• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Penelitian Kualitatif-Fenomenologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Penelitian Kualitatif-Fenomenologi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN KUALITATIF

“FENOMENOLOGI”

Disusun Oleh : KELOMPOK V

Ance M. Siallagan (157046009)

Rahmat Ali Putra (157046010)

Putri Purnama Sari (157046019)

Jefri Banjarnahor (157046020)

Iskandar (157046029)

Sri Ayu Fatmawati (157046030)

Zakiah Rahman (157046039)

Lisbet Gurning (157046040)

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

(2)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah Penelitian Kualitatif dengan judul “Grounded theory” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Secara umum makalah ini menjelaskan tentang penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Penulis berharap makalah ini bisa memberikan sumbangsih bagi pengetahuan setiap orang dalam bidang keperawatan yaitu khususnya untuk pemahaman terhadap penelitian kualitatif. Sekalipun demikian penulis menyadari bahwa proses penyusunan makalah ini merupakan pekerjaan yang tidak ringan sehingga memungkinkan adanya kekurangan maupun kesalahan baik dalam hal teknis penulisan, tata bahasa maupun isinya. Oleh karena itu guna penyempurnaan makalah ini penulis sangat mengharapkan saran, masukan maupun kritikan yang membangun dari pembaca makalah ini.

Demikianlah makalah ini disusun. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2015

(3)

DAFTAR ISI Halaman Sampul... 1 Kata Pengantar ... 2 Daftar Isi... 3 BAB I. PENDAHULUAN... 4 1.1 Latar Belakang ... 4 1.2 Tujuan... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 ... 5 2.2 ... 6 2.3 ... 7 2.4 ... 7 2.5 ... 9 2.6... 18

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN ... 19

3.1 Kesimpulan ... 19

3.2 Saran ... 19

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.

Didalam penelitian kualitatif ada beberapa metode penelitian yang digunakan. Salah satunya penelitian kualitatif menggunakan metode fenomenologi dan kami akan membahas lebih mendalam tentang metode fenomenologi ini.

2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian fenomenologi 2. Agar mahasiswa mengetahui akar penelitian fenomenologi

3. Agar mahasiswa mampu menjelaskan tujuan penelitian fenomenologi

4. Agar mahasiswa mengetahui memilih fenomenologi sebagai metode penelitian kualitatif

5. Agar mahasiswa mengetahui jenis-jenis penelitian fenomenologi

6. Agar mahasiswa mengetahui elemen dan interpretasi metode fenomenologi

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Fenomenologi

Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali fenomena yang ada secara sistematis. Penelitian fenomenologi ditekankan pada

(5)

subjektifitas pengalaman hidup manusia, sebagai metode yang merupakan penggalian langsung pengalaman yang disadari dan menggambarkan fenomena yang ada tanpa terpengaruh oleh teori sebelumnya dan mungkin tida perlu menguji tentang dugaan atau anggapan sebelumnya (Streubert & Carpenter, 2011).

2.2. Akar Penelitian Fenomenologi

Perkembangan fenomenologi dimulai sekitar dekade pertama abad ke-20 . Gerakan filosofis ini terdiri dari tiga fase : ( 1 ) preparatory ; ( 2 ) German; dan ( 3 ) French. Berikut penejelasan tema umum dari fenomenologi dalam konteks ketiga fase tersebut (Streubert & Carpenter, 2011).

1. Preparatory Phase

Preparatory phase (tahap persiapan) didominasi oleh Franz Brentano (1838-1917) dan Carl Stumpf (1848-1936). Stumpf adalah mahasiswa terkemuka pertama Brentano, dan melalui karyanya, menunjukkan kekuatan ilmiah fenomenologi .

Klarifikasi konsep intensionalitas adalah fokus utama pada tahap ini (Spiegelberg, 1965, dalam Streubert & Carpenter, 2011). Intensionalitas berarti selalu memiliki kesadaran akan sesuatu. Merleau –Ponty (1956, dalam Streubert & Carpenter, 2003) menjelaskan " interior persepsi adalah hal yang mustahil tanpa persepsi eksterior, bahwa dunia sebagai koneksi fenomena yang diantisipasi dalam kesadaran saya dan cara bagi saya untuk menyadari diri dalam kesadaran".

2. German Phase

Edmund Husserl (1857-1938) dan Martin Heidegger (1889-1976) adalah yang mendominasi selama fase Jerman, yang merupakan fase kedua perkembangan fenomenologi. Husserl (1931, 1965) meyakini filosofi harus menjadi ilmu yang kuat yang akan mengembalikan hubungan dengan memperhatikan manusia secara lebih dalam dan fenomenologi harus menjadi dasar/fondasi bagi semua filosofi dan ilmu pengetahuan.

Menurut Spiegelberg (1965, dalam Streubert & Carpenter, 2011). Heidegger memiliki kesamaan dengan langkah-langkah Husserl yang karyanya mungkin merupakan hasil langsung dari Husserl. Konsep esensi, intuisi, dan pengurangan fenomenologi dikembangkan selama fase Jerman.

(6)

3. French Phase

Gabriel Marcel (1889-1973), Jean – Paul Sartre (1905-1980), dan Maurice Merleu – Ponty (1905 – 1980) adalah yang mendominasi pada fase Perancis yang merupakan fase ketiga perkembangan fenomenologis. Konsep utama yang dikembangkan selama fase ini adalah perwujudan dan being-in-the-world. Konsep-konsep ini mengacu pada keyakinan bahwa semua tindakan dibangun di atas pondasi persepsi atau kesadaran akan beberapa fenomena. Pengalaman hidup, diberikan di dunia yang dirasakan, harus dijelaskan ( Merleau -Ponty , 1956, dalam Streubert & Carpenter, 2011) .

2.3. Tujuan Penelitian Fenomenologi

Rose, Beeby, & Parker (1995, dalam Streubert & Carpenter, 2011) menyatakan tujuan dari penelitian dengan pendekatan fenomenologi adalah untuk mengembangkan makna pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna dengan mengidentifikasi inti fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam pengalaman hidup sehari-hari.

Metode investigasi yang sistematis melalui pendekatan penelitian kualitatif dengan studi fenomenologi penting untuk disiplin keperawatan. Praktek keperawatan profesional sangat erat kaitannya dengan pengalaman hidup seseorang. Fenomenologi mengarahkan ke bahasa persepsi pengalaman manusia dengan semua jenis fenomena, dengan pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengeksplorasi dan menjelaskan fenomena penting pada disiplin ilmu keperawatan (Streubert & Carpenter, 2011).

2.4. Memilih Fenomenologi sebaga Metode Penelitian Kualitatif

Keperawatan mendorong perhatian rinci untuk perawatan orang sebagai manusia dan praktik keperawatan yang bersifat holistik meliputi pikiran, tubuh, dan jiwa. Pendekatan holistik untuk keperawatan berakar pada pengalaman keperawatan. Karena penyelidikan fenomenologi bersifat terintegrasi dengan mengeksplorasi secara keseluruhan, metode ini cocok digunakan dalam melakukan penyelidikan fenomena penting untuk praktik, pendidikan, dan administrasi keperawatan. Spiegelberg (1965)

(7)

mengatakan bahwa metode fenomenologis menyelidiki subjektif fenomena dengan keyakinan bahwa kebenaran penting tentang realitas yang didasarkan pada pengalaman hidup. Pengalaman manusia adalah prinsip utama, dan bagaimana manusia mengalami fenomena perlu dilakukan investigasi. Perspektif yang holistik dan studi pengalaman hidup adalah dasar metode fenomenologi (Streubert & Carpenter, 2011).

Topik yang cocok untuk penelitian dengan metode fenomenologi adalah terkait dengan pengalaman hidup manusia. Contohnya rasa kebahagiaan, ketakutan, untuk di klinis misalnya pengalaman menjadi kepala perawat dan stress pada mahasiswa perawat, kehidupan pasien yang menderita penyakit kronis, dll (Streubert & Carpenter, 2011).

2.5. Langkah-Langkah Peelitian Kualitatif denan Metode Fenomenologi Streubert (1991, 2011) menjelaskan langkah-langkah metode fenomenologi yaitu:

1. Menjelaskan deskripsi pribadi tentang fenomena yang menarik 2. Mengurung (Bracket) pengandaian/asumsi peneliti.

Bracketing yaitu cara menghindari asumsi-asumsi pribadi peneliti terhadap fenomena yang sedang diteliti. Peneliti bersikap netral dan terbuka dengan fenomena yang ada.

3. Mewawancarai peserta

4. Berhati-hati/cermat membaca transkrip wawancara untuk mendapatkan

pengalaman umum.

5. Meninjau transkrip untuk mengungkap esensi. 6. Menangkap hubungan penting

7. Mengembangkan deskripsi formal dari fenomena tersebut. 8. Kembali ke peserta untuk memvalidasi deskripsi.

9. Meninjau literatur yang relevan

10. Mendistribusikan temuan kepada masyarakat keperawatan.

2.6. Jenis-Jenis Penelitian Fenomologi

Spiegelberg (1965, 1975 dalam Streubert & Carpenter, 2011) mengidentifikasi jenis penyelidikan fenomenologis. Keenam jenis tersebut adalah (1) descriptive phenomenology; (2) phenomenology of essences; (3) phenomenology of apperances;

(8)

(4) constitutive phenomenology; (5) reductive phenomenology; dan (6) hermeneutic phenomenology.

a. Descriptive Phenomenology

Fenomenologi deskriptif melibatkan "eksplorasi langsung, analisis, dan deskripsi fenomena tertentu, sebebas mungkin dari pengujian pengandaian, bertujuan mempresentasikan intuitif maksimum”. Fenomenologi deskriptif merangsang persepsi kita dari akan pengalaman hidup serta menekankan kekayaan, luasnya, dan dalamnya pengalaman-pengalaman (Spiegelberg, 1975). Spiegelberg (1965, 1975) mengidentifikasi tiga langkah untuk fenomenologi deskriptif yaitu : (1) intuiting ; (2) analyzing ; dan (3) describing.

Intuiting merupakan langkah awal peneliti untuk memulai berinteraksi dan memahami fenomena yang diteliti (Streubert & Carpenter, 2011). Peneliti menggali fenomena yang ingin diketahui dari partisipan mengenai pengalaman partisipan. Pada tahap ini peneliti menghindari kritik, evaluasi atau opini tentang hal-hal yang disampaikan oleh partisipan dan menekankan pada fenomena yang diteliti, sehingga mendapat gambaran yang sebenarnya dari partisipan. Pada langkah ini, peneliti berperan sebagai instrumen dalam proses pengumpulan data.

Analyzing adalah tahap kedua, pada tahap ini peneliti mengidentifikasi arti dari fenomena yang telah digali dan mengesplorasi hubungan serta keterkaitan antara data dengan fenomena yang ada (Streubert & Carpenter, 2011). Data yang penting dianalisis secara seksama dengan mengutip pernyataan yang signifikan, mengkategorikan dan menggali intisari data. Dengan demikian peneliti mendapatkan data yang diperlukan untuk memastikan kemurnian dan gambaran yang akurat serta memperoleh pemahaman terhadap fenomena yang diteliti.

Langkah ketiga adalah phenomenological describing. Peneliti mengkomunikasikan dan memberikan gambaran tertulis dari elemen kritikal yang didasarkan pada pengklasifikasian dan pengelompokan fenomena (Streubert & Carpenter, 2011).

b. Phenomenology of Essences

Phenomenology of essences melibatkan probing melalui data untuk mencari tema umum atau esensi dan membangun pola hubungan bersama oleh fenomena tertentu. Free imaginative variation, digunakan untuk menangkap

(9)

hubungan penting antara esensi-esensi, melibatkan studi yang cermat dari contoh konkret yang diberikan oleh pengalaman-pengalaman peserta dan variasi sistematis dari contoh-contoh dalam imajinasi. Dalam hal ini, menjadi mungkin untuk mendapatkan wawasan ke dalam struktur penting dan hubungan antara fenomena. Probing untuk memberikan esensi rasa untuk apa yang penting dan apa yang tanpa sengaja ada dalam deskripsi fenomenologis (Spiegelberg, 1975). Peneliti mengikuti langkah-langkah dari intuiting, analyzing, dan describing. Menurut Spiegelberg (1975), "Fenomenologi dalam tahap deskriptif dapat merangsang persepsi kita untuk kekayaan pengalaman kita secara lebih luas dan mendalam" (Streubert & Carpenter, 2011).

c. Phenomenology of Apperances

Phenomenology of apperances melibatkan pemberian perhatian pada cara fenomena muncul. Melihat cara fenomena muncul, peneliti memberikan perhatian khusus pada cara yang berbeda dari sebuah objek itu sendiri. Phenomenology of apperances memfokuskan perhatian pada fenomena yang diungkapkan melalui keberadaan data (Streubert & Carpenter, 2011).

d. Constitutive Phenomenology

Constitutive phenomenology mempelajari fenomena seperti mereka menjadi terbangun atau "constituted" dalam kesadaran kita. Constitutive phenomenology "berarti proses di mana fenomena 'terbentuk' dalam kesadaran kita, seperti yang kita maju dari kesan pertama untuk gambaran penuh struktur mereka" (Spiegelberg, 1975). Menurut Spiegelberg (1975), fenomenologi konstitutif " dapat mengembangkan rasa untuk petualangan dinamis dalam hubungan kita dengan dunia " (Streubert & Carpenter, 2011).

e. Reductive Phenomenology

Fenomenologi reduktif, meskipun ditujukan sebagai proses yang terpisah, terjadi bersamaan pada seluruh penyelidikan fenomenologis. Peneliti terus membahas bias pribadi, asumsi, dan prasangka atau menyisihkan keyakinan ini untuk memperoleh gambaran paling murni dari fenomena yang sedang dalam investigasi (Streubert & Carpenter, 2011).

(10)

Langkah ini sangat penting untuk mempertahankan objektivitas dalam metode fenomenologi. Misalnya, dalam sebuah penelitian menyelidiki arti kualitas hidup bagi individu dengan (insulin-dependent) diabetes mellitus tipe 1, peneliti memulai penelitian dengan proses reduktif. Peneliti mengidentifikasi semua prasangka, bias, atau asumsinya tentang kualitas hidup dan rasanya memiliki penyakit diabetes. Proses ini melibatkan sebuah pemeriksaan diri yang kritis dari keyakinan pribadi dan pengakuan atas pemahaman peneliti telah diperoleh dari pengalaman. Peneliti mengambil semua hal yang dia tahu tentang fenomena dan menyimpannya atau mengesampingkannya dalam upaya untuk menjaga apa yang sudah diketahui terpisah dari pengalaman hidup yang dijelaskan oleh peserta (Streubert & Carpenter, 2011).

Fenomenologi reduktif sangat penting jika peneliti ingin mencapai deskripsi yang murni. Proses reduktif juga merupakan dasar untuk menunda setiap tinjauan pustaka sampai peneliti telah menganalisis data. Peneliti harus selalu menjaga secara terpisah dari deskripsi peserta dengan apa yang peneliti tahu atau percayai tentang fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, menunda tinjauan literatur sampai analisis data selesai memfasilitasi reduksi (pengurangan) fenomenologi (Streubert & Carpenter, 2011).

f. Hermeneutic phenomenology

Kerangka interpretatif dalam fenomenologi digunakan untuk mencari tahu hubungan dan makna bahwa pengetahuan dan konteks terkait satu sama lain (Lincoln & Guba, 1985). Terdapat peningkatan penelitian yang dipublikasikan keperawatan yang didasarkan pada teori filosofis hermeneutika. Pendekatan fenomenologis hermeneutik adalah tentang pentingnya filosofi dari alam dalam memahami fenomena tertentu dan interpretasi ilmiah fenomena yang muncul dalam teks atau kata-kata tertulis. Hermeneutika sebagai sebuah pendekatan interpretatif didasarkan pada pekerjaan dari Ricoeur (1976), Heidegger (1962), dan Gadamer (1976). Metodologi ini memungkinkan untuk meningkatkan kepekaan terhadapa kesadaran manusia dan cara mereka being-in-the-world (Dreyfus, 1991 dalam Streubert & Carpenter, 2003).

Ada 3 langkah untuk memproses fenomenologi hermeneutik (Streubert & Carpenter, 2011) yaitu :

(11)

sehingga menjadi akrab dengan teks dan mulai merumuskan pikiran tentang maknanya untuk analisa lebih lanjut. Lindholm, Uden, dan Rastam (1999) dalam studi pada catatan manajemen keperawatan khususnya pada komponen analisis data, mereka "membaca semua wawancara sendiri-sendiri untuk mendapatkan rasa seluruh teks. Kesan mereka dari teks kemudian didokumentasikan dan dibahas. Naive reading diarahkan pada kekuatan dari fenomena”.

2. Structural analysis sebagai langkah kedua dan melibatkan identifikasi pola hubungan yang bermakna. Langkah ini sering disebut sebagai interpretative reading. Untuk menggambarkan, Lindholm dkk. (1999) mencatat bahwa peneliti bertemu untuk membandingkan dan mendiskusikan teks. Mereka menggambarkan langkah ini dengan cara berikut: "teks ini dibagi menjadi makna unit-unit, yang diubah dengan isi utuh. Yang timbul dari setiap perubahan makna unit diberikan label, untuk menemukan tema umum. Selama analisis, ada terus menerus gerakan antara seluruh dan bagian-bagian dari teks“.

3. Ketiga, interpretation of the whole mengikuti dan melibatkan perefleksian pembacaan bersama dengan membaca interpretatif untuk memastikan pemahaman komprehensif tentang temuan. Beberapa bacaan biasanya diperlukan. Lindholm dkk. (1999) melakukan interpretasi terpisah dari data mereka selama langkah ini dan menjelaskan tema dan subtema dari data.

2.7. Elemen dan Interpretasi Metode Fenomenologi a. Peran Peneliti

Peneliti memiliki peran untuk mentransform informasi. Reinharz (1983) menyatakan ada 5 langkah menstransform yaitu :

1. Pengalaman partisipan ditrasformasikan ke dalam bahasa

2. Peneliti mentransformasikan apa yang dia lihatdan dengar kedalam pemahaman dari pengalaman partisipan

3. Peneliti mentransformasikan apa yang dipahami tetang fenomena yang sedang diteliti ke dalam kategori konseptual yang merupakan esensi dari pengalaman partisipan.

(12)

4. Peneliti mentransformasikan esensi-esensi ini kedalah tulisan dokumen yang menagkap apa yang dipikirkan peneliti tetang pengalaman dan refleksi dari deskripsi dan tingkah laku partisipan.

5. Peneliti mentransformasikan dokumen tertulis tersebut ke dalam pemahaman yang dapat berfungsi untuk mengklarifikasi semua langkah-langkah pendahuluan (Streubert & Carpenter, 2011).

b. Pengumpulan Data

Purposive sampling digunakan pada penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi. Dengan demikian informasi yang didapat lebih kaya dan mendalam. Peneliti menghubungi partisipan, ketika mereka sudah setuju untuk berpartisipasi, maka ditentukan tempat dan waktu pertemuannya. Saat pertama kali mewawancara, peneliti memberikan informed consent dan meminta izin untuk melakukan perekaman. Peneliti harus menolong partisipan menjelaskan pengalaman hidupnya tanpa memimpin diskusi. Gunakan pertanyaan open-ended dan pengklarifikasi pertanyaan agar partisipan dapat menjelaskan sesuatu lebih rinci atau detail. Selain perekaman, peneliti juga mencatat tindakan/momen tertentu dalam field notes. Pengumpulan data terus berlanjut sampai peneliti percaya saturasi data telah tercapai. Ketika tidak ditemukan tema-tema atau esensi baru dari partisipan (Streubert & Carpenter, 2011).

c. Analisis Data

Analisis data mengharuskan peneliti diam atau menjadi tenggelam dalam data. Tujuan dari analisis data, menurut Banonis (1989), adalah untuk melestarikan keunikan pengalaman hidup masing-masing peserta sementara memungkinkan pemahaman tentang fenomena yang diselidiki. Ini dimulai dengan mendengarkan deskripsi lisan peserta dan diikuti dengan membaca dan membaca ulang transkrip atau tanggapan yang tertulis. Sebagai peneliti menjadi tenggelam dalam data, memungkinkan mereka mengidentifikasi dan mengekstrak pernyataan yang signifikan. Mereka kemudian dapat menuliskan temuan ini. Menangkap hubungan penting diantara pernyataan dan mempersiapkan deskripsi lengkap dari fenomena tersebut merupakan tahap akhir. Melalui variasi imajinatif bebas, peneliti membuat hubungan antara

(13)

pernyataan yang diperoleh dalam proses wawancara. Penting untuk mengidentifikasi bagaimana pernyataan atau tema sentral muncul dan terhubung satu sama lain jika deskripsi terakhir sudah lengkap (Streubert & Carpenter, 2011).

d. Tinjauan Pustaka

Tinjauan literatur/pustaka umumnya mengikuti analisis data. Alasan untuk menunda tinjauan literatur terkait dengan tujuan mencapai kemurnian deskripsi fenomena yang diselidiki. Semakin sedikit ide atau praduga peneliti memiliki tentang fenomena yang diselidiki, semakin kecil kemungkinan bias mereka akan mempengaruhi penelitian. Sebuah ulasan literatur secara sepintas mungkin dilakukan untuk memastikan perlunya penelitian dan kesesuaian pemilihan metode. Setelah analisis data selesai, peneliti meninjau literatur untuk menempatkan temuan dalam konteks apa yang sudah diketahui tentang topik (Streubert & Carpenter, 2011).

BAB 3 PEMBAHASAN

Kelompok melakukan pembahasan singkat terkait penelitian kualitatif metode fenomenologi berdasarkan jurnal penelitian internasional. Berikut penjelasannya :

Judul Jurnal Penelitian : Patients’ Experience of Living with Glaucoma : a Phenomenological Study

(14)

Peneliti : Pei-Xia Wu, Wen-Yi Guo, Hai-Ou Xia, Hui Juan Lu & Shu-Xin Xi

Tahun Penelitian : 29 Oktober 2010

Jurnal : Journal of Advanced Nursing

Tujuan Penelitian : Untuk mengeksplor pengalaman hidup pasien dengan glaucoma dan mendeskripsikan strategi mereka untuk mengatasi akibat dari gangguan ini

Metode Penelitian : Menggunakan fenomenologi hermeneutik, terdiri atas total 20 partisipan dimana 14 orang partisipan dengan galukoma yang dipilih untuk mengikuti wawancara mendalam, dan 10 orang partisipan lain yang diwawancara dibagi dalam 2 fokus kelompok. Partisipan direkrut dari rumah sakit mata di Shanghai. Data dikumpulkan dari Juli sampai September 2009. Wawancara dilakukan selama 40 menit dan FGD dilakukan 65 menit yang direkam dalam audio-taped dan transcribed verbatim. Kemudian dilakukan analisis data dengan 3 fase :

1. Transkrip dibaca beberapa kali untuk memahami makna glaukoma yang digambarkan oleh partisipan 2. Analisis struktural, teks dilakukan analisis secara

detail, bertujuan untuk mengidentifikasi bagian atau pola bermakna yang konsisten dan mencari penjelasan dari teks. Kemudian tema disempitkan menjadi empat. Serta ditentukan tema intinya.

3. Peneliti berusaha untuk membangun pengalaman peneliti sebagai perawat dan dokter yang bekerja dengan orang-orang yang mengalami glaukoma, dan sebagai peneliti di daerah ini dengan kesan umum dari wawancara dan temuan dari analisis struktural. Temuan : Tema inti yang diidentifikasi ketika menginterpretasi

data dari pengalaman hidup pasien “belajar untuk hidup dengan penyakit glaukoma” oleh satu dari beberapa partisipan. Makna yang ditemukan dalam empat tema meliputi :

1. Mencari dukungan

(15)

3. Hidup dengan ketidakpastian masa depan

4. Beradaptasi dengan kualitas hidup yang menurun Kesimpulan : Makalah ini memberikan wawasan pengalaman hidup

dari pasien dengan glaukoma menggunakan 1 -on - 1 dan fokus - kelompok wawancara , menunjukkan bahwa yang terakhir juga dapat menawarkan cara penyelidikan fenomenologis. Mereka menemukan bahwa orang-orang dengan glaukoma dapat mengalami ketidakpastian pengobatan, penyakit prognosis dan status risiko anggota keluarga. Selain itu, budaya Cina dapat mempengaruhi strategi pasien mempertahankan gaya hidup sehat. Dalam membantu orang-orang dengan glaukoma pertimbangan harus diambil terhadap perasaan ketidakpastian masa depan yang mungkin berkembang.

BAB 3 PENUTUP

1. Kesimpulan

Penelitian fenomenologi ditekankan pada subjektifitas pengalaman hidup manusia, sebagai metode yang merupakan penggalian langsung pengalaman yang disadari dan menggambarkan fenomena yang ada tanpa terpengaruh oleh teori sebelumnya dan mungkin tida perlu menguji tentang dugaan atau anggapan sebelumnya. Pendekatan holistik untuk keperawatan berakar pada pengalaman keperawatan. Karena penyelidikan fenomenologi bersifat terintegrasi dengan mengeksplorasi secara keseluruhan, metode ini cocok digunakan dalam melakukan penyelidikan fenomena penting untuk praktik, pendidikan, dan administrasi keperawatan.

2. Saran

Dalam pemilihan metode penelitian kualitatif, penggunaan metode fenomenologi sebaiknya dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai.

(16)
(17)

DAFTAR PUSTAKA

Streubert, H.J & Carpenter, D.R. (2011). Qualitative research in nursing: Advamcing the humanistic imperative. 5th ed. Wolters Kluwer Health

Wu, Pei Xia, Wen-Yi Guo, Hai-Ou Xia, Hui Juan Lu & Shu-Xin Xi. 2010. Patients’ Experience of Living with Glaucoma : a Phenomenological Study. Journal of Advanced Nursing, 67, 4, 800 -810

Referensi

Dokumen terkait

Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri, tentang Peningkatan Mutu

Jaringan selapis CEF yang terinfeksi virus ILT isolat lokal (BGR-6) Selelah 5 hari paska infeksi (5 dpi). Tampak jaringan CEF mengecil dan mati. Sedangkan di bagian lain tampak

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan

Mulyana menyebutkan pendekatan fenomenologi termasuk pada pendekatan subjektif atau interpretif (Mulyana, 2001:59) Lebih lanjut Maurice Natanson mengatakan

peningkatan keterampilan siswa dalam berhipotesis. Hal ini terlihat karena jumlah siswa yang berada pada kategori baik dan sangat baik mengalami peningkatan, sedangkan

Masyarakat merupakan faktor dari luar siswa sebagai faktor pengaruh lingkungan bagi perkembangan jiwa siswa setelah keluarga dan sekolah, didalam masyarakat siswa

Hasil dari kolaborasi perlu merujuk pada bentuk Entrepreneurial City (Lombardi, Giordano, Farouh, & Yousef, 2012), yang memiliki beberapa implikasi, diantaranya

SITI KHALIYAH : Aplikasi Forecasting Penjualan Pada Sistem Inventory Toko Bangunan Berkah Jaya Menggunakan Metode Trend Moment, Skripsi, Teknik Informatika, FT, UN PGRI Kediri,