• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model kepemimpinan transformasional menuju madrasah berkualitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model kepemimpinan transformasional menuju madrasah berkualitas"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL MENUJU MADRASAH BERKUALITAS

Oleh: Nur Khoiri, M.Ag

A. Pendahuluan

Peranan pendidikan dalam kehidupan sangat penting, sebagaimana dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Demikian pentingnya peranan pendidikan, maka dalam UUD 1945 diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan, pengajaran dan pemerintah mengusahakan untuk menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.

Madrasah sebagai salah satu instrumen pendidikan nasional diharapkan dapat menjadi pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan serta pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian sebagai suatu masyarakat ilmiah yang dapat meningkatkan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(2)

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia telah muncul dan berkembang seiring dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Madrasah tersebut telah mengalami perkembangan jenjang dan jenisnya seirama dengan perkembangan bangsa Indonesia, semenjak kesultanan, masa penjajahan dan masa kemerdekaan. Perkembangan tersebut telah mengubah pendidikan dari bentuk pengajian di rumah-rumah, terus ke mushalla, masjid dan ke bangunan sekolah seperti bentuk madrasah yang kita kenal saat ini.

Sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai ciri khas Islam, madrasah memegang peran penting dalam proses pembentukan kepribadian anak didik, karena melalui pendidikan madrasah ini para orang tua berharap agar anak-anaknya memiliki dua kemampuan sekaligus, tidak hanya pengetahuan umum (IPTEK) tetapi juga memiliki kepribadian dan komitmen yang tinggi terhadap agamanya (IMTAQ). Oleh sebab itu jika kita memahami benar harapan orang tua ini maka sebenarnya madrasah memiliki prospek yang cerah.

Banyak faktor yang dapat mendukung tercapainya upaya peningkatan mutu sekolah, salah satunya adalah faktor manajemen sekolah, yang memposisikan kepala sekolah sebagai manajer di sekolah. Salah satu kekuatan efektif dalam pengelolaan sekolah yang berperan bertanggung jawab menghadapi perubahan adalah kepemimpinan kepala sekolah, yaitu perilaku kepala sekolah yang mampu memprakarsai pemikiran baru di dalam proses interaksi di lingkungan sekolah dengan melakukan perubahan.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 disebutkan bahwa : kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.

Kepemimpinan begitu kuat mempengaruhi kinerja organisasi sehingga rasional apabila keterpurukan pendidikan salah satunya disebabkan karena kinerja kepemimpinan yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan juga tidak membuat strategi pendidikan yang adaptif terhadap perubahan. Hal ini disinyalir pula oleh laporan Bank Dunia tahun 1999 bahwa salah satu penyebab makin menurunnya mutu pendidikan persekolahan di Indonesia adalah kurang profesionalnya kepala sekolah sebagai manajer

(3)

pendidikan di tingkat lapangan di mana kualitas kepemimpinan kepala sekolah signifikan dengan keberhasilan sekolah.1

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu bentuk pendekatan manajemen yang kondusif di sekolah sehingga dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif, guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah.

Menurut Depdiknas tujuan MBS adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui: proses pengelolaan sekolah yang mandiri, fleksibel, terbuka, dan partisipatif; adanya kepedulian warga sekolah; kesadaran sekolah akan tanggung jawabnya kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah; adanya kompetisi yang sehat antarsekolah tentang mutu yang akan dicapai.

Salah satu tujuan MBS adanya persaingan antar sekolah dalam hal mutu menuntut sekolah/madrasah untuk mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah secara efektif dan efisien. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Pentingnya kepemimpinan kepala sekolah dalam pengelolaan sekolah model manajemen berbasis sekolah adalah agar kepala sekolah dapat mengimplementasikan upaya-upaya pembaharuan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Tanpa dibarengi kepemimpinan kepala sekolah yang aspiratif terhadap perubahan, upaya pembaharuan pendidikan seideal apa pun yang dirancang nampaknya tidak akan membawa hasil optimal.

B. Rumusan Masalah

Memperhatikan hasil identifikasi permasalahan dalam Model Kepemimpinan Transformational menuju Madrasah Berkualitas di Madrasah Aliyah NU Banat Kudus, maka rumusan masalahnya, sebagai berikut:

1. Bagaimana model kepemimpinan yang dipraktikkan selama ini di Madrasah Aliyah NU Banat Kudus.

2. Bagaimana kualitas pendidikan di Madrasah Aliyah NU Banat Kudus?

3. Model kepemimpinan seperti apakah yang dapat meningkatkan kualitas di Madrasah Aliyah NU Banat Kudus.

1

(4)

C. Kajian Research Sebelumnya

Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang relevan, antara lain:

1. Madyo Ekosusilo, 2002, menemukan bahwa variable perilaku kepemimpinan terdapat perbedaan yang meyakinkan antara guru yang berpendidikan sarjana, diploma/sarjana muda, dan SPG/SLTP. Penelitian ini sebenarnya termasuk penelitian ad hock, artinya tanpa ditelitipun orang sudah dapat menduga bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, cenderung semakin tinggi pula kepemimpinannya. Hal ini dikarenakan yang berpendidikan tinggi sudah dibekali lebih banyak konsep dan sikap ilmiah dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih rendah. Terlebih faktor usia tidak disinggung dalam penelitian tersebut. Karena semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tua usianya. Semakin tua usianya, semakin berpengalaman ia dalam hidupnya. Semakin berpengalaman seseorang, cenderung semakin tinggi kepemimpinannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Ditinjau dari sudut statistik, salah satu syarat untuk membedakan adalah variabel yang dibedakan homogen atau setara. Membedakan sarjana dengan diploma/sarjana muda apalagi SPG/SLTP sudah pasti bukan tandingannya atau tidak relatif homogen.

2. Madyo Eko Susilo, 2003, Sekolah Unggul Berbasis Nilai, hasil penelitian ini menemukan bahwa karakteristik budaya memiliki andil yang besar dalam membentuk sistem nilai dalam budaya organisasi di sekolah. Nilai dalam budaya organisasi di sekolah tersebut menjadi pedoman dalam membentuk sekolah yang unggul.

3. Husaini Usman, 2004, menemukan bahwa ada hubungan positif antara sifat kepemimpinan, penggunaan kekuasaan, iklim organisasi sekolah, kriteria sukses, dan komitmen pemimpin secara bersama-sama dengan kepemimpinan prima kepala SMK. Besarnya kontribusi terhadap kepemimpinan prima dari sifat-sifat kepemimpinan (2,47%), penggunaan kekuasaan (13,58%), iklim organisasi sekolah (21,8%), kriteria sukses (17,19%), komitmen pemimpin (10,43%). Secara serempak (63,30%).

4. Mien Ratoe Oedjoe, 2004, menemukan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang mendorong sekolah untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, dituntut keefektifan kepemimpinan, baik perempuan maupun laki-laki sebagai kepala sekolah yang dapat dilihat dari tugas dan tanggungjawab kekepalasekolahannya. Kepemimpinan perempuan sebagai kepala sekolah berlangsung secara efektif, meskipun dalam hal penerimaan inovasi cenderung lambat. Beberapa karakteristik keefektifan kepemimpinan kepala sekolah tampak dalam menyusun visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah serta

(5)

mensosialisasikannya kepada warga sekolah guna mendapat dukungan warga sekolah. Dengan kata lain, kedua kepala sekolah memahami paradigma baru dalam manajemen pendidikan sehingga dapat menyusun visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah. Hal ini didukung pula oleh pengalaman dan pendidikan perempuan sebagai kepala sekolah yang memudahkan pemahaman konsep dan inovasi baru. Perempuan sebagai kepala sekolah mampu bekerja sesuai dengan program sekolah, serta mampu menjalin hubungan yang harmonis baik dengan orang tua siswa maupun dengan masyarakat. Perempuan sebagai kepala sekolah mampu mempergunakan kepemimpinannya di dalam menjalin komunikasi dua arah antara sekolah dan orang tua serta masyarakat sehingga terwujud kerjasama yang harmonis guna terlaksananya kegiatan belajar mengajar di sekolah.

5. Aan Komariyah, 2005, pengaruh visionary Leadership dan Budaya sekolah terhadap efektifitas sekolah di era desentralisasi pada SMAN di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Propinsi di Jawa Barat. Temuan penelitian menunjukkan bahwa efektifitas sekolah dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh budaya sekolah hasil representasi dari visionary leadership yang berorientasi mutu.

6. Fatah Syukur, 2011, Model Manajemen Madrasah Aliyah Efektif (Studi pada Tiga Madrasah Aliyah di Kudus), hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa secara teoritis hampir semua pakar sekolah efektif mengeksplisitkan kepemimpinan sebagai ciri penting sebagai sekolah efektif, seperti Scheerens (1992) menyatakan bahwa sekolah efektif memiliki kepemimpinan yang kuat, Mackenzie (1992) mengidentifikasikan tiga pendidikan efektif dan kepemimpinan menjadi nomor urut pertama, Edmons (1979) menyebutkan bahwa ada lima karakteristik sekolah efektif, salah satunya adalah kepemimpinan dan perhatian kepala sekolah terhadap kualitas pengajaran, dan Heneveld (1992) berpendapat bahwa kepemimpinan yang efektif menjadi ciri sekolah efektif.

Dalam penelitian ini menekankan pada model kepemimpinan transformasional menuju madrasah berkualitas. Konsep tentang kepemimpinan transformasional ini dikemukakan oleh Burn yang menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses dimana pimpinan dan para bawahannya berusaha untuk mencapai tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.2 Para pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menentukan cita-cita yang lebih

2

(6)

tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, kemanusiaan dan bukan didasarkan atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian.3

Tingkat sejauhmana seorang pemimpin disebut transformasional terutama diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikut. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan: 1) Membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan. 2) Mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim dari pada kepentingan diri sendiri, dan 3) Mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi.4

H. Metode Penelitian

Penelitian Model Kepemimpinan transformasional menuju madrasah berkualitas di MA NU banat Kudus didesain dengan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini dipilih karena diyakini lebih tepat guna mengungkap data yang berkenaan dengan manusia dan peristiwa-peristiwa yang dilakukannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kirk dan Miller dalam Moleong, penelitian Kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya.5

Spesifikasi dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi ini ditempuh mengingat pernyataan Nesbet & Watt yang menekankan bahwa jenis penelitian ini berusaha memberikan penjelasan yang jujur dan seksama tentang suatu kasus tertentu sedemikian rupa, sehingga memungkinkan pembaca menembus ke dalam apa yang tidak tampak di permukaan dan juga untuk memeriksa kebenaran tafsiran penulisanya dengan meninjau sejumlah data obyektif pilihan yang sesuai.6 Berdasarkan pertimbangan tersebut penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus lebih tepat dibandingkan dengan model yang lainnya karena pendekatan ini akan dapat menggali lebih dalam lagi dari peristiwa yang terjadi.

3

Ibid. hal. 306

4

Ibid,

5

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kulitatif, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2002), hal. 186 6

Nisbet, J. & J. Watt.. Studi Kasus (Sebuah Panduan Praktis). Disadur oleh L. Wilardjo. (Jakarta: Satya Wacana University Press & PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 1994), hal. 14

(7)

a) Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah pengambilan variabel yang akan diteliti dengan metode interview, tes, dokumentasi, angket dan lain-lain7. Adapun teknik pengumpulan data di dalam penelitian ini adalah: Wawancara, Observasi, dan Studi Dokumentasi.

b) Teknik Keabsahan Data

Dimaksudkan pengecekan keabsahan data adalah pengecekan tentang terpenuhi atau tidaknya standar kriteria validitas dan reliabilitas suatu data. Menurut Moleong, keabsahan suatu data apabila telah terpenuhi empat kriteria: derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).8

c) Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles and Huberman dan Spradley.

Miles and Huberman, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Tiga alur kegiatan tersebut dapat terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data (menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data), penyajian data (menemukan pola-pola hubungan yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan) dan penarikan kesimpulan/verifikasi (membuat pola makna tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi).9

I. Instrumen Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah; 1) Kepala Madrasah, untuk mengetahui data tentang visi, misi madrasah, model kepemimpinan kepala MA NU Banat Kudus; 2) Wakil Kepala Madrasah, untuk mengetahui data tentang kepemimpinan kepala sekolah di MA NU Banat Kudus; 3) Guru, untuk menghimpun data tentang bentuk kepemimpinan kepala sekolah; dan 4) Ketua Yayasan, dilibatkan untuk mencari data tentang model kepemimpinan Transformasional kepala sekolah menuju madrasah berkualitas di MA NU Banat Kudus.

7

Ibid, hal. 202

8

Lexy Moleong, Op.Cit, hal. 173 9

Milles and Hubberman. Penelitian Kualitatif dan kuantitatif. (Yogyakarta: Kanisius, 1984), hal. 88

(8)

j) Pembahasan

1. Data tentang Kepemimpinan

Dalam definisi secara luas kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya10.

Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi operasional sekolah. Dalam konteks pendidikan modern, kepemimpinan kepala sekolah patut mendapat perhatian serius. Pola kepemimpinannya amat berpengaruh dan sangat menentukan kemajuan sekolah.11

Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

Teori Transformational

Pemikiran terakhir mengenai kepemimpinan yang efektif disampaikan oleh

sekelompok ahli yang mencoba “menghidupkan” kembali teori “trait” atau sifat-sifat utama yang dimiliki seseorang agar dia bisa menjadi pemimpin. Robert House menyampaikan teori kepemimpinan dengan menyarankan bahwa kepemimpinan yang efektif mempergunakan dominasi, memiliki keyakinan diri, mempengaruhi dan menampilkan moralitas yang tinggi untuk meningkatkan kadar kharismatiknya .12

Dengan mengandalkan kharisma, seorang pemimpin yang “transformational

selalu menantang bawahannya untuk melahirkan karya-karya yang istimewa. Langkah yang dilaksanakan pada umumnya adalah dengan membicarakan dengan pengikutnya, bagaimana sangat pentingnya kinerja mereka, bagaimana bangga dan yakinnya mereka sebagai anggota kelompok dan bagaimana istimewanya kelompok sehingga dapat menghasilkan karya yang inovatif serta luar biasa.

Menurut pencetus teori ini, pemimpin “transformational” adalah sangat efektif karena memadukan dua teori yakni teori “behavioral” dan “situational” dengan kelebihan masing-masing. Atau memadukan pola perilaku yang berorientasi pada manusia atau pada produksi (employee or production-oriented) dengan penelaahan

10

Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah. (Jakarta: Grasindo. 2003), hal. 32 11

Suparno, P. Reformasi Pendidikan. (Yogyakarta: Kanisius. 2002), hal. 61 12

(9)

situasi ditambah dengan kekuatan kharismatik yang dimilikinya. Tipe pemimpin transformational ini sesuai untuk organisasi yang dinamis, yang mementingkan perubahan dan inovasi serta bersaing ketat dengan perusahaan-perusahaan lain dalam ruang lingkup internasional. Syarat utama keberhasilannya adalah adanya seorang pemimpin yang memiliki kharisma.13

2. Data tentang Madrasah Bermutu

Dalam konteks pendidikan, definisi mutu mengacu pada input, proses, output, dan dampaknya terhadap masyarakat secara luas. Dari segi masukan, mutu di sini dapat dilihat dari beberapa sisi: pertama masukan SDM yang ada di dalamnya. Apakah memenuhi standar kualifikasi akademik, apakah kondisinya baik atau tidak mutu masukannya. Seperti mutu kepala sekolah, guru, siswa serta staf-stafnya. Kedua, memenuhi kriteria atau tidak masukan sarana dan prasarana yang ada, seperti buku-buku, alat peraga dan lain sebagainya. Ketiga, memenuhi kriteria atau tidak masukan perangkat lunaknya, seperti peraturan, struktur organisasi, job deskriptionnya. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan, seperti visi, motivasi kerja, ketekunan, dan kesadaran akan kerja. Adapun mutu proses merupakan kemampuan sumber daya madrasah menstranformasikan multijenis masukan di atas dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Sedangkan hasil pendidikan dianggap bermutu manakala mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler (life skill) pada peserta didik14. Penulis menambahkan di sini dengan nilai tambah yang lain, yaitu kemampuan yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Merujuk pada pemikiran Edward Sallis,bahwa sekolah yang bermutu dapat diidentifikasikan melalui ciri-cirinya, yaitu:

1. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal (pimpinan lembaga, pendidik, staf) maupun eksternal (peserta didik, wali murid, dunia usaha, dan masyarakat).

2. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul, dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal.

3. Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari

berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya.

13

Ibid. hal. 214

14

(10)

4. Sekolah memiliki strategi untuk mencapai mutu, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif.

5. Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai mutu dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya.

6. Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

7. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.

8. Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.

9. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horizontal.

10. Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.

11. Sekolah memnadang atau menempatkan mutu yang telah dicapai sebagai jalan untuk untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.

12. Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.

13. Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan.

Menurut Moedjiarto, terdapat beberapa tipe sekolah atau madrasah yang unggulan atau bermutu dalam konteks Indonesia15, yaitu:

1. Suatu sekolah yang inputnya unggul atau berkualitas, namun proses belajar mengajarnya biasa saja dan melahirkan lulusan yang unggul. Dengan kata lain keunggulan sekolah ini memang merupakan bawaan sebelum siswa masuk ke sekolah tersebut.

2. Suatu sekolah yang unggul dalam hal fasilitas. Karena fasilitasnya unggul, maka harga fasilitas tersebut sudah barang tentu sangat mahal. Di sekolah semacam ini, dengan fasilitas yang serba mewah tersebut, daya tahan siswa untuk belajar bisa lebih lama. Gurunya juga pilihan, dengan rasio guru murid sangat baik. Dengan demikian, harapannya proses belajar mengajar akan berjalan lancar dan lulusannya juga akan bermutu tinggi.

15

Abdullah Idi.Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. (Jakarta: Gaya Media Pratama,1999), hal 13

(11)

3. Sekolah ataua madrasah yang unggul jenis yang ketiga adalah yang penekanannya pada iklim belajar yang positif yang ada di lingkungan sekolah.

Pengamat pendidikan di tanah air belum banyak menyoroti tipe sekolah unggul yang ke-3 ini. Di Amerika Serikat, masih menurut Moedjiarto, yang dinamakan sekolah yang unggul adalah sekolah yang mampu memproses siswa yang bermutu rendah waktu masuk sekolah tersebut (input rendah), menjadi lulusan yang bermutu tinggi (output tinggi).16

Berdasarkan uraian di atas, mungkin madrasah sudah tertutup untuk menjadi sekolah yang unggul tipe pertama dan tipe kedua karena keterbatasan dana dan masih belum banyaknya peminat yang berkualitas untuk masuk ke madrasah. Maka peluang bagi madrasah untuk menjadi sekolah yang bermutu adalah berada pada tipe yang ketiga.

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka madrasah pun memiliki peluang untuk menjadi sekolah unggulan atau lebih tepatnya disebut dengan madrasah bermutu. Dengan kata lain, madrasah bermutu sebagai sarana untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu di lingkungan madrasah. Karena madrasah bermutu bukan lahir dari tanpa usaha dan perencanaan, tapi madrasah bermutu terlahir dari usaha yang keras yang didahului dengan strategic planning yang jelas yang berlandaskan pada nilai-nilai spiritual dan intelektual.

Sehingga peluang menjadi madrasah unggulan dengan pendidikan yang berkualitas tidak lagi menjadi hal yang utopis bagi madrasah. Berikut ini, beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan oleh madrasah untuk menuju madrasah unggulan atau bermutu guna meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di lingkungan madrasah, yaitu:

1) Merumuskan landasan gerak madrasah.

Sebuah upaya untuk memaksimalkan aktivitas madrasah yang berlandaskan berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits karena keduanya merupakan sumber ilmu pengetahuan. Al-Qur’an dan al-Hadits dijadikan “bahan baku utama” dalam

pengembangan kualitas dan kuantitas pendidikan di madrasah. Dengan kata lain, madrasah membangun nilai-nilai spiritual dan intelektual bagi peserta didik yang ada. Rumusan ini akan menjadi karakteristik madrasah unggulan karena di dalam madrasah semacam ini, pembelajaran tidak hanya fokus pada ilmu agama saja, namun juga tentang teknologi informasi. Jadi gabungan antara ilmu keagamaan dan keteknologian atau disebut dengan istilah integrated science.

2) Merumuskan strategic management dan strategic planning.

16

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. (Jakarta: Kalimah 1999), hal 5.

(12)

Rumusan ini digunakan untuk memetakan perkembangan madrasah ke depan. Perkembangan pendidikan di madrasah harus dilihat dan ditata dengan strategi yang jitu karena problematikanya kian bertambah bervariasi.

Konsep-konsep dasar tentang manajemen strategis dikemukakan oleh Wheelen and Hunger, yaitu :17

Manajemen strategis merupakan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan (pendidikan) dalam jangka panjang. Manajemen ini meliputi: a) pengamatan lingkungan. Segenap komponen madrasah harus mampu membaca lingkungan secara jujur dan obyektif, kemana arah pendidikan yang diinginkan oleh segenap pelanggannya. b) perumusan strategi. Dari hasil kajian lingkungan tersebut dilanjutkan perumusan strategi yang dapat dilakukan dengan menetapkan vision dan mission. Visi merupakan gambaran umum tentang kondisi yang diinginkan di masa depan. Misi ditetapkan dengan mempertimbangkan rumusan penugasan yang tuntutan dari luar dan dalam. c) implementasi strategi, dan d) evaluasi dan pengendalian.

Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi kesempatan (opportunity), ancaman (threat), lingkungan yang dianggap sebagai kekuatan (strength), dan kelemahan (weakness). Faktor-faktor eksternal dan internal yang melingkupi perusahaan (pendidikan) harus diidentifikasi melalui analisis SWOT di atas.

3) Manajemen Sumber Daya Manusia

Pendidik atau guru menempati peran yang sangat urgen dalam proses pendidikan di lembaga madrasah. Karena inti daripada pendidikan adalah proses pembelajaran yang di dalamnya di mainkan oleh guru sebagai sutradaranya.Urgensi guru dalam proses pembelajaran terlukis sebagaimana diungkapkan oleh A. Malik Fajar, “Al-thariqoh ahammu min nal-maddah walakinna al-mudarris ahammu min nal-thariqoh” (metode lebih penting dari pada materi akan tetapi guru lebih penting dari pada metode).18

Melihat urgensi peran tenaga kependidikan di atas termasuk guru di dalamnya maka pendayagunaan dan optimalisasi manajemen sumber daya manusia adalah suatu keniscayaan.

Selanjutnya, manajemen sumber daya tenaga kependidikan dapat dikatagorikan menjadi tujuh komponen, yaitu a) perencanaan pegawai, seperti mempertimbangkan jumlah

17

Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005), hal. 217-218

18

(13)

pegawai yang direncanakan ke depan, keahliannya, dan kualifikasinya, b) pengadaan pegawai, tujuan daripada rekrutmen ini menyediakan tenaga profesional yang sesuai dengan bidang untuk posisi yang sesuai, c) pembinaan dan pengembangan pegawai, pembinaan di sini lebih beroreintasi pencapaian standar minimal, artinya diarahkan untuk dapat melakukan tugasnya sebaik mungkin dan terhindar dari pelanggaran. Sedang, pengembangan pegawai berarti upaya manajer untuk menfasilitasi mereka bisa mencapai jabatan atau status yang lebih tinggi, d) promosi (kenaikan pangkat atau jabatan) dan mutasi, e) pemberhentian pegawai, dan f) kompensasi merupakan imbalan yang diberikan secara berkesinambungan. Misalnya, gaji,tunjangan,fasilitas perumahan, mobil dinas, dan lain-lain.19

Ketujuh komponen di atas pada tataran aplikasinya harus urut, tertib dan berkesinambungan sehingga melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan.

k) Kesimpulan

19

Sudarwan Danim,Visi Baru Manajemen Sekolah Dari Unit Birokrasi Ke Lembaga

(14)

l) Sumber bacaan

Abu Duhou Ibtisam, 2004, School Based Management, Jakarta: Kencana.

Ahmad Tafsir. 2004. Metode Khusus Pengajaran Agama Islam. Bandung: Rajawali Press.

Anas Sudijono, Drs. Pengantar Evaluasi Pendidik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1990.

Arikunto, Suharsimi. 2002, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Bass, B.M. and Avolio, B.J. 1994. Improving Leadership Effectiveness Through Transformational Leadership. California: USA7 Sage.

Bedjo Sujanto, 2004, Mensiasati Manajemen berbasis Sekolah di Era Krisis yang berkepanjangan. Jakarta: ICW.

Dimyati dan Mudjiono, 2002, Belajar dan pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.2 Echols, John M. dan Hassan Shadily, 1996, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia,

Cet.23

Hadi, Amirul dan Haryono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia

Milles and Hubberman. 1984. Penelitian Kualitatif dan kuantitatif. Yogyakarta: Kanisius. Moleong, Lexy J., 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, Cet.14

Mulyasa, E. 2004, Manajemen berbasis Sekolah, Jakarta: Rosda Karya.

Nanang Fatah, 2003, Konsep Manajemen berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Nisbet, J. & J. Watt. 1994. Studi Kasus (Sebuah Panduan Praktis). Disadur oleh L. Wilardjo. Jakarta: Satya Wacana University Press & PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sugiyono, 2011, Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.

Trianto, 2007, Model Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, Cet.1

Tulus Winarsunu, 2006, Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Undang-undang RI No.20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Surabaya: Karina.

Usman, Husaini, 2009. Manajemen (Teori, Praktek dan Riset Pendidikan), Edisi 3, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Volansky, A., & Friedman, I. A. (2003). School-based management: An International Perspective. Israel: Ministry of Education.

Wahjosumidjo. 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

(15)

Winataputra, 1998, Udin Saripudin dan Rustana Ardiwinata, Perencana Pengajaran, Jakarta: Direktorat Jenderal pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka.

(16)

Curriculum Vitae

Nama : Nur Khoiri

NIP : 19740418 200501 1 002 Jabatan : Dosen Fakultas Tarbiyah Jenis Kelamin : Laki-Laki

TTL : Jepara, 18 April 1974 Keahlian : Pendidikan Islam

Alamat : Jl. Soekarno Hatta Rt. 02 Rw. 01 Ds. Langon Kec. Tahunan Kab. Jepara

Referensi

Dokumen terkait

Menyadari kenyataan ini, banyak para pakar khususnya dalam bidang ekonomi yang bermunculan yang memberikan sumbangan pemikiran yang sangat berharga untuk mengangkat

Beliau menjalin hubungan yg baik dgn masyarakat Islam dan pula mengambil istri bangsawan Lombok dari desa Puyung yang memberikan seorang putri dan dua orang

Pembuatan form inspeksi yang berada di dalam sitem informasi manajemen pemeriksaan fire protection ini berdasarkan pada regulasi NFPA untuk setiap alat

Dengan berserah diri, tawakal, sabar, berpola hidup sederhana ( zuhud dan wara · VHUWD VHQDQWLDVD bersyukur atas semua nikmat yang diberikan-Nya terdapat keseimbangan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih dan sehat dalam indikator kurangnya ketersediaan tempat sampah, kurangnya olahraga dan merokok yang

Dengan demikian dapat dipahami bahwa 2 ruangan tersebut merupakan ruangan dengan kebutuhan daya listrik yang lebih besar dibandingkan ruangan lain dimana 2 ruangan

Penelitian ini bertujuan mengetahui aspek divergent thinking yang muncul atau yang berkembang pada kelompok mahasiswa selama mengikuti pembelajaran mata kuliah