BAB II
DASAR TEORI
2.1 Kartografi Kelautan
Kartografi merupakan sebuah disiplin yang meliputi ilmu, teknik, dan seni dalam proses perancangan dan produksi peta. Seperti halnya kartografi pada umumnya, kartografi kelautan juga memiliki definisi yang sama. Namun berbeda pada produk peta yang dihasilkannya, kartografi kelautan menghasilkan peta laut atau dikenal dengan nautical chart (Haas, 1986).
Ruang lingkup pekerjaan kartografi terdiri dari lima proses yaitu (Prihandito, 1989) :
1. seleksi data (objek/unsur) untuk pemetaan 2. manipulasi dan generalisasi data,
3. pekerjaan desain (simbol-simbol), dan konstruksi peta (proyeksi peta), 4. teknik reproduksi peta,
5. revisi peta.
Berikut ini merupakan penjelasan terhadap ruang lingkup kartografi di atas dan diterapkan secara khusus untuk kartografi kelautan.
2.1.1 Seleksi Unsur Untuk Pemetaan Laut
Tahapan awal dari kegiatan kartografi adalah melakukan seleksi terhadap data-data atau unsur-unsur yang akan ditampilkan di peta. Penyeleksian tersebut dilakukan berdasarkan tujuan dari peta laut dan berhubungan dengan skala. Sebagai contoh pemilihan unsur yang akan disajikan pada peta laut seperti informasi lokasi mercusuar, nama pelabuhan, bentuk pantai, dan karakteristik pantai.
2.1.2 Manipulasi Dan Generalisasi Unsur
Sebuah peta berfungsi menyajikan objek-objek geografis di permukaan bumi, namun dalam penyajiannya peta tersebut tidak dapat ditampilkan dengan ukuran skala 1:1 sesuai dengan kenyataannya di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik manipulasi atau teknik kompilasi dan teknik penggambaran peta yang disebut dengan generalisasi.
Generalisasi dilakukan dengan cara penyederhanaan (simplification) informasi dan penyimbolan (symbolization) informasi. Penyederhanaan informasi bertujuan untuk menjamin sebuah peta dapat dengan mudah dibaca dan dapat dipercaya. Contoh apabila sebuah peta mengalami pengecilan skala, terdapat beberapa faktor seperti ketebalan garis, ukuran huruf, dan bentuk simbol akan dapat dengan mudah dilihat dan dibaca tanpa mengurangi karakteristik dari peta aslinya. Oleh karena itu, semakin diturunkannya skala sebuah peta maka memerlukan ruang yang relatif lebih besar untuk setiap elemennya. Hal ini dinamakan eksagerasi.
Penyederhanaan informasi tidak akan berarti bila penyimbolan dilakukan dengan tidak tepat. Penyimbolan informasi yang baik dapat meningkatkan hasil dari penyederhanaan informasi. Seluruh objek di peta dapat disimbolkan, seperti garis batas, rute perjalanan, dan pola-pola yang menyatakan karakteristik dari garis pantai, serta rawa-rawa. Penjelasan penyimbolan dijelaskan lebih lanjut dalam subbab 2.1.3.
Generalisasi kartografi dibatasai oleh dua faktor yaitu tujuan penggunaan peta dan skala. Peta laut sebagai peta yang digunakan untuk navigasi membutuhkn ketelitian yang tinggi, dan menggunakan simbol-simbol peta yang mendukung dalam keperluan navigasi. Sedangkan pembatasan oleh skala, semakin kecil skala peta maka derajat generalisasi kartografi akan semakin besar. Sebaliknya, bila skala peta besar seperti pada peta pelabuhan, maka skala tidak akan menjadi pembatas yang begitu berarti karena tidak diperbolehkan sebuah peta mengalami pembesaran skala. Sebagai contoh, apabila sebuah peta mempunyai skala sebesar 1 : 50.000 kemudian skala peta tersebut akan diperkecil menjadi 1 : 100.000 maka
ukuran dan bentuk objek dari peta skala 1 : 50.000 akan mengalami generalisasi yang cukup besar ketika digambarkan pada peta skala 1 : 100.000.
Dapat disimpulkan bahwa generalisasi mempunyai ruang lingkup dalam hal proses perkecilan skala sebuah peta dan tingkat kerumitan dalam penyajian unsur-unsur atau objek-objek pada peta.
2.1.3 Pekerjaan Desain dan Konstruksi Peta Laut 2.1.3.1 Penyimbolan (Symbolization)
Pemetaan unsur-unsur permukaan bumi disajikan dengan simbol pada peta. Simbol-simbol peta berpengaruh terhadap keefektifan komunikasi peta. Karakteristik planimetrik pada pembuatan desain simbol disajikan dalam bentuk simbol titik, garis, dan luasan (lihat Gambar 2.1). Berikut adalah penjelasan dari jenis-jenis simbol tersebut.
1. Simbol titik (point)
Simbol titik digunakan untuk merepresentasikan posisi unsur muka bumi secara independen. Contoh simbol titik untuk merepresentasikan titik kedalaman, dan lokasi mercusuar. Penyajian simbol titik dipengaruhi oleh skala, sebagai contoh bentuk area suatu kota pada peta skala kecil disajikan sebagai simbol titik, tetapi jika disajikan pada skala besar dapat berupa simbol luasan.
2. Simbol garis (line)
Simbol garis digunakan untuk merepresentasikan unsur-unsur muka bumi yang mempunyai bentuk linier atau garis yang memanjang tetapi bukan suatu area. Sebagai contoh dari simbol garis adalah isogram yang merupakan sebuah garis yang digunakan untuk mengindikasikan kedalaman air pada peta laut.
3. Simbol luas (area)
Simbol area digunakan untuk merepresentasikan unsur-unsur di muka bumi yang berbentuk suatu area dengan batas yang pasti atau batas perkiraan. Dalam penyajiannya, bentuk, dan ukuran area dipengaruhi oleh skala peta.
Gambar 2.1 Jenis Simbol Peta (Riqqi, 2006)
Simbol kartografi juga dapat dibedakan atas data kualitatif yaitu data posisi kualitatif, data linier kualitatif, dan data areal kualitatif. Data posisi kualitatif meliputi :
1. piktorial atau simbol deskriptif (lihat Gambar 2.1), simbol dalam bentuk piktorial merupakan bentuk yang mendekati keadaan sebenarnya dari data spasial yang akan disajikan, seperti simbol pohon, dan simbol mercusuar, 2. geometrik atau simbol abstrak (lihat Gambar 2.1), simbol geometrik adalah
suatu simbol yang menggambarkan bentuk reguler seperti lingkaran, segitiga, segiempat, dan lain sebagainya, serta
3. huruf, simbol huruf adalah suatu bentuk simbol yang terdiri dari huruf-huruf atau gabungan dari huruf-huruf dan angka, misalnya huruf B untuk menyatakan lokasi kantor kabupaten.
Data linier kualitatif meliputi garis tepi (neatline) untuk membatasi area pemetaan, garis lintang dan bujur, garis pantai, batas administratif, batas laut, sungai, dan jalan. Sedangkan data areal kualitatif menggunakan tingkatan warna dan pola (pattern) untuk menyatakan klasifikasi area seperti untuk menyatakan area hutan, padang rumput, dan zona laut. Penjelasan tentang konstruksi peta akan diuraikan sebagai berikut, meliputi proyeksi peta, skala, dan datum geodetic.
Piktorial
2.1.3.2 Proyeksi Peta
Proyeksi peta sebagai penggambaran sistematik pada permukaan bidang untuk menggambarkan garis lintang dan garis bujur sehingga menghasilkan jaring yang disebut dengan gratikul dan garis-garisnya disebut dengan garis gratikul. Dengan menggunakan sistem ini, suatu proyeksi peta akan lebih teliti. Gratikul berbeda dengan grid (Gambar 2.2), grid adalah set garis paralel dan garis meridian yang berpotongan dan memiliki format empat persegi yang digunakan untuk menentukan posisi dan menghitung jarak di antara kedua titik. Interval antara kedua garis gratikul dipengaruhi oleh skala peta laut dan garis lintang dari area yang dipetakan. Proyeksi peta digunakan untuk mengurangi beberapa kesalahan (distortion) saat penggambaran permukaan bumi dari bidang lengkung ke bidang datar. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat terjadi dalam penggambaran jarak, sudut, dan bentuk.
Gambar 2.2 Grid dan Gratikul (Riqqi, 2006)
Sesuai dengan isi TALOS (Technical Aspects Of The United Nations Convention
On The Law Of The Sea) 1982, edisi ke-4 tahun 2006 terdapat beberapa sistem
proyeksi khusus yang digunakan untuk pemetaan laut, seperti Proyeksi Mercator, Lambert, Transverse Mercator, Stereografis, dan Gnomik. Berikut penjelasannya :
1. Proyeksi Mercator
Proyeksi Merkator (Gambar 2.3) cocok untuk daerah sekitar ekuator (lintang < 150) dengan pilihan skala peta yang sesuai (distorsi akan bertambah besar pada peta skala kecil).
Gambar 2.3 Proyeksi Mercator (IHO, 2006)
2. Proyeksi Lambert
Proyeksi Lambert (lihat Gambar 2.4) cocok untuk daerah lintang 40 hingga 720, dengan distorsi luas yang cukup kecil (+ 2 %) namun arah dan bentuk area dapat dipertahankan.
Gambar 2.4 Proyeksi Lambert (IHO, 2006)
3. Proyeksi Transverse Mercator
Proyeksi Transverse Mercator (lihat Gambar 2.5) merupakan proyeksi silinder - transversal - konform, dimana area di sekitar meridian yang bersinggungan dengan silinder mempunyai distorsi yang minimum. Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) khusus dipakai di seluruh dunia dengan menggunakan meridian pusat standar setiap interval 60 (lihat Gambar 2.6).
Gambar 2.5 Proyeksi Transverse Mercator (IHO, 2006)
4. Proyeksi Stereografik
Proyeksi Stereografik (lihat Gambar 2.6) tergolong proyeksi azimutal konform yang berpusat di kutub dan dianjurkan untuk dipakai di daerah dengan lintang di atas 800.
Gambar 2.6 Proyeksi Stereografis (IHO, 2006)
5. Proyeksi Gnomik
Proyeksi Gnomonik (juga disebut pusat) proyeksi dibangun seperti azimuthal stereographis, tetapi titik proyeksi ditempatkan di pusat bumi (lihat Gambar 2.7). Kelebihan dari proyeksi ini adalah mempermudah dalam menemukan rute terpendek antara setiap dua titik-titik Garis Khatulistiwa dan semua garis bujur dipetakan sebagai garis lurus.
Gambar 2.7 Proyeksi Gnomik (IHO, 2006)
2.1.3.3 Skala
Skala merupakan perbandingan antara jarak di peta dengan jarak sesungguhnya di permukaan bumi. Secara matematis dapat ditulis dalam rumusan:
Skala Peta = Jarak di peta : Jarak di lapangan
Skala peta dapat disajika secara numeris atau secara grafis, seperti pada contoh dibawah ini:
Skala numeris 1: 24.000.000
Berdasarkan skalanya, peta laut dapat dikategorikan dalam :
• peta umum (general chart), memiliki skala yang lebih kecil dari 1 : 4.000.000,
• peta berlayar (sailing chart), dengan skala lebih kecil dari 1 : 1.000.000, • peta umum pantai, memiliki skala lebih kecil dari 1 : 300.000. Digunakan
untuk navigasi yang jauh dari pantai, dimana daratan hampir tidak terlihat, • peta pantai, dengan skala lebih kecil dari 1 : 50.000. Peta ini digunakan untuk
aktifitas navigasi dekat pantai, dan
• peta pelabuhan, peta pendekatan (approach chart), peta untuk saluran jalan (chart for passing channel), peta perlindungan (chart for taking shelter), seluruhnya memiliki skala lebih besar dari 1 : 50.000.
Batasan skala peta batas laut berdasarkan TALOS 1982 edisi 2006 berkisar antara 1 : 100.000 hingga 1 : 1.000.000 untuk batas ZEE dan landas kontinen, sedangkan Laut Teritorial berkisar antara 1 : 50.000 hingga 1 : 100.000. Kesalahan pengeplotan berkisar 10 m untuk skala 1 : 50.000 dan 40 m untuk skala 1 : 200.000.
2.1.3.4 Datum Geodetik
Bentuk permukaan bumi yang sesungguhnya dapat direpresentasikan oleh bentuk geoid. Geoid adalah permukaan pada saat lautan yang memenuhi seluruh bumi, bebas untuk menyesuaikan diri dan hanya dipengaruhi oleh atraksi massa bumi dan gaya sentrifugal rotasi bumi. Representasi geoid merupakan suatu bidang ekuipotensial medan gaya berat bumi, yang berdasarkan solusi hitung perataan kuadrat terkecil, merupakan the best fits dengan permukaan laut rata-rata (Mean
Sea Level atau MSL) lautan (ocean) (Djunarsjah, 2004).
Bentuk geoid tidak beraturan, oleh karena itu digunakan bidang matematis bumi untuk mendekatinya yaitu bidang elipsoid. Terdapatnya beberapa elipsoid referensi yang digunakan, sesuai dengan keefektifannya untuk suatu area. Hubungan antara ketiga bidang tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Permukaan Bumi, Geoid, dan Ellipsoid (Djunarsjah, 2004)
Kutub Permukaan Bumi
Permukaan Elipsoid Geoid Se te ng ah S um bu Pe nd ek El ip so id Ekuator
Bentuk elipsoid referensi dinyatakan oleh besaran-besarannya. Besaran besaran yang menggambarkan kedudukan dan orientasi spasial elipsoid referensi terhadap bumi atau geoid dinamakan datum geodetik (Purworahardjo, 2000). Datum geodetik dapat didefinisikan sebagai suatu bidang referensi bumi yang mendefinisikan bentuk dan ukuran elipsoid referensi, lokasi pusat elipsoid, dan orientasi relatif terhadap bumi. Terdapat dua model datum geodetik yaitu datum geodetik lokal seperti DG-Genuk, DG-Monconglowe, dan datum geodetik global seperti WGS-84. Hubungan matematis ketiga bidang tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Perbedaan antara permukaan elipsoid dan geoid disebut tinggi geoid atau undulasi geoid, yang secara matematis dapat ditulis:
h = H + N
dimana : h = tinggi geodetik, H = tinggi di atas geoid/MSL, dan N = undulasi geoid.
Gambar 2.9 Hubungan Matematis antara Permukaan Elipsoid dan Geoid (Djunarsjah, 2004)
Dalam kaitannya dengan peta laut, datum geodetik digunakan sebagai referensi posisi baik untuk posisi horisontal maupun untuk posisi vertikal. Elipsoid referensi sering digunakan untuk referensi posisi horisontal (lintang dan bujur), sehingga elipsoid disebut sebagai datum horisontal. Koordinat horisontal (lintang dan bujur) serta tinggi geodetik dapat dikonversi ke sistem koordinat kartesian X, Y, Z yang mengacu pada sumbu-sumbu elipsoid. Untuk referensi posisi vertikal
H +N H - N Elipsoid Geoid Permukaan Bumi
pada peta laut pada umumnya digunakan suatu bidang air rendah (chart datum), sehingga semua kedalaman yang diperlihatkan pada peta laut mengacu pada pasut rendah (low tide) (Djunarsjah, 2004). Berdasarkan Resolusi IHO 1926, penentuan
chart datum (Gambar 2.10) sebaiknya berdasarkan pada ketentuan sebagai
berikut:
• serendah mungkin sehingga tidak ada air laut yang lebih rendah darinya,
• tidak terlalu rendah sehingga kedalaman peta menjadi dangkal secara tidak realistik, dan
• berubah secara bertahap dari daerah satu ke daerah lain dan dari peta satu ke peta yang berdampingan, agar terhindar dari ketidaksinambungan.
Sehingga chart datum dapat didefinisikan sebagai kedudukan rata-rata air rendah tertentu yang diperoleh dari suatu periode pengamatan selama 19 tahun atau lebih, agar pengaruh variasi astronomis yang berarti dapat termasuk di dalamnya. Contoh berbagai jenis bidang vertikal yang dijadikan sebagai chart datum :
• MLLW (Mean Lower Low Water),
• LLWLT (Lower Low Water Large Tide),
• LLWST (Lowest Low Water Spring Tide),
• LAT (Lowest Astronomical Tide).
Berdasarkan PP No.38 tahun 2002, garis air rendah adalah datum hidrografis peta kenavigasian yang ditetapkan pada kedudukan rata-rata Garis Air Rendah perbani. Datum Hidrografis adalah muka surutan peta yang merupakan satu referensi permukaan laut yang dipergunakan untuk melakukan reduksi angka-angka kedalaman laut pada peta kenavigasian.
2.2 Peta Laut
Peta (map) didefinisikan sebagai suatu gambaran/bayangan muka bumi yang disajikan pada suatu bidang datar dengan memperhatikan sistem proyeksi peta dan skala peta (Riqqi, 2006). Tiga prinsip utama yang terdapat didalam peta yaitu menyatakan posisi atau lokasi suatu tempat pada permukaan bumi, memperlihatkan pola distribusi dan pola spasial dari fenomena alam dan buatan manusia, serta merekam dan menyimpan informasi permukaan bumi (Riqqi, 2006).
Peta laut atau dikenal dengan istilah nautical chart merupakan sebuah peta yang dirancang secara spesifik untuk memenuhi kebutuhan navigasi laut dengan menampilkan:
• kedalaman dari air dan fisiografi submarine khususnya memperhatikan bahaya-bahaya navigasi,
• bentuk dasar (nature), dan tingkatan dari bentuk pantai dan bentuk dasar dari dasar laut,
• variasi pertolongan (aids) untuk navigasi, dan
• fitur-fitur kultur laut dan beberapa detail topografi yang bermanfaat untuk navigasi laut (Haas, 1986).
Fungsi dari peta laut adalah sebagai sumber informasi penting dan sekaligus sebagai peralatan operasional untuk pelaut, sehingga pelaut dapat melakukan empat observasi dasar dari peta laut yaitu menentukan posisinya dalam setiap waktu, menentukan alur perjalanan, mengidentifikasi fitur untuk kepentingan pengamanan, dan pengoperasian kapal, serta untuk mengidentifikasi berbagai fasilitas kelautan.
Adapun beberapa fitur yang ditampilkan pada peta laut adalah sebagai berikut (Haas, 1986) :
• garis pantai (shoreline),
• foreshore dan area-area kering (drying areas), • angka kedalaman (sounding) dan drying height, • kontur kedalaman,
• kualitas dari dasar,
• pertolongan untuk navigasi,
• objek-objek yang mencolok (conspicuous objects), • fitur-fitur kebudayaan laut, dan
• topografi dan fitur-fitur kebudayaan lainnya.
Luas area yang dicakup oleh peta laut dapat ditentukan oleh dua faktor yaitu skala yang digunakan dan standar maksimum ukuran neatline yaitu 100,12 x 75,57 cm atau 109 x 82 menit.
Sebuaah peta laut diproduksi dalam satu kesatuan dari lima layout yang bebeda (Haas : 1986) :
• horisontal, • vertikal,
• ruang terpisah (compartment), • lembar perencanaan, dan • strip.
Sebuah peta selain menampilkan unsur geografis secara visual dalam bentuk titik, garis, dan luasan, juga menampilkan dalam bentuk variable visual tipografis (teks) untuk penamaan unsur-unsur geografis pada peta sesuai dengan nama geografisnya di lapangan (toponimy) dengan mempertimbangkan teknik dan estetika dalam penempatan teksnya (Soendjojo, 2000).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penamaan unsur pada peta (Prihandito, 1989) adalah sebagai berikut.
• Corak / macam huruf, meliputi Bold (ketebalan garis), dan Serifs (coretan pada awal dan akhir setiap huruf).
• Bentuk huruf, meliputi huruf besar, huruf kecil, kombinasi huruf besar kecil, tegak (Roma, upright), dan miring (Italic). Huruf-huruf pada kartografi modern disebut Sans Serif atau Gotic.
• Ukuran huruf, dinyatakan dalam istilah point size. Satu point size memiliki tinggi kurang lebih 0,35 mm (1/72 inchi).
• Kontras antara huruf dengan latar belakang.
• Metode letering, dibagi dalam tiga kategori yaitu stick up lettering (penempatan huruf), computer-assisted lettering (letering dengan bantuan computer), dan sistem mekanis untuk latering dengan tinta
• Penempatan nama / huruf, terdapat beberapa aturan untuk penempatan nama, yaitu :
• Susunan nama-nama dalam suatu peta harus teratur. Sejajar dengan tepi bawah peta (untuk peta skala besar) atau sejajar dengan garis paralel/grid (untuk peta skala kecil) atau nama-nama harus ditempatkan dari bawah ke atas untuk nama-nama di bagian kiri peta dan dari atas ke bawah untuk nama-nama di bagian kanan peta. Hal ini juga berlaku bagi nama-nama yang sejajar dengan meridian,
• Nama-nama dapat memberi keterangan dari unsur berbentuk titik, garis, dan luasan sebagai berikut :
• Unsur titik, penamaan diletakkan di samping kanan agak ke atas dari unsur tersebut
• Unsur berbentuk memanjang, nama sebaiknya diletakkan sejajar unsur tersebut. Apabila unsur cukup lebar, nama diletakkan di dalam. Nama-nama untuk unsur yang memanjang, sebaiknya diulang pada jarak tertentu.
• Unsur luasan, sebaiknya nama ditempatkan memanjang sehingga menempati 2/3 dari panjang daerah. Penempatan dari huruf-huruf sedapat mungkin menunjukkan karakteristik dari bentuk daerah itu.
• Nama-nama harus terletak bebas satu dengan lainnya, tidak terganggu oleh simbol-simbol lainnya, dan tidak boleh saling berpotongan, kecuali apabila ada nama yang huruf-hurufnya mempunyai jarak (spacing) yang jelas. • Apabila nama-nama harus ditempatkan melengkung, bentuk dari
lengkungan harus teratur dan tidak boleh terlalu tajam lengkungannya • Dalam hal banyak nama-nama yang terpusat di suatu daerah, diatur
sedemikian rupa sehingga terlihat distribusi nama-nama di tempat itu tidak terlalu padat dibanding dengan daerah lain di peta, tetapi harus dijaga sampai ada keraguan unsure-unsur mana yang diwakili oleh nama-nama tersebut.
• Angka ketinggian/kedalaman dari garis kontur ditempatkan di celah-celah tiap kontur dan penempatannya harus sedemikian rupa sehingga tiap angka terbaca ada arah mendaki lereng. Penyimpangan dari aturan ini boleh dilakukan apabila terjadi angka-angka menjadi terbalik dari arah pembaca peta, hingga sulit untuk dibaca.
• Pemilihan jenis huruf tergantung sepenuhnya pada perencanaan (kartografer) sendiri. Akan tetapi jenis-jenis huruf haruslah fit pada keseluruhan peta. Ada beberapa aturan tentang pemakaian jenis huruf, misalnya huruf-huruf tegak lurus untuk unsur-unsur buatan manusia, huruf miring untuk nama-nama unsur alam, tetapi pada dasarnya tidak ada aturan yang pasti tentang hal ini, dan tetap pemilihan jenis huruf diserahkan sepenuhnya pada kartoografer.
• hubungan antara letering dan reproduksinya.
Beberapa faktor lain yang harus diperhatikan dalam peta laut antara lain: • batas lembar peta laut,
• lampiran,
• kompas dan variasi magnetik, • informasi pasut,
• pola geometris radionavigasi (radionavigation Lattices), • catatan dan diagram,
• judul peta, dan • warna
Suatu peta laut dirancang atas tujuan dari tiap-tiap penggunaannya, setiap pencapaian tujuan tersebut harus memperhatikan spesifikasi. Dalam kaitannya dengan peta batas laut, tujuan peta batas laut yaitu untuk memberikan informasi batas laut dengan spesifikasi batas laut tersebut terdapat pada landasan hukum laut dunia yang berlaku yaitu UNCLOS 1982. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai batas-batas laut berdasarkan UNCLOS 1982.
2.3 Batas-Batas Laut Berdasarkan UNCLOS 1982
Penetapan batas perairan merupakan implementasi dari UNCLOS 1982 yang disepakati sejak tahun 1982 dan resmi berlaku pada tanggal 16 November 1994. Terdapat enam wilayah perairan suatu negara pantai sebagaimana tercantum dalam UNCLOS, yaitu Perairan Pedalaman (Coastal Waters), Laut Teritorial (Territorial Sea), Zona Tambahan (Contiguous Zone), Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusiive Economic Zone), Landas Kontinen (Continental Shelf), dan Laut Lepas (Gambar 2.11).
Perairan Pedalaman adalah perairan pada sisi darat garis pangkal Laut Teritorial negara tersebut, seperti pelabuhan, sungai, danau, kanal, dan perairan yang dapat dilayari. Dengan demikian, perairan ini dapat dikatakan sebagai bagian dari wilayah daratan suatu negara pantai.
Laut Teritorial merupakan wilayah perairan dimana suatu negara pantai memiliki kedaulatan atas ruang udara di atasnya, dasar laut, dan tanah di bawahnya. Lebar Laut Teritorial hingga batas yang tidak melebihi 12 mil laut (1 mil laut setara dengan 1852 meter), diukur dari garis pangkal. Batas luar Laut Teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat garis pangkal, sama dengan lebar Laut Teritorial.
Garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial harus dicantumkan dalam peta dengan skala yang memadai atau diberikan dalam bentuk koordinat geografis, yang selanjutnya diumumkan secara resmi serta diserahkan salinannya kepada Sekjen PBB. Terdapat berbagai jenis garis pangkal yang dapat digunakan sebagai acuan penarikan batas wilayah laut (Gambar 2.12), yaitu :
1. Garis Pangkal Normal
Garis pangkal normal, yaitu garis air rendah sepanjang pantai terlihat sebagai garis nol kedalaman pada peta laut skala besar yang diakui resmi oleh negara pantai yang bersangkutan. Untuk pulau yang mempunyai karang-karang di sekitarnya, maka garis pangkal terletak pada garis air rendah pada sisi karang ke arah laut yang ditunjukkan secara jelas pada peta laut yang resmi.
2. Garis Pangkal Lurus
Garis pangkal lurus yaitu kumpulan garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar kepulauan, batu, dan karang serta sepanjang garis pantai yang menjorok ke dalam (sungai dan teluk). Garis Pangkal Lurus digunakan dimana garis pantai menjorok jauh ke dalam dan menikung ke dalam atau jika terdapat suatu deretan pulau sepanjang pantai di dekatnya.
Berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa jenis garis pangkal lurus:
• Garis Pangkal Lurus Penutup Sungai. Garis pangkal yang melintasi sungai adalah suatu garis lurus antara titik-titik pada garis air rendah kedua tepi sungai.
• Garis Pangkal Lurus Penutup Teluk. Suatu lengkungan pantai dianggap sebagai teluk, apabila luas teluk sama atau lebih luas dari luas setengah lingkaran yang mempunyai garis tengah melintasi mulut lekukan tersebut. Apabila lekukan mempunyai lebih dari satu mulut, maka setengah lingkaran dibuat pada suatu garis yang panjangnya sama dengan jumlah keseluruhan panjang garis yang melintasi berbagai mulut tersebut. Garis pangkal yang melintasi teluk adalah suatu garis lurus antara titik-titik pada garis air rendah pada pintu masuk alamiah suatu teluk yang panjangnya tidak melebihi 24 mil laut. Apabila jarak antara garis air rendah melebihi 24 mil laut, maka suatu garis lurus yang panjangnya 24 mil laut ditarik dalam teluk tersebut sedemikian rupa, sehingga menutup suatu daerah perairan yang maksimum dicapai oleh garis tersebut.
• Garis Pangkal Lurus Penutup Pelabuhan. Untuk penarikan garis pangkal yang melewati pelabuhan laut permanen, maka bagian terluar dari pelabuhan laut dianggap sebagai bagian integral dari pantai.
• Garis pangkal kepulauan adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau atau karang-karang terluar kepulauan.
Gambar 2.12 Jenis-jenis Garis Pangkal (Djunarsjah, 2004).
Zona Tambahan merupakan suatu zona yang berbatasan dengan Laut Teritorial dan batasnya tidak dapat melebihi 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar Laut Teritorial diukur. Pada zona ini negara pantai dapat melaksanakan pengawasan untuk mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau Laut Teritorialnya, dan mencegah pelanggaran peraturan perundangan-undangan tersebut dilakukan di dalam wilayah atau Laut Teritorialnya.
Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan Laut Teritorial. Adapun lebar dari Zona Ekonomi Eksklusif tidak melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar Laut Teritorial diukur. Zona ini juga tunduk pada rejim hukum khusus yang berdasarkan pada hak-hak dan yuridiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain.
Landas Kontinen merupakan wilayah perairan yang meliputi dasar laut, dan tanah di bawahnya dari daerah di permukaan laut yang terlerak di luar Laut Teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran laut tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari
A. Garis Pangkal Normal B. Garis Pangkal Lurus
D. Garis Pangkal Lurus Kepulauan C. Garis Penutup Sungai dan Teluk
Garis Pangkal = Garis Air Rendah
Garis Pantai Garis Pantai
Garis Air Rendah Garis Pangkal
Garis Air Rendah Garis Pangkal
Garis Pantai Teluk Garis Pantai Garis Pangkal Sungai Pulau Garis Pangkal
mana lebar Laut Teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Tepi kontinen yang dimaksud meliputi kelanjutan bagian daratan negara pantai yang berada di bawah permukaan air, dan terdiri atas dasar laut dan tanah di bawahnya dari dataran kontinen, lereng (slope), dan tanjakan (rise) serta tidak mencakup dasar samudera dalam dengan bukit-bukit samudera atau tanah di bawahnya.
Batas Landas Kontinen diatur dalam UNCLOS 1982, pasal 76 ayat 4-6 dengan uraian seperti berikut. Jika penetapan tepian kontinen tersebut lebih lebar dari 200 mil laut dari garis pangkal dapat dilakukan dengan cara menghubungkan titik-titik tetap terluar dimana ketebalan batu endapan adalah paling sedikit 1% dari jarak terdekat antara titik tersebut dan kaki lereng kontinen, dengan penarikan garis-garis lurus dari titik-tik tetap yang tidak melebihi 60 mil laut dari kaki lereng kontinen, atau dengan garis batas yang tidak melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dari mana Laut Teritorial diukur atau tidak boleh melebihi 100 mil laut dari garis batas kedalaman (isobath) 2500 meter, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian-bagian alamiah tepian kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar (banks), dan puncuk gunung yang bulat (spurs) nya.
Bagian dari Laut Lepas mencakup semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif, Laut Teritorial, Perairan Pedalaman suatu negara, dan perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Laut Lepas terbuka untuk semua negara (negara pantai dan negara tak berpantai). Kebebasan pada Laut Lepas meliputi kebebasan untuk berlayar, penerbangan, memasang kabel dan pipa bawah laut, membangun pulau buatan dan instalasi lainnya, menangkap ikan, dan riset ilmiah.
2.4 Contoh Peta Batas Laut Teritorial Negara Lain 2.4.1 Peta Batas Laut Teritorial Belgia
Peta Batas Laut Teritorial Belgia (Gambar 2.13) merupakan peta Laut Teritorial dan Zona Tambahan, yang menampilkan peta indeks,batas negara di darat, garis pantai, garis batas Laut Teritorial, garis batas Zone Tambahan, koordinata titik-titik batas, dan nama divisi pembuat peta
Peta ini memiliki spesifikasi sebagai berikut : • sistem proyeksi : Mercator
• datum : WGS 84 • skala 1 : 1.200.000 • selang grid : 30 menit
Gambar 2.13 Klaim Kelautan Belgia
2.4.2 Peta Batas Laut Teritorial Australia
Peta Batas Laut Teritorial Australia (Gambar 2.14) merupakan peta zona laut, yang menampilkan baseline, zona perairan Australia, nama pulau, nama-nama laut, batas aktifitas perminyakan, batas zona pelindungan, batas perjanjian Indonesia-Australia.
Peta ini memiliki spesifikasi sebagai berikut :
• sistem proyeksi : Bonne dengan 134°BB dan 30° LS dari pusat proyeksi • datum : Australian Geodetic Datum (1966)
• selang grid : 10 derajat
Pada peta ini dicantumkan pula keterangan sumber data yang digunakan untuk produksi peta tersebut, edisi peta, nama, dan alamat instansi pembuat peta, serta diagram yang menampilakan keterkaitan antara fitur maritim, batas dan zona laut dari baseline Laut Teritorial.
Gambar 2.14 Peta Zona Maritim Australia (Geoscience Australia-National Mapping Division, 2008)
2.4.3 Peta Batas Laut Teritorial Australia di Selat Torres
Peta Batas Laut Teritorial Australia di Selat Torres (Gambar 2.15) merupakan peta zona laut, yang menampilkan garis yuridiksi dasar laut dan perikanan, garis yuridiksi dasar laut, garis yuridiksi perikanan, batas taman laut, batas Perairan Pedalaman (coastal water), Laut Teritorial Australia, Perairan Internal Australia, nama-nama pulau, nama-nama pulau, nama-nama selat, nama-nama karang, dan nama zona taman laut.
Peta ini memiliki spesifikasi sebagai berikut : • sistem proyeksi : Mercator
• datum : Australian Geodetic Datum (1966) • skala 1 : 300.000 dari lat 27°15’S
• selang grid : 30 menit
Pada peta ini dicantumkan pula keterangan sumber data yang digunakan untuk produksi peta tersebut, edisi peta, nama, dan alamat instansi pembuat peta, serta peringatan yang menerangkan bahwa peta ini “tidak untuk digunakan dalam navigasi”.
Gambar 2.15 Zona Maritim Aaustralia Di Selat Torres (Geoscience Australia-National Mapping Division, 2002)
2.4.4 Peta Batas Laut Teritorial Madilarri-Ildugij
Peta Laut Teritorial Madilarri-Ildugij (Gambar 2.16) merupakan peta zona laut, yang menampilkan garis native title claim, garis pantai, batas taman laut, garis batas 3 mil laut, garis batas 12 mil laut, 24 mil laut, baseline, batas geografis NT, nama-nama teluk, nama-nama laut, nama-nama pulau, zona maritim, nama pelabuhan, dan zona taman laut.
Peta ini memiliki spesifikasi sebagai berikut : • sistem proyeksi : Australian Map Grid Zone 53, • selang grid : 30 menit.
Pada peta ini dicantumkan pula keterangan sumber data yang digunakan untuk produksi peta tersebut, edisi peta, nama instansi pembuat peta, serta peringatan yang menerangkan bahwa posisi pada peta ini belum disahihkan (belum divalidasi).
Gambar 2.16 Klaim Madilarri-Ildugij
2.4.5 Peta Batas Laut Teritorial Burma-Thailand
Peta Batas Laut Teritorial Burma-Thailand (Gambar 2.17) merupakan peta batas laut antara kedua negara yang bersebelahan yaitu Burma dan Thailand. Peta ini menampilkan posisi garis pangkal lurus negara Burma batas Laut Teritorial dan Landas Kontinen antar kedua negara tersebut dengan cara mencantumkan koordinat titik-titik batasnya, peta indeks, dan batas negara di darat.
Peta ini memiliki spesifikasi sebagai berikut : • sistem proyeksi : Mercator,
• datum : DMAHTC 63025, edisi ke-15, rev.10/3/81, • skala 1 : 965.000 dari lat 10°,
• selang grid : 1 derajat.
Pada peta ini dicantumkan pula nama divisi pembuat peta, keterangan bahwa peta ini disediakan untuk Departement of State Limits in the Seas study, dan penggunaannya hanya bersifat ilustratif.
Gambar 2.17 Batas Laut Burma-Thailand