• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Perbedaan Gender

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Perbedaan Gender"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Perbedaan

Gender

Tonnie Hari Nugraha1, Heni Pujiastuti2

1

SMPN 1 Cikulur

2

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

E-mail: tonniehn@gmail.com1 , henipujiastuti@untirta.ac.id2

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa yang ditinjau berdasarkan perbedaan gender. Kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi dalam bentuk tulisan meliputi kemampuan menggambar, ekspresi matematika, dan menulis teks. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 60 siswa kelas IX di SMPN 1 Cikulur. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik tes berupa tes kemampuan komunikasi matematis. Data dianalisis menggunakan nilai rata-rata dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa laki-laki. Hal ini ditunjukkan baik secara keseluruhan maupun pada aspek tertentu. Pada aspek menggambar dan ekspresi matematika kemampuan komunikasi matematis siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa laki-laki. Sedangkan pada aspek menulis kemampuan komunikasi matematis siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Untuk siswa perempuan, aspek menggambar lebih tinggi dibandingkan dengan aspek ekspresi matematika dan aspek menulis, sedangkan untuk siswa laki-laki aspek menulis lebih tinggi dibandingkan dengan aspek menggambar dan ekspresi matematika.

Kata kunci: kemampuan komunikasi matematika, perbedaan gender

Analysis Of Students Mathematical Communication Skills Based On Gender

Differences

Abstract

This study aims to describe students' mathematical communication skills that are reviewed based on gender differences. The mathematical communication skills that will be studied are communication skills in the form of writing including the ability drawing, mathematical expression, and written texts. The subjects in this study were 60 grade IX students at SMPN 1 Cikulurl. Data collection techniques using test techniques in the form of tests of mathematical communication skills. Data were analyzed using average and percentage values. The results showed that the mathematical communication skills of female students were higher than that of male students as a whole as well as in the aspects of drawing and mathematical expression while in the writing aspect the mathematical communication abilities of male students were higher than female students. For female students, the drawing aspect was higher compared to the aspects of mathematical expression and aspects of writing while for male students, the writing aspect was higher than the drawing and mathematical expression aspects.

Keywords :mathematical communication skills, gender differences

PENDAHULUAN

Profil kualifikasi lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah harus memiliki kemampuan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Keterampilan yang harus dimiliki adalah keterampilan berpikir dan bertindak: kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri.

(2)

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum dan diajarkan pada setiap jenjang satuan pendidikan. Salah satu kompetensi matematika yang harus dimiliki adalah kemampuan mengkomunikasikan gagasan matematika dengan jelas. Sejalan dengan

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000), salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication). Pauweni (2012) berpendapat bahwa komunikasi merupakan suatu upaya dari seseorang atau bersama orang lain untuk membangun kebersamaan dengan orang lain dengan membentuk hubungan dalam berbagi atau menggunakan informasi secara bersama. Cara penyampaian pesan terdapat dua bentuk penyampaian yaitu: (1) penyampaian secara langsung dari pengirim pesan kepada penerima pesan tanpa menggunakan media (2) penyampaian tidak langsung yakni dengan menggunakan media penyampaian. Mahmudi (2009)menyebutkan dalam pembelajaran matematika siswa diharapkan dapat mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan suatu masalah. Hal ini menunjukkan pentingnya kemampuan komunikasi untuk dikuasai oleh siswa.

MenurutPrayitno, Suwarsono, dan Siswono (2013) komunikasi matematika adalah suatu cara siswa untuk menyatakan dan menafsirkan gagasan-gagasan matematika secara lisan maupun tertulis, baik dalam bentuk gambar, tabel, diagram, rumus, ataupun demonstrasi. Pengertian lain tentang komunikasi matematika dikemukakan oleh Romberg dan Chair, yaitu: menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; menyatakan peristiwa sehari hari dalam bahasa atau simbol matematika; mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari (Qohar, 2011).

Menurut Baroody, ada dua alasan penting mengapa komunikasi menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran matematika (Kadir, 2008). Pertama, matematika pada dasarnya adalah sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri. Matematika tidak hanya merupakan alat berpikir yang membantu kita untuk menemukan pola, memecahkan masalah dan menarik kesimpulan, tetapi juga sebuah alat untuk mengomunikasikan pikiran kita tentang berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas. Bahkan, matematika dianggap sebagai bahasa universal dengan simbol-simbol dan struktur yang unik. Semua orang di dunia dapat menggunakannya untuk mengomunikasikan informasi matematika meskipun bahasa asli mereka berbeda. Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan aktivitas sosial yang melibatkan paling sedikit dua pihak, yaitu guru dan murid. Dalam proses belajar dan mengajar, sangat penting mengemukakan pemikiran dan gagasan itu kepada orang lain, termasuk didalamnya pertukaran pengalaman dan ide.

Dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) disebutkan bahwa “communication is an essential part of mathematics and mathematics education” (NCTM, 2000)yang artinya adalah komunikasi sebagai salah satu bagian penting dalam matematika dan pendidikan matematika. Melalui proses komunikasi, siswa dapat saling bertukar pikiran dan sekaligus mengklarifikasi pemahaman dan pengetahuan yang mereka peroleh dalam pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka di dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis terdiri atas, komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Komunikasi lisan seperti diskusi dan menjelaskan. Komunikasi tulisan seperti mengungkapkan ide matematika melalui gambar/grafik, tabel, persamaan, ataupun dengan bahasa siswa sendiri. Dalam artikel ini, penulis akan mengkaji terkait kemampuan komunikasi tulisan.

Menurut NCTM (2000) disebutkan bahwa standar kemampuan komunikasi matematis adalah: 1) kemampuan siswa dalam menjelaskan dan mengungkapkan pemikiran mereka tentang ide matematika secara tertulis ataupun lisan, 2) kemampuan siswa untuk merepresentasikan gambar, grafik, atau diagram ke dalam ide matematika, dan 3) menggunakan bahasa/ notasi matematika secara tepat dalam berbagai ide matematika. Menurut LACOE (Los Angeles County Office of Education) dijelaskan bahwa siswa seharusnya mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang beragam (Mahmudi, 2009), diantaranya: 1) merefleksi dan merefleksikan pemikiran tentang ide-ide matematika, 2) menghubungkan bahasa sehari-hari dengan bahasa matematika yang menggunakan

(3)

simbol-simbol, 3) menggunakan keterampilan membaca, mendengarkan, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide matematika, dan 4) menggunakan ide-ide matematika untuk membuat dugaan yang meyakinkan. Ansari (2012) menyebutkan indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa terbagi dalam tiga kelompok, yaitu: 1) menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika. Atau sebaliknya, dari ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau diagram, 2) ekspresi matematika/mathematical expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, dan 3) menulis/written texts, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan aljabar, menjelaskan, dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi.

Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam mempelajari matematika, diantaranya adalah faktor kesiapan siswa. Psikologi siswa merupakan bagian dari kesiapan siswa, dan psikiologi belajar siswa dipengaruhi oleh psikiologi siswa itu sendiri. Perbedaan jenis kelamin siswa (gender) dapat mengakibatkan perbedaan psikiologi belajar siswa. Sehingga siswa laki-laki dan perempuan tentu memiliki banyak perbedaan dalam mempelajari matematika. Menurut Susento perbedaan gender bukan hanya berakibat pada perbedaan kemampuan dalam matematika, tetapi cara memperoleh pengetahuan matematika. Keitel (1998) menyatakan “Gender, social, and cultural dimensions are very powerfully interacting in conceptualization of mathematics education,...”. Berdasarkan pendapat Keitel bahwa gender, sosial dan budaya berpengaruh pada pembelajaran matematika. Brandon menyatakan bahwa perbedaan gender berpengaruh dalam pembelajaran matematika terjadi selama usia Sekolah Dasar. Yoeanto (2002) menjelaskan bahwa siswa laki-laki lebih tertarik dalam pelajaran matematika dibandingkan dengan siswa perempuan, sehingga siswa perempuan lebih mudah cemas dalam menghadapi matematika dibandingkan dengan siswa laki-laki. Oleh karena itu aspek gender

perlu menjadi perhatian khusus dalam pembelajaran matematika. Dengan kata lain perubahan proses pembelajaran matematika yang menyenangkan memperhatikan aspek perbedaan jenis kelamin sehingga siswa laki-laki dan perempuan tidak lagi takut atau cemas dalam pelajaran matematika.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2013) pada siswa kelas 1 SD dengan metode

jarimagicuntuk pembelajaran matematika pada materi operasi penjumlahan dan pengurangan sampai 99 tanpa penyimpanan diperoleh bahwa kemampuan anak laki-laki lebih cepat menguasai metode ini dibandingkan anak perempuan. Dengan perbedaan itupun semua siswa kelas I bisa belajar dengan suasana yang menyenangkan yang terlihat pada saat berlangsungnya pembelajaran.

Perbedaan gender juga dapat berpengaruh terhadap kemampuan berfikir kreatif matematis siswa SMA. Ini ditunjukan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dilla, Hidayat, & Rohaeti (2018) yang menyatakan bahwa perbedaan gender dan resiliensi memiliki pengaruh atau kontribusi sebesar 86,6% terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan 13,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar gender dan resiliensi matematis siswa.Menurut Amir (2013) berdasarkan penelitian psikologis menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan matematika siswa dari aspek gender. Perbedaanya terletak dari bagaimana cara siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam menyelesaikan soal, dalam hal ini kemampuan penyelesaian soal spatial. Dengan demikian terdapat keragaman pandangan tentang kemampuan dan kecemasan matematika siswa dari aspek gender. Anak perempuan ditunjukkan memiliki pengalaman spatial diluar sekolah yang lebih rendah daripada anak laki-laki, banyak anak perempuan tidak pernah menggali potensinya untuk berpikir secara spatial kecuali jika berpikir spatial diajarkan dalam kurikulum sekolah. Meskipun terdapat perbedaan yang menunjukkan keunggulan anak laki-laki pada ketrampilan spatial, ada variasi penting, yang mencakup sejumlah anak perempuan dengan potensi spatial tinggi. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor biologis terkait dengan berbagai faktor lingkungan, yang mencakup pengalaman spatial, untuk menjelaskan masing-masing perbedaan pada keterampilan spatial ini. Maka, penting rasanya memasukkan lebih banyak aktivitas spatial dalam kurikulum. Siswa perempuan lebih unggul dalam kemampuan komunikasi (verbal) matematis, lebih termotivasi, terorganisasi dalam belajar.

Berdasarkan hal tersebut di atas, kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan penting yang harus dikembangkan dan dimiliki oleh siswa sedangkan perbedaan gender juga dapat

(4)

berpengaruh terhadap kemampuan matematis siswa. Untuk itu perlu diteliti lebih dalam lagi tentang bagaimanakah kemampuan komunikasi matematis siswa berdasarkan perbedaan gender.Sesuai dengan pertanyaan penelitian, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa yang ditinjau berdasarkan perbedaan gender.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpullkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 2000). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan kemampuan komunikasi matematis siswa berdasarkan perbedaan gender. Kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi dalam bentuk tulisan meliputi kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts). Berdasarkan Heni (2014), indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika dalam penelitian ini adalah: 1) menyatakan suatu situasi atau ide matematis ke dalam bentuk gambar dan menyelesaikannya (drawing), 2) menyatakan suatu situasi atau ide matematis ke dalam bentuk simbol atau model matematis dan menyelesaikannya (mathematical expression), dan 3) menyatakan dan menjelaskan suatu gambar atau model matematis ke dalam bentuk ide matematis (written texts).

Daerah penelitian dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Cikulur, sedangkan subjek penelitian adalah 60 siswa di kelas IX di SMPN 1 Cikulur. Prosedur penelitian terdiri atas 1) Kegiatan pendahuluan, 2) menyusun soal tes kemampuan komunikasi matematika, 3) memvalidasi tes, 4) menganalisis data hasil validasi, 5) mengumpulkan data tes, 6) menganalisis data tes, dan 7) menarik kesimpulan.

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini yakni tes kemampuan komunikasi matematis.Hodiyanto (2017)mengatakan bahwa soal uraian dapat digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis, seperti soal uraian eksploratif, transfer, elaboratif, dan aplikatif. Sehingga soal yang digunakan pada penelitian ini adalah soal uraian yang terdiri atas 3 soal, masing-masing satu soal untuk kemampuan menggambar (drawing) tentang materi teorema pythagoras, satu soal untuk kemampuan ekspresi matematika (mathematical expression) tentang materi operasi bilangan bulat,dan satu soal untuk kemampuan menulis (written texts) tentang materi jaring-jaring kubus. Setiap siswa diberikan waktu selama 60 menit untuk menjawab pertanyaan pada soal yang diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil tes kemampuan komunikasi matematis yang dilakukan kepada 30 siswa laki-laki dan 30 siswa perempuan, berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis dan perbedaan gender didapat data seperti yang dipaparkan dalam Tabel 1.

Dari Tabel 1 diperoleh bahwa aspek menggambar (drawing) untuk siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki, terlihat dari nilai rata-rata aspek menggambar (drawing) yaitu 51,7 atau 60,4% untuk siswa perempuan sedangkan untuk siswa laki-laki nilai rata-ratanya 33,9 atau 39,4% dengan perbedaan sebesar 17,8 atau 20,8%. Ada dua komponen indikator pada aspek ini, yaitu menyatakan suatu situasi atau ide matematis ke dalam bentuk gambar dan menyelesaikannya.Untuk siswa perempuan, komponen indikator menyelesaikan lebih tinggi nilainya dari pada menyatakan suatu situasi atau ide matematis ke dalam bentuk gambar. Ini terlihat dari hasil jawaban siswa perempuan yang cenderung lebih mengutamakan menyelesaikan melalui caranya sendiri dengan mengabaikan komponen dalam menyatakan suatu situasi atau ide matematis ke dalam bentuk gambar. Sebaliknya untuk siswa laki-laki lebih tinggi dalam indikator menyatakan suatu situasi atau ide matematis kedalam bentuk gambar dari pada menyelesaikannya, terlihat dari hasil jawaban siswa yang lebih mengutamakan komponen dalam menyatakan suatu situasi atau ide matematis dalam bentuk gambar tetapi kurang tepat dalam menyelesaikannya. Ini berarti, siswa perempuan lebih menguasai

(5)

dalam penyelesaiannya, sedangkan siswa laki-laki lebih menguasai dalam indikator menyatakan suatu situasi atau ide matematis dalam bentuk gambar.

Tabel 1.Nilai Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Laki-Laki dan Perempuan

No Aspek Indikator Rata-Rata Nilai Laki-Laki % Nilai Laki-Laki Rata-Rata Nilai Perempuan % Nilai Perempuan

1 Menggambar Menyatakan suatu situasi

atau ide matematis dalam bentuk gambar dan menyelesaikannya

33,9 39,6 51,7 60,4

2 Ekspresi

matematika

Menyatakan suatu situasi atau ide matematis dalam bentuk simbol atau model matematis dan menyelesaikannya

31,5 45,6 37,5 54,4

3 Menulis Menyatakan dan

menjelaskan

suatugambar atau model matematis dalam bentuk ide matematis

40,3 51,8 37,5 48,2

Total 35,2 45,5 42,2 54,5

Pada aspek ekspresi matematika, untuk siswa perempuan juga masih lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki dengan nilai rata-rata 37,5 atau 54,4% untuk siswa perempuan dan nilai rata-rata untuk siswa laki-laki yaitu 31,5 atau sebesar 45,6% dengan perbedaan sebesar 6 atau 8,8%. Ada dua komponen indikator pada aspek ini, yaitu menyatakan suatu situasi atau ide matematis dalam bentuk simbol atau model matematis dan menyelesaikannya.Untuk siswa perempuan, komponen indikator menyelesaikan lebih tinggi nilainya dari pada menyatakan suatu situasi atau ide matematis dalam bentuk simbol atau model matematis. Ini terlihat dari hasil jawaban siswa perempuan yang cenderung lebih mengutamakan menyelesaikan melalui caranya sendiri dengan mengabaikan komponen dalam menyatakan suatu situasi atau ide matematis dalam bentuk simbol atau model matematis. Sebaliknya untuk siswa laki-laki lebih tinggi dalam indikator menyatakan suatu situasi atau ide matematis dalam bentuk simbol atau model matematis dari pada menyelesaikannya, terlihat dari hasil jawaban siswa yang lebih mengutamakan komponen dalam menyatakan suatu situasi atau ide matematis dalam bentuk simbol atau model matematis tetapi kurang tepat dalam menyelesaikannya. Ini berarti, siswa perempuan lebih menguasai dalam penyelesaiannya, sedangkan siswa laki-laki lebih menguasai dalam indikator menyatakan suatu situasi atau ide matematis dalam bentuk gambar.

Namun pada aspek menulis, ternyata siswa laki-laki lebih tinggi dari siswa perempuan dengan nilai rata-ratanya 40,5 atau 51,8% untuk siswa laki-laki dan 37,5 atau 42,8% untuk siswa perempuan dengan perbedaan sebesar 2,8 atau 3,6%. Tetapi secara keseluruhan, kemampuan komunikasi matematis siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki dengan nilai rata-rata untuk siswa perempuan yaitu 42,2 atau 54,5% sedangkan nilai rata-rata untuk siswa laki-laki yaitu 35,2 atau 45,5% dengan perbedaan sebesar 7 atau 9%.Untuk masing-masing aspek pada kemampuan komunikasi matematis didapat bahwa aspek menulis lebih tinggi nilai rata-ratanya dibandingkan dengan aspek menggambar dan ekspresi matematika bagi siswa laki-laki sedangkan aspek menggambarlebih tinggi nilai rata-ratanya dibandingkan dengan aspek ekspresi matematikadan aspek menulisbagi siswa perempuan.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohmah & Khabibah (2014) yang menyatakan bahwa profil komunikasi matematis secara tertulis siswa laki-laki dengan gaya kognitif

Field Independence dalam pemecahan masalah matematika, pada tahap memahami masalah, ia menuliskan hal-hal yang diketahuidan yang ditanyakan dengan akurat namun tidak lengkap. Kemudia nuntuk istilah/notasi matematika yang ditulis yakni akurat namun tidak lengkap. Sementara itu, gambar lahan yang ia buat yakni akurat dan lengkap. Sedangkan profil komunikasi matematis secara

(6)

tertulis siswa perempuan dengan gaya kognitif Field Independence dalam pemecahan masalah matematika, pada tahap merencanakan penyelesaian masalah, ia menggunakan strategi penyelesaian yang akurat dan lengkap. Namun demikian, istilah/notasi matematika yang ditulis yakni tidak akurat dan tidak lengkap.

Sedangkan Sunarya, Kusmayadi, & Iswahyudi (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada tingkat berpikir kreatif siswa laki-laki yang mempunyai tingkat motivasi sedang dalam memecahkan masalah matematika, siswa dapat menyebutkan dan menuliskan hal apa yang diketahui dan hal apa yang ditanyakan dalam memahami masalah. Tetapi siswa tidak dapat membuat rencana pemecahan masalah. Sedangkan pada tingkat berpikir kreatif siswaperempuan yang mempunyai tingkat motivasi tinggi dalam memecahkan masalah matematika, pada tahap merencanakan pemecahan masalah, siswa mampu melaksanakan rencana yang telah dibuat dan juga siswa dapat menggunakan lebih dari satu cara. Selain itu, dalam memeriksa kembali hasil pemecahan, siswa mampu melakukan pengecekan terhadap langkah-langkah dan perhitungan dari hasil yang diperoleh. Siswa perempuan motivasi tinggi dapat menunjukkan kefasihan, fleksibilitas maupun kebaruan.

Begitupun hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmastini & Rosyidi (2014) bahwa siswa laki-laki cenderung memberikan dua sampai tiga representasi, sedangkan perempuan cenderung memberikan tiga sampai empat representasi dalam menyelesaikan soal terbuka terkait materi bilangan. Maka multi representasi lebih banyak dimunculkan oleh siswa perempuan dari pada siswa laki-laki. Representasi yang dimunculkan siswa dalam menyelesaikan soal terbuka dengan materi bilangan, dalam penelitiannya adalah representasi tabel, grafik, gambar, persamaan, dan verbal.

Tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2015) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mempunyai gaya kognitif Field Dependence dengan gender yang berbeda tidak memiliki banyak perbedaan dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mempunyai gaya kognitif Field Independence dengan gender yang berbeda juga tidak memiliki banyak perbedaan. Ini dimungkinkan karena perbedaan kemampuan komunikasi siswa pada penelitian ini hanya berkisar 9%, sehingga meskipun ada perbedaan namun tidak terlalu besar.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian dan analisis data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis secara keseluruhan, siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki dengan perbedaan sebesar 9%.Kemampuan komunikasi matematis siswa perempuan pada aspek menggambarlebih tinggi dibandingkan dengan aspek menulis dan ekspresi matematika. Kemampuan komunikasi matematis siswa laki-laki pada aspek menulis lebih tinggi dibandingkan dengan aspek menggambar dan ekspresi matematika. Kemampuan komunikasi matematis siswa pada aspek menggambar untuk siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki dengan perbedaan sebesar 20,8%. Kemampuan komunikasi matematis siswa pada aspek ekspresi matematika untuk siswa perempuan lebih tinggi dibandingkn siswa laki-laki dengan perbedaan sebesar 8,8%.Kemampuan komunikasi matematis siswa pada aspek menulis untuk siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan dengan perbedaan sebesar 3,6%.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Z. (2013). Perspektif gender dalam pembelajaran matematika. Jurnal UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 12.

Ansari, B. (2012). Komunikasi Matematik dan Politik. Banda Aceh: Yayasan Pena. Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Darmastini, D. P., & Rosyidi, A. H. (2014). Multi Representasi Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal Terbuka Matematika ditinjau dari Perbedaan Gender. MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 3(1), 56–63.

Dilla, S. C., Hidayat, W., & Rohaeti, E. E. (2018). Faktor Gender dan Resiliensi dalam Pencapaian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMA. Journal of Medives, 2(1), 129–136.

(7)

https://doi.org/10.31331/medives.v2i1.553

Hodiyanto. (2017). Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal AdMathEdu, 7(1).

Kadir. (2008). Kemampuan Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa Dalam Pembelajaran Matematika. In Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika pp. 339-350. Yogyakarta: UNY.

Keitel, C. (1998). Social Justice and Mathematics EducationGender, Class,Ethnicity and the Politics of Schooling. Berlin: Freie Universität Berlin.

Mahmudi, A. (2009). Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. MIPMIPA UNHALU, 8(1). NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Virginia.

Pauweni, K. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dan Perbedaan Gender Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika. Gorontalo.

Pratiwi, D. D. (2015). Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Sesuai dengan Gaya Kognitif dan Gender. Jurnal Pendidikan Matematika, 6(2), 40– 52.

Prayitno, S., Suwarsono, & Siswono, T. Y. (2013). Identifikasi Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berjenjang pada Tiap-Tiap Jenjangnya. In Konferensi Nasional Pendidikan Matematika V. Malang: Universitas Negeri Malang.

Pujiastuti, H. (2014). Pembelajaran Inquiry Co-Operation Model untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi, dan Self-Esteem Matematis Siswa SMP. Universitas Pendidikan Indonesia.

Purwanti, K. L. (2013). Perbedaan Gender Terhadap Kemampuan Berhitung Matematika Menggunakan Otak Kanan Pada Siswa Kelas I. Sawwa: Jurnal Studi Gender, 9(1), 107–122. https://doi.org/10.21580/SA.V9I1.668

Qohar. (2011). Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis Untuk Siswa SMP. In Lomba dan Seminar Matematika XIX. Yogyakarta: UNY.

Rohmah, N., & Khabibah, S. (2014). Profil Komunikasi Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika ditinjau dari Gaya Kognitif dan Jenis Kelamin. MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 3(2), 121–130.

Sunarya, L., Kusmayadi, T. A., & Iswahyudi, G. (2013). Profil tingkat berpikir kreatif siswa kelas vii smp negeri 16 surakarta dalam pemecahan masalah aritmatika sosial ditinjau dari motivasi dan gender. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, 1(7), 712–720.

Yoeanto, N. . (2002). Hubungan kemampuan memecahkan soal cerita matematika dengan tingkat kreativitas siswa sekolah menengah umum. Jurnal Psikologi Pendidikan: Insan, 4(2), 63–72.

Gambar

Tabel 1.Nilai Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Laki-Laki dan Perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Tahap penyusutan arsip dinamis (tahap kematian) atau pemindahan ke tempat arsip statis (reinkarnasi). Undang-Undang nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan menyatakan bahwa

[r]

Rumah Sakit Bangkatan menghadapi kendala dengan keluhan pasien tentang pelayanan keperawatan pada unit rawat inap, masalah tingginya beban kerja yang tidak sesuai tugas pokok

Selanjutnya menyelesaikan studi S2 pada Program Magister Sains Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan konsentrasi Manajemen Sumber

(2) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui dalam laba rugi, apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah aset atau liabilitas pajak tangguhan

komitmen dari Para Pihak untuk: “mempertimbangkan pertimbangan perubahan iklim, sejauh memungkinkan, dalam kebijakan dan tindakan sosial, ekonomi dan lingkungan mereka yang

Gambar 5.17 sketsa 2 yang menunjukkan aktivitas erupsi Gunung

Dalam melakukan sosialisasi kelembagaan dilakukan kepada seluruh elemen masyarakat tentang lembaga Komisi Yudisial dan tugas Komisi Yudisial dalam menjaga dan mengawasi