• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Penggunaan Arang Tempurung Kelapa Dan Pasir Vulkanik Merapi Dalam Pengolahan Limbah Zat Warna Tekstil Dengan Teknologi Adsorpsi Pada Reaktor Kontinyu Vertikal Dan Horisontal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Penggunaan Arang Tempurung Kelapa Dan Pasir Vulkanik Merapi Dalam Pengolahan Limbah Zat Warna Tekstil Dengan Teknologi Adsorpsi Pada Reaktor Kontinyu Vertikal Dan Horisontal"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

STUDI PENGGUNAAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DAN PASIR VULKANIK MERAPI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ZAT WARNA TEKSTIL

DENGAN TEKNOLOGI ADSORPSI PADA REAKTOR KONTINYU VERTIKAL DAN HORISONTAL

Merina Ayu Fauziah, Endro Sutrisno*),Sri Sumiyati*)

Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang Semarang

Email : kusukapelangi@ymail.com

ABSTRACT

Wastewater outcomes from textile industry showing relative high dye substance value. One of the dye substance alternative processing is using coconut shell charcoal and Merapi volcanic sand. This research implementing a continuous process and measuring dye substance concentration using spectophotometric method. Continuous process has been held with horizontal and vertical type reactor. Each reactor use 5 variations of adsorbent (100% coconut shell charcoal, 75% coconut shell charcoal + 25% Merapi volcanic sand, 50% coconut shell charcoal + 50% Merapi volcanic sand, 25% coconut shell charcoal + 75% Merapi volcanic sand, 100% Merapi volcanic sand). Each variable put at height of 12 cm in vertical reactor and at length of 12 cm in horizontal reactor. Result of research indicates that the most effective efficiency removal is when applying various in composition of 100% coconut shell charcoal adsorbent. The highest efficiency removal in vertical continues reactor is 96%. While, efficiency removal in horizontal continues reactor is 98%.

Keywords: textile, adsorption, coconut shell charcoal, Merapi volcanic sand, continue

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri tekstil mengeluarkan air limbah dengan salah satu parameternya adalah kandungan zat warna yang relatif tinggi. Zat warna tersebut mengandung senyawa benzene dan turunannya termasuk senyawa berbahaya dan beracun. Dalam industri tekstil, zat warna merupakan salah satu bahan baku utama, sekitar 10-15% dari zat warna yang sudah digunakan tidak dapat dipakai ulang dan harus dibuang. Selain mencemari lingkungan, zat warna tersebut juga dapat membahayakan keanekaragaman hayati dan mengganggu kesehatan, misalnya iritasi kulit, iritasi mata, dan kanker. Sedangkan menurut Setyaningsih (2008) dalam Indrastuti (2009), warna

yang pekat dapat menghalangi sinar matahari, yang berakibat pada terhambatnya fotosintesis dan penurunan kadar oksigen badan air. Oleh karena itu, pengolahan limbah yang mengandung zat warna memerlukan penanganan yang serius.

Tempurung atau batok kelapa merupakan hasil sampingan dari buah kelapa. Salah satu produk yang dibuat dari tempurung kelapa adalah pembuatan arang tempurung yang pada proses selanjutnya akan dapat diolah menjadi arang aktif. Jadi arang tempurung merupakan bahan baku untuk industri arang aktif. Arang aktif yang dibuat dari tempurung kelapa merupakan bahan adsorben yang baik digunakan dalam proses adsorpsi karena

(2)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro mempunyai luas permukaan yang

maksimum, sehingga menjadikan permukaan arang aktif tersebut bersifat hidrofobik dan mudah menyerap air.

Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 mengeluarkan material vulkanik seperti batu, pasir, dan abu dengan jumlah yang sangat banyak. Selama ini pasir vulkanik banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, namun belum dimanfaatkan sebagai adsorben. Material yang keluar dari erupsi Merapi mengandung silika, termasuk pasir vulkanik (Horwell, 2011). Pada pasir vulkanik terdapat kandungan allophan, yaitu aluminosilikat amorf yang dapat membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik, sehingga pasir vulkanik berpotensi untuk digunakan sebagai adsorben pewarna (Sudaryo, 2009).

Beberapa metode digunakan untuk mengolah limbah tekstil adalah kombinasi dari proses biologi, fisika dan kimia (Hamburger 1987 dalam Riyanto, 2010). Karena limbah tekstil biasanya dihasilkan dalam skala besar maka beberapa metode tersebut menjadi tidak menguntungkan. Metode baru yaitu penggunaan ozon dan photooksidasi telah juga dikembangkan untuk mengolah limbah tekstil (Tratnyek et al., 1994 dalam Riyanto, 2010). Metode ozonasi dan photooksidasi memerlukan biaya yang sangat tinggi dan sukar jika diterapkan untuk masyarakat (Riyanto, 2010). Metode oksidasi dengan menggunakan bahan-bahan pengoksida dengan teknik

advanced oxidation processes (AOPS)

telah dikembangkan dengan menggunakan radikal bebas hidroksi. AOPS proses menggunakan kombinasi ozone (O3), hydrogen peroxide (H2O2) and radiasi sinar UV. Teknik ini sangat baik untuk mengurangi warna limbah tetapi tidak mampu menurunkan angka COD (Ahmet et all. 2003 dalam

Riyanto, 2010). Pengolahan limbah industri dengan menggunakan adsorben atau dengan teknik adsorpsi telah banyak digunakan karena biayanya murah dan mudah didapat (Astuti, 2007). Selain itu menurut Yuliusman (2010), adsorpsi merupakan teknik pengolahan air limbah yang efektif.

Pada penelitian ini dilakukan percobaan adsorpsi zat warna reaktif procion orange MX 2R menggunakan adsorben arang tempurung kelapa dan pasir vulkanik Merapi. Diharapkan limbah tekstil yang mengandung zat warna reaktif procion orange MX 2R akan berkurang konsentrasinya setelah terjadi kontak adsorben arang tempurung kelapa dan pasir vulkanik Merapi.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Uji Kandungan Mineral Tanah pada Pasir Vulkanik

Uji kandungan mineral tanah dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral tanah di dalam pasir vulkanik Merapi. Dengan mengetahui mineral tanah di dalamnya dapat dipelajari sifat fisik maupun kimia tanah yang berperan dalam proses adsorpsi sehingga dapat diketahui potensi adsorpsinya. Uji kandungan mineral dilakukan dengan analisis XRD (X Ray Diffraction).

Proses Pengayakan Adsorben

Untuk adsorben dari arang tempurung kelapa maupun pasir vulkanik Merapi diayak dengan ukuran 30-50 mesh.

Proses Pengaktifan Adsorben

Aktivasi adsorben dilakukan dengan cara merendam adsorben ke dalam larutan HCl 4 M selama 24 jam. Lalu memanaskannya menggunakan pemanas elektrik hingga kering. Setelah itu mendinginkankan adsorben dengan

(3)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro suhu ruangan selama 1 jam di alat

desikator.

Persiapan Limbah Zat Warna

Pembuatan larutan zat warna 1000 mg/l Pt-Co diperoleh dengan cara melarutkan 1 gram serbuk zat warna reaktif procion orange MX 2R ke dalam 1000 ml aquadest. Dari larutan tersebut diperoleh intensitas warna sebesar 44.583 mg/l Pt-Co. Kemudian dilakukan pengenceran sampai dihasilkan intensitas warna 1000 mg/l Pt-Co warna. Perhitungan pengenceran adalah sebagai berikut :

M1 . V1 = M2 . V2

44.583 mg/l. V = 1000 Pt-Co . 1000 ml V1 = 22,43 ml

Dari hasil perhitungan di atas diperoleh hasil bahwa untuk membuat limbah dengan konsentrasi 1000 mg/l Pt-Co diperlukan 22,43 ml limbah dengan konsentrasi 44.583 mg/l Pt-Co.

Pelaksanaan Percobaan Kontinyu

Percobaan kontinyu dilakukan pada reaktor tipe vertikal dan horisontal. Tiap reaktor tersebut menggunakan 5 variasi komposisi adsorben, yaitu arang tempurung kelapa 100%, arang tempurung kelapa 75% + pasir vulkanik Merapi 25%, arang tempurung kelapa 50% + pasir vulkanik Merapi 50%, arang tempurung kelapa 25% + pasir vulkanik Merapi 75%, dan pasir vulkanik 100%. Tiap variabel tersebut diletakkan pada ketinggian 12 cm di reaktor vertikal dan pada panjang 12 cm di reaktor horisontal. Pengaliran limbah pada reaktor dilakukan secara gravitasi ke bawah dengan debit 50 ml/menit. Sampel diambil sebanyak 20 ml tiap 4 menit sampai menit ke 20. Setelah itu, pengukuran konsentrasi warna menggunakan metode spektrofotometri dan catat hasil konsentrasi yang telah diukur.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Mineral Arang Tempurung Kelapa

Identifikasi kandungan arang tempurung kelapa dilakukan untuk mengetahui jenis mineral penyusun arang. Dengan mengetahui jenis mineral penyusunnya maka dapat diketahui potensi pemanfaatan arang tempurung kelapa sebagai adsorben.

Gambar 1. Grafik Hasil Uji XRD Arang Tempurung Kelapa Position [°2Theta] 10 20 30 40 50 Counts 0 25 100 225 22 .35 9 [ °]; 3. 97 30 1 [ Å] ; C ris tob ali te $GA (l ow ); Fa ya lite , m an ga no an 31 .24 5 [ °]; 2. 86 04 1 [ Å] ; F aya lite , m an ga no an 44 .52 9 [ °]; 2. 03 30 8 [ Å] ; C ris tob ali te $GA (l ow ) 54 .39 6 [ °]; 1. 68 53 1 [ Å] ; C ris tob ali te $GA (l ow ); Fa ya lite , m an ga no an

(4)

*) Dose n P ro g ra m S tudi Te knik L in g kun ga n, F ak ult as Te knik, Univer sit as Dipone g o ro Ha sil Difr aksi S inar X menunjukka n ba hw a ara n g tempur un g k elapa memil iki ka ndunga n mi ne ra l kr ist o ba li t da n fa y ali te, manga noa n. Mi ne ra l kr ist oba li t ini memi li k i potensi unt uk dim anf aa tk an seb ag ai adsorbe n. Hasi l Uji M in er al P asir Vul k an ik M er ap i Id enti fika si ka ndun g an p asir vulkanik Mer api dil akuka n untuk meng et ahui jenis mi ne ra l pen y usun pa sir. G a m b ar 2. G raf ik Hasi l Uj i XRD P asir V u lk an ik M er ap i Ha sil Difr aksi S ina r X menjukka n ba hw a pa sir vulkanik Mer api m emi li ki ka ndun g an mi ne ra l He matit e; kua rs a (qua rtz low); anorthit e; sodi an, disorde re d, sy n ; da n au g it e. Mi ne ra l kua rsa a tau qua rtz low (SiO2 ) y an g ter ka ndung d alam pa sir vul ka nik Mer api ini y an g be rpe ra n da lam pr oses a dsorpsi. Adso rp si Z at War n a Te k stil p ad a Re ak tor K on tinyu Ve rt ik al 1. Komposi si 100% Ar an g Te mpurun g Ke lap a ( AP V 1 ) G a m b ar 3. Graf ik E fisi en si P en yisi h an Z at War n a p ad a AP V 1 Ga mbar di atas menunju kka n ba hw a pa da menit ke 0 sa mpai ke 8 efisiensi pe n y isi ha n za t w arna te rus mening k at. Na mun se tela h menit k e 8, p en y isi ha n za t wa rna te rja di se ca ra fluktua ti f. F enomen a ini dipenga ruhi oleh ikata n van de r w aals. Na mun ikata n ini lema h se hingg a mudah untuk lepa s ke mb ali (de sorpsi) d an pr os es n y a re v ersi ble (da pa t ba li k) . Ha l ini se suai de ng an Nur fitri y ani (2003 ). P ad a g ra fik di atas efisiensi pe n y isi ha n te rtingg i ter jadi pa da menit ke 8 da n ke 16 y ait u se be sa r 96%, se da n g ka n efisie nsi pe n y isi ha n P o si tio n [ °2 T he ta ] 10 20 30 40 50 C o u n ts 0 100 400

13.633 [°]; 6.48993 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn; Augite

21.890 [°]; 4.05713 [Å]; Quartz low; Anorthite, sodian, disordered, syn 22.844 [°]; 3.88980 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn 23.682 [°]; 3.75397 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn 24.434 [°]; 3.64007 [Å]; Hematite, syn; Anorthite, sodian, disordered, syn; Augite 26.058 [°]; 3.41679 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn 27.427 [°]; 3.24933 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn; Augite 27.790 [°]; 3.20770 [Å]; Quartz low; Anorthite, sodian, disordered, syn; Augite28.157 [°]; 3.16666 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn28.359 [°]; 3.14462 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn 29.842 [°]; 2.99162 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn; Augite 30.343 [°]; 2.94334 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn; Augite

33.716 [°]; 2.65619 [Å]; Anorthite, sodian, disordered, syn 35.623 [°]; 2.51823 [Å]; Hematite, syn; Anorthite, sodian, disordered, syn; Augite

39.574 [°]; 2.27545 [Å]; Augite 42.357 [°]; 2.13219 [Å]; Quartz low; Augite 42.884 [°]; 2.10718 [Å]; Augite 44.315 [°]; 2.04242 [Å]; Quartz low; Augite

48.380 [°]; 1.87987 [Å]; Quartz low 49.702 [°]; 1.83291 [Å]; Hematite, syn; Augite

52.288 [°]; 1.74818 [Å]; Quartz low; Augite

56.552 [°]; 1.62606 [Å]; Augite P a si r M e ra p i 0 III 0 20 40 60 80 100 120 0' 4' 8' 12' 16' 20' E fis ie ns i Wa k tu K o nta k (m e ni t)

(5)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro terendah terjadi pada menit ke 4 yaitu

sebesar 91,6%.

Gambar 4. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APV1

Akumulasi penyisihan zat warna yang terjadi selama 20 menit pada APV1 yaitu sebesar 5043 mg/l PtCo.

2. Komposisi 75% Arang Tempurung Kelapa dan 25% Pasir Vulkanik Merapi (APV2)

Gambar 5. Grafik Efisiensi

Penyisihan Zat Warna pada APV2

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada menit ke 4 sudah terjadi kesetimbangan. Sehingga pada menit tersebut menunjukkan efisiensi penyisihan zat warna yang optimal yaitu sebesar 88,4%. Setelah menit ke 4 efisiensi penyisihan zat warna semakin menurun seiring bertambahnya waktu kontak. Hal ini dikarenakan adsorben sudah mengalami kejenuhan sehingga molekul zat warna yang teradsorp terlepas kembali (Rahmi, 2007). Penyisihan terendah pada variasi ini

terjadi pada menit ke 20 yaitu sebesar 78,4%.

Gambar 6. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APV2

Akumulasi penyisihan zat warna yang terjadi selama 20 menit pada APV2 yaitu sebesar 4397 mg/l PtCo.

3. Komposisi 50% Arang Tempurung Kelapa dan 50% Pasir Vulkanik Merapi (APV3)

Gambar 7. Grafik Efisiensi

Penyisihan Zat Warna pada APV3

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada menit ke 0 sampai 8 efisiensi penyisihan zat warna terus meningkat dikarenakan belum terjadinya kesetimbangan dalam proses adsorpsi (Setyawan, 2013). Namun setelah menit ke 8 terjadi penurunan zat warna secara fluktuatif. Hal tersebut dikarenakan adanya ikatan van der waals (gaya tarik-menarik) yang sifatnya lemah sehingga mudah untuk lepas kembali (desorpsi) dan prosesnya reversible

(Nurfitriyani, 2003). Pada variasi ini

0 975 1996 3009 4030 5043 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o ) 0 20 40 60 80 100 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi

Waktu Kontak (menit)

0 941 1839 2712 3563 4397 0 1000 2000 3000 4000 5000 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o ) 0 5 10 15 20 25 30 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi

(6)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro efisiensi penyisihan zat warna yang

optimal terjadi pada menit ke 8 yaitu sebesar 28%. Sedangkan efisiensi penyisihan zat warna yang terendah terjadi pada menit ke 12 dan ke 20 yaitu sebesar 20%

Gambar 8. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APV3

Akumulasi penyisihan zat warna yang terjadi selama 20 menit pada APV3 yaitu sebesar 1278 mg/l PtCo.

4. Komposisi 25% Arang Tempurung Kelapa dan 75% Pasir Vulkanik Merapi (APV4)

Gambar 9. Grafik Efisiensi

Penyisihan Zat Warna pada APV4

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada menit ke 0 sampai 12 efisiensi penyisihan zat warna terus meningkat dikarenakan belum terjadinya kesetimbangan dalam proses adsorpsi (Setyawan, 2013). Sehingga efisiensi penyisihan zat warna yang optimal terjadi pada menit ke 12 yaitu sebesar

46%. Setelah menit ke 12, efisiensi penyisihan menurun, lalu pada menit ke 16 terjadi sedikit kenaikan penyisihan zat warna. Peristiwa tersebut dikarenakan adanya ikatan van der

waals yang sifatnya lemah, sehingga

terjadi proses desorpsi dan bersifat

reversible (Nurfitriyani, 2013). Pada

variasi ini efisiensi penyisihan zat warna yang terendah terjadi pada menit ke 4 yaitu sebesar 22%.

Gambar 10. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APV4

Akumulasi penyisihan zat warna yang terjadi selama 20 menit pada APV4 yaitu sebesar 1958 mg/l PtCo.

5. Komposisi 100% Pasir Vulkanik Merapi (APV5)

Gambar 11. Grafik Efisiensi

Penyisihan Zat Warna pada APV5

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada menit ke 4 terjadi penyisihan zat warna yang optimal yaitu sebesar 22%. Namun setelah menit ke 4, efisiensi penyisihan menurun secara fluktuatif

0 277 575 788 1065 1278 0 300 600 900 1200 1500 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o ) 0 10 20 30 40 50 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi

Waktu Kontak (menit)

0 234 681 1171 1554 1958 0 500 1000 1500 2000 2500 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o ) 0 5 10 15 20 25 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi

(7)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro dikarenakan adanya ikatan van der

waals yang sifatnya lemah, sehingga

terjadi proses desorpsi dan bersifat

reversible (Nurfitriyani, 2013). Pada

variasi ini efisiensi penyisihan zat warna yang terendah terjadi pada menit ke 20 yaitu sebesar 12.

Gambar 12. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APV5

Akumulasi penyisihan zat warna selama 20 menit pada APV5 yaitu sebesar 958 mg/l PtCo.

Adsorpsi Zat Warna Tekstil pada Reaktor Kontinyu Horisontal

1. Komposisi 100% Arang Tempurung Kelapa (APH1)

Gambar 13. Grafik Efisiensi

Penyisihan Zat Warna pada APH1

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada menit ke 4 dan ke 8 telah terjadi kesetimbangan. Sehingga pada menit tersebut menunjukkan efisiensi penyisihan zat warna yang optimal yaitu sebesar 98 %. Setelah menit ke 8,

efisiensi penyisihan menurun secara fluktuatif dikarenakan adanya ikatan

van der waals yang sifatnya lemah,

sehingga terjadi proses desorpsi dan bersifat reversible (Nurfitriyani, 2013). Pada variasi ini efisiensi penyisihan zat warna yang terendah terjadi pada menit ke 20 yaitu sebesar 12%. Pada variasi ini efisiensi penyisihan terendah terjadi pada menit ke 12 yaitu sebesar 94,8%.

Gambar 14. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APH1

Akumulasi penyisihan zat warna selama 20 menit pada APH1 yaitu sebesar 5146 mg/l PtCo.

2. Komposisi 75% Arang Tempurung Kelapa dan 25% Pasir Vulkanik Merapi (APH2)

Gambar 15. Grafik Efisiensi

Penyisihan Zat Warna pada APH2

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada menit ke 4 sudah terjadi kesetimbangan, sehingga efisiensi penyisihan zat warna optimal terjadi pada menit tersebut yaitu sebesar

0 234 404 617 830 958 0 200 400 600 800 1000 1200 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o ) 0 20 40 60 80 100 120 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi

Waktu Kontak (menit)

0 1043 2086 3095 4133 5146 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o ) 0 15 30 45 60 75 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi

(8)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 69,6%. Setelah menit ke 4 efisiensi

penyisihan zat warna menurun secara fluktuatif. Hal tersebut dikarenakan adanya ikatan van der waals yang sifatnya lemah, sehingga terjadi proses desorpsi dan bersifat reversible

(Nurfitriyani, 2013). Pada variasi ini efisiensi penyisihan zat warna terendah terjadi pada menit ke 20 yaitu sebesar 59,6%.

Gambar 16. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APH2

Akumulasi penyisihan zat warna selama 20 menit pada APH2 yaitu sebesar 3482 mg/l PtCo.

3. Komposisi 50% Arang Tempurung Kelapa dan 50% Pasir Vulkanik Merapi (APH3)

Gambar 17. Grafik Efisiensi

Penyisihan Zat Warna pada APH3

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada menit ke 0 hingga menit ke 12, efisiensi penyihan zat warna semakin meningkat seiring bertambahnya waktu kontak. Hal ini dikarenakan belum

terjadinya kesetimbangan antara zat warna yang diserap oleh adsorben dengan jumlah zat warna yang masih tersisa dalam larutan. Hal ini sesuai dengan penelitian Setyawan (2013). Sehingga efisiensi penyisihan zat warna yang optimal terjadi pada menit ke 12 yaitu sebesar 32%. Setelah menit ke 12, terjadi sedikit penurunan efisiensi penyisihan, namun pada menit ke 16 efisiensi penyisihan naik kembali. Hal ini disebabkan karena adanya gaya van

der waals yang melemah sehingga

terjadi proses desorpsi (Nurfitriyani, 2013). Pada variasi ini efisiensi penyisihan zat warna terendah terjadi pada menit ke 4 yaitu sebesar 20%.

Gambar 18. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APH3

Akumulasi penyisihan zat warna selama 20 menit pada APH3 yaitu sebesar 1406 mg/l PtCo.

4. Komposisi 25% Arang Tempurung Kelapa dan 75% Pasir Vulkanik Merapi (APH4)

Gambar 19. Grafik Efisiensi

Penyisihan Zat Warna pada APH4

0 741 1435 2154 2848 3482 0 750 1500 2250 3000 3750 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o ) 0 10 20 30 40 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi

Waktu Kontak (menit)

0 213 490 788 1065 1406 0 300 600 900 1200 1500 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o ) 0 10 20 30 40 50 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi

(9)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Gambar di atas menunjukkan bahwa

pada menit ke 0 hingga menit ke 12, efisiensi penyisihan zat warna semakin meningkat seiring bertambahnya waktu kontak. Hal ini dikarenakan belum terjadinya kesetimbangan antara zat warna yang diserap oleh adsorben dengan jumlah zat warna yang masih tersisa dalam larutan (Setyawan, 2013). Setelah menit ke 12 terjadi sedikit penurunan efisiensi zat warna karena molekul zat warna yang teradsorp pada adsorben terlepas kembali (Rahmi, 2007). Namun pada menit ke 16 hingga menit ke 20 menunjukkan efisiensi penyisihan zarna yang konstan. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan kovalen antara adsorben dan adsorbat yang bersifat irreversible, sehingga ikatan tersebut menghasilkan penyisihan zat warna yang konstan. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurfitriyani (2013). Efisiensi penyisihan tertinggi terjadi pada menit ke 12 yaitu sebesar 40%. Efisiensi penyisihan zat warna yang terendah pada variasi ini terjadi pada menit ke 4 yaitu sebesar 24%.

Gambar 20. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APH4

Akumulasi penyisihan zat warna selama 20 menit pada APH4 yaitu sebesar 1809 mg/l PtCo.

5. Komposisi 100% Pasir Vulkanik Merapi (APH5)

Gambar 21. Grafik Efisiensi

Penyisihan Zat Warna pada APH5

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada menit ke 0 hingga menit ke 4 terjadi sedikit penyisihan zat warna, namun pada menit ke 4 hingga menit ke 8 terjadi penurunan penyisihan, tetapi terjadi secara fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan van der

waals yang sifatnya lemah, sehingga

terjadi proses desorpsi dan bersifat

reversible.

Gambar 22. Grafik Akumulasi

Penyisihan Zat Warna pada APH5

Akumulasi penyisihan zat warna selama 20 menit pada APH5 yaitu sebesar 915 mg/l PtCo.

Pengaruh Variasi Komposisi Kedua

Adsorben di Dalam Reaktor

Kontinyu Vertikal dan Horisontal

Dari pembahasan data tentang konsentrasi hasil adsorpsi dari tiap-tiap variasi komposisi kedua adsorben di

0 255 617 1043 1426 1809 0 400 800 1200 1600 2000 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o ) 0 5 10 15 20 25 30 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi

Waktu Kontak (menit)

0 213 383 638 830 915 0 200 400 600 800 1000 0' 4' 8' 12' 16' 20' Akumulasi Penyisihan Warna

Waktu Kontak (Menit)

Ak u mu las i Pe n y is ih an W ar n a (mg /l Pt C o )

(10)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro dalam reaktor kontinyu vertikal maupun

horisontal, kemudian akan

dibandingkan efisiensinya dari masing-masing variasi.

Gambar 23. Grafik Efisiensi Penyisihan Zat Warna pada Reaktor Kontinyu Vertikal

Gambar 24. Grafik Akumulasi Penyisihan Zat Warna pada Reaktor Kontinyu Vertikal 0 20 40 60 80 100 120 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi APV1 Efisiensi APV2 Efisiensi APV3

Waktu Kontak (menit)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 4 8 12 16 20 APV1 APV2 APV3 APV4 APV5

Waktu Kontak (Menit)

Aku m u lasi P enyi si h an Warn a (m g /l P tCo )

(11)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Gambar 25. Grafik Efisiensi Penyisihan Zat Warna pada Reaktor Kontinyu Horisontal

Gambar 26. Grafik Akumulasi Penyisihan Zat Warna pada Reaktor Kontinyu Horisontal

Gambar-gambar di atas menunjukkan bahwa efisiensi penyisihan dan akumulasi penyisihan zat warna tertinggi dihasilkan oleh variasi komposisi arang tempurung kelapa 100% di dalam reaktor kontinyu vertikal maupun horisontal. Sedangkan efisiensi penyisihan dan akumulasi penyisihan zat warna terendah

dihasilkan oleh variasi komposisi pasir vulkanik Merapi 100% di dalam reaktor kontinyu vertikal maupun horisontal. Hal ini menjelaskan bahwa arang tempurung kelapa menghasilkan efisiensi penyisihan dan akumulasi penyisihan zat warna yang lebih efektif daripada pasir vulkanik Merapi.

0 20 40 60 80 100 120 0' 4' 8' 12' 16' 20' Efisiensi APH1 Efisiensi APH2 Efisiensi APH3 Efisiensi APH4 Efisiensi APH5

Waktu Kontak (menit)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 4 8 12 16 20 APH1 APH2 APH3 APH4 APH5

Waktu Kontak (Menit)

Aku m u lasi P enyi si h an Warn a (m g /l P tCo )

(12)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Pengaruh Posisi Reaktor Kontinyu Vertikal dan Horisontal terhadap Efisiensi Penyisihan Zat Warna

Dari hasil percobaan diketahui bahwa setiap variasi di masing-masing

reaktor menunjukkan efisiensi penyisihan zat warna yang berbeda-beda.

Gambar 15. Grafik Efisiensi Penyisihan Zat Warna Tiap Variasi pada Reaktor Kontinyu Vertikal dan Horisontal

Pada gambar di atas menunjukkan bahwa pada variasi 2 dan 4 di reaktor kontinyu vertikal menunjukkan efisiensi penyisihan tertinggi zat warna. Sedangkan pada variasi 1, 3, dan 5 di reaktor kontinyu horisontal menunjukkan efisiensi penyisihan tertinggi zat warna.

Perbedaan-perbedaan yang terjadi menunjukkan hubungan yang tidak signifikan sehingga tidak dapat menjelaskan bahwa apakah lebih efektif reaktor kontinyu vertikal ataukah reaktor kontinyu horisontal dalam penurunan zat warna. 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 Vertikal Horisontal Variasi Keterangan : Var. 1 = ATK 100% + PVM 0% Var. 2 = ATK 75% + PVM 25% Var. 3 = ATK 50% + PVM 50% Var. 4 = ATK 25% + PVM 75% Var. 5 = ATK 0% + PVM 100% 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 1 2 3 4 5 vertikal Horisontal Variasi Aku m u lasi P enyi si h an Warn a (m g /l P tCo )

Gambar 16. Grafik Akumulasi Penyisihan Zat Warna Tiap Variasi pada Reaktor Kontinyu Vertikal dan Horisontal

(13)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Pada gambar di atas

menunjukkan akumulasi penyisihan zat warna tertinggi terjadi pada komposisi 100% arang tempurung kelapa dan akumulasi penyisihan zat warna terendah terjadi pada komposisi 100% pasir vulkanik Merapi. Sedangkan, pada variasi posisi reaktor kontinyu vertikal dan horisontal juga menunjukkan nilai Kontinyu horisontal menunjukkan akumulasi penyisihan zat warna tertinggi.

Perbedaan-perbedaan nilai efisiensi penyisihan dan akumulasi penyisihan zat warna pada gambar-gambar di atas menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan sehingga tidak dapat menjelaskan bahwa apakah adsorpsi zat warna lebih efektif dilakukan pada reaktor kontinyu vertikal ataukah reaktor kontinyu horisontal.

Aplikasi Pengolahan Limbah di

Lapangan

Melalui penelitian ini, maka diketahui bahwa adsorben arang tempurung kelapa paling baik digunakan untuk menurunkan kandungan zat warna dalam limbah cair industri tekstil. Oleh karena itu, model yang dihasilkan dapat diaplikasikan dalam pengolahan limbah cair industri tekstil.

Dalam pengaplikasian pengolahan limbah cair industri tekstil dengan teknologi adsorpsi menggunakan model reaktor kontinyu tipe horisontal. Perencanaan :

 Debit air limbah yang diolah = 6000 l/hari = 6.106 ml/hari = 69,44 ml/detik  Co = 1064 mg/l PtCo

 Ce = 50 mg/l PtCo  V = 123,12 liter  ρ = 0,762 gram/ml

 Desain flowrate = 2,47 ml/menit.cm2 Maka dari hasil perhitungan diperoleh : Masa adsorben yang dibutuhkan per hari adalah 12,46 kg

Dimensi kolom kontinyu horisontal :

– Diameter = 19 inchi – Panjang = 0,1 m

Biaya pengolahan limbah cair per m3 adalah sebesar Rp 28.997,99.

Saran

Diperlukan penelitian lanjutan tentang adsorpsi zat warna menggunakan adsorben yang lebih efektif daripada pasir vulkanik Merapi dan selain arang tempurung kelapa sehingga menghasilkan efisiensi penyisihan yang lebih tinggi.

Daftar Pustaka

Astuti, A. D. 2007. Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Adsorben dalam Pengolahan Air Limbah Yang Mengandung Logam Cu.

Skripsi. Jurusan Teknik

Lingkungan, Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang.

Indrastuti. 2009. Studi Pendahuluan Lumpur Sidoarjo sebagai Adsorben Limbah Zat Warna Tekstil (Reaktif : Procion Red Mx-5B). Skripsi. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang.

Nurfitriyani, A., E. Wardhani, dan M. Dirgawati. 2013. Penentuan Efisiensi Penyisihan Kromium Heksavalen (Cr6+) dengan Adsorpsi Menggunakan Tempurung Kelapa Secara Kontinyu. Jurnal Online Institut

Teknologi Nasional 1 (2).

Rahmi. 2007. Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang. Jurnal

Rekayasa Kimia dan

Lingkungan 6 (1) : 28-34.

Riyanto. 2010. Penemuan Teknik Baru Untuk Pengolahan Limbah Batik. Jurnal Kimia : 1-9. Setyawan, F. L. 2013. Pengaruh pH dan

(14)

*)

Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Ca2+ Menggunakan Adsorben

Kitin Terfosforilasi dari Limbah Cangkang Bekicot (Achatina fulica). Kimia Student Journal 1 (2) : 201-207.

Sudaryo dan Sutjipto. 2009. Identifikasi dan Penentuan Logam pada Tanah Vulkanik di Daerah Cangkringan Kabupaten Sleman dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat. Seminar Nasional V SDM

Teknologi Nuklir Yogyakarta. 5

November 2009 : 715-722. Yuliusman, dan Adelina. 2010.

Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang Rajungan pada Proses Adsorpsi Logam Nikel dari Larutan NiSO4. Seminar

Rekayasan Kimia dan Proses

2010. Departemen Teknik

Kimia, Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Depok.

Gambar

Gambar 1. Grafik Hasil Uji XRD Arang Tempurung Kelapa Position [°2Theta]1020304050Counts02510022522.359 [°]; 3.97301 [Å]; Cristobalite $GA (low); Fayalite, manganoan31.245 [°]; 2.86041 [Å]; Fayalite, manganoan44.529 [°]; 2.03308 [Å]; Cristobalite $GA (low)
Gambar  6.  Grafik  Akumulasi
Gambar  10.  Grafik  Akumulasi
Gambar  13.  Grafik  Efisiensi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa faktor fisik dominan penentu kemampuan apnea pada selam dengan study korelasi

Berdasarkan Tabel 12 dapat di analisis bahwa jumlah pemesan (Q) dengan kendala anggaran lebih besar dibandingkan jumlah pemesan (Q) sistem perusahaan (kecuali

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan, disimpulkan bahwa penguasaan konsep lingkungan siswa SMA adiwiyata mandiri di Kabupaten Mojokerto sudah baik dan

Jika konsep khiyar syarat pendapat Wahbah Az Zuhaili di kaitkan dengan praktek yang terjadi di lapangan, bahwa khiyar syarat yang dilakukan oleh si penjual harus

Dengan posisi diri yang (di)lemah(kan) ini, masyarakat kolonial harus mengikuti keinginan mereka agar siap di-peradab-kan melalui sejumlah regulasi. Meskipun diakui, selain

Anugrah yang merupakan mitra toko penjualan pupuk dari PT Sepuluh Sempurna Blimbing mempunyai strategi pemasaran yang bagus dalam memperoleh kepuasan pelanggannya serta

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 121 Peraturan Wali Kota Tasikmalaya Nomor 40 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi, Kedudukan, Tugas Pokok,