• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah diatur dalam undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 dan diatur dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

8.1. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 35, disebutkan bahwa : “Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi”. Dengan demikian fungsi pengendalian pemanfaatan ruang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kedetailan rencana yang ada, dan selanjutnya digunakan menciptakan tertib tata ruang.

8.1.1 Pengaturan Zonasi

Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 36, disebutkan bahwa : 1. Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

2. Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

3. Peraturan zonasi ditetapkan dengan :

a. Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;

b. Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan c. Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

KETENTUAN PENGENDALIAN

PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

KABUPATEN LAMONGAN

(2)

Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 36, disebutkan bahwa peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, yang boleh, atau yang tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi.

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem wilayah meliputi indikasi arahan ketentuan umum peraturan zonasi , meliputi:

a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk Pengembangan Kawasan Perkotaan;

b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk Pengembangan Kawasan Kawasan Perdesaan; c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi;

d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan energi;

e. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan telekomunikasi; f. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan sumber daya air; g. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;

h. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; i. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pesisir; dan

j. ketentuan umum peraturan zonasi untuk Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Strategis Wilayah.

1. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Pengembangan Kawasan Perkotaan, meliputi: a. pada setiap rencana kawasan terbangun dengan fungsi: perumahan, perdagangan-jasa,

industri, dan berbagai peruntukan lainnya, maka harus ditetapkan besaran dan/atau luasan ruang setiap zona dan fungsi utama zona tersebut;

b. pada setiap kawasan perkotaan harus mengefisienkan perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun melalui arahan bangunan vertikal sesuai kondisi masing-masing ibu kota kecamatan dengan tetap menjaga harmonisasi intensitas ruang yang ada;

c. pada setiap lingkungan permukiman yang dikembangkan harus disediakan sarana dan prasarana lingkungan yang memadai sesuai kebutuhan masing-masing;

d. pada lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan abadi harus tetap dilindungi dan tidak dilakukan alih fungsi;

e. kawasan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari RTH di kawasan perkotaan harus tetap dilindungi sesuai dengan fungsi RTH masing-masing, dan tidak boleh dilakukan alih fungsi;

f. pada setiap kawasan terbangun untuk berbagai fungsi terutama permukiman padat harus menyediakan ruang evakuasi bencana sesuai dengan kemungkinan timbulnya bencana yang dapat muncul;

g. pada setiap kawasan terbangun yang digunakan untuk kepentingan publik juga harus menyediakan ruang untuk pejalan kaki dengan tidak mengganggu fungsi jalan;

h. pada kawasan lindung yang ada di perkotaan diarahkan untuk tidak dilakukan alih fungsi lindung tetapi dapat digunakan untuk kepentingan lain selama masih menunjang fungsi lindung;

i. pada kawasan lindung berupa bangunan, harus tetap dilakukan upaya konservasi, dan dapat dilakukan nilai tambah;

j. perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu boleh dilakukan sepanjang saling menunjang atau setidaknya tidak menimbulkan efek negatif bagi zona yang telah ditetapkan;

k. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan terbuka hijau tetapi bukan sebagai bagian dari RTH di kawasan perkotaan boleh dilakukan alih fungsi untuk kawasan terbangun dengan catatan komposisi atau perbandingan antara kawasan terbangun dan ruang terbuka hijau tidak berubah sesuai RDTR Kawasan Perkotaan masing-masing;

l. perubahan fungsi lahan boleh dilakukan secara terbatas pada zona yang tidak termasuk dalam klasifikasi intensitas tinggi tetapi fungsi utama zona harus tetap maksimum 25% dari luasan zona yang ditetapkan;

m. dalam pengaturan zona tidak boleh dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi dasarnya;

n. penambahan fungsi tertentu pada suatu zona tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan;

o. khusus pada kawasan terbangun tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan diluar area yang telah ditetapkan sebagai bagian dari rumija atau ruwasja, termasuk melebihi ketinggian bangunan seperti yang telah ditetapkan, kecuali diikuti ketentuan khusus sesuai dengan kaidah desain kawasanyang disepakati oleh stakeholder terkait;

p. pada lahan yang telah ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau perkotaan terutama bagian dari RTH kawasan Perkotaan tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan;dan

(3)

q. pada kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian untuk alat komunikasi dan jaringan pengaman SUTT tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dalam radius keamanan dimaksud.

2. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Pengembangan Kawasan Perdesaan, meliputi: a. kawasan perdesaan umumnya terdiri atas kawasan terbangun tetapi bagian terbesar

merupakan ruang terbuka dengan fungsi utama pertanian;

b. pada rencana kawasan terbangun dengan fungsi: perumahan, perdagangan-jasa, industri, dan berbagai peruntukan lainnya di perdesaan dapat dilakukan penambahan fungsi yang masih saling bersesuaian, tetapi harus ditetapkan besaran dan/atau luasan ruang setiap zona dan fungsi utama zona tersebut;

c. pada kawasan tidak terbangun atau ruang terbuka untuk pertanian yang produktif harus dilakukan pengamanan tidak dialihfungsikan non pertanian;

d. pengembangan kawasan perdesaan dengan kegiatan agropolitan dan minapolitan untuk mendukung agroindustri yang berdaya saing;

e. pada setiap kawasan perdesaan harus mengefisienkan ruang yang berfungsi untuk pertanian dan perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun hanya dilakukan secara infitratif pada permukiman yang ada dan harus menggunakan lahan yang kurang produktif;

f. pengembangan permukiman perdesaan harus menyediakan sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang memadai sesuai kebutuhan masing-masing;

g. pada lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan abadi di kawasan perdesaan harus tetap dilindungi dan tidak dilakukan alih fungsi;

h. kawasan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari RTH di kawasan perdesaan harus tetap dilindungi sesuai dengan fungsi RTH masing-masing, dan tidak boleh dilakukan alih fungsi;

i. pada kawasan lindung yang ada di perdesaan diarahkan untuk tidak dilakukan alih fungsi lindung tetapi dapat ditambahkan kegiatan lain selama masih menunjang fungsi lindung; j. pada kawasan lindung berupa bangunan, harus tetap dilakukan upaya konservasi;

k. perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu pada kawasan terbangun di perdesaan boleh dilakukan sepanjang saling menunjang dan tidak menimbulkan efek negatif bagi zona yang telah ditetapkan;

l. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan terbuka hijau produktif di perdesaan pada dasarnya boleh dilakukan alih fungsi untuk kawasan terbangun secara terbatas dan hanya dilakukan pada lahan yang produktivitasnya kurang tinggi, dengan catatan komposisi

atau perbandingan antara kawasan terbangun dan ruang terbuka hijau tidak berubah sesuai RDTR Kawasan Perdesaan masing-masing;

m. dalam pengaturan zona tidak boleh dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi dasarnya, sesuai RDTR Kawasan perdesaan masing-masing;

n. penambahan fungsi tertentu pada suatu zona tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan;

o. pada kawasan terbangun di perdesaan yang lokasinya terpencar dalam jumlah kecil tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dengan intensitas tinggi yang tidak serasi dengan kawasan sekitarnya;

p. pada lahan yang telah ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau produktif di perdesaan tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan;dan

q. pada kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian untuk alat komunikasi dan jaringan pengaman SUTT tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dalam radius keamanan dimaksud.

3. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan bebas hambatan disusun dengan memperhatikan:

a. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan bebas hambatan;

b. bangunan dengan fungsi penunjang yang diijinkan hanya berkaitan dengan pemanfaatan ruas jalan; dan

c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan bebas hambatan yang memenuhi ketentuan ruang pengawas jalan.

4. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri, disusun dengan memperhatikan :

a. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan arteri primer;

b. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan arteri dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi;

c. pengembangan fungsi kawasan sepanjang jalan arteri untuk kegiatan utama yang berskala regional, meliputi kegiatan industri, permukiman, perdagangan jasa dan fasilitas umum;

d. penyedian lahan parkir bagi kawasan fungsional;

(4)

arteri;

f. ketentuan pelarangan bagi kegiatan berskala kecil; dan g. penetapan garis sempadan di sesuaikan dengan peruntukan.

5. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer disusun dengan memperhatikan:

a. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan kolektor primer;

b. bangunan dengan fungsi penunjang yang diijinkan hanya berkaitan dengan pemanfaatan ruas jalan; dan

c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor primer yang memenuhi ketentuan ruang pengawas jalan;

d. Jumlah jalan masuk/akses dibatasi dan direncanakan dengan jarak tertentu sehingga memenuhi kecepatan rencana dan kapasitas serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

e. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, antara lain rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain;

f. Mengembangkan sistem drainase di sepanjang sisi jalan;

g. Mempertahankan garis sempadan bangunan di sisi jalan sekurang-kurangnya setengah dari lebar ruang milik jalan; dan

h. Mengembangkan struktur penahan kebisingan pada sisi jalan yang mewakili kawasan permukiman, pendidikan, dan pelayanan kesehatan.

6. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan lokal primer disusun dengan memperhatikan:

a. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan lokal primer;

b. bangunan dengan fungsi penunjang yang diijinkan hanya berkaitan dengan pemanfaatan ruas jalan; dan

c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor primer yang memenuhi ketentuan ruang pengawas jalan;

d. pergerakan mengikuti peraturan lalu lintas dalam kota;

e. daerah sekitar jalan kolektor primer tidak diperkenankan untuk kegiatan dengan aktivitas tinggi; dan

f. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor primer yang memenuhi ketentuan ruang pengawas jalan.

7. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi jaringan jalur kereta api disusun dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi dan pengembangannya ruangnya dibatasi;

b. ketentuan pelanggaran pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta api yang dapat mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian;

c. pembatasan pemanfaatan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dan jalan; dan

d. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalankereta api.

8. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan energi disusun dengan memperhatikan: a. keberadaan untuk pembangkit tenaga listrik disusun dengan memperhatikan

pemanfaatan ruang disekitar pembangkit listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain;

b. ketentuan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun dengan memperhatikan ketentuan pelanggaran pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. di bawah jaringan tegangan tinggi tidak boleh ada fungsi bengunan yang langsung digunakan masyarakat;

d. membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT dan SUTET;

e. menetapkan areal konservasi di sekitar lokasi SUTT dan SUTET yaitu 20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat; f. dalam kondisi dibawah jaringan tinggi terdapat bangunan maka harus disediakan

jaringan pengaman; dan

g. pemanfaatanruangdiataslintasanjaringangasharusmemperhatikan ketentuan teknis dan keamanan.

9. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan telekomunikasi disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk penempatan menara pemancar telekomunikasi yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan disekitarnya.

(5)

10.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan sumber daya air meliputi wilayah sungai, mata air dan jaringan irigasi disusun dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan ruang pada kawasan disekitar wilayah sungai, mata air dan jaringan prasarana irigasi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan;

b. perlindungan sekitar saluran irigasi atau sebagai sempadan saluran irigasi dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air irigasi;

c. saluran irigasi yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan dan perkotaan yang tidak langsung mengairi sawah maka keberadaannya dilestarikan dan dilarang untuk digunakan sebagai fungsi drainase;

d. ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksud untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air;

e. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi;

f. pemanfaatan ruang di atas jaringan perpipaan bawah tanah air bersih harus memperhatikan aspek keamanan dan kemudahan pemeliharaan; dan

g. penetapan lebar sempadan sungai dan mata air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

11.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung, meliputi : a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung;

b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat;

d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;

e. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam; dan f. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung geologi;

12.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung disusun dengan memperhatikan:

a. kegiatan yang diperbolehkan untuk perlindungan kawasan resapan air dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air;

b. pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;

c. pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi;

d. peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui pengembangan vegetasi yang mampu memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air;

e. pengembalian berbagai rona awal sehingga terjaga perlindungan dan kelestarian ekosistem kawasan lindung;

f. percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;

g. kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang bertujuan untuk mengambil bahan galian yang dilakukan di dalam kawasan hutan, dilakukan oleh instansi yang berwenang setelah mendapat persetujuan menteri; dan

h. pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan yang tidak mengurangi fungsi lindung serta dibawah pengawasan ketat.

13.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya disusun dengan memperhatikan:

a. Pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;

b. Penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada;

c. diperbolehkan untuk dialokasikan sebagai kebun campuran dengan tanaman tegakan tinggi, tanaman tahunan, hutan produksi terbatas ataupun hutan lindung;

d. kegiatan budidaya yang diperbolehkan adalah kegiatan yang tidak mengurangi fungsi lindung kawasan;

e. kegiatan yang masih boleh dilaksanakan adalah pertanian tanaman semusim atau tahunan yang disertai tindakan konservasi dan ekowisata;

f. kegiatan yang tidak mengolah tanah secara intensif, kecuali dipandang memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi kepentingan regional dan nasional;

g. pembangunan sarana dan prasarana dibatasi agar lestari;

h. bangunan yang sudah ada dan tidak mengganggu fungsi lindung diperkenankan selama memenuhi ketentuan tata bangunan dan tetap melakukan tindakan konservasi;

i. dilarang menyelenggarakan kegiatan yang bersifat menutup kemungkinan adanya infiltrasi air ke dalam tanah; dan

j. pertambangan dan perindustrian yang bersifat membuka hutan tidak diperkenankan.

14.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan pantai disusun dengan memperhatikan :

(6)

b. kegiatan yang diperbolehkan adalah kegiatan yang mampu melindungi atau memperkuat perlindungan kawasan sempadan pantai dari abrasi dan infiltrasi air laut ke dalam tanah;

c. kegiatan prasarana dan sarana yang mendukung transportasi laut;

d. kegiatan perikanan dan budidaya laut yang tidak merusak lingkungan;

e. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi;

f. pengembangan sempadan pantai sepanjang 100 m dari pasang tertinggi akan diarahkan untuk fungsi RTH;

g. pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan perikanan dan rekreasi pantai;

h. tanah oloran, yang dimaksud dengan tanah oloran disini adalah pantai atau laut yang dijadikan daratan atau reklamasi ;

i. ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c kecuali bangunan penunjang perikanan; dan

j. ketentuan pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan.

15.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan sungai disusun dengan memperhatikan :

a. prioritas pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau dan fungsi konservasi lainnya;

b. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

c. ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air;

d. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi maupun fasilitas pendukungnya serta bangunan rumah tinggal, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kualitas dan daya dukung-daya tampung sungai dan atau danau yang ada serta keamanan dari masyarakat secara umum yang memanfaatkan ruang tersebut; dan

e. penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

16.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan mata air disusun dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

b. kegiatan yang diperbolehkan adalah penghutanan untuk menjaga ketersediaan air tanah; c. pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air; dan d. pelarangan kegiatan penggalian yang mengganggu keberadaan dan kelestarian mata air.

17.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan waduk/danau disusun dengan memperhatikan :

a.pemanfaatan untuk kegiatan preservasi dan konservasi seperti reboisasi lahan;

b.pelarangan semua kegiatan yang dapat menimbulkan pengalih fungsian lindung dan perusakan kualitas air;

c.pelarangan untuk kegiatan pariwisata dan budidaya lain dengan syarat tidak menyebabkan kerusakan kualitas air;

d.perlu prasarana bangunan konservasi waduk.

18.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan suaka alam disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam;

b. ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a;

c. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

d. ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c; dan

e. ketentuan pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan satwa yang bukan merupakan flora dan satwa endemik kawasan.

19.Ketentuan umum peraturan zonasiuntuk kawasan kawasan pantai berhutan bakau disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata alam; b. ketentuan pelarangan pemanfaatan kayu bakau; dan

c. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah mengurangi luas dan/atau mencemari ekosistem bakau.

20.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan

b. ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan.

(7)

21.Ketentuan umum peraturan zonasiuntuk kawasan rawan bencana alam rawan banjir dan kawasan rawan gelombang pasang disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;

b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;

c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum;

d. penetapan batas dataran banjir dan rawan gelombang;

e. pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan

f. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting lainnya.

22.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi disusun dengan memperhatikan:

a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan;

b. pengembangan infrastruktur yang diijinkan untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan dan fungsi sosial;

c. dilarang menyelenggarakan pemanfaatan lahan untuk fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis; dan

d. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan.

23.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan rakyat disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan hasil hutan dengan memperhatikan prinsip kelestarian lingkungan; dan b. perubahan alih fungsi agar dikordinasikan dengan pemerintah daerah.

24.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian lahan basah disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah;

b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian kecuali terbatas untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama, dan fasilitas pendukung pertanian yang sangat mempengaruhi pada upaya peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil panen sesuai ketentuan yang berlaku;

c. konservasi sungai sebagai kawasan pertanian lahan basah dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan; dan

d. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian sebagaimana diuraikan pada huruf a dan b diatas, yang termasuk sebagai lahan pertanian abadi atau yang ditetapkan oleh sebagai sentra lahan pertanian basah.

25.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian lahan kering disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan lahan untuk kegiatan agropolitan yang tidak merusak lingkungan;

b. penyediaan infrastruktur yang tidak menurunkan daya dukung kawasan pertanian;

c. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian kecuali terbatas untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama, dan fasilitas pendukung pertanian yang sangat mempengaruhi pada upaya peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil panen sesuai ketentuan yang berlaku;

d. dilarang menyelenggarakan pemanfaatan lahan untuk fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis;

e. dilarang pengembangan agroindustri dengan mesin berat dan limbah berbahaya;dan

f. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

26.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian holtikultura disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatanruanguntukpermukimanpetanidengankepadatan rendah; dan

b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian kecuali untuk pembangunan system jaringan prasarana utama.

27.Ketentuan umum peraturan zonasiuntuk kawasan peruntukan perkebunan disusun dengan memperhatikan :

a. diijinkan untuk penanaman tanaman perkebunan secara terus menerus sesuai dengan pola tanam tertentu dan kesesuaian daya dukung lahannya;

b. diijinkan untuk pengembangan komoditas baru yang potensial dan memiliki kesesuaian lahan dengan kategori sesuai;

c. pemanfaatan lahan untuk infrastruktur penunjang perkebunan dan fasilitas sosial; d. kawasan perkebunan yang dikembangkan tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan yang

(8)

e. peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan melalui peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan masing-masing;

f. penetapan komoditi tanaman tahunan selain mempertimbangkan kesesuaian lahan, konservasi tanah dan air, juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika; dan

g. dilarang pemanfaatan lahan untuk fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.

28.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan minapolitan, permukiman petani atau nelayan dengan kepadatan rendah, untuk kawasan pemijahan dan kawasan sabuk hijau;

b. pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi lestari; dan

c. pelarangan bagi pemanfaatan lahan untuk fungsi non perikanan yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.

29.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertambangan disusun dengan memperhatikan :

a. ketentuan pelarangan pemanfaatan pertambangan pada kawasan dengan fungsi lindung, kawasan pertanian lahan basah dan lahan pertanian berkelanjutan, serta kawasan budidaya terbangun;

b. ketentuan pemanfaatan pertambangan pada kawasan yang telah diarahkan sebagai rencana pengembangan penambangan, dengan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara risiko dan manfaat, termasuk pengaturan bangunan lain disekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan, berdasarkan analisa teknis dari instansi teknis yang terkait;

c. ketentuan pelarangan bagi kegiatan pertambangan yang tidak bernilai ekonomi tinggi dan mengabaikan kelestarian lingkungan; dan

d. ketentuan Wilayah Usaha Petambangan (WUP), Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK).

30.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industry disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan kawasan industri (KI), industri rumah tangga, serta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM);

b. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya;

c. pembatasan pembangunan rumah tinggal di dalam lokasi Kawasan Peruntukan Industri (KPI) untuk mengurangi dampak negatif pengaruh dari keberadaan industri terhadap permukiman yang ada;

d. ketentuan pelarangan peruntukkan lain selain industri maupun fasilitas pendukungnya dalam kawasan yang ditetapkan sebagai KI sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali Kawasan Peruntukan Industri, industri rumah tangga serta KI untuk UMKM;

e. pemanfaatan ruang KI untuk UMKM, diarahkan untuk pemanfaatan rumah tinggal, kegiatan produksi, tempat proses produksi, fasilitas pendukung permukiman maupun industri akan diatur tersendiri secara khusus berdasarkan peraturan perundangan; f.pemanfaatan ruang untuk industri rumah tangga, diijinkan pemanfaatannya dalam

kawasan permukiman dengan pembatasan pada luasan lahan, dan dampak yang ditimbulkan sesuai peraturan perundangan; dan

g. pemanfaatan ruang untuk pergudangan antara lain berupa gudang untuk industri, perdagangan, stasiun pengisian bahan bakar dan kegiatan sejenis diijinkan pemanfaatannya dalam kawasan permukiman dengan pembatasan pada luasan lahan, dan dampak yang ditimbulkan sesuai peraturan perundangan.

31.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata disusun dengan memperhatikan :

a.pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan;

b. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau;

c.pembatasan pendirian bangunan kecuali permukiman penduduk pada koridor jalur wisata utama maupun kawasan atau obyek wisata hanya untuk kegiatan atau peruntukan lahan yang menunjang kegiatan pariwisata;

d. ketentuan pelarangan bagi kegiatan yang dapat mengurangi nilai obyek wisata serta dapat mencemari lingkungan; dan

(9)

e. ketentuan pelarangan bagi kegiatan pariwisata yang bertentangan dengan fungsi kawasan, terutama pada kawasan lindung.

32.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman disusun dengan memperhatikan :

a. program perbaikan kawasan permukiman dengan pemenuhan persyaratan kualitas fisik rumah layak huni;

b. penataan kawasan pedesaan dan perkotaan dengan mempertimbangkan keseimbangan fungsi antara pengembangan permukiman dengan pengembangan fungsi lainnya;

c. penyediaan sarana dan prasarana permukiman yang tersebar merata;

d. pemenuhan kebutuhan perumahan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan; e. memperhitungkan kecenderungan perkembangan pembangunan permukiman baru; dan f.memperhitungkan daya tampung perkembangan penduduk dan fasilitas atau prasarana

yang dibutuhkan.

33.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir zona konservasi atau lindung, disusun dengan memperhatikan :

a. penetapan fungsi kawasan konservasi atau lindung ; b . perlindungan terhadap ekosistem pesisir; dan

c. pengaturan terhadap pemanfaatan kawasan lindung untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.

34.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir zona pengembangan, disusun dengan memperhatikan :

a. penjagaan, pencegahan dan pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan pesisir; dan

b. pemanfaatan kegiatan perikanan dan pariwisata yang ramah lingkungan.

35.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir zona pengembangandi darat, disusun dengan memperhatikan :

a. pemberian akses pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya dengan memperhatikan aspek kemitraan, keterpaduan, keberlanjutan, dan kelestarian serta dalam pelaksanaannya tidak mengubah fungsi kawasan;

b. pemberdayaan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam melakukan perlindungan di wilayah pesisir; dan

c. mendorong pelestarian adat dan budaya melalui dukungan penyelenggaraan ritual keagamaan budaya dan adat.

36.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Strategis penunjang ekonomi meliputi :

a. penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang kawasan perkotaan, yang memiliki fungsi: perumahan, perdagangan-jasa, industri, transportasi dan berbagai peruntukan lainnya yang menunjang ekonomi wilayah sehingga menimbulkan minat investasi yang besar;

b. pada setiap bagian dari kawasan strategis ekonomi ini harus diupayakan untuk mengefisienkan perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun melalui arahan bangunan vertikal sesuai kondisi kawasan masing-masing;

c. pada kawasan strategis secara ekonomi ini harus dialokasikan ruang atau zona secara khusus untuk industri, perdagangan - jasa dan jasa wisata perkotaan sehingga secara keseluruhan menjadi kawasan yang menarik.

d. ketentuan pemanfaatan ruang harus dilengkapi dengan ruang terbuka hijau untuk memberikan kesegaran ditengah kegiatan yang intensitasnya tinggi serta zona tersebut harus tetap dipertahankan;

e. pada kawasan strategis ekonomi ini boleh diadakan perubahan ruang pada zona yang bukan zona inti, tetapi harus tetap mendukung fungsi utama kawasan sebagai penggerak ekonomi dan boleh dilakukan tanpa merubah fungsi zona utama yang telah ditetapkan;

f. perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu pada ruang terbuka di kawasan ini boleh dilakukan sepanjang masih dalam batas ambang penyediaan ruang terbuka; g. dalam pengaturan kawasan strategis ekonomi ini zona yang dinilai penting tidak boleh

dilakukan perubahan fungsi dasarnya;

h. pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai permukiman bila didekatnya akan diubah menjadi fungsi lain yang kemungkinan akan mengganggu permukiman harus disediakan fungsi penyangga sehingga fungsi zona tidak boleh bertentangan secara langsung pada zona yang berdekatan;

i. untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pergerakan maka pada kawasan terbangun tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan diluar area yang telah ditetapkan sebagai bagian dari rumija atau ruwasja, termasuk melebihi ketinggian bangunan seperti yang telah ditetapkan; dan

(10)

j. pengaturan zonasi dan pengelolaan kawasan terbagi dalam pengaturan zonasi dan pengelolaan kawasan lindung atau konservasi dan pengaturan zonasi dan pengelolaan kawasan budidaya berdasarkan fungsi dan aspek pengelolaannya.

37.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Strategis social budaya meliputi :

a. kawasan sosial budaya terdiri atas kawasan peninggalan sejarah yakni wisata religi harus dilindungi dan salah satu fungsi yang ditingkatkan adalah wisata budaya.

b. penetapan radius tertentu untuk melindungi kawasan wisata religi dari perubahan fungsi yang tidak mendukung keberadaan wisata budaya atau dari kegiatan yang intensitasnya tinggi sehingga menggagu estetika dan fungsi wisata religi tersebut; c. bila sekitar kawasan ini sudah terdapat bangunan permukiman, harus dibatasi

pengembanganya;

d. untuk kepentingan pariwisata boleh ditambahkan fungsi penunjang yang saling menunjang kegiatan pariwisata tanpa menghilangkan identitas dan karakter kawasan; e. pada zona ini tidak boleh dilakukan perubahan dalam bentuk peningkatan kegiatan

atau perubahan ruang disekitarnya yang dimungkinkan dapat mengganggu fungsi dasarnya;

f. penambahan fungsi tertentu pada suatu zona ini tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan, misalnya perdagangan dan jasa yang tidak terkait pariwisata religi; dan

g. pada sekitar zona ini bangunan tidak boleh melebihi ketinggian duapertiga dari wisata religi.

38.Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Strategis yang memiliki fungsi lingkungan meliputi:

a. pada kawasan harus ada pengendalian yang ketat agar tidak merusak lingkungan b. pemanfaatan bahan galian mineral batuan secara optimal dengan tetap menjaga

kelestarian lingkungan hidup;

c. pada kawasan bekas penambangan dimanfaatkan sebagai hutan lindung dengan cara dilakukan pengurukan terlebih dahulu;

d. pada sekitar zona penambangan tidak boleh ada permukiman karena rawan terjadi kelongsoran;

e. dilakukan kerjasama antara pihak swasta, masyarakat dan pemerintah mengenai kegiatan penambangan;

f. pengoptimalan lahan penambangan yang sudah ada agar tidak terjadi perluasan lahan untuk kegiatan pertambangan; dan

g. pengembangan sarana penunjang untuk kegiatan pertambangan.

Fungsi peraturan zonasi antara lain :

a. Sebagai instrumen pengendalian pembangunan. Peraturan zoning yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya.

b. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Ketentuan zoning dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci, yang terdiri dari :

• Indikasi arahan pengaturan jaringan transportasi; • Indikasi jaringan energi/listrik;

• indikasi jaringan telekomunikasi; • Indikasi jaringan pengairan;

• Indikasi arahan pengaturan zonasi untuk Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan; • Indikasi arahan pengaturan zonasi untuk Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perdesaan; • Indikasi arahan pengaturan zonasi Kawasan Lindung;

• Indikasi arahan pengaturan zonasi Kawasan Budidaya;

• Indikasi arahan pengaturan zonasi untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir;

• Indikasi arahan pengaturan zonasi untuk Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Strategis; c. Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan.

Dasar penerapan zoning adalah :

a. Kewenangan police power (kewenangan pemerintah membuat peraturan untuk melindungi kesehatan masyarakat, keselamatan dan kesejahteraan umum).

b. Mengintervensi kehidupan private masyarakat bagi perlindungan kesehatan masyarakat, keselamatan dan kesejahteraan.

Hak membangun masyarakat dibatasi dengan ketentuan-ketentuan yang rasional, yang tidak mengandung niat buruk, diskriminasi, tidak beralasan atau tidak pasti.

(11)

8.1.2 Ketentuan Perizinan

Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 pasal 37 disebutkan bahwa :

1. Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

4. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

5. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.

6. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.

7. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

8. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 37 dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang dan kualitas ruang.

8.1.2.1 Izin Pemanfaatan Ruang

Izin pemanfaatan ruang di Kabupaten Lamongan telah tertuang dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundandang-undangan.

Izin pemanfaatan ruang yang diberikan dalam rangka mewujudkan pembangunan secara terpadu, pemanfaatan ruang secara lestari, optimal, seimbang dan serasi serta berhak diperoleh oleh setiap warga negara dan badan hukum.

Syarat-syarat izin pemanfaatan ruang sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, adalah :

1. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

3. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

4. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin, dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.

5. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.

6. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak diatur dengan peraturan pemerintah.

A. Dasar Hukum Izin Pemanfaatan Ruang

Dasar hukum setiap orang/Badan Hukum untuk memperoleh izin pemanfaatan ruang, antara lain:

1. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

2. UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

(12)

B. Latar Belakang Izin Pemanfaatan Ruang

Latar belakang penyusunan izin pemanfaatan ruang antara lain :

1. Dengan semakin pesatnya perkembangan kota sesuai laju perkembangan yang beraneka ragam budaya dan sifat penghidupan perkotaan disusunnya perencanaan tata kota Yang seimbang, sehingga perlu pengarahan, penelitian, perencanaan dan pengembangan.

Untuk menciptakan tertib pembangunan dan pengembangan kota sebagai unsur Pembangunan Nasional yang sesuai dengan kebijaksanaan secara Terpadu, Optimal, Seimbang dan Serasi sangat diperlukan agar pembangunan sesuai dengan keinginan masyarakat yang dinamis dan harmonis. Untuk itu langkah awal adalah pengetrapan perencanaan tata kota yang seimbang.

2. Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dijelaskan bahwa untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang harus mempunyai satu kesatuan sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan dan pengendalian ruang.

3. Tata Ruang merupakan bagian dari suatu obyek perkembangan kota yang dapat mengendalikan penataan ruang dan lingkungan serta fasilitas pendukung perkotaan, kemudian perencanaan juga mempunyai sifat yang berkelanjutan dan fleksibel, atau bisa bertambah sesuai dengan keadaan yang ada.

4. Tujuan Rencana Perkotaan dan Perdesaan, yaitu :

Rencana pengembangan desa-kota yang disiapkan secara teknis maupun non teknis yang akan dijadikan pedoman dalam pelaksanaannya, antara lain meliputi rencana peruntukan tanah, sistem jaringan jalan, fasilitas (fasilitas sosial/ fasilitas umum) dan utilitas.

5. Maksud Rencana Perkotaan dan Perdesaan, yaitu :

Rencana pengembangan desa-kota yang disiapkan secara teknis maupun non teknis yang akan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penataan desa-kota, antara lain meliputi rencana peruntukan tanah, sistem jaringan jalan, fasilitas (fasilitas sosial/fasilitas umum) dan utilitas.

6. Dalam pemanfaatan peruntukan penggunaan tanah harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi daerah dan harus dapat dikendalikan serta mampu meningkatkan pendapatan masyarakat maupun PAD serta tidak mengganggu ketertiban dan keamanan.

7. Rencana Tata Ruang mempunyai sifat dinamis dan terbuka untuk umum sehingga dapat menampung dan mengantisipasi pertumbuhan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

8. Seseorang atau warga dapat memperoleh informasi tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, pada Instansi yang berwenang di Kabupaten Lamongan.

9. Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak dan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi.

10.Izin Peruntukan Penggunaan Tanah diperlukan adanya pelaksanaan pembangunan dengan pengaturan keserasian penataan lokasi bagi pentingnya pembangunan yang disesuaikan dengan RTRK.

Jenis-jenis perizinan terkait dengan pemanfaatan ruang antara lain meliputi : a. Izin prinsip;

b. Izin Lokasi;

c. Izin pemanfaatan ruang; d. Izin pendirikan bangunan; dan

e. Izin lain berdasarkan paraturan perundang-undangan.

Mekanisme perizinan terkait pemanfaatan ruang yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten mencakup pengaturan keterlibatan masing-masing instansi perangkat daerah terkait dalam setiap perizinan yang diterbitkan;

Ketentuan teknis procedural dalam pengajuan izin pemanfaatan ruang maupun forum pengambilan keputusan atas izin yang akan dikeluarkan, yang akan menjadi dasar pengembangan standar operasional prosedur (SOP) perizinan; dan

Ketentuan pengambilan keputusan apabila dalam dokumen RTRW kabupaten belum memberikan ketentuan yang cukup tentang perizinan yang dimohonkan oleh masyarakat, individual maupun organisasi.

8.1.2.2 Izin Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat

Kawasan pengendalian ketat (high control zone) merupakan kawasan yang memerlukan pengawasan secarakhususdandibatasipemanfaatannyauntukmempertahankan daya dukung, mencegahdampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelanjutan.

Kawasan pengendalian ketat meliputi pemanfaatan ruang di sekitar : a. Kawasan perdagangan regional

Kawasan perdagangan regional merupakan tempat yang dipergunakan untuk aktivitas perdagangan antar wilayah yang didorong untuk memenuhi kebutuhan regional bahkan nasional, yang dapat menampung kegiatan perdagangan dari semua komoditas seperti pertanian, industri pengolahan dan jasa dalam jumlah besar serta merupakan pusat koleksi dan distribusi barang dengan jaminan kualitas dan harga yang ditunjang oleh infrastruktur transportasi yang memadai.

(13)

b. Kawasan tertentu/fair ground, interchangejalan akses dan/atau rencana reklamasi pantai.

Kawasan tertentu/fair ground, interchange jalan akses dan/atau rencana reklamasi pantai merupakan kawasan yang memiliki kesatuan fungsional yang pengembangannya diarahkan untuk kawasan permukiman, perdagangan dan jasa,sertapengembangan kawasan industri. c. Wilayah aliran sungai, sumber air dan stren kali dengan sempadannya.

• Wilayah aliran sungai dan sumber air merupakan kawasan yang terkait dengan upaya menjaga fungsi tanah serta kualitas dan kuantitas air dalam rangka pemenuhan kebutuhan air yang bersifat Iintas wilayah.

• Stren kali dengan sempadannya merupakan kawasan perlindungan setempat sekitar sempadan sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian Iingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau sumber daya air, kawasankonservasi hutan bakau/mangrove.

Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian lingkungan hidup yang meliputi kawasan resapan air atau sumber daya air, kawasankonservasi hutan bakau/mangrove merupakan kawasan lindung yang terkait dengan fungsikelestarian lingkungan hidup. e. Transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian, area/lingkup kepentingan

pelabuhan, kawasan di sekitar jalan arteri/tol.

Transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian, areal lingkup kepentingan pelabuhan, kawasan di sekitar jalan arteri/tol merupakan kawasan di sekitar prasarana transportasi regional yang memilikiaksesiblitas tinggi dan bersifat regional.

• Kawasan jaringan perkeretaapian adalah daerah ruang di luar daerah manfaat jalan, daerah milik jalan dan daerah pengawasan jalan kereta api termasuk bagian bawahnya serta ruang bebas di atasnya.

• Kawasan/lingkup kepentingan pelabuhan, meliputi daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan.

• Kawasan/lingkup sekitar jalan arteri/tol meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan.

• Area pengendalian ketat pada kawasan sekitar jalan yang termasuk dalam lingkup ini adalah:

a) Kawasan yang berdasarkan status jalan merupakan jalan nasionaldan jalan propinsi b) Kawasan yang berdasarkan fungsi jalan merupakan:

• Jalan arteri primer; • Jalan kolektor primer;

• Jalan lokal primer; • Jalan kolektor sekunder.

c) Kawasan yang berdasarkan bagian-bagian jalan merupakan:

• Ruang manfaat jalan, selain peruntukan untuk badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman jalan;

• Ruang milik jalan selain diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu Iintas dikemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan;

• Ruang pengawasan jalan;

• Daerah diluar ruang pengawasan jalan;

• Area pengendalian ketat pada kawasan sekitar jalan tol yang termasuk dalam Iingkup ini adalah daerah diluar daerah manfaat jalan, daerah milik jalan dan daerah ruang pengawasan jalan tol.

d) Prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area di sekitar jaringan pipa gas, jaringan SUTET dan TPA terpadu.

Kawasan sekitar prasarana wilayah dalam skala regional seperti area di sekitar jaringan pipa gas, Jaringan SUTET dan TPA terpadu merupakan kawasan yangdapat dipergunakan untuk pembangunan fasilitas penunjang keberadaan prasarana tersebut serta untuk pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan Ruang Terbuka Hijau dengan tidak membahayakan dan mengganggukinerja prasarana wilayah.

e) Kawasan rawan bencana.

• Kawasan rawan bencana alam merupakan kawasan yang memiliki kecenderungan untuk mengalami peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam.

• Kawasan rawan bencana alammeliputi: - Rawan letusan gunung api;

- Rawan banjir;

- Rawan gempa, gerakan tanah, longsor dan banjir bandang; - Rawan tsunami.

• Pemanfaatan ruang di sekitar kawasan rawan bencana alam dapat dilakukan pengembangankawasan Iindung maupun ruang terbuka hijau.

f) Kawasan Iindung prioritas dan pertambangan skala regional.

• Kawasan Iindung prioritas merupakan kawasan yang diutamakan dalam upaya mengembangkan dan membudidayakan tanaman keras.

(14)

• Kawasan Iindung prioritas tidak dapat dialihfungsikan dan digunakan sebagai pelestarian sumberdaya alam yang sekaligus menjadi kawasan perlindungan bawahan.

• Kawasan pertambangan skala regional dalam luasan dan jenis tertentu yang merupakan kewenangan provinsi untuk mengaturnya dalam rangka penanganan yang berkelanjutan.

g) Kawasan konservasi alami, budaya dan yang bersifat unik dan khas.

Kawasan konservasi alami, budaya dan yang bersifat unik dan khas merupakan kawasan yang diupayakan untuk melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam,manusia dan buatan.

Pemanfaatan Ruang di kawasan pengendalian ketat harus mendapatkan izin dari Gubernur.

Permohonan izin dilaksanakan sebelum pelaksanaan pembangunan fisik. Permohonan izin pemanfaatan ruang dilampiri dengan :

a. Gambar teknis arsitektural (site plan, denah, tampak, potongan dansituasi); b. Gambar teknis konstruksi sipil ;

c. Data pendukung berupa penguasaan tanah, lokasi bangunan berupa sertifikat hak milik atau bukti perjanjian sewa.

Pemanfaatan ruang yang dimohonkan harus memenuhi syarat zoning yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Izin pemanfaatan ruang diberikan Gubernur setelah mendapatkan pertimbangan dari Tim Asistensi. Tim Asistensi akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. Izin pemanfaatan ruang berlaku selama bangunan masih berdiri dan tidakterjadi perubahan bentuk fisik dan fungsi bangunan.

Izin yang telah diberikan dapat dicabut apabila :

a. Tidak memenuhi ketentuan teknis;

b. Melanggar ketentuan-ketentuan yang disyaratkan daiam surat izindan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Pemegang izin mengembalikan izin yang telah diperolehnya.

Pencabutan Izin dilakukan setelah pemegang izin mendapatkan surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut masing-masing dengan tenggang waktu 14(empat belas) hari.

(15)

Tabel 8.1

Pengaturan Zonasi Kawasan Lindung/Konservasi Berdasarkan Fungsi dan Aspek Pengelolaannya

NO FUNGSI DASAR

KAWASAN FUNGSI TAMBAHAN

ASPEK PENGELOLAAN

PEMANTAPAN ZONA/KAWASAN

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI

KAWASAN

INTEGRASI DAN KOORDINASI PELAKU

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN 1 Kawasan Cagar Budaya

dan ilmu pengetahuan

1. Pembagian status zona/penetapan batas lapangan secara jelas :

Zona perlindungan inti, merupakan bangunan/lingkungan cagar budaya dan IP yang dilindungi

Zona pemanfaatan, lingkungan di sekitar cagar budaya yang

dimanfaatkan, baik sebagai permukiman masyarakat, maupun pariwisata

2. Pengukuhan status kawasan

1. Inventarisasi potensi kawasan

2. Pengelolan potensi kawasan (sebagai wisata, penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan)

3. Pengelolan penelitian dan pendidikan

4. Pembangunan sarana dan prasarana, meliputi : • Pemagaran untuk perlindungan mutlak/kawasan inti • Pusat informasi, dimaksudkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian

5. Pada kawasan benda cagar budaya yang dijadikan obyek wisata maka

prasarana saran penunjang harus terletak di kawasan inti.

6. Pada kawasan situs/cagar budaya tidak

diperbolehkan adanya kegiatan dan bangunan

1. Pengelolaan bersama antara pihak pemerintah, swasta dan masyarakat, mengingat berbagai kepentingan dalam

pengelolaan. Karena cagar budaya ini merupakan obyek wisata yang dapat dikembangkan bersama. 2. Pengembangan integrasi

dan koordinasi : Pola pemanfaatan

sarana dan prasarana antara masyarkat dan pemerintah

Mekanisme koordinasi dan integrasi antar pemerintah daerah terutama pengelolan pendanaan Mengembangkan kekuatan pengamanan kawasan oleh masyarakat melalui pola kerjasama antara masyarakat dan pengusaha/swasta 3. Pengembangan institusi dan sumberdaya 1. Pengembangan kegiatan pengamanan oleh masayarakat 2. Sosialisasi dengan masyarakat sekitar kawasan sehingga tujuan konservasi dan

perlindungan lebih optimum

3. Penyiapan instrumen hukum/peraturan dan sanksi yang tegas bagi pelanggar.

(16)

NO FUNGSI DASAR

KAWASAN FUNGSI TAMBAHAN

ASPEK PENGELOLAAN

PEMANTAPAN ZONA/KAWASAN

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI

KAWASAN

INTEGRASI DAN KOORDINASI PELAKU

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN yang mengurangi nilai dan

fungsi kawasan. 2 Kawasan perlindungan

bawahan yang meliputi hutan lindung dan kawasan resapan air.

1. Pengelolaan hutan lindung dimulai dari pembatasan zona lindung mutlak dan zona pemanfaatan

2. Pengembalian kawasan sesuai fungsinya/alih fungsi lahan

3. Kawasan resapan air yang diusulkan dapat dibudidayakan sebagai

perkebunan tanaman tahunan/tanaman keras. Jenis komoditas yang ditanam disesuiakan dengan komoditas andalan wilayah tersebut.

4. Kawasan resapan air perlahan-lahan fungsinya ditingkatkan menjadi hutan lindung khususnya pada wilayah-wilayah dengan kelerengan > 25 %. Pada zona ini dapat dikukuhkan sebagai hutan lindung dan tidak dibudidayakan.

1. inventarisasi potensi kawasan

2. pengelolan potensi kawasan khususnya

pariwisata, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan

3. Penataan kawasan penyangga dengan

melakukan reboisasi pada kawasan perlindungan yang rusak

4. Untuk kawasan resapan air yang dibudidayakan

pengembangan hasil hutan non kayu, dan potensi lainnya tanpa

mengakibatkan penurunan fungsi.

Pembagian kewenangan wilayah dan kerja sama pengelolaan antara lembaga/dinas terkait Kerjasama/kemitraan

dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan

lindung serta kawasan resapan air

Kerjasama dalam tindakan penyelamatan dan reboisasi hutan lindung

Pengembangan kerja sama khususnya kawasan resapan air yang

dibudidayakan khususnya pendanaan dan hasil panenan. Regulasi khususnya pengembangan obyek pariwisata di kawasan hutan lindung. • Perlindungan dan pengawasan kawasan, salah satunya dengan pelibatan masyarakat dalam upaya konservasi sehingga dapat

meminimalkan upaya perambahan hutan hingga ke zona inti oleh masyarakat. Upaya ini diikuti pelatihan – pelatihan kegiatan perekonomian produktif kepada masyarakat yang masih menggantungkan perekonomian dari perambahan hutan.

3 Kawasan Perlindungan setempat meliputi kawasan sekitar mata air, sekitar waduk/danau, sekitar rawa, sempadan sungai, sempadan pantai, pantai berhutan bakau Sempadan

pantai/kawasan pesisir

Rawan bencana laut pasang

1.Penentuan zona atau kawasan budidaya dan sempadan daerah pesisir pantai. 2.Penentuan zona kawasan

lindung/budidaya

1.Pengelolaan dan pengembangan masing-masing zona berdasarkan potensi yang ada pada

1.Koordunasi secara menyeluruh terhadap semua komponen yang terkait dalam pengelolaan

1. Pengawasan terhadap guna lahan yang tidak sesuai fungsinya

(17)

NO FUNGSI DASAR

KAWASAN FUNGSI TAMBAHAN

ASPEK PENGELOLAAN

PEMANTAPAN ZONA/KAWASAN

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI

KAWASAN

INTEGRASI DAN KOORDINASI PELAKU

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN 3. Kawasan sempadan pesisir pantai

sepanjang tepian yang lebarnya

proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat

4.Untuk kawasan pantai, sempadan pantai ditetapkan minimal 100 meter dari pasang tertinggi

5.Untuk kawasan pantai yang merupakan kawasan rawan bencana tsunami (resiko besar dan sedang) ditetapkan kawasan bahaya 1 Tsunami, jarak dari pasang tertinggi adalah 3500 m, kawasan ini terbagi beberapa zona:

Zona mangrove Zona perikanan Zona perkebunan Zona permukiman Zona industri masing-masing wilayah. 2.Pengembangan zona mangrove sebagai perlindungan dari abrasi dan habitat untuk

pemijahan ikan dan biota lainnya. Pantai berhutan bakau dikembangkan sebagai obyek wisata 3.Zona tambak/perikanan

darat. Pengembangan budidaya perikanan dilengkapi dengan pengadaan sarana dan prasarana penunjang industri perikanan 4.Zona perkebunan,

dikembangkan budidaya tanaman yang cocok berada pada ketinggian cukup rendah dan jenis yang potensial dikembangkan di wilayah masing-masing. 5.Zona permukiman dan

wisata bahari. Dari garis pasang tertinggi sejauh 3500 m. Pengembangan sarana pariwisata bahari dan permukiman

6.Zona pengembangan

dan penatan wilayah peisir.

2.Penataan kawasan tambak dengan dinas terkait 3.Penatan kawasan

pariwisata bahari oleh dinas pariwisata 4.Penataan kawasan

permukiman

pesisir rawan laut pasang tinggi.

2. Pelibatan masyarakat nelayan dalam gerakan penanaman mangrove di wilayah pesisir.

3. Penyiapan instrumen hukum/peraturan dan sanksi yang tegas bagi pelanggar.

(18)

NO FUNGSI DASAR

KAWASAN FUNGSI TAMBAHAN

ASPEK PENGELOLAAN

PEMANTAPAN ZONA/KAWASAN

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI

KAWASAN

INTEGRASI DAN KOORDINASI PELAKU

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN pelabuhan

4 Sempadan sungai 1.Penentuan kawasan sempadan bagi

perlindungan DAS dan zonasi

pemanfaatan DAS berdasarkan daya dukung lingkungannya terutama untuk daerah tangkapannya.

2.Penentuan kawasan sempadan sungai bagi perlindungan DAS yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar, dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar

permukiman.

3.Pengelolaan zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS. Berdasarkan tipologinya, DAS terbagi menjadi daerah hulu sungai, daerah sepanjang aliran sungai, daerah irigasi, daerah perkotaan dan industri, serta daerah muara sungai dan pantai.

Arahan kegiatan daerah hulu sungai :

1.Pengaturan eksploitasi dan pemeliharaan hutan 2.Pengaturan tanah-tanah perkebunan 3.Pengaturan tanah-tanah pertanian 4.Pengaturan terhadap maraknya permukiman mewah dan industri agrobisnis

5.Arahan kegiatan daerah sepanjang aliran sungai 6.Pengembangan irigasi 7.Pengembangan drainase 8.Pembangunan sarana dan

prasarana pengembangan sumber daya air.

(pengendalian banjir, pengendalian sedimen, pengembangan suplai air bersih perkotaan,

pencegahan pencemaran, peningkatan kualitas air baku)

9. Bantaran sungai harus bebas dari bangunan

Integrasi antar pelaku khususnya dinas pengelola baik di tingkat daerah maupun propinsi. Mekanisme pengelolaan

yang jelas antar pelaku pemanfaat diantaranya PDAM dan pengelola irigasi. Dinas lingkungan hidup khususnya untuk sungai yang dimanfaatkan sebagai outlet pembuangan air limbah.

Melibatkan masyarakat yang terdapat di sepanjang sungai dalam kegiatan konservasi sungai dan kegiatan pengawasan dan pengendalian.

Pengawasan daerah bantaran sungai dari kegiatan budidaya khususnya di wilayah perkotaan.

Pengawasan kualitas air khususnya untuk wilayah intake/pengambilan air PDAM.

Untuk wilayah perkotaan dimana terdapat industri berat di sepanjang sungai diperlukan pengawasan kuallitas efluent limbah yang dibuang ke badan air.

Pengawasan pembuangan limbah cair ini

dikoordinasikan dengan Badan Lingkungan Hidup setempat.

(19)

NO FUNGSI DASAR

KAWASAN FUNGSI TAMBAHAN

ASPEK PENGELOLAAN

PEMANTAPAN ZONA/KAWASAN

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI

KAWASAN

INTEGRASI DAN KOORDINASI PELAKU PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN kecuali bangunan inspeksi sungai. 10. Pemanfaatan sempadan sungai sebagai wisata olah raga sebatas tidak mengganggu fungsi kelestarian sungai. 11. Untuk bantaran sungai

dimana terjadi pemanfaatan diluar wisata & bang.inpeksi (mis : industri dan permukiman) dilakukan pembatasan dan

diarahkan relokasi secara bertahap.

12. Pengembangan

perikanan/tambak/perik anan darat

13. Pengembangan

pariwisata dengan tetap memperhatikan aspek ekologis.

14. Khususnya untuk sungai klasifikasi I dimana airnya dapat

dimanfaatkan secara langsung untuk keperluan air minum diperlukan pengendalian ketat untuk

(20)

NO FUNGSI DASAR

KAWASAN FUNGSI TAMBAHAN

ASPEK PENGELOLAAN

PEMANTAPAN ZONA/KAWASAN

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI

KAWASAN

INTEGRASI DAN KOORDINASI PELAKU

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN menjaga kualitasnya.

5 Kawasan sekitar mata air

Penetapan kawasan perlindungan setempat radius 150 m dari mata air.

Kawasan dengan radius 15 m daerah mata air harus bebas dari bangunan kecuali bangunan penyaluran air Pengembangan potensi

pariwisata di kawasan mata air.

Integrasi pengelolaan khususnya untuk wilayah mata air yang dijadikan objek wisata.

Perlindungan dan pengawasan pada sumber air potensial. Kawasan tersebut harus

dikendalikan ketat mengingat kebutuhan air digunakan sebagai sumber air bersih regional.

Penyiapan peraturan dan sanksi yang tegas bagi pelanggar (pendirian bangunan secara permanen). 6 Kawasan Rawan Bencana Alam meliputi : rawan gerakan tanah dan longsor, rawan banjir dan rawan naiknya laut pasang

Rawan gerakan tanah dan longsor

Hutan lindung Pemantapan zona dengan

mengembalikan kawasan sesuai fungsi, karena wilayah rawan longsor sebagaian besar termasuk dalam kawasan hutan lindung dan resapan air.

Pembatasan permukiman di wilayah rawan longsor khususnya pada kelerengan > 25 %

Pembatasan budidaya khususnya pariwisata dan permukiman.

1. Pengendalian dan penanggulangan tanah longsor:

2. Menghindari penimbunan diatas lereng dan

pemotongan di kaki lereng 3. Mencegah terjadinya

penggerusan sungai yang dapat memicu gerakan tanah

4. Meratakan lekukan-lekukan yang memungkinkan

terjadinya genangan air. 5. Mengendalaikan aliran

permukaan pada lereng

Pelatihan masyarakat yang berada di lokasi rawan bencana dalam menghadapi kejadian bencana untuk menghindari korban pada saat terjadi bencana Kesiap siagaan dalam

memberikan pertolongan apabila terjadi kejadian bencana

Pengawasan terhadap pembangunan rumah tinggal dan budi daya lainnya yang dapat memicu gerakan tanah di kawasan rawan longsor Pemicu gerakan tanah:

hujan, erosi, pembukan hutan, penanaman pohon yang terlalu rapat, pemotongan lereng. Untuk kawasan yang

menjadi objek wisata apabila terjadi hujan deras > 70 mm/jam dan

(21)

NO FUNGSI DASAR

KAWASAN FUNGSI TAMBAHAN

ASPEK PENGELOLAAN

PEMANTAPAN ZONA/KAWASAN

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI

KAWASAN

INTEGRASI DAN KOORDINASI PELAKU

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN sehingga tidak terjadi erosi

yang menimbulkan alur semakin dalam

6. Melancarkan aliran air tanah

7. Penggunaan bangunan penambat

8. Penghijauan daerah gundul 9. Pengaturan tata guna lahan

khususnya permukiman tidak pada kawasan kerentanan tanah yang tinggi/rawan longsor. 10. Untuk kawasan rawan

longsor yang menjadi objek wisata harus ada rambu-rambu peringatan bahaya longsor.

lebih dari 2jam disarankan obyek wisata ditutup sementara.

Bencana Banjir • Penentuan kawasan sempadan bagi

perlindungan DAS dan zonasi

pemanfaatan DAS berdasarkan daya dukung lingkungannya.

• Penentuan kawasan sempadan sungai bagi perlindungan DAS yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman.

Arahan kegiatan dalam penanggulangan banjir : 1. Arahan kegiatan daerah

sepanjang aliran sungai 2. Pengaturan terhadap

maraknya permukiman di sepadan sungai

3. Pengembangan irigasi 4. Pengembangan drainase 5. Pembangunan sarana dan

prasarana pengembangan sumber daya air.

Sosialisasi kepada masyarakat di sepanjang DAS, untuk tidak

membangun bangunan semi permanen atau permanen di sempadan sungai

Pengawasan terhadap daerah rawan bencana Pengawasan dan

pemeliharaan terhadap sempadan sungai untuk dimanfaatkan sebagai lahan hijau yang ditanami sehingga dapat untuk memperkuat tanggul.

(22)

NO FUNGSI DASAR

KAWASAN FUNGSI TAMBAHAN

ASPEK PENGELOLAAN

PEMANTAPAN ZONA/KAWASAN

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI

KAWASAN

INTEGRASI DAN KOORDINASI PELAKU

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN (pengendalian banjir,

pengendalian sedimen, pengembangan suplai air bersih perkotaan,

pencegahan pencemaran, peningkatan kualitas air baku)

6. Bantaran sungai harus bebas dari bangunan kecuali bangunan inspeksi sungai.

7. Pemanfaatan sempadan sungai sebagai wisata olah raga sebatas tidak

mengganggu fungsi kelestarian sungai. Rawan naiknya

gelombang pasang

Sempadan pantai Penetapan zona rawan naknya laut pasang khususnya diwilayah pantai yakni 3500 m dari garis pasang tertinggi merupakan daerah bahaya 1 gelombang laut pasang

Penatan kawasan pesisir dengan petimbangan mitigasi bencana

Penataan ruang pantai sebagai berikut :

- Zona perikanan tangkap - Zona mangrove

- Zona perikan darat/tambak - Zona perkebunan

- Zona permukiman/wisata bahari.

1. Mempertahankan bentukan alami sebagai pelindung alam pada kawasan permukiman di sekitar pantai dari bahaya bencana.

2. Kawasan hutan mangrove dan hutan perkebunan di daerah bahaya/sempadan pantai berfungsi : • Pemecah gelombang pasang • Memperlambat kecepatan gelombang 1. Pelatihan masyarakat yang berada di lokasi rawan bencana dalam menghadapi kejadian bencana untuk

menghindari korban pada saat terjadi bencana 2.Kesiap siagaan dalam

memberikan pertolongan apabila terjadi kejadian bencana .

Mempertahankan bentukan alami sebagai pelindung alam pada kawasan permukiman di sekitar pantai dari bahaya bencana.

(23)

NO FUNGSI DASAR

KAWASAN FUNGSI TAMBAHAN

ASPEK PENGELOLAAN

PEMANTAPAN ZONA/KAWASAN

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI

KAWASAN

INTEGRASI DAN KOORDINASI PELAKU PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN 3. Revitalisasi ekosistem pesisir 4. Kawasan permukiman/wisata bahari diupayakan bentuk

bangunan menyudut untuk menghindari hantaman gelombang

5. Pembagian zona kawasan budidaya di pesisir pantai dibagi dalam tiga zona. Zona-zona tersebut adalah: • Zona budidaya laut

• Zona wisata

• Zona pertambangan 6. Arahan kegiatan zona

budidaya laut adalah kegiatan-kegiatan berupa: • Eksplorasi hasil laut dan

distribusi hasil laut • Pembudidayaan hasil laut • Pematangan lokasi pertambakan dan distribusi hasil pertambakan 7. Pembangunan sarana

dermaga dan pemecah gelombang

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian Raja Salomo menggunakan kata ini sebagai anjuran tegas supaya orang yang takut akan Tuhan dapat membenci tingkah laku yang jahat atau perbuatan yang

perubahan lingkungan eksternal gereja terutama sejak diberlakukannya perdagangan bebas baik pada wilayah regional maupun wilayah global semakin tinggi pula peluang

Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama, sekolah mengupayakan pemenuhan kebutuhan dan harapan siswa, guru dan orang tua siswa; kedua, dalam mewujudkan mutu pendidikan,

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas hidayat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENGARUH

Berdasarkan konsep ijab qabul menurut fikih Islam bahwa transaksi jual bei dapat berlangsung dengan segala ucapan atau tindakan yang menunjukkan adanya kesepakatan

Tingginya nilai Vs titik 2 yang berada di tengah-tengah Cekungan Takengon dibandingkan dengan titik 1 yang berada di pinggir cekungan menjadi indikasi bahwa tanah di

Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP)

Pola ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budidaya yang belum