• Tidak ada hasil yang ditemukan

tugas mandiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "tugas mandiri"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Trematoda (cacing daun) adalah cacing yang masuk kelas Trematoda filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermafrodit kecuali cacing Schistosoma. Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas Digenea, yang hidup sebagai endoparasit.

Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda, antara lain :

kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, musang, harimau dan manusia.

Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dalam kelompok berikut yaitu :

• Trematoda hati (liver flukes) : Clonorchis

sinensis, Opisthorchis felineus, Opisthorchis

viverrini, dan Fasciola hepatica.

• Trematoda usus (intestinal flukes) : Fasciolopsis

buski, Heterophyes heterophyes, Watsonius

watsoni, Metogonimus yocogaway,

(2)

• Trematoda paru (lung flukes) : Paragonimus

westermani.

• Trematoda darah (blood flukes) : Schistosoma

japonicum, Schistosoma mansoni, Schistosoma

haematobium.

1.

Fasciola hepatica

Taksonomi Kingdom : Animalia Phylum : Platyhelminthes Class : Trematoda Subclass : Digenea Order : Echinostomiformes Family : Fasciolidae Genus : Fasciola Species : Fasciola hepatica

a. Hospes dan Habitat 1. Hospes

(3)

• Hospes definitif : manusia, biri-biri serta binatang ternak lainnya.

• Hospes perantara I : Family Lymnaeidae terutama genus Lymnaea.

• Hospes perantara II : tumbuhan air terutama selada air (Nasturtium

officinale).

2. Habitat

Terutama saluran empedu, dapat masuk jaringan hati menimbulkan abses.

b. Epidemiologi

Faktor - faktor yang berperan di dalam epidemiologi cacing tersebut adalah :

• Luasnya wilayah penyebaran telur cacing hati di lapangan oleh pencemaran ternak peliharaan dan binatang menyusui lainnya. • Kondisi lingkungan tempat tersebarnya

(4)

• Penyebaran siput hospes intermedier di lapangan dan situasi/kondisi lapangan tempat tersebarnya siput.

• Tingkat perkembangan cacing di dalam tubuh siput dan jumlah serkaria yang dapat berkembang sampai siap keluar tubuh siput. • Jumlah serkaria dan kondisi lapangan

tempat tersebarnya serkaria. • Cara menggembalakan ternak c. Morfologi

1. Cacing Dewasa

• Ukuran 30 x 13 mm, integumen bersisik, ujung posterior tanpa duri, bentuknya khas seperti bahu karena memiliki kerucut (puting) kepala.

• Oral sucker (1mm) dan ventral sucker (1,6mm) hampir sama besar dan berdekatan.

• Caecum bercabang banyak sampai ujung posterior.

(5)

• Testis bercabang banyak terletak antara 2/4 – ¾ posterior tubuh, satu di belakang yang lainnya.

• Ovarium bercabang, sebelah anterior testis dan lebih kecil, uterus pendek, berkelok-kelok, terletak antara ootype dan porus genital.

2. Telur

• Telur beroperkulum, ukuran (130-150)x(63-90)mikron, belum matang, diletakkan pada saluran empedu, keluar bersama tinja.

3. Redia

• Panjang redia yang matang 1,5mm.

• Memiliki saluran pencernaan makanan, sistem ekskretorius, lateral appendages (tonjolan lateral) dan birth pore.

• Pada musim dingin, dimana perkembangan redia perlahan, dibentuk redia anak; sedangkan pada musim panas

(6)

pertumbuhan lebih cepat, hanya dibentuk cercaria oleh induk redia.

4. Cercaria

• Panjang ekornya 700mikron, tidak bercabang, ukuran badannya (280-350)x250 mikron.

• Ditemukan pharynx berotot, esophagus, dua cabang dari caeca dengan saluran pencernaan makanan primitif, oral dan ventral sucker.

d. Siklus Hidup

• Telur dikeluarkan melalui saluran empedu ke dalam tinja dalam keadaan belum matang. Di dalam air, telur akan menetas, keluar Mirasidium, kemudian Mirasidium masuk ke dalam keong air (Lymnaea sp.). Dalam tubuh keong air terjadi perkembangan :

MirasidiumSporokistaRedia IRedia IICercaria

(7)

• Cerkaria keluar dari keong air dan menempel pada tumbuh-tumbuhan air dan membntuk kista berisi Metaserkaria.

• Bila ditelan, Metaserkaria menetas dalam usus halus binatang yang memakan tumbuhan air tersebut, menembus dinding usus dan bermigrasi dalam ruang peritoneum hingga menembus hati. Larva masuk ke saluran empedu dan menjadi dewasa.

• Baik larva maupun cacing dewasa hidup dari jaringan parenkim hati dan lapisan sel epitel saluran empedu. infeksi terjadi dengan memakan tumbuhan air yang mengandung Metaserkaria.

e. Patologi Klinik dan Diagnosis

Selama bermigrasi dapat menimbulkan kerusakan parenkim hati. Dalam saluran empedu menimbulkan radang dan penyumbatan dengan akibat Patologi dan Klinik.

(8)

Selama bermigrasi dapat menimbulkan kerusakan parenkim hati. Dalam saluran empedu menimbulkan radang dan penyumbatan dengan akibat cirrhosis periportal.

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja, cairan duodenum atau empedu. 2.

Fasciolopsis buski

Taksonomi Kingdom : Animalia Filum : Platyhelminthes Class : Trematoda Subclass : Digenea Order : Echinostomiformes Family : Fasciolidae Genus : Fasciolopsis Spesies : Fasciolopsis buski

(9)

1. Hospes

• Hospes definitif : manusia, babi dan anjing.

• Hospes perantara I : keong air tawar genus Hippeutis, Gyraulus, Segmentina. • Hospes perantara II : tumbuhan air

misal

Eichornia (eceng gondok) dan

Zizania (bambu air).

2. Habitat

Pada dinding duodenum dan jejunum, pada infeksi berat sampai pylorus atau usus besar. b. Epidemiologi

Infeksi pada manusia tergantung dari kebiasaan makan tumbuh-tumbuhan iar yang mentah dan tidak dimasak sampai matang. Membudidayakan tumbuh-tumbuhan air di daerah yang tercemar dengan kotoran manusia maupun babi, dapat menyebarluaskan penyakit tersebut. Kebiasaan defekasi, pembuangan kotoran ternak dan cara

(10)

membudidayakan tumbuh-tumbuhan air untuk konsumsi harus diubah atau diperbaiki, untuk mencegah meluasnya penyakit fasciolopsiasis. c. Morfologi

1. Cacing Dewasa

• Ukuran (20-75)x(8-20)mm, tebal (0,5-3)mm, badan kecil kearah kepala.

• Khas integumen berduri kecil, tidak memiliki chepalic cone.

• Oral dan ventral sucker berdekatan, oral sucker 0,5 mm, ventral sucker 2-3 mm, porus genitalis terletak sebelah depan dari acetabulum

• Usus bercabang dua, langsung dibelakang pharynx.

• Caecum tidak bercabang, panjangnya hampir pada seluruh tubuh.

• Testis dua buah, bercabang letaknya berurutan di bagian belakang tubuh.

(11)

• Ovarium di bagian depan tubuh, uterus berkelok hampir seluruh tubuh.

• Kelenjar vitelin mengisi kedua sisi dari acetabulum ke belakang tubuh.

2. Telur

Telur menyerupai telur Fasciola Hepatica, ukuran (130-140) x (80-85) mikron, belum matang (belum mengandung embrio di dalamnya).

d. Siklus Hidup

Telur dikeluarkan bersama tinja dan di dalam air selama 3-7 minggu matang dan menetas, lalu keluar Mirasidium dan masuk ke dalam tubuh hospe perantara I yang sesuai (keong air tawar genus (Segmentina, Gyraulus dan

Hippeutis). Dalam tubuh hospes

perantara I terjadi perkembangan:

(12)

MirasidiumSporokistaRedia IRedia IICerkaria

Cercaria akan menempel pada tumbuhan air lalu berubah menjadi Metacerkaria. Tumbuh-tumbuhan yang banyak dihinggapi Metacerkaria adalah

Trapa, Eliocharis,

Eichornia, dan

Zizania. Tumbuhan seperti

Nymphoea lotus

dan

Ipoema juga dihinggapi

Metacerkaria.

Bila seorang memakan tumbuhan air yang mengandung metacerkaria yanpa dimasak sampai matang, maka dalam waktu 25-30 hari metacerkaria tumbuh menjadi cacing dewasa dan dalam waktu 3 bulan ditemukan telurnya dalam tinja. Ekskistasi terjadi didalam rongga usus halus.

e. Patologi Klinik, Diagnosis dan Pencegahan Cacing ini dapat melekat pada dinding usus halus, sehingga akan menyebabkan ulkus maupun abses yang menimbulkan diare

(13)

eosinofilia, cachexim dan infeksi berat dapat menimbulkan kematian karena keadaan intoksikasi.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan gejala klinik yang khas dan menemukan telur didalam tinja yang agak sukar dibedakan dari telur F.

Hepatica.

Di daerah endemik diutamakan pengawasan terhadap peternakan babi, dan tidak memakan tumbuhan air yang mentah atau dimasak dengan tidak sempurna.

3.

Paragonimus westermani

Taksonomi

Filum : Platyhelminthes Kelas : Trematoda

Genus : Paragonimus

Spesies : Paragonimus wetermani

a. Hospes dan Habitat 1. Hospes

(14)

• Hospes definitif : manusia dan binatang mamalia antara lain anjing, kucing.

• Hospes perantara I : Semisulcaspira spp., Brotia spp., Melania.

• Hospes perantara II : ketam air tawar genus Potamon, Ericheir, Sesarma spp. Dan udang batu (cray fish).

2. Habitat Paru-paru b. Epidemiologi

Penyakit ini berhubungan erat dengan kebiasaan makan ketam yang tidak dimasak dengan baik. Penyuluhan kesehatan yang berhubungan dengan cara masak ketam dan pemakaian jamban yang tidak mencemari sungai dan sawah dapat mengurangi transmisi paragonimiasis.

c. Morfologi

(15)

• Berwarna coklat, kalau sedang aktif menyerupai sendok, kutikulum berduri, ukuran (7,5-12)x(3,5-5)mm, integumen ditumbuhi duri.

• Oral dan ventral sucker hampir sama besar (0,75-0,8)mm.

• Pharynx kecil, esophagus pendek.

• Testis berlobus dalam, letak berdampingan, pada garis tengah diantara ventral susker dan ujung posterior.

• Ovarium besar, berlobus, pada sisi kiri atau kanan setinggi acetabulum, di depan testis. Uterus berkelok berbentuk roset pada sisi yang berlawanan dengan ovarium, sedikit anterior dari ovarium.

• Porus genitalis di belakang percabangan intestin.

• Kelenjar vitelin berbintik-bintik, sistem ekskretorius bercabang, di bagian lateral tubuh.

(16)

2. Telur

Telur coklat keemasan, beroperkulum, ukuran (80-118)x(48-60)mikron, belum matang, menetas di air setelah pematangan 2-3 minggu.

d. Siklus Hidup

Telur keluar bersama tinja atau sputum dan berisi sel telur. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 16 hari. Kemudian menetas keluar Mirasidium. Mirasidium mencari keong air. Didalam tubuh keong air terjadi perkembangan:

MirasidiumSporokistaRedia1Redia2 Cercaria

Cercaria keluar dari tubuh keong air dan mencarihospes perantara II yaitu ketam atau udang batu, lalu membentuk Metacercaria di dalam tubuhnya. Infeksi terjadi dengan makan ketam atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang.

(17)

Dalam hospes definitif, metacercaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum. Cacing dewasa bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan menuju ke paru. Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor didalamnya.

e. Patologi Klinik, Diagnosis dan Pencegahan Terdapat kista dalam alat yang dihinggapi. Gejala paru-paru mulai dengan batuk kering disusul dengan batuk berdarah (endemik hemoptysis) dengan dahak seperti karat. Dapat juga timbul gejala abses pada alat lain, seperti , dinding usus, otot dan limfa.

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-ladang juga telur ditemukan dalam tinja. Reaksi serologi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.

(18)

Pencegahan yaitu dengan menghindari memakan ketam dan udang batu yang mentah atau dimasak kurang sempurna.

4.

Heteropyes heteropyes

Penyakit : Heteropiasis

Hospes definitif : Manusia, Anjing. HP I : Keong air

HP II : Ikan salem

Morfologi : Punya genital sucker, BIM=setengah BIP, kutikula berspina halus, kelenjar vitelaria dilateral, ovarium satu buah, testis 2 buah.

Patologi klinis : Diare

Diagnosis : Telur dalam tinja Terapi : Prazikuantel

Siklus hidup : Telur belum matang-mirasidium-dimakan HP1-

(19)

sporokista-redia1-redia2-serkaria-cari hospes2/dimakan HP2-metaserkaria-manusia.

5.

Clonorsis sinensis

a. Habitat dan Hospes

Habitat : Hati

Hospes definitif : Manusia, anjing, kucing, babi, beruang kutub Hospes perantara I : Keong air genus

Bulinus, Semisulcospira,

Alocinna, Parafossarulus, Tiara atau Hua.

Hospes perantara II : family Cyprinidae. Penyakit yang disebabkan : Klonorkiasis.

b. Epidemiologi

Persebaran cacing ini ditemukan di Cina, Jepang, Korea, danVietnam. Sedangkan di Indonesia, penyakit yang

(20)

ditemukankebanyakan tidak merupakan infeksi autokton.

c. Morfologi

Cacing dewasa berbentuk pipih dan lonjong menyerupai daun. Bagian posteriornya membulat dan pada integumennya tidak ditemukan duri. Ukuran cacing dewasa 10 – 25 x 3 – 5 mm. Batil isap kepala lebih besar dari batil isap perut. Testes berlobus dalam tersusun membentuk tandem dan terletak di bagian posterior tubuh.Ovarium terletak di anterior testes pada garis tengah tubuh. Porusgenitalis di depan, dekat pada batil isap perut. Uterus berkelok-kelok berisi telur dan bermuara pada porus genitalis. Fitelaria membentuk folikel-folikel (lembut) dan terletak di lateral tubuh.

Telur parasit ini berbentuk oval seperti kendi, operculum besar,konvek dan bagian

(21)

posterior menebal. Ukuran telur 28 – 35 x 12 – 19 mikron berisi mirasidium.

d. Siklus hidup

Telur menetas dan mengeluarkan mirasidium bilatermakan oleh hospes

perantara I atau keong air. Dalam keong air kemudian berkembang menjadi sporokista, redia 1, redia 2 dan lalu menjadi serkaria. Serkaria lalu keluar dari keong air dan

mencari hospes perantara II yaitu keluarga dari Cyprinidae. Serkaria menembus tubuh hospes perantara II dan melepaskan ekornya. Dalam tubuh hospes perantara II, serkaria membentuk kista yang disebut metaserkaria (bentuk infektif). Hospes perantara II

termakan oleh manusia atau hospes definitif, lalu masuk keduodenum, kemudian

metaserkaria pecah dan mengeluarkan larva dan masuk kedalam saluran empedu selama

(22)

satu bulan, yang akhirnya berkembang menjadi dewasa.

e. Patologi dan gejala klinik

Gejala yang dialami penderita klonorkiasis adalah akibat dari rangsangan mekanik dan sekresi toksin oleh cacing. Pada awal infeksi terjadi lekositosis ringan dan eosinofilia. Apabila terjadi hiperinfeksi dari jumlah cacing yang banyak maka dapat menimbulkan sirosis, tubuh lemah, ikterus, anemia, berat badan menurun, edema gangguan pencernaan, rasa tidak enak didaerah epigastrum dan diare. Gejala selanjutnya palpitasi, vertigo dan sepresi mental. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian karena adanya penurunan daya tahan tubuh yang drastis. f. Diagnosis

Diagnosis dapat dilakukan dengan menemukan telurdalam tinja atau pada cairan di duodenum. Pada daerah endemis yang

(23)

penduduknya gemar makan ikan mentah, diagnosis klinis dapat diduga apbila penderita mengalami hepatomegali dan hepatitis.

g. Pengobatan

Obat yang bisa diberikan pada penderita Klonorkiasis adalah praziuantel. Pada infeksi ringan dapat diberikan Genianviolet,

sedangkan pada infeksi berat diberikan klorokuin.

6.

Metagonimus yokogawai

Penyakit : Metagonimiasis

Hospes definitif : Manusia, anjing, kucing.babi Hospes perantara : HP1- keong air, HP2-ikan salem

Morfologi : BIM dan BIP terletak dilateral, kutikula berspina halus, kelenjar vitelaria berbentuk folikel diposterior, testis serong, bentuk piriformis.

(24)

Patologis klinis : Diare

Diagnosis : Telur dalam tinja Terapi : Prazikuantel

Siklus hidup : Telur belum matang dimakan

HP1-mirasidium-sporokista-redia1-redia2-serkaria-cari HP2 atau dimakan HP2-metaserkaria-manusia. 7.

Schistosoma japonicum

Klasifikasi Kingdom : Animalia Filum : Platyhelminthes Kelas : Trematoda Subkelas : Digenea Ordo : Strigeidida Genus : Schistosoma

Spesies : Schistosoma Japonicum

(25)

Habitat : Vena mesenterica superior

Hospes definitif : Manusia, Babi, anjing, kucing, kerbau,

sapi, kambing, kuda, dan rodensia

Hospes perantara :Siput air tawar spesies

Oncomelania nosophora, O.

hupenis, O. formosona, O.

upensislindoensis

di danau lindu (Sulawesi tengah) dan

O. quadrasi.

Penyakit yang ditimbulkan : Penyakit Oriental schistosomiasis, Schistosomiasis japonica dan penyakit Katayama atau demam keong.

b. Epidemiologi

Schistosoma japonicum adalah satu-satunya trematoda darah pada manusia yang ditemukan di Cina. Ini adalah penyebab schistosomiasis japonica, penyakit yang masih tetap menjadi masalah kesehatan yang

(26)

signifikan terutama di daerah danau dan tanah rawa. c. Morfologi Cacing jantan • panjang 12-20 mm • diameter 0,50-0,55 mm

• integument ditutupi duri-duri sangat halus dan lancip,lebih menonjol pada daerah batil isap dan kanalis ginekoporik • memiliki (6-8) buah testis.

Cacing betina • Panjang ± 26 mm

• Diameter ± 0,3 mm.

• Ovarium dibelakang pada pertengahan tubuh

• Kelenjar vitellaria terbatas di daerah lateral ¼ bagian posterior tubuh

• Uterusmerupakan saluran yang panjang dan urus berisi 50-100 butir telur

(27)

• Memiliki hialin subsperis atau oval dilihat dari lateral

• Dekat salah satu kutub terdapat daerah melekuk tempat tumbuh semacam duri rudimenter (tombol)

• Berukuran (70-100) × (50-65)m

• Tempat telur

Schistosoma japonicum

biasa pada percabangan vena mesenterika superior yang mengalirkan darah dari usus halus.

d. Siklus hidup

Telur keluar bersama tinja atau urine, waktu kontak dengan air, telur menetas atau miracidium keluar berenang mencari perantara, menembus tubuh perantara, disini terjadi perubahan menjadi sporokista 1 (S1). Sporokista 2 (S2), akhirnya Cercaria yang bercabang. Carcaria meninggalkan hospes perantara, berenang menembus kulit hospes definitif, terbawa aliran darah, untuk

(28)

akhirnya sampai pada pembuluh darah vena sesuai dengan habitatnya.

e. Patologi dan Gejala Klinik

Setelah parasit memasuki tubuh inang dan memproduksi telur, parasit menggunakan system kekebalan inang (granuloma) untuk transportasi telur ke dalam usus. Telur merangsang pembentukan granuloma di sekitar mereka. Granuloma yang terdiri dari sel motil membawa telur ke dalam lumen usus. Ketika dalam lumen, sel granuloma membubarkan meninggalkan telur untuk dibuang dalam feses. Dan sekitar 2/3 dari telur tidak dikeluarkan, sebaliknya mereka berkembang biak di usus. Hal ini dapat menyebabkan fibrosis hati, sirosis hati, hipertensi hati portal, spinomegali dan ascites.

(29)

Identifikasi mikroskopis telur dalam tinja atau urin adalah metode yang paling praktis untuk diagnosis. Telur dapat berada dalam tinja pada infeksi semua spesies Schistosoma, Pemeriksaan dapat dilakukan pada jumlah sederhana untuk 1 sampai 2 mg feces). Dan dapat ditemukan dalam urin pada infeksi

S.japonicum dengan sentrifugasi dan dengan

melakukan pemeriksaan sedimen.

g. Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan prazikuantel dan natrium antimonytartrat. Obat-obatan akan menyebabkan terlepasnya pegangan cacing dewasa pada pembuluh darah, sehingga akan tersapu ke dalam hati oleh sirkulasi portal.

8.

Schistosoma mansoni

a. Habitat dan hospes

(30)

• Habitat : Vena mesenterica inferior

• H. Definitif : Manusia, kera, juga rodensia

• Hospes perantara : Siput air

genus Biomphalaria sp. dan Australorbis sp. b. Epidemiologi

Parasit

Schistosoma mansoni ditemukan di

banyak negaradi Afrika, Amerika Selatan (Brasil, Suriname dan Venezuela), Karibia, dan di bagian Timur Tengah.

c. Morfologi

Cacing betina

• Panjangnya 1,7 – 7,2 mm

• Kelenjar vitelaria meluas ke pinggir pertengahan tubuh

• Ovariumnya di anterior pertengahan tubuh

• Uterus pendek berisi 1 – 4 butir telur  Cacing jantan

(31)

• Panjangnya 6,4 – 12 mm

• Gemuk dengan bagian ventral terdapat ginaekoforalis

• Testis 6 – 9 buah

• Kulit terdiri dari duri-duri kasar  Telur

• Berbentuk lonjong,

• Berwarna coklat kekuning-kuningan • Dinding hyalin

• Berukuran 114 - 175 x 45 – 64 mikron • Pada satu sisi dekat ujung terdapat duri

agak panjang • Berisi mirasidium d. Siklus hidup

Sama dengan Schistosoma japonicum. e. Patologi dan gejala klinik

a. Schistosomiasis akut

dengan timbulnya parasit betina bertelur (sekitar 5 minggu setelah infeksi), dan pembentukan granuloma sekitar telur

(32)

terdapat di hati dan dinding usus, menyerupai hepatosplenomegali dan leukositosis dengan eosinofilia, mual, sakit kepala, batuk, dalam kasus yang ekstrim diare disertai dengan darah, lendir dan bahan nekrotik.

b. Schistosomiasis kronis

Gejala kronis akan tampak beberapa tahun setelah infeksi. Gejalanya seperti peradangan pada hati dan jarang ditemukan di organ lain (paru-paru).

f. Diagnosis

Schistosoma mansoni dalam kolon dapat

ditentukan dengan menemukan telur didalam tinja. Beberapa cara untuk melakukan beberapa cara seperti sediaan hapus langsung dari tinja (metode Kato) maupun dengan cara sedimentasi (0,5 % gliserin dalam air). Bila dalam tinja tidak ditemukan telur diagnosis dapat dilakukan dengan tes

(33)

serologi,sedangkan untuk menemukan telur yang masih segar dalam hati dan usus dapat dilakukan dengan teknik digesti jaringan.

g. Pengobatan

Natrium antimonium tartrat cukup efektif untuk pengobatan penyakit yang diakibatkan oleh parasit ini. Stiboven dapat diberikan secara intramuskuler. Nitridiasol juga efektif tetapi bukan sebagai obat pilihan. Obat lain yang cukup baik diberikan proral adalah oksamniquin dan nitrioquinolin.

9.

Schistosoma haematobium

a. Habitat dan hospes

Habitat : Vena mesenterica inferior, V.haemorrhoidalis, V. Pudendalis plexus, V. vesicalis.

(34)

Hospes definitif : Manusia, kera dan baboon

Hospes perantara : Keong air tawar bergenus Bulinus

sp.,

Physopsis

sp.

dan Biomphalaria sp.

b. Epidemiologi

Schistosoma haematobium

ini sebagian besar di Sub-Sahara, di lembah Sungai Nil, Afrika, Negara utara lainnya, dan di Timur Tengah. Cacing ini tidak ditemukan di Indonesia.

c. Morfologi

Cacing dewasa jantan gemuk berukuran 10-15 x 0,8-1mm. Ditutupi integumen tuberkulasi kecil, memiliki dua betil isapberotot, yang ventral lebih besar. Di sebelah belakang batil isap ventral, melipat ke arah ventral sampai ekstremitas kaudal, membentuk kanalis ginekoporik. Di belakang batil isap ventral terdapat 4-5 buah testis besar. Porus genitalis tepat di bawah batilisap ventral.

(35)

Cacing betina panjang silindris, ukuran 20x0,25 mm. Batil isap kecil, ovarium terletak posterior dari pertengahan tubuh.Uterus panjang, sekitar 20-30 telur berkembang pada saat dalam uterus. Kerusakan dinding pembuluh darah oleh telur mungkindisebabkan oleh tekanan dalam venule, tertusuk oleh duri telur dan mungkin karena zat lisis yang keluar melalui pori kulit telur sehingga telur dapat merusak dan menembus dinding pembuluh darah.

d. Siklus hidup

Pada dasarnya sama dengan

Schistoso

japomanicum

e. Patologi dan gejala klinik

Setelah kontak dengan kulit manusia, serkaria masuk kedalam pembuluh darah kulit. Lebih kurang 5 hari setelah infeksi, cacing muda mulai menjangkau vena portae dan hati. Kira-kira tiga minggu setelah infeksi pematangan

(36)

cacing dimulai sejak keluarnya dari vena portae. Setelah infeksi 10-12 minggu, cacing betina mulai meletakan telur pada venule.

f. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalamtinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologidapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksiserologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test),IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixationtest), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linkedimmuno sorbent assay).

g. Pengobatan

Pengobatan terbaik penyakit ini adalah dengan obat-obatan. Menemui seorang petugas kesehatan untuk mengetahui obatapa yang harus digunakan, atau membaca buku kesehatan umum.Luka pada alat kelamin dan

(37)

adanya darah di dalam air kencing jugamerupakan tanda penyakit infeksi kelamin menular (STI = SexuallyTransmitted Infections). Banyak wanita tidak mau berobat karenatakut mereka akan dituduh mengidap penyakit STI. Jika tidak diobati akan memicu penyakit infeksi parah lainnya dan dapat membuatwanita jadi tidak subur (tidak dapat hamil).Obat Metrifonate, organoposforus cholinesterase inhibitor. Dosisnya 5-15 mg/ kg berat badan diberikan dengan interval 2 minggu

INSECTA Pthtiraptera (Kutu)

Kutu termasuk kedalam ordo Pthtiraptera yang bersifat parasit ada tiga spesies yaitu : Pediculus humanus capitis (kutu rambut), Pediculus humanus

(38)

corporis (kutu badan) dan Phitirus pubis

(kutu kemaluan). Kutu – kutu ini tersebar di seluruh dunia terutama di negara beriklim dingin, dimana oran sering berpakaian tebal dan kurang menjaga kebersihan badannya.

1.

Pediculus humanus capitis

Taksonomi Filum : Artrhopoda Kelas : Insecta Ordo : Pthiraptera Famili : Pediculidae Genus : Pediculus Spesies : Pediculus humanus

Sub Spesies : Pediculus humanus capitis a. Morfologi

• Telur

- Warna putih mempunyai operkulum (penutup) - Produksi telur 6-9 butir per hari per ekor betins

(39)

- Dalam waktu 5-10 hari menetas menjadi nimfa • Nimfa

- Bentuk sama dengan dewasa tetapi ukuranya lebih kecil

- Mengalami 3 kali pergantian kulit • Dewasa

• Kutu rambut dewasa berbentuk pipih dan memanjang, berwarna putih abu-abu, kepala ovoid bersudut, abdomen terdiri dari 9 ruas. • Pada kepala tampak sepasang mata

sederhana disebelah lateral, sepasang antenna pendek yang terdiri atas 5 ruas dan proboscis, alat penusuk yang dapat memanjang.

• Tiap ruas thorax yang telah bersatu mempunyai sepasang kaki kuat yang terdiri dari 5 ruas dan berakhir sebagai satu sapit menyerupai kait yang berhadapan dengan tonjolan tibia untuk berpegangan erat pada rambut.

(40)

• Kutu rambut jantan berukuran 2mm, alat kelamin berbentuk seperti huruf “V”.

• Sedangkan kutu rambut betina berukuran 3mm, alat kelamin berbentuk seperti huruf “V” terbalik.

• Pada ruas abdomen terakhir mempunyai lubang kelamin di tengah bagian dorsal dan 2 tonjolan genital di bagian lateral yang memegang rambut selama melekatkan telur. • Jumlah telur yang diletakkan selama

hidupnya diperkirakan 140 butir. b. Epidemiologi

• Kutu rambut merupakan parasit manusia saja dan tersebar di seluruh dunia.

• Tempat-tempat yang disukainya adalah rambut pada bagian belakang kepala.

• Kutu rambut kepala dapat bergerak dengan cepat dan mudah berpindah dari satu hospes ke hospes lain.

(41)

• Kutu rambut ini dapat bertahan 10 hari pada suhu 5oc tanpa makan, dapat menghisap darah untuk waktu yang lama, mati pada suhu 400c.

• Panas yang lembang pada suhu 600c memusnahkan telur dalam waktu 15-30 menit

c. Siklus Hidup

• Lingkaran hidup kutu rambut merupakan metamorfosis tidak lengkap, yaitu telur-nimfa-dewasa.

• Telur akan menetas menjadi nimfa dalam waktu 5-10 hari sesudah dikeluarkan oleh induk kutu rambut.

• Sesudah mengalami 3 kali pergantian kulit, nimfa akan berubah menjadi kutu rambut dewasa dalam waktu 7-14 hari.

• Dalam keadaan cukup makanan kutu rambut dewasa dapat hidup 27 hari lamanya.

(42)

• Adanya kutu pada bagian tubuh manusia disebut pedikulosis.

• Gigitan kutu akan menyebabkan iritasi pada kulit. Iritasi ini akan bertahan selama beberapa hari

• Ciri khas terjadinya gigitan yaitu terbentuknya papula berwarna merah, disertai dengan adanya gatal – gatal yang hebat.

• Kulit akan membengkak disertai dengan pembentukan cairan

e. Diagnosa Laboratorium dan Pengobatan

Diagnosis ditegakkan jika terdapat rasa gatal-gatal yang hebat dengan bekas-bekas garukan dan dipastikan jika ditemukan Pediculus humanus capitis dewasa, nimfa dan telurnya.

Pemberantasan kutu rambut kepala dapat dilakukan dengan menggunakan tangan, sisir

(43)

serit atau dengan pemakaian insektisida golongan klorin (Benzen heksa klorida).

Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan rambut kepala. Kesadaran tentang pentingnya perawatan badan dan rambut perlu ditanamkan baik kepada orang tua maupun para siswa sendiri. Pengobatan juga harus dilakukan jika siswa sudah terjangkit yang ditandai dengan rasa gatal-gatal di kepala.

Macam-macam obat untuk Pediculus humanus

capitis (Kutu rambut):

1. Shampo Lidane 1%. Gamma benzene heksa klorid atau piretrin.

2. Selep Lindang (BHC 10%)

3. bedak DDT 10% atau BHC 1% dalam pyrophylite;

4.Benzaos benzylicus emulsion.

5. Cair / Peditox / Hexachlorocyclohexane 0,5%.

(44)

2.

Pediculus humanus corporis

Taksonomi Filum : Artrhopoda Kelas : Insecta Ordo : Pthiraptera Famili : Pediculidae Genus : Pediculus Spesies : Pediculus humanus

Sub Spesies : Pediculus humanus corporis

a. Morfologi

• Badan warna putih kelabu, berbentuk pipih memanjang

• Mempunyai kepala yang ovoid sedikit bersudut,

• Thorax dari chitin yang segmennya bersatu • Abdomen yang terdiri dari 9 ruas,

• Pada kepala tampak sepasang mata sederhana di sebelah lateral, sepasang antena pendek yang terdiri, sepasang

(45)

antena pendek yang terdiri atas 5 ruas dan proboscis, alat penusuk yang dapat memanjang.

• Tiap ruas torax yang telah bersatu mempunyai sepasang kaki kuat yang terdiri dari 5 ruas dan berakhir sebagai satu sapit menyerupai kait yang berhadapan dengan tonjolan tibia untuk berpegangan erat pada rambut dan bulu

• Ruas abdomen terakhir pada dorsal dan dua tonjolan genital di bagian lateral yang memegang rambut selama memegang telur , ukuran 2-4 mm.

b. Epidemiologi

• Kutu badan (pediculus humanus corporis) ditularkan secara kontak langsung atau dengan perantara pakaian atau barang-barang pribadi lain yang mengandung telur. • Tempat-tempat yang disukai kutu badan

(46)

ketiak kutu badan menggigit pada tempat-tempat dimana pakaian melekat pada badan. • Dapat bertahan 10 hari pada suhu 50c tanpa

makan.

c. Siklus Hidup

• Telur berwarna putih, berukuran 0,6-0,8 mm disebut “nits”.

• Telur diletakkan pada rambut dan dengan erat melekat pada rambut atau serabut pakaian.

• Telur ini dapat hidup berbulan-bulan pada pakaian.

• Telur menetas pada waktu 5-11 hari pada suhu 21-36 C.

• Nimpa tumbuh dalam kulit telur dan keluar melalui operculum yang terbuka.

d. Patologi dan Gejala Klinis

Tidak jauh berbeda dengan Pediculus humanus capitis seperti gatal-gatal akibat iritasi kulit oleh air liur tuma, bila kronis

(47)

terjadi morbus errorum (vagoband’s desease), dan gangguan tidur yang terus menerus dapat menimbulkan depresi mental.

e. Pengobatan

• Krim gameksan 1 % yang dioleskan tipis di seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Jika masih belum sembuh diulangi 4 hari kemudian.

• Obat lain adalah emulsi benzyl benzoate 25 % dan bubuk malathion 2 %.

• Bedak DDT 10% • BHC dust 1%

• Fumigasi metil bromide pakaian

3.

Phthirus pubis

Taksonomi Filum : Artrhopoda Kelas : Insecta Ordo : Pthiraptera Famili : Pthiridae

(48)

Genus : Pthirus Spesies : Phthirus pubis a. Morfologi

• Bentuk kepala segi empat,

• Berbentuk bulat seperti kura-kura,

• Abdomen pendek dengan batas ruas yang tidak nyata lagi

• Kuku yang besar dan kuat • Ukuran badan 0.8 – 1.2 mm

• Kaki pertama lebih kecil dari kaki-kaki yang kedua dan ketiga

b. Epidemiologi

• Kutu kemaluan (Phthirus pubis) biasanya ditularkan sewaktu bersetubuh, baik bentuk dewasa maupun telurnya pada rambut yang rontok dan jarang sekali melalui tempat duduk W.C, pakaian atau tempat tidur.

• Tempat hidup kutu kemaluan adalah rambut-rambut kemaluan.

(49)

• Kutu kemaluan terutama menggigit pada daerah kemaluan, mati dalam 2 hari tanpa makan.

c. Siklus Hidup

• P.pubis hidup pada rambut kemaluan,dapat juga ditemukan pada rambut ketiak, jenggot,kumis,alis atau bulu mata

• Tuma memasukan bagian mulutnya kedalam kulit untuk jangka waktu beberapa hari sambil mengisap darah.

• Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan telur menjadi tuma dewasa lebih kurang 3-4 minggu

d. Gejala Klinis

• Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan sekitarnya.

• Gatal ini dapat meluas kedaerah abdomen dan dada, di situ dijumpai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut macula serulae.

(50)

• Kutu ini dapat dilihat dengan mata telanjangn dan susah untuk dilapaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut. • Terdapat Black dot yaitu adanya bercak-bercak

hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun tidur.

• Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria.

• Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening.

e. Diagnosa Laboratorium dan Pengobatan

• Diagnosis phtiriasis ditegakan dengan menemukan P.pubis dewasa,larva,nimfa atau telur

(51)

• Emulsi benzyl benzoate 25 % yang dioleskan kemudian didiamkan selama 24 jam. Pengobatan diulangi 4 hari kemudian jika belum sembuh. • Sebaiknya rambut kelamin dipotong.

• Pakaian dalam direbus atau disetrika.

• Mitra seksual juga harus diperiksa jika perlu diobati.

(52)

INSECTA CTENOCHEPHALIDES (Pinjal)

Pinjal merupakan serangga ektoparasit yang hidup pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya terutam hewan peliharaan seperti kucing, dan anjing, juga hewan lainnya seperti tikus, unggas bahkan kelelawar dan hewan berkantung(Soviana dkk, 2003).

(53)

Gigitan pinjal ini dapat menimbulkan rasa gatal yang hebat kemudian berlanjut hingga menjadi radang kulit yang disebut flea bites dermatitis.Selain akibat gigitannya,kotoran dan saliva pinjal pun dapat berbahaya karena dapat menyebabkan radang kulit (Zentko, 1997).

1.

Ctenocephalides canis

(kutu anjing)

Klasifikasi

Ctenocephalides canis adalah sebagai

berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Siphonaptera Family : Pulicidae Genus : Ctenocephalides Spesies : Ctenocephalides canis a. Morfologi

a. Tidak bersayap,

b. Memiliki tungkai panjang, c. Koksa-koksa sangat besar,

(54)

d. Tubuh gepeng di sebelah lateral dilengkapi banyak duri yang mengarah ke belakang dan rambut keras,

e. Sungut pendek dan terletak dalam lekuk-lekuk di dalam kepala,

f. Bagian mulut tipe penghisap dengan 3 stilet penusuk,

g. Metamorfosis sempurna (telur-larva-pupa-imago),

h. Telur tidak berperekat, abdomen terdiri dari 10 ruas,

i. Larva tidak bertungkai kecil, dan berwarna keputihan

Perbedaan antara jantan dan betina

Dapat dilihat dari struktur tubuhnya, yaitu jika jantan pada ujung posterior bentuknya seperti tombak yang mengarah ke atas dan antena lebih panjang, sedangkan tubuh betina berakhir bulat dan antenanya

(55)

lebih pendek dari jantan. Kutu dewasa panjangnya 3-4 mm. Memiliki ctenidia genal dan pronatal, memiliki penis plate pada jantan sedangkan pada betina memiliki spermateka. b. Habitat

Kutu anjing ini dapat ditemukan dekat host, baik dalam kontak langsung seperti di antara bulu atau rambut atau dalam sarang mereka. c. Siklus Hidup

Ada empat tahap utama dari siklus hidup kutu : Telur, larva, pupa dan dewasa. Untuk mengerami telur menjadi telur yang sempurna dibutuhkan waktu 30 – 40 hari ,meskipun ada beberapa kasus yang menunjukkan siklus ini berlangsung selama satu tahun.

Kutu betina bertelur dalam waktu 2 hari. Telur berwarna putih dan kecil (0.5mm) tetapi dapat terlihat dengan mata telanjang. Telur diletakkan pada rambut, bulu atau dalam habitat hospesnya, telur ini juga bisa

(56)

jatuh ketempat-tempat seperti tempat tidur, atau karpet.

Beberapa kutu meletakkan 3-18 telur sekaligus di dalam tubuh anjing tersebut, hal ini berpotensi memperbanyak telur hingga 500 telur selama beberapa bulan.Telur menetas dalam 1-12 hari setelah disimpan kemudian berkembang menjadi larva.

Larva berwarna putih dengan ukuran panjang 1,5-5mm. Larva mengganti kulit mereka untuk tumbuh dan berubah menjadi kepompong sutra selama 5-15 hari. Dalam waktu 3 hari sisa larva ( pre-pupa ) akan membentuk pupa.

Pupa berkembang dalam kokon selama 5 hari – 5 minggu. Dalam kondisi normal, akan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu tetapi pada temperatur yang lebih tinggi akan berubah lebih cepat.

(57)

Kutu dewasa, tidak bersayap, ukuran 2-8mm panjang dan lateral dikompresi. Semua kutu mampu hidup dalam waktu yang lama tanpa makan bergantung pada darah sebagai nutrisi mereka , biasanya sekitar 2 bulan. Dalam kondisi yang menguntungkan dan disertai dengan sumber makanan ( darah ) yang memadai, kutu dapat hidup sampai satu tahun.

2.

Ctenocephalides felis

(kutu kucing)

Klasifikasi

Ctenocephalides felis

adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Siphonaptera Family : Pulicidae Genus : Ctenocephalides Spesies : Ctenocephalides felis a. Morfologi

(58)

a. Tidak bersayap,

b. Memiliki tungkai panjang, c. Koksa-koksa sangat besar,

d. Tubuh gepeng di sebelah lateral dilengkapi banyak duri yang mengarah ke belakang dan rambut keras,

e. Sungut pendek dan terletak dalam lekuk-lekuk di dalam kepala,

f. Bagian mulut tipe penghisap dengan 3 stilet penusuk,

g. Metamorfosis sempurna (telur-larva-pupa-imago),

h. Telur tidak berperekat, abdomen terdiri dari 10 ruas,

i. Larva tidak bertungkai kecil, dan keputihan, j. Memiliki 2 ktinidia baik genal maupun

prenatal.

(59)

Dapat dilihat dari struktur tubuhnya, yaitu jika jantan pada ujung posterior bentuknya seperti tombak yang mengarah ke atas dan antena lebih panjang, sedangkan tubuh betina berakhir bulat dan antenanya lebih pendek dari jantan.

b. Habitat

Kutu kucing hidup di hampir semua jenis habitat, dan dapat hidup dengan baik pada suhu hangat dan cukup lembap. Kutu ini biasanya terdapat pada rambut kucing atau disekitar tempat tinggal host. Hewan ini juga ditemukan di daerah yang beriklim tropis, terestrial biomes, seperti padang pasir atau gundukan, sabana atau padang rumput, kaparal, hutan hujan, hutan belukar, perkotaan, pinggiran kota, serta pertanian.

c. Siklus Hidup

Telur akan menetas dalam waktu 2-10 hari kemudian menjadi larva. Larva berlangsung 1-24

(60)

minggu untuk menjadi pupa . Pupa dapat hidup selama 1 minggu sampai 1 tahun tergantung faktor lingkungan. Pinjal ini berperan sebagai hospes intermediet dari

Dypillidium caninum,

dan menyebabkan gatal dan iritasi pada tubuh hospes (kucing).

Gejala klinis

Ctenocephalides felis

dan

Ctenocephalides canis

Gejala yang sering nampak dari gigitan

Ctenocephalides felis

dan Ctenocephalides canis adalah rasa gatal atau dalam dunia veteriner sering disebut dengan allergic fleabite dermatitis.

Diagnosis

Diagnosis

Ctenocephalides

felis

dan

Ctenocephalides canis

sama yaitu dapat dilakukan dengan menemukan kotoran seperti butiran pasir diantara bulu kucing atau anjing, dan biasanya Ctenocephalides dapat ditemukan pada daerah yang berbulu lebat seperti pada bagian leher.

(61)

Penyakit yang Ditularkan

Ctenocephalides canis

dan

Ctenocephalides felis

berperan sebagai intermediet host dari cacing pita

Dipylidium caninum

dan

Hymenolepis diminuta. Pinjal

Ctenocephalides canis

dan

Ctenocephalides felis

juga merupakan inang antara cacing filaria

Dipetalonema reconditum juga sebagai vektor

penyakit rickettsia, termasuk Rickettsia typhi.

Persamaan

Ctenocephalides

felis

dan

Ctenocephalide canis

Kedua spesies memiliki sisir pronotal dan genal (ctenidia).

Ctenocephalides sp adalah

penting dalam medis sebagai vector penyakit rickettsia, termasuk Rickettsia typhi, dan dapat berfungsi sebagai host intermediate cacing pita, termasuk Hymenolepis dan Dipylidium.

Perbedaan Morfologi

Ctenocephalides felis

dan

Ctenocephalides canis

(62)

Perbedaan

Ctenocephalides

felis

Ctenocephalides

canis

Kepala P=2xTinggi P<2xTinggi ( Tumpul) Spina Spina I = Spina

II

Spina I lebih pendek dari pada spina II Gigi sisir genal

comb

(63)

Cyclops sp

(Crustacea ) Taksonomi Cyclops sp sebagai berikut : Kingdom :Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Maxillopoda Family : Copepoda Genus : Cyclops Spesies : Cyclops sp a. Morfologi

(64)

Cyclops berukuran kira-kira sampai 5 ½ mm

dan terbagi menjadi dua bagian.Bagian depan berbentuk oval luas terdiri dari kepala serta bagian dada pertama yang terdiri dari lima segmen. Bagian belakang jauh lebih ramping dan terdiri dari segmen toraks keenam dan empat segmen pleonic tak berkaki.

Cyclops

memiliki lima pasang kaki. Panjang antena pertama digunakan oleh jantan untuk mencengkram betina saat kawin. Setelah itu, betina membawa telur dalam dua kantung kecil ditubuhnya.

b. Habitat

Cyclops memiliki distribusi kosmopolitan di air tawar dan jarang di air payau. Ia hidup di sepanjang tepi tanaman tertutup, tubuh stagnan dan lambat mengalir di air, ia makan fragmen kecil dari bahan tanaman, hewan atau bangkai. Cyclops berenang dengan gerakan tersentak-sentak. Cyclops memiliki kapasitas untuk

(65)

bertahan hidup dalam kondisi yang tidak cocok dengan membentuk jubah lendir. Rata-rata umur sekitar 3 bulan.

Cyclops sp.

merupakan salah satu golongan copepoda yang merupakan hospes perantara 1 dalam siklus hidup

Diphyllobothrium latum,

termasuk juga dalam siklus hidup Paragonimus westermani.

Berikut adalah contoh peran

Cyclops sp

dalam siklus hidup Diphyllobothrium latum.

Siklus hidup Diphyllobothrium latum.

• Telur dikeluarkan secara kontinyu dari lubang alat kelamin dari segmen strobila gravids dan dikeluarkan keluar bersamaan dengan feses. • Telur berkembang di dalam air dan beberapa

minggu akan menetas dan berkembang menjadi korasidium. Korasidium terdiri atas satu oncosphere (dengan 6 kait) yang ditutupi dengan embriofor yang bersilia lebat. (Urquhart et al., 1996).

(66)

• Korasidium berenang dalam air dan sangat cepat mati, kecuali jika tertelan oleh Crustaceae

yang cocok, yaitu Cyclop

strenuus

&

Diaptomus gracilis yang bertindak sebagai

hospes perantara pertama (Kusumamihardja, 1995).

• Korasidium dimakan oleh copepoda dan berkembang menjadi stadium larva (procercoid). Apabila copepoda dimakan oleh ikan seperti ikan salmon, maka procercoid akan bermigrasi ke dalam otot atau visceral menjadi bentuk stadium

larva yang kedua (plerocercoid) yang mempunyai panjang 5 mm dan mempunyai

skolex.

• Infeksi terjadi bila anjing , kucing atau manusia makan ikan mentah yang mengandung plerocercoid. Dalam usus

pleroserkoid tumbuh menjadi cacing dewasa dalam waktu sekitar 4 minggu (Kusumamihardja, 1995).

(67)

Kutu Busuk ( Cimex ) Taksonomi Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hemiptera Famili : Cimicidae Genus : Cimex Spesies : Cimex sp

(68)

Kutu Busuk atau Bed bug, Cimex hemipterus, adalah serangga yang amat mengganggu manusia karena menghisap darah (umumnya di tempat tidur, kursi atau sofa). Darah diperlukan untuk kehidupan kutu busuk sejak menetas, menjadi nimfa, berganti kulit beberapa kali (setiap berganti kulit harus menghisap darah) dan menjadi dewasa. Di Indonesia, sampai akhir tahun 1970an, permasalahan kutu busuk banyak ditemukan di rumah, gedung pertunjukan, hotel atau tempat lainnya dimana manusia tidur atau duduk. Tetapi karena keberhasilan pengendalian dengan insektisida berbasis organoklorin (al. DDT), kutu busuk praktis hampir dapat dikendalikan secara penuh, dan hampir tidak ada informasi tentang serangan kutu busuk dalam kurun waktu 1980-2000.

Tetapi akhir-akhir ini, terutama dalam 3-5 tahun terakhir, kutu busuk mulai menjadi masalah, banyak ditemukan di hotel berbintang, losmen asrama, dan sedikit di rumah tinggal. Sebenarnya permasalahan yang (mulai) terjadi di Indonesia tidak

(69)

separah permasalahan yang sudah terjadi di banyak negara di Eropa, Amerika Serikat, Canada, dan Australia; bahkan Malaysia dan Singapura mulai melaporkan adanya permasalahan dengan kutu busuk. Di AS, misalnya pada tahun 2007 dilaporkan telah terjadi peledakan populasi (out breaks) kutu busuk di 50 negara bagian. Munculnya kembali kutu busuk, merupakan salah satu misteri dalam Entomologi, mengingat serangga penghisap darah ini hampir tidak muncul untuk jangka waktu puluhan tahun.

a. Morfologi

• Kutu busuk, tubuhnya berbentuk oval, gepeng dorsoventral

• Berukuran 4-6 mm, dan berwarna coklat kekuningan atau coklat gelap.

• Kepalanya mempunyai sepasang antena yang panjang

(70)

• Mempunyai mulut yang khas sebagai probosis yang dapat dilipat ke belakang di bawah kepala dan toraks bila tidak digunakan.

• Bila menghisap darah bagian mulut ini menjulur ke depan.

• Protoraks membesar dengan lekukan yang dalam di bagian depan tempat kepala menempel.

• Sayapnya tidak berkembang (vestigial) dan abdomennya terdiri atas 9 ruas yang jelas.

• Seluruh tubuhnya tertutup oleh rambut-rambut kasar (seta) dan beberapa rambut halus.

• Tibia kaki panjang dan tarsinya mempunyai tiga ruas.

• Dewasa mempunyai sepasang kelenjar bau di ventral toraks, dan yang muda mempunyai kelenjar serupa di dorsal abdomen.

• Bagian mulut digunakan untuk menusuk dan menghisap.

(71)

• Labium membentuk suatu tabung yang terdiri atas 4 ruas, dan

• Mengandung stilet maksila dan mandibula yang berguna untuk menusuk dan menghisap.

b. Siklus Hidup

Karena bentuk tubuhnya yang gepeng, kutu busuk ini mampu merayap dan menyusup ke dalam celah yang sangat sempit. Kutu busuk C. hemipterus ini sangat terkenal di Indonesia, dan orang akan segera mengenalinya karena baunya apabila kutu busuk tersebut dipencet. Kutu busuk ini sering bersembunyi di celah-celah kursi kayu, rotan, di rumah-rumah, restoran, gedung bioskop, kasur di losmen, bahkan celah-celah kandang hewan dan unggas yang terbuat dari kayu atau bambu. Kutu busuk ini aktif mengisap darah manusia dan hewan di malam hari. Tusukan bagian mulut kutu busuk ini sangat menyakitkan dan menimbulkan kegatalan serta bentol-bentol yang

(72)

cukup mengganggu.Setelah mengisap darah biasanya kutu busuk ini akan bersembunyi di celah-celah tersebut selama beberapa hari, kemudian bertelur. Seekor betina mampu memproduksi sebanyak 150-200 butir telur selama frekwensi bertelur setiap harinya 3-4 butir. Telurnya berwarna putih krem, panjangnya satu mm dan mempunyai operkulum.

Dalam waktu 3-14 hari pada suhu 23˚ C, telur akan menetas menjadi nimfa. Nimfa pertama akan berganti kulit menjadi nimfa ke-2, 3, demikian seterusnya sampai nimfa kemudian berganti kulit lagi menjadi instar terakhir. Banyaknya pergantian kulit berbeda-beda tergantung jenis, makanan dan suhu. Rata-rata antara 5 sampai 6 kali. Pertumbuhan yang demikian termasuk ke dalam metamorfosis tidak sempurna. Laju perkembangan juga tergantung makanan dan suhu. Pada suhu yang sesuai, stadium dewasa dicapai dalam waktu 8-13 minggu setelah menetas. Lama hidup (longevity)

(73)

dewasa panjang yaitu 6-12 bulan, dan ia dapat bertahan hidup tanpa makan selama 4 bulan. Pemencaran kutu busuk dari satu tempat ke tempat lainnya ialah melalui baju yang dipakai orang, tas, atau peralatan kandang yang mengandung kutu busuk. Biasanya yang potensial sebagai sumber pemencaran dan yang bertanggung jawab dalam proses ini ialah kutu busuk betina yang sudah mengandung telur (gravid).

c. Gejala Penyakit Akibat Kutu Busuk

Serangga parasit ini bisa menimbulkan penyakit ruam-ruam, efek psikologis, anemia dan gejala alergi. Tetapi Sampai sekarang tidak ada bukti-bukti bahwa kutu busuk berfungsi sebagai vektor transmisi penyakit-penyakit manusia. Kutu busuk mengganggu kesenangan manusia karena menggigit dan menghisap darah manusia. Kutu busuk paling suka darah manusia, tetapi kadang-kadang juga menghisap darah ayam, unggas lainnya, tikus,

(74)

binatang-binatang lain. Mereka hisap darah untuk makanan mereka.

Ada orang yang sangat sensitif terhadap gigitan kutu busuk, tempat yang digigit menjadi merah, bengkak dun gatal, ini disebut sebagai penyakit ruam-ruam. Tetapi ada juga orang-orang yang seolah-olah tidak merasa apa apa kalau digigit oleh kutu busuk. Kutu busuk mempunyai kebiasaan untuk degaekasi segara sehabis menghisap darah. Tempat gigitan yang menjadi gatal digaruk-garuk dan faeces kutu busuk terdorong masuk kedalam luka bekas gigitan, tetapi dengan cara ini tidak ada

Referensi

Dokumen terkait