Batimetri dan Cara Penentuannya
Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti “kedalaman”, dan μετρον, berarti “ukuran”) adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan.
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal.
Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus.
Penentuan Batimetri 1 . Metode Akustik
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan
mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri. Sonar (Sound Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan).Ini adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah keburukan resolusi.
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat dikenali sebagai
lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Supangat, 2003). 2. Satelit Altimetri
Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro yang dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi dengan wahana antariksa (satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat menghasilkan topografi permukaan laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus permukaan dan ketinggian gelombang. Inderaja altimetri untuk
▸ Baca selengkapnya: pengukuran long section
(2)topografi permukaan laut pertama kali dikembangkan sejak peluncuran SKYLAB dengan sensor atau radiometer yang disebut S-193. Satelit altimetri yaitu : GEOS-3, SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara Amerika Serikat (NASA) dengan Perancis (Susilo, 2000).
Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang mempengaruhi paras laut dan hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut yang bervariasi sesuai dengan wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk gambaran paras muka laut. Satelit ini mengukur tinggi paras muka laut relatif terhadap pusat massa bumi. Sistem satelit ini memiliki radar yang dapat mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem tracking untuk menentukan tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh
permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut. Hal ini dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan kembali ke satelit. (Heri Andreas dalam Hasanuddin Z A)
Survei Batimetri
Oleh:
M. Ricy Ismail 15110016
Batimetri adalah suatu ilmu yang mempelajari kedalaman dibawah air dan studi tentang tiga dimensi dasar laut atau danau. Dalam survei batimetri ini ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan, yaitu penentuan posisi, kedalaman, dan pasang surut untuk koreksi kedalaman. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing kegiatan yang harus dilakukan dalam survei
batimetri.
Pertama, Penentuan posisi digunakan untuk mengetahui posisi titik yang diketahui kedalamannya. Biasanya penentuan posisi di laut ini menggunakan GPS. GPS itu sendiri adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. GPS didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan 3 dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu diseluruh dunia tanpa tergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orag secara simultan.
Prinsip atau konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah pengukuran jarak
(reseksi/ pengikatan kebelakang) ke beberapa satelit yang telah diketahui koordinatnya sekaligus secara simultan. GPS terdiri dari beberapa segmen utama, yaitu; segmen angkasa (space
segement) yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol yang terdiri dari stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai berupa alat-alat menerima sinyal GPS.
Implementasi GPS salah satunya dalam bidang survei hidro-oseanografi terutama yang terkait penentuan posisi titik kontrol di pantai, navigasi kapal survei, penentuan posisi titik-titik perum (sounding) dll. Dalam penentuan posisi itu, ada beberapa metoda yang dapat digunakan, antara lain;
§ Metoda kinematik deferensial; untuk tahapan lainnya, baik menggunakan data pseudorange untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian menengah (m), maupun menggunakan data fase untuk ketelitian yang lebih tinggi (cm).
§ Sistem DGPS dan RTK; untuk aplikasi yang menuntut informasi posisi secara instan (real time); dimana sistem DGPS umumnya digunakan untuk melayani aplikasi berketelitian menengah dan sistem RTK untuk aplikasi berketelitian lebih tinggi.
Kedua, Pengukuran kedalaman, pengukuran kedalaman dalam survei batimetri dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili keseluruhan daerah yang dipetakan. Pada titik-titik ini juga dilakukan penentuan posisi, titik-titik ini disebut titik fiks perum. Pada titik fiks ini juga dilakukan pencatatan waktu saat pengukuran kedalaman untuk koreksi pasut pada hasil
pengukuran. Ada beberapa metoda yang dapat digunakan dalam pengukuran kedalaman, yaitu; metoda mekanik, optik, atau akustik.
Metoda Mekanik adalah metoda yang paling awal dilakukan manusia, biasanya metoda ini menggunakan alat tongkat penduga dan rantai ukur. Metoda optik merupakan metoda terbaru yang digunakan dalam pemeruman, metoda ini memanfaatkan transisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan. Teknologi ini dikenal dengan sebutan laser airborne bathymetry (LAB) dan telah dikembangkan di beberapa negara menjadi sistem pemeruman. Dari ketiga metoda yang disebutkan diatas, metoda akustik lah yang paling populer dalam survei batimetri hingga saat ini. Metoda ini menggunakan gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100 Hz sehingga akan mempertahankan kehilangan
intentitasnya hingga kurang dari 10% pada kedalaman 100m. Alat yang digunakan dalam hal ini adalah echosounder (single dan multi beam), prinsip kerjanya adalah pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan tranduser. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air, dengan diketahui cepat rambat dan di dapatkan waktu tempuh gelombang menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke tranduser, sehingga dapat dihitung jarak (kedalaman) perairan tersebut.
Ketiga, Pengamatan Pasut, pengamatan pasut digunakan untuk mengkoreksi hasil dari pengukuran kedalaman dan untuk prediksi pasang surut di masa mendatang di saat dan tempat tertentu. Pengamatan pasut dilakukan dengan mencatat atau merekam data tinggi muka air laut pada setiap interval waktu tertentu, biasanya setiap 15, 30 atau 60 menit. Rentang waktu
pengamatan pasut yang lazim dilakukan adalah 15 atau 30 hari.
Ada beberapa cara dalam pengamatan pasut manual dan otomatik. Manual tentunya dengan memakai palem, tinggi muka air laut setiap interval pengamatan diamati secara manual oleh operator (pencatat). Sedangkan metoda otomatik, menggunakan alat pengamat pasut mekanik yang dikenal tide gauge. Gerakan naik turunnya air laut dideteksi dengan sebuah pelampung yang digantungkan pada kawat baja. Sehingga perubahan tinggi muka laut terekam pada kertas perekam data yang telah disediakan.
Dalam pengamatan pasut, perlu dilakukan pengikatan stasiun pengamat pasut untuk mengetahui kedudukan nol palem relatif terhadap suatu titik permanen (Bench Mark) di pantai agar mudah diketahui kembali. Pengikatan stasiun pasut ini dilakukan dengan metoda
pengukuran sipat datar untuk menentukan beda tinggi nol palem relatif terhadap BM.
Lokasi pengamatan pasut dilakukan di dekat/ di daerah yang masih memiliki karakteristik pasang surut yang sama dengan daerah yang dilakukan pengukuran kedalaman (dalam
Survey Batimetri
05/04/2014 Global Explore Indonesia Leave a comment
Survey Batimetri
Survey Batimetri
Survey batimetri adalah survey yang dilakukan untuk mengetahui nilai kedalaman dari dasar laut. Lalu tujuan
nya ada yang untuk :
1. Pengerukan pelabuhan
2. Perencanaan bangunan di laut (pelabuhan, Platform, sumur minyak)
3. Navigasi kapal
Alat yang dibutuhkan untuk pengukuran dasar laut ini ada dua macam, diantaranya :
1. Echosounder Single Frequency
2. Echosounder Double Frequency
Echosounder single frequency hanya menggunakan frekuensi Tinggi saja (kedalaman hanya sampai
lapisan paling atas dari tanah ) , artinya kedalaman tidak bisa menembus lumpur ( Contoh alat :
Echosounder Hydrotrac ODOM ).
Echosounder Double frequency, terdapat 2 frekuensi yang digunakan sekaligus, yaitu frekuensi tinggi
( untuk pengukuran kedalaman dasar laut teratas ) dan frekuensi rendah ( untuk pengukuran kedalaman
dasar laut yang dapat menembus lumpur ), sehingga ada 2 data kedalaman sekaligus yang didapatkan.
( Contoh alat : Echosounder MK III).
Instalasi Alat yang dipergunakan untuk pengukuran batimetri adalah :
1. GPS Antena : Untuk mendapatkan data posisi koordinat
2. Tranducer : Alat yang memancarkan sinyal akustik ke dasar laut untuk data kedalaman
3. Echosounder : Alat yang menampilkan angka kedalaman
4. Laptop : Untuk pengoperasian yang mengintegrasikan GPS, tranducer, dan echosounder.
DASAR TEORI
2.1. PENGUKURAN DETAIL SITUASI TOPOGRAFI
Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan model ketinggian dan tutupan lahan yang berada disekitar Waduk Jatiluhur yang nantinya akan digabungkan dengan hasil pemeruman Waduk Jatiluhur. Pada pengukuran ini alat yang digunakan adalah 1 unit electronic total station.
2.2. PENGUKURAN BATIMETRI
Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti “kedalaman”, dan μετρον, berarti “ukuran”) adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan.
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal.
Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan
mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini dibagi
menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri. Sonar (Sound Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan).Ini adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah keburukan resolusi.
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat dikenali sebagai
lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Supangat, 2003).
2.3. PEMERUMAN/ SOUNDING
Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface).Proses
penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasi) disebut dengan survei batimetri. Model batimetri (kontur kedalaman) diperoleh dengan menginterpolasikan titi-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model yang hendak dibuat.
Titik-titik pengukuran kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang disebut sebagai lajur perum (sounding line). Jarak antar titik-titik fiks perum pada suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan atau lebih rapat dari interval lajur perum. Salah satu fungsi dari hasil pemeruman adalah untuk reklamasi pantai. Pada kegiatan praktikum ini menggunakan Kapal Motor Balidra I dengan kapasitas 20 orang.
2.4. PENGAMATAN PASANG SURUT
Pengamatan pasang surut (pasut) dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode pengamatan secara langsung dan pengamatan secara tidak langsung. Prinsip pengamatan pasang surut adalah mengamati perubahan kedudukan permukaan laut dala selang waktu tertentu. Pengamatan pasut pada survei batimetri adalah untuk mendefinisikan bidang referensi kedalaman (chart datum) dan rata – rata muka laut (MSL).
Stasiun pasang surut dipasang di dekat/dalam kedua ujung koridor rencana jalur survey dan masing-masing diamati selama minimal 15 hari terus-menerus dan pengamatan pasang surut dilaksanakan selama pekerjaan survei berlangsung. Secepatnya setelah pemasangan, tide gauge/staff dilakukan pengikatan secara vertikal dengan metode levelling (sipat datar) ke titik kontrol di darat yang terdekat, sebelum pekerjaan survei dilaksanakan dan pada akhir pekerjaan survey dilakukan.
Jasa Survey Batimetri
Penjelasan Survei Batimetri, Konsep Survey Batimetri
Informasi Contact Jasa Survey batimetri
Pak. Sono
Kompleks Taman Kedaung
Jln. Mawar 11, Blok D4, Nomor 7B, RT 005, RW 09, Pamulang - Tangerang, 15415
Tlp : 081213739194 (Pak. Sono) / 082122697901 (Eko Prasetyo A.) E-mail : [email protected]
Survei batimetri adalah survei yang dilakukan untuk mengetahui nilai kedalaman dari dasar laut. Lalu tujuan nya ada yang untuk pengerukan pelabuhan, perencanaan bangunan di laut
Alat yang dibutuhkan untuk pengukuran dasar laut ini ada dua macam, diantaranya Echosounder Single Frekwensi dan Echosounder Double Frekwensi. Bedanya apa sih?.. Bedanya adalah kalau single frekwensi hanya menggunakan frekwensi Tinggi saja (kedalaman hanya sampai lapisan paling atas dari tanah ) , artinya kedalaman tidak bisa menembus lumpur ( Contoh alat
:Echosounder Hydrotrac ODOM ). Kalau Echosounder Double frekwensi, terdapat 2 frekwensi yang digunakan sekaligus, yaitu frekwensi tinggi ( untuk pengukuran kedalaman dasar laut teratas ) dan frekwensi rendah ( untuk pengukuran kedalaman dasar laut yang dapat menembus lumpur ), sehingga ada 2 data kedalaman sekaligus yang didapatkan.( Contoh alat : Echosounder MK III).Instalasi Alat yang dipergunakan untuk pengukuran batimetri adalah :
a. GPS Antena : Untuk mendapatkan data posisi koordinat
b. Tranducer : Alat yang memancarkan sinyal akustik ke dasar laut untuk data kedalaman c. Echosounder : Alat yang menampilkan angka kedalaman
d. Laptop : Untuk pengoperasian yang mengintegrasikan GPS, tranducer, dan echosounder.
Kosep positioning GPS pada Echosounder
Untuk saat ini, pada berbagai kapal survei sudah menggunakan GPS dengan metode pengukuran DGPS dengan kepanjangan Differential Global Positioning System. Mungkin anda bertanya , apa bedanya pengukuran posisi menggunakan DGPS dan GPS RTK.. Jawaban nya adalah Jelas
Berbeda.. Mungkin beberapa dari anda sudah mengetahui, bahwa pada metode RTK , BASE station lah yang memberikan nilai koreksi kepada ROVER station. Sedangkan pada DGPS, BASE station yang berada di beberapa negara diantaranya Singapura, Australia, Indonesia. BASE ini memberikan nilai koreksi kepada SATELIT ( bukan ROVER ). Koreksinya bermacam macam , bisa koreksi Jam satelit, koreksi kesalahan orbit satelit, dll.
Metode DGPS ini memiliki ketelitian cukup tinggi sampai level centimeter, namun untuk menggunakan nya. Setiap orang/ perusahaan harus membayar kepada perusahaan yang memberikan jasa pelayanan.
Menggunakan metode DGPS ini, dimanapun posisi kapal berada, kita bisa langsung mendapatkan koordinat kapal secara teliti. Koordinat bisa dalam informasi Latitude
longitude,bisa juga dalam sistem koordinat lokal tergantung yang diinginkan (diperhatikan Datum, elipsoid, Spheroid )
Kosep pengukuran kedalaman pada Echosounder
Untuk pengukuran kedalaman, sensor yang digunakan adalah Transducer. Tranducer ini dapat ditaruh di samping kapal dan berada dibawah permukaan air. Sensor ini cukup sensitif, karena ada buble sedikit saja, sinyal yang dipancarkan sudah terganggu. Sehingga kita perlu mengatur
speed kapal sedemikian rupa agar Tranducer masih dapat membaca nilai kedalaman ( Biasanya kecepatan kapal 3 – 6 Knot saja )
Tranducer memancarkan sinyal2 akustik ke bawah permukaan laut. Sebenarnya prinsipnya hampir sama seperti pengukuran jarak menggunakan total station. Rumusnya : Jarak =
( Kecepatan gelombang x Waktu ) / 2.. Kenapa dibagi 2?? Karena jarak yang ditempuh kan bolak balik, jadi dibagi 2 supaya jarak one way saja yang didapatkan Jika kita mengoperasikan alat Echosounder.
Ada beberapa parameter yang perlu kita inputkan ke dalam echosounder, diantaranya : a. Draft : Jarak antara permukaan air dengan ujung sensor tranducer paling bawah
b. Velocity : Cepat rambat gelombang c. Index : Nilai koreksi kedalaman
Setiap kali sebelum melakukan pengukuran batimetri kedalaman dasar laut, kita harus
melakukan kalibrasi Barcheck.. Prinsip kerjanya sederhana saja, pertama kita ukur draft ( jarak permukaan air ke sensor ), kemudian kita inputkan ke dalam echosounder, setelah itu barcheck kita taruh di kedalaman 1 meter dekat dengan sensor tranducer . Logikanya kan seharusnya pada barcheck 1 meter, angka yang dibaca di echosounder juga 1 m...Namun biasanya tidak 1 meter, tetapi 1,2 meter atau lebih... Nah karena itu.. Kita harus merubah parameter Velocity dan Indeks sedemikian rupa sampai kedalaman pada barcheck 1 meter,dan angka yang dibaca echosounder juga 1 meter.
NB: Velocity dipengaruhi oleh tekanan air, temperature, salinitas air, dll. Contoh, pada daerah sungai, biasanya velocity seputaran 1520 – 1530.. Namun tiap daerah, besar velocity berbeda beda. Untuk mendapatkan nilai Velocity secara teliti, diperlukan pengukuran menggunakan CTD, sedangkan untuk keperluan praktis, cukup menggunakan adjust barcheck saja.
Kenapa pasang surut bisa terjadi? Pasang surut dapat terjadi disebabkan oleh Gravitasi matahari, gravitasi bulan, gaya sentrifugal akibat rotasi bumi, dll. Walaupun bulan lebih kecil dari matahari, tetapi justru grafitasi bulan lah yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap pasang surut di bumi dikarenakan jarak yang lebih dekat antara bumi ke bulan dibanding bumi ke matahari.
Kalau anda melihat pada gambar diatas, terdapat bermacam macam posisi kedalaman dari permukaan air laut. Contohnya ada MSL ( rata2 permukaan air laut ), CD ( surut terendah ), dll. Informasi posisi permukaan air laut sangatlah penting, terutama kedalaman MSL dipakai sebagai acuan ketinggian di daratan, dan CD untuk acuan kedalaman pada peta batimetri. Lalu
“Bagaimana mendapatkan MSL dan CD??” Untuk mendapatkan nya, perlu dilakukan pengamatan pasang surut.. Untuk keperluan praktis cukup pengamatan selama 15 piantan ( 15 hari ) atau 29 piantan ( 30 hari ). Caranya bisa secara manual ( memakai rambu ukur yang ditaruh di pinggir laut kemudian dibaca manual tiap 30 menit ) , bisa juga secara otomatis ( menggunakan
Pressure tide gauge, ataupun GPS tide gauge. Sehingga bacaan sudah terecord otomatis dan kita tingal mendownloadnya ). Lalu bacaan tersebut diolah menggunakan metode admiralty ( untuk pengamatan kurang dari 30 hari ), dan metode Least Square ( untuk pengamatan lebih dari 30 hari ). Sehingga didapatkan 9 parameter diantaranya M2, N2, S0 ( nilai MSL ), ZO ( selisih MSL terhadap CD ),dll. Untuk saat ini semuanya sudah bisa dilakukan software, kita tinggal
menginputkan bacaan rambunya saja, dan 9 parameter sudah dihitung komputer secara otomatis, informasi MSL serta CD sudah langsung kita dapatkan.
Untuk keperluan ilmiah, pasang surut diamati setiap 18,6 tahun. Setelah 18,6 tahun, maka polanya berulang kembali dari awal. Namun pada survei bathimetri, biasanya cukup pengamatan 1 bulan sampai 1 tahun saja.
NB: Bagaimana jika ingin mendapatkan MSL dengan pengukuran kurang dari 15 piantan ( 15 hari ) ??.. Caranya bisa kita lakukan transfer tinggi dari TTG ( 0 MSL ) milik bakosurtanal ke daerah perairan / pelabuhan terdekat menggunakan sipat datar, kedua menggunakan pengamatan pasang surut min 39 jam kemudian dihitung menggunakan metode Doodson untuk mendapatkan DTS ( Duduk Tengah Sementara ), Terakhir menggunakan Prediksi Pasut yang bisa didapatkan di situs DISHIDROS atau bisa juga di www.easytide.com, sesuai dengan lokasi terdekat dengan daerah survei.
Kalu software yang dipergunakan untuk pengukuran bathimetri ada bermacam macam,
diantaranya Hidronav (Under DOS), Hidropro, Map source, dll. Kalau saya biasanya menggunakan hidropro karena cukup mudah dalam mengoperasikan nya, data akhir yang didapatkan dalam format .txt berisi nomor fix, Easting, Northing, kedalaman. Dan bisa langsung kita plotkan di Software Autocad.
Dasar-dasar Survey dan Pemetaan Bathimetri
19 Desember 2014 abdalseprianto
Pemetaan batimetri adalah proses pemetaan kedalaman laut yang dinyatakan dalam angka kedalaman atau
kontur kedalaman yang diukur terhadap datum vertikal. Batimetri (dari bahasa Yunani: berarti “kedalaman” dan
“ukuran”) adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensilantai samudra
atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis
kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki
informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan.
Alat yang digunakan dalam pemetaan batimetri adalah :
1. Echosounder Single Frequency, menggunakan frekuensi Tinggi saja (kedalaman hanya sampai lapisan
paling atas dari tanah ) , artinya kedalaman tidak bisa menembus lumpur ( Contoh alat : Echosounder
Hydrotrac ODOM ).
2. Echosounder Double Frequency, terdapat 2 frekuensi yang digunakan sekaligus, yaitu frekuensi tinggi
( untuk pengukuran kedalaman dasar laut teratas ) dan frekuensi rendah ( untuk pengukuran kedalaman
dasar laut yang dapat menembus lumpur ), sehingga ada 2 data kedalaman sekaligus yang didapatkan.
( Contoh alat : Echosounder MK III).
Spesifikasi alat survey pemetaan Bathimetri dan prinsip kerjanya
1. Echosounder : Peralatan echosounder digunakan untuk mendapatkan data kedalaman optimum
mencakup seluruh kedalaman dalam area survei. Agar tujuan ini tercapai, alat echosounder dioperasikan
sesuai dengan spesifikasi pabrik. Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan melakukan barcheck
atau koreksi Sound Velocity Profile (SVP) untuk menentukan transmisi dan kecepatan rambat
gelombang suara dalam air laut, dan juga untuk menentukan index error correction. Kalibrasi
dilaksanakan minimal sebelum dan setelah dilaksanakan survei pada hari yang sama. Kalibrasi juga
selalu dilaksanakan setelah adanya perbaikan apabila terjadi kerusakan alat selama periode survei.
Pekerjaan survei Batimetri tidak boleh dilaksanakan pada keadaan ombak dengan ketinggian lebih dari
1,5m bila tanpa heave compensator, atau hingga 2,5m bila menggunakan heave compensator.
2. GPS Antena : Untuk mendapatkan data posisi koordinat
3. Tranducer : Alat yang memancarkan sinyal akustik ke dasar laut untuk data kedalaman
4. Laptop : Untuk pengoperasian yang mengintegrasikan GPS, tranducer, dan echosounder.
Data perekaman atau hasil kedalaman HARUS dikoreksi dengan kondisi pasang surut di area survey.
Pengamatan pasang surut dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan Muka Surutan Peta (Chart Datum),
memberikan koreksi untuk reduksi hasil survei Batimetri, juga untuk mendapatkan korelasi data dengan hasil
pengamatan arus. Stasiun pasang surut dipasang di dekat/dalam kedua ujung koridor rencana jalur survey dan
masing-masing diamati selama minimal 15 hari terus-menerus dan pengamatan pasang surut dilaksanakan
selama pekerjaan survei berlangsung. Secepatnya setelah pemasangan, tide gauge/staff dilakukan pengikatan
secara vertikal dengan metode levelling (sipat datar) ke titik kontrol di darat yang terdekat, sebelum pekerjaan
survei dilaksanakan dan pada akhir pekerjaan survey dilakukan. Bentuk koreksi nilai pasang surut terhadap data
batimetri adalah sebagai
berikut:
rt = (TWLt – (MSL + Zo))
Setelah itu menentukan nilai kedalaman sebenarnya
D = dT – rt
Keterangan :
rt : Reduksi (Koreksi) Pasut pada waktu t
TWLt : True Water Level pada waktu t
MSL : Mean Sea Level atau rerata tinggi permukaan laut
Zo : Kedalaman muka surutan di bawah MSL
dT : Kedalaman yang terukur transduser
D : Kedalaman sebenarnya
Bathimetri (Bathymetry)
28 12 2009
Bathimetri adalah studi tentang kedalaman air danau atau dasar lautan. Dengan kata lain, bathimetri adalah
setara dengan hypsometry bawah air. Bathimetri berasal dari bahasa Yunani βαθυς, μετρον, deep dan mengukur.
Peta bathimetri (hidrografi) biasanya diproduksi untuk mendukung keselamatan navigasi permukaan atau
sub-permukaan, dan biasanya menunjukkan relief dasar laut atau daerah dasar laut sebagai garis kontur (isodepth)
dan pemilihan kedalaman (sounding), dan biasanya juga menyediakan informasi mengenai navigasi
permukaan . Peta Bathimetri dapat juga dibuat dengan menggunakan Digital Terrain Model dan teknik
pencahayaan buatan untuk menggambarkan kedalaman yang digambarkan. Paleobathimetri adalah studi tentang
masa lalu kedalaman air.
Awalnya, batimetri mengacu pada pengukuran kedalaman laut dengan sounding kedalaman. Teknik awal yang
digunakan dalam pengukuran bathimetri adalah dengan tali yang diberikan pemberat. Keterbatasan terbesar dari
teknik ini adalah bahwa metode ini hanya mengukur kedalaman pada satu titik pada satu waktu, dan sangat
tidak efisien. Selain itu metode ini juga sangat dipengaruhi oleh pergerakan kapal dan arus terhadap tali,
sehingga membuatnya tidak akurat.
Data yang digunakan untuk membuat peta bathimetrik hari ini biasanya berasal dari echosounder (sonar) yang
dipasang di bawah atau di samping kapal, “ping” berkas suara ke dasar laut atau dari penginderaan jarak jauh
LIDAR atau sistem LADAR (Olsen, 2007). Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara atau cahaya melakukan
perjalanan melalui air, memantul dari dasar laut, dan kembali ke penerima menunjukkan jarak ke dasar laut.
Survei LIDAR / LADAR ini biasanya dilakukan dengan pesawat udara (Airborne).
Sejak awal 1930-an, dan lebih umum dari tahun 1940-an dan seterusnya, satu kali ping single-beam
dirata-ratakan untuk membuat peta. Hari ini, multibeam echosounder (MBES) dapat digunakan, dengan ratusan beam
yang sangat sempit dan berdekatan diatur seperti kipas sehingga mampu menyapu 90-170 derajat. Dengan paket
array yang rapat dari beam yang sempit memberikan resolusi angular dan akurasi yang sangat tinggi. Secara
umum lebar sapuan, bergantung pada kedalaman, sehingga memungkinkan sebuah kapal untuk memetakan
dasar laut lebih banyak dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan single-beam echosounder. Pemancaran
ping oleh Beam dilakukan berkali-kali per detik (biasanya 0,1-50 Hz tergantung pada kedalaman air), sehingga
dengan kapal cepat tetap dapat memetakan 100% tutupan dasar laut. Sensor ketinggian memungkinkan untuk
mengkoreksi gerakan kopel (rolling, pitching dan yawing) kapal di permukaan laut, dan gyrocompass
menyediakan informasi yang lebih akurat untuk mengoreksi gerakan yawing kapal. Kebanyakan sistem MBES
modern mengunakan sistem sensor gerak dan posisi yang terintegrasi untuk mengukur yawing serta dinamika
dan posisi lain. Global Positioning System (Global Navigation Satellite System/GNSS) digunakan untuk
mengetahui posisi sounding di permukaan bumi. Profil kecepatan suara (kecepatan suara dalam air sebagai
fungsi kedalaman) dari kolom air digunakan untuk mengkoreksi pembiasan atau “ray-bending” dari gelombang
suara karena karakteristik kolom air yang tidak seragam seperti suhu, konduktivitas, dan tekanan. Sebuah sistem
komputer memproses semua data, mengoreksi untuk semua faktor di atas serta sudut dari masing-masing beam.
Hasil pengukuran sounding kemudian diproses secara manual, semi-otomatis atau secara otomatis untuk
pengukuran asli yang memenuhi beberapa kondisi (misalnya, mungkin paling representatif soundings, dangkal
di suatu daerah, dll) atau terintegrasi dengan Digital Terrain Model (DTM). Secara historis, Selection
Measurement umum dilakukan pada aplikasi hidrografi sementara konstruksi DTM digunakan untuk survei
teknik, geologi, pemodelan aliran arus, dll. Sejak 2003-2005, DTM lebih diterima dalam praktek hidrografi.
Satelit juga digunakan untuk mengukur bathimetri. Satelit radar memetakan topografi laut dalam dengan
mendeteksi variasi halus di permukaan laut yang disebabkan oleh tarikan gravitasi bawah gunung, pegunungan,
dan massa lainnya. Umumnya permukaan laut lebih tinggi di atas gunung an ridge dibandingkan dengan dataran
abyssal dan trench (Thurman, 1997).
Sebagian besar survei jalur pelayaran di Amerika Serikat dilakukan oleh United States Army Corps of
Engineers untuk perairan pedalaman. Sedangkan National Oceanic and Atmospheric Administration melakukan
survey untuk lautan. Data batimetri pantai tersedia dari NOAA National Geophysical Data Center (NGDC).
Data bathimetri biasanya bereferensi pada datum pasang vertikal. Untuk bathimetri perairan dalam, umumnya
digunakan Mean Sea Level (MSL), namun sebagian besar data yang digunakan untuk membuat peta nautika
(pelayaran) menggunaan referensi Mean Lower Low Water (MLLW) dalam survei Amerika, dan Lowest
Astronomical Tide (LAT) di negara-negara lain. Datum-datum lain yang digunakan dalam survei, tergantung
pada otoritas lokal (pemerintah) dan pasang surut.
Beberapa pekerjaan atau karier yang berkaitan dengan batimetri adalah studi tentang lautan, batu-batuan dan
mineral di dasar laut, studi tentang gempa bumi atau gunung berapi bawah laut. Pengukuran dan analisis
pengukuran bathymetri adalah salah satu inti (core area) dari Hidrografi modern, dan komponen fundamental
dalam memastikan keselamatan angkutan barang di seluruh dunia.
Sumber:
http://wikipedia.com
Olsen, R. C. 2007. Remote Sensing from Air and Space. SPIE, ISBN 9780819462350
Alat Survey Batimetri
Alat Survey Batimetri, Penjelasan Echo Sounder
1. Definisi Echo Sounder
Echo sounder atau Gema Duga atau Echoloading adalah alat untuk mengukur kedalaman air dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air (Parkinson, B.W., 1996).
Echo sounder merupakan perangkat yang menggunakan teknologi sonar untuk pengukuran bawah air fisik dan biologis komponen-perangkat ini juga dikenal sebagai sonar ilmiah. Aplikasi termasuk batimetri, studi vegetasi air, ikan, dan plankton, dan diferensiasi massa air
(en.wikipedia.org).
Echo sounder dilengkapi dengan proyektor untuk menghasilkan gelombang akustik yang akan di masukan ke dalam air laut. Sonar bathymetric memerlukan proyektor yang dapat menghasilkan berulang-ulang kali pulsa akustik yang dapat dikontrol. (Burdic, 1991).
Sesuai dengan namanya ‘echo‘ yang berarti gema dalam bahasa Inggris, alat ini mempunyai prinsip memancarkan bunyi dan kemudian gema‐nya atau bunyi pantulannya ditangkap kembali untuk mengetahui keberadaan benda-benda di bawah air. Penggunaan teknik ini didasarkan pada hukum fisika tentang perambatan dan peantulan bunyi dalam air.
2. Fungsi Dari Echo Sounder
Kegunaan dasar dari echo sounder yaitu menentukan kedalaman suatu perairan dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air. Data tampilan juga dapat dikombinasikan dengan koordinat global berdasarkan sinyal dari satelit GPS yang ada dengan memasang antena GPS (jika fitur GPS pada echo sounderada). (scribd.com).
Prinsip kerjanya yaitu: pada transmiter terdapat tranduser yang berfungsi untuk merubah energi listrik menjadi suara. Kemudian suara yang dihasilkan dipancarkan dengan frekuensi tertentu. Suara ini dipancarkan melalui medium air yang mempunyai kecepatan rambat sebesar, v=1500 m/s. Ketika suara ini mengenai objek, misalnya ikan maka suara ini akan dipantulkan. Sesuai dengan sifat gelombang yaitu gelombang ketika mengenai suatu penghalang dapat dipantulkan, diserap dan dibiaskan, maka hal yang sama pun terjadi pada gelombang ini.
Ketika gelombang mengenai objek maka sebagian enarginya ada yang dipantulkan, dibiaskan ataupun diserap. Untuk gelombang yang dipantulkan energinya akan diterima oleh receiver. Besarnya energi yang diterima akan diolah dangan suatu program, kemudian akan diperoleh keluaran (output) dari program tersebut. Hasil yang diterima berasal dari pengolahan data yang diperoleh dari penentuan selang waktu antara pulsa yang dipancarkan dan pulsa yang diterima. Dari hasil ini dapat diketahui jarak dari suatu objek yang deteksi.
Echo sounder ilmiah yang umum digunakan oleh Internasional, Federal, Negara dan Pemerintah lokal dan manajemen lembaga, serta sektor swasta konsultan yang bekerja untuk badan-badan publik. Lembaga akademik telah menyadari dan mengajarkan nilai sampling non-invasif dengan suara untuk meningkatkan baik cakupan spasial dan objektivitas sampling perikanan. Perikanan manajemen lembaga seperti keanggotaan ICES dan Amerika Serikat National Marine Fisheries Service (NMFS) biasanya menggunakan sonar ilmiah untuk tujuan penilaian saham, seperti penilaian herring biomassa untuk tujuan manajemen sumber daya (en.wikipedia.org).
3. Macam-Macam Echo Sounder
Echosounder dilengkapi dengan proyektor untuk menghasilkan gelombang akustik yang akan di masukan ke dalam air laut. Sonar bathymetric memerlukan proyektor yang dapat menghasilkan berulang-ulang kali pulsa akustik yang dapat dikontrol. Kegunaan dasar Echosounder adalah untuk mengukur kedalaman suatu perairan dengan mengirimkan gelombang dari permukaan ke dasar dan dicatat waktunya hingga Echo kembali dari dasar (Burdic, 1991).
Echosounder berdasar sinyal yg dipancarkan terdiri dari 2 macam yaitu :
a. Single-Beam Echosounder
Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan pengiriman sinyal gelombang suara. Komponen dari single-beam terdiri dari transciever (transducer atau receiver) terpasang pada lambung kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) menyusuri bagian bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal
dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah transmiter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.
Transmiter ini menerima secara berulang-ulang dalam kecepatan yang tinggi sampai pada orde kecepatan milisekon.
Range frekuensi single-beam echosounder relatif mudah untuk digunakan, tetapi hanya menyediakan informasi kedalam sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal (Urick , 1983).
b. Multi-Bean Echosounder
Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bad), beberapa pancaran suara (beam) secara
elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut beam. Multi beam echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi (0,1 m akurasi vertikal dan krang dari 1 m akurasi horizontalnya) (Urick, 1983).
Echosounder berdasar output yang dihasilkan terdiri dari 2 macam yaitu :
a. Recording Echosounder
Echosounder perekam membuat gambar yang memperlihatkan kedalaman ikan dan dasar laut. Gambar-gambar yang dibuat akan tergambar pada sehelai kertas sehingga bisa disimpan untuk dilihat kemudian.
Echosounder warna adalah jenis alat yang terbaru. Echosounder warna tidak dapat membuat gambar pada selembar kertas,tetapi echosounder warna memiliki part khusus yang dapat memanggil kembali gambar-gambar lama yang telah diperoleh dan memperlihatkannya melaluimonitor ketika diperlukan.
4. Cara Pengoperasian Echo Sounder
Sebelum mengoperasikan echo sounder, hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah mengetahui fungsi kerja dari bagian-bagian dari echo sounder itu sendiri.
Keterangan :
- Kedalaman dalam jarak akustik - Balok vertikal sudut
- Range pengaturan di perangkat lunak - Lebar petak dasar laut
- Tow sisi kedalaman scan sonar
- Pelabuhan dan pemisah saluran kanan - Lebar balok horizontal
Cara Pemakaian dari echo sounder ini adalah sebagai berikut :
- Memasang alat dan cek keadaan alat sebelum memulai pengambilan data. - Pastikan kabel single beam dan display sudah terpasang.
- Pasang antena, jika diperlukan input satelit GPS. - Masukkan single beam kedalam air.
- Set Skala kedalaman yang ditampilkan display.
- Set frekuensi yang akan digunakan 200 Hz untuk laut dangkal atau 50 Hz untuk laut dalam atau dual untuk menggunakan keduanya.
- Set input data air yaitu salinitas, temperatur dan tekanan air. - Pengambilan data.
- Pemrosesan data.
5. Cara Pengukuran dan Pembacaan Echo Sounder
Perhitungan kedalaman diperoleh dari setengah waktu pemantulan signal dari echo
soundermemantul ke dasar laut kemudian kembali ke echo sounder. Nilai waktu yang diperoleh di konversikan dengan kecepatan gelombang suara di dalam air. Untuk data kedalaman yang lebih tepat, dimasukkan pula data-data temperatur air, salinitas air dan tekanan air. Hal ini diperlukan untuk memperoleh konversi yang tepat pada cepat rambat suara di dalam air.
Berikut adalah perhitungannya :
c = 1448.6 + 4.618T2 − 0.0523 + 1.25 * (S − 35) + 0.017D dimana :
c = kecepatan suara (m/s)
S = salinitas (pro mille) D = kedalaman
Bagian-bagian Echosounder
a. Time Base : Time base berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui transducer.
b. Transmiter : Transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan.
c. Transducer : Fungsi utama dari transducer adalah mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium dan mengubah energi suara menjadi energi
listrik ketika echo diterima dari suatu target
a. Reciever : Receiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder sebagai pencatat hasil echo
b. Recorder : Recorder berfungsi untuk merekam atau menampilkan sinyal echo
6. Kelebihan dan Kekurangan Echo Sounder
Adapun kelebihan dan kekurangan dari penggunaan echo sounder itu adalah sebagai berikut : a. Kelemahan dari penggunaan echo sounder adalah jika semakin dalam laut, gambar yang
dihasilkan semakin tidak jelas (tidak terlihat lebih spesifik gambar karang, ikan, kapal karam,dan sebagainya). Contoh ketika echo sounder digunakan di akuarium yang berisi ikan, gambar yang dihasilkan lebih jelas, hal ini dipengaruhi oleh laut. Disamping itu mengganggu komunikasi antar hewan laut contohnya paus dan lumba–lumba.
b. Keuntungan dari penggunaan echo sounder adalah dapat mengukur kedalaman laut yang disertai dengan pemetaan dasar laut, disamping itu digunakan nelayan untuk mengetahui gerombolan ikan,serta dapat mengukur suhu air pada kedalaman tertentu. Penggunaan teknologi ini sangat membantu dalam pencarian sumber daya ikan yang baru, sehingga akan mempercapat pengambilan keputusan atau kebijakan, terutama untuk menetapkan daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat dipertahankan (Parkinson, B.W., 1996).
Metoda Pengikatan Data Batimetri ke Data Topograf
Filed under: Metoda Pengukuran — Tag:Metoda Pengukuran, Metode Pengukuran — LUTHFI @ 2:22 am