Laporan Akhir
VIII - 1
Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah diatur dalam
undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 dan diatur dalam Peraturan Pemerintah
RI nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 35, disebutkan
bahwa : “Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan
sanksi”. Dengan demikian fungsi pengendalian pemanfaatan ruang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kedetailan rencana yang ada, dan
selanjutnya digunakan menciptakan tertib tata ruang. Dalam PP No. 26 Tahun
2008 pasal 85, disebutkan bahwa : “Arahan Pengendalian pemanfaatan ruang
Wilayah Nasional digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian
Laporan Akhir
VIII - 2
arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perijinan, arahan pemberian
intensif dan disintensif, dan arahan sanksi.
8.1 ARAHAN PENENTUAN ZONASI
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 36,
disebutkan bahwa :
1. Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan
ruang.
2. Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk
setiap zona pemanfaatan ruang.
3. Peraturan zonasi ditetapkan dengan :
a. Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;
b. Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem
provinsi; dan
c. Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.
4. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional meliputi indikasi arahan
peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola ruang, yang terdiri atas:
a. Sistem perkotaan nasional;
b. Sistem jaringan transportasi nasional;
c. Sistem jaringan energi nasional;
d. Sistem jaringan telekomunikasi nasional;
e. Sistem jaringan sumber daya air;
f. Kawasan lindung nasional; dan
g. Kawasan budi daya.
Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 36, disebutkan bahwa
peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan
unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai
dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus,
yang boleh, atau yang tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang
yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang
hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan
bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang
dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan
pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan,
pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik
tegangan tinggi.
Peraturan zonasi di Kabupaten Ngawi diarahkan pada:
1. Sebagai kelengkapan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan;
2. Sebagai kelengkapan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perdesaan; serta
3. Sebagai kelengkapan penyusunan Rencana Kawasan Strategis Kabupaten.
8.1.1 Indikasi Arahan penentuan Zonasi Untuk Struktur Ruang
Setiap rencana detail dan strategis tersebut dijelaskan kegiatan yang
harus ada, boleh dan tidak boleh ada pada setiap zona. Adapun ketentuan
umum terkait peraturan zonasi untuk Struktur Ruang adalah sebagai berikut:
1. Indikasi Arahan Peraturan zonasi sebagai kelengkapan Rencana Detail
Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Peraturan ini pada dasarnya disusun untuk setiap zona seperti tertuang
dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan di Kabupaten Ngawi.
Dengan demikian peraturan zonasi ini hanya akan berlaku pada setiap zona
peruntukan sesuai RDTR Kawasan Perkotaan masing-masing ibu kota
kecamatan, dengan arahan sebagai berikut:
Pada setiap rencana kawasan terbangun dengan fungsi: perumahan, perdagangan-jasa, industri, dan berbagai peruntukan lainnya, maka
harus ditetapkan besaran dan/atau luasan ruang setiap zona dan fungsi
Laporan Akhir
VIII - 3
Pada setiap kawasan perkotaan harus mengupayakan untuk mengefisienkan perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun
melalui arahan bangunan vertikal sesuai kondisi masing-masing ibukota
kecamatan dengan tetap menjaga harmonisasi intensitas ruang yang
ada;
Pada setiap lingkungan permukiman yang dikembangkan harus disediakan sarana dan prasarana lingkungan yang memadai sesuai
kebutuhan masing-masing;
Pada setiap pusat-pusat kegiatan masyarakat harus dialokasikan kawasan khusus pengembangan sektor informal;
Pada lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan adadi di kawasan perkotaan harus tetap dilindungi dan tidak dilakukan alih
fungsi;
Kawasan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari RTH di kawasan perkotaan harus tetap dilindungi sesuai dengan fungsi RTH
masing-masing, dan tidak boleh dilakukan alih fungsi;
Pada setiap kawasan terbangun untuk berbagai fungsi terutama permukiman padat harus menyediakan ruang evakuasi bencana sesuai
dengan kemungkinan timbulnya bencana yang dapat muncul;
Pada setiap kawasan terbangun yang digunakan untuk kepentingan publik juga harus menyediakan ruang untuk pejalan kaki dengan tidak
mengganggu fungsi jalan;
Pada kawasan lindung yang ada di perkotaan baik kawasan lindung berupa ruang terbuka, misalnya lindung setempat, diarahkan untuk
tidak dilakukan alih fungsi lindung tetapi dapat digunakan untuk
kepentingan lain selama masih menunjang fungsi lindung seperti wisata
alam, jogging trac tepi sungai dengan ditata secara menarik. Pada
kawasan lindung berupa bangunan, harus tetap dilakukan upaya
konservasi, dan dapat dilakukan nilai tambah misalnya dengan
melakukan revitalisasi, rehabilitas, dan sebagainya;
Perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu (misalnya pada zona permukiman sebagian digunakan untuk fasilitas umum termasuk ruko)
boleh dilakukan sepanjang saling menunjang atau setidaknya tidak
menimbulkan efek negatif bagi zona yang telah ditetapkan;
Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan terbuka hijau tetapi bukan sebagai bagian dari RTH di kawasan perkotaan (misalnya tegalan di
tengah kawasan perkotaan) pada dasarnya boleh dilakukan alih fungsi
untuk kawasan terbangun dengan catatan komposisi atau perbandingan
antara kawasan terbangun dan ruang terbuka hijau tidak berubah
sesuai RDTR Kawasan Perkotaan masing-masing;
Perubahan fungsi lahan boleh dilakukan secara terbatas, yakni pada zona yang tidak termasuk dalam klasifikasi intensitas tinggi tetapi fungsi
utama zona harus tetap, dalam arti perubahan hanya boleh dilakukan
sebagian saja, yakni maksimum 25% dari luasan zona yang ditetapkan; Dalam pengaturan zona tidak boleh dilakukan perubahan secara
keseluruhan fungsi dasarnya;
Penambahan fungsi tertentu pada suatu zona tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan, misalnya permukiman digabung
dengan industri polutan;
Khusus pada kawasan terbangun tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan diluar area yang telah ditetapkan sebagai bagian dari
rumija atau ruwasja, termasuk melebihi ketinggian bangunan seperti
yang telah ditetapkan, kecuali diikuti ketentuan khusus sesuai dengan
kaidah design kawasan, seperti diikuti pemunduran bangunan, atau
melakukan kompensasi tertentu yang disepakati oleh stake holder
terkait;
Pada lahan yang telah ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau perkotaan terutama bagian dari RTH kawasan Perkotaan tidak boleh dilakukan alih
Laporan Akhir
VIII - 4
Pada lahan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari lahan abadi pangan di kawasan Perkotaan tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan; Pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan untuk
keselamatan penerbangan baik terkait fungsi ruang, intensitas ruang
maupun ketinggian bangunan yang telah dietapkan tidak boleh
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ketentuan zona
masing-masing; serta
Pada kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian untuk alat komunikasi dan jaringan pengaman SUTT tidak boleh melakukan
kegiatan pembangunan dalam radius keamanan dimaksud.
2. Indikasi Arahan Peraturan zonasi sebagai kelengkapan Rencana Detail
Tata Ruang Kawasan Perdesaan
Peraturan ini pada dasarnya disusun untuk setiap zona seperti tertuang
dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perdesaan di Kabupaten Ngawi.
Dengan demikian peraturan zonasi ini hanya akan berlaku pada setiap zona
peruntukan sesuai RDTR Kawasan Perdesaan masing-masing kecamatan,
dengan arahan sebagai berikut:
Kawasan perdesaan umumnya terdiri atas kawasan terbangun tetapi bagian terbesar adalah ruang terbuka dengan fungsi utama pertanian.
Pada rencana kawasan terbangun dengan fungsi: perumahan,
perdagangan-jasa, industri, dan berbagai peruntukan lainnya di
perdesaan dapat dilakukan penambahan fungsi yang masih saling
bersesuaian, tetapi harus ditetapkan besaran dan/atau luasan ruang
setiap zona dan fungsi utama zona tersebut. Pada kawasan tidak
terbangun atau ruang terbuka untuk pertanian yang produktif harus
dilakukan pengamanan khususnya untuk tidak dialihfungsikan non
pertanian;
Pada setiap kawasan perdesaan harus mengefisienkan ruang yang berfungsi untuk pertanian dan perubahan fungsi ruang untuk kawasan
terbangun hanya dilakukan secara infitratif pada permukiman yang ada
dan harus menggunakan lahan yang kurang produktif;
Pengembangan permukiman perdesaan harus menyediakan sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang memadai sesuai kebutuhan
masing-masing;
Pada lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan abadi di kawasan perdesaan harus tetap dilindungi dan tidak dilakukan alih
fungsi;
Kawasan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari RTH di kawasan perdesaan (misalnya taman lingkungan permikiman) harus tetap
dilindungi sesuai dengan fungsi RTH masing-masing, dan tidak boleh
dilakukan alih fungsi;
Pada kawasan lindung yang ada di perdesaan diarahkan untuk tidak dilakukan alih fungsi lindung tetapi dapat ditambahkan kegiatan lain
selama masih menunjang fungsi lindung seperti wisata alam, penelitian,
kegiatan pecinta alam dan yang sejenis. Pada kawasan lindung berupa
bangunan, harus tetap dilakukan upaya konservasi baik berupa situs,
bangunan bekas peninggalan belanda, bangunan / monumen
perjuangan rakyat, dan sebagainya;
Perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu pada kawasan terbangun di perdesaan (misalnya pada zona permukiman sebagian
digunakan untuk fasilitas umum, termasuk kegiatan industri kecil,
pasar desa dsb) boleh dilakukan sepanjang saling menunjang atau
setidaknya tidak menimbulkan efek negatif bagi zona yang telah
ditetapkan;
Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan terbuka hijau produktif di perdesaan pada dasarnya boleh dilakukan alih fungsi untuk kawasan
terbangun secara terbatas dan hanya dilakukan pada lahan yang
Laporan Akhir
VIII - 5
perbandingan antara kawasan terbangun dan ruang terbuka hijau tidak
berubah sesuai RDTR Kawasan Perdesaan masing-masing;
Dalam pengaturan zona tidak boleh dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi dasarnya, sesuai RDTR Kawasan perdesaan
masing-masing;
Penambahan fungsi tertentu pada suatu zona tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan, misalnya sawah atau permukiman
digabung dengan gudang pupuk yang memiliki potensi pencemaran
udara;
Pada kawasan terbangun di perdesaan yang lokasinya terpencar dalam jumlah kecil tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dengan
intensitas tinggi yang tidak serasi dengan kawasan sekitarnya. Fungsi
khusus misalnya vila harus dialokasikan secara tersendiri;
Pada lahan yang telah ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau produktif di perdesaan tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan;
Pada lahan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari lahan abadi pangan di kawasan perdesaan tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan; Pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan untuk
keselamatan penerbangan baik terkait fungsi ruang, intensitas ruang
maupun ketinggian bangunan yang telah dietapkan tidak boleh
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ketentuan zona
masing-masing; serta
Pada kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian untuk alat komunikasi dan jaringan pengaman SUTT tidak boleh melakukan
kegiatan pembangunan dalam radius keamanan dimaksud.
3. Indikasi Arahan Penentuan Zonasi Untuk Sistem Prasarana Wilayah
a. Pengaturan Zonasi Untuk Zona Transportasi Darat
Zona transportasi darat adalah zona yang ditujukan untuk :
(1). menyediakan lahan untuk pengembangan prasarana transportasi
darat
(2). mengakomodasi bermacam tipe prasarana transportasi darat dalam
rangka mendorong penyediaan lahan untuk prasarana transportasi
darat tersebut
(3). menjamin kegiatan transportasi darat yang berkualitas tinggi dan
melindungi penggunaan lahan untuk prasarana transpotasi darat.
Peraturan zonasi untuk jaringan jalan nasional/provinsi/kabupaten
disusun dengan memperhatikan :
(1). Pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan nasional /
provinsi/kabupaten dengan tingkat intensitas menengah hingga
tinggi yang kecenderungan pengembanbgfan ruangnya dibatasi
sesuai dengan fungsinya dan ketentuan yang berlaku;
(2). Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di
sepanjang sisi jalan nasional; dan
(3). Pentapan garis sempadan bagunan di sisi jalan nasional /
provinsi/kabupaten yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan
jalan.
Peraturan zonasi untuk jaringan jalur kereta api disusun dengan
memperhatikan :
(1). Pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringfan jalur kereta api
dilakukan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang
kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi;
(2). Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta
api yang dapat mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan
transportasi perkeretaapian;
(3). Pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak
lingkungan akibat lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta
api;
(4). Pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur
Laporan Akhir
VIII - 6
(5). Penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta
api dengan memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan
pengembangan jaringan jalur kereta api.
b. Pengaturan Zonasi Untuk Zona Sistem Jaringan Energi
Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Energi ditujukan untuk
melindungi penggunaan lahan untuk jaringan energi berupa jaringan
listrik dan jaringan migas. Arahan prasarana jaringan listrik dan
jaringan migas sebagaimana dimaksud pengelolaannya ada dibawah
instansi/badan/lembaga sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain :
(1). Keberadaan pembangkit listrik disusun dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik dengan
memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain;
(2). Ketentuan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun
dengan memperhatikan ketentuan pelanggaran pemanfaatan ruang
bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
(3). Di bawah jaringan tegangan tinggi tidak boleh ada fungsi bangunan
yang langsung digunakan masyarakat
(4). Dalam kondisi di bawah jaringan tinggi terdapat bangunan maka
harus disediakan jaringan pengamanan.
(5). SPPBE tidak diletakkan di kawasan permukiman dan disesuaikan
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c. Pengaturan Zonasi untuk Jaringan Telekomunikasi
Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Telekomunikasi ditujukan
untuk melindungi penggunaan lahan untuk jaringan telekomunikasi.
Arahan prasarana telekomunikasi dimaksud, pengelolaannya ada
dibawah instansi/badan/lembaga sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang untuk penempatan menara pemancar
telekomunikasi yang memperhitungkan aspek keamanan dan
keselamatan aktifitas kawasan disekitarnya.
d. Pengaturan Zonasi Untuk Zona Sistem Jaringan Sumberdaya Air
Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Sumberdaya Air ditujukan
untuk melindungi kawasan Sumberdaya air. Tata guna air meliputi
kebijakan penatagunaan dan penyelenggaraan air permukaan dan air
tanah. Arahan pengelolaan tata guna air, dilakukan melalui upaya
kelestarian Sumberdaya air, yang terdiri dari:
(1). penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian baik
air permukaan dan/atau air tanah.
(2). pengembangan daerah rawa, untuk pertanian dan/atau untuk
budidaya perikanan.
(3). pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan
sungai, waduk dan sebagainya serta pengaturan prasarana dan
sarana sanitasi.
(4). pengaturan dan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri
dan pencegahan terhadap pencemaran atau pengotoran air.
(5). pemeliharaan ketersediaan kuantitas dan kualitas air yang
berkelanjutan, melalui pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan
air dan daerah tangkapan air; pengisian air pada sumber air;
pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; pengaturan daerah
sempadan sumber air dan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS);
rehabilitasi hutan dan lahan dan/atau pelestarian hutan lindung,
kawasan suaka alam, dan pelestarian alam.
Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air pada wilayah
sungai disusun dengan memperhatikan :
(1). Pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan
tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan,
Laporan Akhir
VIII - 7
(2). Pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas negara dan
lintas provinsi secara selaras dengan pemanfaatan ruang pada
wilayah sungai di negara /provinbsi yang berbatasan.
e. Pengaturan Zonasi Untuk Zona Sistem Persampahan
Peraturan Zonasi Untuk Sistem Persampahan ditujukan untuk
mengatur penyediaan sarana dan prasarana persampahan dengan
arahan sebagai berikut:
(1). arahan pengembangan sistem prasarana lingkungan yang
digunakan lintas wilayah secara administratif dengan kerjasama
antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah
sampah terutama di wilayah perkotaan;
(2). pengalokasian Lokasi Pengelolaan Akhir sesuai dengan persyaratan
teknis;
(3). pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan
sesuai dengan kaidah teknis dan dengan konsep 3R (Reuse, Reduce
dan Recycle);
(4). pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan
daya dukung lingkungan.
(5). penyediaan ruang untuk TPS dan/atau LPA terpadu.
8.1.2 Indikasi Arahan penentuan Zonasi Untuk Pola Ruang
1. Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Lindung Kabupaten, dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan dan penelitian tanpa mengubah bentang alam;
Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang membahayakan keselamatan umum;
Pembatasan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana alam; dan
Pembatasan pemanfaatan ruang yang menurunkan kualitas fungsi lingkungan.
Peraturan ini pada dasarnya disusun untuk setiap zona Kawasan Lindung
di Kabupaten Ngawi. Dengan demikian peraturan zonasi ini hanya akan
berlaku pada masing-masing jenis kawasan lindung, dengan arahan
sebagai berikut:
a. Peraturan Zonasi Kawasan Hutan Lindung Kabupaten adalah sebagai
berikut :
Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam; Pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas
kawasan hutan dan tutupan vegetasi; dan
Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi
fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat.
b. Peraturan zonasi untuk kawasan resapan air disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan
limpasan air hujan;
Penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; dan
Penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya.
c. Peraturan zonasi untuk sempadan sungai dan kawasan sekitar
danau/waduk disusun dengan memperhatikan: Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
Ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan
Laporan Akhir
VIII - 8
Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi; dan
Penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; dan
Pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air.
e. Peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;
Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan
Penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan
Pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang dimaksud diatas.
f. Peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
disusun dengan memperhatikan:
Pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan
Pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan.
g. Peraturan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;
Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.
h. Untuk kawasan rawan banjir peraturan zonasi disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;
Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.
Penetapan batas dataran banjir;
Pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan
Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting lainnya.
i. Peraturan zonasi untuk kawasan pengungsian satwa disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam; Pelestarian flora dan fauna endemik kawasan; dan
Pembatasan pemanfaatan sumber daya alam.
2. Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Budi Daya Kabupaten
Peraturan ini pada dasarnya disusun untuk setiap zona Kawasan Lindung
di Kabupaten Ngawi. Dengan demikian peraturan zonasi ini hanya akan
berlaku pada masing-masing jenis kawasan lindung, dengan arahan
sebagai berikut:
a. Peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi dan disusun dengan
memperhatikan:
Pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan;
Laporan Akhir
VIII - 9
b. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah; dan
Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budi daya non pertanian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana
utama.
c. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau nelayan dengan kepadatan rendah;
Pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk hijau; dan
Pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi lestari.
d. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertambangan disusun
dengan memperhatikan:
Keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara risiko dan manfaat; dan
Pengaturan bangunan lain disekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan
memperhatikan kepentingan daerah.
e. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan
sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; dan
Pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri.
f. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata disusun dengan
memperhatikan:
Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan;
Perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau; Pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan
pariwisata; dan
g. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman disusun
dengan memperhatikan:
Penetapan amplop bangunan;
Penetapan tema arsitektur bangunan;
Penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan
Penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan.
3. Indikasi Arahan Peraturan zonasi sebagai kelengkapan Rencana Detail
Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
Kawasan strategis di Kabupaten Ngawi yang ada adalah kawasan strategis
hankam, penunjang ekonomi wilayah, sosial budaya, lingkungan hidup.
Peraturan pada kawasan strategis ini pada dasarnya disusun untuk setiap
zona seperti tertuang dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Strategis
yang telah dibuat di Kabupaten Ngawi. Dengan demikian peraturan zonasi
ini hanya akan berlaku pada setiap zona peruntukan sesuai RDTR Kawasan
Strategis di Kabupaten Ngawi
a. Arahan peraturan zonasi pada kawasan penunjang ekonomi adalah
sebagai berikut :
Kawasan Penunjang ekonomi dalam skala besar umumnya berupa kawasan perkotaan, terutama yang memiliki fungsi: perumahan,
perdagangan-jasa, industri, transportasi dan berbagai peruntukan
Laporan Akhir
VIII - 10
ditunjang sarana dan prasarana yang memadai sehingga
menimbulkan minat investasi yang besar;
Pada setiap bagian dari kawasan strategis ekonomi ini harus diupayakan untuk mengefisienkan perubahan fungsi ruang untuk
kawasan terbangun melalui arahan bangunan vertikal sesuai kondisi
kawasan masing-masing;
Pada kawasan strategis ecara ekonomi ini harus dialokasikan ruang atau zona secara khusus untuk industri, perdagangan – jasa dan jasa
wisata perkotaan sehingga secara keseluruhan menjadi kawasan yang
menarik. Pada zonasi ini hendaknya mengalokasikan kawasan
khusus pengembangan sektor informal pada pusat-pusat kegiatan
masyarakat.
Pada zona dimaksud harus dilengkapi dengan ruang terbuka hijau untuk memberikan kesegaran ditengah kegiatan yang intensitasnya
tinggi serta zona tersebut harus tetap dipertahankan;
Pada kawasan strategis ekonomi ini boleh diadakan perubahan ruang pada zona yang bukan zona inti (untuk pergadangan – jasa, dan
industri) tetapi harus tetap mendukung fungsi utama kawasan
sebagai penggerak ekonomi dan boleh dilakukan tanpa merubah
fungsi zona utama yang telah ditetapkan;
Perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu pada ruang terbuka di kaweasan ini boleh dilakukan sepanjang masih dalam
batas ambang penyediaan ruang terbuka (tetapi tidak boleh untuk
RTH kawasan perkotaan);
Dalam pengaturan kawasan strategis ekonomi ini zona yang dinilai penting tidak boleh dilakukan perubahan fungsi dasarnya;
Pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai permukiman bila didekatnya akan diubah menjadi fungsi lain yang kemungkinan akan
mengganggu (misalnya industri) permukiman harus disediakan fungsi
penyangga sehingga fungsi zona tidak boleh bertentangan secara
langsung pada zona yang berdekatan; serta
Untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pergerakan maka pada kawasan terbangun tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan
diluar area yang telah ditetapkan sebagai bagian dari rumija atau
ruwasja, termasuk melebihi ketinggian bangunan seperti yang telah
ditetapkan.
b. Peraturan zonasi pada kawasan sosio-kultural adalah sebagai berikut: Kawasan sosio-kultural terdiri atas kawasan peninggalan sejarah
yakni arca, museum dan benteng. Secara umum kawasan ini harus
dilindungi dan salah satu fungsi yang ditingkatkan adalah untuk
penelitian dan wisata budaya. Untuk itu pada radius tertentu harus
dilindungi dari perubahan fungsi yang tidak mendukung keberadaan
candi atau dari kegiatan yang intensitasnya tinggi sehingga menggagu
estetika dan fungsi monumental museum dan benteng;
Bila sekitar kawasan ini sudah terdapat bangunan misalnya perumahan harus dibatasi pengembanganya;
Untuk kepentingan pariwisata boleh ditambahkan fungsi penunjang misalnya shouvenir shop atau atraksi wisata yang saling menunjang
tanpa menghilangkan identitas dan karakter kawasan;
Pada zona ini tidak boleh dilakukan perubahan dalam bentuk peningkatan kegiatan atau perubahan ruang disekitarnya yang
dimungkinkan dapat mengganggu fungsi dasarnya;
Penambahan fungsi tertentu pada suatu zona ini tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan, misalnya perdagangan
dan jasa yang tidak terkait museum dan pariwisata; serta
Pada sekitar zona ini bangunan tidak boleh melebihi ketinggian duapertiga dari museum dan benteng yang ada.
c. Arahan pengaturan zonasi pada kawasan yang memiliki fungsi
Laporan Akhir
VIII - 11
Pada kawasan ini yang termasuk dalam katagori zona inti harus dilindungi dan tidak dilakukan perubahan yang dapat mengganggu
fungsi lindung;
Pada kawasan yang telah ditetapkan memiliki fungsi lingkungan dan terdapat kerusakan baik pada zona inti maupun zona penunjang
harus dilakukan pengembalian ke rona awal sehingga kehidupan
satwa langka dan dilindungi dapat lestari;
Untuk menunjang kelestarian dan mencegah kerusakan dalam jangka panjuang harus melakukan percepatan rehabilitasi lahan; Pada zona-zona ini boleh melakukan kegiatan pariwisata alam
sekaligus menanamkan gerakan cinta alam;
Pada kawasan yang didalamnya terdapat zona terkait kemampuan tanahnya untuk peresapan air maka boleh dan disarankan untuk
pembuatan sumur-sumur resapan;
Pada kawasan hutan lindung yang memiliki nilai ekonomi tinggi atau fungsi produksi tertentu (misalnya terdapat komoditas durian,
manggis, damar, rotan) boleh dimanfaatkan buah atau getahnya
tetapi tidak boleh mengambil kayu yang mengakibatkan kerusakan
fungsi lindung;
Pada zona ini tidak boleh melakukan alih fungsi lahan yang mengganggu fungsi lindung apalagi bila didalamnya terdapat
kehidupan berbagai satwa maupun tanaman langka yang dilindungi;
serta
Pada zona inti maupun penunjang bila terlanjur untuk kegiatan budidaya khususnya permukiman dan budidaya tanaman semusim,
tidak boleh dikembangkan lebih lanjut atau dibatasi dan secara
bertahap dialihfungsikan kembali ke zona lindung.
8.2 KETENTUAN PERIZINAN
Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 pasal 37 disebutkan bahwa :
1. Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak
melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
4. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
5. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana
dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.
6. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
7. Pemberian izin pada kawasan yang ditetapkan sebagai pengendalian ketat
adalah kewenangan pemerintah propinsi, sedangkan kewenangan
pemerintah Kabupaten adalah pada kawasan diluar itu di wilayah
Kabupaten
8. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan
ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata
Laporan Akhir
VIII - 12
9. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
diatur dengan peraturan pemerintah.
Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 37 dijelaskan bahwa,
yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin
pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah
izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.
Izin pemanfaatan ruang di Kabupaten Ngawi mengikuti Undang-undang
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Ketentuan perizinan diatur oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menurut kewenangan masing-masing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundandang-undangan. Izin pemanfaatan
ruang yang diberikan dalam rangka mewujudkan pembangunan secara terpadu,
pemanfaatan ruang secara lestari, optimal, seimbang dan serasi serta berhak
diperoleh oleh setiap warga negara dan badan hukum.
Syarat-syarat izin pemanfaatan ruang sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, adalah :
1. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak
melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
3. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
4. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin, dapat
dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.
5. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
6. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan
ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak diatur dengan peraturan pemerintah.
Izin Peruntukan Penggunaan Tanah diperlukan adanya pelaksanaan
pembangunan dengan pengaturan keserasian penataan lokasi bagi pentingnya
pembangunan yang disesuaikan dengan RTRK. Khusus untuk Kawasan
pengendalian ketat (High Control Zone) regional, sesuai dengan Peraturan
Gubernur Nomor 61 Tahun 2006 tentang Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan
Pengendalian Ketat Skala Regional Di Provinsi Jawa Timur yang merupakan kawasan
yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya
untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin
proses pembangunan yang berkelanjutan, yang meliputi pemanfaatan ruang di
sekitar kawasan perdagangan regional; wilayah aliran sungai, sumber air dan
stren kali dengan sempadannya; kawasan yang berhubungan dengan aspek
pelestarian Iingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau sumber daya
air, serta transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian,
area/lingkup kepentingan pelabuhan, kawasan di sekitar jalan arteri/tol;
prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area di sekitar jaringan
pipa gas, jaringan SUTET, dan TPA terpadu; kawasan rawan bencana; kawasan
Iindung prioritas dan pertambangan skala regional; dan kawasan konservasi
alami, budaya, dan yang bersifat unik dan khas, perijinannya :
a. Harus mendapatkan rekomendasi teknis dari Gubernur
b. Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat a dilaksanakan sebelum
Laporan Akhir
VIII - 13
c. Harus dilampiri dengan gambar teknis arsitektural (site plan, denah,
tampak, potongan dan situasi); gambar teknis konstruksi sipil ; data
pendukung berupa penguasaan tanah, lokasi bangunan berupa sertifikat
hak milik atau bukti perjanjian sewa.
d. Pemanfaatan ruang yang dimohonkan harus memenuhi syarat zoning yang
akan diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri
Adapun ketentuan perizinan untuk Kabupaten Ngawi dapat dilihat pada tabel
8.1 berikut ini.
8.3 KETENTUAN INSENTIF DAN DISINSENTIF
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 disebutkan bahwa :
1. Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau
disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
2. Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
a. Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa
ruang, dan urun saham;
b. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. Kemudahan prosedur perizinan; serta
d. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
pemerintah daerah.
e. Contoh pada kawasan lindung
3. Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan
perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
a. Pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang; serta
b. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan
penalti.
4. Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat.
5. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:
a. Pemerintah kepada pemerintah daerah;
b. Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; serta
c. Pemerintah kepada masyarakat.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif
dan disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.
Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 dijelaskan bahwa
penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan
skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan
insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala
besar/kawasan karena dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya
pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara
bersamaan. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan
untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui
penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP)
sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi. Insentif dapat diberikan
antarpemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari
daerah yang penyelenggaraan pemanfaatan ruangnya memberikan dampak
kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal
pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam
mendukung perwujudan rencana tata ruang.
Berdasarkan ketentuan perundangan di atas, maka insentif diberikan
Laporan Akhir
VIII - 14
ruang dan indikasi arahan peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini. Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu
dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Paraturan Pemerintah ini.
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Pemberian
insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai
dengan kewenangnnya.
Insentif kepada masyarakat terutama yang mendukung keberlangsungan
dan peningkatan kegiatan pertanian serta pengembangan kawasan strategis
kabupaten diberikan, antara lain dalam bentuk :
a. Keringanan pajak
b. Pemberian konpensasi
c. Imbalan
d. Sewa ruang
e. Urun saham
f. Penyediaan infrastruktur
g. Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
h. Penghargaan.
Disinsentif dari pemerintah kepada masyarakat dikenakan terutama yang
tidak mendukung keberlangsungan dan peningkatan kegiatan pertanian serta
pengembangan kawasan strategis kabupaten, antara lain, dalam bentuk :
a. Pengenaan pajak yang tinggi;
b. Pembatasan penyediaan infratruktur;
c. Pengenaan kompensaan; dan/atau
d. Penalti
Disinsentif dari pemerintah kepada masyarakat dikenakan, anatara lain,
dalam bentuk :
a. Pengenaan pajak yang tinggi;
b. Pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. Pengenaan kompensasi; dan/atau
d. Penalti.
Adapun ketentuan lain mengenai insentif dan disinsentif ini adalah :
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilekukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundnag-undangan.
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dikoordinasikan oleh dinas terkait.
Pengenaan insentif dan disinsentif dapat dilihat pada table 8.1.
8.4 ARAHAN SAKSI
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 disebutkan bahwa pengenaan
sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Selanjutnya, dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 40 disebutkan bahwa
ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pemanfaatan ruang diatur
dengan peraturan pemerintah. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 Bab XI Pasal 69 -
75, diuraikan secara jelas tentang ketentuan pidana atau sanksi bagi
pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang. Bentuk-bentuk ketentuan pidana
tersebut antara lain mengatur bahwa :
A. Pasal 69
Pasal 69, berisikan ketentuan bahwa :
1. Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
Laporan Akhir
VIII - 15
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
3. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
B. Pasal 70
Pasal 70, berisikan ketentuan bahwa :
1. Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
3. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
4. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
C. Pasal 71
Pasal 71, berisikan ketentuan bahwa setiap orang yang tidak mematuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
D. Pasal 72
Pasal 72, berisikan ketentuan bahwa Setiap orang yang tidak memberikan
akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
E. Pasal 73
Pasal 73, berisikan ketentuan bahwa :
1. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak
sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat
dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan
hormat dari jabatannya.
F. Pasal 74
Pasal 74, berisikan ketentuan bahwa :
1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal
70, Pasal 71, dan Pasal 72 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan
3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69,
Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72.
2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi
dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha; dan/atau
b. Pencabutan status badan hukum.
Laporan Akhir
VIII - 16
Pasal 75, berisikan ketentuan bahwa :
1. Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat
menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
2. Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.
Dalam pelaksanaannya di Kabupaten Ngawi maka pengenaan sanksi
dikenakan terhadap :
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten Ngawi;
Pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi kabupaten;
Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten Ngawi;
Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten Ngawi;
Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten Ngawi;
Pemanfaatan ruang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.
Terhadap Pelanggaran yang telah disebutkan di atas, dikenakan sanksi
administrasi sebagai berikut :
Peringatan tertulis;
Penghentian sementara kegiatan;
Penghentian sementara pelayanan umum; Penutupan lokasi;
Pencabutan izin;
Pembongkaran bangunan;
Laporan Akhir
VIII - 17
Tabel 8.1Arahan Ketentuan Perijinan, Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Insentif, Disinsentif dan Arahan Sanksi Pada Kawasan Lindung Dan Budidaya Kabupaten Ngawi
KAWASAN
ARAHAN KEGIATAN
PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG INSENTIF DISINSENTIF DAN ARAHAN SANKSI
DIIZINKAN DILARANG/DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
KAWASAN LINDUNG
A. KAWASAN PERLINDUNGAN KAWASAN BAWAHANNYA 1. HUTAN LINDUNG Apabila ada hutan produksi
dan kegiatan budidaya lainnya yang masuk dalam hutan lindung agar
ditingkatkan upaya
konservasinya menjadi hutan produksi terbatas.
Kegiatan yang ada di hutan lindung yang tidak menjamin fungsi lindung, secara bertahap dikembalikan pada fungsi hutan lindung. Proses peralian fungsi disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah dengan pengembalian yang layak.
Kegiatan yang sudah ada dan tidak menjamin fungsi lindung, secara bertahap dikembalikan pada fungsinya, dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah disertai penggantian yang layak.
Pemilik/penguasa tanah perorangan/bdn hukum yang mencari keuntungan yang ada sebelum penetapan rencana yg mampu mewujudkan hutan lindung di atas tanahnya sendiri, berhak mendapatkan pengurangan pengenaan pajak bumi dan bangunan serta pungutan lainnya yang yang diperhitungkan karena penguasaan atau pemilikan tanah.
Pengembang kawasan budidaya di kawasan ini dikenai pajak khusus secara progesif yang digunakan untuk kompensasi biaya pemulihan dan pemeliharaan lingkungan. Nilainya dihitung berdasarkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Pada kawasan lindung,
kegiatan budidaya yang diperkenankan adalah kegiatan yang tidak
mengolah permukiman tanah secara intensif seperti hutan atau tanaman keras yang panennya atas dasar penebangan pohon secara terbatas/terpilih sehingga tidak terjadi erosi tanah atau merubah bentang alam seperti penambangan bahan galian atau perindustrian, kecuali kegiatan tersebut mempunyai nilai ekonomi tinggi bagi kepentingan kabupaten, nasional maupun regional..
Kegiata budidaya yang ada segera dikembalikan fungsinya pada hutan lindung dan tidak diperkenankan dieksploitasi dengan cara
penebangan kecuali dengan sangat terbatas.
Perbuatan hukum yang
potensial mempersulit perwujudan kegiatan hutan lindung seperti pewarisan untuk permukiman, atau jual beli pada pihak yang ingin mengolah tanah secara intensif atau membangun bangunan fisik.
Kegiatan pariwisata yang diperkenankan hanya kegiatan melihat pemandangan
alam/ecowisata.
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Tanah rusak atau tanah gundul yang
ada di hutan lindung segera dilakukan reboisasi, dan yang berada di luar hutan lindung dilakukan penghijauan.
Hak atas tanah yang sudah ada di
hutan lindung tetap dihormati dan masih boleh dikuasai sepanjang kegiatan dan penggunaan tanahnya memenuhi fungsi lindung dan melakukan tindakan konservasi secara intensif.
Pembangunan sarana dan
prasarana pada kawasan ini dibatasi agar lestari. Bangunan yang sudah ada dan tidak mengganggu fungsi lindung masih diperkenankan selama dapat memenuhi ketentuan tata
Untuk hak atas tanah, khususnya Hak Guna Bangunan tidak diperpanjang, kecuali bila difungsikan untuk konservasi tanah dan air. Penguasaan tanah oleh masyarakat di hutan lindung dikenakan pajak yang lebih tinggi, dimana pengaturannya akan diatur oleh Keputusan Bupati.
Penguasaan dan pemilikan tanah yang cenderung bertentangan dengan kegiatan konservasi, secara bertahap
Laporan Akhir
VIII - 18
KAWASANARAHAN KEGIATAN
PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG INSENTIF DISINSENTIF DAN ARAHAN SANKSI
DIIZINKAN DILARANG/DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
bangunan dan tetap melakukan
tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan.
Apabila pengambilalihan hak atas tanah atau hubungan yang telah ada sulit diwujudkandalam batas waktu perencanaan karena keterbatasan anggaran pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah dapat
memprogramkan perwujudan hutan lindung melalui pemberian subsidi atau insentif kepada pemilik/ penguasa lahan secara bertahap yaitu bantuan bibit, pembinaan teknis dan modal kerja.
2. RESAPAN AIR Dapat dialokasikan sebagai kebun campuran, tanaman tahunan, hutan produksi terbatas ataupun hutan lindung
Dilarang menyelenggarakan kegiatan yang bersifat menutup kemungkinan adanya infiltrasi air ke dalam tanah.
Kegiatan yang sudah ada dan tidak menjamin fungsi lindung, secara bertahap dikembalikan pada fungsinya, dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah disertai penggantian yang layak.
Penguasaan tanah negara oleh masyarakat yang belum
memperoleh hak atas tanah menurut UUPA, bila kegiatan penggarapnya sesuai dengan fungsi lindung, pada tahap pertama dapat diberikan Hak Pakai (HP) dengan persyaratan peningkatan intensitas
penggunaan tanah
mengutamakan fungsi lindung. Apabila fungsi lindung telah tercapai secara optimal dapat ditingkatkan menjadi hak milik.
Pengembang kawasan budidaya di kawasan ini dikenai pajak khusus secara progesif yang digunakan untuk kompensasi biaya pemulihan dan pemeliharaan lingkungan. Nilainya dihitung berdasarkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Kegiatan budidaya yang
diperbolehkan adalah kegiatan yang tidak mengurangi fungsi lindung kawasan
Pertambangan dan
perindustrian yang bersifat membuka hutan tidak diperkenankan.
Tanah rusak atau tanah gundul yang ada segera dilakukan reboisasi, dan yang berada di luar hutan lindung dilakukan penghijauan.
Kegiatan yang masih boleh
dilaksanakan adalah
pertanian tanaman semusim atau tahunan yang disertai tindakan konservasi dan ecowisata.
Perbuatan hukum yang potensial mempersulit perwujudan kegiatan fungsi lindung tidak diperkenankan kecuali kepada calon pemilik tanah yang bersedia
mewujudkan fungsi lindung.
Hak atas tanah yang sudah ada tetap dihormati dan masih boleh dikuasai sepanjang kegiatan dan penggunaan tanahnya masih memenuhi fungsi lindung dan melakukan tindakan konservasi secara intensif.
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Kegiatan yang tidak
mengolah tanah secara intensif, kecuali dipandang memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi kepentingan gerional dan nasional.
Untuk hak atas tanah, khususnya Hak Guna Bangunan tidak diperpanjang, kecuali bila difungsikan untuk konservasi tanah dan air.
Pemilik/penguasa tanah perorangan/bdn hukum yang mencari keuntungan sebelum penetapan rencana yg mampu mewujudkan fungsi lindung di atas tanahnya sendiri, berhak mendapatkan pengurangan pengenaan pajak bumi dan bangunan serta pungutan lainnya yang diperhitungkan karena penguasaan atau pemilikan tanah.
Pembangunan sarana dan
prasarana dibatasi agar lestari. Bangunan yang sudah ada dan tidak mengganggu fungsi lindung diperkenankan selama memenuhi ketentuan tata bangunan dan tetap melakukan tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan.
Penguasaan dan pemilikan tanah
yang cenderung bertentangan dengan kegiatan konservasi, secara bertahap dibebaskan hak ataas tanahnya dengan penggantian yang layak oleh pemerintah untuk dikembalikan fungsinya menjadi hutan lindung, apabila pemilik/penguasa tanah tidak mampu mewujudkan hutan lindung di atas tanahnya sendiri.
Laporan Akhir
VIII - 19
KAWASANARAHAN KEGIATAN
PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG INSENTIF DISINSENTIF DAN ARAHAN SANKSI
DIIZINKAN DILARANG/DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Apabila pengambilalihan hak atas
tanah atau hubungan yang telah ada sulit diwujudkandalam batas waktu perencanaan karena keterbatasan anggaran pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun daerah dapat memprogramkan perwujudan hutan lindung melalui pemberian subsidi atau insentif kepada pemilik/ penguasa lahan secara bertahap yaitu bantuan bibit, pembinaan teknis dan modal kerja.
Dukungan insentif berupa prasarana dan sarana bagi yang memberikan dukungan pada aspek fungsi lindung kawasan.
B. Kawasan Perlindungan Setempat
1. Sempadan Sungai
Pada kawasan sempadan sungai yang belum terbangun diijinkan kegiatan pertanian dengan jenis tanaman yang sesuai seperti tanaman keras, perdu, pelindung sungai, pemasangan papan reklame/pengumuman, pemasangan fondasi dan rentangan kabel listrik, fondasi jembatan/jalan yg bersifat sosial
kemasyarakatan, bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air (seperti dermaga), gardu listrik, bangunan
telekomunikasi dan
pengontrol/pengukur debit air.
Dilarang mendirikan bangunan di kawasan sempadan sungai yang belum terbangun (IMB tidak diberikan)
Pada kawasan ini dibangun jalan inspeksi pada jalur jalan tertentu, sekaligus berfungsi sebagai jalan lintas pada umumnya.
Pemilik/penguasa tanah perorangan/bdn hukum yang mencari keuntungan yang ada sebelum penetapan rencana yg mampu mewujudkan fungsi lindung di atas tanahnya sendiri, berhak mendapatkan pengurangan pengenaan pajak bumi dan bangunan serta pungutan lainnya yang diperhitungkan karena
penguasaan/pemilikan tanah.
Pengembang kawasan budidaya di kawasan ini dikenai pajak khusus secara progesif yang digunakan untuk kompensasi biaya pemulihan dan pemeliharaan lingkungan. Nilainya dihitung berdasarkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Kegiatan/bentuk bangunan yang
secara sengaja dan jelas menghambat arah dan
intensitas aliran air sama sekali tidak diperbolehkan.
Tanah pada sempadan sungai dikelola oleh instansi pemerintah dan
diberikan Hak Pakai.
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Kegiatan lain yang justru
memperkuat fungsi perlindungan kawasan
sempadan sungai tetap boleh dilaksanakan tapi dengan pengendalian agar tidak
mengubah fungsi kegiatannya di masa yg akan datang.
Jika aliran sungai berpindah tempat, termasuk kegiatan pelurusan sungai atau kegiatan teknis pengairan lainnya, maka aliran sungai lama menjadi tanah negara bebas yang dapat dimohon hak tanahnya. Prioritas pemberian hak tanah
diberikan kepada bekas pemilik tanah yang tanahnya terkena aliran sungai yang baru, sekaligus sebagai
kompensasi tanahnya yang hilang.
Kegiatan lain yang tidak
memanfaatkan lahan secara luas dapat diperbolehkan.
Untuk kawasan terbangun diadakan program konsolidasi tanah dan pemeliharaan
Tanah timbul di sungai berstatus tanah negara bebas.
Dukungan insentif berupa prasarana dan sarana bagi yang memberikan dukungan pada
Laporan Akhir
VIII - 20
KAWASANARAHAN KEGIATAN
PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG INSENTIF DISINSENTIF DAN ARAHAN SANKSI
DIIZINKAN DILARANG/DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Kegiatan yang mampu
melindungi atau
memperkuat tebing sungai atau saluran dari
kelongsoran, kegiatan yang tidak memperlambat jalannya arus air, kecuali memang sengaja bermaksud untuk memperlambat laju arus air seperti pembuatan cek dam atau krib, atau dam, atau pembelok arus air sungai.
lingkungan, sedangkan yang belum terbangun dilarang memberikan IMB.
Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak sesuai, dibina untuk menyesuaikan kegiatannya agar serasi atau sejalan secara bertahap, dengan jalan membebaskan mereka dari pengenaan pajak bumi dan bangunan atau bentuk sumbangan lainnya yang dikaitkan dengan pemilikan atau penguasaan tanah. Apabila ybs tidak mampu
melaksanakan penyesuaian dengan sukarela, maka pemerintah baik pusat maupun daerah dapat
melakukan pembebasan lahan secara bertahap yang peruntukannya untuk konservasi.
aspek fungsi lindung kawasan.
2. Sekitar
danau/waduk/ra wa
Perikanan, ecowisata, pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan, pemasangan papan
pengumuman, pemasangan fondasi dan rentang kabel, fondasi jalan/jembatan, bangunan lalu lintas air, pengambilan dan
pembuangan air serta bangunan yang mendukung kelestarian kawasan.
Dilarang menyelenggarakan kegiatan yang mengganggu kelestarian daya tampung waduk seperti pendirian bangunan, permukiman dan penanaman tanaman semusim yang mempercepat
pendangkalan.
Penggunaan tanah terus diusahakan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan konservasi atau green belt wajib diusahakan.
Pemilik/penguasa tanah perorangan/bdn hukum yang mencari keuntungan yang ada sebelum penetapan rencana yg mampu mewujudkan fungsi lindung, berhak mendapatkan pengurangan pengenaan PBB serta pungutan lainnya yang diperhitungkan karena
penguasaan/pemilikan tanah.
Pengembang kawasan budidaya di kawasan ini dikenai pajak khusus secara progesif yang digunakan untuk kompensasi biaya pemulihan dan pemeliharaan lingkungan. Nilainya dihitung berdasarkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Pada kawasan yang sudah terbangun
diadakan program konsolidasi dan pemeliharaan lingkungan.
Tanah pada kawasan sekitar waduk
dikuasai oleh negara dan apabila dimiliki oleh masyarakat dibebaskan dengan penggantian yang layak dan dapat diberikan Hak Pakai pada Dinas Pekerjaan Umum Pengairan.
Kegiatan yang diperkenankan
adalah kegiatan yang berkaitan dengan wisata seperti hotel, rumah makan, tempat rekreasi dengan tetap mengupayakan pembangunan fisik yang mampu mencegah terjadinya
sedimentasi ke dalam waduk/danau.
Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak sesuai, dibina untuk menyesuaikan kegiatannya agar serasi atau sejalan secara bertahap, dengan jalan membebaskan mereka dari pengenaan pajak bumi dan bangunan atau bentuk sumbangan lainnya yang dikaitkan dengan pemilikan atau penguasaan tanah. Apabila ybs tidak mampu
melaksanakan penyesuaian dengan sukarela, maka pemerintah dapat melakukan pembebasan lahan bertahap yang diprogramkan untuk kegiatan sabuk hijau / green belt.
Dukungan insentif berupa prasarana dan sarana bagi yang memberikan dukungan pada aspek fungsi lindung kawasan.
Laporan Akhir
VIII - 21
KAWASANARAHAN KEGIATAN
PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG INSENTIF DISINSENTIF DAN ARAHAN SANKSI
DIIZINKAN DILARANG/DIIZINKAN DENGAN
SYARAT 3. Sekitar Mata Air Kegiatan yang diutamakan
adalah kegiatan
penghutanan atau tanaman tahunan yang produksinya tidak dengan menebang pohon.
Dilarang melakukan penggalian atau perubahan bentuk medan atau pembangunan bangunan fisik yang mengakibatkan penutupan jalannya mata air serta mengganggu keberadaan dan kelestarian mata air.
Kegiatan yang sudah ada dan dapat mengganggu fungsi kawasan
dipindahkan dengan penggantian yang layak.
Pemilik/penguasa tanah perorangan/bdn hukum yang mencari keuntungan yang ada sebelum penetapan rencana yg mampu mewujudkan fungsi lindung di atas tanahnya sendiri, berhak mendapatkan pengurangan pengenaan pajak bumi dan bangunan serta pungutan lainnya yang yang diperhitungkan karena penguasaan atau pemilikan tanah.
Pengembang kawasan budidaya di kawasan ini dikenai pajak khusus secara progesif yang digunakan untuk kompensasi biaya pemulihan dan pemeliharaan lingkungan. Nilainya dihitung berdasarkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Persawahan dan perikanan
masih diperkenankan.
Kawasan sekitar mata air yang
sumber airnya dikelola oleh BUMD - PDAM dapat diberikan hak pakai.
Kegiatan yang masih
diperkenankan adalah pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengganggu mata air, pemasangan papan reklame/pengumuman, pondasi dan rentangan kabel listrik, kegiatan sosial
masyarakat yang tidak menggunakan tanah secara menetap atau terus menerus dan bangunan lalu lintas air.
Areal tanah pada kawasan sempadan
mata air dikuasai langsung oleh negara. Jjika dikuasai masyarakat, diadakan penggantian yang layak.
Tindakan konservasi yang diutamakan
adalah yang bersifat vegetatif.
Kegiatan yang sifatnya tidak sesuai
dengan ketentuan, baik secara swadaya maupun penggantian yang layak oleh pemerintah menjadi tanah yang langsung dimiliki oleh negara, dan pemerintah memrogramkan secara bertahap penggunaan tanah yang mampu memelihara kelancaran jalannya mata air.
Dukungan insentif berupa prasarana dan sarana bagi yang memberikan dukungan pada aspek fungsi lindung kawasan.
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Penyesuaian kegiatan yang
men-dukung pengkonservasian mata air.
C. KAWASAN SUAKA ALAM, PELESTARIAN ALAM DAN CAGAR BUDAYA
1. Cagar Alam Kegiatan lain selain
perlindungan plasma nutfah yang diperkenankan tetap berlangsung di dalam
kawasan ini adalah kegiatan ecowisata yang tidak
membbutuhkan lahan, penelitian dan kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan ilmu pengetahuan yang tidak merusak lingkungan atau pos pengawas yang
pengelolaannya diupayakan
Dilarang menyelenggarakan kegiatan pembangunan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan perlindungan plasma nutfah.
Kegiatan yang sudah ada di dalam kawasan cagar alam yang
mengganggu fungsi kawasan secara bertahap akan dipindahkan dengan diberi penggantian yang layak oleh pemerintah
Pemilik/penguasa tanah perorangan/bdn hukum yang mencari keuntungan yang ada sebelum penetapan rencana yg mampu mewujudkan fungsi lindung di atas tanahnya sendiri, berhak mendapatkan pengurangan pengenaan pajak bumi dan bangunan serta pungutan lainnya yang yang diperhitungkan karena penguasaan atau pemilikan tanah.