apa pun juga. Ibarat air, ia akan berjalan

meratai bumi, lambat laun ia akan meratai bumi seluruhnya.60

60

(11)

D. Awal Berdirinya Al Washliyah

Berdirinya Al-Jam’iyatul Washliyah merupakan perluasan dari sebuah

perkumpulan pelajar. Pada awal pertumbuhannya ia banyak mengalami rintangan,

terutama dalam hal keuangan dan penataan organisasi. Maktab Islamiyah

Tapanuli (MIT) merupakan sebuah lembaga pendidikan agama yang didirikan

pada tahun 1918 oleh orang-orang Tapanuli Selatan. MIT sebagai madrasah

dianggap modern pada zamannya, namun masih tetap mempunyai cirri-ciri

tradisional. Pelajar-pelajar MIT inilah yang kemudian mendirikan suatu kelompok

diskusi yang diberi nama “Debating Club” pada tahun 1928.61

Perkumpulan pelajar merupakan hal yang umum di kalangan

pelajar-pelajar sekolah umum. Di Medan, misalnya saat itu terdapat perkumpulan pemuda

Jong Islamieten Bond (JIB) cabang Medan, yang didirikan oleh pelajar-pelajar

Indonesia yang belajar di sekolah Belanda pada tahun 1926.62

Debating Club dalam perkembangannya bukan hanya mengadakan diskusi

pelajaran, tetapi juga membahas persoalan di masyarakat, terutama mengenai

perbedaan faham di antara golongan-golongan. Agar bisa bergerak lebih luas,

mereka bermaksud mendirikan sebuah organisasi Islam, yang kemudian berhasil

mereka dirikan setelah mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali membahas hal Tetapi

pelajar-pelajar MIT tidak bergabung dalam perkumpulan ini, karena belum mampu

berkomunikasi dalam bahasa Belanda, yang sering kali dipergunakan JIB.

61

Chalijah Hasanuddin. Opcit. Hal 34

62

(12)

tersebut, di ujung tahun 1930. Pemberian nama organisasi tersebut mereka

serahkan kepada guru kepala MIT, Syekh Muhammad Yunus.63 Beliau

memberikan nama perhimpunan ini, Al-Jam’iyatul Washliyah (Perhimpunan yang

menghubungkan dan Mempertalikan). Kemudian para pelajar membentuk panitia

persiapan untuk merumuskan dan menyusun Anggaran Dasar. Duduk sebagai

ketua dan sekretaris dalam panitia tersebut adalah Ismail Banda dan Arsyad Talib

Lubis. Sehingga pada tanggal 30 November 1930 Al-Jam’iyatul Washliyah secara

resmi berdiri.64

Duduk sebagai pengurus I adalah Ismail Banda (Ketua), Abdurrahman

Syihab (Wakil Ketua), Arsyad Talib Lubis (Sekretaris) dan Syekh Muhammad

Yunus (Penasehat). Anggota pengurus seluruhnya berasal dari suku Tapanuli

Selatan. Dalam pembentukan pengurus disepakati pergantian pengurus setiap

enam bulan sekali.65

Ketua I : H. Ilyas (qadhi), (suku Mandailing)

Sebenarnya masa kerja pengurus untuk satu periode ini

relatif terlalu singkat, tetapi organisasi ini ingin lebih cepat mengadakan evaluasi

kerja. Ternyata dalam periode pertama organisasi ini tidak dapat bergerak banyak,

hanya maengadakan tabligh yang bersifat insidentil saja.

Setelah enam bulan kepengurusan pertama berjalan, sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan, maka Al-Jam’iyatul washliyah membentuk

pengurus baru sebagai berikut:

63

Beliau adalah seorang tokoh ulama bermazhab Syafi’i yang independent berada du luar birokrasi kerajaan. Lihat Chalijah Hasanuddin.1988. Al-Jam’iyatul Washliyah 1930-1942; Api Dalam Sekam di Sumatera Timur. Bandung: Pustaka. Hal 35

64

Chalijah Hasanuddin. Opcit. Hal 36

65

(13)

Ketua II : Ismail Banda, (suku Mandailing)

Penulis I : H. Mahmud (qadhi) (suku Mandailing)

Penulis II : Adnan Nur, (suku Mandailing)

Bendahara : H.M. Ya’cub, (suku Mandailing)

Pembantu : Abdurrahman Syihab, (suku Mandailing)

Penasehat : Syekh Hasan Maksum, (mufti) (suku Melayu),

Syekh Muhammad Junus, (suku Mandailing)66

Pada akhir tahun 1931, Al-Jam’iyatul washliyah kembali mengadakan

pergantian pengurus untuk periode ketiga. Dalam periode III ini, Ismail Banda

mantan ketua Al-Jam’iyatul Washliyah pada periode I, berangkat ke Makkah

untuk melanjutkan belajarnya. Mantan penulis II Adnan Nur, masuk menjadi

anggota Gerindo (gerakan Indonesia). Oleh karena kedua orang tersebut

mempunyai pengalaman lebih banyak dalam bidang oraganisasi, maka kepergian

mereka melemahkan penataan kegiatan Al-Jam’iyatul washliyah. Pada tahun 1932 Pada periode kedua ini muncul ide baru untuk menggerakkan

Al-Jam’iyatul washliyah dengan mengikut sertakan qadhi (ulama kerajaan). Qadhi

mempunyai pengaruh atas Sultan, kare ia adalah aparat kerajaan dan mera

bermazhab sama. Pada periode ini Al-Jam’iyatul washliyah diminta oleh

masyarakat Firdaus dekat Rampah untuk membuka madrasah. Madrasah tersebut

diberi nama Hasaniyah. Nama ini dipakai karena nama Syekh Hasan Maksum

sangat terkenal di Sumatera Timur.

66

(14)

Al-Jam’iyatul washliyah kembali mengadakan pemilihan pengurus untuk periode

IV dengan susunan sebagai berikut:

Ketua I : T.M. Anwar (bangsawan), suku melayu.

Ketua II : Abdurrahman Syihab, suku Mandailing

Sekretaris I :Udin Syamsuddin (aktivis muda), suku Mandailing.

Sekretaris II : H. Yusuf Ahmad Lubis (qadi) suku Mandailing

Penasehat : Syekh Hasan Maksum (Imam Paduka Tuan) suku melayu

H. Ilyas (qadhi) suku Mandailing

Syekh Muhammad Yunus (Kepala MIT) suku

Mandailing.67

Al-Jam’iyatul washliyah berhasil membuka cabang di daerah Bedagai

pada tahun 1931, di wilayah kerajaan Asahan didirikan cabang di Tanjung Balai Pada masa ini Al-Jam’iyatul washliyah lebih aktif bergerak karena ada dua

pendatang baru dalam kepengurusan organisasi yakni T.M. Anwar seorang

bangsawan berasal dari Tanjung Balai, ia dikenal ramah, dermawan dan tergolong

kaya. Abdurrahman Syihab mengajak T.M. Anwar untuk turut bersama membina

dan membantu Al-Jam’iyatul washliyah dengan membiayai sewa rumah untuk

kantor organisasi. Bantuan tersebut hanya setahun, namun sangat berarti bagi

organisasi ini. Dalam masa 7 tahun Al-Jam’iyatul washliyah berpindah-pindah

kantor sebanyak 10 kali. Pendatang kedua adalah Udin Syamsuddin. Dengan

dana yang kecil, sekretaris ini berusaha menata organisasi dengan baik.

67

(15)

pada akhir tahun 1932, cabang Aek Kanopan didirikan pada awal tahun 1933, dan

membentuk berbagai ranting di sekitar kota Medan (Kampung Baru, Titi Kuning,

Sungai Kerah dan Pulau Brayan). Pada tahun 1934 menyusul di daerah Porsea,

tapanuli Utara dan Simalungun, juga di daerah Deli yakni Belawan dan

Labuhan.68

E. Aktivitas Al Washliyah

Jumlah cabang Al-Jam’iyatul washliyah terus bertambah. Oleh karena

itu dirasa perlu membentuk Pengurus Besar agar kegiatan organisasi dapat

berjalan dengan baik dan terkoordinasi.

Pada tahun 1934 seluruh cabang Al-Jam’iyatul washliyah menghadiri

rapat pembentukan Pengurus Basar, sehingga hasil rapat tersebut menentukan

kepengurusan besar; Ketua I Abdurrahman Syihab, Ketua II Arsyad Talib Lubis,

Sekretaris Udin Syamsuddin, Bendahara M. Ali.

Pada tahun 1930 Al-Jam’iyatul Washliyah menyusun beberapa majelis,

namun belum dapat terlaksana. Setelah Pengurus Besar terbentuk pada tahun 1934

organisasi ini dapat menggerakkan majelis-majelis yang telah disusun tersebut.

Adapun majelis-majelis yang digerakkan untuk intensifikasi kerja adalah;

majelis tabligh, yaitu majelis yang mengurus kegiatan dakwa Islam dalam bentuk

ceramah; majelis tarbiyah, yaitu majelis yang mengurus masalah pendidikan dan

pengajaran; majelis studie fonds, yaitu majelis yang mengurus beasiswa untuk

pelajar-pelajar di luar negeri; majelis fatwa, yaitu majelis yang mengeluarkan

68

(16)

fatwa mengenai masalah sosial yang belum jelas status hukumnya bagi

masyarakat; majelis hazanatul islamiyah, yaitu majelis yang mengurus bantuan

sosial untuk anak yatim piatu dan fakir miskin; dan majelis penyiaran Islam di

daerah Toba.69

Tabligh ekstern sifatnya lebih terbuka untuk masyarakat luas, dan

umumnya dilakukan pada waktu memperingati hari-hari besar Islam, umpamanya

pada perayaan Maulid, Isra’ Mi’raj, Idul Fitri dan Idul Adha. Tabligh intern

lazimnya diselenggarakan di masjid atau di madrasah, sedangkan tabligh ektern

ada yang diadakan di gedung bioskop atau lapangan terbuka, karena

mengharapkan jumlah pengunjung yang besar. Di daerah yang penduduknya

Majelis Tabligh, Al-Jam’iyatul Washliyah seperti semua organisasi Islam

lainnya, sangat mementingkan agar ajaran Islam dapat dipahami oleh masyarakat

dengan baik. Agar maksud ini tercapai, maka organisasi ini memberikan dakwah

dengan tabligh dalam pendidikan non-formal. Al-Jam’iyatul Washliyah

mengadakan tabligh intern, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan para

anggota dan keluarganya serta yang bukan anggota. Pada umumnya isi tabligh

intern berpusat pada masalah fiqih seperti bersuci, shalat, puasa dan hal-hal yang

berhubungan dengan ibadah praktis. Khusus kepada para anggota pengurus

Al-Jam’iyatul Washliyah di cabang-cabang, ditambahkan penerangan mengenai

maksud dan tujuan organisasi serat langkah-langkah kebijaksanaan yang harus

diambil sesuai dengan kondisi daerah.

69

(17)

belum beragama, seperti di Porsea, Tapanuli Utara, tabligh ini diadakan lebih

intensif, kadang-kadang diiringi dengan kesenian (tarian dan gendang) di

pekarangan masjid. Tabligh merupakan alat yang penting bagi organisasi ini

dalam pendidikan non-formal.70

Madrasah, Al-Jam’iyatul Washliyah mendirikan madrasah pertama di

jalan Sinagar, Petisah, Medan pada tahun 1932. Banguna yang dijadikan

madrasah adalah sebuah rumah yang disewa f 8,- per bulan. Madrasah ini sudah

mekakai sistem kelas, seperti sekolah model Barat, di samping itu juga dalam

kurikulumnya terdapat pelajaran Tafsir dan Hadis, sesuai dengan madrasah

modern Islam. Hal ini menunjukkan bahwa madrasah Al-Jam’iyatul Washliyah

berorientasi kepada pendidikan model barat dan pendidikan modern Islam,

kendati masih sangat sederhana.71

5. Madrasah Tanjung Mulia, pimpinan Suhailuddin

Pada tanggal 28 Februari 1933 beberapa madrasah milik perseorangan

anggota di Medan menggabungkan diri ke dalam madrasah Al-Jam’iyatul

Washliyah. Madrasah-madrasah tersebut antara lain:

1. Madrasah kota Ma’sum, pimpinan M. Arsad Taib Lubis

Pentingnya tabligh sering dikemukakan dalam ceramah, umpamanya dalam rapat umum di Bagan Asahan, Sinar Deli 17 Februari 1934.

71

Chalijah Hasanuddin. Opcit. Hal 76

72

(18)

Demikianlah madrasah-madrasah Al-Jam’iyatul Washliyah berdiri di

Sumatera Timur, baik di Medan maupun di luar kota Medan seperti di Labuhan

Deli dan Simalungun. Madrasah tersebut berdiri sebelun maupun sesudah cabang

organisasinya berdiri di tempat tersebut. Sehingga pada tahun 1940 organisasi ini

mempunyai madrasah sebanyak 242 buah dengan jumlah murid 12.000 orang.73

Majelis Penyiaran Islam, majelis ini mempunyai kegiatan khusus dengan

tujuan menyiarkan Islam untuk memperluas pengetahuan tentang islam di

daerah-daerah yang telah beragama Islam; kegiatan umum dengan tugas menyiarkan

Islam ke daerah non-Islam terutama di daerah Toba (Batak Landen). Pada tanggal

5 April 1933, Al-Jam’iyatul Washliyah untuk pertama kalinya melangkah ke

Porsea dengan mengirim beberapa mubaligh diantaranya adalah: H. Abd Qadir,

H. Yusuf Ahmad Lubis, H. Hasyim dan Abdurrahman Syihab. Kedatangan para

mubaligh itu bertepatan pada bulan Syawal. Kesempatan ini dipergunakan untuk

bersilaturrahmi sambil memperhatikan keadaaan masyarakat untuk mengetahui

langkah selanjutnya dalam menyiarkan Islam di daerah itu. Kontak pertama

diadakan dengan para mubaligh di daerah itu adalah Guru Kitab Siberani, Sutan

Bengar dan Sutan Porsea.74

Masyarakat Batak Toba mayoritas pelbegu dan masih kuat memegang

adat. Walaupun mereka beragama Islam atau Kristen, kepercayaan tradisional Kemudian mereka bersama-sama memberikan

dakwah ke beberapa kampung selama tiga hari. Ternyata kunjungan mereka

mendapat sambutan masyarakat Islam di Porsea.

73

Chalijah Hasanuddin. Opcit. Hal 77-78

74

(19)

tetap masih mewarnai tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Usaha

yang terpenting adalah bagaimana menarik penduduk yang belum Islam menjadi

Islam. Guru Kitab sebagai seorang penduduk asli daerah Batak Toba juga pernah

menganut kepercayaan asli sangat mengenal tradisi kehidupan masyarakat Batak

Toba. Bagi masyarakat Batak Toba, bila seorang raja menukar agamanya, maka

seluruh seluruh rakyat di kampung itu akan turut pula menukar agamanya. Tradisi

ini dimanfaatkan oleh Guru Kitab dalam usahanya menggerakkan Al-Jam’iyatul

Washliyah untuk mengadakan propaganda Islam, jadi sasaran utamanya adalah

mengislamkan seorang raja adat, kegemaran masyarakat akan kesenian jiga

dimanfaatkan sebagai alat propaganda, misalnya tortor.

Dalam mengembangkan tradisi Islam Al-Jam’iyatul Washliyah mendapat

tantangan dari kepala adat Porsea. Namun sedikit demi sedekit tantang tersebut

dapat dilaluinya. Untuk mengurangi pengaruh Kristen, Al-Jam’iyatul Washliyah

memakai metode Zending dalam kegiatan sosial. Nama Zending dipakai

organisasi ini dengan menghilangkan Kristen menjadi Islam, jadi “Zending

Islam”. Zending Islam di Porsea mempunyai tugas menyaingi Zending Kristen di

Tapanuli dan berusaha menarik orang non Muslim menjadi Muslim.

Dengan keberhasilan Al-Jam’iyatul Washliyah mendirikan Zending Islam

di Porsea, maka pada Kongres Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI)75

75

MIAI didirikan di Surabaya, tujuan oraganisasi ini menghimpun semua organisasi Islam tanpa memperhatikan perbedaan paham. Lihat, Chalijah Hasanuddin. 1988. Al-Jam’iyatul Washliyah 1930-1942; Api Dalam Sekam di Sumatera Timur. Bandung: Pustaka. Hal 147

yang ke III

tahun 1938, Al-Jam’iyatul Washliyah ditunjuk sebagai pemegang tugas Zending

(20)

Al-Jam’iyatul Washliyah menjadi berubah agak mengejutkan, sehingga kehadiran

Al-Jam’iyatul Washliyah mulai diperhitungkan untuk mengembangkan ajaran

Islam. Keberhasilan tersebut juga merupakan kebanggaan masyarakat Muslim

Sumatera Timur.

F. Organisasi Bagian Al Washliyah

Al Washliyah mempunyai organisasi-organisasi bagian yang terdisi atas:

1. Organisasi wanita, dengan nama Muslimat Al Washliyah

2. Organisasi pemuda, dengan nama Gerakan Pemuda Al Washliyah,

disingkat GPA

3. Oganisasi putri, dengan nama Angkata Putri Al Washliyah, disingkat

APA

4. Organisasi pelajar, dengan nama Ikatan Pelajar Al Washliyah, disingkat

IPA

5. Organisasi mahasiswa, dengan nama Himpunan Mahasiswa Al

Washliyah, disingkat HIMMAH

6. Organisasi sarjana, dengan nama Ikatan Sarjana Al Washliyah,

disingkat ISARAH

7. Organisasi guru, dengan nama Ikatan Guru Al Washliyah, disingkat

(21)

Organisasi bagian adalah organisasi otonom yang tidak terlepas dari

organisasi Al Washliyah, berada dibawah pengawas dan bimbingan Pengurus

Besar, serta seasas dan setujuan dengan Al Washliyah.

G. Struktur Al Washliyah Sumatera Utara

Pimpinan Wilayah Al Washliyah Sumatera Utara berada di Jalan

Sisingamangaraja Nomor 144, Kelurahan Pasar Merah Barat, Kecamatan Medan

Kota Kode Pos 20217 Medan Sumatera Utara.

Adapun struktur organisasi ialah sebagai berikut:

Struktur Organisasi Al Washliyah Sumatera Utara

PB Al Washliyah

PW Al Washliyah Sumatera Utara

Ketua

Sekretaris Bendahara

Wakil Sekretaris

Wakil Ketua Wakil Bendahara

(22)

Sumber: Arsip PW Al Washliyah Sumatera Utara

Adapun susunan dari majelis-majelis PW Al Washliyah Sumatera Utara

periode 2011-1015 adalah sebagai berikut:

1. Majelis Pendidikan

Ketua : Drs. M. Husni Thamrin Lubis, Mpdi

Sekretaris : Mislan, ST

2. Majelis Dakwah

Ketua : Drs. H. M. Hafiz Ismail

Sekretaris : H. Fahrurrozi Pulungan, SE, MBA

3. Majelis Sosial

Ketua : Drs. H. Raudin Purba, Mpdi

Sekretaris : H. Isma Fadli Ardya Pulungan, S.Ag, SH, MH

4. Majelis Kaderisasi

Ketua : DTM. H. Abdul Hasan Maturdi, SH

Sekretaris : Drs. H. Makmur Ritonga

(23)

Ketua : H. M. Yunus Rasyid SH, M.Hum

Sekretaris : H. Haidil A Hadi, Spdi

6. Majelis Komunikasi dan Informasi

Ketua : Drs. H. M. Syafii, Msi

Sekretaris : Syamsul Akmal Hamar, SH

7. Majelis Lembaga Bantuan Hukum

Ketua : H. A. Madjid Hutagaol, SH

Sekretaris : -

8. Majelis Aset

Ketua : H. Syafril Warman, SH, M.Kn

Sekretaris : Fahrijal Dalimunthe, S.Ag

Referensi

Dokumen terkait

Akibatnya, terjadi peningkatan biaya yang dicadangkan lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan, sehingga laba bank mengalami penurunan dan ROA juga mengalami

Alasan Indonesia Abstain dalam Resolusi Dewan HAM PBB Terkait Pelanggaran HAM di Suriah Pada Juli 2016.. Oleh: Labib

Setelah siswa dapat membedakan perilaku manusia yang termasuk cara menghemat air dan bukan cara menghemat air, siswa dapat menyebutkan kegiatan manusia yang

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny.N yaitu perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yan tidak adekuat, gangguan volume cairan kurang

Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Times Interest Earned terhadap Return On Asset pada perusahaan sub sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI

Peralatan-bahan di lapangan dan laboratorium yang digunakan selama penelitian diantaranya adalah sebagai berikut. a) Peralatan survei dan pengambilan sampel: meteran

Dalam kegiatan manajemen kurikulum, terutama dititikberatkan pada pembinaan situasi belajar mengajar di sekolah agar selalu terjamin kelancarannya. Agar semua peserta

Solusi yang dapat direkomendasikan adalah dengan memperbanyak sosialisasi kepada pengguna kampus baik secara kurikulum, penelitian dan organisasi kemahasiswaan peduli