• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of Metaphors and Similes in Richard Connell’s Short Story The Most Dangerous Game T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of Metaphors and Similes in Richard Connell’s Short Story The Most Dangerous Game T1 BAB II"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

CHAPTER II

TRANSLATION AND ITS SOURCE TEXT

A. TARGET TEXT

Permainan Paling Berbahaya

(1) “Dari sana ke sebelah kanan—di suatu tempat—ada sebuah pulau yang luas” kata Whitney. “Itu agak misterius—“

(2) “Pulau apa itu?” Tanya Rainsford.

(3) “Peta tua ini menyebutnya ‘Pulau Ship-Trap (perangkap kapal)’ balas Whitney. “Nama yang aneh, bukankah begitu? Para pelaut merasa penasaran dan takut akan tempat itu. Aku tidak tahu kenapa. Beberapa takhayul—“

(4) “Aku tak bisa melihatnya,” kata Rainsford yang mencoba mengintip di tengah lembabnya cuaca tropis di atas kapal pesiar yang gelap dan berkabut.

(5) “Kau mempunyai mata yang jeli” ucap Whitney, sembari tertawa,” dan aku telah melihatmu membidik rusa besar yang bergerak di balik semak-semak belukar kering dalam empat ratus yard, tapi kau bahkan tak sanggup melihat empat mil pada malam tak berbulan di Karibia.”

(6) “Jangankan empat yard,” sahut Rainsford. “Ah! Itu seperti beludru hitam yang lembab.”

(7) “Ini akan cukup mudah di Rio.” Janji Whitney. “Kita harus menyelesaikannya dalam beberapa hari. Aku harap senapan jaguar dari Purdey sudah datang. Kita harus bisa berburu sampai Amazon. Olahraga yang bagus, berburu.”

(8) “Olahraga yang paling bagus di dunia,” kata Rainsford.

(9) “Bagi para pemburu,” tambah Whitney. “Bukan untuk jaguar.”

(10) “Jangan membual, Whitney,” kata Rainsford. “Kau adalah pemburu yang handal, bukan seorang filsuf. Siapa yang peduli dengan apa yang jaguar rasakan?”

(11) “Mungkin jaguar merasakannya,” tebak Whitney. (12) “Bah! Mereka tidak mengerti.”

(2)

(14) “Tidak masuk akal,” Rainsford tertawa. “Cuaca panas ini membuatmu menjadi lembut, Whitney. Jadilah seorang yang realis. Dunia terdiri dari dua kelompok—pemburu dan yang diburu. Untungnya, kau dan aku adalah pemburu. Apakah menurutmu kita sudah melewati pulau itu?”

(15) “Aku tidak bisa melihat saat gelap. Aku harap begitu.” (16) “Mengapa?” tanya Rainsford.

(17) “Tempatnya mempunyai reputasi yang buruk.” (18) “Kanibal?” tebak Rainsford.

(19) “Bukan. Bahkan kanibal tidak akan tinggal di tempat yang ditinggalkan oleh Tuhan. Tapi itu terdengar seperti dongeng pelaut, entah bagaimana. Tidakkah kau menyadari bahwa para kru terlihat gelisah hari ini?”

(20) “Mereka sedikit aneh, sekarang kau menyebutnya. Bahkan Kapten Nielsen—“ (21) “Ya, bahkan orang Swedia itu keras hati dan kolot, yang akan menemui iblis dan meminta sebuah pencerahan. Tatapan bagai ikan bermata biru mereka belum pernah aku lihat sebelumnya. Semua yang aku tahu darinya adalah ‘Tempat ini terkenal mengerikan dikalangan para pelaut, Tuan.’ Lalu dengan seriusnya dia berkata padaku, ‘Memangnya kau tidak merasakan apa-apa ya?’—seolah-olah suasana di sekeliling kita sebenarnya beracun. Sekarang kau tidak harus tertawa ketika aku menceritakan padamu soal ini— tiba-tiba aku seperti merasakan sesuatu yang membuatku merinding.

(22) “Tak tertiup angin sepoi-sepoi. Lautnya tak berombak, datar bagaikan kaca jendela. Saat kita nyaris sampai di pulau itu, aku merinding; tiba-tiba seperti ketakutan.

(23) “Itu hanya imajinasi semata,” kata Rainsford.

(24) “Seorang pelaut berkemampuan mistis bisa menodai seluruh awak kapal dengan ketakutannya.”

(25) “Mungkin saja. Namun, kadang-kadang aku berfikir para pelaut memiliki kepekaan yang memberitahu mereka ketika mereka dalam bahaya. Kadang-kadang aku berpikir roh jahat itu benar-benar nyata—dengan gelombang yang panjang, layaknya suara dan cahaya. Suatu tempat yang jahat bisa menyalurkan getaran kejahatan. Bagaimanapun, aku senang kita keluar dari zona ini. Yah, aku pikir aku akan masuk ke dalam sekarang, Rainsford.”

(3)

(28) “Oke. Selamat malam, Whitney.”

(29) Tidak ada suara di malam hari ketika Rainsford duduk di sana kecuali suara mesin kapal pesiar yang meggerakan kapal meredam di kegelapan, dan suara desiran riak air dari baling-baling.

(30) Rainsford, bersandar di kursi kapal, dengan malasnya ia menguap ke arah tanaman berduri favoritnya. Dia merasa ngantuk. “Gelap sekali,” pikirnya, “andai aku bisa tertidur tanpa menutup mataku; malam yang sangat gelap—“

(31) “Ia tiba-tiba dikagetkan oleh suara dari sebelah kanan, telinganya sudah terlatih, tidak salah lagi. Dia mendengar suara itu berulang-ulang Di suatu tempat, di kegelapan, terdengar suara seseorang menembakkan senapan tiga kali.

(32) “Rainsford meloncat dan bergerak cepat menuju dek kapal, kebingungan. Dia menatap ke arah datangnya letusan dengan tegang, tapi seperti mencoba untuk melihatnya melalui kegelapan. Dia melompat ke atas dek kapal dan menyeimbangkan dirinya disana untuk mendapatkan pandangan yang lebih luas; cerutunya tersenggol tali dan terjatuh dari mulutnya. Memantik api, dan diketupkan dari mulut. Dia berteriak dengan parau saat ia menyadari dirinya sudah terlalu jauh kehilangan keseimbangannya. Teriakannya terhenti seakan ditelan air laut Karibia yang hangat laksana darah dan meluap hingga ke atas kepalanya.

(33) “Dia berusaha naik ke permukaan dan mencoba untuk berteriak, tetapi cipratan air dari kapal pesiar yang melampaui batas kecepatannya seolah menampar mukanya dan air asin yang masuk menyumbat mulutnya membuat ia tercekik. Dengan rasa putus asa, dia menyerang dengan pukulan yang kuat setelah lampu kapal pesiar mundur, tapi dia berhenti sebelum dia bisa berenang lima puluh kaki. Sebuah pemikiran dingin merasukinya; itu bukan pertama kalinya dia berada di tempat yang kedap udara. Ada kemungkinan bahwa teriakannya bisa didengar oleh seseorang di atas kapal pesiar, tapi kesempatan itu tipis dan semakin menipis saat kapal pesiarnya berjalan. Dia menjatuhkan dirinya sendiri, melepas bajunya dan berteriak sekeras mungkin. Lampu dari kapal pesiar meredup dan lenyap bagaikan kunang-kunang; lalu mereka sepenuhnya menghilang oleh malam.

(4)

laut. Dia mulai menghitung gerakannya; mungkin dia bisa melakukannya lebih dari seratus kali dan kemudian—

(35) Rainsford kembali mendengar sebuah suara dari kegelapan, suara yang berteriak kencang dari seekor binatang yang tersiksa, terdengar mengerikan.

(36) Dia tidak mengenali suara binatang itu; dia pun tidak mencari tahu; dengan sekuat tenaga dia berenang menuju sumber suara itu. Dia mendengarnya lagi; lalu ada suara kebisingan yang lain, garing, staccato.

(37) “Tembakan senapan,” gumam Rainsford, sambil terus berenang.

(38) Sepuluh menit dari upaya kerasnya membuat dia mendengar suara lain di telinganya—yang paling ramah dari yang pernah dia dengar—desiran ombak yang memecah karang. Dia hampir menabrak karang sebelum dia melihat mereka; di keheningan malam dia akan hancur melawan mereka. Dengan kekuatan yang tersisa dia menyeret dirinya sendiri dari air yang berputar-putar. Tebing bergerigi tampaknya menonjol dalam kekaburan itu, dia memaksa dirinya untuk memanjat, tangan demi tangan. Terengah-engah, tangannya terluka, dia telah sampai di tempat yang datar di atas. Hutan yang lebat membujur hingga tepi tebing. Bahaya apapun yang menunggunya di balik semak-semak tidak mengkhawatirkan Rainsford. Semua yang dia tahu bahwa dia selamat dari musuhnya, laut, dan itu sama sekali melelahkan untuknya. Dia meloloskan dirinya sendiri dengan turun ke tepi hutan dan jatuh terguling hingga tak sadarkan diri.

(39) Ketika dia membuka matanya, dia tahu dari posisi matahari bahwa hari sudah siang. Tidur membuat tenaganya pulih kembali; rasa laparpun menghampirinya. Dia melihat sekelilingnya dengan gembira.

(40) “Dimanapun ada suara tembakan, disana pasti ada orang. Dimana ada orang, pasti ada makanan,” pikirnya. Tetapi orang macam apa, ia heran, di daerah terlarang? Sebuah hutan yang tidak terputus, kasar dan tidak rata menyusuri tepian pantai.

(41) Dia tidak melihat adanya tanda-tanda jejak yang melekat dari rerumputan dan pepohonan; itu lebih mudah untuk pergi di sepanjang pantai, dan Rainsford menggelapar di sepanjang tepi pantai. Tak jauh dari tempat dia mendarat, dia berhenti.

(5)

rumput yang bernoda merah muda. Sebuah benda kecil bercahaya yang tak jauh menangkap perhatian Rainsford dan dia mengambilnya. Itu adalah peluru kosong.

(43) “Dua puluh dua,” dia berkata. “Itu aneh. Itu pasti hewan yang cukup besar juga. Pemburu memiliki keberanian dengannya untuk bisa mengatasi itu dengan senapan ringan. Sudah jelas itu pertarungan anjing besar. Aku mengira tiga kali tembakan yang pertama kali kudengar adalah ketika pemburu bersemangat mengejar buruannya dan menembaknya. Tembakan yang terakhir adalah ketika dia menggiringnya kesini dan menyelesaikannya.”

(44) Dia memeriksa permukaan tanah dengan hati-hati dan menemukan apa yang ia harapkan untuk ketemu—jejak sepatu bot pemburu. Mereka menuju ke arah sepanjang tebing dimana ia telah pergi. Dengan penuh semangat ia bergegas bersama, sekarang tergelincir pada gelondongan kayu busuk atau sebuah batu yang goyah, namun membuat kemajuan; malam pun telah datang dan mulai untuk menetap di pulau.

(45) Kegelapan yang suram mengheningkan laut dan hutan ketika Riansford melihat cahaya. Dia mendatangi mereka saat ia berbalik berliku-liku di garis pantai; dan pikiran pertamanya yang akan datang adalah sebuah desa, karena ada banyak lampu disana. Tetapi saat dia menempa, ia melihat dengan heran bahwa semua lampu berada di satu bangunan besar—sebuah bangunan tinggi dengan menara runcing ke atas ke dalam kegelapan. Matanya terbuat garis bayangan dari bangunan megah; itu diatur di tebing yang tinggi, dan di tiga sisi dari tebing itu terjun ke bawah dimana laut yang menjilat tepian pantai dengan rakusnya di kegelapan.

(46) “Khayalan belaka,” pikir Rainsford. Tapi tidak ada khayalan belaka, dia menemukan, ketika ia membuka pintu gerbang besi yang tinggi berduri. Tangga batu yang cukup nyata; pintu yang besar dengan penyemprot air untuk pengetuk sudah cukup nyata; belum di atas semua itu terdapat udara yang tak nyata.

(6)

tangguh dan berjenggot hitam sepinggang. Pria itu memegang revolver laras panjang di tangannya, dan dia langsung menunjuk tepat di jantung Rainsford.

(48) Dari kekusutan jenggot itu terlihat dua mata kecil menatap Rainsford.

(49) “Jangan khawatir,” kata Rainsford, dengan tersenyum dengan harapan ia melucuti senjatanya. “Aku bukan perampok. Aku jatuh dari kapal. Namaku Sanger Rainsford dari kota New York.”

(50) Kesan mengancam dari matanya tidak berubah. Senapan yang menunjuk setegas patung raksasa. Dia tidak memeperlihatkan seolah ia menegrti apa yang Rainsford katakan, atau bahwa ia mendengarkannyaa. Dia berpakaian seragam—sebuah seragam hitam dengan hiasan astrakhan abu-abu.

(51) “Aku Sanger Rainsford dari New York,” Rainsford memulainya lagi. “Aku jatuh dari kapal. Aku lapar.”

(52) Jawaban dari pria itu hanyalah dengan menaikkan ibu jarinya dari pelatuk senapannya. Kemudian Rainsford melihat tangan kosong pria itu bergerak ke arah dahinya dan memberikan hormat militer, dan ia melihatnya membunyikan tumitnya bersamaan dan berdiri dengan penuh perhatian. Seorang pria lain yang turun dari tangga marmer yang lebar, dia tegak, pria ramping dengan pakaian gelapnya. Dia mendatangi Raiansford dan mengulurkan tangannya.

(53) Dengan suara yang sopan dan ditandai dengan sedikit aksen yang memberikan kesan cermat dan tenang, dia berkata, “Ini sangat menyenangkan dan seuatu kehormatan untuk menyambut Tuan Sanger Rainsford, pemburu terkenal, ke rumah saya.”

(54) Rainsford langsung berjabat tangan dengannya.

(55) “Aku sudah membaca buku Anda tentang memburu macan tutul salju di Tibet, kau tahu,” terang pria itu. “Aku Jenderal Zaroff.”

(7)

raksasa berseragam, sang Jenderal memberi tanda. Lalu si raksasa menyingkirkan pistolnya, memberi hormat, dan mundur.

(57) “Ivan adalah orang yang sangat kuat,” kata Jenderal, “tetapi sialnya dia tuli dan bisu. Seorang kawan yang sederhana, tapi, aku takut, seperti semua pertarungannya, sedikit kejam.”

(58) “Apakah dia orang Rusia?”

(59) “Dia adalah 1Cossack,” kata Jenderal, dan senyumnya menunjukkan bibir

merahnya dan gigi yang tajam. “Begitu juga denganku.”

(60) “Mari,” katanya, “kita tidak seharusnya berbicara disini. Kita bisa bicara nanti. Sekarang yang kau butuhkan adalah pakaian, makanan, dan istirahat. Kau akan memilikinya. Ini adalah tempat yang paling tenang.”

(61) Ivan muncul kembali, dan sang Jenderal berbicara padanya dengan bibir yang bergerak tapi tanpa suara.

(62) “Ikuti Ivan jika kau mau Tuan Rainsford,” kata Jenderal. “Aku baru saja akan makan malam ketika kau datang. Aku akan menunggumu. Kau akan tahu kalau baju ku pasti pas untukmu, aku pikir.”

(63) Ini sangat besar, kamar tidur yang beratapkan balok dengan tempat tidur yang cukup besar untuk enam orang yang Rainsford diikuti raksasa bisu. Ivan memberikan baju tidur, dan Rainsford, seperti yang ia katakan, dia melihat bahwa baju itu berasal dari seorang penjahit dari London yang biasanya memotong dan menjahit tidak untuk siapapun yang berada di bawah pangkat adipati.

(64) Di dalam ruang makan tempat Ivan menyambutnya ada banyak hal yang luar biasa. Tampak kemegahan dari abad pertengahan; itu dapat di lihat dari aula baron jaman feudal dengan panel kayunya, langit-langitnya yang tinggi, ruang meja makan luas yang dapat menampung tempat duduk untuk empat puluh orang. Aula yang dipasangi banyak kepala binatang—singa, harimau, gajah, rusa, beruang; spesies lebih besar atau yang lebih sempurna yang Rainsford belum pernah lihat sebelumnya. Jenderal sedang duduk di meja yang besar sendirian.

(8)

(66) Mereka memakan borsch2, makanan yang padat (kaya akan nutrisi), sup merah dengan wip krim selaras dengan selera orang Rusia. Dengan agak meminta maaf sang Jenderal berkata, “Kita mencoba untuk melakukan yang terbaik untuk mempertahankan keramahan terhadap peradaban di sini. Tolong maafkan segala kekurangannya. Kau tahu, kita semua terpencil. Apakah kau pikir sampanye telah menderita oleh perjalanan lautnya yang panjang?”

(67) “Tidak sedikit,” kata Rainsford. Dia tahu sang Jenderal adalah tuan rumah yang bijaksana dan ramah, benar-benar seorang kosmopolitan. Tapi ada satu sifat kecil dari Sang Jenderal yang membuat Rainsford tidak nyaman. Setiap kali dia mengalihkan pandangan dari piringnya, ia tahu bahwa sang Jenderal sedang mengamatinya, dan menilainya dengan seksama.

(68) “Mungkin,” kata Jenderal Zaroff, “Kau terkejut kalau aku mengenal namamu. Lihatlah, Aku membaca semua buku tentang berburu yang diterbitkan dalam Bahasa Inggris, Prancis dan Rusia. Aku memiliki satu gairah dalam hidupku Tuan Rainsford, dan itu adalah perburuan.”

(69) “Kau memiliki beberapa kepala buruan yang indah disini,” kata Rainsford sambil makan filet mignon yang matang. “Kerbau Afrika itu adalah yang terbesar yang pernah aku lihat.”

(70) “Oh, itu. Ya, dia adalah monster.” (71) “Apakah dia menyerangmu?”

(72) “Melemparkanku ke pohon,” kata Jenderal. “Mematahkan tulangku. Tetapi aku merasakan kekejamannya.”

(73) “Aku selalu berpikir,” kata Rainsford, “kalau tanduk kerbau itu adalah yang paling berbahaya dari semua binatang buruan yang besar.”

(74) Dalam beberapa saat Jenderal tidak menjawab; dia tersenyum heran dengan bibir merahnya. Lalu dia berkata dengan pelan, “Tidak. Anda salah, Tuan. Tanduk kerbau bukanlah binatang buruan yang paling besar dan berbahaya.” Dia minum anggurnya sedikit demi sedikit. “Inilah yang aku pertahankan di pulau ini,” katanya dengan nada rendah yang sama, “Aku memburu binatang buruan yang lebih berbahaya.”

(9)

(77) “Benarkah?”

(78) “Oh, sebenarnya itu tidak disini, tentu saja. Aku harus menjaga pulau itu.” (79) “Apa yang sudah Anda impor Jenderal?” tanya Rainsford. “Harimau?”

(80) Jenderal tersenyum. “Bukan,” katanya. “Berburu harimau menarik bagiku beberapa tahun yang lalu. Kau tahu, aku memanfaatkan semua kemungkinan yang ada. Tidak ada lagi sensasi untuk harimau, tidak ada bahaya yang nyata. Aku hidup untuk bahaya, tuan Rainsford.”

(81) Sang Jenderal mengambil sebuah kotak rokok emas dari kantongnya dan menawarkan kepada tamunya sebatang rokok hitam panjang dengan ujungnya yang keperakan; wangi dan menebarkan bau seperti dupa.

(82) “Kita akan memiliki beberapa modal untuk berburu, kau dan aku,” kata Jenderal. “Aku akan sangat senang jika komunitasmu juga ikut.”

(83) “Tapi binatang buruan apa—“tanya Rainsford.

(84) “Aku akan memberitahumu,” kata Jenderal. “Kau akan geli, aku tahu. Aku pikir aku mungkin mengatakan, dengan segala kerendahan hati, bahwa aku telah melakukan hal yang langka. Aku telah menemukan sensasi yang baru. Bolehkah aku menuangkan segelas anggur?”

(85) “Terimakasih, Jenderal.”

(10)

(87) Sang Jenderal menghembuskan asap rokoknya.

(88) “Aku meninggalkan Rusia setelah bencana menimpa negara itu, karena tidaklah bijak bagi seorang petugas dari Czar untuk tetap tinggal di sana. Banyak bangsawan Rusia yang kehilangan segalanya. Untungnya, aku sudah banyak berinvestasi saham dalam (perusahaan) sekuritas di Amerika, jadi aku tidak harus membuka kedai teh di Monte Carlo atau menjadi supir taksi di Paris. Tentunya aku terus berburu—beruang yang besar dan buas di pegunungan Rocky, buaya-buaya di sungai Gangga, dan badak di Afrika Timur. Di Afrika-lah seekor kerbau Afrika menyerangku dan membuatku terbaring selama enam bulan. Begitu sembuh aku mulai untuk memburu jaguar di Amazon, karena aku dengar mereka licik. Tapi tidak,” keluhnya. “Mereka sama sekali tidak cocok bagi seorang pemburu dengan yang pintar/berakal sehat, dan dengan senapan bertenaga tinggi. Aku sangat kecewa. Aku sedang berbaring di tenda dengan sakit di kepala suatu malam ketika pikiran buruk merasuki pikiranku. Berburu mulai membuatku bosan! Dan ingat! Berburu sudah menjadi hidupku. Aku dengar bahwa pengusaha di Amerika sering bangkrut ketika mereka menyerah dengan bisnis yang sudah menjadi hidup mereka.

(89) “Ya begitulah,” kata Rainsford.

(90) Sang jendral tersenyum. “Aku tidak berharap untuk hancur lebur,” katanya. “Aku harus melakukan sesuatu. Sekarang, pikiranku adalah pemikiran analitik, Tuan Rainsford. Tak diragukan lagi, itulah mengapa aku menikamati masalah pemburuan.”

(91) “Jangan ragu, Jenderal Zaroff.”

(92) “Jadi,” lanjut sang Jenderal, “Aku bertanya pada diriku sendiri mengapa berburu tak lagi menarik untukku. Kau jauh lebih muda dariku, Tuan Rainsford, dan belum terlalu banyak berburu, tapi mungkin kau bisa menebak jawabannya.”

(93) “Apa itu?”

(94) “Sederhananya begini: berburu bukan lagi suatu hal yang bisa kamu sebut olahraga. Itu terlalu gampang. Aku selalu mendapatkan buruanku. Selalu. Tidak ada yang lebih membosankan daripada kesempurnaan.”

(95) Sang Jenderal menyalakan rokok baru.

(11)

itu bukan alasan. Memikirkan hal ini adalah sebuah kejadian yang menyedihkan untukku, aku bisa memberitahumu.”

(97) Rainsford bersandar di atas meja, ia tertarik dengan apa yang tuan rumah katakan. (98) “Itu menginspirasiku mengenai apa yang harus aku lakukan,” lanjut Jenderal. (99) “Dan apa itu?”

(100) Sang jenderal tersenyum dengan tenang layaknya seorang yang telah mengahadapi rintangan dan melewatinya dengan sukses. “Aku harus menemukan buruan yang baru,” katanya.

(101) “Buruan baru? Kau bercanda.” “Tidak sama sekali,” kata Jenderal. “Aku tidak pernah bercanda soal berburu. Aku membutuhkan binatang baru. Aku telah menemukan satu. Itulah mengapa aku membeli pulau ini dan mendirikan rumah ini, dan di sinilah aku berburu. Pulau ini sangat sempurna untuk tujuanku—di sana ada hutan dengan jalan yang membingungkan, perbukitan, rawa-rawa—“

(102) “Tapi binatangnya Jenderal Zaroff?”

(103) “Oh,” kata sang Jenderal, “itu memberiku pengalaman berburu yang paling menyenangkan di dunia. Tidak ada perburuan yang bisa dibandingkan dengannya secara langsung. Setiap hari aku berburu dan aku tidak pernah merasa bosan sekarang, aku mempunyai binatang buruan yang sesuai dengan kekuatanku (kecerdasanku).”

(104) Wajah Rainsford menunjukkan kebingungan.

(105) “Aku ingin binatang buruan yang ideal,” jelas sang jenderal. “Jadi aku berkata, ‘binatang buruan seperti apa yang ideal?’ Dan jawabannya adalah, tentu saja ‘dia harus memiliki keberanian, cerdik, dan dari semua itu, dia harus bisa berpikir.’”

(106) “Tapi tidak ada binatang yang bisa berpikir,” kata Rainsford. (107) “Kawanku tersayang,” kata sang jenderal, “ada satu yang bisa.” (108) “Tapi kau tidak sungguh-sungguh kan—“ kata Rainsford. (109) “Mengapa tidak?”

(110) “Aku tidak percaya kau serius, Jenderal Zaroff. Ini lelucon yang mengerikan.” (111) “Mengapa aku harus main-main? Aku berbicara tentang perburuan”

(12)

(113) Sang jenderal tertawa bahagia. Dia menganggap Rainsford kebingungan. “Aku tidak percaya kalu seorang pemuda yang modern dan beradab tampaknya menyembunyikan ide romantik tentang nilai kehidupan manusia. Tentunya pengalamanmu dalam perang—“

(114) “Tidak membuatku memaafkan pembunuh berdarah dingin,” kata Rainsford dengan kaku.

(115) Sang jenderal tertawa terbahak-bahak. “Betapa sangat lucunya Anda!” kata sang jenderal. “Bahkan di Amerika sekarang, tidak satupun yang mengharapkan untuk menemukan seorang pria muda yang berpendidikan, dan senaif itu. Dan kalau boleh aku bilang dengan sudut pandang jaman Victoria pertengahan. Ini seperti menemukan kotak tembakau di mobil limosin. Ah, oke. kau pasti keturunan Puritan. Banyak orang Amerika yang sepertimu. Aku jamin kau akan melupakan idemu ketika kau pergi berburu denganku. Kau memiliki sensasi sejati baru yang belum terungkapkan dalam dirimu tuan Rainsford.”

(116) “Terima kasih, Aku seorang pemburu, bukan seorang pembunuh.”

(117) “Astaga!” kata sang jenderal cukup tenang, “kata yang menyenangkan itu lagi” Tapi aku pikir aku bisa menunjukkanmu bahwa keberatanmu itu tidak cukup beralasan.”

(118) “Iya?”

(119) “Hidup itu untuk orang kuat, untuk dijalani oleh yang kuat, dan jika di butuhkan akan diambil oleh yang kuat. Yang lemah dari dunia yang ditempatkan disini adalah untuk memberikan kesenangan bagi yang kuat. Aku kuat. Mengapa aku tidak menggunakan kelebihanku? Jika aku ingin berburu, mengapa tidak? Aku berburu sampah masyarakat: pelaut dari kapal gelandangan—lassars, orang berkulit hitam, Cina, kulit putih, blasteran— seekor kuda atau anjing yang berdarah murni lebih berharga daripada mereka.”

(120) “Tetapi mereka adalah manusia,” kata Rainsford dengan semangat.

(121) “Tepatnya,” kata Jenderal. “Itu kenapa aku menggunakan mereka. Itu memberikanku kesenangan. Mereka itu logis, mengikuti mode. Jadi mereka berbahaya.”

(122) “Tapi dimana kau mendapatkan mereka?”

(13)

(124) Rainsford pergi ke jendela dan melihat keluar kearah lautan.

(125) “Sang Jenderal tertawa. “Mereka menunjukkan sebuah terowongan,” katanya, “tak ada siapapun; bebatuan raksasa dengan pinggiran pisau cukur membungkuk seperti raksasa laut dengan mulut yang terbuka lebar. Mereka bisa menghancurkan sebuah kapal semudah aku menghancurkan kacang ini.” Dia menjatuhkan kenari di atas lantai kayu yang keras dan menginjaknya dengan tumitnya. “Oh, ya,” katanya, dengan santainya seperti sedang menjawab pertanyaan, “Aku punya listrik. Kita coba untuk tinggal disini.”

(126) “Para penduduk? Dan kau menembak manusia?

(127) Jejak kemarahan sang Jenderal terlihat dalam mata gelapnya, tapi itu hanya sebentar; dan dengan sopannya dia berkata, “Astaga, betapa budimannya Anda! Aku jamin aku tidak akan melakukan hal yang Anda sarankan. Itu sangat biadab. Aku menjamu para pengunjung ini dengan setiap pertimbangan masing-masing. Mereka mendapatkan banyak makanan dan olahraga. Mereka akan memiliki kondisi fisik yang bagus. Anda lihat sendiri besok.”

(128) “Apa maksudmu?”

(129) “Kita akan mengunjungi sekolah pelatihanku,” sang jenderal tersenyum. “Ada di ruang bawah tanah. Sekarang aku mempunyai sekitar selusin murid di bawah sana. Mereka dari keturunan Spanyol San Lucar yang memiliki nasib buruk untuk pergi ke bebatuan di luar sana. Dengan menyesal aku katakan, banyak kaum terbelakang disana. Bahan percobaan yang jelek dan lebih terbiasa di geladak (kapal) daripada di hutan.” Dia mengangkat tangannya dan Ivan yang melayani sebagai pelayan membawa kopi Turki yang kental. Rainsford berusaha untuk menahan sikapnya yang tidak serius.

(130) “Ini adalah sebuah permainan, paham,” kata Jenderal dengan lemah lembut, “Aku sarankan untuk salah satu dari mereka ikut kita berburu. Aku memberinya persediaan makanan dan pisau berburu yang sangat bagus. Aku memberinya tiga jam lebih awal. Aku menyusulnya dan hanya dengan senjata pistol caliber berjarak tembak paling kecil. Jika buruanku menghindariku selama tiga hari penuh, dia memenangkan permainan. Tetapi jika aku menemukannya”—sang Jenderal tersenyum—“Dia kalah.”

(131) “Seandainya dia menolak untuk diburu?”

(14)

pernah mendapatkan kehormatan untuk melayani sebagai knouter resmi ke Great White Czar, dan dia memiliki ide olahraga sendiri. Tanpa terkecuali Tuan Rainsford, mereka selalu memilih berburu.”

(133) “Dan jika mereka menang?”

(134) Senyum di wajah sang jenderal melebar. “Untuk saat ini aku tidak kalah,” katanya. Kemudian dia menambahkan dengan tergesa-gesa: “Aku tidak berharap kau berpikir aku seorang pembual, Rainsford. Banyak dari mereka hanya mampu menyortir masalah dasar. Adakalanya aku memukul suatu karang gigi. Satu orang hampir menang. Akhirnya aku harus menggunakan anjing.”

(135) “Anjing?”

(136) “Silahkan lewat sini. Aku akan menunjukkanmu.”

(137) Sang jenderal mengajak Rainsford ke jendela. Cahaya dari jendela-jendela terlihat berkelip-kelip membentuk pola aneh di halaman bawah, dan Rainsford bisa melihat sesuatu yang bergerak di sana sekitar selusin atau bentuk hitam yang begitu besar; saat mereka berbalik ke arahnya, mata mereka hijau bercahaya.

(138) “Cukup banyak, ku pikir,” sang jenderal mengamati.“Mereka dibiarkan keluar jam tujuh setiap malam. Jika ada orang yang mencoba masuk ke rumahku—atau keluar dari rumahku—sesuatu yang sangat disayangkan akan terjadi padanya.” Dia menyenandungkan sebagian lagu dari Folies Bergere.

(139) “Dan sekarang,” kata sang jenderal, “Aku ingin menunjukkanmu koleksi kepala terbaruku. Maukah ke perpustakaan denganku?”

(140) “Aku harap,” kata Rainsford, “bisakah kalau tidak malam ini Jenderal Zaroff. Aku merasa tidak enak badan.”

(141) “Ah, sungguh?” sang jenderal bertanya dengan khawatir. “Baik, aku rasa itu wajar setelah berenangmu yang lama. Kau butuh istirahat yang baik dan tidur yang nyenyak. Aku bertaruh, besok kau akan berasa seperti seorang pria yang baru. Kemudian kita akan berburu, kan? Aku punya satu prospek yang menjanjikan—“Rainsford bergegas keluar ruangan.

(15)

(143) Tempat tidurnya enak, dan baju tidur dengan sutra paling lembut dan dia lelah di setiap bagian badannya, namun demikian otak Rainsford tidak bisa tenang dengan candu tidur. Dia berbaring dengan mata yang terbuka lebar. Tiba-tiba dia merasa mendengar suara langkah-langkah mengendap-endap di koridor luar kamarnya. Dia berusaha untuk membuka pintu; tidak terbuka. Dia pergi ke jendela dan melihat keluar. Kamarnya berada di salah satu Menara yang tinggi. Lampu chateau terlihat sekarang dan itu sangat gelap dan sunyi; tetapi disana ada sebuah belahan bulan yang pucat, dan dengan cahayanya yang pudar dia dapat melihat ke halaman dengan samar-samar. Disana, ada bayangan hitam yang keluar masuk tanpa suara; anjing-anjing mendengarnya di jendela dan melihat keatas dengan mata hijau mereka. Rainsford kembali ke tempat tidur dan berbaring. Dia mencoba banyak cara untuk tidur. Dia baru bisa tidur ketika pagi mulai datang. Jauh dari dalam hutan dia samar-samar mendengar letusan sebuah senapan.

(144) Jenderal Zaroff tidak muncul sampai jam makan siang. Dia berpakaian sangat rapi dengan jaket wol khas kotanya. Dia khawatir dengan kondisi kesehatan Rainsford.

(145) “Bagiku,” keluh Jenderal, “Aku merasa kurang sehat. Aku khawatir, Tuan Rainsford. Aku merasakan jejak dari keluhanku yang sudah lama semalam.”

(146) Dengan tatapan penuh tanya Tuan Rainsford berkata, “bosan.”

(147) Setelah sejenak menikmati crêpes Suzette, sang jenderal menjelaskan: “Perburuan semalam tidaklah baik. Pekerja meninggal. Dia meninggalkan jejak yang sama sekali tidak menimbulkan masalah. Itu merupakan persoalan para pekerja: yang memiliki otak tumpul, dan tidak tahu harus melakukan apa di hutan. Mereka sangat bodoh dan itu jelas sekali. Ini sangat menjengkelkan. Apakah anda menginginkan satu gelas Chablis lagi, Tuan Rainsford?

(148) “Jenderal,” Rainsford berkata dengan sungguh-sungguh, “Aku harap bisa segera meninggalkan pulau ini dalam sekejap.”

(149) Sang jenderal mengangkat alis tebalnya; dia tampak terluka. “Tapi, kawanku,” protes Jenderal, “Kau baru saja datang. Belum pernah berburu--”

(150) “Aku ingin pergi hari ini,” kata Rainsford. Mengamati sang jendral, dia melihat mata hitam yang kosong. Tiba-tiba wajah Jenderal Zaroff terlihat gembira.

(16)

(153) Rainsford menggelengkankepalanya dan berkata, “Tidak Jenderal, aku tidak mau berburu.”

(154) Jenderal mengangkat bahunya dan dengan nyaman memakan anggur yang berasal dari rumah kaca. “Seperti yang kau inginkan, temanku,” kata Jenderal. “Keputusan sepenuhnya ada padamu. Tapi aku berspekulasi bahwa kau akan menganggap ideku ini lebih menyenangkan dari pada ide Ivan.”

(155) Dia mengangguk ke sudut tempat si raksasa (Ivan) berdiri, mengerutkan dahi, lengannya yang besar menyilang di dada besarnya.

(156) “Kau tidak bermaksud--” teriak Rainsford.

(157) “Temanku tersayang,” kata Jenderal, “bukankah aku sudah memberi tahumu bahwa aku selalu bersungguh-sungguh saat membicarakan tentang berburu? Sebuah inspirasi yang nyata. Akhirnya, aku bersulang untuk seorang musuh yang sepantas dengan baju bajaku.” Sang jenderal mengangkat gelasnya, tapi Rainsford hanya duduk dan memandanginya.

(158) “Kau akan tahu bahwa permainan ini cukup berharga untuk dimainkan,” sang jenderal berkata dengan antusiasnya. “Otakmu berlawanan/menantang dengan otakku, begitu juga dengan pionmu. Kekuatan dan staminamu juga melawan milikku. Bagaikan permainan catur yang nyata. Dan taruhannya bukan tanpa nilai, kan?”

(159) “Dan jika aku menang--” Rainsford menjawab berbisik-bisik.

(160) “Aku akan merasa senang mengakui kekalahanku jika aku tidak menemukanmu di malam ketiga nanti,” kata jenderal Zaroff.” “Sekociku akan mengantarkanmu ke daratan dekat kota.” Sang Jenderal membaca apa yang sedang dipikirkan Rainsford.

(161) “Oh, kau bisa mempercayaiku,” kata Cossack. “Aku akan memberimu kata-kataku sebagai seorang pria dan seorang olahragawan. Pastinya, sebagai gantinya kau harus setuju untuk tak mengatakan apapun tentang kunjunganmu kesini.”

(162) “Aku setuju untuk hal semacam itu,” kata Rainsford.

(163) “Oh,” kata Jenderal, “dalam hal itu—Tapi kenapa kita membicarakannya sekarang? Tiga hari maka kita bisa membicarakannya dengan sebotol Veuve Cliquot, kecuali jika--“

(164) Sang Jenderal meminum anggurnya sedikit-sedikit.

(17)

meninggalkan lebih sedikit jejak. Aku juga sarankan supaya kau menjauhi rawa besar yang ada di sudut tenggara pulau. Kami menyebutnya Rawa Kematian. Ada pasir hisap disana. Temanku yang bodoh pernah mencobanya. Bagian yang menyedihkan dari itu bahwa

Lazarus mengikutinya. Kau dapat membayangkan perasaanku Tuan Rainsford. Aku

menyanyangi Lazarus; dia adalah salah satu anjing terbaikku. Yah aku harus memohon padamu untuk memaafkanku. Aku selalu tidur siang setelah makan siang. Aku takut kau akan susah punya waktu untuk tidur siang. Kalau kau mau mulai, jangan ragu-ragu. Aku tidak akan mengikutimu sampai senja. Berburu saat malam hari jauh lebih menarik daripada siang hari, bukankah begitu? Sampai ketemu lagi, Tuan Rainsford, sampai ketemu lagi.” Dengan membungkuk sopan dan, Jenderal Zaroff pergi meninggalkan ruangan.

(166) Dari pintu lain datanglah Ivan. Salah satu tangannya ia membawa pakaian berburu khaki/pakaian coklat kekuning-kuningan, sebuah kantung makanan, sarung kulit berisi pisau berburu berbilah panjang dan tangan kanannya memegang senapan di sabuk merah tua yang melingkar di pinggangnya.

(167) Rainsford telah berjuang melewati semak-semak selama dua jam. “Aku harus bertahan. Aku harus bertahan,” katanya dengan gigi geram.

(168) Dia belum sepenuhnya sadar ketika gerbang chateau dibelakangnya menutup. Pada awalnya, idenya untuk menjaga jarak dengan Jenderal Zaroff; dan akhirnya dia terjatuh dan kemudian dia ditopang oleh sesuatu yang tajam yang terlihat menggelisahkan. Sekarang ia dapat mengendalikan dirinya sendiri, dia berhenti, menyiapkan dirinya sendiri dan juga dengan keadaan. Dia pikir kalau pelariannya sia-sia, mau tak mau itu akan membawanya berhadapan dengan laut. Dia berada di sebuah gambar dengan bingkai laut dan pastinya apapun yang dia rencanakan, tak akan jauh-jauh dari laut.

(18)

dengan rubah, dan sekarang aku harus bermain dengan kucing dari dongeng.” Di dekat sebuah pohon besar dengan batang yang besar dan cabang yang terhampar dan berhati-hati untuk tidak meninggalkan bekas sekecil apapun, dia memanjat ke atas cabang pohon dan berbaring di salah satu dahan pohon yang lebar/besar, beristirahat dalam batas tertentu. Istirahat memberikannya kepercayaan diri yang baru dan hampir rasa kewaspadaan. Bahkan Jendral Zaroff seorang pemburu yang sangat rajin tidak bisa melacaknya disana, katanya pada dirinya sendiri; hanya setanlah yang bisa mengikuti jejaknya yang rumit itu melewati hutan saat malam hari. Tapi mungkin sang Jenderal adalah setan--

(170) Malam yang menakutkan berjalan lambat seperti ular yang terluka dan rasa kantuk tidak menghampiri Rainsford, meskipun keheningan akan dunia yang mati ada di hutan. Menjelang pagi ketika abu-abu suram menghiasi langit, suara kicauan beberapa ekor burung yang mengagetkan mengalihkan perhatian Rainsford ke arah suara tersebut. Sesuatu datang melalui semak-semak, perlahan-lahan dan hati-hati datang dengan cara berliku sama seperti Rainsford. Dia menempelkan dirinya pada dahan pohon dan dedaunan yang hampir setebal permadani, dia melihat…. Yang mendekat itu adalah seorang pria.

(171) Itu adalah Jenderal Zaroff. Dia berjalan dengan matanya yang tetap berkonsetrasi penuh pada jalan didepannya. Dia berhenti sejenak, di bawah pohon dia berlutut dan mencermati tanahnya. Urat nadi/denyut Rainsford adalah untuk melemparkannya ke bawah seperti macan kumbang, tetapi dia melihat tangan kanan sang Jenderal memegang sesuatu yang metalik—sebuah pistol.

(172) Sang pemburu menggelengkan kepalanya beberapa kali, seolah-olah dia kebingungan. Kemudian dia berdiri dan mengambil salah satu rokok hitamnya dari kotaknya; aroma dupa ini menyengat seperti asap yang mengambang di lubang hidung Rainsford.

(19)

(174) Udara yang tertahan menyeruak dengan panasnya dari paru-paru Rainsford. Pikirnya membuatnya merasa sakit dan mati rasa. Sang Jenderal bisa mengikuti jejak di hutan pada malam hari; dia bisa mengikuti jejak yang sangat rumit; dia pasti memiliki kekuatan yang luar biasa. Hanya dengan sedikit kesempatan saja Cossack gagal untuk melihat buruannya.

(175) Pikiran Rainsford selanjutnya bahkan lebih mengerikan. Itu membuat badannya merinding. Mengapa Jenderal tersenyum? Mengapa dia kembali?

(176) Rainsford tidak ingin percaya dengan kebenaran yang dikatakan oleh akalnya. Sang Jenderal sedang bermain dengannya! Sang Jenderal menyelamatkan dia untuk olahraga di lain hari! Si Cossack adalah pemburu; dan dia (Rainsford) adalah buruannya. Maka itulah yang Rainsford tahu tentang arti dari terror sebenarnya.

(177) “Aku tidak akan takut. Tidak akan.”

(178) Dia meluncur turun dari pohon dan kembali kedalam hutan. Wajahnya sudah siap dan dia memaksa pikirannya untuk bekerja. Dia berhenti di tiga ratus yard dari tempat persembunyiannya dimana sebuah pohon besar yang mati dan berbahaya bersandar pada pohon lebih kecil yang masih hidup. Rainsford melemparkan kantung makanannya dan mengambil pisau dari sarungnya dan mulai bekerja dengan semua kekuatannya.

(179) Akhirnya pekerjaannya selesai dan ia melemparkan dirinya sendiri ke balik pohon tumbang sejauh seratus kaki. Dia tidak harus menunggu lama. Si kucing sudah datang lagi untuk bermain dengan si tikus.

(20)

bahunya yang cedera dan Rainsford dengan rasa takutnya yang menguasai dirinya, mendengar tertawa ejekan sang Jenderal dari dalam hutan.

(181) “Rainsford,” panggil sang Jenderal, “jika kau mendengar suaraku; aku rasa kau mendengarnya, biarkan aku mengucapkan selamat padamu. Tidak banyak pria tahu bagaimana membuat perangkap melayu untuk menangkap orang. Sungguh beruntung bagiku, aku, aku juga pernah diburu di Malacca. Kau terbukti menarik, Tuan Rainsford. Aku pergi sekarang untuk membalut lukaku; Ini cuma luka kecil. Tapi aku akan kembali. Aku akan kembali.”

(182) Ketika sang Jenderal mengobati bahunya yang memar, Rainsford kembali meneruskan perjalanannya. Perjalanan yang tidak menyenangkan dan tanpa harapan membawanya selama berjam-jam. Senja datang kemudian kegelapan dan dia masih tertekan. Tanah di bawah sepatu sandalnya tumbuh lebih lembut; tumbuh-tumbuhan tumbuh lebih padat dan serangga menggigitnya dengan kejam.

(183) Kemudian, saat dia melangkah maju, kakinya tenggelam kedalam lumpur. Dia mencoba untuk menariknya kembali, tetapi kotoran itu menghisap kakinya dengan kejam seolah-olah itu adalah lintah raksasa. Dengan usaha keras dia menarik kakinya. Dia tahu dimana dia sekarang. Rawa Kematian dan pasir apung.

(184) Tangannya tertutup rapat seolah keberaniannya adalah sesuatu yang nyata bahwa seseorang di kegelapan sedang mencoba untuk menariknya dari genggamannya. Kelembutan bumi telah memberinya sebuah ide. Dia mundur dari pasirnya beberapa langkah atau lebih dan seperti beberapa berang-berang prasejarah yang besar, dia mulai menggali.

(21)

(186) Dia tahu pemburunya datang; dia mendengar suara hentakkan kaki di permukaan tanah lembut, dan angin malam membawanya pada bau wangi rokok sang Jenderal. Bagi Rainsford tampaknya sang Jenderal datang dengan kecepatan yang tidak biasa; dia tidak merasa jalan bersama, langkah demi langkah. Rainsford yang berjongkok di sana tidak bisa melihat sang Jenderal, dia juga tidak bisa melihat lubangnya. Dia sangat cepat. Kemudian dia serasa ingin menangis keras dengan sukacita, karena dia mendengar ketajaman bunyi dari patahan cabang dengan jelas sebagai penutup jalan lubang; dia mendengar tajamnya teriakan kesakitan saat ujung runcing anak pohon melukainya. Dia melompat dari tempat persembunyiannya. Lalu dia gemetar ketakutan lagi. Seorang pria berdiri tiga langkah dari lubang, dengan obor listrik di tangannya.

(187) “Kau sudah menyelesaikannya dengan baik Rainsford,” kata sang Jenderal. “Lubang harimau Burmamu telah di akui salah satu anjing terbaikku. Sekali lagi Anda mencetak poin. Tuan Rainsford, aku pikir aku akan melihat apa yang bisa kau lakukan terhadap seluruh paketku. Aku akan pulang untuk beristirahat sekarang. Terima kasih untuk malam yang paling menghibur.”

(188) Saat fajar, Rainsford berbaring di dekat rawa dan dibangunkan oleh suara yang membuatnya tahu kalau dia memiliki hal-hal baru untuk belajar tentang rasa takut. Itu adalah suara yang jauh, samar dan bimbang, tetapi dia mengetahuinya. Itu adalah gonggongan dari sekumpulan anjing.

(189) Rainsford tahu dia bisa melakukan salah satu dari dua hal. Dia bisa tinggal dimanapun dan menunggu. Itu bunuh diri. Dia bisa melarikan diri. Itu adalah menunda yang tak terelakkan. Sesaat dia berdiri disana dan berpikir. Sebuah ide yang membiarkan kesempatan gila datang padanya dan sambil mengencangkan ikat pinggangnya, dia melangkah jauh dari rawa.

(22)

(191) Sebentar lagi mereka akan mendekat. Pikirannya panik. Dia memikirkan trik alam yang telah ia pelajari di Uganda. Dia meluncur turun dari pohon. Dia menangkap anak pohon elastis dan dia mengikat pisau berburunya, dengan mata pisau menunjuk ke bawah jalan; dengan sedikit tanaman anggur liar dia mengikatnya ke belakang pohon muda itu. Kemudian dia berlari untuk keselamatannya. Anjing-anjing menggonggong saat mereka mencium aroma segar. Rainsford sekarang tahu bagaimana perasaan seekor binatang saat menggonggong.

(192) Dia harus berhenti untuk bernafas. Gonggongan anjing-anjing tiba-tiba berhenti, dan jantung Rainsford berhenti berdetak juga. Mereka harusnya sudah terkena pisau.

(193) Dia terlihat penuh semangat memanjat pohon dan melihat kebelakang. Pemburunya sudah berhenti. Tapi harapan di dalam otak Rainsford itu mati ketika dia memanjat, karena ia melihat di lembah (tempat dangkal) bahwa Jenderal Zaroff masih berdiri. Tetapi Ivan tidak. Pisaunya didorong mundur oleh pohon semak, tidak sepenuhnya gagal.

(194) Rainsford hampir jatuh terguling ketika kawanan anjing itu mulai menggonggong lagi.

(195) “Berani, berani, berani!” dia terengah-engah sambil berlari. Terlihat sebuah celah biru di antara pohon mati di depan yang justru mengundang kawanan anjing itu semakin dekat. Rainsford memaksa dirinya sendiri ke arah celah itu. Dia mencapainya. Itu adalah tepi laut. Diseberang teluk kecil dia bisa melihat batu chateau abu-abu suram. Dua puluh kaki dibawahnya laut bergemuruh dan mendesis. Rainsford ragu-ragu. Kemudian dia melompat jauh ke laut…

(196) Ketika sang Jenderal dan kumpulannya mencapai tempatnya dekat laut, Cossack berhenti. Untuk beberapa menit dia berdiri mengenai permukaan air biru kehijauan. Dia mengangkat bahunya. Kemudian duduk, mengambil minum brendi (minuman keras) dari botol peraknya, menyalakan rokok, dan sedikit bersenandung/bergumam dari Madame Butterfly.

(23)

bermain permainan—jadi pikir sang Jenderal saat ia mencicipi sopi manis setelah makan malam. Di perpustakaan dia membaca, untuk menenangkan dirinya, dari karya-karya Marcus Aurelius. Pada jam sepuluh dia pergi ke kamar tidurnya. Dia lelah, dia berkata pada

dirinya sendiri saat dia mengunci dirinya di dalam. Ada sedikit cahaya bulan, jadi, sebelum menyalakan lampu, dia berjalan ke jendela dan melihat ke halaman di bawah. Dia bisa melihat anjing-anjing besar, dan dia berkata “Semoga beruntung di lain waktu,” kepada mereka. Kemudian dia menyalakan lampunya.

(198) Seorang laki-laki, yang bersembunyi dalam tirai tempat tidur sedang berdiri di sebelah sana.

(199) “Rainsford!” teriak Jenderal. “Bagaimana bisa kamu sampai disini?”

(200) “Berenang,” kata Rainsford. “Aku merasa itu lebih cepat daripada jalan menyusuri hutan.”

(201) Jenderal menghela nafas dan tersenyum. “Selamat!” katanya. “Kamu memenangkan permainan ini.”

(202) Rainsford tidak tersenyum. “Aku tetap binatang buas dalam jebakan,” katanya merendah, dengan suara yang serak. “Bersiaplah, Jenderal Zaroff.”

(203) Sang jendral membungkuk memberikan sebuah penghormatan yang terdalam. “Aku tahu,” katanya. “Baik sekali! Salah satu dari kita akan menyiapkan jamuan makan untuk anjing-anjing. Yang lainnya akan beristirahat di Kasur yang sangat bagus ini. Berjaga-jaga, Rainsford.”. . .

(24)

B. SOURCE TEXT

The Most Dangerous Game

(1) "OFF THERE to the right--somewhere--is a large island," said Whitney." It's rather a mystery--"

(2) "What island is it?" Rainsford asked.

(3) "The old charts call it `Ship-Trap Island,"' Whitney replied." A suggestive name, isn't it? Sailors have a curious dread of the place. I don't know why. Some superstition--"

(4) "Can't see it," remarked Rainsford, trying to peer through the dank tropical night that was palpable as it pressed its thick warm blackness in upon the yacht.

(5) "You've good eyes," said Whitney, with a laugh," and I've seen you pick off a moose moving in the brown fall bush at four hundred yards, but even you can't see four miles or so through a moonless Caribbean night."

(6) "Nor four yards," admitted Rainsford. "Ugh! It's like moist black velvet."

(7) "It will be light enough in Rio," promised Whitney. "We should make it in a few days. I hope the jaguar guns have come from Purdey's. We should have some good hunting up the Amazon. Great sport, hunting."

(8) "The best sport in the world," agreed Rainsford.

(9) "For the hunter," amended Whitney. "Not for the jaguar."

(10) "Don't talk rot, Whitney," said Rainsford. "You're a big-game hunter, not a philosopher. Who cares how a jaguar feels?"

(11) "Perhaps the jaguar does," observed Whitney. (12) "Bah! They've no understanding."

(13) "Even so, I rather think they understand one thing--fear. The fear of pain and the fear of death."

(14) "Nonsense," laughed Rainsford. "This hot weather is making you soft, Whitney. Be a realist. The world is made up of two classes--the hunters and the huntees. Luckily, you and I are hunters. Do you think we've passed that island yet?"

(15) "I can't tell in the dark. I hope so." (16) "Why?" asked Rainsford.

(25)

(19) "Hardly. Even cannibals wouldn't live in such a God-forsaken place. But it's gotten into sailor lore, somehow. Didn't you notice that the crew's nerves seemed a bit jumpy today?"

(20) "They were a bit strange, now you mention it. Even Captain Nielsen--"

(21) "Yes, even that tough-minded old Swede, who'd go up to the devil himself and ask him for a light. Those fishy blue eyes held a look I never saw there before. All I could get out of him was `This place has an evil name among seafaring men, sir.' Then he said to me, very gravely, `Don't you feel anything?'--as if the air about us was actually poisonous. Now, you mustn't laugh when I tell you this--I did feel something like a sudden chill.

(22) "There was no breeze. The sea was as flat as a plate-glass window. We were drawing near the island then. What I felt was a--a mental chill; a sort of sudden dread."

(23) "Pure imagination," said Rainsford.

(24) "One superstitious sailor can taint the whole ship's company with his fear."

(25) "Maybe. But sometimes I think sailors have an extra sense that tells them when they are in danger. Sometimes I think evil is a tangible thing--with wave lengths, just as sound and light have. An evil place can, so to speak, broadcast vibrations of evil. Anyhow, I'm glad we're getting out of this zone. Well, I think I'll turn in now, Rainsford."

(26) "I'm not sleepy," said Rainsford. "I'm going to smoke another pipe up on the afterdeck."

(27) "Good night, then, Rainsford. See you at breakfast." (28) "Right. Good night, Whitney."

(29) There was no sound in the night as Rainsford sat there but the muffled throb of the engine that drove the yacht swiftly through the darkness, and the swish and ripple of the wash of the propeller.

(30) Rainsford, reclining in a steamer chair, indolently puffed on his favorite brier. The sensuous drowsiness of the night was on him." It's so dark," he thought, "that I could sleep without closing my eyes; the night would be my eyelids--"

(26)

(32) Rainsford sprang up and moved quickly to the rail, mystified. He strained his eyes in the direction from which the reports had come, but it was like trying to see through a blanket. He leaped upon the rail and balanced himself there, to get greater elevation; his pipe, striking a rope, was knocked from his mouth. He lunged for it; a short, hoarse cry came from his lips as he realized he had reached too far and had lost his balance. The cry was pinched off short as the blood-warm waters of the Caribbean Sea dosed over his head. (33) He struggled up to the surface and tried to cry out, but the wash from the speeding yacht slapped him in the face and the salt water in his open mouth made him gag and strangle. Desperately he struck out with strong strokes after the receding lights of the yacht, but he stopped before he had swum fifty feet. A certain coolheadedness had come to him; it was not the first time he had been in a tight place. There was a chance that his cries could be heard by someone aboard the yacht, but that chance was slender and grew more slender as the yacht raced on. He wrestled himself out of his clothes and shouted with all his power. The lights of the yacht became faint and ever-vanishing fireflies; then they were blotted out entirely by the night.

(34) Rainsford remembered the shots. They had come from the right, and doggedly he swam in that direction, swimming with slow, deliberate strokes, conserving his strength. For a seemingly endless time he fought the sea. He began to count his strokes; he could do possibly a hundred more and then—

(35) Rainsford heard a sound. It came out of the darkness, a high screaming sound, the sound of an animal in an extremity of anguish and terror.

(36) He did not recognize the animal that made the sound; he did not try to; with fresh vitality he swam toward the sound. He heard it again; then it was cut short by another noise, crisp, staccato.

(37) "Pistol shot," muttered Rainsford, swimming on.

(27)

jungle came down to the very edge of the cliffs. What perils that tangle of trees and underbrush might hold for him did not concern Rainsford just then. All he knew was that he was safe from his enemy, the sea, and that utter weariness was on him. He flung himself down at the jungle edge and tumbled headlong into the deepest sleep of his life.

(39) When he opened his eyes he knew from the position of the sun that it was late in the afternoon. Sleep had given him new vigor; a sharp hunger was picking at him. He looked about him, almost cheerfully.

(40) "Where there are pistol shots, there are men. Where there are men, there is food," he thought. But what kind of men, he wondered, in so forbidding a place? An unbroken front of snarled and ragged jungle fringed the shore.

(41) He saw no sign of a trail through the closely knit web of weeds and trees; it was easier to go along the shore, and Rainsford floundered along by the water. Not far from where he landed, he stopped.

(42) Some wounded thing--by the evidence, a large animal--had thrashed about in the underbrush; the jungle weeds were crushed down and the moss was lacerated; one patch of weeds was stained crimson. A small, glittering object not far away caught Rainsford's eye and he picked it up. It was an empty cartridge.

(43) "A twenty-two," he remarked. "That's odd. It must have been a fairly large animal too. The hunter had his nerve with him to tackle it with a light gun. It's clear that the brute put up a fight. I suppose the first three shots I heard was when the hunter flushed his quarry and wounded it. The last shot was when he trailed it here and finished it."

(44) He examined the ground closely and found what he had hoped to find--the print of hunting boots. They pointed along the cliff in the direction he had been going. Eagerly he hurried along, now slipping on a rotten log or a loose stone, but making headway; night was beginning to settle down on the island.

(28)

outlines of a palatial chateau; it was set on a high bluff, and on three sides of it cliffs dived down to where the sea licked greedy lips in the shadows.

(46) "Mirage," thought Rainsford. But it was no mirage, he found, when he opened the tall spiked iron gate. The stone steps were real enough; the massive door with a leering gargoyle for a knocker was real enough; yet above it all hung an air of unreality.

(47) He lifted the knocker, and it creaked up stiffly, as if it had never before been used. He let it fall, and it startled him with its booming loudness. He thought he heard steps within; the door remained closed. Again Rainsford lifted the heavy knocker, and let it fall. The door opened then--opened as suddenly as if it were on a spring--and Rainsford stood blinking in the river of glaring gold light that poured out. The first thing Rainsford's eyes discerned was the largest man Rainsford had ever seen--a gigantic creature, solidly made and black bearded to the waist. In his hand the man held a long-barreled revolver, and he was pointing it straight at Rainsford's heart.

(48) Out of the snarl of beard two small eyes regarded Rainsford.

(49) "Don't be alarmed," said Rainsford, with a smile which he hoped was disarming. "I'm no robber. I fell off a yacht. My name is Sanger Rainsford of New York City."

(50) The menacing look in the eyes did not change. The revolver pointing as rigidly as if the giant were a statue. He gave no sign that he understood Rainsford's words, or that he had even heard them. He was dressed in uniform--a black uniform trimmed with gray astrakhan.

(51) "I'm Sanger Rainsford of New York," Rainsford began again. "I fell off a yacht. I am hungry."

(52) The man's only answer was to raise with his thumb the hammer of his revolver. Then Rainsford saw the man's free hand go to his forehead in a military salute, and he saw him click his heels together and stand at attention. Another man was coming down the broad marble steps, an erect, slender man in evening clothes. He advanced to Rainsford and held out his hand.

(53) In a cultivated voice marked by a slight accent that gave it added precision and deliberateness, he said, "It is a very great pleasure and honor to welcome Mr. Sanger Rainsford, the celebrated hunter, to my home."

(29)

(55) "I've read your book about hunting snow leopards in Tibet, you see," explained the man. "I am General Zaroff."

(56) Rainsford's first impression was that the man was singularly handsome; his second was that there was an original, almost bizarre quality about the general's face. He was a tall man past middle age, for his hair was a vivid white; but his thick eyebrows and pointed military mustache were as black as the night from which Rainsford had come. His eyes, too, were black and very bright. He had high cheekbones, a sharpcut nose, a spare, dark face--the face of a man used to give orders, the face of an aristocrat. Turning to the giant in uniform, the general made a sign. The giant put away his pistol, saluted, withdrew.

(57) "Ivan is an incredibly strong fellow," remarked the general, "but he has the misfortune to be deaf and dumb. A simple fellow, but, I'm afraid, like all his race, a bit of a savage."

(58) "Is he Russian?"

(59) "He is a Cossack," said the general, and his smile showed red lips and pointed teeth. "So am I."

(60) "Come," he said, "we shouldn't be chatting here. We can talk later. Now you want clothes, food, rest. You shall have them. This is a most-restful spot."

(61) Ivan had reappeared, and the general spoke to him with lips that moved but gave forth no sound.

(62) "Follow Ivan, if you please, Mr. Rainsford," said the general. "I was about to have my dinner when you came. I'll wait for you. You'll find that my clothes will fit you, I think." (63) It was to a huge, beam-ceilinged bedroom with a canopied bed big enough for six men that Rainsford followed the silent giant. Ivan laid out an evening suit, and Rainsford, as he put it on, noticed that it came from a London tailor who ordinarily cut and sewed for none below the rank of duke.

(30)

(65) "You'll have a cocktail, Mr. Rainsford," he suggested. The cocktail was surpassingly good; and, Rainsford noted, the table appointments were of the finest--the linen, the crystal, the silver, the china.

(66) They were eating borsch, the rich, red soup with whipped cream so dear to Russian palates. Half apologetically General Zaroff said, "We do our best to preserve the amenities of civilization here. Please forgive any lapses. We are well off the beaten track, you know. Do you think the champagne has suffered from its long ocean trip?"

(67) "Not in the least," declared Rainsford. He was finding the general a most thoughtful and affable host, a true cosmopolite. But there was one small trait of the general's that made Rainsford uncomfortable. Whenever he looked up from his plate he found the general studying him, appraising him narrowly.

(68) "Perhaps," said General Zaroff, "you were surprised that I recognized your name. You see, I read all books on hunting published in English, French, and Russian. I have but one passion in my life, Mr. Rainsford, and it is the hunt."

(69) "You have some wonderful heads here," said Rainsford as he ate a particularly well-cooked filet mignon. " That Cape buffalo is the largest I ever saw."

(70) "Oh, that fellow. Yes, he was a monster." (71) "Did he charge you?"

(72) "Hurled me against a tree," said the general. "Fractured my skull. But I got the brute."

(73) "I've always thought," said Rainsford, "that the Cape buffalo is the most dangerous of all big game."

(74) For a moment the general did not reply; he was smiling his curious red-lipped smile. Then he said slowly, "No. You are wrong, sir. The Cape buffalo is not the most dangerous big game." He sipped his wine. "Here in my preserve on this island," he said in the same slow tone, "I hunt more dangerous game."

(75) Rainsford expressed his surprise. "Is there big game on this island?" (76) The general nodded. "The biggest."

(77) “Really?"

(31)

(80) The general smiled. "No," he said. "Hunting tigers ceased to interest me some years ago. I exhausted their possibilities, you see. No thrill left in tigers, no real danger. I live for danger, Mr. Rainsford."

(81) The general took from his pocket a gold cigarette case and offered his guest a long black cigarette with a silver tip; it was perfumed and gave off a smell like incense.

(82) "We will have some capital hunting, you and I," said the general. "I shall be most glad to have your society."

(83) "But what game--" began Rainsford.

(84) "I'll tell you," said the general. "You will be amused, I know. I think I may say, in all modesty, that I have done a rare thing. I have invented a new sensation. May I pour you another glass of port?"

(85) "Thank you, general."

(86) The general filled both glasses, and said, "God makes some men poets. Some He makes kings, some beggars. Me He made a hunter. My hand was made for the trigger, my father said. He was a very rich man with a quarter of a million acres in the Crimea, and he was an ardent sportsman. When I was only five years old he gave me a little gun, specially made in Moscow for me, to shoot sparrows with. When I shot some of his prize turkeys with it, he did not punish me; he complimented me on my marksmanship. I killed my first bear in the Caucasus when I was ten. My whole life has been one prolonged hunt. I went into the army--it was expected of noblemen's sons--and for a time commanded a division of Cossack cavalry, but my real interest was always the hunt. I have hunted every kind of game in every land. It would be impossible for me to tell you how many animals I have killed."

(87) The general puffed at his cigarette.

(32)

"They were no match at all for a hunter with his wits about him, and a high-powered rifle. I was bitterly disappointed. I was lying in my tent with a splitting headache one night when a terrible thought pushed its way into my mind. Hunting was beginning to bore me! And hunting, remember, had been my life. I have heard that in America businessmen often go to pieces when they give up the business that has been their life."

(89) "Yes, that's so," said Rainsford.

(90) The general smiled. "I had no wish to go to pieces," he said. "I must do something. Now, mine is an analytical mind, Mr. Rainsford. Doubtless that is why I enjoy the problems of the chase."

(91) "No doubt, General Zaroff."

(92) "So," continued the general, "I asked myself why the hunt no longer fascinated me. You are much younger than I am, Mr. Rainsford, and have not hunted as much, but you perhaps can guess the answer."

(93) "What was it?"

(94) "Simply this: hunting had ceased to be what you call `a sporting proposition.' It had become too easy. I always got my quarry. Always. There is no greater bore than perfection."

(95) The general lit a fresh cigarette.

(96) "No animal had a chance with me any more. That is no boast; it is a mathematical certainty. The animal had nothing but his legs and his instinct. Instinct is no match for reason. When I thought of this it was a tragic moment for me, I can tell you."

(97) Rainsford leaned across the table, absorbed in what his host was saying. (98) "It came to me as an inspiration what I must do," the general went on. (99) "And that was?"

(100) The general smiled the quiet smile of one who has faced an obstacle and surmounted it with success. "I had to invent a new animal to hunt," he said.

(101) "A new animal? You're joking." "Not at all," said the general. "I never joke about hunting. I needed a new animal. I found one. So I bought this island built this house, and here I do my hunting. The island is perfect for my purposes--there are jungles with a maze of traits in them, hills, swamps--"

(33)

(103) "Oh," said the general, "it supplies me with the most exciting hunting in the world. No other hunting compares with it for an instant. Every day I hunt, and I never grow bored now, for I have a quarry with which I can match my wits."

(104) Rainsford's bewilderment showed in his face.

(105) "I wanted the ideal animal to hunt," explained the general. "So I said, `What are the attributes of an ideal quarry?' And the answer was, of course, `It must have courage, cunning, and, above all, it must be able to reason."

(106) "But no animal can reason," objected Rainsford.

(107) "My dear fellow," said the general, "there is one that can." (108) "But you can't mean--" gasped Rainsford.

(109) "And why not?"

(110) "I can't believe you are serious, General Zaroff. This is a grisly joke." (111) "Why should I not be serious? I am speaking of hunting."

(112) "Hunting? Great Guns, General Zaroff, what you speak of is murder."

(113) The general laughed with entire good nature. He regarded Rainsford quizzically. "I refuse to believe that so modern and civilized a young man as you seem to be harbors romantic ideas about the value of human life. Surely your experiences in the war--"

(114) "Did not make me condone cold-blooded murder," finished Rainsford stiffly. (115) Laughter shook the general. "How extraordinarily droll you are!" he said. "One does not expect nowadays to find a young man of the educated class, even in America, with such a naive, and, if I may say so, mid-Victorian point of view. It's like finding a snuffbox in a limousine. Ah, well, doubtless you had Puritan ancestors. So many Americans appear to have had. I'll wager you'll forget your notions when you go hunting with me. You've a genuine new thrill in store for you, Mr. Rainsford."

(116) "Thank you, I'm a hunter, not a murderer."

(117) "Dear me," said the general, quite unruffled, "again that unpleasant word. But I think I can show you that your scruples are quite ill founded."

(118) "Yes?"

(34)

sailors from tramp ships--lassars, blacks, Chinese, whites, mongrels--a thoroughbred horse or hound is worth more than a score of them."

(120) "But they are men," said Rainsford hotly.

(121) "Precisely," said the general. "That is why I use them. It gives me pleasure. They can reason, after a fashion. So they are dangerous."

(122) "But where do you get them?"

(123) The general's left eyelid fluttered down in a wink. "This island is called Ship Trap," he answered. "Sometimes an angry god of the high seas sends them to me. Sometimes, when Providence is not so kind, I help Providence a bit. Come to the window with me."

(124) Rainsford went to the window and looked out toward the sea.

(125) The general chuckled. "They indicate a channel," he said, "where there's none; giant rocks with razor edges crouch like a sea monster with wide-open jaws. They can crush a ship as easily as I crush this nut." He dropped a walnut on the hardwood floor and brought his heel grinding down on it. "Oh, yes," he said, casually, as if in answer to a question, "I have electricity. We try to be civilized here."

(126) "Civilized? And you shoot down men?"

(127) A trace of anger was in the general's black eyes, but it was there for but a second; and he said, in his most pleasant manner, "Dear me, what a righteous young man you are! I assure you I do not do the thing you suggest. That would be barbarous. I treat these visitors with every consideration. They get plenty of good food and exercise. They get into splendid physical condition. You shall see for yourself tomorrow."

(128) "What do you mean?"

(35)

my quarry eludes me for three whole days, he wins the game. If I find him "--the general smiled--" he loses."

(131) "Suppose he refuses to be hunted?"

(132) "Oh," said the general, "I give him his option, of course. He need not play that game if he doesn't wish to. If he does not wish to hunt, I turn him over to Ivan. Ivan once had the honor of serving as official knouter to the Great White Czar, and he has his own ideas of sport. Invariably, Mr. Rainsford, invariably they choose the hunt."

(133) "And if they win?"

(134) The smile on the general's face widened. "To date I have not lost," he said. Then he added, hastily: "I don't wish you to think me a braggart, Mr. Rainsford. Many of them afford only the most elementary sort of problem. Occasionally I strike a tartar. One almost did win. I eventually had to use the dogs."

(135) "The dogs?”

(136) "This way, please. I'll show you.”

(137) The general steered Rainsford to a window. The lights from the windows sent a flickering illumination that made grotesque patterns on the courtyard below, and Rainsford could see moving about there a dozen or so huge black shapes; as they turned toward him, their eyes glittered greenly.

(138) "A rather good lot, I think," observed the general. "They are let out at seven every night. If anyone should try to get into my house--or out of it--something extremely regrettable would occur to him." He hummed a snatch of song from the Folies Bergere.

(139) "And now," said the general, "I want to show you my new collection of heads. Will you come with me to the library?"

(140) "I hope," said Rainsford, "that you will excuse me tonight, General Zaroff. I'm really not feeling well."

(36)

(142) "Sorry you can't go with me tonight," called the general. "I expect rather fair sport--a big, strong, black. He looks resourceful--Well, good night, Mr. Rainsford; I hope you have a good night's rest."

(143) The bed was good, and the pajamas of the softest silk, and he was tired in every fiber of his being, but nevertheless Rainsford could not quiet his brain with the opiate of sleep. He lay, eyes wide open. Once he thought he heard stealthy steps in the corridor outside his room. He sought to throw open the door; it would not open. He went to the window and looked out. His room was high up in one of the towers. The lights of the chateau were out now, and it was dark and silent; but there was a fragment of sallow moon, and by its wan light he could see, dimly, the courtyard. There, weaving in and out in the pattern of shadow, were black, noiseless forms; the hounds heard him at the window and looked up, expectantly, with their green eyes. Rainsford went back to the bed and lay down. By many methods he tried to put himself to sleep. He had achieved a doze when, just as morning began to come, he heard, far off in the jungle, the faint report of a pistol.

(144) General Zaroff did not appear until luncheon. He was dressed faultlessly in the tweeds of a country squire. He was solicitous about the state of Rainsford's health.

(145) "As for me," sighed the general, "I do not feel so well. I am worried, Mr. Rainsford. Last night I detected traces of my old complaint."

(146) To Rainsford's questioning glance the general said, "Ennui. Boredom."

(147) Then, taking a second helping of crêpes Suzette, the general explained: "The hunting was not good last night. The fellow lost his head. He made a straight trail that offered no problems at all. That's the trouble with these sailors; they have dull brains to begin with, and they do not know how to get about in the woods. They do excessively stupid and obvious things. It's most annoying. Will you have another glass of Chablis, Mr. Rainsford?"

(148) "General," said Rainsford firmly, "I wish to leave this island at once."

(149) The general raised his thickets of eyebrows; he seemed hurt. "But, my dear fellow," the general protested, "you've only just come. You've had no hunting--"

(150) "I wish to go today," said Rainsford. He saw the dead black eyes of the general on him, studying him. General Zaroff's face suddenly brightened.

Referensi

Dokumen terkait

K urikulum yang disusun dalam bentuk tema dan metode field trip membuat anak.. melibatkan dirinya didalam semua arena yang mereka pelajari dan menjadikan mereka

Dalam hal lain, melihat bahwa anak-anak dan remaja yang tidak begitu dekat dengan agamanya sendiri, karena pada dasarnya daerah ini mayoritasnya adalah Islam dan mereka

Pada indikator pemikiran yang kreatif, penerapan belajar melalui bermain dengan menggunakan permainan balok unit signifikan dalam meningkatkan pemikiran yang kreatif

Dari hal tersebut peran yang terlihat adalah adanya hal baru yang hadir dimasyarakat Bandar Setia yaitu suatu lembaga tempat pembelajaran Al- qur’an yang terkoodinir,

Perancangan Mesin Penetas Telur Berbasis. Mikrokontroler

Lingkungan Sekolah di SMA Yayasan Perguruan Indonesia Membangun Taruna (YAPIM) Sei Gelugur Kecamatan Pancur batu Kabupaten Deli Serdang ”.. B.

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI SOSIALUNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI EMOSIONAL SOSIAL PESERTA DIDIK BERBAKAT.. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu

Pendidikan anak usia dini yang menjadi pondasi bagi pendidikan selanjutnya sudah seharusnya dilakukan secara global (menyeluruh; mengembangkan anak secara menyeluruh