• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENYUSUNAN KURIKULUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENYUSUNAN KURIKULUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)2016. PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENYUSUNAN KURIKULUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER.

(2) DAFTAR ISI. Hal. LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ PENGANTAR .................................................................................................... i DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... ii PERATURAN-PERATURAN REKTOR .......................................................... BAB 1 PENDAHULUAN. 1. 1.1 1.2 1.3 1.4. 1 3 4 7. Hakekat Kurikulum ..................................................................................... Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia.......................... Dasar Pengembangan dan Tujuan Kurikulum Pendidikan Tinggi .............. Kebijakan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi ........................... BAB 2 PENGEMBANGAN KURIKULUM PROGRAM STUDI DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER ..................................11 2.1 Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Universitas Muhammadiyah Jember..........................................................................................................11 2.2 Komponen dan Penciri Kurikulu di Universitas Muhammadiyah Jember ..12 2.2.1 Komponen Kurikulum Universitas Muhammadiyah Jember ......................12 2.2.2 Penciri Kurikulum Universitas Muhammadiyah Jember .............................13 2.2.2.1 Penciri Berasalan dari Sumber Universal ................................................14 2.2.2.2 Nilai-nilai Islam dan Kemuhammadiyahan .............................................16 BAB 3 PARADIGMA PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN ...................................................................................18 3.1 Paradigma Pembelajaran................................................................................18 3.1.1 Perubahan Pembelajaran dari TCL menjadi SCL .......................................19 3.1.2 Mengapa Pembelajaran Menggunakan SCL? .............................................24 3.1.2.1 Peran Dosen dalam Pembelajaran SCL....................................................24 3.1.2.2 Beberapa Ragam Model Pembelajaran SCL............................................25 3.1.3 Sistem Implemetasi Pembelajaran ..............................................................33 3.1.3.1 Sistem Pembelajaran Berbasis Blok.........................................................33 3.1.3.2 Sistem Pembelajaran Berbasis Subyek ....................................................36 3.2 Penilaian dalam Pembelajaran .......................................................................37 3.2.1 Hakekat Penilaian dalam Pembelajaran ......................................................37 3.2.2 Pendekatan Penilaian dalam Pembelajaran .................................................38.

(3) 3.2.3 Sistem Penilaian Pembelajaran ...................................................................40 3.2.4 Bentuk Penilaian .........................................................................................43 BAB 4 LANGKAH-LANGKAH DAN TAHAPAN PENYUSUNAN KURIKULUM .......................................................................................... 4.1 Langkah-langkah Penyusunan Kurikulum.....................................................44 4.2 Beban Belajar dan Masa Studi .......................................................................49 4.3 Tahapan Penyusuna Kurikulum ......................................................................49 BAB 5 SISTEMATIKA DOKUMEN AKADEMIK KURIKULUM BAB 6 RANCANGAN PEMBELAJARAN 6.1 Pengertian Rancangan Pembelajaran .............................................................65 6.2 Tujuan Rancangan Pembelajaran...................................................................65 6.3 Manfaat Rancangan Pembelajaran.................................................................66 6.4 Model Pengembangan Rancangan Pembelajaran ..........................................66 BAB 7 PENUTUP DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................70 LAMPIRAN-LAMPIRAN.

(4) DAFTAR LAMPIRAN. Hal. DAFTAR MATA KULIAH WAJIB UMUM .................................................... 71 PENILAIAN PEMBELAJARAN....................................................................... 74 RENCANA PEMBELAJARAN......................................................................... 77 FORMAT KONTRAK PERKULIAHAN .......................................................... 81 FORMAT RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN......................... 82 FORMAT TUGAS TERSTRUKTUR ................................................................ 84.

(5) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Hakekat Kurikulum Kurikulum berasal dari kata “currere” (Latin) yang berarti lintasan. Oleh karena itu, Schubert (1986) menyatakan bahwa kurikulum sebagai sebuah ‘currere” mengacu pada lomba balap dan menekankan pada kapasitas individu untuk merekonseptualisasi otobiografi masing-masing. Lebih jauh, Schubert menyatakan bahwa kurikulum sebagai: •. Content or Subject Matter. •. Program of Planned Activities. •. Curriculum Learning Outcomes. •. Cultural Reproduction. •. Experience. •. Discrete Tasks and Concepts. •. An agenda for social reconstruction. •. Currere Sementara itu, kurikulum dalam artian luas adalah “ .. All experiences. children have under the guidance of teachers” (Campbell, 1980). Lingkup kurikulum program adalah isi sampai dengan keseluruhan pengalaman atau kegiatan. Sehingga, kurikulum diartikan sebagai rencana yang tertulis yang disebut dokumen kurikulum dan kurikulum fungsional (functioning curriculum) yang dioperasikan di dalam kelas. Secara khusus, Ornstein & Hunkins (2004) berpandangan bahwa currere atau kurikulum mengacu pada pengalaman eksistensial dalam struktur-struktur pembelajaran. Di samping pengertian di atas, terdapat beberapa pandangan tentang kurikulum. Kaum Traditionalists menyatakan bahwa ‘Curriculum as subject matter, content, planned activities’. Kemudian, kaum Conceptual Empiricists memaknai ’Curriculum as scientific research’ dan ‘Curriculum as control behaviour’. Sementera itu, kaum Reconceptualists dan Critical Theorists. UM Jember. Page 1.

(6) berpendapat bahwa ‘Curriculum as experience’ dan ‘Curriculum as understanding’. Sedangkan Postmodernists menegaskan bahwa “1) Curriculum as hybridizing; 2) Curriculum as evolving, 3) Curriculum as (de/re)constructing”. Selanjutnya, berdasarkan tingkat pengembangannya, kurikulum memiliki beberapa fungsi sebagaimana diseskripsikan pada gambar 1.1. Gambar 1.1 Tingkat Pengembangan Kurikulum Kurikulum Operasional Kurikulum Eksperensial Kurikulum Instruksional. Kurikulum Ideal Kurikulum Formal. Kurikulum ideal mengandung segala sesuatu yang dianggap penting sehingga dianggap perlu dimasukan kedalamnya oleh hampir setiap orang. Cakupannya akan sangat luas, kandungannya tidak sistematis, dan bebannya menjadi sangat besar sehingga tidak mungkin terwujud. Namun, kurikulum ideal tetap ada fungsinya, yaitu sebagai pencerminan aspirasi warga masyarakat yang perlu diperhatikan, disaring, ditata, dan dikemas dalam sosok yang tepat oleh semua pihak yang terlibat dengan kebijakan pendidikan formal. Sedangkan kurikulum formal adalah kurikulum yang disahkan oleh pihak yang berwenang dan kemudian ditampilkan sebagai dokumen resmi kurikulum. Kurikulum ini menjadi acuan resmi dan harus dilaksanakan oleh seluruh lembaga penyelenggara pendidikan yang ada di bawahnya. Contoh kurikulum tersebut adalah kurikulum madrasah yang ditetapkan oleh Kementerian Agama. Berikutnya adalah kurikulum instruksional yang merupakan terjemahan dari kurikulum formal. Kurikulum ini berbentuk seperangkat skenario pembelajaran dari jam pertemuan ke jam pertemuan berikutnya oleh guru yang. UM Jember. Page 2.

(7) bertugas mengimplementasikannya dalam suatu konteks kelembagaan tertentu. Dengan kata lain kurikulum intruksional adalah kurikulum yang mencerminkan niat para guru sebagai implementatornya. Selanjutnya adalah kurikulum operasional. Kurikulum ini merupakan perwujudan objektif dari kurikulum intruksional dalam interaksi pembelajaran. Yang terakhir adalah kurikulum eksperiensial. Kurikulum ini menjadi manifestasi makna dari pengalaman belajar yang terhayati oleh peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum eksperiensial akan membuahkan dampak dalam bentuk perubahan cara berpikir, bersikap, dan bertindak peserta didik. Di samping itu, pengembangan kurikulum dapat juga dikelompokkan menjadi pengembangan pada tingkatan makro dan mikro. Pengembangan pada tingkat makro dilakukan untuk menghasilkan kurikulum formal (sampai silabi atau GBPP mata kuliah). Sedangkan, pada tingkatan mikro bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran dalam satu semester atau satu minggu dan sebagainya atau sering disebut RPS (satu semester) atau RPP/SAP (satu minggu).. 1.2 Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia Berdasarkan SK Mendiknas No, 232/U/2000, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai pendidikan tertentu. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, kurikulum dapat diartikan sebagai rangkaian pembelajaran terdiri atas rencana, pelaksanaan dan evaluasi yang harus dilalui peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar tertentu. Kurikulum akan memandu dan menjadi pedoman bagi penyelenggaraan sebuah program pendidikan atau pembelajaran. Dengan demikian, kurikulum pada pendidikan tinggi dapat berperan sebagai: 1) sumber kebijakan manajemen. UM Jember. Page 3.

(8) pendidikan tinggi untuk menentukan arah penyelenggaraan pendidikannya; (2) filosofi yang akan mewarnai terbentuknya masyarakat dan iklim akademik; (3) patron atau pola pembelajaran, yang mencerminkan bahan kajian, cara penyampaian dan penilaian pembelajaran; (4) atmosfer atau iklim yang terbentuk dari hasil interaksi manajerial perguruan tinggi (PT) dalam mencapai tujuan pembelajarannya; (5) rujukan kualitas dari proses penjaminan mutu; serta (6) ukuran keberhasilan PT dalam menghasilkan lulusan yang bermanfaat bagi masyarakat. Dari penjelasan ini, nampak bahwa kurikulum tidak hanya berarti sebagai suatu dokumen saja, namun merupakan suatu rangkaian proses yang sangat krusial dalam pendidikan. Oleh sebab itu, kurikulum harus dikaji secara periodik, disusun dengan cermat, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman.. 1.3 Dasar Pengembangan danTujuan Kurikulum Pendidikan Tinggi Misi pendidikan tinggi abad ke-21 dari UNESCO (1998) telah dirumuskan oleh The International Commissionon on Education for theTwenty-first Century diketuai oleh Jacques Delors (UNESCO, 1998) dapat dijadikan rujukan pengembangan kurikulum, yang isinya antara lain diuraikan di bawah ini. (1) Harapan peran pendidikan tinggi ke depan: a) Jangkauan dari komunitas lokal ke masyarakat global. Hal ini berdasarkan kenyataan adanya saling ketergantungan secara global untuk merespon perubahan-perubahan yang terjadi akibat kesenjangan antar negara miskin dan kaya. Pembangunan pesat yang kurang terkendali dipandang sebagai permasalahan dan ancaman global untuk dicarikan solusinya secara bersama. Dibutuhkan saling pengertian, solidaritas, serta tanggungjawab tinggi dalam perbedaan budaya dan agama untuk dapat hidup dalam masyarakat global secara harmonis. Akses pendidikan untuk semua orang sangat diperlukan untuk membantu memahami dunia secara utuh serta mengetahui masyarakat lainnya. Kebijakan pendidikan harus menjamin adanya keragaman tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya lokal dan dirancang agar tidak menyebabkan pengucilan sosial.. UM Jember. Page 4.

(9) b) Perubahan dari kohesi sosial ke partisipasi demokratis. Kohesi atau keterpaduan sosial, tanpa meninggalkan nilai-nilai baik yang berkembang, harus mampu mengembangkan partisipasi individu secara demokratis. Interaksi sosial yang baik dengan penuh saling pengertian dibutuhkan dalam berkehidupan demokratis di masyarakat dan dunia kerja. Partisipasi demokratis membutuhkan pendidikan dan praktik berkewarganegaraan yang baik. c) Dari pertumbuhan ekonomi ke pengembangan kemanusiaan. Pertumbuhan ekonomi diperlukan namun tidak terlepas dari pengembangan kemanusiaan. Investasi untuk menumbuhkan perekonomian harus inklusif terhadap perkembangan masyarakatnya (aspek sosial) dan lingkungan hidupnya (aspek ekologi). (2) Asas pengembangan pendidikan: a) Empat pilar pendidikan UNESCO (learning to know, Learning to do, learning to be dan learning to live together). Learning to know. Pembelajaran mengandung makna diantaranya untuk belajar dan menemukan, untuk memahami lingkungan seseorang, untuk berfikir secara rasional dan kritis, untuk mencari pengetahuan dengan metode ilmiah, dan untuk mengembangkan kebebasan dalam mengambil suatu keputusan. Learning to do. Pembelajaran diantaranya adalah untuk mengembangkan practical know-how ke kompetensi, mempraktikan apa yang sudah dipelajari, mengembangkan kemampuan untuk mentransformasi pengeta huan ke dalam inovasi-inovasi dan penciptaan lapangan pekerjaan; Pembelajaran tidak lagi terbatas untuk pekerjaan tetapi merupakan respon dari partisipasi dalam perkembangan sosial yang dinamis; Pembelajaran adalah untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, bekerja dengan lainnya serta untuk mengelola dan mencari pemecahan konflik; Pembelajaran adalah untuk mengembangkan kemampuan yang merupakan campuran dari higher skill, perilaku sosial, kerja tim dan inisiatif / kesiapan untuk mengambil risiko.. UM Jember. Page 5.

(10) Learning to be. Pembelajaran diantaranya adalah untuk mengembangkan pikiran dan fisik, intelegensia, sensitivitas, tanggungjawab dan nilai-nilai spiritual; mengembangkan mutu imajinasi dan kreativitas, pengayaan personalitas; Mengembangkan potensi diri untuk membuka kemampuan yang tersembunyi pada diri manusia, dan dalam waktu bersamaan terjadi konstruksi interaksi sosial. Learning to live together. Pembelajaran mengandung makna diantaranya untuk menghormati keragaman, memahami dan mengerti diri seseorang, terbuka atau receptive terhadap yang lainnya; Pembelajaran adalah untuk mengembangkan kemampuan untuk memecahkan perbe daan pendapat melalui dialog, selalu perhatian dan berbagi, bekerja dengan tujuan yang jelas dalam kehidupan bermasyarakat, dan mengelola serta memecahkan konflik. b) Belajar sepanjang hayat (learning throughout life atau life-long learning). Prinsip belajar sepanjang hayat penting sebagai kunci untuk memasuki abad ke-21 agar mampu menghadapi berbagai tantangan dari cepatnya perubahan-perubahan di dunia. Dengan belajar sepanjang hayat ini akan memperkuat pilar learning to live together melalui pengembangan pemahaman terhadap orang lain dan sejarahnya, tradisi, dan nilai-nilai spiritual. Dengan demikian akan menciptakan semangat baru dengan saling menghormati, mengakui saling ketergantungan, serta melakukan analisis bersama terhadap risiko dan tantangan di masa depan. Kondisi ini akan mendorong orang untuk melaksanakan program atau proyek bersama atau mengelola konflik dengan cara yang cerdas dan damai.. (3) Arah pengembangan pendidikan: a) Adanya kesatuan dari pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi. Pendidikan dasar adalah sebagai ”passport” untuk kehidupan seseorang, dan pendidikan menengah adalah sebagai perantara jalan untuk menentukan kehidupan. Pada tahapan ini isi pembelajaran harus dirancang untuk menstimulasi kecintaan terhadap belajar dan ilmu pengetahuan.. UM Jember. Page 6.

(11) Selanjutnya pendidikan tinggi adalah untuk menyediakan peluang terhadap keinginan masyarakat untuk belajar sepanjang hayat. b) Peran perguruan tinggi antara lain:  Sebagai lembaga ilmiah dan pusat pembelajaran dimana mahasiswa mendapatkan pembelajaran teori dan penelitian aplikatif. Sebagai lembaga yang menawarkan kualifikasi pekerjaan dengan menggabungkan pengetahuan tingkat tinggi dan keterampilan yang terus disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja.  Sebagai tempat untuk belajar sepanjang hayat, membuka pintu bagi orang dewasa yang ingin melanjutkan studi atau untuk beradaptasi terhadap perkembangan pengetahuan, atau untuk memenuhi keinginan belajar di semua bidang kehidupan.  Sebagai mitra dalam kerjasama internasional untuk memfasilitasi pertukaran dosen dan siswa sehingga tercipta pembelajaran yang terbaik dan tersedia secara luas bagi masyarakat.. 1.4 Kebijakan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Pasca millenium ke-2 atau era 2000, dunia mengalami lompatan dan percepatan perubahan di segala sektor yang sulit dibendung oleh siapapun di dunia ini. Pada era yang juga dikenal dengan globalisasi atau informasi atau pengetahuan ini, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan cepat menjalar ke seluruh belahan dan bahkan pelosok terpencil dunia yang pada era sebelum 2000 (pre-millennium) hampir tidak tersentuh oleh perubahan. Akibat percepatan perubahan yang dahsyat tersebut mengakibatkan tuntutan masyarakat makin beragam dan masif yang salah satunya adalah tuntutan dunia kerja. Jika dipahami dengan baik dan lebih dalam berdasarkan sistem pendidikan yang telah dijelaskan di atas, maka jika terjadi perubahan pada tuntutan dunia kerja sudah sewajarnyalah proses pendidikan di PT perlu untuk beradaptasi. Alasan inilah yang seharusnya dikembangkan untuk melakukan perubahan kurikulum PT di Indonesia.. UM Jember. Page 7.

(12) Setelah diratifikasinya beberapa perjanjian dan komitmen global seperti AFTA, WTO, GATTS dan yang terbaru adalah AEC oleh pemerintah RI, maka dunia semakin mencair dalam berhubungan dan berinteraksi. Berbagai macam parameter kualitas akan dipasang untuk menstandarkan mutu dan kualitas lulusan di berbagai belahan bumi. Berbagai kesepakatan dan kesepahaman antar negaranegara di ASEAN mulai ditetapkan. Roadmap atau peta pengembangan mobilitas bebas tenaga kerja profesional antar negara di ASEAN telah dibentangkan. Perkembangan roadmap tersebut dimulai semenjak tahun 2008 dengan melakukan harmonisasi berbagai peraturan dan sistem untuk memperkuat institusi pengembang SDM. Kemudian pada tahun 2010 mulailah disepakati Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk berbagai pekerjaan dan profesi. Beberapa bidang profesi yang telah memiliki MRA hingga tahun ini adalah: (1) engineers; (2) architect; (3) accountant; (4) land surveyors; (5) medical doctor; (6) dentist; (7) nurses, dan (8) labor in tourism. Atas dasar prinsip kesetaraan mutu serta kesepahaman tentang kualifikasi dari berbagai bidang pekerjaan dan profesi di era global, maka diperlukanlah sebuah parameter kualifikasi secara internasional dari lulusan pendidikan di Indonesia. Salah satu upaya yang sudah dilakukan oleh perguruan tinggi khusunya di ASEAN adalah berdirinya AUN-QA (ASEAN University Network Quality Assurance). Selain alasan tuntutan paradigma baru pendidikan global di atas, secara internal, kualitas pendidikan di Indonesia sendiri, terutama pendidikan tinggi memiliki disparitas yang sangat tinggi. Antara lulusan S1 suatu program studi dengan yang lain tidak memiliki kesetaraan kualifikasi, bahkan pada lulusan dari program studi yang sama. Selain itu, tidak juga dapat dibedakan antara lulusan pendidikan jenis akademik, dengan vokasi dan profesi. Carut marut kualifikasi pendidikan ini membuat akuntabilitas akademik lembaga pendidikan tinggi semakin menurun. Maka melalui UU Nomor 12 tahun 2012 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, Pemerintah memberi dorongan sekaligus dukungan untuk mengembangkan sebuah ukuran kualifikasi lulusan pendidikan di Indonesia dalam bentuk sebuah kerangka kualifikasi, yang kemudian dikenal dengan nama Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) menjadi sebuah. UM Jember. Page 8.

(13) tonggak sejarah baru (milestone) bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia agar menghasilkan sumber daya manusia berkualitas dan bersaing di tingkat global. Secara khusus, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 pasal 1 menyatakan bahwa: Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sector. KKNI juga disusun sebagai respon dari ratifikasi yang dilakukan Indonesia pada tanggal 16 Desember 1983 dan diperbaharui tanggal 30 Januari 2008 terhadap konvensi UNESCO tentang pengakuan pendidikan diploma dan pendidikan tinggi (The International Convention on the Recognition of Studies, Diplomas and Degrees in Higher Education in Asia and the Pasific). Dalam hal ini dengan adanya KKNI maka negara-negara lain dapat menggunakannya sebagai panduan sekaligus tolak ukur untuk melakukan penilaian kesetaraan capaian pembelajaran serta kualifikasi tenaga kerja baik yang akan belajar atau bekerja di Indonesia maupun sebaliknya apabila akan menerima pelajar atau tenaga kerja dari Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan tinggi di Indonesia sudah melakukan pengembangan kurikulum sebagai respon terhadap isu-isu global, tuntutan dunia usaha dan kebutuhan lainnya. Hal tersebut ditujukkan dengan adanya perubahan baik pendekatan maupun model pengembangan kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia. Tahun 1994 melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, dimana kurikulum yang mengutamakan keterca paian penguasaan IPTEKS, oleh karenanya disebut sebagai Kurikulum Berbasis Isi. Pada model kurikulum ini, ditetapkan mata kuliah wajib nasional pada program studi yang ada. Kemudian pada tahun 2000, atas amanah UNESCO melalui konsep the four pilars of education, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together (Dellors, 1998), Indonesia merekonstruksi konsep kurikulumnya dari berbasis isi ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). UM Jember. Page 9.

(14) Kurikulum era tahun 2000 dan 2002 ini mengutamakan pencapaian kompetensi, sebagai wujud usaha untuk mendekatkan pendidikan pada kondisi pasar kerja dan industri. Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi terdiri atas kurikulum inti dan institusional. Implementasi KBK memerlukan petapan kompetensi utama oleh kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna lulusan. Sedangkan kompetensi pendukung dan kompetensi lain, ditetapkan oleh perguruan tinggi sendiri. Dengan dorongan perkembangan global yang saat ini dituntut adanya pengakuan atas capaian pembelajaran yang telah disetarakan secara internasional, dan dikembangkannya KKNI, maka kurikulum di perguruan tinggi sejak tahun 2012 mengalami sedikit pergeseran dengan memberikan ukuran penyetaraan capaian pembelajarannya. Kurikulum ini masih mendasarkan pada pencapaian kemampuan yang telah disetarakan untuk menjaga mutu lulusannya. Kurikulum ini dikenal dengan nama Kurikulum Pendidikan Tinggi. Pada Gambar 1.2 di bawah ini menjelaskan perbandingan Kurikulum Pendidikan Tinggi di Indonesia dari waktu ke waktu dalam dua dasawarsa terakhir. Gambar 1.2 Perubahan Konsep Kurikulum 1994 sampai dengan 2012 PERUBAHAN KONSEP KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA 1994 2000/2002 2012 Kurikulum Kurikulum Inti dan Kurikulum Pendidikan Nasional Institusional Tinggi (232/U/2000 dan (UUPT No.12/2012 dan KKNI – (No. 056/U/1994)  Mengutamakan penguasaan IPTEKS  Tidak merumuskan kemampuannya  Menetapkan MK wajib (100-110) dari 160 sks (S1) oleh Konsorsium. 045/U/2002  Mengutamakan pencapaian kompetensi  Penetapan Kompetensi Utama dari hasil kesepakatan program studi sejenis. Perpres No. 8/2012)  Mengutamakan kesetaraan capaian pembelajaran (mutu)  Terdiri dari sikap dan tata nilai, kemampuan kerja, penguasaan keilmuan, kewenangan dan tanggung jawabnyas.  Perumusan capaian pembelajaran minimal tercantum pada Standar Nasional dan hasil kesepakatan prodi sejenis. KBI. KBK. KPT. Gambar 1-3 Perubahan Konsep Kurikulum Pendidikan Tinggi Indonesia. UM Jember. Page 10.

(15) BAB 2 PENGEMBANGAN KURIKULUM PROGRAM STUDI DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER.. 2.1 Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Universitas Muhammadiyah Jember Suatu keharusan bagi penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, khususnya pendidikan formal untuk memiliki dan selalu melakukan peninjauan kurikulum. Sebagaimana diuraikan pada Bab I, kurikulum menjadi panduan bagi penyelenggaraan program pendidikan atau pembelajaran yang berisi seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian. Maka keberhasilan sebuah program studi untuk menyelengarakan program pendidikan atau pembelajaran sangat ditentukan secara mutlak oleh keberadaan kurikulum yang digunakan. Oleh karena itu, setiap perguruan tinggi akan menetapkan kebijakan tentang pengembangan kurikulum bagi prodi-prodi yang dikelolanya. Kurikulum adalah salah satu standar (Standar Isi) dari 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara pendidikan untuk semua jenjang mulai pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Kebijakan ini juga berlaku di Universitas Muhammadiyah Jember sebagai bagian taat azas terhadap aturan perundangan dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Pengembangan kurikulum di UM Jember dituangkan dalam Keputusan Rektor Nomor: 782/KEP/II.3.AU/F/2015 tentang Penerapan Kurikulum Pendidikan Tinggi Berbasis Kompetensi dan Capaian Pembelajaran Universitas Muhammadiyah Jember Tahun 2015 . Tindak lanjut dari Keputusan tersebut adalah dikeluarkannya pedoman kurikulum yang dinamakan Pedoman Pengembangan dan Penyusunan Kurikulum Universitas Muhammadiyah Jember. Implikasi dari kebijakan tersebut adalah setiap prodi di Universitas Muhammadiyah Jember wajib untuk mengembangkan atau merekonstruksi kurikulumnya. Dalam merekonstruksi kurikukulum, beberapa ketentuan harus dipatuhi sehingga penyelenggaraan pendidikan di setiap prodi dapat UM Jember. Page 11.

(16) dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan output (lulusan) dan outcomes pendidikan (kemampuan lulusan, pengembangan ipteks, dan lain-lain) yang bermutu.. 2.2 Komponen dan Penciri Kurikulum di Universitas Muhammadiyah Jember Dalam merekonstruksi kurikulum, beberapa hal penting yang harus dicermati selain konstruksi adalah isi atau komponen yang akan membentuk bangunan kurikulum. Isi kurikulum adalah seperangkat komponen yang harus disusun dan dirumuskan untuk dilaksanakan oleh pendidik untuk membentuk sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Oleh karena itu, dalam konstruksi kurikulum harus terdapat 2 (dua) aspek penting yaitu Komponen Kurikulum dan Penciri Kurikulum.. 2.2.1 Komponen Kurikulum Universitas Muhammadiyah Jember Sebagaimana prinsip kurikulum pada umumnya, Komponen Kurikulum Program Studi di Universitas Muhammadiyah Jember terdiri atas : 1) tujuan; 2) isi (materi): 3) proses atau sistem penyampaian dan media: dan 4) evaluasi. Komponen tersebut harus dideskripsikan secara jelas dan tegas sehingga dapat dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan. Pertama, komponen tujuan menunjukkan filososi sekaligus peta arah diselenggarakanya pendidikan. Pada komponen tujuan diuraikan tentang tujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler, instruksional baik umum dan khusus. Tujuan pendidikan nasional merupakan uraian yang diambil dari UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan bahwa: Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan Pendidikan Nasional tersebut akan menjadi pijakan dasar dan utama bagi universitas, fakultas, dan program studi untuk menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran. Selanjutnya, Tujuan Pendidikan Nasional tersebut diejawantahkan UM Jember. Page 12.

(17) dalam tujuan institusional yaitu tujuan penyelenggaraan pendidikan Unversitas Muhammadiyah Jember. Didasari oleh Pola Ilmiah Pokok yaiktu ‘Inovasi IPTEKS untuk kesejahteraan dan peradaban ummat’ dan visi UM Jember ‘menjadi perguruan tinggi yang ungul dalam IPTEKS bernafaskan nilai-nilai kemanusian’, misi pendidikan pembelajaran UM Jember adalah: 1. Menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan mutakhir. 2. Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyaratkat dalam rangka meningkatkan kesjahteraan ummat. Berdasarkan visi dan misi tersbut, tujuan penyelenggaraan pendidikan Unversitas Muhammadiyah Jember tertuang dalam Statuta pasal 13 sebagai berikut: 1. Menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia, kompetitif, dan inovatif. 2. Menghasilkan IPTEKS untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Kedua, komponen isi atau bahan merupakan penentuan jenis, nama, dan isi pesan pembelajaran. Isi atau bahan harus mencakup seberapa luas dan dalam cakupan isi pesan yang harus dikuasai dan bagaimana isi pesan diorganisasikan. Ketiga, komponen proses berupa sistem penyampaian yang mencakup strategi dan media pembelajaran. Pola umum pembelajaran yang harus dilakukan oleh dosen dan mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (capaian pembelajaran atau kompetensi yang ditentukan) harus jelas dan tepat . Strategi apa yang akan digunakan dalam pembelajaran, misalkan sebuah pembelajaran harus menggunakan Reception (exposition) vs Discovery learning; Role Learning vs Meaningful Learning; Group Learning vs Individual learning harus dipertimbangkan dengan baik. Untuk menyampaikan isi pembelajaran diperlukan media pengajaran yang merupakan semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan si pebelajar, yang terdiri atas perangkat lunak dan perangkat keras. Komponen terakhir kurikulum adalah evaluasi. Komponen ini terdiri atas pengukuran tingkat capaian kurikulum baik dari sisi proses dan capaian hasil belajar mahasiswa. Evaluasi harus memberi informasi yang komprehensif tentang. UM Jember. Page 13.

(18) pelaksanaan kurikulum berkenaan dengan aspek apa, bagaimana, dan mengapa fenomena pembelajaran terjadi sebagai akibat dari kurikulum. 2.2.2. Penciri Kurikulum Universitas Muhammadiyah Jember Kurikulum yang digunakan di UM Jember dirancang berdasarkan beberapa. komponen penciri yang diambil dari dua sumber yang berbeda yaitu nasional atau universal dan khusus dari persyarikatan Muhammadiyah.. 2.2.2.1 Penciri Berasal dari Sumber Universal (a) Kecakapan hidup sejati (true life skills) Sebagaimana dipahami bersama bahwa pendidikan harus mampu menghantarkan peserta didik sebagai bagian dari komunitas dunia yang memiliki kecakapan yang dibutuhkan untuk hidup saat ini dan masa yang akan datang. Maka UNESCO menetapkan bahwa pendidikan harus diselenggarakan berdasarkan pada 4 pilar yaitu learning to know, learning to do, learning to be, learning to live togather. Di samping pilar-pilar pendidikan tersebut, UM Jember melengkapi peserta didik (mahasiswa) dengan pilar ke-5 yaitu learning how to learn. Berkenaan dengan pilar terakhir tersebut, Wirth dan Perkins menyatakan “learning how to learn includes learning how to diagnose one’s own need for learning and how to be a self-learner. This type of learning enables students to continue learning with greater effectiveness and is a particularly important skill with the recent explosion of knowledge and technology “ (2008: 9). Dengan demikian, hasil belajar mahasiswa diharapkan mencakup semua aspek kemampuan yang dibutuhkan dalam hidup . Pembelajaran diarahkan untuk mencapai hasil belajar yang direncanakan . sedangkan dosen sebagai implementor harus mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran dengan baik. Dengan kata lain, dosen melalui kurikulum sangat menentukan keberhasilan pemebelajaran tersebut. Oleh karena itu, agar pembelajaran berhasil dengan baik, pembelajaran (kurikulum) harus dapat juga mengembangkan mahasiswa untuk memiliki kemampuan learning how to learn. Bagaimanapun, hasil belajar di samping ditentukan oleh strategi mengajar guru, juga sangat ditentukan oleh strategi belajar mahasiswa. Maka, proses pembejaran inovatif yang berkualitas akan memberikan hasil ganda yaitu: a) meningkatnya UM Jember. Page 14.

(19) penguasaan siswa terhadap isi/materi pembelajaran dan b) meningkatnya keterampilan belajar siswa . Peningkatan keterampilan mahasiswa juga dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang dirancang untuk tujuan tersebut. Hal yang paling utama adalah pembelajaran diharapkan dapat membentuk kemampuan untuk menguasai kecakapan hidup yang lain yang dapat digunakan dalam kehidupan saat ini dan akan datang. (b) Alih Belajar (Transfer of learning) dan Pembelajaran Berpusat pada Mahasiswa (Student-centered Learning atau SCL) Dalam menyelenggarakan pembelajaran, UM Jember (lembaga) dan dosen (individu) harus memposisikan mahasiswa sebagai subyek (agent) yang membentuk atau membangun pengetahuan, keterampilan dan sikap sendiri. Fungsi lemabaga dan dosen adalah menfasilitasi mahasiswa dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga dia mampu menginternalisasi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Hal ini sejalan dengan pandangan Kostruktivisme yang menyatakan bahwa. membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep- konsep, atau kaidahkaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Artinya pebelajar atau mahasiswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu di konstruksi/dibangun atas dasar realitas yang ada. Pada kondisi tersebut, mahasiswa menjadi titik aksentuasi pembelajaran atau dikenal dengan pembelajaran berpusat pada siswa/mahasiswa (student-centered learning). Oleh karena itu, maka pembelajaran di UM Jember harus dikembangkan sebagai upaya alih belajar (tansfer of learning). Pembelajaran bukan sekedar alih pengetahuan (transfer of knowledge) atau alih keteramplan dan nilai.. UM Jember. Page 15.

(20) (c) Fleksibilitas Kurikulum Pengembangan Kurikulum UM Jember menganut prinsip fleksibilitas baik secara horisontal maupun vertikal dengan mempertimbangkan kebutuhan dan minat peserta didik dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni (Ipteks), olah raga, dan budaya. Fleksibilitas vertikal kurikulum memungkinkan transfer kredit antar program studi, antar jenjang program di lingkungan UM Jember, dan antar program studi di UM Jember dengan program studi di perguruan tinggi lain. Sementara itu, fleksibilitas kurikulum secara horisontal harus tercermin dalam penataan mata kuliah pilihan atau keahlian untuk mengakomodasi keragaman minat, dan kemampuan peserta didik serta dengan mempertimbangkan pula kebutuhan pengguna lulusan. Fleksibilitas kurikulum memungkinkan pula dilakukan revisi isi dan nama mata kuliah yang disesuaikan dengan tuntutan standar mutu, kebutuhan masyarakat (pemangku kepentigan luar), kebutuhan persyarikatan Muhammadiyah, dan perkembangan Ipteks khususnya mata kuliah pilihan pada struktur kurikulum. Maka dampak fleksibilitas tersebut memungkinkan terjadinya konversi matakuliah. 2.2.2.2 Nilai-nilai Islam dan Kemuhammadiyahan Kurikulum program studi di Universitas Muhammadiyah Jember dirancang berdasarkan pada ketentuan Persyarikatan sebagaimana dinyatakan dalam Pedoman Pipimpnan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/PED/I.0/B/2012 tentang Perguruan Tinggi. Pada pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi dilaksanakan dalam program-program studi atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing PTM dengan mengacu pada SNP dan sistem pendidikan Muhammadiyah. Lebih lanjut, pada ayat 2 dinyatakan bahwa PTM wajib memiliki ciri khas kurikulum Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang diatur lebih lanjut dengan ketentuan Majelis Pendidikan Tinggi. Berdasarkan ketentuan tersebut, kurikulum prodi-prodi di Universitas Muhamamdiyah Jember harus memuat nilai-nilai keislaman dan kemuhammadiyahan sebagai isi pembelajaran baik secara eksplisit dalam struktur UM Jember. Page 16.

(21) kurikulum maupun implisit atau sebagai hidden curriculum. Diawali dengan rumusan visi (misi) “UM Jember menjadi Perguruan Tinggi yang unggul dalam IPTEKS bernafaskan nilai-nilai Keislaman" yang diturunkan menjadi visi (misi) prodi, kurikulum prodi di UM Jember wajib memuat matakuliah wajib (8 sks bagi prodi S1, 4 sks bagi prodi D3, 2 sks bagi prodi S2). (Lihat Lampiran 1) Di samping itu, nilai-nilai keislaman harus disisipkan dalam setiap matakuliah. Setidaknya, nilai-nilai keislaman mewarnai setiap matakuliah yang tercermin dalam rumusan capaian pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, dosen harus berusaha mengaitkan materi atau isi pembelajaran dengan nilai-nilai keislaman baik yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.. UM Jember. Page 17.

(22) BAB 3 PARADIGMA PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN. 3.1 Paradigma Pembelajaran Abad ke-21 disebut juga abad informasi dan pengetahuan menghendaki dilakukannya perubahan pendidikan tinggi yang bersifat mendasar. Bentuk perubahan-perubahan tersebut adalah: (i) perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat dunia (global), (ii) perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi demo-kratis (utamanya dalam pendidikan dan praktek berkewarganegaraan), dan (iii) perubahan dari pertumbuhan ekonomik ke perkembangan kemanusiaan. UNESCO (1998) menjelaskan bahwa untuk melaksanakan empat perubahan besar di pendidikan tinggi tersebut, dipakai dua basis landasan, berupa empat pilar pendidikan: (i) learning to know, (ii) learning to do yang bermakna pada penguasaan kompetensi dari pada penguasaan ketrampilan menurut klasifikasi ISCE (International Standard Classification of Education) dan ISCO (International Standard Classification of Occupation), dematerialisasi pekerjaan dan kemampuan berperan untuk menanggapi bangkitnya sektor layanan jasa, dan bekerja di kegiatan ekonomi informal, (iii) learning to live together (with others), dan (iv) learning to be, (v) learning how to learn , serta; belajar sepanjang hayat (life-long learning). Empat pilar pendidikan tersebut sebenarnya merupakan satu kesatuan utuh. Pengelompokan pilar hanya mencirikan pengutamaan substansi materi dan proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa kompetensi sebagai ciri utama dari penguasaan learning to do dari suatu materi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dengan elemen kompetensi yang terkandung dalam learning to know, learning to live together, dan learning to be dari materi yang bersangkutan atau materi-materi pembelajaran lainnya. Oleh karenanya, pemisahan antara materi pembelajaran atas hard skill dan soft skill dalam satu kurikulum tidak dibenarkan. Makna arti hard skill dan soft skill diakomodasi dalam proses pembelajaran yang sesuai UM Jember. Page 18.

(23) dengan dimensi proses kognitif, yaitu: (i) mengingat/menghafalkan, (ii) memahami, (iii) menerapkan, (iv) menganalisa, (v) mengevaluasi, dan (vi) mengkreasi; dari setiap dimensi pengetahuan yang berjenjang, mulai dari dimensi faktual, dimensi konsepsual, dimensi prosedural, dan dimensi pengetahuan metakognitif. Perubahan-perubahan mendasar pendidikan tinggi yang berlangsung di abad XXI, akan meletakkan kedudukan pendidikan tinggi sebagai: (i) lembaga pembelajaran dan sumber pengetahuan, (ii) pelaku, sarana dan wahana interaksi antara pendidikan tinggi dengan perubahan pasaran kerja, (iii) lembaga pendidikan tinggi sebagai tempat pengembangan budaya dan pembelajaran terbuka untuk masyarakat, dan (iv) pelaku, sarana dan wahana kerjasama internasional. Perubahan-perubahan mendasar pendidikan tinggi yang mendunia tersebut, ternyata sejalan dengan kebijakan strategi pengembangan pendidikan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang dituangkan dalam bentuk Rencana Strategis Pendidikan Nasional 2010-2014.. 3.1.1 Perubahan Pembelajaran dari TCL menjadi SCL Pola pembelajaran yang terpusat pada dosen (teacher-centered learning atau TCL) seperti yang dipraktekkan pada saat ini sudah tidak memadai untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis capaian pembelajaran. Berbagai alasan yang dapat dikemukakan antara lain adalah: (i) perkembangan IPTEK dan Seni yang sangat pesat dengan berbagai kemudahan untuk mengaksesnya merupakan materi pembelajaran yang sulit dapat dipenuhi oleh seorang dosen, (ii) perubahan kompetensi kekaryaan yang berlangsung sangat cepat memerlukan materi dan proses pembelajaran yang lebih fleksibel, (iii) kebutuhan untuk mengakomodasi demo-kratisasi partisipatif dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi. Oleh karena itu pembelajaran ke depan didorong menjadi berpusat pada mahasiswa (student-centered learning atau SCL) dengan memfokuskan pada capaian pembelajaran yang diharapkan. Berpusat pada mahasiswa menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan. Mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri UM Jember. Page 19.

(24) mereka sendiri, kemudian berupaya keras mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Perubahan pendekatan dalam pembelajaran dari TCL menjadi SCL adalah perubahan paradigma, yaitu perubahan dalam cara memandang beberapa hal dalam pembelajaran, yakni; a) pengetahuan , dari pengetahuan yang dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadi yang tinggal ditransfer dari dosen ke mahasiswa, menjadi pengetahuan dipandang sebagai hasil konstruksi atau hasil transformasi oleh pembelajar, b) belajar, belajar adalah menerima pengetahuan (pasif-reseptif) menjadi belajar adalah mencari dan mengkonstruksi pengetahuan, aktif dan spesifik caranya, c) pembelajaran, dosen menyampaikan pengetahuan atau mengajar (ceramah dan kuliah) menjadi dosen berpartisipasi bersama mahasiswa membentuk pengetahuan. Dengan paradigma ini maka tiga prinsip yang harus ada dalam pembelajaran SCL adalah (a) memandang pengetahuan sebagai satu hal yang belum lengkap, (b) memandang proses belajar sebagai proses untuk merekonstruksi dan mencari pengetahuan yang akan dipelajari; serta (c) memandang proses pembelajaran bukan sebagai proses pengajaran (teaching) yang dapat dilakukan secara klasikal, dan bukan merupakan suatu proses untuk menja-lankan sebuah instruksi baku yang telah dirancang. Proses pembelajaran adalah proses dimana dosen menyediakan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran dan paham akan pendekatan pembelajaran mahasiswanya untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Perbedaan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada dosen (TCL) dan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa ( SCL) dapat dirinci pada Tabel 3.1.. Tabel 3.1 Perbedaan TCL dan SCL. Teacher-Centered Learning. Student-Centered Learning. Pengetahuan ditransfer dari dosen ke mahasiswa. Mahasiswa aktif mengembangan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya Mahasiswa aktif terlibat dalam mengelola pengetahuan Tidak hanya menekankan pada penguasaan materi, tetapi juga mengembangkan. Mahasiswa menerima pengetahuan secara pasif Menekankan pada penguasaan materi UM Jember. Page 20.

(25) Biasa memanfaatkan media tunggal Fungsi dosen sebagai pemeberi informasi utama dan evaluator Proses pembelajaran dan penilaian diberikan secara terpisah Menekankan pada jawaban yang benar. karakter mahasiswa (Life-long learning) Memanfaatkan banyak media (multi media) Fungsi dosen sebagai fasilitator dan evaluasi dilakukan bersama dengan mahasiswa Proses pembelajaran dan asesmen dilakukan secara berkesinambungan dan terintegrasi Penekanan pada proses pengembangan pengetahuan. Kesalahan dinilai dan dijadikan sumber pembelajaran. Tabel 3.1 menunjukkan bahwa trdapat perbedaan yang substantif antara TCL dan SCL. Belajar tidak ditentukan mutlak oleh dosen tetapi mahasiswa harus aktif untuk membangun pengetahuan atau keterampiannya. Belajar dianalogikan sebagai pertumbuhan sebuah pohon bukan seperti mendirikan dinding bangunan. Pada SCL, peran dosen masih sangat penting yaitu membantu mahasiswa untuk menemukan bentuk belajarnya dan selanjutnya dimanfaatkan oleh mahaasiswa untuk membangun pengetahuan atau keterampilannya. Secara ilustratif, perbedaan pembelajaran TCL dan SCL dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Ilustrasi Pembelajaran TCL dan SCL UM Jember. Page 21.

(26) Pada ilustrasi di atas nampak pada TCL usaha keras dosen untuk memberikan sejumlah pengetahuan yang dianggap penting, hanya ditanggapi dengan kepasifan mahasiswa. Pada SCL digambarkan prinsip “belajar adalah berubah” (dari gemuk ke kurus), dengan cara yang dapat dipilih sendiri oleh mahasiswai sesuai dengan kapasitas dirinya, karena yang menjadikan dirinya “berubah” (kurus) adalah dirinya sendiri. Di dalam proses perubahan (pembelajaran) ini dapat ditanyakan: apa tugas dosen?. Yang pasti adalah merancang berbagai metode agar peserta didik dapat memilih ”cara belajar”yang tepat, dan dosen juga dapat bertindak sebagai “instruktur”, fasilitator, dan motivator. Disamping itu, pembelajaran dapat digambarkan sebagai sebuah sistem yang menyeluruh seperti Gambar 3.2. Gambar 3.2. Ilustrasi Sistem Pembelajaran berbasis TCL. Perencanaan diturunkan dari ‘dokumen kurikulum’ dalam bentuk Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan Satuan Acara Pengajaran (SAP), sedangkan proses (pengajaran) dipisah dengan proses penilaian hasil belajar lewat ujian, dan dari seluruh kegiatan ini akan dievaluasi serta disusun perbaikan (rekonstrukasi) rencana mata kuliahnya.. UM Jember. Page 22.

(27) Dalam proses ini, dosen melaksanakan perkuliahan selama 14-16 minggu, kemudian melakukan penilaian pada saat Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester. Nilai mahasiswa, baru dapat ditengarai setelah ujian tengah semester selesai dilaksanakan, dimana pada saat itu proses pembelajaran telah berakhir. Permasalahan yang mungkin timbul dari proses ini adalah, dosen sudah tidak memiliki waktu untuk memperbaiki kesalahan yang dilaku-kan mahasiswa. Sedangkan dalam sistem pembelajaran dengan pendekatan SCL, rencana pembelajaran difokuskan pada ‘paduan mahasiswa belajar’ dan proses menjadi satu dengan penilaian hasil belajar dengan mengembangkan sistem asesmen dalam kegiatan ‘pembelajaran’, proses belajar (learning process), bukan proses mengajar (teaching process). Proses belajar yang dilakukan mahasiswa dengan prinsip konstruktif menuntut mahasiswa untuk dapat unjuk kinerja di setiap pertemuan. Apabila terdapat masalah belajar mahasiswa, dapat dideteksi lebih awal dalam proses lewat asesmen tugas mahasiswa, sehingga dapat dilakukan perbaikan saat itu juga secara sistem, SCL dapat diikuti pada Gambar 3.3. Gambar 3.3. Sistem Pembelajaran SCL. UM Jember. Page 23.

(28) 3.1.2 Mengapa Pembelajaran Menggunakan SCL? Pembelajaran menurut UUSisdiknas no 2 tahun 2003 dan UU Pendidikan Tinggi no 12 tahun 2012, dinyatakan : ”Pembelajaran adalah interaksi antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar, di dalam lingkungan belajar tertentu”. Sehingga dengan mendeskripsikan setiap unsur yang terlibat dalam pembelajaran tersebut dapat ditengarai karakteristik pembelajaran yang berpusat pada siswa (studen- centered learning) seperti pada Gambar 3.4.. Gambar 3.4. Karakteristik pembelajaran SCL. Ciri metode pembelajaran SCL sesuai unsurnya dapat dirici sebagai berikut: dosen, berperan sebagai fasilitator dan motivator; mahasiswa, harus menunjukkan kinerja, yang bersifat kreatif yang mengintergrasikan kemampuan kognitif, psikomotorik dan afeksi secara utuh; proses interaksinya, menitik-beratkan pada “ method of inquiry and discovery”; sumber belajarnya, bersifat multi demensi, artinya bisa didapat dari mana saja; dan lingkungan belajarnya, harus terancang dan kontekstual.. 3.1.2.1 Peran Dosen dalam Pembelajaran SCL Di dalam proses pembelajaran SCL, dosen masih memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan SCL, yaitu: UM Jember. Page 24.

(29) a. Bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran; b. Mengkaji capaian pembelajaran matakuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran; c. Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran yang dapat; menyediakan beragam pengalaman belajar yang diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi yang dituntut matakuliah; d. Membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya untuk dimanfaatkan dalam memecahkan permasalahan hidup sehari-hari; e. Mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang relevan dengan capaian pembelajaran yang akan diukur. Sementara itu, peran yang harus dilakukan mahasiswa dalam pembelajaran SCL adalah: a. Mengkaji capaian pembelajaran matakuliah yang dipaparkan dosen b. Mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan dosen c. Membuat rencana pembelajaran untuk matakuliah yang diikutinya Dalam proses pembelajaran, mahasiswa harus belajar secara aktif (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam pemecahan masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegiatan berfikir tingkat tinggi, seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individu maupun berkelompok.. 3.1.2.2 Beberapa Ragam Model Pembelajaran SCL. Proses pembelajaran melalui kegiatan kurikuler wajib dilakukan secara sistematis dan terstruktur melalui berbagai mata kuliah dengan beban belajar yang terukur dan menggunakan metode pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata kuliah. Metode pembelajaran yang dapat dipilih untuk pelaksanaan pembelajaran mata kuliah antara lain: (1) Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning (DL); (5) Self- Directed Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative Learning (CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10) Problem Based Learning and Inquiry (PBL). Selain kesepuluh model tersebut, masih banyak model pembelajaran lain yang belum dapat disebutkan satu persatu, bahkan setiap pendidik/dosen dapat pula UM Jember. Page 25.

(30) mengembangkan model pembelajarannya sendiri. Berikut akan disampaikan satu persatu kesepuluh model pembelajaran yang telah disampaikan di atas. a. Small Group Discussion Diskusi adalah salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian dari banyak model pembelajaran SCL yang lain, seperti CL, CbL, PBL, dan lain-lain. Mahasiswa peserta kuliah diminta membuat kelompok kecil (5 sampai 10 orang) untuk mendiskusikan bahan yang diberikan oleh dosen atau bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok tersebut. Dengan aktivitas kelompok kecil, mahasiswa akan belajar: (a) Menjadi pendengar yang baik; (b) Bekerjasama untuk tugas bersama; (c) Memberikan dan menerima umpan balik yang konstruktif; (d) Menghormati perbedaan pendapat; (e) Mendukung pendapat dengan bukti; dan (f) Menghargai sudut pandang yang bervariasi (gender, budaya, dan lain-lain). Adapun aktivitas diskusi kelompok kecil dapat berupa: (a) Membangkitkan ide; (b) Menyimpulkan poin penting; (c) Mengakses tingkat skill dan pengetahuan; (d) Mengkaji kembali topik di kelas sebelumnya; (e) Menelaah latihan, quiz, tugas menulis; (f) Memproses outcome pembelajaran pada akhir kelas; (g) Memberi komentar tentang jalannya kelas;(h) Membandingkan teori, isu, dan interpretasi ; (i) Menyelesaikan masalah; dan (j) Brainstroming.. b. Simulasi/Demonstrasi Simulasi adalah model yang membawa situasi yang mirip dengan sesungguhnya ke dalam kelas. Misalnya untuk mata kuliah aplikasi instrumentasi, mahasiswa diminta membuat perusahaan fiktif yang bergerak di bidang aplikasi instrumentasi, kemudian perusahaan tersebut diminta melakukan hal yang sebagaimana dilakukan oleh perusahaan sesungguhnya dalam memberikan jasa kepada kliennya, misalnya melakukan proses bidding, dan sebagainya. Simulasi dapat berbentuk: (a) Permainan peran (role playing). Dalam contoh di atas, setiap mahasiswa dapat diberi peran masing-masing, misalnya sebagai direktur, engineer, bagian pemasaran dan lain- lain; (b) Simulation exercices and simulation games; dan (c) Model komputer. Simulasi dapat mengubah cara pandang (mindset) mahasiswa, dengan jalan: (a) Mempraktekkan kemampuan UM Jember. Page 26.

(31) umum (misal komunikasi verbal & nonverbal); (b) Mempraktekkan kemampuan khusus; (c) Mempraktekkan kemampuan tim; (d) Mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah (problem-solving);(e) Menggunakan kemampuan sintesis; dan (f) Mengembangkan kemampuan empati.. c. Discovery Learning (DL) DL adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia, baik yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri.. d. Self-Directed Learning (SDL) SDL adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa sendiri. Dalam hal ini, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pengalaman belajar yang telah dijalani, dilakukan semuanya oleh individu yang bersangkutan. Sementara dosen hanya bertindak sebagai fasili-tator, yang memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa tersebut. Metode belajar ini bermanfaat untuk menyadarkan dan memberdayakan mahasiswa, bahwa belajar adalah tanggungjawab mereka sendiri. Dengan kata lain, individu mahasiswa didorong untuk bertanggungjawab terhadap semua fikiran dan tindakan yang dilakukannya. Metode pembelajaran SDL dapat diterapkan apabila asumsi berikut sudah terpenuhi, yaitu sebagai orang dewasa, kemampuan mahasiswa semestinya bergeser dari orang yang tergantung pada orang lain menjadi individu yang mampu belajar mandiri. Prinsip yang digunakan di dalam SDL adalah: (a) Pengalaman merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat; (b) Kesiapan belajar merupakan tahap awal menjadi pembelajar mandiri; dan (c) Orang dewasa lebih tertarik belajar dari permasalahan daripada dari isi matakuliah Pengakuan, penghargaan, dan duku-ngan terhadap proses belajar orang dewasa perlu diciptakan dalam lingkungan belajar. Dalam hal ini, dosen dan mahasiswa harus memiliki semangat yang saling melengkapi dalam melakukan pencarian pengetahuan.. UM Jember. Page 27.

(32) e. Cooperative Learning (CL) CL adalah metode belajar berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk memecahkan suatu masalah/kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini terdiri atas beberapa orang mahasiswa, yang memiliki kemampuan akademik yang beragam. Metode ini sangat terstruktur, karena pembentukan kelompok, materi yang dibahas, langkah- langkah diskusi serta produk akhir yang harus dihasilkan, semuanya ditentukan dan dikontrol oleh dosen. Mahasiswa dalam hal ini hanya mengikuti prosedur diskusi yang dirancang oleh dosen. Pada dasarnya CL seperti ini merupakan perpaduan antara teacher-centered dan student-centered learning. Metode ini bermanfaat untuk membantu menumbuhkan dan mengasah: (a) kebiasaan belajar aktif pada diri mahasiswa; (b) rasa tanggungjawab individu dan kelompok mahasiswa; (c) kemampuan dan keterampilan bekerjasama antar mahasiswa; dan (d) keterampilan sosial mahasiswa.. f. Collaborative Learning (CbL) CbL adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa yang didasarkan pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok. Masalah/tugas/kasus memang berasal dari dosen dan bersifat openended, tetapi pembentukan kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan tempat diskusi/kerja kelom-pok, sampai dengan bagaimana hasil diskusi/kerja kelompok ingin dinilai oleh dosen, semuanya ditentukan melalui konsensus bersama antar anggota kelompok.. g. Contextual Instruction (CI) CI adalah konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan isi matakuliah dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi mahasiswa untuk membuat keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat, pelaku kerja profesional atau manajerial, entrepreneur, maupun investor. Sebagai contoh, apabila kompetensi yang dituntut matakuliah adalah mahasiswa dapat menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses transaksi UM Jember. Page 28.

(33) jual beli, maka dalam pembelajarannya, selain konsep transaksi ini dibahas dalam kelas, juga diberikan contoh, dan mendiskusikannya. Mahasiswa juga diberi tugas dan kesempatan untuk terjun langsung di pusat- pusat perdagangan untuk mengamati secara langsung proses transaksi jual beli tersebut, atau bahkan terlibat langsung sebagai salah satu pelakunya, sebagai pembeli, misalnya. Pada saat itu, mahasiswa dapat melakukan pengamatan langsung, mengkajinya dengan berbagai teori yang ada, sampai ia dapat menganalis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya proses transaksi jual beli. Hasil keterlibatan, pengamatan dan kajiannya ini selanjutnya dipresentasikan di dalam kelas, untuk dibahas dan menampung saran dan masukan lain dari seluruh anggota kelas. Pada intinya dengan CI, dosen dan mahasiswa memanfaatkan pengetahuan secara bersama-sama, untuk mencapai kompetensi yang dituntut oleh matakuliah, serta memberikan kesempatan pada semua orang yang terlibat dalam pembelajaran untuk belajar satu sama lain.. h. Project-Based Learning (PjBL) PjBL adalah metode belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam belajar pengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/ penggalian (inquiry) yang panjang dan terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan kompleks serta tugas dan produk yang dirancang dengan sangat hati-hati.. i. Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I) PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Pada umumnya, terdapat empat langkah yang perlu dilakukan mahasiswa dalam PBL/I, yaitu: (a) Menerima masalah yang relevan dengan salah satu/ beberapa kompetensi yang dituntut matakuliah, dari dosennya; (b) Melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk memecahkan masalah; (c) Menata data dan mengaitkan data dengan masalah; dan (d) Menganalis strategi pemecahan masalah PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut. UM Jember. Page 29.

(34) Secara ringkas, aktifitas atau langkah-langkah model-model pembelajaran SCL dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Aktifitas atau Langkah-langkah dalam Model-model Pembelajaran SCL No 1. Model Pembelajaran Small Group Discussion. Aktifitas Belajar Mahasiswa  membentuk kelompok (510)  memilih bahan diskusi  mepresentasikan paper dan mendiskusikan di kelas. 2. Simulasi/Demonstrasi. 3. Discovery Learning.  mempelajari dan menjalankan suatu peran yang ditugaskan kepadanya. atau  mempraktekan/mencoba berbagai model (komputer) yang telah disiapkan mencari, mengumpulkan, dan menyusun informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan.. 4. Self-Directed Learning. Merencanakan kegiatan belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajarnya sendiri.. 5. Cooperative Learning. Membahas dan menyimpulkan masalah/ tugas yang diberikan dosen secara berkelompok.. UM Jember. Aktifitas Dosen  Membuat rancangan bahan dikusi dan aturan diskusi.  Menjadi moderator dan sekaligus mengulas pada setiap akhir sesi diskusi mahasiswa.  Merancang situasi/ kegiatan yang mirip dengan yang sesungguhnya, bisa berupa bermain peran, model komputer, atau berbagai latihan simulasi.  Membahas kinerja mahasiswa  Menyediakan data, atau petunjuk (metode) untuk menelusuri suatu pengetahuan yang harus dipelajari oleh mahasiswa.  Memeriksa dan memberi ulasan terhadap hasil belajar mandiri mahasiswa. Sebagai fasilitator. memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa.  Merancang dan dimonitor proses belajar dan hasil belajar kelompok mahasiswa.  Menyiapkan suatu masalah/ kasus atau bentuk tugas untuk diselesaikan oleh mahasiswa secara berkelompok.. Page 30.

(35) No 6. Model Pembelajaran Collaborative Learning. Aktifitas Belajar Mahasiswa Bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas. Aktifitas Dosen  Merancang tugas yang bersifat open ended.  Sebagai fasilitator dan motivator.. Membuat rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan konsensus kelompoknya sendiri.. 7. Contextual Instruction atau Contextual Teaching and Learning. Membahas konsep (teori) kaitannya dengan situasi nyata Melakukan studi lapang/ terjun di dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori.. 8. Project-Based Learning. 9. Problem-Based Learning. UM Jember.  Menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan mengkaitkannya dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, atau kerja profesional, atau manajerial, atau entrepreneurial.  Menyusun tugas untuk studi mahasiswa terjun ke lapangan. Mengerjakan tugas (berupa  Merancang suatu tugas proyek) yang telah dirancang (proyek) yang sistematik secara sistematis. agar mahasiswa belajar pengetahuan dan Menunjukan kinerja dan ketrampilan melalui proses mempertanggung jawabkan pencarian/ penggalian hasil kerjanya di forum. (inquiry), yang terstruktur dan kompleks.  Merumuskan dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen. Belajar dengan menggali/  Merancang tugas untuk mencari informasi (inquiry) mencapai kompetensi serta memanfaatkan tertentu informasi tersebut untuk memecahkan masalah  Membuat petunjuk(metode) faktual/ yang dirancang oleh untuk mahasiswa dalam dosen mencari pemecahan masalah yang dipilih oleh mahasiswa sendiri atau yang ditetapkan.. Page 31.

(36) Dalam memilih metode pembelajaran, dosen perlu memperhatikan beberapa unsur, yaitu: (1) Mahasiswa ; (2) Materi ajar/bahan kajian (pengetahuan, prosedur); dan (c). Sarana dan media pembelajaran (modalitiy). Yang terpeting dalam pemilihan wujud ketiga unsur tersebut, dosen perlu berfokus pada capaian pembelajaran yang akan dicapai. Agar metode pembelajarannya efektif, dosen perlu mempertimbangkan unsur sarana dan media, terkait dengan materi ajarnya, misal untuk mengajarkan warna, tayangan atau penyajian visual nyata akan lebih efektif penyerapannya dari pada dengan bahasa lisan. Agar pembelajaran lebih efisien maka dosen perlu mempertimbangkan sarana dan media tersebut, terkait dengan jumlah mahasiswa, misal, susunan ruang dan besaran ruang menentukan efisiensi pembelajarannya. Sedangkan untuk keberhasilannya mencapai kompetensi, dosen perlu mempertimbangkan tingkat kemampuan peserta didik dan tingkat kesukaran atau kompleksitas materi ajarnya sebagaimana dililustarsikan pada. Gambar 3.5.. Gambar 3.5 Unsur Penting dalam Pemilihan Metode Pembelajaran Menyusun rancangan pembelajaran SCL memerlukan kreativitas dosen dalam menentukan strategi agar peserta didik memenuhi capaian pembelajaran (learning outcomes) yang diharapkan. Heterogenitas kemampuan peserta didik, prasarana dan sarana yang dibutuhkan, jumlah mahasiswa, dan karakteristik bidang keilmuan, tentu menuntut pemilihan strategi yang tepat. Dalam UM Jember. Page 32.

(37) pembelajaran SCL yang tidak hanya menekankan pada hasil belajar tetapi juga proses belajar dalam membentuk kemampuan peserta didik, dan dengan perubahan paradigma dalam pembelajaran yang telah diuraikan sebelumnya, maka berikut ini disajikan secara diagramatik satu model proses pembelajaran. 3.1.3. Sistem Implementasi Pembelajaran. Untuk menerapkan kurikulum, terdapat 2 (dua) sistem implementasi pembelajaran yang bisa diterapkan yaitu Berbasis Modul (Blok) dan Berbasis Subyek. Pertimbangan pemilihan sistem implementasi pembelajaran didasarkan pada capaian pembelajaran yang ingin dicapai, ketersedian dosen, saranaprasarana pemebelajaran, dan perangkat akademik yang lain. 3.1.3.1 Sistem Pembelajaran Berbasis Blok Pembelajaran dapat dikembangkan berdasarkan sebuah kerangka pembelajaran modul yang berisikan bahan-bahan kajian yang terkait dengan capaian pembelajaran. Model ini mensyaratkan perencanaan pembelajaran yang mencakup ketersediaan peta bahan kajian dan mengelompokkannya menjadi modul-modul sehingga diketahui jumlah modul pembelajaran yang harus diselesaikan oleh mahasiswa/lulusan. Ketersedian dosen sarana pembelajaran yang memadai sangat menentukan dalam implementasi model ini sebab kegiatan pembelajaran dilaksanakan oleh semua dosen yang terlibat dalam dalam kelompok kecil. Kesepakatan dalam melaksanakan pembelajaran di antara dosen terkait dirumuskan dalam pedoman pembelajaran baik sebagai pegangan masingmasing dosen dan mahasiswa. . Peta Kurikulum Blok Blue Print. Macro. Meso. Micro. Modul Blok/Unit. Gambar 3.6. Perencanaan Model Integrasi Kurikulum UM Jember. Page 33.

(38) Buku pegangan dosen berisi capaian pembelajaran, tugas mahasiswa dan skenario tutor. Sedangkan buku pegangan mahasiswa berisi capaian pembelajaran, kegaiatan pembelajaran, skenario pembelajaran, proses pemecahan masalah, lembar kerja mahasiswa, tata tertib, tim fasilitator/tutor, pembagian kelompok, dan jadual pembelajaran. Seyogyanya, model ini juga dilengkapi dengan modul bahan ajar yang memuat deskripsi modul, capaian pembelajaran, peta konsep/pohon topik, strategi pembelajaran, penilaian, jadual pembelajaran, dan referensi. Secara skematis, langkah-langkah penyusunan pedoman pembelajaran mulai dari pemetaan kurikulum sampai dengan penetapan Buku Blok dapat dilihat pada Gambar 3.7 Menetapkan tujuan blok. Menyusun peta konsep/ pohon topik. Menetapkan modul Menetapkan unit pembelajaran. Menyusun skenario. Menetapkan rekomendasi sumber belajar. Menetapkan kegiatan penunjang pemebelajaran. Menyusun Blok. Gambar 3.7. Langkah-langkah Pemetaan Kurikulum menjadi Buku Blok. UM Jember. Page 34.

(39) Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun buku blok adalah menjaga keterkaitan antara capaian pembelajaran dengan blok yang direncanakan. Keterkaitan antara capaian pembelajaran dengan blok dapat dilihat pada Gambar 3.8.. Capaian pembelajaran #1. Bahan kajian yang terkait tema/blok. Tema blok unit. Capaian pembelajaran #2. Bahan kajian yang terkait tema/blok. Tema blok semester/tahun. Capaian pembelajaran #3. Bahan kajian yang terkait tema/blok. Profil lulusan. Gambar 3.8. Keterkaitan Blok dengan Capaian Pembelajaran. UM Jember. Page 35.

(40) 3.1.3.2 Sistem Pembelajaran Berbasis Subyek Pada sistem pembelajaran berbasis subyek atau matakuliah, dosen membelajarkan materi (bahan kajian) yang menjadi pokok bahasan atau sub pokok bahasan dalam suatu matakuliah. Dalam sistem ini, matakuliah menjadi wadah atau bungkus bahan kajian serumpun atau terkait. Berbagai bahan kajian yang saling terkait dalam capaian pembelajaran dapat tersebar di beberapa matakuliah sehingga satu matakuliah terkait dengan 1 (satu) atau lebih mata kuliah yang diturunkan dari capaian pembelajaran tertentu. Keterkaitan antara satu matakuliah dengan matakuliah lain yang diturunkan dari capaian pembelajaran yang sama disebut sebagai jejaring matakuliah. Dalam praktik pembelajaran, dosen mengaitkan setiap pokok bahasan yang dibelajarkan dengan capaian pembelajaran. Keterkaitan capaian pembelajaran dengan matakuliah atau jejaring matakuliah tercermin pada Gambar 3.9.. Capaian Pembelajaran #1. Bahan kajian/ sub-bahan kajian. Matakuliah. A. Berjejaring. Matakuliah. Bahan kajian/ sub-bahan kajian. B Matakuliah. C. Capaian Pembelajaran #2 Capaian Pembelajaran #3. Bahan kajian/ sub-bahan kajian. Matakuliah D. Gambar 3.9. Keterkaitan antara Matakuliah dengan Capaian Pembelajaran. UM Jember. Page 36.

(41) Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan sistem pemebelajaran berbasis subyek adalah: a) mengembangkan jejaring matakuliah; b) mengembangkan Rencana Pembelajaran Semester; c) mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Jejaring matakuliah menunjukkan interaksi, interrelasi/interkoneksi, interdependensi dari dua atau lebih matakuliah yang mendukung 1 (satu) atau lebih capaian pembelajaran. Jejaring matakuliah menuntut terbangunnya komunikasi pembelajaran antar dosen yang membelajarkan bahan-bahan kajian yang ada pada matakuliah tertentus sehingga setiap matakuliah tampak kontribusinya pada capaian pembelajaran tertentu. Rencana Pembelajaran Semester (RPS) merupakan rencana kegiatan pembelajaran selama 1 semester, dirancang oleh dosen atau tim dosen. Setiap matakuliah seyogyanya memiliki RPS yang diketahui dan disepakati oleh tim dosen dan dikomunikasikan kepada mahasiswa. Sedangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rancangan pelaksanaan aktifitas pembelajaran. Setiap dosen seyogyanya membuat RPP yang terkait dengan bahan kajian yang dibelajarkan. Dalam RPP tergambarkan manfaat dan muara bahan kajian yang dibelajarkan mahasiswa terkait capaian pembelajaran.. 3.2 Penilaian dalam Pembelajaran. 3.2.1 Hakekat Penilaian dalam Pembelajaran Para pemangku kepentingan perguruan tinggi (rektor, dekan, dosen, mahasiswa, orang tua) membutuhkan informasi yang tepat sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat pula. Salah satu informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan adalah penilaian (assesment) proses dan hasil pembelajaran. Penilaian merupakan komponen yang harus ada atau tidak dapat dipisahkan dari program pembelajaran atau pendidikan ( perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian). Bahkan dalam pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian juga dilakukan untuk mengetahui apakah proses pembelajaran sudah sesuai dengan perencanaan pembelajaran untuk memaksimalkan hasil pembelajaran.. UM Jember. Page 37.

(42) Penilaian seringkali dirancukan dengan tes. Penilaian (assesment) dipadankan dengan evaluasi (evaluation). Gronlund dalam Saukah (2013) menyatakan “evaluation is a systematic process of collecting, analyzing, and interpretig information to determine the extent to which pupils are achieveing instructional objectives. Evaluation answers the question ‘How good?” Dengan demikian, penilaian berarti suatu proses yang menggunakan cara-cara yang sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan kemudian menafsirkan datadata atau informasi dengan tujuan untuk menentukan apakah seseorang dianggap telah memiliki kompetensi yag diharapkan dalam tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan definisi yang terdapat dalam Standar Penilaian Pendidikan (BNSP, 2007) yang menyatakan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Bila merujuk pada hakekat penilaian dan konsepsi kurikulum berbasis kompetensi, penilaian merupakan sebuah proses yang dilakukan secara berkelanjutan seiring dengan proses pembelajaran. Penilaian dilakukan sejak penentuan awal proses pembelajaran (entry behavior test) sehingga sedini mungkin dapat diketahui capaian atau kompetensi (sub kompetensi) awal yang diperoleh oleh peserta didik. Kewajiban pendidik (dosen) adalah menghantarkan peserta didik (mahasiswa) mencapai tujuan pembelajaran mulai sub kompetensi, kompetensi dasar, dan standar kompetensi tertentu. Dengan demikian, penilaian yang diberlakukan pada kurikulum prodi di UM Jember adalah penilaian berkelanjutan. Konsekuensi dari pandangan ini, maka di UM Jember tidak lagi mengenal perbaikan capaian pembelajaran (perbaikan nilai) di luar rangkaian program pembelajaran tertentu atau sering disebut semester pendek (SP).. 3.2.2 Pendekatan Penilaian dalam Pembelajaran Penilaian merupakan kegiatan atau bagian yang tak terpisahkan dari program pembelajaran. Secara garis besar, penilaian merupakan bagian ketiga dari program pembelajaran setelah perencanaan dan pelaksanaan pembelejaran. Pada dasarnya, setiap program pembelajaran dilaksanakan melalui tahapan: perumusan capaian atau tujuan pembelajaran, penilaian kompetensi awal peserta didik, perencanaan dan pengembangan bahan dan metode pembelajaran, pelaksanaan UM Jember. Page 38.

(43) proses pembelajaran, dan diakhiri dengan penilaian untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelejaran (Saukah, 2013). Terdapat dua pendekatan yang berlaku dalam penilaian hasil belajar, yaitu Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Dalam bagian ini hanya diuraikan pendekatan penilaian yang membandingkan orang-orang lain dalam kelompoknya, yaitu yang dinamakan penilaian Acuan Norma (Norm-Referenced Evaluation), dan pendekatan penilaian yang membandingkan hasil pengukuran seseorang dengan patokan “batas lulus” yang telah ditetapkan, yaitu yang dinamakan penilaian Acuan patokan (Criterion Referenced Evaluation). Secara singkat dapat dikatakan bahwa PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil siswa lain dalam kekompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya”, dalam arti, bahwa patokan pembanding semata-mata diambil dari kenyataan-kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran/penilaian itu berlangsung, yaitu hasil belajar siswa yang diukur itu beserta pengolahannya. Penilaian ini sama sekali tidak dikaitkan dengan ukuran-ukuran ataupun patokan yang terletak luar hasil-hasil pengukuran sekelompok siswa. PAN pada dasarnya mempergunakan kurve normal dan hasil-hasil penghitungannya sebagai dasar penilaian. Kurve ini dibentuk dengan mengikutsertakan semua angka hasil pengukuran yang diperoleh. Dua kenyataan yang ada di dalam “kurve normal” yang dipakai untuk membandingkan atau menafsirkan angka yang diperoleh masing-masing siswa ialah angka rata-rata (mean) dan angka simpangan baku (standard deviation). Dapat dimengerti bahwa patokan ini bersifat relatif, bisa bergeser ke atas atau ke bawah, sesuai dengan besarnya dua kenyataan yang diperoleh di dalam kurve itu. PAP pada dasarnya berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian, patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam sekelompok hasil UM Jember. Page 39.

(44) pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN. Patokan yang telah ditetapkan terlebih dahulu itu biasanya disebut “batas lulus” atau “tingkat penguasaan minimum”. Pada kurikulum ini, pendekatan yang digunakan adalah PAP. Patokan yang digunakan untuk menentukan proses dan hasil belajar mahasiswa adalah capaian pembelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum dan RP matakuliah. 3.2.3 Sistem Penilaian Pembelajaran Sistem penilaian dalam K-DIKTI menggunakan standar penilaian pembelajaran yang dalam Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 pasal 20 ayat 1 diartikan sebagai kriteria minimal tentang penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan. Penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa mencakup: a. prinsip penilaian; b. teknik dan instrumen penilaian; c. mekanisme dan prosedur penilaian; d. pelaksanaan penilaian; e. pelaporan penilaian; dan f. kelulusan mahasiswa. Prinsip penilaian mencakup prinsip edukatif, otentik, objektif, akuntabel, dan transparan yang dilakukan secara terintegrasi. Secara eksplisit prinsip penilian dan tujuannya dapat dilihat pada Tabel 3.. Tabel 3. Prinsip Penilaian dan Tujuannya. Prinsip Edukatif. Tujuan. Memotivasi untuk:  Memperbaiki rencana dan cara belajarnya;  Meraih capaian pembelajarnya; Otentik  Berorientasi pada proses belajar yang berkesinambungan;  Hasil belajar yang mencerminkan kemampuan mahasiswa; Obyektif  Penilaian yang standarnya disepakati antara osen dan mahasiswa;  Bebas dari pengaruh subjektivitas penilai dan yang dinilai; Akuntabel Penilaian yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan kriteria yang jelas, disepakati pada awal kuliah, dan dipahami oleh mahasiswa. Transparan  Penilaian yang prosedural  Hasil penilaiannya dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan; Sumber : Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 UM Jember. Page 40.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor: 44 Tahun 2015 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Pasal 37 ayat (1) Perguruan Tinggi harus

Data yang diperoleh dari website Center for Public Mental Health (CPMH) Universitas Gadjah Mada ditemukan bahwa berdasarkan survei yang dilakukan oleh

Menurut Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Dosen adalah pendidik

Menurut Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Dosen adalah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi;.. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan

Selanjutnya dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan

Berapa tahun awak telah berkerja di sana wahai

Perlakuan lepas sapih dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu yang pertama dengan melihat umur dari anak sapi tersebut, kedua dengan cara melihat bobot badan yang telah dicapai