• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagai Salah Satu Prasyarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sebagai Salah Satu Prasyarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonom"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN METODE NET BASIS DAN METODE

GROSS UP DALAM PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PASAL 21 BAGI PROFESI DOKTER PADA MIRACLE

AESTHETIC CLINIC KERTAJAYA DI SURABAYA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Prasyarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

MAYLANI KURNIAWATI

15126001

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KATOLIK DARMA CENDIKA

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Metode Net Basis dan Metode Gross Up dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Profesi Dokter pada Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya di Surabaya”. Skripsi ini merupakan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam meraih derajat sarjana ekonomi (S.E) program Strata satu (S-1) Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Darma Cendika.

Selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian dakam skripsi ini, penulis tidal luput dari banyak kendala. Kendala tersebut dapat diatasi penulis berkat adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Wahyudiono, M.M selaku Dosen Pembimbing yang telah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing serta memberikan saran dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.

2. Ibu Thyophoida W. S. Panjaitan, S.E., M.M selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Darma Cendika

3. Ibu Nia Yuniarsih, S.E., M.SA selaku Ketua Program Studi Akuntansi dan selaku Dosen Penguji 1 (satu) yang sudah banyak membantu memberikan krtitik dan saran terhadap skripsi saya, sekaligus selaku Dosen Wali pada tahun akademik 2018/2019 yang banyak membantu dalam perwalian setiap semester.

4. Ibu Dr. Soffia Pudji Estiasih, M.M selaku Dosen Penguji 2 (dua) yang juga banyak membantu memberikan krtitik dan saran terhadap skripsi saya.

5. Kusmawati Wibisono, S.E selaku pembimbing saya di perusahaan yang telah membantu dalam memberikan kewenangan untuk saya melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Seluruh dosen dan staf Universitas Katolik Darma Cendika yang telah membantu serta mendidik saya selama masa studi.

7. Seluruh staf dan karyawan Miracle Aesthetic Clinic yang baik secara langsung maupun tidak langsung banyak memberi masukan atas penyusunan skripsi ini.

8. Orang tua saya tercinta yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi, doa dan dukungan untuk menyelesaikan laporan ini.

9. Semua teman-teman Program Studi Akuntansi tahun 2015 kelas sore.

10. Seluruh pihak yang mungkin belum saya sebutkan yang telah memberikan kontribusi terhadap penyusunan skripsi ini.

Surabaya, Juli 2019

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi... ii

Daftar Tabel ... v

Daftar Gambar... vii

Abstrak ... viii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3. Tujuan Penelitian ... 4 1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. Manfaat Penelitian Bagi Peneliti ... 4

1.4.2. Manfaat Penelitian Bagi Perusahaan ... 4

1.4.3. Manfaat Penelitian Bagi Perguruan Tinggi ... 4

1.4.4. Manfaat Penelitian Bagi Masyarakat Luas ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Landasan Teori ... 6

2.1.1. Pajak Penghasilan (PPh) ... 6

2.1.2. Pajak Penghasilan Pasal 21... 7

2.1.3. Penggolongan Subjek Pajak PPh Pasal 21... 8

2.1.3.1. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 ... 8

2.1.3.2. Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21... 10

2.1.4. Penggolongan Objek Pajak PPh Pasal 21 ... 11

(10)

2.1.4.1. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21... 11

2.1.4.2. Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21 ... 12

2.1.5. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ... 13

2.1.6. Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21 ... 15

2.1.7. Kebijakan/Metode Pemotongan PPh Pasal 21... 20

2.1.7.1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (Metode Gross) 20 2.1.7.2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan (Metode Net Basis) 20 2.1.7.3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan (Metode Gross Up) ... 21

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu ... 22

2.2.1. Vincentius (Manado, 2015) ... 22

2.2.2. Ashriana (Mojokerto, 2017) ... 23

2.3. Rerangka Pemikiran... 24

BAB III METODE PENELITIAN... 25

3.1. Objek Penelitian/Gambaran... 25

3.2. Pendekatan Penelitian dan Sumber Data ... 26

3.2.1. Pendekatan Penelitian ... 26

3.2.2. Sumber Data ... 26

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.4. Satuan Kajian... 28

3.5. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 32

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 32

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 32

4.3. Pembahasan dan Analisa Data ... 35

(11)

4.3.1. Mengidentifikasi Penghasilan Bruto Dokter Tahun 2018... 35

4.3.2. Mengidentifikasi Komponen Pengurang Penghasilan Bruto ... 39

4.3.2.1. Biaya Jabatan ... 39

4.3.2.2. Iuran Terkait Penghasilan ... 40

4.3.2.3. Jumlah Penghasilan Neto yang Diterima Dokter ... 42

4.3.3. Mengklasifikasi Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak Dokter .. 43

4.3.4. Menghitung Pengenaan PPh Pasal 21 ... 43

4.3.4.1. Penghasilan Kena Pajak (PKP) ... 43

4.3.4.2. Perhitungan PPh Pasal 21 yang Diberlakukan Perusahaan 44 4.3.5. Membandingkan Perhitungan PPh Pasal 21 Menggunakan Metode Net Basis dan Metode Gross Up ... 47

4.3.5.1. Perhitungan PPh Pasal 21 Metode Net Basis ... 47

4.3.5.2. Perhitungan PPh Pasal 21 Metode Gross Up... 49

4.3.5.3. Perbandingan Perhitungan PPh Pasal 21 ... 54

BAB V PENUTUP... 89 5.1. Kesimpulan ... 89 5.2. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

(12)

DAFTAR TABEL Tabel 2.1.

Tabel 2.2.

Besaran PTKP untuk Tahun Pajak 2016 ... Besaran PTKP untuk Laki-laki dan Wanita Berstatus

14

Tidak Kawin (TK) ... 14

Tabel 2.3. Besaran PTKP untuk Laki-laki Berstatus Kawin, dan Isteri Berstatus Tidak Bekerja/Tidak Usaha ... 14

Tabel 2.4. Besaran PTKP untuk Laki-laki Berstatus Kawin, Isteri Berstatus Bekerja/Usaha... 14

Tabel 2.5. Tarif Pajak yang Diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri ... 19

Tabel 2.6. Rumus Tunjangan Pajak dengan Metode Gross Up ... 21

Tabel 2.7. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Saat ini... 22

Tabel 2.8. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Saat ini... 23

Tabel 4.1. Penghasilan Pokok Dokter ... 33

Tabel 4.2. Tunjangan Hari Raya Dokter Tahun 2018... 34

Tabel 4.3. Insentif Dokter Tahun 2018 ... 35

Tabel 4.4. Premi Asuransi Dokter Tahun 2018... 37

Tabel 4.5. Jumla Penghasilan Bruto Dokter Tahun 2018 ... 38

Tabel 4.6. Biaya Jabatan yang Diperhitungkan ... 39

Tabel 4.7. Iuran Terkait Penghasilan Dokter Tahun 2018 ... 42

Tabel 4.8. Jumla Penghasilan Neto Dokter Tahun 2018... 42

Tabel 4.9. Jumlah PTKP Dokter Tahun 2018 ... 43

Tabel 4.10. Jumlah PKP Dokter Tahun 2018 ... 44

Tabel 4.11. Perhitungan PPh Pasal 21 Dokter Tahun 2018 ... 45

Tabel 4.12. Perhitungan PPh Pasal 21 Dokter Metode Net Basis... 48

Tabel 4.13. Perhitungan PPh Pasal 21 Dokter Metode Gross Up... 52

(13)

Tabel 4.14. Perbandingan Antara Perlakuan Perusahaan, Metode Net Basis,

dan Metode Gross Up... 54

Tabel 4.15. Perbedaan PPh Pasal 21 Terutang Tahun 2018 ... 58

Tabel 4.16. Perbandingan Take Home Pay Dokter Tahun 2018... 59

Tabel 4.17. Rekapitulasi Perhitungan PPh Pasal 21 Dokter Tahun 2018 ... 76

Tabel 4.18. Rakapitulasi Perhitungan Take Home Pay Dokter Tahun 2018 ... 77

Tabel 4.19. Perhitungan Laporan Laba Rugi Tahun 2018 ... 80

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Rerangka Pemikiran ... 24

(15)

ABSTRAK

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) merupakan salah satu komponen pajak pengasilan yang diberlakukan pemerintah di Indonesia dengan spesifikasi pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak dalam negeri. Penelitian ini dilakukan di Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya, dengan sumber penelitian yaitu penghasilan dokter yang termasuk sebagai obyek pajak. Penghasilan dokter yang dikenai pajak PPh Pasal 21 oleh perusahaan yang langsung dipotongkan, memiliki potensi untuk diteliti dengan tujuan mengetahui beberapa alternatif dalam perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan Metode Net Basis dan Metode Gross Up sebagai obyek penelitian dalam penulisan skripsi ini. Hasil akhir membuktikan bahwasanya perusahaan dapat menerapkan salah satu kebijakan dari perbandingan kedua metode tersebut sebagai salah satu alternatif untuk lebih menyejahterakan karyawan, khususnya dokter, dalam hal pemberian tunjangan pajak agar pengenaan pajak PPh Pasal 21 tidak memberatkan dokter, dan bagi perusahaan tidak mengalami penurunan laba yang signifikan atas kebijakan tersebut.

Kata kunci: PPh Pasal 21, Metode Net Basis, Metode Gross Up

(16)

ABSTRACT

Article 21 Income Tax is one component of income tax imposed by the government in Indonesia with a specification of taxes imposed on liability, wages, honorarium, allowances, and other payments in accordance with the name and in accordance with the form or request, services, and activities carried out by individuals as domestic Tax Subjects. This study was conducted at Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya, with a source of research on physician research that was included as a tax object. The doctor's income which is subject to tax Article

21 Income Tax by the company directly deducted has the potential to compare the calculation of the purpose of Article 21 Income Tax calculation using the Net Basis Method and Gross Up Method as the object of research in this thesis research. The final results prove that companies can use one of the policies from considering both of these methods as an alternative to better welfare of employees, especially doctors, in terms of providing tax allowances so that the taxation of Income Tax Article 21 does not burden doctors, and for companies not to increase profit reserves significant for the policy.

Keywords: Article 21 Income Tax, Net Basis Method, Gross Up Method

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak atau suaut pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan yang diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya.

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) merupakan salah satu komponen pajak pengasilan yang diberlakukan pemerintah di Indonesia dengan spesifikasi pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

(18)

2

Sistem Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia menganut sistem self

assessment. Artinya, masyarakat Indonesia atau Wajib Pajak, menentukan

sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan di Indonesia. Sistem ini memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.

Profesi Dokter sebagai tenaga ahli yang dengan keilmuannya dan keahliannya tersebut mempunyai beberapa sumber penghasilan, maka profesi dokter termasuk kedalam kriteria subjek pajak. Penghasilan yang diterima dokter tersebut merupakan objek pajak penghasilan, maka seorang dokter wajib membayar atau melunasi pajak penghasilan termasuk penghasilan yang diterima dari penghasilan lainnya.

Miracle Aesthetic Clinic merupakan sebuah usaha yang bergerak di bidang jasa klinik estetika yang diperlengkapi dengan alat-alat modern dan canggih yang selalu diperbaharui dan sesuai dengan perkembangan teknologi, serta didukung oleh tim dokter yang berpengalaman dalam menangani pasien yang berkunjung untuk melakukan perawatan wajah dan tubuh.

Miracle Aesthetic Clinic dikenal sebagai klinik eksklusif langganan para kalangan papan atas yang menggabungkan keahlian dan pelayanan ala hotel bintang lima di Indonesia, dengan selalu mengedepankan pelayanan optimal kepada pasien. Oleh sebab itu, perusahaan selalu berupaya untuk memberikan penghargaan (reward) kepada tim dokter atas setiap kontribusi yang telah dilakukan dalam pelayanannya kepada pasien. Penghargaan tersebut dapat diberikan sesuai kebijakan perusahaan baik berupa komisi

(19)

3

maupun tunjangan lainnya guna meningkatkan kepuasan dokter atas kinerja yang telah diberikan. Maka dari itu, setiap dokter dapat memiliki penghasilan lain diluar gaji pokok, setiap penambahan penghasilan tersebut akan mempengaruhi besarnya pajak penghasilan yang akan dipotong dan berkurang dari total penghasilan yang seharusnya diterima. Dengan demikian penulis akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk membahas pengenaan pajak penghasilan bagi profesi dokter yang bekerja di Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya di Surabaya.

Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ashriana (2017: 55) menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat diperlakukan dengan tiga cara yaitu PPh Pasal 21 dibayar oleh pemberi kerja dengan Metode

Net Basis, PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan, dan PPh Pasal 21

dibebankan kepada perusahaan dengan Metode Gross Up.

Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian dengan judul “PERBANDINGAN METODE NET BASIS DAN METODE GROSS UP DALAM PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PROFESI DOKTER MIRACLE AESTHETIC CLINIC KERTAJAYA DI SURABAYA”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimana pengenaan PPh Pasal 21 menggunakan metode net basis bagi profesi dokter Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya di Surabaya.

(20)

4

2) Bagaimana pengenaan PPh Pasal 21 menggunakan metode gross up bagi profesi dokter Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya di Surabaya.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah

1) Untuk mengetahui pengenaan PPh Pasal 21 menggunakan metode net

basis bagi profesi dokter Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya di Surabaya.

2) Untuk mengetahui pengenaan PPh Pasal 21 menggunakan metode gross

up bagi profesi dokter Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya di Surabaya.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman, kemampuan dan keterampilan penulis dalam menerapkan teori mengenai perpajakan yang diperoleh di bangku kuliah khususnya untuk memecahkan masalah perhitungan pajak penghasilan pribadi.

1.4.2. Manfaat Bagi Perusahaan

Sebagai bahan pertimbangan atau masukan apabila terdapat kebijakan yang masih dapat dioptimalkan dalam perhitungan pajak penghasilan yang diterapkan oleh perusahaan.

1.4.3. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi

Menambah perbendaharaan perpustakaan agar bermanfaat untuk mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan perenencanaan pajak penghasilan.

(21)

5

1.4.4. Manfaat Bagi Masyarakat Luas

Memberikan informasi bagi pembaca serta sebagai referensi untuk penelitian berikutnya, khususnya penelitian pada permasalahan yang sama dan dapat memberikan masukan atau pandangan bagi peneliti lainnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup komponen-komponen yang akan diteliti terkait pengenaan pajak penghasilan dokter tahun 2018, meliputi unsur pendapatan yang diterima dokter sebagai dasar perhitungan penghasilan bruto, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), unsur biaya sebagai pengurang pajak penghasilan, Penghasilan Kena Pajak (PKP), pajak terhutang tahun 2018 yang dihitung menggunakan perbandingan Metode Net Basis dan Metode Gross

Up, menghitung tunjangan pajak penghasilan Orang Pribadi yang akan

(22)

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan pada masyarakat yang berpenghasilan atau atas hasil yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya.

Pajak penghasilan menurut Hidayat (2013:219) merupakan jenis pajak subjektif, yaitu pajak yang melekat pada subjek pajak dan tidak bisa dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya. Oleh karena itu, untuk memberikan kepastian (asas certainty), penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.

Bagi badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat badan tersebut ididirikan atau berkedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia. mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

Dasar hukum yang mengatur Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang diberlakukan per 1 Januari 2001. Undang-undang tersebut merupakan perpaduan dari beberapa ketentuan yang

sebelumnya diatur terpisah.

(23)

7

2.1.2. Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan (Pohan, 69:2013).

Dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 yang mulai berlaku tahun 2009 adalah:

1. UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

2. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

3. PMK No. 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruti Pegawai Tetap atau Pensiun.

4. PMK No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

(24)

8

5. PMK No. 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan, seta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.

6. PER-Dirjen Pajak Nomor:31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi, yang kemudian direvisi dengan PER-Dirjen Pajak Nomor: 57/PJ/2009.

7. PER-Dirjen Pajak Nomor: 31/PJ./2012 tentang Pedoman teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Prinadi.

8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016

9. Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 mengenai kenaikan tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP terbaru (PTKP 2016) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2016

2.1.3. Penggolongan Subjek Pajak PPh Pasal 21

2.1.3.1.Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21:  Pegawai;

 Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;  Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan

(25)

9

 Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

 Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

 Olahragawan;

 Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;  Pengarang, peneliti, dan penerjemah;

 Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;  Agen iklan;

 Pengawas atau pengelola proyek;

 Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;

 Petugas penjaja barang dagangan;  Petugas dinas luar asuransi;

 Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;

 Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:

(26)

10

 Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

 Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;  Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai

penyelenggara kegiatan tertentu;

 Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;  Peserta kegiatan lainnya.

 Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

 Mantan pegawai.

2.1.3.2.Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21:

 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:

 bukan warga negara Indonesia, dan;

 di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

 Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

(27)

11

2.1.4. Penggolongan Objek Pajak PPh Pasal 21 2.1.4.1.Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21:

 Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;

 Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

 Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis

 Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

 Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

 Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;

 Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau

(28)

12

dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

 Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;

 Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

 Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:

 Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau;

 Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

2.1.4.2.Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21:

 Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

 Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ./2009;

 Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan

(29)

13

hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

 Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan;

 Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2.1.5. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya dibawah PTKP tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

(30)

14

Tabel 2.1. Besaran PTKP untuk Tahun Pajak 2016

Penerima PTKP Setahun Sebulan

Pegawai yang bersangkutan Rp54.000.000 Rp4.500.000 Tambahan Pegawai yang kawin Rp4.500.000 Rp375.000 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah

dalam garis keturunan luurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang.

Rp4.500.000 Rp375.000

Sumber: Pasal 1 PMK Nomor 101/PMK.010/2016

Tabel 2.2. Besaran PTKP untuk Laki-laki dan Wanita Berstatus Tidak Kawin (TK)

Status PTKP Setahun

TK/0: Tidak Kawin tidak ada tanggungan Rp54.000.000 TK/1: Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan Rp58.500.000 TK/2: Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan Rp63.000.000 TK/3: Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan Rp67.500.000

Sumber: Pasal 1 PMK Nomor 101/PMK.010/2016

Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan).

Tabel 2.3. Besaran PTKP untuk Laki-laki Berstatus Kawin, dan Isteri Berstatus Tidak Bekerja/Tidak Usaha

Status PTKP Setahun

K/0: Kawin tidak ada tanggungan Rp58.500.000 K/1: Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan Rp63.000.000 K/2: Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan Rp67.500.000 K/3: Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan Rp72.000.000

Sumber: Pasal 1 PMK Nomor 101/PMK.010/2016

Tabel 2.4. Besaran PTKP untuk Laki-laki Berstatus Kawin, Isteri Berstatus Bekerja/Usaha

Status PTKP Setahun

K/I/0: Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan Rp112.500.000 K/I/1: Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu)

tanggungan

Rp117.000.000 K/I/2: Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua)

tanggungan

Rp121.500.000 K/I/3: Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga)

tanggungan

Rp126.000.000

Sumber: Pasal 1 PMK Nomor 101/PMK.010/2016

PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang

(31)

15

bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau isteri yang memiliki usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami).

2.1.6. Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21 1. Dasar Pengenaan Pajak (DPP):

a. Penghasilan Kena Pajak berlaku bagi: 1) Pegawai Tetap

PKP = Penghasilan Bruto - Biaya Jabatan - PTKP 2) Penerima Pensiun Berkala

PKP = Penghasilan Bruto - Biaya Pensiun - PTKP 3) Pegawai Tidak Tetap

Penghasilan pegawai tidak tetap yang dibayarkan bulanan, atau pegawai tidak tetap lainnya yang jumlah kumulatif penghasilan yang diterima sebulan melebihi PTKP sebulan untuk wajib pajak sendiri/TKO (dalam hal ini sesuai UU PPh adalah Rp4.500.000).

PKP = Penghasilan Bruto - PTKP 4) Bukan Pegawai, meliputi:

 Distributor MLM atau direct selling.

 Petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus pegawai.  Penjaja barang dagangan yang tidak berstatus pegawai.  Penerima penghasilan bukan pegawai lainnya yang

menerima penghasilan dari Pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender. PKP = Penghasilan Bruto – PTKP yang dihitung bulanan

(32)

16

Catatan penerapan: Sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) PMK No. 252/PMK.03/2008, Tarif Pasal 17 diterapkan atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak yang diterima atau diperoleh bukan pegawai, yang dihitung setiap bulan.

b. Jumlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dikenai pemotongan PPh Pasal 21, sesuai Pasal 21 ayat (4) UU PPh, yang berlaku bagi Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, mingguan, upah satuan atau upah borongan sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam satu bulan belum melebihi PTKP sebulan untuk diri wajib pajak sendiri atau TKO (dalam hal ini, sesuai UU PPh adalah Rp4.500.000)

PKP = Penghasilan Bruto – Batasan Pasal 21 ayat (4)

Catatan: Batasan penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan sesuai Pasal 21 (4) adalah Rp150.000 sehari, jika jumlah kumulatif dalam sebulan sudah melebihi Rp4.500.000, maka pengurangannya adalah PTKP sebenarnya.

c. Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan lainnya.

2. Pengurangan yang diperbolehkan a. Biaya Jabatan

Pengurangan ini diperbolehkan tanpa memandang apakah yang bersangkutan memiliki jabatan atau tidak. Hanya boleh dikurangkan dari penghasilan bruto pegawai tetap karena

(33)

17

dianggap sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dari pekerjaan/jabatannya.

Berdasarkan Per-Menkeu No. 252/PMK/2009, besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU PPh Nomor 7 Tahun 1983, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, dan setinggi-tingginya Rp6.000.000 (enam juta rupiah) setahun atau Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah) sebulan.

Penerapan biaya jabatan maksimal dalam penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan atas jumlah bulan kerja atau perolehan sebenarnya dari pegawai yang bersangkutan.

b. Biaya Pensiun

Hanya boleh dikurangkan dari penghasilan bruto seorang pensiunan yang berupa uang pensiun yang dibayarkan secara berkala (bulanan) karena dianggap sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun.

Berdasarkan Per-Menkeu No. 252/PMK/2009, besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pensiunan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU PPh Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali

(34)

18

diubah, terakhi dengan UU Nomor 36 Tahun 2008, ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi- tingginya Rp2.400.000 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp200.000 (dua ratus ribu rupiah) sebulan.

Biaya pensiun yang boleh diperhitungkan dalam perhitungan PPh Pasal 21 pensiunan adalah berdasarkan bulan perolehan yang sebenarnya. Artinya, batas maksimal biaya pensiun dihitung berdasarkan perolehan pensiun pada tahun pajak yang bersangkutan.

c. Iuran yang terkait dengan gaji

Yaitu iuran yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keunagan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang penfiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Pengurangan penghasilan bruto berupa iuran pensiun dan iuran JHT yang ditanggung atau dibayar sendiri oleh karyawan biasanya hanya diperuntukkan bagi pegawai tetap, dengan ketentuan:

1) Iuran pensiun yang terikat gaji dan dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,

2) Iuran THT/JHT kepada badan penyelenggara Taspen dan Jamsostek.

(35)

19

Iuran pensiun atau THT/JHT sebagian ditanggung oleh pemberi kerja, dan sebagian lagi dibayar sendiri oleh karyawan. Yang diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto karyawan dalam perhitungan PPh Pasal 21 hanya bagian yang dibayar sendiri oleh karyawan. d. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam penghitungan PPh Pasal 21 merupakan batasan penghasilan yang tidak dikenai pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pegawai, baik pegawai tetap, termasuk pensiunan; pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai; termasuk juga pegawai harian lepas, dan distributor multilevel marketing atau direct selling maupun kegiatan sejenisnya, dengan ketentuan yang berbeda- beda.

Tabel 2.5. Tarif Pajak yang Diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam

Negeri: Lapisan PKP Tarif Pajak Tarif Non NPWP Sampai dengan Rp50.000.000 5% 120% x 5% = 6% Di atas Rp50.000.000 s/d Rp250.000.000 15% 120% x 15% = 18% Di atas Rp250.000.000 s/d Rp500.000.000 25% 120% x 25% = 30% Di atas Rp500.000.000 30% 120% x 30% = 36%

Sumber: Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008

Catatan: Mulai 1 Januari 2009, sesuai dengan Pasal 21 ayat (5a) UU PPh 2008, wajib pajak orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP dikenai tarif pajak lebih tinggi sebesar 20% dari tarif normal yang berlaku.

(36)

20

2.1.7. Kebijakan/Metode Pemotongan PPh Pasal 21

Dalam perhitungan PPh Pasal 21 terdapat tiga metode yang bisa diaplikasikan, yaitu

2.1.7.1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (Metode Gross)

Dalam hal ini diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh Pasal 21 terutangnya sendiri. Istilah yang sering digunakan adalah bahwa PPh Pasal 21 dipotong oleh perusahaan dari gaji bruto atau kotor pegawai tersebut.

2.1.7.2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan (Metode Net Basis)

PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, yang mana perusahaan atau pemberi kerja bisa memberikan tunjangan PPh Pasal 21 yang besarnya tidak sama dengan pajak terutang atau jumlah PPh Pasal 21 yang menjadi tanggungan perusahaan hanya sebagian yang besarannya dapat disesuaikan dengan kebijakan perusahaan. Bagi pegawai, tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan yang akan diperhitungkan dalam pemotongan PPh Pasal 21. Dalam hal ini besarnya PPh Pasal 21 yang terutang lebih besar dari tunjangan pajak PPh Pasal 21, dan selisihnya bisa menjadi tanggungan pegawai. Bagi perusahaan, PPh Pasal 21 yang diberikan dalam bentuk tunjangan dapat dibiayakan oleh perusahaan, sedangkan selisihnya bila ditanggung oleh pemberi kerja merupakan pengeluaran biaya non deductible.

2.1.7.3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan (Metode Gross Up) PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan dikenai PPh Pasal 21.

(37)

21

Dalam hal ini penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan dengan cara gross up di mana besarnya tunjangan pajak sama dengan PPh Pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan. Sepintas lalu kebijakan PPh Pasal 21 jenis ini terlihat memberatkan perusahaan, karena penghasilan karyawan akan bertambah besar sebagai akibat dari penambahan tunjangan pajak. Namun beban perusahaan tersebut akan tereliminasai, karena PPh Pasal

21-nya dapat dibiayakan.

Di samping memberi tunjangan PPh Pasal 21 yang besarnya sama dengan PPh terutang untuk masing-masing karyawan (metode gross up), perusahaan juga bisa memberikan tunjangan PPh Pasal 21 yang besarnya berbeda dengan PPh terutang. Penggunaan Metode Gross Up atas PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja didasarkan atas Pasal 4 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000. Selanjutnya dapat diikuti pembahasan yang lebih terperinci pada pembahasan Pasal 26 dan Pasal 23.

Tabel 2.6. Rumus Tunjangan Pajak dengan Metode Gross Up

Lapisan PKP Rumus Tunjangan PPh Pasal 21 1 0 s/d 47.500.000 (PKP setahun – 0) x 5/95 + 0 2 47.500.000 s/d

217.500.000 (PKP setahun – 47.500.000) x 15/85 + 2.500.000 3 217.500.000 s/d

405.000.000 (PKP setahun – 217.500.000) x 25/75 + 32.500.000 4 Lebih dari 405.000.000 (PKP setahun – 405.000.000) x 30/70 + 95.000.000

(38)

22

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang dianggap relevan dengan penulis diantaranya:

2.2.1 Vincentius (Manado, 2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Vincentius (2015) dengan Judul Analisis Perbandingan Penggunaan Metode Net dan Metode Gross Up dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Berupa Gaji dan Tunjangan Karyawan PT. Remenia Satori Tepas Manado, dengan hasil penelitian sebagai berikut:

Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui perhitungan terhadap PPh Pasal 21 karyawan dengan menggunakan metode Gross Up dan Net Basis diperoleh hasil yaitu apabila perusahaan menggunakan metode Gross Up lebih memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Bagi pihak karyawan menerima penghasilan tanpa dikurangi atau dipotong PPh Pasal

21 karena sudah ditanggung perusahaan dalam bentuk tunjangan pajak. Bagi pihak perusahaan tunjangan pajak yang diberikan kepada karyawan dapat dibiayakan sebagai beban PPh Pasal 21.

Tabel 2.7. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Penelitiaan Saat ini

Persamaan Perbedaan

Menggunakan Metode Kuantitatif

Penelitian Terdahulu dilakukan pada PT. Remenia Satori Tepas Manado. Penelitian Saat Ini

dilakukan pada Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya di Surabaya

Perhitungan Pajak Penghasilan menggunakan metode Net

Basis dan Gross Up

Obyek Penelitian Terdahulu ialah seluruh karyawan. Penelitian Saat Ini spesifik pada profesi dokter.

(39)

23

2.2.2 Ashriana (Mojokerto, 2017)

Penelitian yang dilakukan oleh Ashriana (2017) dengan Judul Analisa Perhitungan PPh Pasal 21 Metode Gross Up di CV. Mustika Mojokerto, dengan hasil penelitian sebagai berikut:

Dari hasil penelitian yang dilakukan metode Gross Up meningkatkan efisiensi penghitungan pajak penghasilan pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja dan dapat menentukan besarnya tunjangan pajak yang dapat dibayarkan pemberi kerja.

Tabel 2.8. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Saat ini

Persamaan Perbedaan

Menggunakan Metode Kuantitatif

Penelitian Terdahulu dilakukan pada CV. Mustika Mojokerto. Penelitian Saat Ini dilakukan pada Miracle Aesthetic Clinic Kertajaya di Surabaya. Perhitungan Pajak Penghasilan

menggunakan metode Net Basis dan Gross Up

Obyek Penelitian Terdahulu ialah seluruh karyawan. Penelitian Saat Ini spesifik pada profesi dokter.

(40)

24

2.3. Rerangka Pemikiran

Gambar 2.1. Rerangka Pemikiran

P E N G H A S I L A N D O K T E R P E R H I T U N G A N D A N P E N G E N A A N P P h P A S A L 2 1 P E R H I T U N G A N M E T O D E N E T B A S I S P E R H I T U N G A N M E T O D E G R O S S U P H U T A N G P A J A K P P h 2 1 E F I S I E N S I P P h P A S A L 2 1 H U T A N G P A J A K P P h 2 1 Sumber: Penulis

Gambar

Tabel 2.1. Besaran PTKP untuk Tahun Pajak 2016
Gambar 2.1. Rerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan dorongan moral dan spiritual kepada mahasiswa untuk meningkatkan motivasi belajar dengan menanamkan empat kompetensi guru yang baik yaitu kompetensi

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 30 hari terhadap jumlah individu larva ikan botia yang mati setiap harinya, maka dapat dilakukan penghitungan terhadap sintasan

Ada dua alat musik melodi yang digunakan oleh drumband di MI Muhammadiyah Ajibarang Kulon yaitu belera (glockkensipel) dan pianika. Mengajarkan alat musik melodi

Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan niat melakukan whistleblowing ketika tingkat retaliasi kuat dan tidak ada perlindungan identitas dibandingkan dengan kondisi

Pada tahap awal produksi gas sangat dipengaruhi oleh proudksi air yang berada di cleats di dalam reservoir yang juga mengontrol aliran fluida ke dalam sumur.Air di dalam

Selanjutnya informasi selengkapnya mengenai pekerjaan penduduk usia anak yang pindah keluar Provinsi DKI Jakarta berdasarkan pendidikan yang terdaftar dalam

Peserta didik diminta untuk bekerja secara berkelompok untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalah yang yang telah diberikan baik melalui sumber internal

Sudarman (2011) dan Kusumajaya (2011) menunjukkan bahwa struktur modal berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dengan hasil semakin tinggi rasio hutang terhadap