• Tidak ada hasil yang ditemukan

UU 41 1999 Kehutanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UU 41 1999 Kehutanan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999

TENTANG KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

a. bahwa hut an, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai ol eh Negara, memberikan manf aat serbaguna bagi umat manusia, karenanya waj ib disyukuri, diurus, dan dimanf aat kan secara opt imal, sert a dij aga kelest ariannya unt uk sebesar-besar kemakmuran rakyat , bagi generasi sekarang maupun generasi mendat ang;

b. bahwa hut an, sebagai salah sat u penent u sist em penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat , cenderung menurun kondisinya, oleh karena it u keberadaannya harus dipert ahankan secara opt imal, dij aga daya dukungnya secara lest ari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif , bij aksana, t erbuka, prof esional, sert a bert anggung-gugat ;

c. bahwa pengurusan hut an yang berkelanj ut an dan berwawasan mendunia, harus menampung dinamika aspirasi dan peransert a masyarakat , adat dan budaya, sert a t at a nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional;

d. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok Kehut anan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8) sudah t idak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hut an, dan t unt ut an perkembangan keadaan, sehingga perlu digant i;

e. bahwa berdasarkan pert imbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu dit et apkan undang-undang t ent ang Kehut anan yang baru.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ket et apan MPR RI Nomor XV/ MPR/ 1998 t ent ang Penyelenggaraan Ot onomi Daerah; Pengat uran, Pembagian, dan Pemanf aat an Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; sert a Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesat uan Republik Indonesia;

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 t ent ang Perat uran Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 t ent ang Konservasi Sumber Daya Alam Hayat i dan Ekosist emnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 t ent ang Penat aan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 t ent ang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

(2)

Dengan Perset uj uan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

Menet apkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEHUTANAN BAB I KETENTUAN UMUM

Bagian Kesat u Pengert ian

Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Kehut anan adalah sist em pengurusan yang bersangkut paut dengan hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an yang diselenggarakan secara t erpadu.

2. Hut an adalah suat u kesat uan ekosist em berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayat i yang didominasi pepohonan dalam persekut uan alam lingkungannya, yang sat u dengan lainnya t idak dapat dipisahkan.

3. Kawasan hut an adalah wilayah t ert ent u yang di t unj uk dan at au dit et apkan oleh pemerint ah unt uk dipert ahankan keberadaannya sebagai hut an t et ap.

4. Hut an negara adalah hut an yang berada pada t anah yang t idak dibebani hak at as t anah. 5. Hut an hak adalah hut an yang berada pada t anah yang dibebani hak at as t anah.

6. Hut an adat adalah hut an negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat .

7. Hut an produksi adalah kawasan hut an yang mempunyai f ungsi pokok memproduksi hasil hut an. 8. Hut an lindung adalah kawasan hut an yang mempunyai f ungsi pokok sebagai perlindungan sist em

penyangga kehidupan unt uk mengat ur t at a ai r, mencegah banj ir, mengendalikan erosi, mencegah int rusi air laut , dan memelihara kesuburan t anah.

9. Hut an konservasi adalah kawasan hut an dengan ciri khas t ert ent u, yang mempunyai f ungsi pokok pengawet an keanekaragaman t umbuhan dan sat wa sert a ekosist emnya.

10. Kawasan hut an suaka alam adalah hut an dengan ciri khas t ert ent u, yang mempunyai f ungsi pokok sebagai kawasan pengawet an keanekaragaman t umbuhan dan sat wa sert a ekosist emnya, yang j uga berf ungsi sebagai wilayah sist em penyangga kehidupan.

11. Kawasan hut an pelest arian alam adalah hut an dengan ciri khas t ert ent u, yang mempunyai f ungsi pokok perlindungan sist em penyangga kehidupan, pengawet an keanekaragaman j enis t umbuhan dan sat wa, sert a pemanf aat an secara lest ari sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya.

12. Taman buru adalah kawasan hut an yang di t et apkan sebagai t empat wisat a berburu.

13. Hasil hut an adalah benda-benda hayat i, nonhayat i dan t urunannya, sert a j asa yang berasal dari hut an.

14. Pemerint ah adalah Pemerint ah Pusat .

15. Ment eri adalah ment eri yang diserahi t ugas dan bert anggung j awab di bidang kehut anan. Bagian Kedua

Asas dan Tuj uan Pasal 2

(3)

Pasal 3

Penyelenggaraan kehut anan bert uj uan unt uk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanj ut an dengan:

a. menj amin keberadaan hut an dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;

b. mengopt imalkan aneka f ungsi hut an yang meliput i f ungsi konservasi, f ungsi lindung, dan f ungsi produksi unt uk mencapai manf aat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lest ari;

c. meningkat kan daya dukung daerah aliran sungai;

d. meningkat kan kemampuan unt uk mengembangkan kapasit as dan keberdayaan masyarakat secara part isipat if , berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu mencipt akan ket ahanan sosial dan ekonomi sert a ket ahanan t erhadap akibat perubahan ekst ernal; dan

e. menj amin dist ribusi manf aat yang berkeadilan dan berkelanj ut an. Bagian Ket iga

Penguasaan Hut an Pasal 4

(1) Semua hut an di dalam wilayah Republik Indonesia t ermasuk kekayaan alam yang t erkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara unt uk sebesar-besar kemakmuran rakyat .

(2) Penguasaan hut an oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang kepada pemerint ah unt uk:

a. mengat ur dan mengurus segala sesuat u yang berkait an dengan hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an;

b. menet apkan st at us wilayah t ert ent u sebagai kawasan hut an at au kawasan hut an sebagai bukan kawasan hut an; dan

c. mengat ur dan menet apkan hubungan-hubungan hukum ant ara orang dengan hut an, sert a mengat ur perbuat an-perbuat an hukum mengenai kehut anan.

(3) Penguasaan hut an oleh Negara t et ap memperhat ikan hak masyarakat hukum adat , sepanj ang kenyat aannya masih ada dan diakui keberadaannya, sert a t idak bert ent angan dengan kepent ingan nasional.

BAB II

STATUS DAN FUNGSI HUTAN Pasal 5

(1) Hut an berdasarkan st at usnya t erdiri dari: a. hut an negara, dan

b. hut an hak.

(4)

(3) Pemerint ah menet apkan st at us hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); dan hut an adat dit et apkan sepanj ang menurut kenyat aannya masyarakat hukum adat yang bersangkut an masih ada dan diakui keberadaannya.

(4) Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkut an t idak ada lagi, maka hak pengelolaan hut an adat kembali kepada Pemerint ah.

Pasal 6 (1) Hut an mempunyai t iga f ungsi, yait u:

a. f ungsi konservasi, b. f ungsi lindung, dan c. f ungsi produksi.

(2) Pemerint ah menet apkan hut an berdasarkan f ungsi pokok sebagai berikut : a. hut an konservasi,

b. hut an lindung, dan c. hut an produksi.

Pasal 7

Hut an konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a t erdiri dari : a. kawasan hut an suaka alam,

b. kawasan hut an pelest arian alam, dan c. t aman buru.

Pasal 8

(1) Pemerint ah dapat menet apkan kawasan hut an t ert ent u unt uk t uj uan khusus.

(2) Penet apan kawasan hut an dengan t uj uan khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan unt uk kepent ingan umum sepert i:

a. penelit ian dan pengembangan, b. pendidikan dan lat ihan, dan c. religi dan budaya.

(3) Kawasan hut an dengan t uj uan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), t idak mengubah f ungsi pokok kawasan hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 9

(1) Unt uk kepent ingan pengat uran iklim mikro, est et ika, dan resapan air, di set iap kot a dit et apkan kawasan t ert ent u sebagai hut an kot a.

(2) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diat ur dengan Perat uran Pemerint ah. BAB III

(5)

(1) Pengurusan hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, bert uj uan unt uk memperoleh manf aat yang sebesar-besarnya sert a serbaguna dan lest ari unt uk kemakmuran rakyat .

(2) Pengurusan hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliput i kegiat an penyelenggaraan: a. perencanaan kehut anan,

b. pengelolaan hut an,

c. penelit ian dan pengembangan, pendidikan dan lat ihan, sert a penyuluhan kehut anan, dan d. pengawasan.

BAB IV

PERENCANAAN KEHUTANAN Bagian Kesat u

Umum Pasal 11

(1) Perencanaan kehut anan dimaksudkan unt uk memberikan pedoman dan arah yang menj amin t ercapainya t uj uan penyelenggaraan kehut anan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(2) Perencanaan kehut anan dilaksanakan secara t ransparan, bert anggung-gugat , part isipat if , t erpadu, sert a memperhat ikan kekhasan dan aspirasi daerah.

Pasal 12

Perencanaan kehut anan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, meliput i: a. invent arisasi hut an,

b. pengukuhan kawasan hut an, c. penat agunaan kawasan hut an,

d. pembent ukan wilayah pengelolaan hut an, dan e. penyusunan rencana kehut anan.

Bagian Kedua Invent arisasi Hut an

Pasal 13

(1) Invent arisasi hut an dilaksanakan unt uk menget ahui dan memperoleh dat a dan inf ormasi t ent ang sumber daya, pot ensi kekayaan alam hut an, sert a lingkungannya secara lengkap.

(2) Invent arisasi hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan survei mengenai st at us dan keadaan f isik hut an, f lora dan f auna, sumber daya manusia, sert a kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekit ar hut an.

(3) Invent arisasi hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (2) t erdiri dari: a. invent arisasi hut an t ingkat nasional,

b. invent arisasi hut an t ingkat wilayah,

(6)

(4) Hasil invent arisasi hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ant ara lain dipergunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hut an, penyusunan neraca sumber daya hut an, penyusunan rencana kehut anan, dan sist em inf ormasi kehut anan.

(5) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

Bagian Ket iga Pengukuhan Kawasan Hut an

Pasal 14

(1) Berdasarkan invent arisasi hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemerint ah menyelenggarakan pengukuhan kawasan hut an.

(2) Kegiat an pengukuhan kawasan hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan unt uk memberikan kepast ian hukum at as kawasan hut an.

Pasal 15

(1) Pengukuhan kawasan hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses sebagai berikut :

a. penunj ukan kawasan hut an, b. penat aan bat as kawasan hut an, c. pemet aan kawasan hut an, dan d. penet apan kawasan hut an.

(2) Pengukuhan kawasan hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhat ikan rencana t at a ruang wilayah.

Bagian Keempat Penat agunaan Kawasan Hut an

Pasal 16

(1) Berdasarkan hasil pengukuhan kawasan hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15, pemerint ah menyelenggarakan penat agunaan kawasan hut an.

(2) Penat agunaan kawasan hut an meliput i kegiat an penet apan f ungsi dan penggunaan kawasan hut an. (3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Perat uran

Pemerint ah.

Bagian Kelima

Pembent ukan Wilayah Pengelolaan Hut an Pasal 17

(1) Pembent ukan wilayah pengelolaan hut an dilaksanakan unt uk t ingkat : a. propinsi,

(7)

(2) Pembent ukan wilayah pengelolaan hut an t ingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempert imbangkan karakt erist ik lahan, t ipe hut an, f ungsi hut an, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat set empat t ermasuk masyarakat hukum adat dan bat as administ rasi pemerint ahan.

(3) Pembent ukan unit pengelolaan hut an yang melampaui bat as administ rasi pemerint ahan karena kondisi dan karakt erist ik sert a t ipe hut an, penet apannya diat ur secara khusus oleh Ment eri.

Pasal 18

(1) Pemerint ah menet apkan dan mempert ahankan kecukupan luas kawasan hut an dan penut upan hut an unt uk set iap daerah aliran sungai, dan at au pulau guna opt imalisasi manf aat lingkungan, manf aat sosial, dan manf aat ekonomi masyarakat set empat .

(2) Luas kawasan hut an yang harus dipert ahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30% (t iga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan at au pulau dengan sebaran yang

proporsional.

Pasal 19

(1) Perubahan perunt ukan dan f ungsi kawasan hut an dit et apkan oleh Pemerint ah dengan didasarkan pada hasil penelit ian t erpadu.

(2) Perubahan perunt ukan kawasan hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampak pent ing dan cakupan yang luas sert a bernilai st rat egis, dit et apkan oleh Pemerint ah dengan perset uj uan Dewan Perwakilan Rakyat .

(3) Ket ent uan t ent ang t at a cara perubahan per unt ukan kawasan hut an dan perubahan f ungsi kawasan hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

Bagian Keenam

Penyusunan Rencana Kehut anan Pasal 20

(1) Berdasarkan hasil invent arisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dan dengan

mempert imbangkan f akt or-f akt or lingkungan dan kondisi sosial masyarakat , pemerint ah menyusun rencana kehut anan.

(2) Rencana kehut anan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun menurut j angka wakt u perencanaan, skala geograf is, dan menurut f ungsi pokok kawasan hut an.

(3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

BAB V

PENGELOLAAN HUTAN Bagian Kesat u

(8)

Pengelolaan hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, meliput i kegiat an: a. t at a hut an dan penyusunan rencana pengelolaan hut an,

b. pemanf aat an hut an dan penggunaan kawasan hut an, c. rehabilit asi dan reklamasi hut an, dan

d. perlindungan hut an dan konservasi alam.

Bagian Kedua

Tat a Hut an dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Pasal 22

(1) Tat a hut an dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hut an yang lebih int ensif unt uk memperoleh manf aat yang lebih opt imal dan lest ari.

(2) Tat a hut an meliput i pembagian kawasan hut an dalam blok-blok berdasarkan ekosist em, t ipe, f ungsi dan rencana pemanf aat an hut an.

(3) Blok-blok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi pada pet ak-pet ak berdasarkan int ensit as dan ef isiensi pengelolaan.

(4) Berdasarkan blok dan pet ak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), disusun rencana pengelolaan hut an unt uk j angka wakt u t ert ent u.

(5) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

Bagian Ket iga

Pemanf aat an Hut an dan Penggunaan Kawasan Hut an Pasal 23

Pemanf aat an hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, bert uj uan unt uk memperoleh manf aat yang opt imal bagi kesej aht eraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan t et ap menj aga kelest ariannya.

Pasal 24

Pemanf aat an kawasan hut an dapat dilakukan pada semua kawasan hut an kecuali pada hut an cagar alam sert a zona int i dan zona rimba pada t aman nasional.

Pasal 25

Pemanf aat an kawasan hut an pelest arian alam dan kawasan hut an suaka alam sert a t aman buru diat ur sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 26

(1) Pemanf aat an hut an lindung dapat berupa pemanf aat an kawasan, pemanf aat an j asa lingkungan, dan pemungut an hasil hut an bukan kayu.

(9)

Pasal 27

(1) Izin usaha pemanf aat an kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat diberikan kepada:

a. perorangan, b. koperasi.

(2) Izin usaha pemanf aat an j asa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada:

a. perorangan, b. koperasi,

c. badan usaha milik swast a Indonesia,

d. badan usaha milik negara at au badan usaha milik daerah.

(3) Izin pemungut an hasil hut an bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada:

a. perorangan, b. koperasi.

Pasal 28

(1) Pemanf aat an hut an produksi dapat berupa pemanf aat an kawasan, pemanf aat an j asa lingkungan, pemanf aat an hasil hut an kayu dan bukan kayu, sert a pemungut an hasil hut an kayu dan bukan kayu. (2) Pemanf aat an hut an produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanf aat an kawasan,

izin usaha pemanf aat an j asa lingkungan, izin usaha pemanf aat an hasil hut an kayu, izin usaha pemanf aat an hasil hut an bukan kayu, izin pemungut an hasil hut an kayu, dan izin pemungut an hasil hut an bukan kayu.

Pasal 29

(1) Izin usaha pemanf aat an kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:

a. perorangan, b. koperasi.

(2) Izin usaha pemanf aat an j asa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:

a. peraorangan, b. koperasi,

c. badan usaha milik swast a Indonesia,

d. badan usaha milik negara at au badan usaha milik daerah.

(3) Izin usaha pemanf aat an hasi l hut an bukan kayu sebagaimana di maksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:

a. perorangan, b. koperasi,

c. badan usaha milik swast a Indonesia,

d. badan usaha milik negara at au badan usaha milik daerah.

(4) Izin usaha pemanf aat an hasil hut an kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:

(10)

b. koperasi,

c. badan usaha milik swast a Indonesia,

d. badan usaha milik negara at au badan usaha milik daerah.

(5) Izin pemungut an hasil hut an kayu dan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:

a. perorangan, b. koperasi.

Pasal 30

Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat , set iap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swast a Indonesia yang memperoleh izin usaha pemanf aat an j asa

lingkungan, izin usaha pemanf aat an hasil hut an kayu dan bukan kayu, diwaj ibkan bekerj a sama dengan koperasi masyarakat set empat .

Pasal 31

(1) Unt uk menj amin asas keadilan, pemerat aan, dan lest ari, maka izin usaha pemanf aat an hut an dibat asi dengan mempert imbangkan aspek kelest arian hut an dan aspek kepast ian usaha. (2) Pembat asan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

Pasal 32

Pemegang izin sebagaimana diat ur dalam Pasal 27 dan Pasal 29 berkewaj iban unt uk menj aga, memelihara, dan melest arikan hut an t empat usahanya.

Pasal 33

(1) Usaha pemanf aat an hasil hut an meliput i kegiat an penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hut an.

(2) Pemanenan dan pengolahan hasil hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) t idak boleh melebihi daya dukung hut an secara lest ari.

(3) Pengat uran, pembinaan dan pengembangan pengolahan hasil hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diat ur oleh Ment eri.

Pasal 34

Pengelolaan kawasan hut an unt uk t uj uan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat diberikan kepada:

a. masyarakat hukum adat b. lembaga pendidikan, c. lembaga penelit ian,

d. lembaga sosial dan keagamaan.

Pasal 35

(11)

(2) Set iap pemegang izin usaha pemanf aat an hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29 waj ib menyediakan dana invest asi unt uk biaya pelest arian hut an.

(3) Set iap pemegang izin pemungut an hasil hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29 hanya dikenakan provisi.

(4) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

Pasal 36

(1) Pemanf aat an hut an hak dilakukan oleh pemegang hak at as t anah yang bersangkut an, sesuai dengan f ungsinya.

(2) Pemanf aat an hut an hak yang berf ungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanj ang t idak mengganggu f ungsinya.

Pasal 37

(1) Pemanf aat an hut an adat dilakukan oleh masyar akat hukum adat yang bersangkut an, sesuai dengan f ungsinya.

(2) Pemanf aat an hut an adat yang berf ungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanj ang t idak mengganggu f ungsinya.

Pasal 38

(1) Penggunaan kawasan hut an unt uk kepent ingan pembangunan di luar kegiat an kehut anan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hut an produksi dan kawasan hut an lindung.

(2) Penggunaan kawasan hut an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan t anpa mengubah f ungsi pokok kawasan hut an.

(3) Penggunaan kawasan hut an unt uk kepent ingan pert ambangan dilakukan melalui pemberian izin pinj am pakai oleh Ment eri dengan mempert imbangkan bat asan luas dan j angka wakt u t ert ent u sert a kelest arian lingkungan.

(4) Pada kawasan hut an lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pert ambangan t erbuka.

(5) Pemberian izin pinj am pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak pent ing dan cakupan yang luas sert a bernilai st rat egis dilakukan oleh Ment eri at as perset uj uan Dewan Perwakilan Rakyat .

Pasal 39

Ket ent uan pelaksanaan t ent ang pemanf aat an hut an dan penggunaan kawasan hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.

Bagian Keempat

(12)

Pasal 40

Rehabilit asi hut an dan lahan dimaksudkan unt uk memulihkan, mempert ahankan, dan meningkat kan f ungsi hut an dan lahan sehingga daya dukung, produkt ivit as, dan peranannya dalam mendukung sist em penyangga kehidupan t et ap t erj aga.

Pasal 41

(1) Rehabilit asi hut an dan lahan diselenggarakan melalui kegiat an: a. reboisasi,

b. penghij auan, c. pemeliharaan,

d. pengayaan t anaman, at au

e. penerapan t eknis konservasi t anah secara veget at it f dan sipil t eknis, pada lahan krit is dan t idak produkt if .

(2) Kegiat an rehabilit asi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di semua hut an dan kawasan hut an kecuali cagar alam dan zona int i t aman nasional.

Pasal 42

(1) Rehabilit asi hut an dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi spesif ik biof isik.

(2) Penyelenggaraan rehabilit asi hut an dan lahan diut amakan pelaksanaannya melalui pendekat an part isipat if dalam rangka mengembangkan pot ensi dan memberdayakan masyarakat .

(3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

Pasal 43

(1) Set iap orang yang memiliki, mengelola, dan at au memanf aat kan hut an yang krit is at au t idak produkt if , waj ib melaksanakan rehabilit asi hut an unt uk t uj uan perlindungan dan konservasi. (2) Dalam pelaksanaan rehabilit asi sebagaimana di maksud pada ayat (1), set iap orang dapat memint a

pendampingan, pelayanan dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat , pihak lain at au pemerint ah.

Pasal 44

(1) Reklamasi hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, meliput i usaha unt uk

memperbaiki at au memulihkan kembali lahan dan veget asi hut an yang rusak agar dapat berf ungsi secara opt imal sesuai dengan perunt ukannya.

(2) Kegiat an reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliput i invent arisasi lokasi, penet apan lokasi, perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi.

(3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

(13)

(1) Penggunaan kawasan hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibat kan kerusakan hut an, waj ib dilakukan reklamasi dan at au rehabilit asi sesuai dengan pola yang dit et apkan pemerint ah.

(2) Reklamasi pada kawasan hut an bekas areal pert ambangan, waj ib dilaksanakan oleh pemegang izin pert ambangan sesuai dengan t ahapan kegiat an pert ambangan.

(3) Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hut an unt uk kepent ingan di luar kegiat an kehut anan yang mengakibat kan perubahan permukaan dan penut upan t anah, waj ib membayar dana j aminan reklamasi dan rehabilit asi.

(4) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

Bagian Kelima

Perlindungan Hut an dan Konservasi Alam Pasal 46

Penyelenggaraan perlindungan hut an dan konservasi alam bert uj uan menj aga hut an, kawasan hut an dan lingkungannya, agar f ungsi lindung, f ungsi konservasi, dan f ungsi produksi, t ercapai secara opt imal dan lest ari.

Pasal 47

Perlindungan hut an dan kawasan hut an merupakan usaha unt uk:

a. mencegah dan membat asi kerusakan hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an yang disebabkan oleh perbuat an manusia, t ernak, kebakaran, daya-daya alam, hama, sert a penyakit ; dan

b. mempert ahankan dan menj aga hak-hak negara, masyarakat , dan perorangan at as hut an, kawasan hut an, hasil hut an, invest asi sert a perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hut an.

Pasal 48

(1) Pemerint ah mengat ur perlindungan hut an, baik di dalam maupun di luar kawasan hut an. (2) Perlindungan hut an pada hut an negara dilaksanakan oleh pemerint ah.

(3) Pemegang izin usaha pemanf aat an hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29, sert a pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hut an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwaj ibkan melindungi hut an dalam areal kerj anya.

(4) Perlindungan hut an pada hut an hak dilakukan oleh pemegang haknya.

(5) Unt uk menj amin pelaksanaan perlindungan hut an yang sebaik-baiknya, masyarakat diikut sert akan dalam upaya perlindungan hut an.

(6) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

(14)

Pemegang hak at au izin bert anggung j awab at as t erj adinya kebakaran hut an di areal kerj anya. Pasal 50

(1) Set iap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hut an.

(2) Set iap orang yang diberikan izin usaha pemanf aat an kawasan, izin usaha pemanf aat an j asa lingkungan, izin usaha pemanf aat an hasil hut an kayu dan bukan kayu, sert a izin pemungut an hasil hut an kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiat an yang menimbulkan kerusakan hut an. (3) Set iap orang dilarang:

a. mengerj akan dan at au menggunakan dan at au menduduki kawasan hut an secara t idak sah; b. merambah kawasan hut an;

c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hut an dengan radius at au j arak sampai dengan: 1. 500 (lima rat us) met er dari t epi waduk at au danau;

2. 200 (dua rat us) met er dari t epi mat a air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 3. 100 (serat us) met er dari kiri kanan t epi sungai;

4. 50 (lima puluh) met er dari kiri kanan t epi anak sungai; 5. 2 (dua) kali kedalaman j urang dari t epi j urang;

6. 130 (serat us t iga puluh) kali selisih pasang t ert inggi dan pasang t erendah dari t epi pant ai. d. membakar hut an;

e. menebang pohon at au memanen at au memungut hasil hut an di dalam hut an t anpa memiliki hak at au izin dari pej abat yang berwenang;

f . menerima, membeli at au menj ual, menerima t ukar, menerima t it ipan, menyimpan, at au memiliki hasil hut an yang diket ahui at au pat ut diduga berasal dari kawasan hut an yang diambil at au dipungut secara t idak sah;

g. melakukan kegiat an penyelidikan umum at au eksplorasi at au eksploit asi bahan t ambang di dalam kawasan hut an, t anpa izin Ment eri;

h. mengangkut , menguasai, at au memiliki hasil hut an yang t idak dilengkapi bersama-sama dengan surat ket erangan sahnya hasil hut an;

i. menggembalakan t ernak di dalam kawasan hut an yang t idak dit unj uk secara khusus unt uk maksud t ersebut oleh pej abat yang berwenang;

j . membawa alat -alat berat dan at au alat -alat lainnya yang lazim at au pat ut diduga akan digunakan unt uk mengangkut hasil hut an di dalam kawasan hut an, t anpa izin pej abat yang berwenang;

k. membawa alat -alat yang lazim digunakan unt uk menebang, memot ong, at au membelah pohon di dalam kawasan hut an t anpa izin pej abat yang berwenang;

l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan sert a

membahayakan keberadaan at au kelangsungan f ungsi hut an ke dalam kawasan hut an; dan m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut t umbuh-t umbuhan dan sat wa liar yang t idak

dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hut an t anpa izin dari pej abat yang berwenang.

(4) Ket ent uan t ent ang mengeluarkan, membawa, dan at au mengangkut t umbuhan dan at au sat wa yang dilindungi, diat ur sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 51

(15)

(2) Pej abat yang diberi wewenang kepolisian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang unt uk:

a. mengadakan pat roli/ perondaan di dalam kawasan hut an at au wilayah hukumnya; b. memeriksa surat -surat at au dokumen yang berkait an dengan pengangkut an hasil hut an

di dalam kawasan hut an at au wilayah hukumnya;

c. menerima laporan t ent ang t elah t erj adinya t indak pidana yang menyangkut hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an;

d. mencari ket erangan dan barang bukt i t erj adinya t indak pidana yang menyangkut hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an;

e. dalam hal t ert angkap t angan, waj ib menangkap t ersangka unt uk diserahkan kepada yang berwenang; dan

f . membuat laporan dan menandat angani laporan t ent ang t erj adinya t indak pidana yang menyangkut hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an.

BAB VI

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, PENDIDIKAN DAN LATIHAN SERTA PENYULUHAN KEHUTANAN Bagian Kesat u

Umum Pasal 52

(1) Dalam pengurusan hut an secara lest ari, diperlukan sumber daya manusia berkualit as yang bercirikan penguasaan ilmu penget ahuan dan t eknologi yang didasari dengan iman dan t aqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelit ian dan pengembangan, pendidikan dan lat ihan, sert a penyuluhan kehut anan yang berkesinambungan.

(2) Dalam penyelenggaraan penelit ian dan pengembangan, pendidikan dan lat ihan sert a penyuluhan kehut anan, waj ib memperhat ikan ilmu penget ahuan dan t eknologi, kearif an t radisional sert a kondisi sosial budaya masyarakat .

(3) Dalam penyelenggaraan penelit ian dan pengembangan, pendidikan dan lat ihan, sert a penyuluhan kehut anan, pemerint ah waj ib menj aga kekayaan plasma nut f ah khas Indonesia dari pencurian.

Bagian Kedua

Penelit ian dan Pengembangan Kehut anan Pasal 53

(1) Penelit ian dan pengembangan kehut anan dimaksudkan unt uk mengembangkan kemampuan nasional sert a budaya ilmu penget ahuan dan t eknologi dalam pengurusan hut an.

(2) Penelit ian dan pengembangan kehut anan bert uj uan unt uk meningkat kan kemampuan pengurusan hut an dalam mewuj udkan pengelolaan hut an secara lest ari dan peningkat an nilai t ambah hasil hut an.

(3) Penyelenggaraan penelit ian dan pengembangan kehut anan dilakukan oleh pemerint ah dan dapat bekerj asama dengan perguruan t inggi, dunia usaha, dan masyarakat .

(16)

Pasal 54

(1) Pemerint ah bersama-sama dengan dunia usaha dan masyarakat mempublikasikan hasil penelit ian dan pengembangan kehut anan sert a mengembangkan sist em inf ormasi dan pelayanan hasil penelit ian dan pengembangan kehut anan.

(2) Pemerint ah waj ib melindungi hasil penemuan il mu penget ahuan dan t eknologi di bidang kehut anan sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

(3) Izin melakukan penelit ian kehut anan di Indonesia dapat diberikan kepada penelit i asing dengan mengacu kepada perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ket iga

Pendidikan dan Lat ihan Kehut anan Pasal 55

(1) Pendidikan dan lat ihan kehut anan dimaksudkan unt uk mengembangkan dan meningkat kan kualit as sumberdaya manusia kehut anan yang t erampil, prof esional, berdedikasi, j uj ur sert a amanah dan berakhlak mulia.

(2) Pendidikan dan lat ihan kehut anan bert uj uan unt uk membent uk sumber daya manusia yang menguasai sert a mampu memanf aat kan dan mengembangkan ilmu penget ahuan dan t eknologi dalam pengurusan hut an secara adil dan lest ari, didasari iman dan t aqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

(3) Penyelenggaraan pendidikan dan lat ihan kehut anan dilakukan oleh pemerint ah, dunia usaha, dan masyarakat .

(4) Pemerint ah mendorong dan mencipt akan kondisi yang mendukung t erselengaranya pendidikan dan lat ihan kehut anan, dalam rangka meningkat kan kuant it as dan kualit as sumber daya manusia.

Bagian Keempat Penyuluhan Kehut anan

Pasal 56

(1) Penyuluhan kehut anan bert uj uan unt uk meningkat kan penget ahuan dan ket rampilan sert a mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehut anan at as dasar iman dan t aqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sert a sadar akan pent ingnya sumber daya hut an bagi kehidupan manusia.

(2) Penyelenggaraan penyuluhan kehut anan dilakukan oleh pemerint ah, dunia usaha, dan masyarakat . (3) Pemerint ah mendorong dan mencipt akan kondisi yang mendukung t erselenggaranya kegiat an

penyuluhan kehut anan.

Bagian Kelima Pendanaan dan Prasarana

(17)

(1) Dunia usaha dalam bidang kehut anan waj ib menyediakan dana invest asi unt uk penelit ian dan pengembangan, pendidikan dan lat ihan, sert a penyuluhan kehut anan.

(2) Pemerint ah menyediakan kawasan hut an unt uk digunakan dan mendukung kegiat an penelit ian dan pengembangan, pendidikan dan lat ihan, sert a penyuluhan kehut anan.

Pasal 58

Ket ent uan lebih lanj ut t ent ang penelit ian dan pengembangan, pendidikan dan lat ihan, sert a penyuluhan kehut anan diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

BAB VII PENGAWASAN

Pasal 59

Pengawasan kehut anan dimaksudkan unt uk mencermat i, menelusuri, dan menilai pelaksanaan

pengurusan hut an, sehingga t uj uannya dapat t ercapai secara maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan at au penyempurnaan pengurusan hut an lebih lanj ut .

Pasal 60

(1) Pemerint ah dan pemerint ah daerah waj ib melakukan pengawasan kehut anan. (2) Masyarakat dan at au perorangan berperan sert a dalam pengawasan kehut anan.

Pasal 61

Pemerint ah berkewaj iban melakukan pengawasan t erhadap pengurusan hut an yang diselenggarakan oleh pemerint ah daerah.

Pasal 62

Pemerint ah, pemerint ah daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan t erhadap pengelolaan dan at au pemanf aat an hut an yang dilakukan oleh pihak ket iga.

Pasal 63

Dalam melaksanakan pengawasan kehut anan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1), pemerint ah dan pemerint ah daerah berwenang melakukan pemant auan, memint a ket erangan, dan melakukan pemeriksaan at as pelaksanaan pengurusan hut an.

Pasal 64

Pemerint ah dan masyarakat melakukan pengawasan t erhadap pelaksanaan pengelolaan hut an yang berdampak nasional dan int ernasional.

Pasal 65

(18)

BAB VIII

PENYERAHAN KEWENANGAN Pasal 66

(1) Dalam rangka penyelenggaraan kehut anan, pemerint ah menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerint ah daerah.

(2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bert uj uan unt uk meningkat kan ef ekt if it as pengurusan hut an dalam rangka pengembangan ot onomi daerah. (3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Perat uran

Pemerint ah.

BAB IX

MASYARAKAT HUKUM ADAT Pasal 67

(1) Masyarakat hukum adat sepanj ang menurut kenyat aannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak:

a. melakukan pemungut an hasil hut an unt uk pemenuhan kebut uhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkut an;

b. melakukan kegiat an pengelolaan hut an berdasarkan hukum adat yang berlaku dan t idak bert ent angan dengan undang-undang; dan

c. mendapat kan pemberdayaan dalam rangka meningkat kan kesej aht eraannya.

(2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dit et apkan dengan Perat uran Daerah.

(3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

BAB X

PERANSERTA MASYARAKAT Pasal 68

(1) Masyarakat berhak menikmat i kualit as lingkungan hidup yang dihasilkan hut an. (2) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat dapat :

a. memanf aat kan hut an dan hasil hut an sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku;

b. menget ahui rencana perunt ukan hut an, pemanf aat an hasil hut an, dan inf ormasi kehut anan;

c. memberi inf ormasi, saran, sert a pert imbangan dalam pembangunan kehut anan; dan d. melakukan pengawasan t erhadap pelaksanaan pembangunan kehut anan baik langsung

(19)

(3) Masyarakat di dalam dan di sekit ar hut an berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hut an sekit arnya sebagai lapangan kerj a unt uk memenuhi kebut uhan hidupnya akibat penet apan kawasan hut an, sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

(4) Set iap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak at as t anah miliknya sebagai akibat dari adanya penet apan kawasan hut an sesuai dengan ket ent uan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 69

(1) Masyarakat berkewaj iban unt uk ikut sert a memelihara dan menj aga kawasan hut an dari gangguan dan perusakan.

(2) Dalam melaksanakan rehabi lit asi hut an, masyarakat dapat memint a pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat , pihak lain, at au pemerint ah.

Pasal 70

(1) Masyarakat t urut berperan sert a dalam pembangunan di bidang kehut anan.

(2) Pemerint ah waj ib mendorong peran sert a masyarakat melalui berbagai kegiat an di bidang kehut anan yang berdaya guna dan berhasil guna.

(3) Dalam rangka meningkat kan peran sert a masyarakat pemerint ah dan pemerint ah daerah dapat dibant u oleh f orum pemerhat i kehut anan.

(4) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

BAB XI

GUGATAN PERWAKILAN Pasal 71

(1) Masyarakat berhak mengaj ukan gugat an perwakilan ke pengadilan dan at au melaporkan ke penegak hukum t erhadap kerusakan hut an yang merugikan kehidupan masyarakat .

(2) Hak mengaj ukan gugat an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) t erbat as pada t unt ut an t erhadap pengelolaan hut an yang t idak sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 72

Jika diket ahui bahwa masyarakat menderit a akibat pencemaran dan at au kerusakan hut an sedemikian rupa sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat , maka inst ansi pemerint ah at au inst ansi

pemerint ah daerah yang bert anggung j awab di bi dang kehut anan dapat bert indak unt uk kepent ingan masyarakat .

Pasal 73

(20)

(2) Organisasi bidang kehut anan yang berhak mengaj ukan gugat an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyarat an:

a. berbent uk badan hukum;

b. organisasi t ersebut dalam anggaran dasarnya dengan t egas menyebut kan t uj uan didirikannya organisasi unt uk kepent ingan pelest arian f ungsi hut an; dan c. t elah melaksanakan kegiat an sesuai dengan anggaran dasarnya.

BAB XII

PENYELESAIAN SENGKETA KEHUTANAN Pasal 74

(1) Penyelesaian sengket a kehut anan dapat dit empuh melalui pengadilan at au di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengket a.

(2) Apabila t elah dipilih upaya penyelesaian sengket a kehut anan di luar pengadilan, maka gugat an melalui pengadilan dapat dilakukan set elah t idak t ercapai kesepakat an ant ara para pihak yang bersengket a.

Pasal 75

(1) Penyelesaian sengket a kehut anan di luar pengadilan t idak berlaku t erhadap t indak pidana sebagaimana diat ur dalam undang-undang ini.

(2) Penyelesaian sengket a kehut anan di luar pengadilan dimaksudkan unt uk mencapai kesepakat an mengenai pengembalian suat u hak, besarnya gant i-rugi, dan at au mengenai bent uk t indakan t ert ent u yang harus dilakukan unt uk memulihkan f ungsi hut an.

(3) Dalam penyelesaian sengket a kehut anan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan j asa pihak ket iga yang dit unj uk bersama oleh para pihak dan at au pendampingan organisasi nonpemerint ah unt uk membant u penyelesaian sengket a kehut anan.

Pasal 76

(1) Penyelesaian sengket a kehut anan melalui pengadilan dimaksudkan unt uk memperoleh put usan mengenai pengembalian suat u hak, besarnya gant i rugi, dan at au t indakan t ert ent u yang harus dilakukan oleh pihak yang kalah dalam sengket a.

(2) Selain put usan unt uk melakukan t indakan t ert ent u sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

pengadilan dapat menet apkan pembayaran uang paksa at as ket erlambat an pelaksanaan t indakan t ert ent u t ersebut set iap hari.

BAB XIII PENYIDIKAN

Pasal 77

(21)

(2) Pej abat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang unt uk: a. melakukan pemeriksaan at as kebenaran laporan at au ket erangan yang berkenaan

dengan t indak pidana yang menyangkut hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an; b. melakukan pemeriksaan t erhadap orang yang diduga melakukan t indak pidana yang

menyangkut hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an;

c. memeriksa t anda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hut an at au wilayah hukumnya;

d. melakukan penggeledahan dan penyit aan barang bukt i t indak pidana yang menyangkut hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an sesuai dengan ket ent uan perat uran perundang-undangan yang berlaku;

e. memint a ket erangan dan barang bukt i dari orang at au badan hukum sehubungan dengan t indak pidana yang menyangkut hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an; f . menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara

Republik Indonesia sesuai Kit ab Undang-undang Hukum Acara Pidana; g. membuat dan menanda-t angani berit a acara;

h. menghent ikan penyidikan apabila t idak t erdapat cukup bukt i t ent ang adanya t indak pidana yang menyangkut hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an.

(3) Pej abat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberit ahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada penunt ut umum, sesuai Kit ab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

BAB XIV KETENTUAN PIDANA

Pasal 78

(1) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) at au Pasal 50 ayat (2), diancam dengan pidana penj ara paling lama 10 (sepuluh) t ahun dan denda paling banyak Rp5. 000. 000. 000, 00 (lima milyar rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, at au huruf c, diancam dengan pidana penj ara paling lama 10 (sepuluh) t ahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000, 00 (lima milyar rupiah).

(3) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penj ara paling lama 15 (lima belas) t ahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000, 00 (lima milyar rupiah).

(4) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penj ara pali ng lama 5 (lima) t ahun dan denda paling banyak Rp. 1. 500. 000. 000, 00 (sat u milyar lima rat us j ut a rupiah).

(5) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e at au huruf f , diancam dengan pidana penj ara paling lama 10 (sepuluh) t ahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000, 00 (lima milyar rupiah).

(22)

(7) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h, diancam dengan pidana penj ara paling lama 5 (lima) t ahun dan denda paling banyak Rp. 10. 000. 000. 000, 00 (sepuluh milyar rupiah).

(8) Barang siapa yang melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf i, diancam dengan pidana penj ara paling lama 3 (t iga) bulan dan denda paling banyak Rp.

10. 000. 000, 00 (sepuluh j ut a rupiah).

(9) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf j , diancam dengan pidana penj ara paling lama 5 (lima) t ahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000, 00 (lima milyar rupiah).

(10) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf k, diancam dengan pidana penj ara paling lama 3 (t iga) t ahun dan denda paling banyak Rp. 1. 000. 000. 000, 00 (sat u milyar rupiah).

(11) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf l, diancam dengan pidana penj ara paling lama 3 (t iga) t ahun dan denda paling banyak Rp. 1. 000. 000. 000, 00 (sat u milyar rupiah).

(12) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf m, diancam dengan pidana penj ara paling lama 1 (sat u) t ahun dan denda paling banyak Rp. 50. 000. 000, 00 (lima puluh j ut a rupiah).

(13) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) adalah kej ahat an, dan t indak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (12) adalah pelanggaran.

(14) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan at au at as nama badan hukum at au badan usaha, t unt ut an dan sanksi pidananya dij at uhkan t erhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing dit ambah dengan 1/ 3 (sepert iga) dari pidana yang dij at uhkan.

(15) Semua hasil hut an dari hasil kej ahat an dan pelanggaran dan at au alat -alat t ermasuk alat angkut nya yang dipergunakan unt uk melakukan kej ahat an dan at au pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas unt uk Negara.

Pasal 79

(1) Kekayaan negara berupa hasil hut an dan barang lainnya baik berupa t emuan dan at au rampasan dari hasil kej ahat an at au pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilelang unt uk Negara.

(2) Bagi pihak-pihak yang berj asa dalam upaya penyelamat an kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan insent if yang disi sihkan dari hasil lelang yang dimaksud.

(3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana di maksud pada ayat (2) diat ur oleh Ment eri. BAB XV

(23)

Pasal 80

(1) Set iap perbuat an melanggar hukum yang diat ur dalam undang-undang ini, dengan t idak mengurangi sanksi pidana sebagaimana diat ur dalam Pasal 78, mewaj ibkan kepada penanggung j awab perbuat an it u unt uk membayar gant i rugi sesuai dengan t ingkat kerusakan at au akibat yang dit imbulkan kepada Negara, unt uk biaya rehabilit asi, pemulihan kondisi hut an, at au t indakan lain yang diperlukan.

(2) Set iap pemegang izin usaha pemanf aat an kawasan, izin usaha pemanf aat an j asa lingkungan, izin usaha pemanf aat an hasil hut an, at au izin pemungut an hasil hut an yang diat ur dalam undang-undang ini, apabila melanggar ket ent uan di luar ket ent uan pidana sebagaimana diat ur dalam Pasal 78 dikenakan sanksi administ rat if .

(3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.

BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 81

Kawasan hut an yang t elah dit unj uk dan at au dit et apkan berdasarkan perat uran perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya undang ini dinyat akan t et ap berlaku berdasarkan undang-undang ini.

Pasal 82

Semua perat uran pelaksanaan dari perat uran perundang-undangan di bidang kehut anan yang t elah ada, sepanj ang t idak bert ent angan dengan undang-undang ini, t et ap berlaku sampai dengan dikeluarkannya perat uran pelaksanaan yang berdasarkan undang-undang ini.

BAB XVII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 83

Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini maka dinyat akan t idak berlaku:

1. Boschordonnant ie Java en Madoera 1927, St aat sblad Tahun 1927 Nomor 221, sebagaimana t elah diubah dengan St aat sblad Tahun 1931 Nomor 168, t erakhir diubah dengan St aat sblad Tahun 1934 Nomor 63;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok Kehut anan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823).

Pasal 84 Undang-undang ini mulai berlaku pada t anggal diundangkan.

(24)

Disahkan di Jakart a, Pada t anggal 30 Sept ember 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA t t d. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakart a

Pada t anggal 30 Sept ember 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, t t d.

M U L A D I

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 167

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI

Kepala Biro Perat uran Perundang-undangan I, t t d.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan Penetapan Pemenang Pekerjaan Kajian Pola Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana Dan Prasarana Perdesaan Daerah Tertinggal (DAK SPDT), Nomor :

[r]

• Kasus Prita Mulyasari; Kasus Diki Candra;. Kasus Musni

04.1/SRT/PL/PEDU- PDT/VIII/2012 tanggal 2 Agustus 2012, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pada Satuan Kerja Pembinaan Ekonomi dan Dunia Usaha di Lingkungan Kementerian

– To revise article 27 paragraph 3 of Indonesian Electronic Information and Transaction Law and emphasize multi-stakeholder dialogue.. •

[r]

Mataram I pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tegal akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara elektronik

Exper im ent al Works on Short Range Com m unicat ion Syst em s Using Phot ovolt aic Based Receiver Journal of Engineering and Applied