• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kesiapan Belajar Siswa

2.1.1 Tinjauan Tentang Kesiapan a. Pengertian Kesiapan

Menurut Oemar Hamalik (2003:113) murid yang siap belajar akan dapat melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan berhasil. Siap tidaknya siswa dalam menghadapi dan menerima materi pelajaran selanjutnya sangat berhubungan dengan persiapan sebelumnya. Kesiapan belajar sangat penting dipahami oleh setiap siswa, dengan adanya kesiapan yang matang akan memberikan dampak yang positif bagi hasil belajarnya. Bukan hanya itu siswa dapat belajar dengan mudah dan penuh dengan semangat dalam belajarnya.

Menurut Bambang Iryanto (2002:115) kesiapan merupakan kemauan, keinginan dan kemampuan dalam mengusahakan kegiatan yang bergantung pada kematangan, pengalaman, mental dan emosi. Sedangkan menurut Slameto (2003:113) kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberikan respon/jawaban didalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian keadaan dapat berpengaruh terhadap pemberian respon atau jawaban. Kondisi ini setidak-tidaknya mencakup tiga aspek yaitu: pertama kondisi fisik, mental dan emosianal. Kedua kebutuhan- kebutuhan, motif dan tujuan. Ketiga keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari.

Jamies Brever (Slameto, 2010:32) menyatakan bahwa kesiapan belajar adalah kesediaan untuk memberi respon bereaksi dan merupakan prasyarat untuk belajar berikutnya. Kesiapan belajar merupakan hukum belajar dimana setiap individu akan merespon dengan cepat dam mudah dari setiap stimulus manakalah dalam diri individu tersebut terdapat kesiapan yang matang.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan merupakan kemampuan siswa yang membuatnya siap untuk memberikan respon/jawaban dan merupakan pra syarat untuk belajar berikutnya. Baik itu

(2)

kesiapan fisik, kesiapan mental, kesiapan pengetahuan, kesiapan tujuan, kesiapan kondisi atau situasi dan kesiapan keterampilan.

b. Prinsip-prinsip kesiapan

Adapun prinsi-prinsip kesiapan menurut Slameto (2010:115) adalah sebagai berikut:

1. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling mempengaruhi).

2. Kematangan jasmani dan rohani.

3. Pengalaman-pengalaman.

4. Kesiapan dasar.

c. Faktor-faktor kesiapan

Adapun faktor-faktor kesiapan dari beberapa pendapat diantaranya adalah sebagia berikut:

1. Djamarah (2002:35) menyebutkan bahwa faktor-faktor kesiapan meliputi:

a) Kesiapan fisik

Kesiapan fisik artinya siswa memiliki kemampuan fisik dalam menerima respon atau jawaban dalam belajar. Kesiapan fisik meliputi tubuh sehat, jauh dari gangguan mengantuk, keadaan tubuh tidak lesuh dan sebagainya.

b) Kesiapan pisikis

Kesiapan psikis artinya siswa memiliki kemampuan psikis dalam menerima jawaban atau respon dalam belajar. Kesiapan psikis meliputi adanya hasrat untuk belajar, dapat berkonsentrasi, dan adanya kesadaran dalam belajar.

c) Kesiapan materil

Kesiapan materil artinya siswa memiliki kemampuan materil dalam belajar. Kesiapan materil meliputi adanya bahan yang dipelajari atau dikerjakan baik itu berupa buku bacaan, cataan, buku paket, LKS dan lain-lain.

2. Menurut Slameto (2010:113) kondisi kesiapan mencakup tiga aspek yaitu:

a. Kondisi fisik, mental dan emosional b. Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan c. Keterampilan dan pengetahuan

(3)

3. Menurut Westy Soemanto (2003:191) faktor-faktor kesiapan meliputi:

a. Perlengkapan dan pertumbuhan psikologis misalnya pertumbuhan terhadap perlengkapan pribadi seperti tubuh pada umumnya, alat-alat indra dan kapasitas intelektual.

b. Motivasi, minat serta tujuan individu untuk mempertahankan serta mengembangkan diri. Motivasi berhubungan dengan sistem kebutuhan dalam diri manusia serta tekanan-tekanan lingkungan.

4. Menurut Darsono (2000:27) faktor-faktor kesiapan meliputi:

a. Kondisi fisik yang tidak kondusif misalnya sakit, akan mempengaruhi faktor-faktor lain yang dibutuhkan dalam belajar.

b. Kondisi psikologis yang kurang baik misalnya gelisah, tertekan dan sebagainya. Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi proses belajar siswa.

2.1.2 Tinjauan Tentang Belajar a. Pengertian belajar

Menurut Winkel, belajar adalah suatu aktifitas mental atau pisikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemah aman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas (Yatim Riyanto, 2009:5).

Menurut Hilgard dan Abower, belajar adalah berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan seseorang (Ngalim Purwanto, 2007:84).

Sedangkan menurut Cronbach, menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Artinya sebaik-baiknya belajar adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan panca indra.

Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru, mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah terentu (Yatim Riyanto, 2009:5; 2010:5).

(4)

Dengan demikian, penulis dapat mengambil kesimpulan, belajar adalah suatu aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi lingkungan untuk menghasilkan suatu perubahan tingkah laku, pemahaman dan keterampilan.

b. Fator-faktor yang mempengaruhi belajar

Banyak faktor yang mempengaruhi belajar, menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar diantaranya adalah

a) Faktor-faktor intern

Faktor interen merupakan faktor belajar yang berasal dari dalam diri siswa. Dalam hal ini terdapat tiga faktor, yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Faktor jasmaniah yang mempengaruhi belajar anak seperti faktor kesehatan dan cacat tubuh. Faktor psikologis yang mempengaruhi belajar anak seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. Faktor kelelahan yang mempengaruhi belajar anak seperti kelesuhan dan kebosanan.

b) Faktor-faktor ekstern

Faktor ekstern merupakan faktor belajar yang berasal dari luar diri siswa seperti faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Faktor keluarga yang mempengaruhi belajar anak seperti cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar anak seperti metode mengajar, kurikulum sekolah, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sedangkan faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar siswa seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

c. Ciri-ciri belajar

Seorang siswa dikatakan berhasil dalam pembelajaran apabila terjadi perubahan tingkah laku yang timbul, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu.

Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, namun tidak semua

(5)

perubahan tingkah laku seseorang dikatakan belajar. Karena perubahan tingkah laku yang timbul dari proses belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas. Menurut Muhibbin Syah (1999:116) ciri-ciri perwujudan yang khas dalam belajar yaitu:

a) Perubahan Intensional

Perubahan intensional artinya perubahan yamg dihasilkan dari pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari sehingga siswa menyadari akan adanya perubahan tingkah laku yang dialami. Seperti penambahan wawasan, kebiasaan, pandangan sesuatu, sikap, ketrampilan dan seterusnya.

b) Perubahan Positif dan Aktif

Perubahan positif artinya perubahan yang bermanfaat atau baik, serta sesuai dengan harapan seperti pemahaman dan ketrampiln baru yang lebih baik dari pada sebelumnya. Sedangkan perubahan aktif artinya perubahan yang dihasilkan oleh usaha siswa itu sendiri tidak terjadi dengan sendirinya.

c) Perubahan Efektif dan Fungsional

Perubahan belajar dikatakan efektif apabila perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa.

Sedangkan perubahan fungsional terjadi apabila perubahan tersebut relatif menetap dan setiap saat apabilah dibutuhkan, perubahan tersebut dapat dimanfaatkan lagi.

2.1.3 Kesiapan Belajar Siswa

a. Pengertian Kesiapan Belajar

Thorndike dalam Slameto (2010:114) menyatakan bahwa kesiapan merupakan prasyarat untuk belajar berikutnya. Kesiapan belajar dapat diartikan sebagai sejumlah tingkat perkembangan yang harus dicapai oleh seseorang dalam belajar agar dapat menerima suatu pelajaran baru. Dengan kata lain kesiapan untuk menerima pelajaran baru akan tercapai apabilah seseorang telah mencapai tingkat kematangan tertentu.

Perbuatan belajar dapat berlangsung dengan baik apabila fungsi-fungsi yang diperlukan untuk belajar sudah cukup matang atau telah siap untuk dipergunakan. Kesiapan belajar tersebut dapat menyangkut kesiapan fisik maupun phsyikis.

Usman Efendi (1989:44) menjelaskan beberapa jenis kesiapan yang perlu diperhatikan oleh guru diantaranya yaitu:

(6)

1. Mental set (kesiapan mental) yakni kesiapan mental rohani untuk melakukan tindakan. Dengan mental yang siap maka individu akan bertindak dengan lebih cepat, teliti dan efisien.

2. Goal set (kesiapan tujuan) yakni kesiapan individu untuk memahami tujuan yang akan dicapai. Makin jelas dan dipahami tujuan, makin efisien tindakan individu.

3. Situations set (kesiapan situasi) yakni keadaan siap untuk mengenal, sadar dan memahami sitiasi dimana kita berada dengan situasi itu kita berhubugan.

4. Physical set (keadaan fisik) yakni keadaan siap jasmani untuk melakukan suatu tindakan.

Dari beberapa definisi teori di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan belajar adalah kemampuan siswa dalam pengaturan kondisi, baik itu kondisi rohani maupun kondisi fisik seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi belajar sehingga membuat belajar lebih mudah dan berhasil. dalam hal ini kesiapan belajar yang dimaksud peneliti adalah kesiapan belajar sebelum melaksaanakan pembelajaran matematika geometri pokok bahasan kubus dan balok.

b. Indikator-indikator Kesiapan Belajar

1. siswa mampu mempersiapkan kondisi fisiknya sebelum belajar dimulai.

2. siswa mempunyai perlengkapan dalam belajar.

3. Siswa memiliki kesadaran dalam belajar.

4. Siswa mampu mengerjakan soal-soal yang ditugaskan oleh guru.

5. Siswa mempunyai pengetahuan yang luas.

6. Siswa dapat menvisualisasikan bentuk-bentuk bangun ruang.

7. Siswa memiliki tujuan yang akan dicapai dengan jelas.

8. Siswa memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan tersebut.

9. Siswa mampu memahami situasi pembelajarannya dan dapat merancang kondisi kelas.

c. Prinsip-prinsip kesiapan belajar

Adapun prinsip–prinsip kesiapan belajar menurut Slameto (2010:115) adalah sebagai berikut:

(7)

1. Kematangan

Kematangan adalah proses yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan.

2. Kecerdasaan.

Perkembangan kecerdasan menurut J.Piaget adalah sebagai berikut:

a) Sensori Motor periode ( 0 – 2 tahun)

Dalam tahap ini anak banyak bereaksi reflek, namun reflek tersebut belum terkordinasikan dengan jelas. Dalam tahap ini pula terjadi perkembangan perbuatan sensori motor dari yang sederhana menjadi relatif lebih kompleks.

b) Preoperational Period ( 2 – 7 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak mulai mempelajari nama-nama dari objek yang sama dengan apa yang dipelajari oleh orang dewasa.

c) Concrete operation

Dalam tahap ini pikiran anak mulai stabil artinya aktivitas batiniah dan skema pengamatan mulai diorganisasikan menjadi sistem pengerjaan yang logis. Anak mulai dapat berpikir lebih dulu akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan yang akan dilakukannya dan tidak lagi bertindak coba-coba.

d) Formal operation

Dalam tahap ini kecakapan anak tidak lagi terbatas pada objek-objek yang kongkret.

2.1.4 Pembelajaran Matematika Geometri

Matematika geometri merupakan salah satu dari pelajaran yang diajarkan di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurut Karso (1993:211) matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan. Sedangkan menurut Russefendi (1991:61), matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dan geometri merupakan suatu sistem aksiomatik dan kumpulan generalisasi, model dan bukti tentang bentuk-bentuk benda bidang datar dan ruang. Tujuan pembelajaran matematika adalah berupa pengetahuan dan keterampilan.

Menurut Susanto (Rosita, 2007:1) tujuan pengajaran geometri adalah mengembangkan intuisi keruangan. Sedangkan menurut Van De Well

(8)

(Abdussakir, 2010:4) ada lima alasan mengapa geometri sangat penting untuk dipelajari yaitu:

1) Geometri membantu manusia memiliki apresiasi yang utuh tentang dunianya.

2) Eksplorasi geometrik dapat membantu mengembangkan keterampilan pemecahan masalah.

3) Geometri memainkan peran utama dalam bidang matematika lainnya.

4) Geometri digunakan oleh banyak orang dalam kehidupan sehari-hari.

5) Geometri penuh teka-teki dan menyenangkan.(kusniyah, 2013:3)

pembelajaran matematika geometri yang dimaksud oleh peneliti adalah pokok bahasan kubus dan balok.

Deskripsi materi kubus dan balok menurut Nunik Avianti Agus (2008:184) dan Sudirman (2011:225) adalah sebagai berikut :

1) Kubus

1. Pengertian kubus

Menurut Nunik Avianti Agus (2008:184) Kubus merupakan bangun ruang yang semua sisinya berbentuk persegi dan semua rusuknya sama panjang.

Gambar 2.1 kubus

Gambar merupakan sebuah kubus ABCD EFGH yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

a. Sisi/ Bidang

Sisi kubus adalah bidang yang membatasi bagian dalam dan bagian luar dari bangun tersebut. Dari gambar 2.1 terlibat bahwa kubus ABCD EFGH memiliki 6 buah sisi yang semuanya berbentuk persegi yaitu ABCD (sisi bawah), EFGH (sisi atas), ABFE (sisi depan), CDGH (sisi belakang), BCGF (sisi samping kiri) dan ADHE (sisi samping kanan).

b. Rusuk

B D

A

C

E F

H G

(9)

Rusuk kubus adalah garis potong antara dua sisi kubus dan terlihat seperti kerangka yang menyusun kubus. Jika melihat kembali pada gambar 2.1 maka kubus ABCD EFGH memiliki 12 rusuk, yaitu AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, dan DH.

c. Titik Sudut

Titik sudut kubus adalah titik potong antara dua rusuk atau lebih. Dari gambar 2.1, terlihat kubus ABCD EFGH memiiki 8 buah titik sudut, yaitu titik A, B, C, D, E, F, G,dan H.

d. Diagonal Bidang

Coba perhatikan kubus ABCD EFGH pada gambar 2.2. pada kubus tersebut terdapat garis AF yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu sisi/bidang.

Gambar 2.2 Diagunal Bidang

Ruas garis tersebut dinamakan sebagai diagonal bidang. Pada kubus terdapat 12 diagonal bidang, yaitu garis AF, BE, BG, FC, DG, HC, EG, HF, AC, BD, AH, dan ED.

e. Diagonal Ruang

Coba perhatikan kubus ABCD EFGH pada gambar 2.3, pada kubus tersebut terdapat garis HB yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang. Ruas garis tersebut dinamakan sebagai diagonal ruang. Pada kubus terdapat 4 diagonal bidang, yaitu garis HB, AG, EC,dan DF.

Gambar 2.3 Diagonal Ruang H F

A

C E

G

D B

H E

C D

F

A E

G

B

(10)

f. Bidang Diagonal

Coba perhatikan kubus ABCD EFGH pada gambar 2.4, pada kubus tersebut terdapat dua buah diagonal bidang pada kubus ABCD EFGH yaitu AC dan EG.

Gambar 2.4 Bidang Diagonal

Ternyata, diagonal bidang AC dan EG beserta dua rusuk kubus yang sejajar yaitu AE dan CG membentuk suatu bidang di dalam ruang kubus bidang ACGE pada kubus ABCD. Bidang ACGE disebut sebagai bidang diagonal. Dalam kubus terdapat 6 bidang diagonal.

2. Sifat-sifat Kubus

a. Semua sisi kubus berbentuk persegi. Memiliki bentuk persegi dan memiliki luas yang sama.

b. Semua ukuran kubus berukuran sama panjang.

c. Setiap diagonal bidang pada kubus memiliki ukuran yang sama panjang.

d. Setiap diagonal ruan pada kubus memiliki ukuran yang sama panjang.

e. Setiap bidang diagonal pada kubus memiliki bentuk persegi panjang.

3. Menggambar kubus

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :

a. Gambarlah sebuah persegi, misalkan persegi ABFE yang berperan sebagai sisi depan. Bidang ABFE ini disebut sebagai bidang frontal, artinya bidang yang dibuat sesuai dengan bentuk sebenarnya.

b. Langkah selanjutnya, buatlah ruas garis sejajar dan sama panjang dari setiap sudut persegi yang telah dibuat sebelumnya. Panjang ruas garis tersebut kurang lebih setengah dari panjang sisi persegi dengan kemiringan kurang lebih 450

B D A

C

E F

H G

(11)

c. Kemudian, buatlah persegi dengan cara menghubungkan ujung-ujung ruas garis yang telah dibuat sebelumnya. Beri nama persegi CDHG. Persegi tersebut berperan sebagai sisi belakang dari kubus yang akan dibuat.

4. Jaring-jaring kubus

Jaring-jaring kubus menurut Nunik Avianti Agus (2008:188) adalah rangkaian sisi-sisi suatu kubus yang jika dipadukan akan membentuk suatu kubus. Terdapat berbagai macam bentuk jaring-jaring kubus. Diantaranya sebagai berikut :

Gambar 2.5 Jaring-jaring Kubus

5. Volume kubus

Perhatikan gambar berikut : (a)

(b)

(c)

(d)

(a) (b)

Gambar 2.6 Bentuk-bentuk Kubus

(12)

E

Gambar menunjukkan bentuk-bentuk kubus dengan ukuran berbeda. Kubus pada gambaar 2.6 (a) merupakan kubus satuan. Untuk membuat kubus satuan pada gambar 2.6 (b), diperlukan 2 x 2 x 2 = 8 kubus sama. Menurut Nunik Avianti Agus (2008:190) volume atau isi suatu kubus dapat ditentukan dengan cara mengalikan panjang rusuk tersebut sebanyak tiga kali, sehingga :

Volume kubus = panjang rusuk x panjang rusuk x panjang rusuk

= s x s x s

= s3

2) Balok

1. Pengertian balok

Menurut Nunik Avianti Agus (2008:192) Balok merupakan bangun ruang yang memiliki tiga pasang sisi

Gambar 2.7 Balok

Gambar merupakan sebuah balok ABCD EFGH yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

a. Sisi/Bidang

Sisi balok adalah bidang yang membatasi bagian dalam dan bagian luar dari bangun tersebut. Dari gambar 2.5 terlibat bahwa balok ABCD EFGH memiliki 6 buah sisi yang semuanya berbentuk persegi panjang yaitu ABCD (sisi bawah), EFGH (sisi atas), ABFE (sisi depan), CDGH (sisi belakang), BCGF (sisi samping kiri) dan ADHE (sisi samping kanan).

b. Rusuk

Rusuk balok adalah garis potong antara dua sisi balok dan terlihat seperti kerangka yang menyusun balok. Jika melihat kembali pada gambar 2.5 maka balok ABCD EFGH memiliki 12 rusuk, yaitu AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, dan DH.

c. Titik Sudut

C D

F H G G

A B

(13)

Titik sudut balok adalah titik potong antara dua rusuk atau lebih. Dari gambar 2.5, terlihat balok ABCD EFGH memiiki 8 buah titik sudut, yaitu titik A, B, C, D, E, F, G,dan H.

d. Diagonal Bidang

Coba perhatikan kubus ABCD EFGH pada gambar 2.6. pada balok tersebut terdapat garis AF yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan

Gambar 2.8 Diagonal Bidang

dalam satu sisi/bidang. Ruas garis tersebut dinamakan sebagai diagonal bidang. Pada balok terdapat 12 diagonal bidang, yaitu garis AF, BE, BG, FC, DG, HC, EG, HF, AC, BD, AH, dan ED.

e. Diagonal Ruang

Coba perhatikan kubus ABCD EFGH pada gambar 2.7, pada kubus tersebut terdapat garis HB yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang. Ruas garis tersebut dinamakan sebagai diagonal ruang. Pada balok terdapat 4 diagonal bidang, yaitu garis HB, AG, EC,dan DF

Gambar 2.9 Diagonal Ruang H F

A

C E

G

D B

H

D C F

A E

G

B

(14)

f. Bidang Diagonal

Coba perhatikan balok ABCD EFGH pada gambar 2.8, pada balok tersebut terdapat dua buah diagonal bidang pada balok ABCD EFGH yaitu AC dan EG.

Gambar 2.10 Bidang Diagonal

Ternyata, diagonal bidang AC dan EG beserta dua rusuk balok yang sejajar yaitu AE dan CG membentuk suatu bidang di dalam ruang balok bidang ACGE pada balok ABCD. Bidang ACGE disebut sebagai bidang diagonal.

Dalam balok terdapat 6 bidang diagonal.

2. Sifat-sifat balok

a) Sisi-sisi balok berbentuk persegi panjang. Dalam balok, minimal memiliki dua pasang sisi yang berbentuk persegi panjang.

b) Rusuk-rusuk yang sejajar memiliki ukuran sama panjang.

c) Setiap diagonal bidang pada sisi yang berhadapan memiliki ukuran sama panjang.

d) Setiap diagonal ruang pada balok memiliki ukuran sama panjang e) Setiap bidang diagonal pada balok memiliki bentuk persegi panjang.

3. Jaring-jaring Balok

Jaring-jaring balok menurut Nunik Avianti Agus (2008:195) adalah rangkaian sisi-sisi suatu balok yang jika dipadukan akan membentuk suatu balok.

Jaring-jaring balok tersusun atas tiga pasang persegi panjang yang setiap pasangannya memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Terdapat berbagai macam bentuk jaring-jaring balok. Diantaranya sebagai berikut :

(a) (b)

B D

A

C

E F

H G

(15)

p l

l l

t t

p t

t l

Gambar 2.11 Jaring-jaring Balok 4. Luas Balok

Perhatikan gambar berikut

Dari gambar 2.10 terlihat suatu balok beserta jaring-jaringnya. Untuk mencari luas permukaan balok, berarti sama saja dengan menghitung semua luas jaring- jaringnya. Misalkan, rusuk-rusuk pada balok diberi nama p (panjang), l (lebar), t (tinggi) seperti pada gambar. Dengan demikian luas permukaan balok adalah :

Luas permukaan balok menurut Sudirman (2011:240)

= L persegi panjang 1 + L persegi panjang 2 + L persegi panjang 3 + persegi panjang 4 + L persegi panjang 5 + L persegi panjang 6

= (pxl) + (pxt) + (lxt) + (pxl) + (lxt) + (pxt) = (pxl) + (pxl) +(pxt) + (pxt) + (lxt) + (lxt) = 2 (p x l) + 2(p x t) + 2(l x t)

= 2 ((p x l) + (p x t) + (l x t)) = 2 (pl + pt + lt)

Jadi luas permukaan balok dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

5. Volume balok

(c) (d)

(a)

p l

t

(b) 2 1

3 4 5

6

Luas permukaan balok = 2 (pl + pt + lt)

(16)

Proses penurunan rumus balok memiliki cara yang sama seperti pada kubus.

Caranya adalah dengan menentukan satu balok satuan dengan yang dijadikan acuan untuk balok yang lain. Perhatikan gambar 2.12 berikut :

Gambar 2.12 menunjukkan bentuk-bentuk balok dengan ukuran berbeda.

Balok pada gambaar 2.12 (a) merupakan balok satuan. Untuk membuat balok satuan pada gambar 2.12 (b), diperlukan 2 x 1 x 2 = 4 balok satuan. Menurut Nunik Avianti Agus (2008:197) volume atau isi suatu balok dapat ditentukan dengan cara mengalikan panjang, lebar dan tinggi balok tersebut.

Volume balok = panjang x lebar x tinggi

= p x l x t

2.1.5 Keterampilan Berpikir Geometri

1. Pengertian Keterampilan Berpikir Geometri

Keterampilan berpikir geometri terdiri dari tiga kata yaitu keterampilan, berpikir dan geometri. Keterampilan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2010:766) artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Sedangkan menurut Gagne (dalam Russefendi, 1991:165) keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Keterampilan dalam belajar, menurut pendapat Reber yang dikutip dalam buku Muhibbin Syah (2000:119), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapih secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.

Keterampilan bukan hanya diartikan sebagai keahlian khusus yang dimiliki oleh indvidu untuk melakukan sesuatu, tetapi ia juga memiliki arti yang lain, berdasarkan definisi di atas maka, keterampilan dapat diartikan

(a) (b)

(17)

kecakapan dalam menyelesaikan tugas, melakukan pola-pola tingkah laku dengan kompleks dan tersusun rapih untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

Keterampilan juga dapat berupa keterampilan mengambil keputusan.

Preisseien (lif Khoiru Akhmadi dkk, 2011:110) dikutip oleh Sayyimatul Khotimah (2012:11) berpendapat bahwa keterampilan pengambilan keputusan adalah keterampilan individu dalam mengungkapkan proses berpikirnya untuk memilih suatu keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi, dan pengambilan keputusan yang terbaik berdasarkan alasan-alasan yang rasional.

Berpikir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010:767) artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.

Sedangkan Menurut Mahmud (2005:104) berpikir memiliki tiga definisi yaitu mengutak-atik rumus, mendefinisikan objek konkrit menjadi abstrak melalui visualisasi dan menarik kesimpulan dari realitas yang dipahami. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir bukan hanya menggunakan akal budinya dalam mempertimbangkan sesuatu namun dapat pula diartikan berpikir secara matematis.

Geometri menurut Kamus Modern Bahasa Indonesia (2010) mempunyai dua pengertian yaitu cabang matematika yang menerangkan sifat- sifat garis, sudut, bidang serta ruang dan merupakan ilmu ukur bidang.

Menurut Mega Teguh Budiarto (2003: 65) geometri didefinisikan sebagai cabang matematika yang mempelajari tentang titik, garis, bidang dan benda- benda ruang serta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya dan hubungan dengan yang lain. Menurut Ruseffendi geometri adalah suatu sistem aksiomatik dan kumpulan generalisasi, model dan bukti tentang bentuk-bentuk benda bidang datar dan ruang.

Dengan demikian keterampilan berpikir geometri menurut peneliti adalah keterampilan siswa dalam memahami pengertian serta mampu mengungkapkan materi geometri yang disajikan dalam bentuk yang dapat dipahami serta mampu menvisualisasikan dan menganalisisnya.

2. Tingkat-tingkat Pemikiran Geometri

Menurut Van De Walle (2008:151) terdapat lima tingkatan dalam pemahaman ide-ide ruang yaitu:

(18)

a. Level 0: Visualisasi

Pada tahap ini siswa mengenal dan menamakan bentuk-bentuk berdasarkan pada karakteristik luas dan tampilan dari bentuk-bentuk tersebut (visual). Artinya objek-objek pikiran pada level ini berupa bentuk- bentuk dan bagaimana rupa mereka. Hasil pemikiran pada level ini adalah kelas-kelas atau kelompok-kelompok dari bentuk-bentuk yang terlihat mirip.

Misalnya siswa diberikan beberapa sifat bangun sebagai berikut:

Setiap sisi tegaknya berbentuk segitiga, memiliki tepat satu bidang alas yang berbentuk segi banyak, semua rusuk tegaknya menyatu pada satu titk puncak. Sebutkan bangun yang mempunyai sifat-sifat tersebut! Untuk menjawab pertanyaan tersebut siswa terlebih dahulu menggambarkan bangun yang sesuai dengan sifat-sifat yang diberikan, kemudian siswa menjawab bangun tersebut adalah limas.

b. Level 1: Analisis

Pada tahap ini siswa mulai mengerti bahwa sebuah kumpulan bentuk tergolong serupa berdasarkan sifat/ciri-cirinya. Ide-ide tentang suatu bentuk dapat digeneralisasikan pada semua bentuk yang sesuai golongan tersebut. Artinya objek-objek pemikiran pada level ini berupa kelompok- kelompok bentuk bukan bentuk-bentuk individual. Hasil pemikiran pada tingkatan ini adalah sifat-sifat dari bentuk. Misalnya siswa membedakan macam-macam bangun ruang sisi datar menurut sifat-sifatnya.

c. Level 2: Deduksi Informal

Pada tahap ini siswa mulai dapat berpikir tentang sifat-sifat objek geometri tanpa batasan dari objek-objek tertentu, mereka dapat membuat hubungan diantara sifat-sifat tersebut. Objek pemikiran pada tingkat ini adalah sifat-sifat dari bentuk dan hasil pemikiran pada level ini adalah hubungan diantara sifat-sifat objek geometri.

Misalnya siswa berpikir keempat sudut merupakan siku-siku, bangun tersebut sudah pasti persegi panjang. Jika bentuknya persegi, semua titik sudutnya sudah pasti siku-siku. Jika bentuknya persegi, bangun tersebut juga merupakan persegi panjang.

d. Level 3: Deduksi

(19)

Pada tahap ini siswa mampu meneliti bukan hanya sifat-sifat bentuknya saja. Pada tahap ini pula siswa mampu bekerja dengan pernyataan- pernyataan abstrak tentang sifat-sifat geometris dan membuat kesimpulan lebih berdasarkan pada logika dari pada naluri. Objek pemikiran pada tingkat ini berupa hubungan diantara sifat-sifat objek geometri. Hasil dari pemikiran pada tingkat ini adalah siste-sistem deduktif dasar dari geometri. Misalnya seorang siswa dapat dengan jelas mengamati bahwa garis diagonal dari sebuah persegi panjang saling berpotongan, sebagaimana siswa pada tingkat yang lebih rendahpun dapat melakukanya.

Namun pada tingkat ini terdapat apresiasi akan kebutuhan untuk membuktikannya berdasarkan serangkaian pendapat deduktif.

e. Level 4: Ketepatan (Rigor)

Pada tingkat ini objek perhatian adalah sistem dasarnya sendiri, bukan hanya penyimpulannya dalam sistem. Secara umum tingkatan ini adalah tingkatan mahasiswa jurusan matematika yang mempelajari geometri sebagai cabang dari ilmu matematika. Objek-objek pemikiran pada tahap ini adalah sistem-sistem deduktif dasar dari geometri dan hasil pmikiran pada tahap ini adalah perbandingan dan perbedaan diatara berbagai sistem- sistem geometri dasar. Misalnya geometri bola berdasarkan garis-garis yang tergambar pada bolabukannya pada bidang atau ruang biasa.

3. Tahapan Belajar Geometri

Menurut Van Hiele (E.T. Ruseffendi, 1985: 161-163) terdapat lima tahapan belajar geometri yaitu:

a. Pengenalan

Pada tahap ini siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri, seperti:

segitiga, kubus, bola, lingkaran, dan lain-lain. Tetapi siswa belum bisa memahami sifat-sifatnya.

b. Analisis

Pada tahap ini, siswa sudah dapat memahami sifat-sifat konsep atau bentuk geometri. Misalnya, siswa mengetahui dan mengenal bahwa sisi persegi panjang yang berhadapan itu sama panjang, bahwa panjang kedua diagonalnya sama panjang dan memotong satu sama lain sama panjan, dan

(20)

lain-lain. Tetapi siswa belum bisa memahami hubungan antara bentuk- brntuk geometri tersebut misalnya, kubus adalah balok dan prisma.

c. Pengurutan

Pada tahap ini siswa sudah mengenal, memahami sifat-sifatdan mengurutkan bentuk-bentuk geometri yang saling berhubungan.contohnya siswa dapat mengenal bahwa bujursangkar merupakan persegi panjang.

d. Deduksi

Pada tahap ini siswa dapat mengambil kesimpulan secara deduktif dan siswa sudah mengetahui unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma dan dalil. Akan tetapi pada tahap ini siswa belum mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Artinya pada tahap ini siswa belum bisa memahami pentingya suatu sistem deduktif. Misalnya siswa memahami bahwa besar sudut segitiga adalah 180 derajat, siswa tidak cukup memberikan alasan dengan cara induktif (karena ketiga sudutnya berbentuk sebuah sudut lurus) akan tetapi harus dengan cara deduktif (dibuktikan juga dengan menggunakan prinsip kesejajaran)

e. Akurasi

Pada tahap ini siswa sudah memahami bahwa sesuatu yang dijadikan postulat atau dalil itu penting, dengan kata lain siswa sudah memahami adanya ketepatan (presisi) dari apa-apa yng mendasar itu penting.

Misalnya siswa memahami bahwa ketepatan dari aksioma yang menyebabkan terjadinya geometri dari euclid.

2.2 Hubungan Antara Variabel

Kemajuan dan perubahan–perubahan sistem pendidikan yang ada mengharuskan siswa untuk bisa belajar dengan lebih baik lagi di tengah persaingan pendidikan yang ketat dan dewasa ini, terutama untuk bisa mencapai prestasi belajar baik dari segi pemahaman ataupun segi perkembangan pemikiran.

Banyak yang mempengaruhi belajar baik itu faktor intern atau faktor ekstern.

Dalam hal ini dibahas mengenai kesiapan belajar siswa. Kesiapan belajar siswa termasuk kedalam faktor intern dari segi psikologis siswa. Kesiapan belajar merupakan segenap sikap atau pengaturan siswa pada dirinya sendiri untuk dapat menerima ataupun mempelajari sesuatu dalam proses belajar. Seseorang baru dapat mempelajari sesuatu

(21)

apabila didalam dirinya sudah terdapat kesiapan ataupun readiness untuk mempelajari sesuatu tesebut. Tapi pada kenyataannya pada diri individu mempunyai perbedaan sejarah dan latar belakang yang berbeda-beda yang dapat menyebabkan pola pembentukan kesiapan yang berbeda-beda pula dalam belajar, sehingga menyebabkan hasil belajar yang berbeda pula. Artinya kesiapan belajar siswa mempengaruhi hasil belajar siswa.

Menurut Russefendi (1991:165) Hasil belajar matematika dapat berupa objek langsung diantaranya fakta, keterampilan, konsep dan aturan. Hasil belajar yang berupa keterampilan dapat diartikan sebagai keterampilan berpikir geometri. Keterampilan berpikir geometri merupakan keterampilan dalam memahami pengertian serta mampu mengungkapkan materi geometri yang disajikan dalam bentuk yang dapat dipahami serta mampu menvisualisasikan dan menganalisisnya. Dengan demikian antara kesiapan belajar siswa dan keterampilan berpikir geometri terdapat hubungan yang saling mempengaruhi.

2.3 Penelitian Terdahulu

Dari judul penelitian “Pengaruh kesiapan belajar terhadap keterampilan berpikir geometri (studi kasus pada siswa kelas VIII A SMPN I Kaliwedi Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon) pokok bahasan geometri (kubus dan balok)” tersebut terdapat dua variabel, yakni variabel ”kesiapan belajar siswa sebagai variabel X dan keterampilan berpikir geometri sebagai variabel Y. Oleh karena itu, peneliti sebelum melakukan penelitiannya harus menginventarisir masalah penelitian yang berkaitan dengan kesiapan belajar atau keterampilan berpikir geometri tersebut.

Setelah peneliti menelusuri penelitian-penelitian dalam masalah yang sama, baik yang berkenaan dengan kesiapan belajar atau keterampian berpikir geometri tersebut, ternyata ditemukan beberapa hasil penelitian sebagai berikut :

1. Pengaruh Kesiapan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Ciledug Kab. Cirebon. Diteliti oleh Jumaenah , Mahasiswi Jurusan Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada tahun 2012.

Berdasarkan analisis penelitian di MAN Ciledug diperoleh hasil dari data untuk kesiapan belajar dan prestasi belajar matematika siswa adalah berdistribusi normal.

Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil perhitungan variabel X diperoleh X2hitung

< X2tabel= 7,28 < 11,07 dan variabel Y diperoleh X2hitung < X2tabel= 9,399 < 9,488 sehingga data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan thitung diperoleh 2,67 berdasarkan kaidah pengujian bahwa thitung > ttabel, maka Ho ditolak artinya

(22)

signifikan yakni ada pengaruh kesiapan belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa.

2. Penelitian tentang pengaruh kesiapan belajar terhadap prestasi belajar siswa pernah dilakukan oleh Erna Nurdiani mahasiswi pendidikan matematika di STAIN Cirebon tahun 2004 di SLTPN I Jatiwangi Kabupaten Majalengka tahun ajaran 2003/2004. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa skor rata-rata angket sebesar 62,79 dan nilai rata-rata prestasi belajar sebesar 60,34. Dari perhitungan uji korelasi diperoleh rxy = 0,68. Dengan menggunakan statistik uji tmaka diketahui bahwa thitung didapat 7,3026>1,6697, thitunh > ttabel. Maka diambil kesimpulan terdapat pengaryh atau korelasi yang positif antara

kesiapan belajar terhadap prestasi belajar.

3. Analisis Kesulitan Belajar Siswa Dalam Keterampilan Berpikir Geometri (studi kasus pada siswa kelas VIII A SMP N I Kaliwedi Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon). Diteliti oleh Laelatis Syarifah, Mahasiswi Jurusan Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada tahun 2013. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kesulitan belajar siswa pada faktor interen berupa aspek bakat dikatagorikan lemah yakni sebesar 38,26% dan aspek intelegensi yakni berupa kecakapan dalam menyelesaikan soal geometri dikatagorikan lemah yakni sebesar 27,92%. Sedangkan tingkat kesulitan belajar siswa pada faktor ekstern antara lain:

a. Faktor keluarga memiliki katagori sangat lemah yaitu 2,7%.

b. Faktor guru yaitu pada indikator metode yang diajarkan dan alat peraga hanya 14,8% yang artinya sangat lemah,

c. Faktor sekolah 16,22% artinya sangat lemah.

2.4 Kerangka Pemikiran

Pendidikan merupakan salah satu bentuk usaha atau kegiatan yang dilakukan secara sengaja, teratur dan berencana yang memiliki tujuan mencerdaskan dan merubah tingkah laku seseorang. keluarga merupakan wadah dari proses pendidikan non formal dan sekolah merupakan wadah dari proses pendidikan formal. Di sekolah siswa dituntut untuk belajar yang lebih baik agar mendapat perubahan cara berpikir yang lebih baik.

Proses pembelajaran sangat berkaitan erat dengan pembentukan dan penggunaan kemampuan berpikir. Peserta didik akan lebih mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabilah di dalam dirinya sudah ada struktur dan strata intelektual sehingga

(23)

ketika ia berhadapan dengan bahan atau materi pembelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai dan menyusun alur logis, menguraikan dan mengobjeksinya.

Siswa merupakan subjek yang belajar di kelas yang diharapkan dapat mengalami suatu perubahan baik perubahan sikap, berpikir maupun tingkah laku. Hasil belajar dapat dilihat dari cara berpikirnya dan perubahannya yang lebih positif.

Dalam belajar terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Diantaranya faktor intern dari segi psikologis yakni kesiapan belajar siswa. Keberhasilan siswa dalam belajar terlihat dari kesiapan belajar dalam proses pembelajaran baik dikelas maupun diluar kelas.

Kesiapan belajar siswa merupakan kemampuan siswa dalam pengaturan kondisi, baik itu berupa kondisi rohani maupun kondisi fisik seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban didalam cara tertentu terhadap suatu situasi belajar sehingga membuat belajar lebih mudah dan berhasil. Kesiapan belajar siswa meliputi kesiapan fisik, kesiapan mental, kesiapan pengetahuan, kesiapan tujuan, kesiapan kondisi atau situasi dan kesiapan keterampilan. Kesiapan-kesiapan tersebut dijabarkan menjadi beberapa indikator.

Dengan adanya kesiapan belajar yang dimiliki oleh siswa diharapkan mampu mengembangkan keterampilannya dalam berpikir, baik itu berpikir matematis maupun berpikir secara geometri. Siswa dapat berpikir geometri artinya siswa dapat mengkontruksikan dan menggambarkan apa yang pernah dipelajari dan dipahami dalam pembelajaran. Sehingga yang dimaksud dengan keterampilan berpikir geometri adalah keterampilan siswa dalam memahami pengertian serta mampu mengungkapkan materi geometri yang disajikan dalam bentuk yang dapat dipahami serta mampu menvisualisasikan dan menganalisisnya.

Dengan demikian kesiapan belajar siswa harus dipahami oleh siswa karena dengan adanya kesiapan yang matang dari diri siswa dapat mendukung siswa untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dan memuaskan. Salah satu bentuk dari hasil belajar diantaranya adalah keterampilan. Keterampilan bukan hanya keterampilan pengambilan keputusan akan tetapi bisa juga berupa keterampilan berpikir geometri.

(24)

2.5 Hipotesis Teoritik

Menurut Russefendi, E.T. (2005:23) hipotesis adalah penjelasan gatau jawaban tentatif (sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala), atau kejadian yang akan terjadi, bisa juga mengenai kejadian yang sedang berjalan. Berdasarkan hal-hal yang telah ditulis di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

“Terdapat pengaruh kesiapan belajar siswa terhadap keterampilan berpikir geometri siswa pada materi kubus dan balok di kelas VIIIA SMP Negeri 1 Kaliwedi Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon.

Gambar

Gambar 2.6  Bentuk-bentuk Kubus
Gambar 2.11 Jaring-jaring Balok  4.  Luas Balok
Gambar  2.12  menunjukkan  bentuk-bentuk  balok  dengan  ukuran  berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai salah satu mata kuliah pilihan yang diminati oleh mahasiswa, menjadi menarik untuk diteliti dengan maksud mengembangkan model komunikasi berbasis integrasi

Semua tantangan tersebut harus dihadapi dan diatasi agar nantinya sistem dan layanan digital learning yang dikembangkan ini dapat diimplementasikan di

Peraturan-peraturan penggunaan senjata api oleh petugas polisi harus memuat pedoman yang menyebutkan situasi-situasi dimana polisi disahkan membawa senjata api; menjamin bahwa

- Description : Download free PROBABILITY AND STATISTICS MILLER AND FREUND MANUAL ebooks in PDF, MOBI, EPUB, with ISBN ISBN785458 and file size is about 59 MB. FULL DOWNLOAD

PEMBELAJARAN KESENIAN TEREBANG GEBES DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SMA ITTIHADUL UMMAT DESA CIKEUSAL KABUPATEN TASIKMALAYA.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Djumlah penduduk Indonesia jang banjak itu, bahkan pertambahan sampai djumlah jang djauh lebih banjak dari pada sekarang ini, akan

Sabar juga mengajarkan kita tentang keikhlasan dalam meraih dan menerima segala hal yang terjadi, dengan sabar dan tawaduk tidak berputus asa sesuatu yang baik akan datang

Ibn Atsir dalam kitab al-nihayat sebagaimana yang dikutip oleh Jaih mubarak menyebutkan bahwa arti َرَﺮَﺿ َﻻ adalah هﺎﺧأ ﻞﺟﺮﻟا ﺮﻀﯾ ﻻ