• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Pakan Induk Sapi Menjelang Beranak dengan Hijauan Leguminosa: Respon terhadap Bobot Lahir Pedet dan Estrus Postpartum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbaikan Pakan Induk Sapi Menjelang Beranak dengan Hijauan Leguminosa: Respon terhadap Bobot Lahir Pedet dan Estrus Postpartum"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Perbaikan Pakan Induk Sapi Menjelang Beranak dengan Hijauan

Leguminosa: Respon terhadap Bobot Lahir Pedet

dan Estrus

Postpartum

(Cattle Feed Improvement of Pregnant Cow with Legume: Response to

Birth Weight Calf and

Postpartum Oestrus

)

Erna Winarti, Supriadi, Widyastuti A

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jl. Stadion Maguwoharjo No 22, Sleman, Yogyakarta ernawinarti@gmail.com

ABSTRACT

This assessment aimed to determine effect of inclusion of legumes in pregnant cow diet to calf birth weight and postpartum oestrus. Fifteen pregnant cows were divided into three treatments supplemental feeding, five for each treatment. Treatment was R1 = Supplement feed of 100% concentrate, R2 = Supplement feed of 75% concentrate and 25% legume, R3 = Supplement feed 50% concentrate and 50% legume. Data were collected for an additional feed intake and calf birth weight and postpartum oestrus. Results showed that supplemental feeding had no significant effect (P>0.05) on intake, calf birth weight. In conclusion, for the purpose of improvement of feed, forage legumes can replace concentrate up to 50%. Key Words: Forage Legumes, Fodder Improvement, Calf Birth Weights, Postpartum oestrus

ABSTRAK

Pengkajian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan hijauan leguminosa pada induk menjelang beranak terhadap bobot lahir pedet dan postpartum estrus. Rancangan pengkajian menggunakan rancangan acak lengkap. Lima belas induk sapi bunting 8 bulan dibagi kedalam tiga perlakuan pemberian pakan tambahan, masing-masing perlakuan lima ekor. Perlakuan R1 pemberian pakan tambahan 100% konsentrat, Perlakuan R2 pemberian pakan tambahan 67% konsentrat dan 33% leguminosa, R3 pemberian pakan tambahan 50% konsentrat dan 50% leguminosa. Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi pakan tambahan, bobol lahir pedet dan postpartumestrus induk. Hasil Pengkajian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan tambahan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan tambahan, bobot lahir pedet dan postpartum estrus induk. Disimpulkan bahwa untuk tujuan perbaikan pakan, hijauan leguminosa dapat menggantikan konsentrat hingga 50%.

Kata Kunci: Hijauan Leguminosa, Perbaikan Pakan, Bobot Lahir Pedet, Postpartum estrus

PENDAHULUAN

Hijauan leguminosa merupakan pakan hijauan dengan kualitas tinggi, lebih tinggi dibandingkan dengan jenis rumput maupun limbah pertanian. Kandungan protein tanaman leguminosa lebih tinggi dari pada protein dalam rumput, disamping itu leguminosa juga mengandung mineral Cu, Mg dan S cukup tinggi namun kandungan Mn dan Zn cenderung rendah (Kamal 1998). Ketersedian protein dalam pakan sapi potong sangat penting karena protein merupakan komponen utama organ

tubuh, enzim, zat pengangkut hormon dan sebagainya (Kearl 1982; Bondi 1987).

Beberapa jenis tanaman leguminosa yang banyak tumbuh di DI Yogyakarta diantaranya adalah gamal (Gliricidia sepium) dan lamtoro (Leucaena leucochepala). Tanaman gamal merupakan tanaman yang mudah tumbuh dengan cepat di daerah tropis. Tanaman gamal yang telah berumur satu tahun dapat menghasilkan bahan kering 3-4 kg sekali panen (Prawirodiputro et al. 2006). Kandungan protein kasar daun gamal sangat tinggi yaitu 24,22% (Bakrie 1996), sedangkan hasil

(2)

penelitian Munier (2010) menyebutkan, kandungan protein gamal 18,3%, serat kasar 38,2% dan lemak kasar 2,8%. Dinyatakan pula pada ternak ruminansia, daun gamal memiliki nilai kecernaan yang tinggi. Kecernaan daun gamal pada ternak domba adalah bahan kering 52,5%, bahan organik 53,9%, protein kasar 58,5% dan serat kasar 30,7% (Mathius et al. 1981). Daun gamal dapat diberikan pada ternak ruminansia sebagai pakan tunggal atau campuran dengan rumput. Induk sapi yang hanya merumput menghasilkan pedet dengan bobot lahir 12,75 kg, sedangkan induk sapi yang merumput dan mendapat suplementasi daun gamal segar sebanyak 3 kg/ekor/hari menghasilkan pedet dengan bobot lahir 14,22 kg (Pongsapan et al. 1993). Penggunaan daun gliricidia kering sebagai campuran pakan komplit untuk ternak domba betina, memberikan respon terbaik dibanding kaliandra dan lamtoro (Nuschati et al. 2010).

Tanaman lamtoro mampu tumbuh dengan cepat dengan menghasilkan hijauan yang disukai ternak. Nulik et al. (2004) menyatakan bahwa tanaman lamtoro mempunyai ketahanan pemangkasan berulang dengan produktivitas dan nilai nutrisi tinggi. Daun lamtoro mengandung protein cukup tinggi yaitu 20,4% (Agus 2007).

Bobot lahir pedet merupakan salah satu faktor penting dalam usaha pembibitan sapi potong. Bobot lahir terlalu rendah merupakan salah satu penyebab tingginya kematian pedet disamping sistem pemeliharaan setelah lahir yang kurang baik. Pedet dengan bobot lahir yang besar dan lahir secara normal akan lebih mampu mempertahankan kehidupannya. Bobot lahir juga merupakan faktor penting dalam pertumbuhan pedet, karena bobot lahir berkolerasi terhadap produksi susu induk. Hasil penelitian Firdaus (2008) pada sapi FH menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot lahir semakin banyak produksi susu induk. Produksi susu induk yang tinggi memberi peluang pedet mendapatkan asupan susu yang cukup. Bobot lahir anak ditentukan oleh

bangsa induk, jenis kelamin anak, lama bunting induk, umur atau paritas induk dan makanan induk sewaktu bunting (Sutan 1988). Perbaikan pakan pada induk menjelang beranak merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan bobot lahir pedet. Ransum dengan kualitas baik dimungkinkan dapat mencukupi ketersediaan nutrisi yang diserap oleh fetus.

Jarak beranak sangat ditentukan oleh

postpartum estrus dan keberhasilan perkawinan. Postpartum estrus yang panjang serta service per conception (S/C) yang tinggi mengakibatkan jarak beranak menjadi panjang pula. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan hijauan leguminosa sebagai pengganti konsentrat pada induk bunting tua terhadap bobot lahir pedet dan estrus postpartum induk.

MATERI DAN METODE

Pengkajian dilaksanakan di kelompok Ngudimulyo, Desa Wonolelo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada bulan April-September 2013. Rancangan pengkajian yang digunakan adalah Rancangan acak lengkap (RAL). 15 ekor induk sapi Peranakan Ongole (PO) yang sedang bunting tua (umur kebuntingan sekitar delapan bulan) dibagi ke dalam tiga kelompok perlakuan pakan. Semua induk sapi diberi pakan rumput dan jerami serta air minum secara ad libitum. Adapun perlakuan pakan dari pengkajian adalah pemberian pakan tambahan sebanyak 2% dari bobot induk selama satu bulan. Pakan tambahan yang diberikan adalah sebagai berikut: R1: Konsentrat 100 %, R2: Konsentrat 67% dan hijauan leguminosa 33%, R3: Konsentrat 50% dan hijauan leguminosa 50%

Hijauan leguminosa yang digunakan adalah jenis gamal dan lamtoro, yang banyak tersedia di sekitar lokasi pengkajian. Kandungan nutrisi konsentrat yang digunakan selama pengakajian tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi konsentrat

Kandungan nutrisi berdasar bahan kering Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Abu (%) Serat kasar (%) Karbohidrat (%) Energi (kkal/kg)

(3)

Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi pakan tambahan, bobot lahir pedet dan birahi pertama setelah beranak pada induk. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan hijauan leguminosa terhadap bobot lahir pedet dan birahi pertama setelah beranak pada induk dilakukan analisis sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel & Torrie 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan tambahan

Pakan utama induk sapi berupa jerami dan rumput diberikan ad libitum, sedangkan pakan tambahan berupa konsentrat dan hijauan leguminosa diberikan sesuai dengan perlakuan. Konsumsi bahan kering pakan tambahan hampir sama untuk setiap perlakuan. Perlakuan (R1) 6,83; (R2) 6,48; (R3) 6,50 kg (Tabel 2). Konsumsi protein

Konsumsi protein yang berasal dari pakan tambahan berturut-turut adalah (R1) 8,62; (R2) 923; (R3) 1004 g (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi komposisi leguminosa, semakin tinggi pula protein yang dikonsumsi, Hal ini disebabkan kandungan protein leguminosa lebih tinggi dibanding kandungan protein konsentrat.

Bobot lahir pedet

Rerata bobot lahir pedet masing-masing perlakuan R1, R2 dan R3 berturut-turut 30,2; 27,8; 29,0 kg (Tabel 4). Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot lahir pedet (P<0,05). Perbaikan pakan dengan menggantikan konsentrat dengan hijauan leguminosa hingga 50% tidak mengakibatkan perbedaan bobot lahir pedet. Penggantian konsentrat dengan leguminosa justru meningkatkan konsumsi protein (Tabel 3). Namun meskipun konsumsi protein lebih tinggi, tidak menyebabkan perbedaan bobot lahir pedet.

Bobot lahir anak ditentukan oleh bangsa induk, jenis kelamin anak, lama bunting induk, umur atau paritas induk, dan makanan induk sewaktu bunting (Sutan 1988). Menurut Adiarto (1995) bahwa nilai zat pakan yang dikonsumsi oleh ternak selama bunting mempengaruhi bobot lahir pedet. Dinyatakan pula induk sapi yang mengkonsumsi pakan berkualitas baik secara teratur akan melahirkan anak dengan bobot yang optimal. Rata-rata bobot lahir pedet dari induk yang diberi perbaikan pakan hasil pengkajian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bobot lahir sapi PO di Loka Penelitian Sapi Potong Grati yaitu betina 21,80±2,32 kg dan jantan 23,42±3,53 (Mariyono 2009). Manalu & Sumaryadi (1999) menyatakan bobot lahir sangat menentukan kualitas anak di saat pascasapih.

Tabel 2. Konsumsi bahan kering pakan tambahan berdasar perlakuan

Perlakuan Konsumsi bahan kering pakan tambahan/hari Total konsumsi bahan kering pakan tambahan (kg) Konsentrat (kg) leguminosa (kg)

R1 6,83±0,44 0 6,83±0,44

R2 4,63±0,54 1,84±0,22 6,47±0,17

R3 3,25±0,23 3,30±0,27 6,55±0,76

Tabel 3. Konsumsi protein berdasar perlakuan

Perlakuan Konsumsi protein/hari Total konsumsi protein (g) Protein konsentrat (g) Protein leguminosa (g)

R1 862 0 862

R2 584 339 923

(4)

Tabel 4. Bobot lahir pedet dan anestrus postpartum induk berdasar perlakuan pakan

Perlakuan Bobot lahir pedet (kg) Postpartum estrus (hari)

R1 30,2±0,44 107

R2 27,8±3,83 96,8

R3 29,0±6,22 80,8

Habel (2001) menambahkan pertumbuhan anak setelah lahir sangat dipengaruhi oleh bobot lahir yang merupakan akumulasi pertumbuhan embrio sampai fetus.

Birahi pertama setelah beranak

Rerata jarak birahi pertama setelah beranak pada induk yang diberi perbaikan pakan selama bunting tua perlakuan R1, R2 dan R3 berturut-turut 107 hari, 96,8 hari dan 80,8 hari (Tabel 4). Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak mengakibatkan perbedaan postpartum estrus secara nyata (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan pakan dengan menggantikan konsentrat dengan hijauan leguminosa hingga 50% tidak mengakibatkan perbedaan birahi pertama setelah beranak. Birahi pertama setelah beranak sangat dipengaruhi oleh kondisi induk setelah melahirkan. Kondisi pakan yang baik akan mempercepat pemulihan kondisi badan setelah melahirkan. Disamping itu pembatasan penyusuan pedet pada induk pascaberanak yang disertai suplementasi akan memperpendek birahi pertama dan jarak beranak tanpa berpengaruh negatif terhadap pertambahan bobot badan harian pedet prasapih (Affandhy et al. 2010).

KESIMPULAN

Penggunaan hijauan leguminosa sebagai pengganti konsentrat sebesar 50% pada induk menjelang beranak tidak mempengaruhi bobot lahir pedet dan jarak birahi pertama setelah beranak.

DAFTAR PUSTAKA

Adiarto. 1995. Evaluasi kapasitas produksi susu sapi perah sampai umur produksi optimum. Yogyakarta (Indonesia): Buletin Peternakan

Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. hlm. 12.

Affandhy L, Rasyid A, Krishna NH. 2010. Pengaruh perbaikan managemen pemeliharaan pedet sapi potong terhadap kinerja reproduksi induk pascaberanak (Studi kasus pada sapi induk PO di usaha ternak rakyat Kabupaten Pati Jawa Tengah). Dalam: Prasetyo LH, Natalia L, Iskandar S, Puastuti P, Herawati T, Nurhayati, Anggraeni A, Damayanti R, Dharmayanti NLPI, Estuningsih SE, penyunting. Teknologi peternakan dan veteriner ramah lingkungan dalam mendukung program swasembada daging dan peningkatan ketahanan pangan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 3-4 Agustus 2010. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 40-46.

Agus A. 2007. Membuat pakan ternak secara mandiri. Yogyakarta (Indonesia): Citra Aji Parama.

Bakrie B. 1996. Feeding management of ruminant livestock in Indonesia. In: Ruminant nutrition and production in the tropics and subtropics. Canberra (Australia): Australian centre for International Agricultural research. pp. 119-130

Bondi AA. 1987. Animal nutrition, A wiley Inter Science Publication. Chichester. Singapore (Singapure): New York. Brisbane.

Firdaus. 2008. Hubungan bobot lahir dengan produksi susu awal laktasi sapi Friesian Holstein di PT. Situjuh Organik Madani Kabupaten 50 Kota [Thesis]. [Padang (Indonesia)]: Universitas Andalas Padang. Habel. 2001. Guide to the dissection of domestic

ruminant. New York (USA): The Authors Ithaca.

Kamal M. 1998. Bahan pakan dan ransum ternak. Laboratorium makanan ternak. Yogyakarta (Indonesia): Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada.

Kearl LC. 1982. Nutrition requirement of ruminants in developing countries. international

(5)

Agricultural Experiment Station. Utah University.

Manalu W, Sumaryadi MY. 1999. Tantangan dan kesempatan dalam bidang endokrinologi dalam penelitian ilmu-ilmu peternakan dan peningkatan produksi ternak di indonesia. Makalah simposium reproduksi ternak. Semarang (Indonesia): Kongres Nasional IX, Seminar Ilmiah X.

Mariyono. 2009. Hasil-hasil penelitian sapi potong untuk mendukung agribisnis peternakan. Dalam: Sani Y, Natalia L, Brahmantyo B, Puastuti W, Sartika T, Nurhayati, Anggraeni A, Matondang RH, Martindah E, Estuningsih SE, penyunting. Teknologi peternakan dan veteriner untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan peternak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13-14 Agustus 2009. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 28-41 Mathius IW, Rangkuti M, Djajanegara A. 1981.

Daya konsumsi dan daya cerna Gliricidia

(Gliricidia maculate HB & K) Lembaran LPP (IX) 2-4:21-24

Munier FF. 2010. Bobot hidup kambing betina Peranakan Etawah (PE) yang diberikan pakan tambahan daun gamal (Gliricidia sepium) dan kultur buah kakao (Theobroma cocoa L.). Dalam: Prasetyo LH, Natalia L, Iskandar S, Puastuti P, Herawati T, Nurhayati, Anggraeni A, Damayanti R, Dharmayanti NLPI, Estuningsih SE, penyunting. Teknologi peternakan dan veteriner ramah lingkungan dalam mendukung program swasembada daging dan peningkatan ketahanan pangan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 3-4 Agustus

2010. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 586-592

Nulik DJ, Hau K, Fernandez PTH, Ratnawati S. 2004. Adaptasi beberapa Leucaena species di Pulau Timur dan Sumba, NTT. Dalam: Thalib A, Sendow W, Purwadaria T, Tarmudji, Darmono, Triwulanningsih E, Beriajaya, Natalia L, Nurhayati, Ketaren PP, Priyanto D, Iskandar S, Sani Y, penyunting. Iptek sebagai motor penggerak pembangunan sistem dan usaha agribisnis peternakan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2004. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 825-831 Nuschati U, Utomo B, Prawirodigdo S. 2010.

Introduksi daun kering leguminosa pohon sebagai sumber protein dalam pakan-komplit untuk ternak domba dara. Caraka Tani XXV.1:56-62

Pongsapan P, Sariubang M, Prabowo A. 1993. Pengarus suplementasi daun gamal pada sapi Bali betina terhadap tingkat kelahiran dan berat lahir anak pertama. JIPT. 2:103-106 Prawirodiputra BR, Sajimin, Purwantari ND,

Herdiawan I. 2006. Hijauan pakan di Indonesia. Jakarta (Indonesia): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Steel RGD, Torrie JH. 1980. Pronciples and

Procedures of Statistics. 2nd Ed. London (England): McGraw-Hill Book Company, Inc.

Sutan SM. 1988. Perbandingan performans reproduksi dan produksi antara sapi Brahman, peranakan Ongole dan Bali di daerah transmigrasi Batumarta, Sumatera Selatan [Disertasi]. [Bogor (Indonesia): Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1. Kandungan nutrisi konsentrat
Tabel 3. Konsumsi protein berdasar perlakuan
Tabel 4. Bobot lahir pedet dan anestrus postpartum induk berdasar perlakuan pakan

Referensi

Dokumen terkait

Bagi saya, ketidakadilan global terasa semakin menyesak dada ketika janji semangat Bandung yang menuntut kemerdekaan bagi semua bangsa-bangsa di Asia Afrika masih menyisakan sebua

Bangunan kontruksi habitus Andi serta masyarakat dalam struktur sosial di pinrang saling terkait dan dibangkitkan kembali dalam proses kontestasi di arena pilkada.Adanya

Pada Akademi Kebidanan Mitra Husada Karanganyar dalam kegiatan proses belajar mengajar menggunakan berbagai metode, yang lebih sering digunakan dalam

Abdul Momen, dalam wawancaranya dengan Benar News (2019) menyatakan bahwa setiap bulan Pemerintah Bangladesh harus mengeluarkan sekitar 300 juta dolar AS atau 3,6

Jaringan santri Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang ini sendiri menjadi salah satu bagian yang menarik untuk diperhatikan dalam politik elektoral Pilgub Jateng

Beberapa uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan

Dibandingkan dengan hampir setahun lalu, saham usaha kecil hingga menengah yang menyaksikan kemajuan dalam transformasi digital, benar-benar rendah: setahun yang lalu, sebanyak

Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi kecamatan Rapoocini Kota Makassar tentang pengaruh pemberian bakpao rumput laut substitusi