• Tidak ada hasil yang ditemukan

sejarah pemikiran pendidikat Al Ghazali. (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "sejarah pemikiran pendidikat Al Ghazali. (1)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BIODATA

NAMA : ADINDA SARAYAR

ALAMAT : BOLTIM (BOLAANG MONGONDOW TIMUR) FAKULTAS : TARBIYAH

(2)
(3)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Ghazali adalah salah satu ulama terkenal di dunia Islam. Imam al-Ghazali adalah ulama yang banyak mengarang banyak buku dan kitab, seperti kitab ihya ulum al din ayyuha al walad

dan berbagai kitab lainya. Al-ghazali terkenal sebagai ahli tasawuf di dunia Islam, dia adalah ahli kalam, ahli fikih, dan yang banyak di bicarakan.Imam al-Ghazali juga adalah sebagai pendidik, dilihat dari salah satu karangannya yaitu kitab ayyuhal walad yang menjelaskan bagaimana seorang anak beretika ketika mencari dan mendapatkan ilmu. Kitab ini dikupas dari berbagai sisi, seperti psikologis, akhlak, tingkah laku dan lainnya.Al-Ghazali adalah sosok pengembara intelektual dan hampir seluruh hidupnya beliau curahkan dalam pengembaraan intelektual.

(4)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka penulis dapat menguraikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaiman biografi Imam Al-Ghazali?

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Ghazali

Abu Hamid Bin Muhammad bin Ahmad Ghazali (lebih dikenal dengan sebutan Al-Ghazali, lahir di Thus (wilayah khurasan) pada tahun 450 H/1058 M.250

Kata Al-Ghazali kadang-kadang diucapkan dengan al-ghazzali.Kata ini berasal dari ghazzal yang berarti tukang pintal benang.Nama kampung kelahiran al-ghazali.Al-ghazali lahir tiga tahun setelah kaum saljuk mengambil alih kekuasan di Baghdad.

Al-Gahazali memiliki keahlian berbagai displin ilmu, baik sebagai filsuf, Sufi, maupun pendidik.Ia menyusun beberapa kitab dalam rangka menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama

(ihya ulum al-din). Pada dasarnya, buku-buku yang dikarangkan, merupakan upayanya untuk membersihkan hati umat islam dari kesesatan, sekaligus pembelaan terhadap serangan-serangan pihak luar, baik islam maupun barat (orientalis). Karena jasanya dalam mengomentari dan melakukan pembelaan terhadap berbagai serangan-serangan yang demikian, maka ia diberi gelar Hujjat al-Islam.

Sejak kecil, Al-Ghazali dikenal sebagai anak yang senang menuntut ilmu pengetahuan.Karenanya, tidak heran sejak masa kanak-kanak, ia telah belajar dengan sejumlah guru dikota kelahirannya. Diantara guru-gurunya pada waktu itu adalah Ahmad ibn Al-razikani. Selain itu, ia tidak segan-segan belajar dengan guru-gurudidaerah lain yang jauh dari kampong halamannya. Untuk memenuhi kebutuhan intelektualnya ia kemudian hijrah ke naisabur dan belajar dengan imam Al-Juwaini

Dengan kecerdasan dan kemauan yang luar biasa, Al-Juwaini kemudian memberinya gelar

(6)

Al-Wajiz, Al-Munqil Fi’ ilm al-jadal, ma-‘khaz, al-khalaf, Lubab al-Nadzar, Khulashah, ‘ilm al -fiqh, Tahsin alMa’akhidz, dan Mamadi’ wa al-Ghayat fi Fan al-Khalaf.1

Perkembanga intelektualitas al-Ghazali sebenarnya telah mulai kelihatan sejak ia sebagai orang pelajar. Pada waktu itu, ia selalu menunjukkan sikap keraguannya terhadap apa-apa yang dipelajarinya. Hal tersebut terus berlanjut hingga ia belajar di Baghdad. Setelah mengajar diberbagai tempat seperti Baghdad, Syam, dan Naisaburi, akhirnya ia kembali ke kota kelahirannya, Thus pada tahun 1105 M. Di sini, ia kemudian mendirikan sebuah madrasah dan mengabdikan dirinya sebagai pendidik hingga ia wafat pada tahun 1111 M.2

Di antara pemikirannya tentang pendidikan Islam dapat dilihat dari tiga buku karangannya, yaitu Fatihat al-Kitab, Ayyuba al-Walad dan Ihya ‘Ulum al-Din. Dari karangan-karangannya ini terlihat jelas bahwa al-ghazali merupakan sosok ulama yang menaruh perhatian terhadap proses transinternalisasi ilmu dan pelaksaan pendidikan.Menurut Al-Ghazali transinternalisasi ilmu dan proses pendidikan merupakan sarana utama untuk menyiarkan ajaran islam, memelihara jiwa, dan taqqarub ilallah. Oleh karena itu, pendidikan merupakan ibadah dan upaya peningkatan kualitas diri.Pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.3

Secara sistematis, pemikirannya mempunyai corak tersendiri.Ia secara jelas dan tuntas mengungkapkan pendidikan sebagai suatu system yang terdiri dari beberapa komponen. Totalitas pandangannya meliputi hakikat tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, materi, dan metode pendidikan.

Pemikiran tentang tujuan pendidikan islam dapat diklasifikasikan kepada 3 yaitu:

1. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai wujud kepada Allah;

2. Tujauan utama pendidikan islam adalah pembentukan akhlak al-karimah;

1Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan perkembangan, (Jakarta ; Rajawali Pers, 1996), h. 139

(7)

3. Tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia akhirat.4 Dengan ketiga tujuan ini diharapkan pendidikan yang diprogramkan akan mampu mengantarkan peserta didik pada kedekatan diri kepada Allah.

Menurutnya pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan, dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan khaliqnya.5Tugas ini didasarkan pada pandangan bahwa manusia merupakan makhluk yang mulia.Kesempurnaan manusia terletak pada kesucian hatinya. Untuk itu, pendidik dalam perspektif Islam melaksanakan proses pendidikan hendaknya diarahkan pada aspek tazkiyah an-nafs.

Adapun mengenai materi pendidikan al-ghazali berpendapat bahwa Al-Qur’an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahuan. Isinya sangat bermanfaat bagi kehidupan membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri kepada Allah.6 Dalam hal ini al-ghazali membagi ilmu pada dua macam, yaitu: pertama, ‘ilmu syari’yah; kedua, ‘ilmu gairu syari’yah. Sementara dilihat dari sifatnya, ilmu pengetahuan terbagi kepada dua, yaitu: ilmu yang terpuji atau mahmudah dan ilmu tercela atau (mazmumah). Menurut al-ghazali, ilmu pengetahuan yang terpuji wajib dicari dan dipelajari.Sementara ilmu pengetahuan yang tercela wajib dihindari oleh peserta didik.

B. Pemikiran Pendidikan Al-Ghazali 1. Peranan pendidikan

Al-Ghazali termasuk ke dalam kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena pendidikanlah yaqng banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan pemikirannya. Demikian hasil pengamatan Ahmad Fuat Al-Ahwani terhadap pemikiran pendidikan Al-Ghazali.

2. Tujuan Pendidikan

4 Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan perkembangan, (Jakarta ; Rajawali Pers, 1996), h. 149

5 Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, h. 150

(8)

Tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,bukan untuk mencari kedudukan,kemegahan dan kegagahan atau mendapatkan kedudukan.Karena jika tujuan pendidikan di arahkan bukan pada pendekataan diri pada Allah,akan tetapi menimbulkan kedengkian,kebencian,dan permusuhan.

3. Tingkah laku menurut Al-Ghazali

Ahli psikologi membedahkan dua macam tingka laku yaitu a. Tingkah laku intelektual yang tinggi

b. Tingkah laku mekanistis atau refleksif

Sebagai gambaran kecintaannya akan ilmu pengetahuan, dikisahkan pada suatu hari dalam perjalanan pulangnya ke Thus, beliau dan teman-temannya dihadang oleh sekawanan pembegal yang kemudian merampas harta dan kebutuhan yang mereka bawa. Para pembegal merebut tas al-Ghazali yang berisi buku-buku yang ia senangi, kemudian ia meminta dengan penuh iba pada kawanan pembegal itu agar sudi kiranya mengembalikan tasnya, karena beliau ingin mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya. Kawanan itupun merasa iba dan kasihan padanya sehingga mengembalikan tas itu. Dan setelah peristiwa itu, ia menjadi semakin rajin mempelajari dan memahami kandungan kitab-kitabnya dan berusaha mengamalkannya. Bahkan beliau selalu menyimpan kitab-kitab itu disuatu tempat khusus yang aman.7

Setelah belajar di Thus, ia lalu melanjutkan belajar di Naysabur, tempat dimana ia menjadi murid Al-Juwaini Imam Al-Haramain8 hingga gurunya itu wafat.

Dari beliau, dia belajar Ilmu Kalam, Ushul Fiqh dan Ilmu Pengetahuan Agama lainnya. Pada periode ini, ia berusaha dengan sungguh-sungguh sehingga dapat menamatkan pelajarannya dengan singkat. Gurunya membanggakan dan mempercayakan kedudukannya padanya. Ia membimbing murid-murid mewakili gurunya sambil menulis buku. Dengan kecerdasan dan kemauan belajarnya yang luar biasa serta kemampuannya dalam mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih, Al-Juwaini kemudian memberikan predikat bahrun mughriq (laut yang dalam dan menenggelamkan).9

7Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), h. 82

8Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, h. 83

(9)

Dari Naysabur, pada tahun 478 H/1085 M, al-Ghazali kemudian menuju Mu’askar untuk bertemu dengan Nidzam al-Mulk, yang merupakan perdana menteri Sultan Bani Saljuk. Dengan semakin mencuatnya Nama al-Ghazali, Nidzam al-Mulk kemudian memerintahkannya pergi ke Bagdad untuk mengajar di Al-Madrasah An-Nidzamiyyah, dimana semua orang mengagumi pandangan-pandangannya yang pada akhirnya ia menjadi Imam bagi penduduk Irak setelah sebelumnya menjadi Imam di Khurasan. Namun, ditengah ketenarannya sebagai seorang ulama, disisi lain pada saat ini ia mengalami fase skeptisisme yang membuat keadaannya terbalik. Ia kemudian meninggalkan Bagdad dengan segala kedudukan dan fasilitas kemewahan yang diberikan padanya untuk menyibukkan dirinya dengan ketakwaan.10

Perjalanannya kemudian berlanjut menuju Damaskus dimana ia banyak menghabiskan waktunya untuk berkhalwah, beribadah dan beri’tikaf. Dari sini ia kemudian menuju Mekkah al -Mukarramah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu, ia kemudian kembali ke Naysabur atas desakan Fakhrul Mulk, anak Nidzam Al-Mulk untuk kembali mengajar. Hanya saja, ia menjadi guru besar dalam bidang studi lain, tidak seperti dahulu lagi. Selama periode mengajarnya yang kedua ini, ia juga menjadi Imam ahli agama dan tasawuf serta penasehat spesialis dalam bidang agama.11

Setelah mengajar diberbagai tempat seperti Bagdad, Syam dan Naysaburi, Pada tahun 500 H/1107 M, al-Ghazali kemudian kembali kekampung halamannya, banyak bertafakkur, menanamkan ketakutan dalam kalbu sambil mengisi waktunya dengan mengajar pada madrasah yang ia dirikan disebelah rumahnya untuk para penuntut ilmu dan tempat khalwat bagi para sufi. Dan pada hari senin, 14 jumadal akhirah 505 H/18 desember 1111 M, Imam al-Ghazali berpulang ke rahmatullah ditanah kelahirannya, Thus dalam usia 55 tahun.12

Bertolak dari perjalanan hidupnya, lebih dari 70 karya al-Ghazali meliputi berbabagai ilmu pengetahuan, beberapa diantaranya yang termasyur yaitu:

1. Ihya ulum al-din, kutabnya yang sangat penting dan mashur mengenai ilmu kalam, tasawuf, dan akhlak.

10 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 87

11 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, h 87

(10)

2. Ayyuhal Walad, sebuah buku tentang akhlak. Yang terpenting dalam buku ini yaitu gambaran tentang pemikirannya, riwayat studinya serta kedudukan yang dicapai diantara filosof-filosof Islam dan pengaruhnya terhadap filsafat pada zamannya. 3. Fatihatul ulum, kitab ini menerangkan tentang signifikan ilmu pengetahuan dalam

konteks taqarrub kepada Allah swt. Di samping itu dia juga menjelaskan tentang arti penting kedudukan keikhlasan diantara ilmu dan amal.

C. Pemikiran Pendidikan Islam menurut Al-Gazhali

1. Pendidikan Islam

Adapun pemikiran pendidikan Al-Ghazali termuat dalam tiga karyanya, yaitu Fatihat al-Kitab, Ayyuha al-Walad dan Ihya Ulum al-Din.Menurut pendapat Imam Ghazali, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat serta menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik.13

Al-Ghazali termasuk kedalam kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena pendidikanlah yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan pemikirannya.Dalam masalah pendidikan, Al-Ghazali lebih cenderung berfaham empirisme. Hal ini disebabkan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua yang mendidiknya.Hati seorang anak itu bersih, murni laksana permata yang berharga, sederhana dan bersih dari gambaran apapun.14

Al-Ghazali merupakan sosok ulama yang menaruh perhatian terhadap proses internalisasi ilmu dan pelaksana pendidikan. Menurutnya, untuk menyiarkan agama Islam, memelihara jiwa dan taqarrub kepada Allah.Oleh karena itu pendidikan merupakan ibadah dan upaya peningkatan kualitas diri.Pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri Allah dan mendapatkan kebahagian dunia-akhirat.

13 Busyari Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997), h. 80

(11)

Salah satu keistimewaan Al-Ghazali adalah penelitian, pembahasan dan pemikirannya yang sangat luas dan mendalam dalam masalah pendidikan. Selain itu, ia juga mempunyai pemikiran dan pandangan yang luas mengenai aspek-aspek pendidikan, dalam arti bukan memperhatikan aspek akhlak semata-mata seperti yang di tuduhkan oleh sebagian sarjana dan ilmuwan tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lain. Pada hakikatnya usaha pendidikan di mata Al-Ghazali adalah mementingkan semua hal tersebut dan mewujudkannya secara utuh dan terpadu karena konsep pendidikan yang di kembangkan Al-Ghazali berprinsip pada pendidikan manusia seutuhnya.15

2. Tujuan Pendidikan

Rumusan tujuan pendidikan pada hakikatnya merupakan rumusan filsafat atau pemikiran yang mendalam tentang pendidikan. Menurut Al-Ghazali tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari kedudukan, kemegahan dan kegagahan atau kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian dan permusuhan. Selain itu rumusan tersebut mencerminkan sikap zuhud al-Ghazali terhadap dunia, merasa qana’ah (merasa cukup dengan yanng ada), dan banyak memikirkan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia.16

Selanjutnya pemikiran tentang tujuan pendidikan Islam menurut Al-Ghazali dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai wujud ibadah kepada Allah, Tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan akhlakul al-karimah, Tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan ketiga tujuan ini di harapkan pendidikan yang diprogramkan akan mampu mengantarkan peserta didik pada kedekatan diri kepada Allah.

15 Abuddin Nata,Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam, h. 85

(12)

3. Kurikulum

Pemikiran pendidikan yang dilontarkannya dalam berbagai kitabnya, bukan sekedar pemikiran ringan dan biasa, tetapi sarat dengan makna dan nilai dengan dasar-dasar pemikiran yang matang dan ditopang oleh realitas yang teruji oleh pengalaman hidupnya .Pemikiran al-Ghazali dalam bidang kurikulum pendidikan Islam merupakan salah satu konsep yang sangat besar di masanya. Pemikiran kurikulumnya bukan sekedar pemikiran lepas tanpa dasar, tetapi benar-benar ditopang oleh dasar yang dipertimbangkan dan dipikirkannya secara matang serta diuji oleh pengalaman.Ada tiga dasar pokok yang mendasari konsep kurikulum al-Ghazali tersebut, yaitu dasar filosofis, psikologis dan sosiologis.17

Oleh karena itulah, pendidikan diperlukan untuk membantu manusia mencapai kesempurnaannya dan dapat meraih kebahagiaannya yang hakiki.Beranjak dari pandangan itu, maka al-Ghazali memandang, bahwa hakekat pendidikan adalah merupakan upaya untuk membimbing seseorang untuk dapat dekat kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Untuk dapat menuju kepada tujuan yang diinginkan, dalam upaya pendidikan diperlukan ilmu pengetahuan.

Kebahagiaan yang dimaksudkan oleh al-Ghazali ialah kebahagiaan yang dirasakan karena dapat dekat dengan hakikat asalnya, yaitu Allah Yang Maha Pencipta. Kebahagiaan, menurutnya dapat dicapai di dunia, tetapi kebahagiaan yang sebenarnya atau hakiki ialah kebahagiaan yang akan didapat di akhirat kelak. Kebahagiaan di dunia hanya bersifat sementara dan merupakan sarana untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat.Di dunia seseorang dapat merasakan kebahagiaan dan perlu mendapatkan kebahagiaan.Tanpa ilmu pengetahuan, kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat tidak mungkin dicapai tidak mungkin dicapai dengan baik.Ilmu pengetahuan yang dimaksud, ialah ilmu pengetahuan yang dacari karena Allah.Dalam faktor psikologis, setidakanya ada dua aspek yang dapat dilihat, yang menjadi dasar bagi al-Ghazali dalam mengembangkan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Dalam psikologi perkembangan, al-Ghazali memandang bahwa anak sebagai seoorang manusia yang dilahirkan dari bentuk yang belum sempurna, baik dari aspek al-nafs maupun al-jism, yang selanjutnya akan dapat berkembang menuju kepada kesempurnaan. Perkembangan tersebut

(13)

berjalan sejalan dengan berfungsinya fungsi-fungsi dari daya tersebut.Pada tingkat tertentu seseorang dapat menyerap ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat kemampuan dan keberfungsian daya tersebut. Akan tetapi, di samping itu al-Ghazali juga memandang bahwa seitiap orang memiliki batas kemampuan berkembang dan karenanya setiap orang tidak memiliki kapasitas daya dan kemapuan yang sama.18

Dalam psikologi belajar, al-Ghazali memandang bahwa dalam belajar seseorang menggunakan daya-daya jiwa (junud al-qalb). Dengan perantaraan fungsi daya-daya jiwa tersebut itulah seseorang dapat belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang didapat sesuai dengan tingkat kapasitas dan keberfungsian daya-daya tersebut. Menurut al-Ghazali, pada dasarnya ada empat cara belajar yang dilakukan, yaitu melalui kemampuan indera yang menghasilkan pengetahuan inderawi, melalui peniruan yang melahirkan pengetahuan taqlid, melalui proses berfikir rasional yang menjasilkan `aqliyyah dan melalui zauq yang menghasilkan ilmu pengetahuan mukasyafah. Konsep kurikulum yang dikembangkan oleh al-Ghazali tampaknya sangat dipengaruhi oleh faktor sosiologis. Sebagaimana dituturkannya dalam Munqiz min al-Dalal

bahwa pandangannya tentang kehidupan dan perkembangan pemikiran masyarakat Islam pada saat itu adalah merupakan faktor yang sangat dominan dalam menentukan langkah pemikiran dan kiprahnya dalam pendidikan.19

Al-Ghazali memandang bahwa masyarakat Islam pada masanya telah berada dalam bahaya yang besar yaitu jatuh kepada kekeliruan pemahaman dan pengamalan ajaran agama. Kekeliruan masyarakat Islam itu perlu diselamatkan dengan kembali kepada dasar aslinya, yaitu Al-qur`an dan Hadis Nabi. Berkaitan dengan inilah, al-Ghazali memandang, bahwa ilmu yang perlu dikembangkan dalam masyarakat ialah ilmu syar`iyyah dan ilmu gair syar`iyyah yang tidak bertentang dengan prinsip-prinsip dasar Al-qur`an dan Hadis Nabi dan menghindari ilmu-ilmu yang dinilai tercela dan membawa kepada kekufuran.

Berdasarkan dasar pemikiran tersebut al-Ghazali mengembangkan gagasannya tentang kurikulum pendidikan Islam. Kurikulum menurut al-Ghazali tidak lain adalah sejumlah ilmu

18 Rosihon dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung, CV Pustaka Setia, 2004), h. 113

(14)

pengetahuan yang yang harus dipelajari oleh seseorang sepanjang proses pendidikannya. Gagasan penting yang dikemukakan oleh al-Ghazali adalah sebagai berikut:

1. Menjadikan kedekatan diri kepada Allah dan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagai tujuan, dengan menetapkan kebahagiaan akhirat sebagai tujuan akhir dan hakiki;

2. Tujuan akhir berupa kebahagiaan akhirat dapat dicapai_dengan dimilikinya kebahagiaan di dunia berupa kesempurnaan al-nafs, kesempurnaan al-jism, kesempurnaan kebutuhan kemanusiaan dan kesempurnaan taufiq, dengan kata lain kebahagiaan di dunia hanyalah merupakan alat dan pelengkap bagi terwujudnya kebahagiaan akhirat;

3. Tujuan hanya bisa dicapai dengan ilmu dan amal yang didalamnya mengandung tiga domain, yaitu domain afektif, kognitif dan psikomotor;

4. Ilmu yang dijadikan sebagai materi kurikulum harus meliputi ilmu keduniaan (gair al-syar`iyyah) dan keahkiratan (syar`iyyah) yang terpuji, baik dalam bentuki ilmu fard `ain, fardkifayah dan mubah;

5. Materi kurikulum harus dipandang sebagai ilmu yang utuh, dengan menjadikan ilmu syar`iyyah fard `ain sebagai titik sentral dan ukuran bagi pengembangan bidang ilmu lainnya; 6. Secara vertikal ilmu tidak diklasifikasikan berdasarkan tangkat lembaga pendidikan, tetapi dilihat berdasarkan tingkat ilmu itu sendiri secara alamiah berdasar tuntutan kewajiban pribadi Muslim sebagai hamba Allah.

7. Dalam sistem pelaksanaan dianjurkan agar dalam pelaksanaan kurikulum diberikan secara berkesinambungan sesuai dengan tingkat ilmu itu sendiri berdasarkan tingkat beban kewajiban agama dan bertahap berdasarkan kemampuan peserta didik serta berdasarkan pertimbangan kebutuhan masyarakat. Selain itu ilmu yang ingin ditekuni oleh peserta didik dapat dipilih dengan memberikan kebebasan berdasarkan sepenuhnya pada peserta didik.

Kurikulum juga merupakan seperangkat rencana dan pemgaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar disuatu lembaga pendidikan. Dalam kaitannya dengan rencana dan isi, al-Gazhali tidak mengutarakan secara jelas berkenaan dengan sistem jenjang tertentu.Tetapi dia membagi kurikulum dalam dua peringkat menengah dan tinggi.20

1. Peringkat Dasar

(15)

Kurikulum peringkat dasar ini meletakkanpengajian al-Qur’an sebagai asasnya. Secara terperinci, mata pelajaran yang seharusnya diajarkan meliputi:

a. Belajar mengenal huruf dan membaca b. Belajar membaca al-Qur’an

c. Menulis beberapa ayat setiap hari dan menghafalnya d. Mempelajari hadits Rasulullah

e. Mempelajari kata-kata, ucapan dan cerita-cerita Nabi dan cerita-cerita yang berkaitan dengan keagungan Islam yang menekankan aspek akhlak, kemasyarakatan dan kejiwaan. Tujuan dari materi penyusunan kurikulum untuk peringkat dasar ini adalah untuk melahirkan rasa cinta terhadap kemuliaan didalam pikiran kanak-kanak, untuk menanamkan dihati mereka dengan kepribadian yang murni, mulia akhlak yang baik, keperwiraan, kejujuran, keadilan, persaudaraan dan perasaan persamaan.21

2. Peringkat Menengah dan Tinggi

Dalam peringkat menengah dan tinggi ini, kurikulum yang digunakan lebih menekankan pada pencapaian suatu mata pelajaran tertentu secara tuntas, bukan kelulusannya.Materi pelajaran yang diajarkan pada peringkat ini meliputi mata pelajaran wajib (fardhu ‘ain) dan mata pelajaran pilihan (fardhu kifayah).

a) Mata pelajaran Wajib (fardu ‘ain)

Pembagian mata pelajaran yang dilakukan Al-Gazhali tersebut selaras dengan pembagian ilmu yang diperkenalkannya dengan dilakukan sedikit tambahan dan penyesuaian. Al-Gazhali berpendapat bahwa tidak semestinya semua ilmu dimasukkan ke dalam kurikulum walaupun pada dasarnya tidak merupakan suatu kesalahan sekitarnya ilmu-ilmu tersebut tidak dimasukkan. Dalam kaitannya dengan ilmu yang bersifat mata pelajaran wajib, al-Gazhali membaginya dalam dua bagian yaitu ilmu ‘amali agama dan ilmu wahyu.

Dalam hubungannya dengan tujuan proses belajar mengajar di kelas, al-Gazhali lebih mengutamakan pengajaran ilmu ‘amali dari pada ilmu wahyu karena ilmu tersebut sangat penting

(16)

bagi pelajar dalam peringkat menengah atau yang sudah baligh. Sebab ilmu ini lebih menekankan pada aspek menuneikan tuntutan-tuntutan agama yang wajib. Al-Gazhali berkeyakinan bahwa tanpa pemahaman terhadap ilmu-ilmu ini para pelajar tidak akan memahami Islam. Karenanya ilmu tersebut perlu diajarkan pada peringkat menengah. Sedangkan usia yang dimasukkan dalam kategori ini adalah sekitar umur 15 sampai 17 tahun.22

b) Mata Pelajaran Fardhu Kifayah

Al-Gazhali membagi fardhu kifayah kedalam dua jenis mata pelajaran, yaitu ilmu syar’iyyah, dan ilmu keduniaan. Ilmu syar’iyyah yaitu ilmu-ilmu yang diperoleh dari Nabi, bukan ilmu-ilmu yang datang dari hasil kajian observasi eksperimen. Sedangkan ilmu keduniaan terbagi menjadi tiga hal, yatu: ilmu Mahmud, ilmu madhmun, dan ilmu mubah. Untuk proses belajar mengajar di dalam kelas adalah ilmu-ilmu yang bersifat Mahmud dan mubah saja.ilmu yang bersifat Mahmud terkandung dalam mata pelajaran sebagai berikut:

1) Mata pelajaran yang berkaitan dengan ilmu perobatan 2) Mata pelajaran yang berkaitan dengan ilmu hisab 3) Mata pelajaran yang berkaitan dengan pertanian 4) Mata pelajaran yang berkaitan dengan politik

5) Mata pelajaran yang berkaitan dengan tenunan dan jahitan

6) Mata pelajaran yang berkaitan dengan undang-undang. Yakni undang-undang dunia yang digunakan untuk menuju kejalan akhirat.

Sedangkan ilmu-ilmu yang bersifat mubah meliputi kumpulan falsafah. Yang tergolong dalam ilmu-ilmu tersebut antara lain: ilmu logika, ilmu ketuhanan, dan ilmu fisika.

Adapun ilmu yang termasuk tidak berguna adalah ilmu sihir, talismatik, silap mata, nujum, dan sejenisnya.Ilmu tersebut tidak wajar dimasukkan ke dalam kurikulum. Disamping itu al-Gazhali tidak membenarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ukiran patung, lukisan, dan kesenian yang lain yang disebut dalam teknologi modern sebagai fine arts dimasukkan kedalam kurikulum karena ilmu ini melahirkan perasaan kurang sehat, menggalakkan kegairahan kepada kebendaan

(17)

serta tidak bernilai dari segi moral, keruhanian dan juga tidak membanyu untuk merealisasikan eksisitensi manusia dan juga Allah swt.23

4. Pendidik

Pekerjaan mengajar dalam pandangan al-Ghazali adalah pekerjaan yang paling mulia sekaligus sebagai tugas yang paling agung. Seperti dikemukakannya: "Makhluk yang paling mulia di muka bumi adalah manusia, dan bagian tubuh yang paling berharga adalah hatinya. Adapun guru adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan serta menyucikan hati, hingga hati itu menjadi dekat kepada Allah SWT. Oleh karena itu, mengajarkan ilmu pengetahuan dapat dilihat dari dua sudut pandang, pertama ia mengajarkan ilmu pengetahuan sebagai bentuk ibadah kepada Allah, dan kedua menunaikan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Dikatakan khalifah Allah karena Allah telah membukakan hati seorang 'alim dengan ilmu yang dengan itu pula seorang 'alim menampilkan identitasnya.Syarat pokok seorang guru, bagi Al Ghazali adalah berilmu, tetapi tidak semua yang berilmu pantas menjadi guru. Tetapi ia harus memenuhi kriteria-kriteria yang sangat ketat.24

Menurut Al Ghazali, kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi oleh guru (pendidik) meliputi delapan hal:

a. Menyayangi para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.

b. Guru bersedia sungguh-sungguh mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Sehingga ia tidak mengajar untuk mencari upah atau untuk mendapatkan penghargaan dan tanda jaasa.

c. Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada para peserta didiknya.

d. Termasuk ke dalam profesionalisme guru, adalah mencegah peserta didik jatuh terjerembab ke dalam akhlak tercela melalui cara sepersuasif mungkin dan melalui cara penuh kasing sayang, tidak dengan cara mencemooh dan kasar.

(18)

e. Kepakaran guru dalam spesialisasi tertentu tidak menyebabkannya memandang remeh disiplin keilmuan lainnya, semisal guru yang pakar dalam ilmu bahasa, tidak menganggap remeh ilmu fikih.

f. Guru menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didiknya.

g. Terhadap peserta didik yang berkemampuan rendah, guru menyampaikan materi yang jelas, konkrit dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dalam mencernanya.

h. Kedelapan, guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatunya ucapan dan tindakan.

5. Peserta didik

Peserta didik menurut al-Ghazali adalah orang yang menjalani pendidikan dan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu kesempurnaan insani dengan mendekatkan diri pada allah dan kebahagian didunia dan diakhirat maka jalan untuk mencapainya diperlukan belajar dan belajar itu juga termasuk ibadah, juga suatu keharusan bagi peserta didik untuk menjahui sifat-sifat dan hal-hal yang tercela, jadi peserta didik yang baik adalah peserta didik yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:25

a. Peserta didik harus memuliakan pendidik

b. Peserta didik harus bersikap rendah hati dan tidak takabbur dan menjahui sifat-sifat yang hina (bersih jiwanya )

c. Peserta didik harus meras satu bangunan dengan peserta didik yang lain dan sebagai suatu bangunan maka peserta didik harus saling menyayangi dan menolong serta berkasih sayang sesamanya.

d. Peserta didik hendaknya mempelajri ilmu secara bertahap

e. Peserta didik hendaknya mendahulukan mempelajari ilmu yang wajib

f. Peserta didik tidak hanya mempelajri satu ilmu yang bermamfaat melainkan dia juga harus mempelajari ilmu yang lain dan sungguh-sunguh ketika mempelajarinya

g. Peserta didik hendaknya juga mengenal nilai setiap ilmu yang dipelajrinya

(19)

6. Metode dan media

Metode dan media yang dipakai menurut al- ghazali harus dilihat secara psikologis, sosiologis, prakmatis dalam rangka keberhasilan pembelajaran.26

Metode Pendidikan / pengajaran filosof besar ini menandaskan perlunya memilih metode yang tepat dan sejalan dengan sasaran pendidikan. Oleh karena itu, al-Ghazali membagi ilmu dalam beberapa himpunan, bagian-bagian, dan cabang-cabangnya. Berdasarkan hadis Nabi saw, "Sampaikan ilmu sesuai dengan kadar kemampuan akal", al-Ghazali menganjurkan agar filsafat atau ilmu lainnya diberikan sesuai dengan tabiatnya, sesuai dengan kemampuan dan kesiapan manusia. Tidak seperti "memberi daging kepada anak kecil".Dalam kitabnya Ayyuhal Walad, Al Ghazali dalam metodenya memberikan pemahaman kepada muridnya beliau sering mengutip kisah-kisah dan contoh-contoh. Misalnya kutipan berikut:” Wahai anakku, diriwayatkan Lukman Al Hakim berwasiat kepada anaknya:” Wahai anakku, janganlah ayam jago lebih pintar darimu. Di waktu sahur ia telah berkokok, sementara engkau masih terlelap tidur.” Kisah-kisah yang beliau sampaikan lalu di antaranya beliau buktikan dengan sabda Nabi saw.27

Al Ghazali, dalam mendidik anak lebih menekankan aspek afektif dan psikomotoriknya dibandingkan dengan aspek kognitif. Hal ini karena jika anak kecil sudah terbiasa untuk berbuat sesuatu yang positif, masa remaja atau dewasanya lebih mudah untuk berkepribadian yang saleh, dan secara otomatis, pengetahuan yang bersifat kognitif lebih mudah diperolehnya.Tarbiyyah Ruhiyah disampaikan olehnya yaitu dengan memerintahkan muridnya untuk shalat tahajjud, berdo’a dan dzikir.28

7. Aspek- aspek pendidikan dalam pandangan al-ghazali

Selain itu al-ghazali mempunyai pemikiran dan pandangan luas mengenai aspek-aspek pendidikan, dalam arti bukan hanya memperlihatkan aspek akhlak. Pada hakikatnya usaha

26 Asrorun Ni’am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Elsas, 2006), h. 21

27Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam dari masa ke masa, (Surabaya: Bina Ilmu, 1985), h. 134

28 Abdul A’la Al-Maududi, Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama,

(20)

pendidikan di mata al-ghazali adalah mementingkan semua hal tersebut dan mewujudkan secara utu dan terpadu karena konsep pendidikan yang dikembangkan al-ghazali (awal dari kandungan ajaran islam dan tradisi islam), berprinsip pada pendidikan manusia seutuhnya.

Dalam pandangan al-ghazali aspek-aspek pendidikan tidak hanya dengan memperhatikan aspek akhlaq saja tetapi juga harus memperhatikan aspek- aspek yang lain dan mewujudkan aspek- aspek itu secara utuh dan terpadu.29 Aspek- aspek tersebut diantanya adalah:

a. Aspek pendidikan keimanan

1). Iman menurut al-ghazali

Iman menurut al-ghazali adalah mengucapkan dengan lidah mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan angauta.dari definisi ini bisa kita fahami bahwa pendidikan keimanan meliputi tiga prinsip;

a) Ucapan lidah atau mulut karena lidah adalh penerjemah dari hati

b) Pembenaran hati, dengan cara i’tiqat dan taqlid bagi orng awam dan manusia pada umumnya, sedang cara kasyaf (membuka hijab hati ) bagi mereka yang khawas (aulia illah)..

c) Amal perbuatan yang dihitung dari sebagian iman, karena ia melengkapi dan menyempurnakan iman sehingga bertambah dan berkurangnya imam seseorang adalah dari amal perbuatan. Dari beberapa prinsip pendidikan keimanan tersebut semuanya harus didasarkan pada pada syahadatain (pengesaan pada eksistensi Allah dan pembenaran Nabi Muhammad sebagai utusan Allah). Al-ghazali juga menegaskan bahwa pendidikan iman harus didasarkan pada empat rukun yang, pertama mengenai ma’rifat kepada dzat Allah, sifat-sifat Allah, af’al Allah, syariat Allah.

2). Pendidikan keimanan bagi anak

Al-ghazali menganjurkan agar pendidikan keimanan mengenai aqidah harus diberikan kepada anak sejak dia masih dini supaya dia menghafal, memahami, beriktiqat, mempercayai, kemudian membenarkan sehingga keimanan pada anak akan hadir secara sedikit-demi sedikit hingga sempurna, kokoh dan menjadi fundamen dalam berbagai aspek kehidupannya dan bisa

(21)

mempengaruhi segala perilakunya mulai pola pikir, pola sikap, polabertindak, dan pandangan hidupnya.30

b. Aspek pendidikan akhlaq

7) Akhlaq menurut Al-Ghazali

Akhlaq adalah ibarat (sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa dari padanya tumbuh perbuatan- perbuatan dengan wajar dan mudah tampa memerlukan pikiran dan pertimbangan. Sedang akhlaq menurut Dr. Ahmad Amin ialah ilmu untuk menetapkan ukuran segala perbuatan manusia. Yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang salah, yang hak atau yang batil.Dan ulama’-ulama’ ahli ada yang mendefinisikan akhlaq sebagai berikut, akhlaq adalah gambaran jiwa yang tersembunyi yang timbul pada manusia ketika menjalankan perbuatan –perbuatan yang tidak dibuat- buat atau dipaksa- paksakan.31

Dari keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa akhlaq adalah sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, tidak dibuat- buat dan perbuatan yang dapat kita lihat sebenarnya adalah merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa. Menurut pengertian diatas maka hakikat akhlaq harus mencakup dua syarat:

a) Perbuatan itu harus konstan, yaitu harus dilakukan berulang kali kontinu dalam bentuk yang sama sehingga dapat menjadi kebiasaan.

b) Perbuatan konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud reflektif dari jiwanya tanmpa pertimbangan dan pemikiran.

b. Pendidikan akhlaq bagi anak

Sebelum anak dapat berfikir logis dan memahami hal-hal yang abstrak serta belum sanggup menentukan mana yang baik dan yang buruk, dan mana yang salah dan benar maka latihan-latihan dan pembiasaan, dan penanaman dasar-dasar pendidikan akhlaq yang baik (yang sesuai dengan akal pikiran dan syariat Islam) secara beransur-ansur hingga berkembang menuju kesempurnaan berperan sangat penting.diantara beberapa akhlaq yang baik adalah :32

1) Kesopanan dan kesederhanaan

30Mulyasa,Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosdakarya, 2008), h. 35 31http://11-12-2017konsep-pendidikan-dalam-perspektif

(22)

a) Kesopanan dan kesederhanaan makan

3) Pembiasaan dan latihan bagi anak untuk menjauhi perbuatan yang tercela a) Suka bersumpah

b) Suka meminta

c) Suka membanggakan diri

d) Berbuat dengan cara sembunyi- sembunyi e) Menjauhi segala sesuatu yang tercela 4) Latihan beribadah dan mempelajari syariat Islam

Bagi anak yang sudah tamyis dan berumur 10 tahun maka anak itu jangan sekali- kali diberi kesempatan untuk meninggalkan bersuci secara agama, shalat, puasa dan sebagainya dan juga al- ghazali menyarankan agar anak- anak mempelajari ilmu agama seperti Al- Quran hadits, hikayah dan lain- lain.

2. Aspek pendidikan akliyah

Al-ghazali menjelaskan Akal adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan tempat terbit dan sendi-sendinya.Dalam ilmu pengetahuan itu berlaku dari akl sebagaimana berlaku buah dari pohon, sinar dari matahari penglihatan dari mata.Akal dan kemauanlah yang memberkan karakteristik kepada manusia dengan akal pikiran dapat memberikan kepada manusia ilmu pengetahuan yang dipakainya sebagai pedoman dalam usaha dan aktifitas hidunya, sedang kemauan menjadi pendorong perbuatan manusia .dengan demikian antar pendorong perbuatan dan pedoman perbuatan (usaha dan aktivitas hidup) terdapat hubungan yang saling mempengaruhi ‘interktion yang erat sekali.33 Oleh karena itu pendidikan akliyah sangat erat sekali untuk

33Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: Raja Grafindo

(23)

mengembangkan hazanah ilmu pengetahuan, mencerdaskan pikiran, mengembangkan intelegensi manusia, secara optima, cakap, mempergunakan ilmu pengetsahuan yang diperolehnya dan memberikan pedoman pada segala macam perbuatan manusia.34

3. Aspek pendidikan sosial

Al-ghazali memberiakan petunjuk kepada orang tua dan para guru agar anak dalam pergaulan memiliki sikap dan sifat yang mulia dan etika pergulan yang baik sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.sifat-sifat itu yaitu:

a) Menghormati dan patuh kepada kedua orang tua dan orang dewasa lainnya b) Merendahkan hati dan lemah lembut

c) Membentuk sikap dermawan

d) Membatasi pergaulan anak kepada anak yang tidak sopan, sombong, dan boros e) Aspek pendidikan jasmaniyah

f) Adapun pendidikan jasmaniyah bagi anak dan orang dewasa yaitu: 1. Pendidikan kesehatan dan kebersihan

2. Membiasakan makan makanan yang baik dan tidak brlebihan 3. Bermain dan berolah raga

Adapun juga pemikiran lain tentang Al-Ghazali yaitu: a) Kesatuan falsafah

b) Metafisika

c) Fisika(kosmologi) d) Akhlak

Adapun pendidikan jasmaniyah bagi anak dan orang dewasa yaitu: a) Pendidikan kesehatan dan kebersihan

Aspek jasmaniyah merupakan salah satu dasar pokok untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagian dalam kehidupan manusia.Akal dan jiwa yang sehat terdapat pada jasmani yang sehat pula.Hubungan antara jasmaniah dan rohaniah manusia saling memberikan pengaruh timbal balik yaitu hal-hal yang berpengaruh pada jiwa akan berpengaruh pada jasmani, dengan sebaliknya.

(24)

Kemudian ia menjelaskan keutamaan jasmaniayah sebagai berikut

Kebutuhan pada kesehatan dan kekuatan jasmani serta panjang umur tidak perlu di ragukan lagi.Namun pendapat yang salah bila keindahan menganggap keindahan jasmani yang sehat dan terhindar dari berbagai penyakit yang mengganggu untuk mencapai keutamaan telah mencangkup sebagai sarana mendapatkan kebahagiaan.

b) Membiasakan makan-makanan yang baik dan tidak berlebihan

Makan dan minum adalah sarana untuk memperkuat dan menyegarkan jasmaniyah agar dengan kekuatan tubuhnya,seseorang mampu melaksanakan perbuatan yang baik dan terpuji,untuk beribadah kepada Allah SWT.Pada hakikatnya kesehatan jasmani tidak dapat mendatangkan berbagai penyakit yang di akibatkannya.

c) Bermain dan berolah raga

Setiap anak memiliki kebutuhan untuk bergerak dan menggunakan tubuhnya seara bebas.Ia suks berlari-lari,melompat-lompat,memanjat-manjat dan melakukanaktivitas-aktivitas lainnya.Oleh karena itu,kebutuhan tersebut harus di penuhi dengan memberikan pendidikan jasmani.Bermain merupakan kebutuhan dasar manusia yang berasal dari dorongan batin dan kebutuhan hidupnya,karena setiap anak sejak kelahirannya telah tertanam dalam dirinya suatu hasrat untuk bermain,bergerak melatih jasmaninya.

Adapun juga pemikiran lain tentang Al-Ghazali yaitu: 1) Kesatuan falsafah

2) Metafisika

3) Fisika(kosmologi) 4) Akhlak

a) Kesatuan falsafah

(25)

dalam masalah metafisika,ia di pengaruhi oleh Plotinus.Oleh karena itu al-Farabi di pandang sebagai filosof islam yang mulai kali menciptakan falsafah taufiqqiyah karena ia percaya adanya “Kesatuan Falsafah”(Wahdatu’I-Falsafah).

Dalam kitab yang berjudul Al-Jami’u baina ra’yay al-Hakimay:Aflathun al-Ilahi wa Aristhu-thales (Pemanduan antara pemikiran dua Failasuf :Plato da Aristatoles) al-Farabi sangat menyesalkan terjadi berbagai aliran dalam falsafah,sedangkan tujuannya satu yakni mencari kebenaran,seperti hanya aloran-aliran politik yang bermacam-macam coraknya,tapi tujuannya satu yakni mencari kebenaran,sepwrti halnya Ikhwanusafa,al-Farabi berpendapat bahwa kebenaran ini hanya satu,sedangkan perbedaan pendapat hanya pada lahirnya saja.Hal ini hanya di ketahui oleh para filosof orang-orang yang mendalam pengetahuannya.

b) Metafisika

Masalah hubungan “Yang Esa” dengan “alam yang pluralis”ini merupakan masalah falsafi yang telah menjadi tema pembahasan utama dalam kalangan filosof yunani.Masalah Yang Esa atau tuhan dan hubungan dzat dengan sifat telah menjadi pokok pembahasan yang mendalam yang dikalangan mutakallimin.

c) .Fisika(Kosmologi)

Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyebutkan bahwa Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu baik yang di langit maupun yang di bumi.

d) .Akhlak

Masalah akhlak merupakan sesuatu yang paling banyak di tulis oleh al-Farabi dalam berbagai kitabnya.Dalam kitab yang berjudul “Risalah fit-Tanbih ‘Ala subili ‘sa’adah ia menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yangmerupakan tujuan tertinggi yang di rindui dan di usahakan oleh setiap manusia.

D. Karya-Karya Imam Al-Gazhali

Bertolak dari perjalanan hidupnya, lebih dari 70 karya al-Gazhali meliputi berbabagai ilmu pengetahuan, beberapa diantaranya yang termasyur yaitu35:

(26)

1. Ihya ulum al-din, kitabnya yang sangat penting dan mashur mengenai ilmu kalam, tasawuf, dan akhlak.

2. Ayyuhal Walad, sebuah buku tentang akhlak. Yang terpenting dalam buku ini yaitu gambaran tentang pemikirannya, riwayat studinya serta kedudukan yang dicapai diantara filosof-filosof Islam dan pengaruhnya terhadap filsafat pada zamannya.

3. Fatihatul ulum, kitab ini menerangkan tentang signifikan ilmu pengetahuan dalam konteks

taqarrub kepada Allah swt. Di samping itu dia juga menjelaskan tentang arti penting kedudukan keikhlasan diantara ilmu dan amal.

(27)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Abu Hamid bin Muhammad bin Al-Ghazali memiliki keahlian berbagai di siplin ilmu, baik sebagai filosuf, Sufi, maupun pendididk.Sejak kecil AL-Ghazali di kenal sebagai anak yang senang menuntut ilmu pengetahuan.

Di antara pemikirannya tentang pendidikan islam dapat di lihat dari tiga buku karangannya,yaitu fatihat al-kitab,ayyuha al-walad dan ihya ‘Ulum al-Din.Dari karangan-karangannya itu terlihat jelas bahwa Al-Ghazali merupakan sosok ulama yang menaruh perhatian terhadap proses transinternalisasi ilmu dan pelaksana pendidikan.

Menurut Al-Ghazali tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari kedudukan, kemegahan dan kegagahan atau kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian dan permusuhan

Karya Karya imam Al-Ghazali adalah: Ihya ulum al-din, Ayyuhal Walad, dan Fatihatul ulum.

B. Saran

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar Saeful, Filsafat Ilmu al Ghazali: pandangan tentang pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Asari Hasan, Nukilan Pemikiran Islam Klasik (Gagasan Pendidikan Al-Ghazali), Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999.

Daudy Ahmad.Kuliah Filsafat Islam.Jakarta: Bulan Bintang.1986

Rofi’ie Halim Abd, Cinta Ilahi menurut al-Ghazali dan Rabi’ah al-Adawiyah.Jakarata: September 1997

Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi Al-Ghazali, Bandung: P.T. Al-Ma’arif, 1993.

Filsafat Ilmu al Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi, Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Haji Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis.Jakarta: Ciputar Pers juli 2002

Imam Tholkhah, MembukaJjendela Pendidikan (mengurai akar tradisi dan integrasi keilmuan pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Askara, 1995. Mustofa A.H, Filsafat Islam, Bandung: CV Pustaka Setia 1997

Nata Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Islam, 1997.

Rusn Ibn Abidin, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. http://Konsep,Pendidikan,Akhlak,Perpektif,Al-Ghazhali.diakses Pada Tanggal 11-12-2017

Referensi

Dokumen terkait

yang telah ia jalani sejak remaja, baik dalam menempuh sebuah pendidikan, mengikuti organisasi Indonesia Muda, ikut dalam pertemuan dengan jepang pada tanggal

Audit Sumber Daya manusia merupakan suatu proses sistematik dan formal yang Audit Sumber Daya manusia merupakan suatu proses sistematik dan formal yang didesain untuk mengukur biaya

Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis anggrek epifit yang tumbuh di Desa Koto Tinggi Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu sedangkan sampel adalah tumbuhan

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Pepaya ( Carica papaya ) terhadap Kadar Protein dan Lemak pada Telur Puyuh.. Effect of Papaya ( Carica papaya ) Leave Meal Supplementation on

Salah satu airport lounge di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta adalah Saphire Lounge milik PT Angkasa Pura Solusi yang merupakan anak perusahaan dari PT

Jumlah biakan khamir dan bakteri asam asetat yang ditambahkan (10 6 cfu /g) berdasarkan jumlah biakan yang ditambahkan pada fermentasi kakao biasa (Palupi dkk., 2007),

Alhamdulillahhirabbil’alamin, Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat

Pada penelitian ini tidak ada hubungan langsung antara lemak dengan daya tahan jantung paru karena konsumsi lemak terlebih dahulu akan mempengaruhi kadar trigliserida darah,