• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT. No SERI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT. No SERI A"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

No. 1 1992 SERI A

--- PERATURAN DAERAH TINGKAT I PROPINSI

JAWA BARAT

NOMOR : 13 TAHUN 1991 TENTANG

PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan tuntutan pelayanan terhadap masyarakat diperlukan dukungan dana sesuai dengan kebutuhan, maka perlu dilakukan usaha-usaha peningkatan Pendapatan Daerah secara terus menerus dengan lebih mendayagunakan potensi yang ada dimasyarakat. Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah yang potensial guna membiayai penyelenggaraan Pemerintahan, pembangunan di Daerah.

b. bahwa pengaturan Pajak Kendaraan Bermotor --- teks asli kurang ---

a. Daerah adalah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat; b. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala

Daerah Tingkat I Jawa Barat;

c. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat;

d. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih, yang digerakan oleh peralatan teknik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang berikut kereta gandeng/tempel, termasuk kendaraan khusus alat-alat berat atau alat-alat besar yang digunakan di darat dan digerakan oleh motor dengan bahan bakar bensin, gas atau bahan bakar lainnya, tidak termasuk yang berjalan di atas rel;

(2)

e. Pajak adalah pajak kendaraan bermotor;

f. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan data obyek dan Wajib Pajak sebagai dasar perhitungan dan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor yang terhutang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

g. Nota Pajak adalah perhitungan besarnya Pajak kendaraan bermotor yang terhutang yang harus dibayar oleh wajib pajak berfungsi sebagai ketetapan pajak;

h. Surat Ketetapan Pajak yang selanjutnya disingkat SKP adalah Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan secara jabatan;

i. Surat Tagihan Pajak yang selanjutnya disingkat STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi berupa denda administrasi; j. Wajib Pajak adalah Orang atau Badan yang

memiliki Kendaraan Bermotor. BAB-II

NAMA, OBYEK DAN WAJIB PAJAK Pasal 2

Dengan nama Pajak Kendaraan Bermotor dipungut Pajak atas pemilikan kendaraan bermotor yang berada di Daerah.

Pasal 3 (1) Obyek Pajak adalah :

a. Kendaraan Bermotor yang berada dan terdaftar di daerah; b. Kendaraan bermotor yang berada di daerah lebih dari 90

(sembilan puluh) hari.

(2) Pemilik kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b pasal ini wajib melaporkan kendaraan bermotor tersebut kepada Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 4 Dikecualikan dari obyek Pajak adalah :

a. Kendaraan bermotor yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Desa;

(3)

Perwakilan Konsuler, Perwakilan Perserikatan Bangsa-bangsa serta badan-badan khususnya Badan atau Organisasi Internasional dan tenaga Ahli Asing yang diperbantukan kepada Pemerintah Republik Indonesia;

c. Kendaraan bermotor milik Pabrikan atau Importir kendaraan bermotor yang semata-mata tersedia untuk dipamerkan, untuk dijual dan tidak dipergunakan dalam lalu lintas bebas;

d. Kendaraan bermotor milik wisatawan Asing yang berada di Daerah untuk waktu yang tidak lebih lama dari 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut;

e. Kendaraan bermotor Pemadaman Kebakaran;

f. Kendaraan bermotor yang tidak digunakan karena disegel atau disita oleh Negara.

Pasal 5

(1) Wajib Pajak adalah Orang atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor dan berdomisili di Daerah;

(2) Yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini :

a. untuk pemilik perseorangan adalah orang yang bersangkutan, kuasa atau ahli warisnya;

b. untuk Badan adalah pengurusan atau kuasanya.

(3) Dalam hal Wajib Pajak Perseorangan atau Badan menerima penyerahan kendaraan bermotor yang jumlah pajaknya baik sebagian maupun seluruhnya belum dilunasi, maka pihak yang menerima penyerahan bertanggungjawab atas pelunasan Pajak tersebut.

BAB -III

DASAR PERHITUNGAN DAN TARIP PAJAK Pasal 6

(1) Untuk menghitung besarnya Pajak yang terhutang teripnya ditetapkan berdasarkan jenis, isi cylinder/tenaga kuda (HP), tahun pembuatan, dan nilai jual Kendaraan Bermotor tersebut. (2) Besarnya tarip Pajak sebagaimana terlampir dalam Peraturan

Daerah ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

(3) Apabila dalam pengenaan pajak terdapat nilai pecahan Rp. 12,50,- dibulatkan Rp. 25,00,-, Rp. 37,50,- dibulatkan Rp. 50.00,-, Rp. 62,50,- dibulatkan Rp.75,00 dan Rp.87,50 dibulatkan Rp.100,00,-.

(4)

MASA PAJAK DAN SURAT PEMBERITAHUAN Pasal 7

(1) Masa Pajak adalah 12 (dua belas) bulan berturut-turut yang merupakan tahun Pajak, mulai pada saat pendaftaran Kendaraan bermotor.

(2) Kewajiban Pajak yang berakhir sebelum 12 (dua belas) bulan, besarnya Pajak yang terhutang dihitung berdasarkan jumlah bulan berjalan.

(3) Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan restitusi kepada Gubernur Kepala Daerah dimana kendaraan terdaftar, atas kelebihan pembayaran Pajak karena berkurangnya masa Pajak.

(4) Bagian dari bulan yang melebihi 15 (lima belas) hari dihitung sebagai satu bulan penuh.

Pasal 8

(1) Setiap wajib Pajak wajib mengisi SPT.

(2) SPT sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau orang yang diberi kuasa olehnya.

(3) SPT sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, disampaikan paling lambat :

a. 14 (empat belas) hari setelah tanggal penyerahan Kendaraan bermotor dalam hak milik untuk pemilikan baru; b. sampai dengan tanggal berakhirnya masa Pajak;

c. 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal fiskal antar Daerah bagi Kendaraan bermotor pindah luar Daerah.

d. 90 (sembilan puluh) hari sejak Kendaraan Bermotor berada di daerah.

(4) Apabila kewajiban memasukkan SPT sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini tidak dipenuhi tepat pada waktunya maka dikenakan tambahan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok Pajak.

Pasal 9

(1) SPT yang dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) Peraturan Daerah ini harus memuat :

a. nama dan alamat lengkap pemilik;

(5)

tahun pembuatan, warna, nomor rangka dan motor mesin; (2) Bentuk dan isi SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) )asal

ini ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. BAB - V

KETENTUAN PAJAK Pasal 10

(1) Berdasarkan SPT sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (2) dan (3) Peraturan Daerah ini, Gubernur Kepala Daerah menetapkan besarnya Pajak Kendaraan Bermotor dengan menerbitkan Nota Pajak.

(2) Dalam hal SPT tidak dimaksukkan sebagaimana mestinya maka diterbitkan SKP, setelah Wajib Pajak diberikan teguran.

(3) Bentuk, isi dan kualitas Nota Pajak, SKP dan STP ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 11

Nota Pajak dapat diterbitkan untuk masa 1/12 (seperduabelas) tahun pajak atas Kendaraan Bermotor yang menggunakan Surat Tanda Coba Kendaraan.

Pasal 12

(1) Jika ternyata Pajak kurang dibayar sebagai akibat pengisian SPT yang salah, maka Pajak yang kurang dibayar ditagih dengan tagihan susulan dengan menerbitkan SKP sebelum lewat 3 (tiga) tahun dari awal masa Pajak yang terhutang.

(2) Ketetapan Pajak yang ditetapkan menurut ayat (1) pasal ini dikenakan tambahan sebesar 100 % (seratus perseratus) dari pajak yang kurang dibayar.

(3) Gubernur Kepala Daerah berwenang mengurangkan atau membatalkan baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian tambahan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini dan Pasal 8 ayat (4) Peraturan Daerah ini berdasarkan kekhilafan atau kelalaian yang dapat dimaafkan.

Pasal 13

Setiap terjadinya perubahan atas Kendaraan Bermotor dalam satu masa Pajak baik perubahan bentuk, fungsi maupun penggantian mesin suatu Kendaraan Bermotor wajib dilaporkan untuk diadakan perhitungan kembali mengenai jumlah Pajak untuk masa Pajak yang bersangkutan.

(6)

Kesalahan tulis, kesalahan hitung atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan Peraturan Perpajakan Daerah yang terdapat dalam SKP dan Nota Pajak dapat dibetulkan oleh Gubernur Kepala Daerah karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak.

BAB - VI

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN Pasal 15

(1) Pajak dilunasi sekaligus di muka untuk masa 12 (dua belas) bulan, tepat pada saat pendaftaran atau selambat-lambatnya pada saat jatuh tempo pembayaran.

(2) Keterlambatan pembayaran Pajak yang melampaui masa jatuh tempo sebagaimana yang ditetapkan dalam Nota Pajak atau SKP dikenakan denda sebesar 5% (lima Perseratus) sebulan dari pokok Pajak untuk setiap keterlambatan, setinggi-tingginya diperhitungkan 60% (enam puluh perseratus) dari pokok Pajak terhutang.

(3) Keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (2) dalam Peraturan daerah ini, diterbitkan STP.

(4) Pajak yang terhutang berdasarkan Nota Pajak, SKP dan STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterima oleh wajib pajak.

Pasal 16

(1) Pembayaran dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditentukan oleh Gubernur Kepala Daerah, sesuai dengan aturan pembayaran yang tercantum dalam Nota Pajak, SKP, dan atau STP. (2) Kepada Pemilik Kendaraan Bermotor yang telah membayar lunas seluruh pajaknya dimaksud pada ayat (1) pasal ini diberi tanda lunas pajak atau penning untuk masa Pajak bagi Kendaraan Bermotor yang bersangkutan.

(3) Bentuk Tanda Lunas Pajak atau penning dimaksud pada ayat (2) pasal ini ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(4) Pajak beserta denda sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (4), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Daerah ini dibayar lunas sekaligus.

Pasal 17

Apabila terjadi pemindahan Kendaraan Bermotor dari luar Daerah ke daerah satu daerah ke daerah lain maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus memperlihatkan bukti pelunasan Pajak Kendaraan Bermotor dari daerah asalnya berupa Surat Keterangan Fiskal Antar

(7)

Daerah.

Pasal 18

Jumlah pajak, tambahan Pajak dan denda yang tercantum dalam Nota Pajak, SKP dan STP dapat ditagih dengan Surat Paksa.

Pasal 19

(1) Gubernur Kepala Daerah dalam hal-hal tertentu dapat menghapus tagihan piutang Pajak.

(2) Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB - VII

KEBERATAN DAN BANDING Pasal 20

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah atas ketetapan Pajak, paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah Nota Pajak dan atau SKP diterima.

(2) Pengajuan keberatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, tidak menangguhkan pembayaran Pajak yang telah ditetapkan.

(3) Gubernur Kepala Daerah berwenang menolak, atau menerima sebagian atau seluruhnya terhadap keberatan dimaksud ayat (1) pasal ini.

(4) Apabila dalam jangka waktu 4 (empat) bulan tidak ada jawaban atau keputusan dari gubernur Kepala Daerah maka keberatan Pajak dianggap diterima.

Pasal 21

Apabila Gubernur Kepala Daerah menolak keberatan Pajak yang diajukan wajib Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (3) Peraturan Daerah ini, Wajib Pajak dapat memohon banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah keputusan tersebut diterima, menurut cara yang ditentukan dalam Peraturan Majelis Pertimbangan Pajak.

BAB - VIII

KERINGANAN DAN PEMBEBASAN Pasal 22

(8)

Pajak.

Pasal 23

Kendaraan bermotor yang dipergunakan sebagai ambulance dan mobil jenazah tertentu dapat diberikan pembebasan dan atau keringanan yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 24

Tata cara pemberian keringanan dan pembebasan Pajak ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

BAB - IX KADALUWARSA

Pasal 25

Kewenangan menetapkan Pajak dinyatakan kadaluwarsa setelah 5 (lima) tahun berturut-turut terhitung mulai saat kewajiban memasukan SPT sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (3) peraturan Daerah ini.

BAB - X PENGAWASAN

Pasal 26

(1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, petugas yang ditunjuk berwenang :

a. memeriksa surat bukti pembayaran dan tanda lunas pajak; b. memeriksa dan meneliti Kendaraan bermotor di tempat

penyimpanannya;

c. meminta bantuan alat Negara untuk memeriksa tempat penyimpanan kendaraan bermotor apabila diperlukan.

(3) Pemilik, pengurus, pengemudi dan pemakai tempat-tempat penyimpanan kendaraan bermotor wajib mengijinkan petugas untuk memasuki serta memberikan petunjuk dan keterangan yang dianggap perlu oleh petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini.

BAB - XI KETENTUAN PIDANA

(9)

(1) Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) serta Pasal 26 ayat (3), Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebesar-besarnya Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.

BAB - XII PENYIDIKAN

Pasal 20

(1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, dapat dilakukan juga oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan para Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini berwenang :

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana

b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan.

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

d. melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;

i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

BAB - XIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

(1) Terhadap Pajak yang telah ditetapkan sebelum Peraturan Daerah ini berlaku dan belum dibayar, besarnya Pajak yang terhutang didasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya.

(10)

Daerah ini dan didaftarkan pada saat atau sesudah Peraturan Daerah ini berlaku maka dikenakan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB - XIV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 31

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 4/Dp.040/PD/1977 tentang Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Daerah Tingkat I Jawa Barat; Nomor 7 Tahun 1983 tentang Perubahan Yang Pertama Kali Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 4/DP-040/PD/1977 Tentang Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Daerah Tingkat I Jawa Barat; Nomor 7 Tahun 1985 tentang Perubahan Yang Kedua Peraturan Daerah Nomor 4/DP.040/PD/1977 tentang Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat; Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Yang Ketiga Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 4/DP.040/PD/1977 tentang Pemungutan Pajak Kendaraan bermotor Di Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Bandung, 16 Desember DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GUBERNUR KEPALA DAERAH

DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT,

PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

Ketua,

ttd ttd

E. SURATMAN H.R.MOH. YOGIE S.M.

Peraturan Daerah ini disahkan oleh Menteri Dalam Negeri, dengan Surat Keputusan Tanggal 30 Desember 1991 Nomor 973.024.32-1190. Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, Tanggal 13 Januari 1992 Nomor 1 Seri A.

SEKRETARIS WILAYAH DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT,

(11)

Drs. H. UKMAN SUTARYAN Pembina Utama NIP. 480 025 165 DAFTAR ISI LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Penetapan Tarif Pajak Kendaraan bermotor Mobil Penumpang.

A.1. Sedan, Sedan Station dan Sejenisnya.

1.1. Nilai Jual Di bawah Rp. 50.000.000,00 1.2. Nilai Jual Rp. 50.000.000,00 s/d

Rp.80.000.000,00

1.3. Nilai Jual Di atas Rp.80.000.000,00 s/d Rp.120.000.000,00

1.4. Nilai Jual diatas Rp.120.000.000,00

A.2. Sedan, Sedan Station dan Sejenisnya untuk kendaraan umum.

2.1. Nilai Jual Di bawah Rp.50.000.000,00

2.2. Nilai Jual Rp. 50.000.000,00 s/d Rp.80.000.000,00

2.3. Nilai Jual Di atas Rp.80.000.000,00 s/d Rp.120.000.000,00

2.4. Nilai Jual diatas Rp.120.000.000,00 B. Jeep dan sejenisnya.

1. Nilai Jual Di bawah Rp.50.000.000,00

2. Nilai Jual Rp. 50.000.000,00 s/d Rp.80.000.000,00

3. Nilai Jual Di atas Rp.80.000.000,00 s/d Rp.120.000.000,00

4. Nilai Jual diatas Rp.120.000.000,00

C. 1. Station Wagon, Minibus, Bemo dan sejenisnya.

2. Station Wagon, Minibus, Bemo dan sejenisnya untuk kendaraan umum.

LAMPIRAN II : Penetapan Tarip Pajak Kendaraan Bermotor Mobil Bus. A. Bus, Microbus dan sejenisnya.

B. Bus, Microbus dan sejenisnya untuk kendaraan umum.

LAMPIRAN III: Penetapan Tarip Pajak Kendaraan bermotor Mobil Barang/Beban.

A. Pick Up, Truck, Delliveryvan, Double Cabin, Dump Truck, Truck Tangki dan sejenisnya.

B. Pick Up, Truck, Delliveryvan, Double Cabin, Dump Truck, Truck Tangki dan sejenisnya untuk kendaraan umum.

C. Kendaraan Khusus/alat-alat berat.

LAMPIRAN V : Penetapan tarip Pajak Kendaraan bermotor Sepeda Motor.

Sepeda Motor Roda Dua, Roda Tiga, Skuter.

Lampiran Dalam bentuk Tabel, apabila ingin menampilkan tabel tersebut tekan tombol TAB kemudian ENTER

(12)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

NOMOR : 13 TAHUN 1991 TENTANG

PAJAK KENDARAAN BERMOTOR I. UMUM

Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor pada saat ini merupakan penggabungan atas pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor berdasarkan Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor 1934 dan Pajak Rumah Tanggal Dasar III dan IV berdasarkan Ordonansi PRT 1908. Dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan telah dicabut Ordonansi PRT 1908, namun peraturan Perundang-undangan yang selama ini menjadi dasar bagi penyelenggaraan pungutan oleh Daerah, khususnya seperti Pajak Kendaraan Bermotor masih berlaku.

Dalam rangka memenuhi sumber-sumber pembiayaan pemerintahan dan pembangunan Daerah, pajak Kendaraan Bermotor diserahkan sebagai Pajak Daerah Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dengan Daerah-daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Sesuai peraturan perundang-undangan, masing-masing, Daerah telah mengatur pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor melalui Peraturan Daerah.

Untuk mewujudkan tercapainya kesatuan ekonomi dalam rangka Wawasan Nusantara, maka pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor oleh Daerah dilaksanakan dalam pola keterpaduan dan keseragaman secara Nasional.

Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Garis-garis Besar Haluan Negara perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat.

Pembaharuan sistem perpajakan dimaksud dilaksanakan melalui penyederhanaan struktur pajak yang meliputi jenis dan keseragaman nama pajak, pola tarip dan tata cara pembayaran. Sejalan dengan hal tersebut pengaturan Pajak Kendaraan bermotor sebagaimana ditetapkan terakhir dengan Peraturan Daerah propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Yang Ketiga Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 4/Dp.040/PD/1977 tentang Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Propinsi Daerah tingkat I Jawa Barat

(13)

perlu disesuaikan dengan perkembangan keadaan sehingga sistem pemungutan pajak bermotor akan lebih berdayaguna dan berhasil guna sehingga terwujud peningkatan pelayanan masyarakat dan pendapatan Daerah.

Dalam Peraturan Daerah ini besarnya tarip untuk menetapkan Pajak Kendaraan Bermotor disesuaikan dengan memperhatikan segi keadilan dan daya pikul masyarakat serta dasar pengenaan yang meliputi jenis, isi cylinder/tenaga kuda (HP), tahun pembuatan, fungsi dan nilai jual kendaraan bermotor.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1

huruf a s/d c : Cukup jelas.

huruf d : Kendaraan khusus alat-alat berat atau alat-alat besar adalah semua kendaraan bermotor yang digunakan untuk menarik, mengangkat dan menggangkut barang antara lain penggilas jalan, buldozer, loader, forklift/traktor dan sejenisnya.

huruf e s/d j : Cukup jelas Pasal 2 : Cukup jelas Pasal 3

ayat (1) : Cukup jelas.

ayat (2) : Apabila suatu kendaraan bermotor berada disuatu Daerah lebih dari 90 (sembilan puluh) hari, walaupun wajib pajaknya berada diluar Daerah, maka Pajak Kendaraan Bermotor dipungut di Daerah dimana Kendaraan tersebut berada.

Pasal 4

huruf a : Pengecualian dari obyek pajak diberikan jika pembelian dan biaya pemeliharaan kendaraan bermotor dimaksud dibiayai dengan Anggaran pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa, dalam hal ini tidak termasuk Badan Usaha Milik Daerah atau Perusahaan lain milik Pemerintah yang merupakan Badan Usaha.

huruf b : Untuk menentukan suatu kendaraan bermotor milik :

- Perwakilan Diplomatik dan Konsuler, harus ada keterangan dari Departemen Luar Negeri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1959.

- Badan-badan dan organisasi Internasional, harus ada keterangan dari Sekretaris Kabinet berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 1955.

(14)

- Tenaga ahli asing, harus ada keterangan dari Sekretariat Kabinet.

Pengecualian Pajak Kendaraan Bermotor milik tenaga ahli asing yang diperbantukan kepada Pemerintah Indonesia sebagaimana dimaksud pasal ini adalah yang sumber dananya berasal dari bantuan hibah.

huruf c : Yang dimaksud pabrikan atau importir adalah pabrikan atau importir kendaraan bermotor. huruf d s/d f : Cukup jelas.

Pasal 5

ayat (1 ): Dalam pengertian memiliki kendaraan bermotor termasuk menguasai.

ayat (2) dan (3): Cukup jelas. Pasal 6

ayat (1) : Untuk menentukan besarnya tarip Pajak Kendaraan Bermotor didasarkan atas jenis, isi cylinder/tenaga kuda (HP), tahun pembuatan dan nilai jual kendaraan bermotor. Dalam ketentuan ini jenis kendaraan bermotor dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Mobil Penumpang, terdiri dari:

- Sedan, Sedan Station dan sejenisnya. - Jeep dan sejenisnya.

- Station Wagon, Minibus, Bemo dan sejenisnya.

b. Mobil Bus, terdiri dari:

- Pick Up, Deliveryvan, Double Kabin, Dump Truk, Truk, Truk tangki, dan sejenisnya.

- Kendaraan khusus/alat-alat berat. - Kereta gandeng.

c. Sepeda Motor terdiri dari :

- Sepeda Motor roda dua, Sepeda Motor roda tiga dan Scooter.

Tarip Pajak Kendaraan Bermotor untuk kendaraan yang bermotor umum ditetapkan lebih rendah dari tarip kendaraan bermotor bukan umum sesuai dengan jenisnya. Hal demikian dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Ayat (2) dan (3): Cukup jelas. Pasal 7

ayat (1) : Masa Pajak adalah 12 (dua belas) bulan baik untuk kendaraan lama maupun kendaraan baru. ayat (2) dan (3): Cukup jelas.

ayat (4) : Apabila batas waktu melebihi 15 (lima belas) hari dihitung sebagai 1 (satu) bulan penuh. Pasal8

(15)

ayat (3) : Penyerahan Kendaraan Bermotor adalah penyerahan Kendaraan Bermotor dalam hak milik sebagai akibat perjanjian 2 pihak atau lebih atau perbuatan sepihak atau keadaan termasuk warisan dan hibah.

Batas waktu penyerahan surat pemberitahuan adalah :

a. Bagi penyerahan hak milik Kendaraan bermotor dihitung selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari:

- Untuk Hibah dan Waris; sejak tanggal penyerahan.

- Untuk Jual Beli, sejak tanggal kwitansi pembelian.

b. Bagi kendaraan bermotor yang telah terdaftar kewajiban menyampaikan SPT paling lambat sampai dengan berakhirnya masa pajak.

c. Bagi kendaraan bermotor yang mutasi dari luar Daerah batas waktu penyerahan SPT selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari dihitung dari keluarnya Surat Fiskal Antar Daerah.

d. Bagi kendaraan bermotor yang berada didaerah lebih dari 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut wajib mengisi SPT. ayat (4) : Atas keterlambatan penyampaian SPT, ketetapan

pajaknya ditambah 25 % (dua puluh lima perseratus) dari pajak yang terhutang.

Pasal 9

ayat (1) huruf a : Cukup jelas.

huruf b : yang dimaksud dengan tahun pembuatan adalah tahun perakitan.

ayat (20 : Cukup jelas. Pasal 10

ayat (1) : Ketetapan besarnya pajak dicantumkan dalam nota pajak.

ayat (2) : Apabila wajib pajak tidak memasukan SPT, maka pajak ditetapkan secara jabatan dengan mengeluarkan SKP.

ayat (3) : Cukup jelas. Pasal 11 : Cukup jelas. Pasal 12

ayat (1) : Cukup jelas.

ayat (2) : apabila pajak yang dibayar kurang karena pengisian SPT yang tidak benar, sehingga mengakibatkan ketetapan salah, maka dikenakan tambahan sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar.

ayat (3) : Cukup jelas. Pasal 13 dan 14: Cukup jelas. Pasal 15

ayat (1) : Cukup jelas.

(16)

jatuh tempo, maka akan dikenakan denda sebesar 5% (lima perseratus) sebulan dari pajak terhutang untuk setiap keterlambatan dan setinggi-tingginya diperhitungkan 60% (enam puluh perseratus) dari pokok pajak terhutang. ayat (3) : Atas keterlambatan pembayaran pokok pajak dan

tambahan pajak serta denda pajak diterbitkan SPT.

ayat (4) : Cukup jelas. Pasal 16

ayat (1) : Yang dimaksud dengan tempat lain yang ditentukan oleh Gubernur Kepala Daerah antara lain Bendaharawan Khusus Penerimaan.

ayat (2) s/d (4): Cukup jelas. Pasal 17 dan 18: Cukup jelas. Pasal 19

ayat (1) : Yang dimaksud dengan hal-hal tertentu antara lain wajib pajak mengalami pailit atau terkena bencana alam.

ayat (2) : Cukup jelas.

Pasal 20 : Pengajuan keberatan kepada Gubernur dapat dilakukan secara tertulis.

Pasal 21 s/d 23: Cukup jelas.

Pasal 24 : Kendaraan bermotor yang dipergunakan sebagai Ambulance dan Mobil jenazah dapat diberikan keringanan atau pembebasan pajaknya dengan persyaratan yang ditentukan oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 25 : Kewenangan penetapan PKB dinyatakan kadaluwarsa setelah 5 (lima) tahun berturut-turut terhitung mulai sejak jatuh tempo pajak dimaksud terhutang.

Pasal 26 : Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Pengawasan akan diatur di dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

 Mahasiswaberpengalaman berdiskusi tentang asal tradisi sejarah Mahasiswa mampu:  Menjelaskan sejarah perubahan sosial di nusantara  Menjelaskan asal tradisi sejarah

Apakah terdapat perbedaan sifat fisik dan disolusi tablet parasetamol yang dibuat dengan bahan penghancur pati pisang kepok pregelatinasi dan Explotab2.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penguatan karakter mandiri peserta didik dimunculkan dari hasil integrasi kepala sekolah dalam pemenuhan sarana prasarana

Pemberian segenap diri kepada Allah dan kepada saudara, yang hari demi hari menimba semangat dari Injil, seperti dilakukan oleh kedua bruder Feliks, itulah motivasi kokoh-kuat

Adalah lubang colokan bawaan untuk masukan Mikropon. Mikropon harus disambungkan pada lubang colokan ini. Untuk mengkonfigurasi audio 7.1-kanal, Anda harus menyambungkan dengan

Total Sumbangan Efektif (SE) sebesar 37,1% yang berarti Implementasi Pendidikan Karakter, Motivasi Belajar, dan Perhatian Orang Tua secara bersama – sama memberikan

Pilih menu Konfigurasi Aplikasi  Registrasi Operator  klik button untuk mengubah data operator, kemudian akan muncul tampilan seperti berikut :... Fitur

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui interview (wawancara) dengan kepala madrasah, guru mata pelajaran IPA serta siswa kelas VI MI Hasanuddin Karah