• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KESELAMATAN KERJA PEKERJAAN BETON DAN BATA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KESELAMATAN KERJA PEKERJAAN BETON DAN BATA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KESELAMATAN KERJA PEKERJAAN BETON DAN BATA

PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG

Dewi Yustiarini

Program Studi Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudi 229 Bandung Email: dewiyustiarini@yahoo.co.id

ABSTRAK

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan bagian dari ilmu manajemen konstruksi. Industri jasa konstruksi bersifat unik. Keunikan industri ini terletak pada karakteristik dari proyek konstruksi, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis, menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan sumber daya manusia. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan untuk menjaga pelaksanaan proyek agar dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan biaya yang telah disepakati, dan selesai tepat waktu. Keselamatan kerja (K2) di sektor konstruksi telah diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pada Pasal 2. Semua pihak yang terlibat dalam industri jasa konstruksi khususnya penyedia jasa konstruksi untuk mematuhi Undang-undang tersebut. Kajian dititikberatkan pada keselamatan kerja salah satu proyek pusat belanja di kota Bandung, Jawa Barat. Tujuan kajian adalah untuk mengetahui implementasi pengendalian keselamatan pekerja pada pekerjaan beton dan pekerjaan bata. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Sampel yang diambil sebanyak 40 orang atau sebesar 25% dari total seluruh pekerja pada bulan Oktober 2008 yaitu berjumlah 160 orang. Diperoleh hasil bahwa pengendalian keselamatan kerja pada pekerjaan beton dan bata sudah dilaksanakan oleh sebagian besar tenaga kerja proyek pusat belanja ini.

Kata kunci: keselamatan kerja, pekerjaan beton, pekerjaan bata

1.

PENDAHULUAN

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Menurut surat kabar Pikiran Rakyat, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja. Menurut Wirahadikusumah (Al-Gani, 2009) tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup 7% - 8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja disamping sektor utama lainnya, seperti pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi mencapai sekitar 4,5 juta orang, 53% dari jumlah tersebut hanya berpendidikan Sekolah Dasar. Bahkan sekitar 1,5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal dan sebagian besar dari mereka berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini tentu mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan konstruksi.

Keselamatan kerja (K2) di sektor konstruksi sendiri telah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi pada pasal 2, sehingga sudah seharusnya semua pihak, termasuk penyedia jasa konstruksi untuk mematuhi peraturan tersebut. Sejak tahun 1980-an Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980 peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi. Peraturan tersebut belum pernah diperbaharui sejak 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan adalah pada penerapan peraturan tersebut di lapangan masih rendah dan penegakan hukum masih kurang. Hal tersebut mengakibatkan penerapan peraturan keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal dan pada akhirnya menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Menurut Wirahadikusumah, akibat penegakan hukum yang sangat lemah pada proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara-negara-negara maju. Masalah K3 berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Selain dapat mengakibatkan korban jiwa, terdapat juga biaya-biaya lain seperti biaya pengobatan, kompensasi kepada pekerja, premi asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha

(2)

(kehilangan pelanggan pengguna jasa). Menurut Wirahadikusumah, biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya jauh lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi menjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 4:1 bahkan sampai dengan 17:1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pengendalian keselamatan kerja pada pekerjaan beton dan bata di lapangan. Lokasi studi kasus dipilih proyek pusat belanja di Kota Bandung dan pihak penyedia jasa konstruksi memiliki sertifikat ISO 9001:2000 yang menunjukkan bahwa sistem manajemen mutu perusahaan penyedia jasa ini telah baik dan diharapkan penilaian mutu manajemen ini termasuk implementasi pengendalian keselamatan kerja di lapangan.

2.

DASAR TEORI

Keselamatan kerja

Keselamatan kerja adalah kondisi yang menunjukkan aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja (Al-Gani, 2009). Tujuan program keselamatan kerja adalah sebagai berikut :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja. 3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Syarat-syarat keselamatan kerja menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pasal 3, antara lain berisi: Mencegah dan mengurangi kecelakaan; Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; Memberikan pertolongan pada kecelakaan; dan sebagainya. Dari uraian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Pasal 3 di atas, usaha untuk memberikan perlindungan keselamatan kerja pada karyawan dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Usaha preventif atau mencegah

Preventif atau mencegah berarti mengendalikan atau menghambat sumber-sumber bahaya yang terdapat di tempat kerja sehingga dapat mengurangi atau tidak menimbulkan bahaya bagi para karyawan. Langkah-langkah pencegahan itu dapat dibedakan, seperti: Substitusi (mengganti alat/sarana yang berbahaya); Isolasi (memberi isolasi/alat pemisah terhadap sumber bahaya); Pengendalian secara teknis terhadap sumber-sumber bahaya; Pemakaian alat pelindung perorangan (eye protection, safety hat and cap, gas respirator, dust respirator, dan lain-lain); Petunjuk dan peringatan ditempat kerja; Latihan dan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Usaha represif atau kuratif

Kegiatan yang bersifat kuratif berarti mengatasi kejadian atau kecelakaan yang disebabkan oleh sumber-sumber bahaya yang terdapat di tempat kerja. Pada saat terjadi kecelakaan atau kejadian lainnya sangat dirasakan arti pentingnya persiapan baik fisik maupun mental para karyawan sebagai suatu kesatuan atau team kerja sama dalam rangka mengatasi dan menghadapinya. Selain itu terutama persiapan alat atau sarana lainnya yang secara langsung didukung oleh pimpinan organisasi perusahaan.

Pedoman keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi

Pemerintah Indonesia telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan ini sangat minim yaitu Rp 100.000,- (senilai seratus ribu rupiah). Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai ”Pedoman K3 Konstruksi” ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.

(3)

384/KPTS/M/2004 Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan. ”Pedoman Teknis K3 Bendungan” yang baru ini khusus ditujukan untuk proyek konstruksi bendungan, sedangkan untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya seperti jalan, jembatan, dan bagunan gedung belum dibuat pedoman yang lebih baru. Namun, apabila dilihat dari cakupan isinya, Pedoman Teknis K3 untuk bendungan tersebut sebenarnya dapat digunakan pula untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya. ”Pedoman Teknis K3 Bendungan” juga mencakup daftar berbagai penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan. Bila dibandingkan dengan standar K3 untuk jasa konstruksi di Amerika Serikat misalnya, (OSHA, 29 CFR Part 1926), Occupational Safety and Health Administration (OSHA), sebuah badan khusus di bawah Departemen Tenaga Kerja yang mengeluarkan pedoman K3 termasuk untuk bidang konstrusksi, memperbaharui peraturan K3-nya secara berkala (setiap tahun). Peraturan atau pedoman teknis tersebut juga sangat komprehensif dan mendetil. Hal lain yang dapat dicontoh adalah penerbitan brosur-brosur penjelasan untuk menjawab secara spesifik berbagai isu utama yang muncul dalam pelaksanaan pedoman teknis di lapangan. Pedoman yang dibuat dengan tujuan untuk tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai aturan, selayaknya secara terus menerus disempurnakan dan mengakomodasi masukan-masukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan. Dengan demikian, pelaku konstruksi akan secara sadar mengikuti peraturan untuk tujuan keselamatan dan kesehatan kerjanya sendiri.

Pengawasan dan SMK3

Menurut UU Ketenagakerjaan, aspek pengawasan ketenagakerjaan termasuk masalah K3 dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang harus memiliki kompetensi dan independensi. Pegawai pengawas perlu merasa bebas dari pengaruh berbagai pihak dalam mengambil keputusan. Di samping itu, unit kerja pengawasan ketenagakerjaan baik pada pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan kepada Menteri Tenaga Kerja. Pegawai pengawasan ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalah gunakan kewenangannya. UU Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi (termasuk proyek konstruksi), untuk mengembangkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan menerapkannya di tempat kerja. SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Kementrian Tenaga Kerja juga menunjuk tenaga-tenaga inspektor/pengawas untuk memeriksa perusahaan-perusahaan dalam menerapkan aturan mengenai SMK3. Para tenaga pengawas perlu melalukan audit paling tidak satu kali dalam tiga tahun. Perusahaan- perusahaan yang memenuhi kewajibannya akan diberikan sertifikat tanda bukti. Tetapi peraturan ini kurang jelas dalam mendifinisikan sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya.

Proyek konstruksi

Pelaksanaan pembangunan melakukan pekerjaan pada suatu lokasi sedemikian hingga pembangunan (gedung, jembatan, dan sebagainya) terwujud. Proyek konstruksi menurut Hadihardjaja (1998:11) adalah suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas. Sehingga pengertian proyek konstruksi adalah suatu upaya untuk mencapai hasil dalam bentuk bangunan/infrastruktur. Pekerjaan konstruksi tidak selalu dapat dikategorikan sebagai proyek konstruksi, tetapi harus memiliki kriteria-kriteria dimulai dari awal proyek (awal rangkaian kegiatan) dan diakhiri dengan akhir proyek (akhir rangkaian kegiatan), serta mempunyai jangka waktu yang umumnya terbatas serta rangkaian kegiatan proyek hanya satu kali sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik. Jadi tidak ada dua atau lebih proyek yang identik namun hanya ada proyek sejenis.

3.

METODOLOGI

Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Teknik dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara pengumpulan data dalam bentuk catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data lengkap, sah, dan bukan berdasarkan perkiraan. Data dari teknik dokumentasi berasal dari hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan implementasi K3 pada proyek konstruksi. Data lain berupa dokumen resmi seperti Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (RK3) diperoleh dari penyedia jasa konstruksi dalam pembangunan proyek pusat belanja.

(4)

Observasi adalah metode/cara menganalisis dan memunculkan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung (Basrowi dan Suwandi, 2008:93-94). Observasi terstruktur adalah pengamatan yang dilakukan secara sistematik, karena peneliti telah mengetahui aspek-aspek apa saja yang relevan dengan masalah serta tujuan penelitian (Basrowi dan Suwandi, 2008:112). Dalam observasi terstruktur, dipersiapkan pedoman pengamatan secara detail sekaligus menyediakan check list tabel yang bisa digunakan sebagai pedoman pengamatan. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data di lapangan, kemudian dibandingkan dengan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (RK3) yang telah disusun oleh perusahaan.

3. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara sebagai pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu (Basrowi dan Suwandi, 2008:127). Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan (Basrowi dan Suwandi, 2008:130). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan tenaga kerja proyek pusat belanja. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data di lapangan, kemudian dibandingkan dengan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (RK3) yang telah disusun oleh perusahaan.

Instrumen penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pedoman observasi untuk observasi dan pedoman wawancara untuk wawancara.

Teknik analisis data

Setelah memperoleh data hasil dari observasi dan wawancara kepada responden, selanjutnya dilakukan pengolahan data. Prosedur pengolahan data sebagai berikut:

1. Tabulasi Data

Tabulasi data ini adalah pengelompokan data sesuai kebutuhan pengolahan data. Bentuknya berupa nomor, alternatif jawaban, frekuensi jawaban, dan prosentase.

2. Analisa dan Penafsiran Data

Hasil tabulasi kembali dianalisis dan ditafsirkan sesuai sistematika data yang diperlukan. Dalam menganalisa data, teknik yang digunakan adalah prosentase (%) yaitu dengan melihat perbandingan frekuensi dari tiap item jawaban yang muncul dari responden.

3. Penarikan Kesimpulan

Hasil penafsiran dari setiap item kemudian dikelompokan berdasarkan data yang diperlukan untuk memberikan jawaban terhadap perumusan masalah penelitian yang diajukan. Kegiatan ini merupakan usaha penarikan kesimpulan dalam penelitian, sehingga dapat diperoleh gambaran dari keseluruhan data yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan.

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan perhitungan menurut Ali (1982:184), yaitu : % 100 x N fo P = (1) Keterangan : P = prosentase jawaban fo = frekuensi jawaban

N = jumlah jawaban responden 100% = bilangan konstan

Menurut Ali (1982: 184) untuk menafsirkan setiap jawaban/menafsirkan data yang sudah diperoleh selanjutnya digunakan kriteria dari perhitungan prosentase sebagai berikut :

0% : ditafsirkan tidak seorangpun 1-30% : ditafsirkan sebagian kecil 31-49% : ditafsirkan hampir setengahnya 50% : ditafsirkan setengahnya. 51-80% : ditafsirkan sebagian besar 81-99% : ditafsirkan hampir seluruhnya. 100% : ditafsirkan seluruhnya

(5)

4.

HASIL DAN DISKUSI

Uji normalitas data frekuensi

Perhitungan uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang didapat berdistribusi normal atau tidak. Adapun perhitungan uji normalitas distribusi frekuensi tiap variabel dilakukan dengan uji chi-kuadrat. Berdasarkan distribusi sebaran data variabel dan dari hasil perhitungan uji Chi-kuadrat ( )=46,99 kemudian nilai yang didapat dikonsultasikan pada tabel dengan dk = k-1=7-1=6. Setelah dikonsultasikan pada tabel maka (0,95)(6)= 12,592. Suatu data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila . Berdasarkan nilai yang didapat X 2Hitung X 2tabel

> , maka dapat disimpulkan bahwa penyebaran skor variabel berdistribusi tidak

normal pada tingkat kepercayaan 95% dengan tingkat kebebasan (dk) = 6. Analisis data

Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif, yaitu dengan teknik persentase. Penelitian ini terdiri dari dua sub-variabel yaitu pekerjaan beton dan pekerjaan bata. Pada sub-variabel pekerjaan beton terdapat empat aspek yang diteliti, yaitu: pengendalian keselamatan kerja pada pekerjaan pembesian, pengendalian keselamatan kerja pada pekerjaan pemasangan dan pembongkaran scaffolding, pengendalian keselamatan kerja pada pekerjaan pemasangan dan pembongkaran bekisting, dan pengendalian keselamatan kerja pada pekerjaan pengecoran. Hasil pengukuran terhadap pengendalian keselamatan kerja dalam pekerjaan pembesian pada sub-variabel pekerjaan beton, diuraikan dalam tabel dan gambar di bawah ini:

Tabel 1. Persentase pengendalian k3 pada pekerjaan pembesian

Skala Jawaban % % Aspek Indikator 1 2 Indi kator Yang Aspek Yang Diteliti f % f % Diteliti Kategori Pengendalian K3 Pada Penggunaan Sarung Tangan 35 87,5 5 12,5 87,5 Pekerjaan Pembesian Pengecekan Instalasi Listrik 24 60 16 40 60

Pengecekan Ikatan Besi 32 80 8 20 80

75,83 Sebagian Besar

Berdasarkan tabel 1 persentase tenaga kerja yang melakukan pengendalian K3 pada pekerjaan pembesian sebesar 75,83% dikategorikan sebagian besar. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar tenaga kerja proyek pusat belanja sudah melaksanakan pengandalian K3 pada pekerjaan pembesian. Sebagai gambaran persentase tersebut dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Gambar 1. Grafik hasil persentase pengendalian K2 pada pekerjaan pembesian

Adapun hasil pengukuran indikator-indikator dalam pengendalian K2 pada pekerjaan pembesian akan diuraikan sebagai berikut.

A. Penggunaan Sarung Tangan

Hasil pengukuran terhadap indikator penggunaan sarung tangan digambarkan pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Persentase penggunaan sarung tangan

Hasil Frekuensi Persentase

(6)

Melaksanakan 35 87,5

Tidak 5 12,5

Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel 2 persentase tenaga kerja yang menggunakan sarung tangan pada pekerjaan pembesian sebesar 87,5% dikategorikan hapir seluruhnya. Maka dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh tenaga kerja pada proyek pusat belanja sudah melaksanakan pengandalian K2 pada pekerjaan pembesian dengan menggunakan sarung tangan. Sebagai gambaran, di bawah ini disajikan diagram batang hasil analis pengendalian K2 pada pekerjaan pembesian dengan menggunakan sarung tangan.

Gambar 2. Diagram pengolahan data penggunaan sarung tangan B. Pengecekan Instalasi Listrik

Hasil pengukuran terhadap indikator pengecekan instalasi listrik digambarkan pada tabel di bawah ini: Tabel 3. Persentase pengecekan instalasi listrik

Hasil Frekuensi Persentase

Wawancara f %

Melaksanakan 24 60

Tidak 16 40

Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel 3 persentase tenaga kerja yang melakukan pengecekan instalasi listrik pada pekerjaan pembesian sebesar 60% dikategorikan sebagian besar. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar tenaga kerja pada proyek pusat belanja sudah melaksanakan pengandalian K2 pada pekerjaan pembesian dengan melakukan pengecekan instalasi listrik.

Gambar 3. Diagram pengolahan data pengecekan instalasi listrik C. Pengecekan Ikatan Besi

Hasil pengukuran terhadap indikator pengecekan ikatan besi digambarkan pada tabel di bawah ini: Tabel 4. Persentase pengecekan ikatan besi

Hasil Frekuensi Persentase

Wawancara f %

Melaksanakan 32 80

Tidak 8 20

Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel 4 persentase tenaga kerja yang melakukan pengecekan ikatan besi pada pekerjaan pembesian sebesar 80% dikategorikan sebagian besar. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar tenaga kerja proyek pusat

(7)

besi. Sebagai gambaran, di bawah ini disajikan diagram batang hasil analis pengendalian K2 pada pekerjaan pembesian dengan melakukan pengecekan ikatan besi.

Gambar 4. Diagram pengolahan data pengecekan ikatan besi Diskusi hasil pengolahan data

Aspek-aspek yang diteliti terdiri dari beberapa indikator yang terdapat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5. Indikator aspek yang diteliti

Indikator Aspek Yang Diteliti

Penggunaan Sarung Tangan Pengecekan Instalasi Listrik Pengendalian K2 pada pekerjaan pembesian

Pengecekan Ikatan Besi

Pengecekan lantai tempat scaffolding Pelaksanaan Pekerjaan Sesuai Prosedur Kerja

Pengendalian K2 pada pekerjaan pemasangan dan pembongkaran scaffolding

Penggunaan Helm Penggunaan Safety belt Pengecekan Scaffolding Penggunaan Sarung Tangan Pengendalian K2 pada pekerjaan pemasangan dan pembongkaran

bekisting

Penggunaan Helm Pengecekan Bekisting Pengecekan Scaffolding Pengecekan Vibrator Pengecekan Concrete Pump Pengendalian K2 pada pekerjaan pengecoran

Pengecekan Instalasi Listrik & Penerangan Penggunaan Sarung Tangan

Pembersihan Jalur Pengangkatan Bata Pengendalian K2 pada pekerjaan pengangkatan bata

Penggunaan Alat Bantu Pengangkatan Pembersihan Area Pemasangan Penggunaan Masker

Penggunaan Sarung Tangan Penggunaan Kacamata Pengecekan Scaffolding Pengendalian K2 pada pekerjaan pemasangan bata

Penggunaan Safety belt

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi dan wawancara tersebut dilakukan terhadap 40 tenaga kerja proyek pusat belanja atau sebanyak 25% dari seluruh tenaga kerja pada bulan Oktober yang berjumlah 160 orang. Dari observasi dan wawancara diperoleh data tentang Implementasi pengendalian K2 pada pekerjaan beton dan pekerjaan bata. Hasil keseluruhan data yang diperoleh dari wawancara dan observasi mengenai Implementasi pengendalian keselamatan kerja untuk pekerjaan beton dan pekerjaan bata pada proyek pusat belanja dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengolahan data implementasi keselamatan kerja pada proyek pusat

VARIABEL

SUB- ASPEK YANG DITELITI

% ASPEK YANG % TOTAL KATE-GORI

(8)

VARIABEL DITELITI Pengendalian K2 Pada Pekerjaan Pembesian 75,83 Pengendalian K2 Pada

Pekerjaan Pemasangan dan Pembongkaran Scaffolding

89,17

Pengendalian K2 Pada Pekerjaan Pemasangan dan Pembongkaran Bekisting 72,5 Pengendalian K2 Pada Pengendalian K2 Pada Pekerjaan Beton Pekerjaan Pengecoran 82,5 80 Sebagian besar Pengendalian K2 Pada Pekerjaan Pengangkatan Bata Ke Tempat Pemasangan

85,83 Implementasi K2 Pada Proyek Konstruksi Pengendalian K2 Pada Pekerjaan Bata

Pengendalian K2 Pada Pek. Pemasangan

Bata

66,25

76,04 Sebagian besar

Dari keempat aspek mengenai implementasi pengendalian K2 Pada sub-variabel pekerjaan beton dapat diketahui bahwa pengendalian K2 pada pekerjaan pemasangan dan pembongkaran scaffolding mempunyai persentase tertinggi yaitu sebesar 89,17 % dikategorikan hampir seluruhnya, sedangkan persentase terendah terdapat pada pekerjaan pemasangan dan pembongkaran bekisting yaitu sebesar 75,50%. Pada sub-variabel pekerjaan bata, dari kedua aspek yang ada dapat diketahui bahwa pengendalian K2 pada pekerjaaan pengangkatan bata ke tempat pemasangan mempunyai persentase tertinggi yaitu sebesar 85,83% dikategorikan hampir seluruhnya, sedangkan persentase terendah terdapat pada pekerjaan pemasangan bata yaitu sebesar 66,25% . Pada sub-variabel pekerjaan beton, untuk pekerjaan pemasangan dan pembongkaran scaffolding memiliki beberapa indikator yang berperan menghasilkan persentase sebesar 89,17%, yaitu pengecekan lantai tempat scaffolding, pelaksanaan pekerjaan sesuai prosedur kerja, dan penggunaan helm. Sedangkan untuk pekerjaan pemasangan dan pembongkaran bekisting, memiliki beberapa indikator yang berperan menghasilkan persentase sebesar 75,50%, yaitu penggunaan safety belt, pengecekan scaffolding, penggunaan sarung tangan, dan pengunaan helm. Pada sub-variabel pekerjaan bata, untuk pekerjaan pengangkatan bata ke tempat pemasangan memiliki beberapa indikator yang berperan menghasilkan persentase sebesar 85,83%, yaitu penggunaan sarung tangan, pembersihan jalur pengangkatan bata, dan penggunaan alat bantu pengangkatan. Sedangkan untuk pekerjaan pemasangan bata, memiliki beberapa indikator yang berperan menghasilkan persentase sebesar 66,25%, yaitu pembersihan area pemasangan, penggunaan masker, penggunaan sarung tangan, penggunaan kacamata, pengecekan scaffolding, dan penggunaan safety belt.

5.

KESIMPULAN

 Implementasi pengendalian keselamatan kerja pada proyek pusat belanja untuk sub-variabel pekerjaan beton sebesar 80% dikategorikan sebagian besar, artinya sebagian besar tenaga kerja tenaga kerja proyek sudah melaksanakan pengendalian keselamatan kerja pada pekerjaan beton.

 Implementasi pengendalian keselamatan kerjapada proyek pusat belanja untuk sub-variabel pekerjaan bata sebesar 76,04% dikategorikan sebagian besar, artinya sebagian besar tenaga kerja tenaga kerja proyek pusat belanja sudah melaksanakan pengendalian keselamatan kerja pada pekerjaan bata.

 Dua sub-variabel pekerjaan yang ditinjau memiliki beberapa kesamaan indikator, yaitu penggunaan sarung tangan, penggunaan helm, penggunaan safety belt, dan pengecekan scaffolding.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gani W. (2009), Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Proyek Konstruksi, Skripsi Sarjana, UPI, Bandung.

Ali M. (1982), Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, Bandung.

Hadihardjaja A. (1998), Ilmu Manajemen Konstruksi untuk Perguruan Tinggi, Jakarta. Suwandi & Basrowi (2008), Memahami Penelitian Kualitatif, PT. Rineka Cipta, Bandung.

Gambar

Tabel 1. Persentase pengendalian k3 pada pekerjaan pembesian
Gambar 2. Diagram pengolahan data penggunaan sarung tangan  B.  Pengecekan Instalasi Listrik
Gambar 4. Diagram pengolahan data pengecekan ikatan besi  Diskusi hasil pengolahan data

Referensi

Dokumen terkait

Kritik Nietzsche berikutnya adalah bahwa manusia yang telah terbiasa hidup dalam tradisi jaminan kepastian mengalami keterkejutan atas nihilisme yang menghancurkan

Form data warga : Jika menekan tombol ini maka akan menuju pada tampilan form data warga yang didalamnya terdapat form untuk memasukan data warga dan di

Impikasi dari penelitian ini adalah : Perlu adanya pembaharuan undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menteri Perindustrian

Paham ini mengandaikan bahwa pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia ditentukan sepenuhnya oleh faktor-faktor pengalaman yang berada diluar diri manusia, baik yang sengaja

Sumuodami mūsų pastabas apie Vydūno religinės tapatybės formavi- mosi ypatumus ir religinės raiškos būdingus bruožus turime išskirti tris tam įtaką dariusius istorinius

Meskipun dalam kasus ini terdakwa Samallo Hanny telah menyalahi aturan yang ada, yaitu menandatangani SPMK palsu, dan terdakwa juga telah terbukti

(Seratus Tiga Puluh Tujuh Juta Delapan Ratus Empat Puluh Lima Ribu Rupiah ) PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA. DINAS PEMUDA OLAHRAGA PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN

Kampanye ini sendiri nantinya berjudul “ Helping Hand for Orangutan”, selain bermaksud menyampaikan pesan akan pentingnya mencegah Orangutan dari kepunahan, kampanye ini