• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Bernardin dan Russel (Sutrisno, 2011:150) prestasi kerja adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Bernardin dan Russel (Sutrisno, 2011:150) prestasi kerja adalah"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian prestasi kerja

Menurut Bernardin dan Russel (Sutrisno, 2011:150) prestasi kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu. Byar dan Rue mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas yang mencakup pada pekerjaannya. Menurut Firman (2011), prestasi kerja adalah suatu tingkat peranan anggota organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Peranan yang dimaksud adalah pelaksanaan suatu tindakan untuk menjalankan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Seorang yang memiliki prestasi kerja yang tinggi dan baik dapat menunjang tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Untuk dapat memiliki prestasi kerja yang tinggi dan baik, seorang dalam melaksanakan pekerjaannya harus memiliki keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa prestasi kerja karyawan merupakan hasil yang dicapai karyawan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang diberikan kepadanya baik secara kuantitas maupun kualitas melalui prosedur yang berfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya standar pelaksanaan. Untuk mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling

(2)

dominan adalah sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut akan sia-sia.

2.1.2 Pengertian penilaian prestasi kerja

Menurut Ardana,dkk (2012:125), penilaian prestasi kerja adalah proses melalui organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan penilaian prestasi kerja dinilai dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja karyawan. Menurut Rivai (2010:549), penilaian prestasi kerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Lebih jauh Sukotjo (2007) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja merupakan suatu kebutuhan, baik kebutuhan anggota organisasi maupun kebutuhan organisasi karena prestasi kerja anggota organisasi akan memberikan keuntungan baik kepada organisasi, pihak manajemen maupun anggota organisasi yang bersangkutan.

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah suatu proses yang dilakukan oleh pimpinan atau yang diberikan wewenang dalam suatu perusahaan untuk menilai prestasi kerja individu maupun kelompok yang ada di dalamnya, tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan

(3)

potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan kariernya yang dilakukan secara periodik dan terus menerus. Untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh setiap individu sehingga dapat dikembangkan untuk kepentingan karyawan itu sendiri dan perusahaan.

2.1.3 Tujuan penilaian prestasi kerja

Martoyo(2010 : 87) menjelaskan setiap penilaian prestasi kerja karyawan harus benar-benar memiliki tujuan yang jelas, apa yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai dari penilaian tersebut adalah sebagai berikut.

1) Mengidentifikasikan para karyawan mana yang membutuhkan pendidikan dan pelatihan.

2) Menetapkan kenaikan gaji ataupun upah karyawan.

3) Menetapkan kemungkinan pemindahan karyawan ke penugasan baru. 4) Menetapkan kebijakan baru dalam rangka reorganisasi.

5) Mengidentifikasi para karyawan yang akan dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi dan sebagainya.

Menurut Handoko (Sutrisno, 2011:155) penilaian prestasi kerja memberikan suatu gambaran akurat mengenai prestasi kerja karyawan. Untuk mencapai tujuan ini, sistem-sistem penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan, praktis, mempunyai standar-standar, dan menggunakan berbagai ukuran yang dapat diandalkan.

(4)

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan penilaian prestasi kerja sebenarnya untuk memperbaiki prestasi, mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, penetapan gaji, kebijakan promosi, motivasi, seleksi dan untuk mengembangkan kecakapan karyawan.

2.1.4 Kegunaan penilaian prestasi kerja

Kegunaan dari penilaian prestasi kerja karyawan menurut Ardana,dkk (2012:125), dinyatakan sebagai berikut.

1) Perbaikan prestasi kerja

Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi.

2) Penyesuaian-penyesuaian kompensasi

Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

3) Keputusan-keputusan penempatan

Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.

(5)

4) Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

5) Perencanaan dan pengembangan karir

Umpan balik prestasi mengarah pada putusan-putusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti.

6) Penyimpangan-penyimpangan proses karir

Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan dan kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

7) Ketidakakuratan informasi

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang diambil tidak tepat.

8) Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan

Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Peralatan prestasi kerja membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

(6)

9) Kesempatan kerja yang adil

Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

10) Tantangan-tantangan eksternal

Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi, departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian prestasi kerja

Byar dan Rue (Sutrisno, 2011:151), mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan lingkungan. Faktor-faktor individu yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Usaha (Effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.

2) Abilities, yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas.

3) Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

(7)

Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja adalah sebagai berikut. 1) Kondisi fisik 2) Peralatan 3) Waktu 4) Material 5) Pendidikan 6) Supervisi 7) Desain organisasi 8) Pelatihan 9) Keberuntungan

2.1.6 Metode penilaian prestasi kerja

Terdapat berbagai macam metode untuk melakukan penilaian prestasi kerja karyawan. Menurut Ardana,dkk (2012 : 127) metode penilaian prestasi karyawan dikelompokkan sebagai berikut.

1) Metode penilaian berorientasi masa lalu. Metode ini merupakan mempunyai kelebihan dalam hal perlakuan terhadap prestasi kerja yang telah terjadi dan sampai derajat tertentu dapat diukur.

(1) Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan. Pada metode ini, evaluasi subyektif dilakukan oleh penilai

(8)

terhadap prestasi kerja karyawan dengan skala tertentu dari rendah sampai tinggi.

(2) Check list. Metode ini penilaian ini dimaksudkan untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik-karakteristik karyawan. (3) Metode peristiwa kritis. Metode ini merupakan metode penilaian yang

mendasarkan pada catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kritis. Berbagai persitiwa tersebut dicatat oleh penyelia selama periode evaluasi terhadap setiap karyawan. (4) Metode peninjauan lapangan. Agar tercapai penilaian yang lebih

terstandarisasi, banyak perusahaan menggunakan metode peninjauan lapangan. Dengan metode ini, wakil ahli departemen personalia turun ke lapangan dan membantu para penyelia dalam penilaian mereka.

(5) Tes dan observasi prestasi kerja. Bila jumlah pekerjaan terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan.

(6) Metode-metode evaluasi kelompok. Ada beberapa teknik untuk mengevaluasi kelompok-kelompok karyawan. Metode-metode penilaia kelompok berguna untuk pengambilan keputusan kenaikan upah, promosi, dan berbagai bentuk penghargaan organisasional karena dapat menghasilkan ranking karyawan

(9)

dari yang terbaik sampai terjelek. Berbagai metode evaluasi kelompok diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Metode ranking. Metode ranking berarti penilai membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan-karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik, dan kemudian menempatkan setiap karyawan dalam urutan dari yang terbaik sampai jelek. Departemen personalia dapat mengetahui para karyawan tertentu dengan lebih baik daripada yang lain, tetapi tidak mengetahui berapa besar perbedaan prestasi kerja mereka.

b. Grading atau forced distributions. Pada metode ini penilaian memisah-misahkan para karyawan ke dalam berbagai klasifikasi yang berbeda. Biasanya suatu proporsi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. c. Point allocation method. Metode ini merupakan bentuk lain metode

grading. Penilaian diberikan sejumlah nilai total untuk dialokasikan diantara para karyawan dalam kelompok.

2) Metode penilaian berorientasi masa depan. Penilaian-penilaian yang berorientasi masa depan dapat memusatkan pada prestasi kerja pada waktu yang akan datang melalui penilaian potensi karyawan atau penetapan sasaran-sasaran prestasi kerja pada masa mendatang. Teknik-teknik yang bisa digunakan adalah sebagai berikut. (1) Penilaian diri (self-appraisals). Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi adalah untuk melanjutkan pengembangan diri. Bila karyawan menilai

(10)

dirinya, perilaku defensif cenderung tidak terjadi sehingga upaya perbaikan diri juga cenderung dilaksanakan.

(2) Penilaian psikologis (psychological appraisals). Penilaian ini pada umumnya terdiri dari wawancara mendalam, tes-tes psikologis, diskusi dengan atasan langsung dan review evaluasi-evaluasi lainnya. Penilaian psikologis, biasanya dilakukan oleh para psikolog, terutama untuk menilai potensi karyawan pada waktu yang akan dating. Evaluasi terhadap intelektual, emosi, motivasi karyawan dan karakteristik-karakteristik hubungan pekerjaan lainnya sebagai hasil penilaian diharapkan bisa membantu untuk memperkirakan prestasi kerja pada waktu yang akan datang.

(3) Pendekatan management by objective (MBO). Inti pendekatan MBO adalah bahwa setiap karyawan dan penyelia secara bersama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja pada waktu yang akan datang. Kemudian, dengan menggunakan sasaran-sasaran tersebut, penilaian prestasi kerja dilakukan secara bersama pula.

(4) Teknik pusat penilaian. Teknik pusat penilaian adalah suatu bentuk penilaian karyawan yang distandarisasikan dimana tergantung pada berbagai tipe penilaian dari penilai. Penilaian bisa meliputi wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi kelompok, simulasi, dan sebagainya untuk mengevaluasi potensi karyawan di waktu yang akan datang.

(11)

Untuk mengetahui prestasi kerja karyawan, haruslah diperhatikan dari kumpulan sikap-sikap individu dalam hubungan dengan kelompok atau organisasi, karena prestasi kerja merupakan akibat adanya hubungan antara individu dari kelompok kerja maupun terhadap organisasinya. Seorang pemimpin harus dapat memberikan perhatian dan menaruh minat terhadap karyawan serta harus pula memberikan perhatian dan pengakuan kepada mereka atas hasil - hasil yang telah dicapai.

2.1.7 Indikator-indikator prestasi kerja

Indikator prestasi kerja sangat diperlukan untuk mengukur prestasi kerja karyawan di perusahaan. Ada banyak pendapat para ahli mengenai indikator prestasi kerja, salah satunya yaitu indikator prestasi kerja menurut Muskita (2007) adalah sebagai berikut. 1) Kehadiran 2) Kemampuan 3) Kejujuran 4) Kerjasama 5) Kepemimpinan 6) Tanggung jawab

2.1.8 Pengertian kepuasan kerja

Menurut Sutrisno(2011 : 76), kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

(12)

dengan nilai-nilai yang berlaku pada dirinya, semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan begitu pula sebaliknya. Pendapat Porter dalam Ardana,dkk (2008:22), kepuasan kerja yang dimaksud adalah “selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada (faktual)”. Semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya ada dengan kondisi yang sesungguhnya ada (faktual) seseorang cenderung merasa semakin puas. Sedangkan menurut Droussiotis (2007), kepuasan kerja adalah nilai dari kualitas kehidupan organisasi. Lebih jauh Crossman (2003) menyatakan Kepuasan kerja merupakan salah satu kriteria untuk membangun kesehatan organisasi dimana memberikan jasa yang efektif sangat tergantung pada sumber manusia dan kepuasan kerja yang dialami oleh karyawan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dinyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis.

2.1.9 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Menurut Gilmer (Sutrisno, 2011:77), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut.

1) Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.

(13)

2) Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.

3) Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya. 4) Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang

mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.

5) Pengawasan sekaligus oleh atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.

6) Faktor instrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

7) Kondisi kerja, termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin, dan tempat parkir.

8) Aspek sosial dalam pekerjaan merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.

9) Komunikasi. Komunikasi yang lancar antarkaryawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui

(14)

pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.

10) Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas. 2.1.10 Indikator kepuasan kerja karyawan

Penelitian dari Rivai(2010 : 860), menyatakan bahwa indikator kepuasan kerja dapat dilihat sebagai berikut.

1) Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan.

2) Supervisi.

3) Organisasi dan manajemen. 4) Kesempatan untuk maju.

5) Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif. 6) Rekan kerja.

7) Kondisi pekerjaan. 2.1.11 Pengertian motivasi

Menurut Wexley dan Yulk (Sutrisno, 2011:110) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif atau dapat pula diartikan sebagai hal atau keadaan menjadi motif. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan atau tidak pada hakikatnya ada secara internal dan eksternal yang dapat

(15)

bersifat positif atau negatif untuk mengarahkannya sangat tergantung kepada ketangguhan sang manajer. Adapun pendapat lainnya menurut Robbins dalam Ardana,dkk (2012:193), motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang di kondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu tertentu. Sedangkan menurut Wardani (2009) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap aktivitas yang dilakukan seseorang pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong aktivitas tersebut. Oleh karena itu, faktor pendorong dari seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu pada umumnya adalah kebutuhan serta keinginan orang tersebut.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Motivasi bisa juga berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

2.1.12 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

Menurut Sutrisno(2011 : 116) motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan.

(16)

1) Faktor Intern

Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang antara lain sebagai berikut.

(1) Keinginan untuk dapat hidup

Keinginan untuk dapat hidup merupakan kebutuhan setiap manusia yang hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau jelek, apakah halal atau haram dan sebagainya. Misalnya, untuk mempertahankan hidup manusia perlu makan dan untuk memperoleh makan ini, manusia mau mengerjakan apa saja asal hasilnya dapat memenuhi kebutuhan untuk makan. Keinginan untuk dapat hidup meliputi kebutuhan sebagai berikut.

a. Memperoleh kompensasi yang memadai

b. Pekerjaan yang tetap walaupun penghasilan tidak begitu memadai c. Kondisi kerja yang aman dan nyaman

(2) Keinginan untuk dapat memiliki

Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk mau melakukan pekerjaan.

(3) Keinginan untuk memperoleh penghargaan

Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang itu pun ia harus bekerja

(17)

keras. Jadi, harga diri, nama baik, kehormatan yang ingin dimiliki itu harus diperankan sendiri, mungkin dengan bekerja keras memperbaiki nasib, mencari rezeki, sebab status untuk diakui sebagai orang yang terhormat tidak mungkin diperoleh bila yang bersangkutan termasuk pemalas, tidak mau bekerja, dan sebagainya.

(4) Keinginan untuk memperoleh pengakuan

Bila di perinci, maka keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Adanya penghargaan terhadap prestasi.

b. Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak. c. Pimpinan yang adil dan bijaksana.

d. Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat. (5) Keinginan untuk berkuasa

Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja. Kadang-kadang keinginan untuk berkuasa ini diperoleh dengan cara-cara tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukannya itu masih termasuk bekerja juga. Apalagi keinginan untuk berkuasa atau menjadi pimpinan itu dalam arti positif, yaitu ingin dipilih menjadi ketua atau kepala, tentu sebelumnya si pemilik telah melihat dan menyaksikan sendiri bahwa orang itu benar-benar mau bekerja, sehingga ia pantas untuk dijadikan penguasa dalam unit organisasi/kerja.

(18)

2) Faktor Ekstern

Faktor ekstern juga tidak kalah peranannya dalam melemahkan motivasi kerja seseorang. Faktor-faktor ekstern itu adalah sebagai berikut.

(1) Kondisi lingkungan kerja

Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini, meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada di tempat tersebut. Lingkungan kerja yang baik dan bersih, mendapat cahaya yang cukup, bebas dari kebisingan dan gangguan, jelas akan memotivasi tersendiri bagi para karyawan dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Namun lingkungan kerja yang buruk, kotor, gelap, pengap, lembab, dan sebagainya akan menimbulkan cepat lelah dan menurunkan kreativitas. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan yang mempunyai kreativitas tinggi akan dapat menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi para karyawan.

(2) Kompensasi yang memadai

Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi para karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik. Adapun kompensasi yang kurang memadai

(19)

akan membuat mereka bekerja tidak tenang, dari sini jelaslah bahwa besar kecilnya kompensasi sangat mempengaruhi motivasi kerja para karyawan. (3) Supervisi yang baik

Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan, agar dapat melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan. Dengan demikian, posisi supervisi sangat dekat dengan para karyawan dan selalu menghadapi para karyawan dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Bila supervisi yang dekat para karyawan ini menguasai liku-liku pekerjaan dan penuh dengan sifat-sifat kepemimpinan, maka suasana kerja akan bergairah dan bersemangat. Akan tetapi, mempunyai supervisor yang angkuh mau benar sendiri, tidak mau mendengarkan keluhan para karyawan, akan menciptakan situasi kerja yang tidak mengenakkan, dan dapat menurunkan semangat kerja. Dengan demikian, peranan supervisor yang melakukan pekerjaan supervisi amat mempengaruhi motivasi kerja para karyawan.

(4) Adanya jaminan pekerjaan

Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Mereka bekerja bukannya untuk hari ini saja, tetapi mereka berharap akan bekerja sampai tua cukup dalam satu perusahaan saja, tidak usah sering kali pindah. Hal ini akan dapat terwujud bila

(20)

perusahaan dapat memberikan jaminan karier untuk masa depan, baik jaminan akan adanya promosi jabatan, pangkat, maupun jaminan pemberian kesempatan untuk mengembangkan potensi diri. Sebaliknya, orang-orang akan lari meninggalkan perusahaan bila jaminan karier ini kurang jelas dan kurang di informasikan kepada mereka.

(5) Status dan tanggung jawab

Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada satu masa mereka juga berharap akan dapat kesempatan menduduki jabatan dalam suatu perusahaan. Dengan menduduki jabatan, orang merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiatan. Jadi, status dan kedudukan merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan sense of achievement dalam tugas sehari-hari.

2.1.13 Teori-teori motivasi

Timocius Hatono dalam Ardana,dkk (2012:194) mensinyalir bahwa setiap pimpinan organisasi pasti akan mendambakan suatu keadaan pada saat semua anggota organisasi yang dipimpinnya memiliki gairah kerja dan produktivitas yang tinggi. Beberapa teori motivasi yang telah dicetuskan orang dikemukakan berikut ini dengan maksud untuk dimanfaatkan sebagai acuan dasar dalam upaya memotivasi anggota organisasi yang dipimpin.

(21)

1) Teori jenjang kebutuhan

Abraham H. Maslow dalam Ardana,dkk (2012:194), mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia dapat dikategorikan dalam lima jenjang dari yang paling rendah hingga jenjang yang paling tinggi. Jenjang kebutuhan menurut Maslow ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Jenjang Kebutuhan menurut Maslow

Sumber : Ardana,dkk (2012:194)

(1) Kebutuhan Fisiologis. Kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling mendasar berkaitan langsung dengan keberadaan atau kelangsungan hidup manusia. Perwujudan kebutuhan akan pangan, sandang dan papan merupakan contoh kongkrit dari kebutuhan fisiologis ini. Pemenuhan kebutuhan fisiologis ini biasanya dilakukan dengan mempergunakan uang sebagai sarana. Walaupun demikian perlu diingat bahwa peranan uang adalah lebih besar daripada sekedar sebagai sarana pemuas kebutuhan fisiologis.

(2) Kebutuhan rasa aman. Bentuk dari kebutuhan rasa aman yang paling mudah disimak adalah keinginan manusia untuk terbebas dari bahaya yang mengancam kehidupannya. Banyak hal yang dapat mengancam atau

setidak-Aktualisasi diri Penghargaan

Sosial Keamanan

(22)

tidaknya mengusik ketentraman seseorang. Penanganan terhadap kebutuhan rasa aman ini, dapat dilakukan dengan cara positif yaitu dengan penetapan berbagai macam sanksi seperti teguran, pemindahan bahkan pemecatan. (3) Kebutuhan sosial. Manusia adalah makhluk sosial sehingga suka bahkan

butuh berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari yang lain. Motivasi untuk berafiliasi seperti itu tidak selalu demi persahabatan namun dapat juga untuk mengkonfirmasikan keyakinannya. Timbulnya kelompok informal dalam suatu organisasi merupakan gejala umum yang terjadi. Keserasian serta keterpaduan antara tujuan kelompok informal dengan organisasi dapat menjadi suatu aset besar demi peningkatan produktivitas. (4) Kebutuhan penghargaan. Melalui berbagai macam upaya, orang ini ingin

dirinya dipandang penting. Hal ini merupakan salah satu contoh dari kebutuhan penghargaan ini. Banyak orang memenuhinya dengan melalui macam-macam simbol status kebendaan yang secara mencolok segera dapat diketahui orang; yang lain merupakan prestasi pribadi. Namun demikian kebutuhan akan prestise ini pada dasarnya memiliki batasan tertentu. Apabila seseorang merasa telah sampai pada tingkat yang dianggapnya “puncak” maka persoalannya bukan lagi peningkatan melainkan bagaimana mempertahankannya.

(5) Kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam hirarki, tetapi juga paling kurang dipahami orang.

(23)

Pada hakekatnya kebutuhan ini mendorong orang untuk mampu melakukan apa yang dia mampu lakukan dalam perwujudan diri yang terbaik. Pengalaman masa lalu, baik berupa keberhasilan maupun kegagalan, sangat besar pengaruhnya terhadap aktualisasi diri. Kompetensi dan prestasi merupakan dua hal yang berkaitan erat dengan kebutuhan ini.

Terdapat dua prinsip yang merupakan bagian sentral dalam teori tersebut. Secara ringkas kedua prinsip tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a) Prinsip kekurangan (The Deficit Principle)

Pada hakekatnya prinsip ini menyatakan bahwa hanya kebutuhan yang belum terpenuhi atau terpuaskan yang dapat menjadi motivator. Seorang individu akan berperilaku dengan cara tertentu dalam upaya memenuhi atau memuaskan kebutuhannya. Suatu kebutuhan akan dirasakan timbul dalam diri seseorang karena orang tersebut merasa “kekurangan” sesuatu.

b) Prinsip peningkatan (The Progression Principle)

Prinsip ini menyatakan bahwa kelima macam kebutuhan manusia tersebut, kemunculannya berada dalam suatu hirarki atau jenjang yang kuat. Dengan demikian kebutuhan pada jenjang tertentu tidak akan bekerja aktif sebelum kebutuhan pada jenjang di bawahnya terpenuhi terlebih dahulu. Dalam rangka mencapai pemenuhan berbagai macam kebutuhan tersebut. Hanya apabila jenjang aktualisasi diri ini tercapai maka prinsip peningkatan, demikian juga prinsip kekurangan di atas, tidak lagi bekerja.

(24)

2) Teori ERG

Clayton Alderfer dalam Ardana,dkk (2012:194) mereformulasikan teori jenjang kebutuhan Maslow dengan melakukan modifikasi dan pengurangan dari lima tingkatan menjadi tiga tingkatan atau jenjang kebutuhan yang beliau beri nama kebutuhan eksistensi (exisntence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Dari huruf pertama, ketiga macam kebutuhan tersebut muncul nama teori ERG. Apabila dihadapkan dengan teori Maslow maka kebutuhan eksistensi ini mencakup kebutuhan fisiologis dan keamanan, selanjutnya kebutuhan hubungan sama dengan kebutuhan sosial, sedangkan kebutuhan pertumbuhan mencakup kebutuhan penghargaan serta aktualisasi diri.

3) Teori Kebutuhan McCleland dalam Ardana,dkk (2012:196) adalah sebagai berikut.

(1) Teori ini disebut juga teori prestasi (Achievement Theory)

Apabila teori Maslow menekankan pada teori jenjang kebutuhan yang sudah ada dalam diri seseorang sejak ia lahir maka David McCleland dalam teorinya menekankan bahwa kebutuhan seseorang itu terbentuk melalui proses belajar dan diperoleh dalam interaksinya dengan lingkungan. Walaupun di antara kedua macam kebutuhan tersebut terdapat hubungan yang tepat, namun McCleland percaya bahwa lingkungan berperan sekali terhadap kekuatan setiap macam kebutuhan; lebih lanjut di ungkapkan bahwa aktivitas belajar

(25)

dan latihan di masa dini yang lalu member dampak serta memodifikasi kebutuhan yang ada dalam diri seseorang.

(2) Pendekatan McCleland terhadap motivasi ini menekankan pentingnya tiga macam kebutuhan, yaitu sebagai berikut.

a) Need for achievement (nAch)

Kebutuhan akan prestasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien, memecahkan masalah atau menguasai tugas yang sulit.

b) Need for power (nPow)

Kebutuhan akan kekuasaan yaitu keinginan untuk mengawasi dan mengendalikan orang lain, mempengaruhi perilaku mereka atau bertanggung jawab atas orang lain.

c) Need fo affiliation (nAff)

Kebutuhan akan afiliasi yaitu keinginan untuk membangun dan memelihara hubungan yang bersahabat dan hangat dengan orang lain. (3) Menurut McCleland, orang mengembangkan ketiga macam kebutuhan

tersebut dari waktu ke waktu sebagai hasil dari pengalaman hidup pribadinya masing-masing. Seorang pemimpin perlu belajar untuk mengenali kekuatan dari tiap macam kebutuhan tersebut yang ada dalam dirinya sendiri maupun dalam diri orang yang dipimpinnya. Preferensi kerja yang ada dalam diri seseorang ditentukan oleh macam kebutuhan yang dominan.

(26)

4) Teori Dua Faktor

(1) Frederick Herzberg dalam Ardana,dkk (2012:196) mengembangkan suatu teori yang disebut teori dua faktor yaitu sebagai berikut.

a) Faktor higienis yaitu faktor-faktor yang dapat menyebabkan ataupun mencegah ketidakpuasan. Pada hakekatnya faktor ini terdiri atas faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan. Faktor-faktor-faktor tersebut adalah supervisi teknik, hubungan antara pribadi, gaji, kondisi kerja, status dan kebijaksanaan.

b) Faktor motivasi yaitu faktor-faktor yang betul-betul membawa pada pengembangan sikap positif dan merupakan pendoromg pribadi, dengan kata lain bersifat instrinsik. Faktor-faktor tersebut adalah tanggung jawab, prestasi, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, penghargaan dan kesempatan berkembang.

(2) Herzberg mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan bukan merupakan dua hal yang berada dalam satu kontinum. Kontribusi utama dari Herzberg adalah meningkatkan kepekaan manajer atau pimpinan organisasi terhadap fakta bahwa memperlakukan anggota organisasi secara baik semata belumlah cukup untuk memotivasi mereka. Pimpinan organisasi harus dapat memanfaatkan kemampuan, ketrampilan dan bakat dari anggota organisasi melalui menantang dan menggairahkan dan memenuhi “sense of achievement recognition and growth”.

(27)

5) Job enrichment

Job enrichment dalam Ardana,dkk (2012:197) memiliki pengertian sebagai upaya kongkret untuk menjadikan sesuatu pekerjaan itu lebih “challenging and rewarding” sehingga dengan demikian juga lebih “motivating”. Namun harus disadari bahwa pada akhirnya sudut pandangan pribadi anggota organisasi sendiri yang paling menentukan dalam proses menanggapi pekerjaan yang dihadapi tersebut.

Lima dimensi utama yang perlu dipertimbangkan dalam menerapkan job encrichment adalah sebagai berikut.

a) Variety. Kemungkinan yang tersedia bagi seseorang untuk melakukan operasi pekerjaan yang berbeda, yang pada umumnya menuntut ketrampilan yang berbeda pula.

b) Task identity. Pemberian kesempatan kepada seseorang untuk melakukan operasi pekerjaan secara penuh atau hingga selesai.

c) Task significant. Dimensi ini berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan sesuatu pekerjaan terhadap orang lain, ditinjau dari sudut orang yang melakukan pekerjaan itu sendiri.

d) Autonomy. Karakteristik pekerjaan yang memungkinkan seseorang mengawasi dan mengendalikan permasalahannya sendiri; dengan perkataan lain ini menyangkut “degree of freedom” yang dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan.

(28)

e) Feedback. Informasi yang menunjukkan seberapa jauh seseorang dalam melakukan pekerjaannya.

6) Teori harapan

Victor Room dalam Ardana,dkk (2012:197) mengungkapkan perihal upaya kerja yang dilakukan orang dalam lingkungan kerjanya. Teori ini mengungkapkan bahwa motivasi ditentukan oleh paham seorang individu terhadap hubungan antara usaha dengan kinerja dan oleh keinginan atau dambaan terhadap hasil (outcomes) yang dikaitkan dengan berbagai tingkat kinerja. Dalam menerapkan teori harapan ini, seorang pemimpin wajib memahami tiga hal sebagai berikut.

a) Harapan (expectancy). Paham seseorang bahwa dengan bekerja ia akan dapat mencapai berbagai tingkatan kinerja.

b) Instrumentalitas (instrumentality). Paham seseorang bahwa berbagai hasil kerja akan timbul sebagai akibat dari pelaksanaan tugas.

c) Valensi (valence). Nilai yang diberikan seseorang pada hasil kerja tersebut. Secara ringkas teori ini dapat dinyatakan dalam rumusan sebagai berikut.

M = E x I x V

Dari rumusan tersebut dapat disimak bahwa untuk memperoleh motivasi kerja yang tinggi, seorang pemimpin dituntut untuk aktif melakukan sesuatu demi memaksimalkan ketiga komponen tersebut.

(29)

7) Model Porter dan Lawler

Model yang dicetuskan oleh Lyman Porter dan Edward Lawler (1968) dalam Ardana, dkk (2012:197) merupakan pengembangan dari teori harapan; mereka berhasil menyajikan suatu teori motivasi yang komprehensif dengan mengkombinasikan berbagai aspek.

Gambar 2.2 Model Porter dan Lawler

10 5 7 1 3 4 6 2 Sumber : Ardana,dkk (2012:198) Uraian Singkat

1. Tingkat daya tarik atau valensi dari ganjaran yang akan diperoleh Nilai Ganjaran Persepsi Upaya Kemampuan Tugas Unjuk Kerja Persepsi Peranan Persepsi Ganjaran yang adil Ganjara n Ekstrinsi k UPAYA Ganjara n Intrinsik Kepuasa n 10 7 5 4 3 6 9 8 2 1

(30)

2. Persepsi terhadap kemungkinan sesuatu usaha mencapai tingkat performance tertentu menuju ke ganjaran.

3. Upaya yang dilakukan.

4. Performance atau unjuk kerja yang dicapai.

5. Kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan kapasitas intelektual, serta sifat yang meliputi keuletan, ketabahan dan kemantapan.

6. Cara seseorang memandang pekerjaannya, perlu sesuai dengan yang digariskan organisasi.

7. Ganjaran intrinsik mencakup perasaan riang, banga dan sense of competence. 8. Ganjaran ekstrinsik diberikan oleh pihak lain dalam lingkungan kerja baik dalam

bentuk uang maupun penghargaan atau pujian. 9. Kepuasan diperoleh dari kedua macam ganjaran. 10. Persepsi terhadap keadilan atas ganjaran yang diterima.

2.1.14 Jenis-jenis motivasi

Menurut Ardana,dkk (2012:193) pada dasarnya jenis motivasi dapat dibagi tiga yaitu, sebagai berikut.

1) Material incentive, yaitu pendorong yang dapat dinilai dengan uang. 2) Semi material incentive.

3) Non material incentive, yang tak dapat dinilai dengan uang sebagai berikut. (1) penempatan yang tepat

(31)

(3) promosi yang objektif (4) pekerjaan yang terjamin

(5) keikutsertaan wakil-wakil karyawan dalam pengambilan keputusan (6) kondisi pekerjaan yang menyenangkan

(7) pemberian informasi tentang perusahaan (8) fasilitas rekreasi

(9) penjagaan kesehatan (10) perumahan

2.1.15 Proses timbulnya motivasi seseorang

Menurut Ardana,dkk (2008:31), proses timbulnya motivasi seseorang adalah sebagai berikut.

1) Kebutuhan belum terpenuhi.

2) Mencari dan memilih cara-cara untuk memuaskan kebutuhan. 3) Perilaku yang diarahkan pada tujuan.

4) Evaluasi prestasi. 5) Imbalan atau hukuman. 6) Kepuasan.

7) Menilai kembali kebutuhan yang belum terpenuhi.

2.1.16 Indikator-indikator motivasi kerja

(32)

1) Kebutuhan fisiologis (faali), adalah segala macam bentuk kebutuhan ragawi. Hal ini dapat diukur dari persepsi responden terhadap pemenuhan kebutuhan ragawi yang diberikan perusahaan.

2) Kebutuhan rasa aman, adalah segala macam bentuk kebutuhan fisik terhadap ancaman dan emosional. Hal ini dapat diukur dari persepsi responden terhadap kondisi kerja pada perusahaan tersebut.

3) Kebutuhan sosial, hal ini dapat diukur dari persepsi responden mengenai bagaimana karyawan dapat menjalin hubungan dengan karyawan lain.

4) Kebutuhan penghargaan, hal ini dapat diukur dari persepsi responden terhadap penghargaan yang diberikan perusahaan.

5) Kebutuhan aktualisasi diri, hal ini dapat diukur dari persepsi responden terhadap pengembangan potensi secara maksimal.

2.1.17 Pengaruh motivasi terhadap kepuasan dan prestasi kerja karyawan As’ ad dalam Sutrisno (2011:151) memberikan batasan bahwa prestasi kerja sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau “successful role achievement” dimana seseorang memperolehnya dari perbuatannya sendiri. Prestasi kerja juga diartikan sebagai hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh bermacam-macam ciri pribadi dari masing-masing individu (Rivai, 2011:547).

Menurut Sutrisno(2011 : 74), kepuasan kerja merupakan suatu reaksi emosional yang kompleks. Reaksi emosional ini merupakan akibat dari dorongan,

(33)

keinginan, tuntutan dan harapan-harapan karyawan terhadap pekerjaan yang dihubungkan denggan realitas-realitas yang dirasakan karyawan. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap positif terhadap pekerjaannya dan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap negatif terhadap pekerjaannya itu. Laily (2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan orientasi individu yang berpengaruh terhadap peran dalam bekerja.

Motivasi memiliki pengertian sebagai suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, sehingga untuk mencapai prestasi kerja yang baik, diperlukan motivasi dari diri sendiri, rekan kerja ataupun atasan. Menurut Rivai(2011 : 837), motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Pada dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka dan tujuan perusahaan. Pemberian motivasi harus diarahkan dengan baik menurut prioritas dan dapat diterima dengan baik oleh karyawan karena motivasi tidak dapat diberikan untuk setiap karyawan dengan bentuk yang berbeda-beda (Brahmasari dan Suprayetno, 2008). Jadi, dapat diartikan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh motivasi yang diberikan kepada karyawan (Sutrisno, 2011:149).

Kepuasan kerja dan prestasi kerja yang baik mencerminkan besarnya motivasi yang diterima karyawan dalam perusahaan tersebut. Maju mundurnya suatu perusahaan sangat tergantung pada prestasi kerja karyawan yang bersangkutan.

(34)

Menyadari betapa pentingnya peningkatan prestasi kerja karyawan yang akan memberikan dampak positif dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka sudah seharusnya pihak manajemen memahami hal-hal yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan, seperti motivasi dan kepuasan. Apabila kepuasan kerja karyawan belum mampu memenuhi target prestasi yang diharapkan perusahaan, pimpinan perlu pula memperhatikan faktor lainnya seperti motivasi yang ada dalam perusahaan.

Brahmasari dan Suprayetno (2008) menyatakan bahwa motivasi kerja memang sangat diperlukan oleh seorang karyawan untuk dapat mencapai suatu kepuasan kerja itu sendiri. (Dermanto 2007) juga menyatakan bahwa motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang dengan segala daya dan upaya untuk mencapai kepuasan. Adanya pemberian motivasi yang baik diharapkan dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan. Siregar (2011) mengungkapkan bahwa motivasi kerja yang tinggi mengakibatkan peningkatan kepuasan kerja. Sebagai salah satu faktor internal yang mendorong seseorang adalah motivasi kerja. Motivasi memiliki pengaruh yang positif bagi tercapainya kepuasan kerja dan prestasi kerja karyawan, dimana dengan semakin meningkatnya motivasi, diharapkan kepuasan kerja dan prestasi kerja karyawan akan semakin meningkat. Karyawan yang menerima motivasi yang tinggi akan bersemangat dalam melaksanakan segala tugas yang diberikan kepadanya. Jika tingkat motivasi terbentuk maka secara otomatis akan menentukan prestasi kerja karyawannya, sehingga tujuan yang diinginkan perusahaan akan dapat tercapai.

(35)

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan kepuasan dan prestasi kerja. Karyawan akan memiliki kepuasan dan prestasi yang tinggi jika diimbangi dengan pemberian motivasi.

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini menggunakan beberapa penelitian sejenis sebagai bahan referensi yaitu sebagai berikut.

1) Penelitian yang dilakukan oleh Maryanto (2004) dengan judul “Pengaruh Motivasi Kerja & Imbalan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi Empiris pada PT. Apac Inti Corpora Bawen Semarang)”. Penelitian ini menggunakan teknik analisis jalur dengan 3 hipotesis. Penelitian dilakukan dengan metode non probabilitas. Hasil analisis data menunjukkan bahwa imbalan mempengaruhi kepuasan kerja secara positif tetapi tidak signifikan, sedangkan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, serta imbalan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Prabu (2005) dengan judul ”Pengaruh Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Muara Enim”. Penelitian ini merupakan analisa kuantitatif dengan menggunakan SPSS. Metode analisa kuantitatif yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama seluruh variabel bebas faktor-faktor motivasi yang terdiri dari lingkungan kerja, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi serta

(36)

kebutuhan secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Secara parsial variabel kebutuhan memiliki pengaruh paling dominan terhadap kepuasan kerja pegawai.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Wardana (2007) dengan judul ”Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja serta Iklim Organisasi terhadap Prestasi Kerja Guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo”. Pengujian dalam penelitian menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kepemimpinan, motivasi dan iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan dan secara parsial kepemimpinan, motivasi kerja dan iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja. Dari penelitian yang dilakukan juga ditemukan bahwa variabel motivasi kerja lebih dominan berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja Guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

4) Penelitian yang dilakukan oleh Sukojto (2007) dengan judul ”Pengaruh Kompensasi terhadap Komitmen Karyawan dan Prestasi Kerja pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Kendari”. Analisis yang digunakan adalah model persamaan struktural (SEM) dan terlebih dahulu dilakukan analisis faktor konfirmatori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi kerja karyawan yang diindikasikan melalui kualitas kerja, kuantitas kerja dan ketepatan waktu secara umum tergolong baik. Selain itu juga ditemukan bahwa pemberian

(37)

kompensasi dan komitmen karyawan secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja karyawan.

5) Penelitian yang dilakukan oleh Anshari (2007) dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, uji validitas dan uji reliabilitas serta analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel pendapatan, pekerjaan, pengawasan, promosi karir, hubungan dalam kelompok kerja dan kondisi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai dan secara parsial ditunjukkan bahwa hanya dua faktor yaitu kepuasan atas hubungan dalam kelompok kerja dan kepuasan atas kerja yang signifikan mempengaruhi prestasi kerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.

6) Penelitian yang dilakukan oleh Muskita (2007) dengan judul “Analisa Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Prestasi Kerja pada AJB Bumiputera 1912 Kantor Operasional Biak”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara disiplin kerja dan prestasi kerja karyawan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif antara disiplin kerja dan prestasi kerja karyawan AJB Bumiputera 1912 Kantor Operasional Biak. Selain faktor disiplin kerja yang berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan, ada faktor-faktor lain yang juga turut mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor manusia

(38)

sebagai pelaksana kerja yang meliputi motivasi kerja, kemahiran kerja, balas jasa, serta faktor-faktor lingkungan sebagai tempat dimana pekerjaan dilaksanakan. 7) Penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008) dengan judul

“Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi Kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)”. Penelitian ini merupakan penelitian explanatory serta penelitian korelasional. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, kepemimpinan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan, kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja, budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

8) Penelitian yang dilakukan oleh Laily (2009) dengan judul ”Pengaruh Karakteristik Pekerjaan terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Manajerial Industri Pupuk di Indonesia”. Penelitian ini menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan tingkat manajerial, karakteristik pekerjaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja

(39)

karyawan tingkat manajerial, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan tingkat manajerial.

9) Penelitian yang dilakukan oleh Dermanto (2009) dengan judul “Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Prestasi Kerja Karyawan (Studi Kasus Surat Kabar Jurnal Bogor)”. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja karyawan Jurnal Bogor dan disimpulkan bahwa semua indikator motivasi kerja kecuali indikator penunjang kesehatan memiliki hubungan erat dengan prestasi kerja karyawan Jurnal Bogor. 10) Penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2009) dengan judul “Pengaruh

Kompensasi, Keahlian dan Motivasi terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Muara Tawar”. Dalam penelitian ini digunakan pengujian validitas dan reliabilitas, analisis korelasi, analisis faktor dan analisis regresi linear berganda. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa secara simultan kompensasi, keahlian dan motivasi mempunyai pengaruh terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Muara Tawar. Dari ketiga variabel bebas tersebut, variabel motivasi kerja mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap prestasi kerja karyawan.

11) Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2009) dengan judul “Pengaruh Motivasi Kerja, Kinerja Individual dan Sistem Kompensasi Finansial terhadap Kepuasan

(40)

Kerja”. Penelitian ini dilakukan di tujuh sekolah, SMPK 1-7 BPK PENABUR Jakarta, dari Juli 2007 sampai September 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei kausal dan analisis jalur. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisa statistik deskriptif dan analisa statistik inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja, kinerja individual dan sistem kompensasi financial berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

12) Penelitian yang dilakukan oleh Kartika dan Kaihatu (2010) dengan judul “Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Kasus pada Karyawan Restoran di Pakuwon Food Festival Surabaya)”. Teknik analisis data yang digunakan yaitu statistik deskriptif dan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karyawan menyukai pekerjaan yang mereka lakukan dan faktor rekan kerja merupakan kunci utama mereka menyukai pekerjaannya serta ditemukan juga bahwa variabel motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja.

13) Penelitian yang dilakukan oleh Octaviana (2011) dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja serta Kinerja Karyawan (Pada PT. Mirota Kampus di Yogyakarta)”. Model dan teknik analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Model (SEM). Hasil dalam penelitian adalah budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi, budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, motivasi

(41)

berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja, motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja, dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja adalah kepuasan kerja.

14) Penelitian yang dilakukan oleh Indraswari (2011) dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja dalam mempengaruhi Kinerja Karyawan”. Teknik analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian secara statistik mengindikasikan adanya pengaruh positif dan signifikan antar variabel. Ini menunjukkan bahwa masing-masing dari budaya organisasi, motivasi, dan kepuasan kerja mempunyai hubungan kausalitas dengan kinerja karyawan.

15) Penelitian yang dilakukan oleh Firman, dkk (2011) dengan judul “Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Prestasi Kerja Staf Perusahaan Konstruksi Dengan Metode Structural Equation Modelling (SEM)”. Dari hasil analisis didapatkan bahwa karakteristik individu berpengaruh kuat terhadap motivasi kerja dan kemampuan individu, tetapi tidak berpengaruh secara langsung terhadap prestasi kerja, kemampuan individu berpengaruh terhadap prestasi kerja, motivasi kerja berpengaruh kuat terhadap prestasi kerja dan kepuasan kerja serta kepuasan kerja berpengaruh kuat terhadap prestasi kerja.

16) Penelitian yang dilakukan oleh Crossman dan Abou-Zaki (2003) dengan judul “Job satisfaction and employee performance of Lebanese banking staff”. Teknik

(42)

analisis yang digunakan yaitu non parametric Friedman test dan Mann-Whitney U test. Sampel terdiri atas 202 karyawan dari sembilan Bank komersial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pegawai perempuan kurang puas dengan semua indikator, kecuali pembayaran, pegawai dengan pendidikan rendah kurang merasa puas, pegawai perempuan secara signifikan lebih puas dengan gaji, dan pegawai laki-laki secara signifikan lebih puas terhadap pengawasan.

17) Penelitian yang dilakukan oleh Eskildsen et al. (2003) dengan judul “Work motivation and job satisfaction in the Nordic countries”. Pada prosedur estimasi, responden telah dibedakan berdasarkan negara, jenis kelamin, usia serta pendidikan. Sebanyak 85.000 kuesioner dikirim kepada pekerja di negara-negara Nordik. Teknik analisis data yang digunakan yaitu partial least squares (PLS). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan motivasi kerja intrinsic berhubungan dengan usia dan pekerja dengan pendidikan yang tinggi melaporkan motivasi kerja intrinsik yang lebih tinggi.

18) Penelitian yang dilakukan oleh Goris (2006) dengan judul ”Effects of satisfaction with communication on the relationship between individual-job congruence and job performance/satisfaction”. Penelitian ini menggunakan analisis regresi moderat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan komunikasi berpengaruh secara signifikan dalam memoderasi hubungan antara kesesuaian pekerjaan individu dengan prestasi kerja, kepuasan komunikasi secara signifikan tidak

(43)

berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara kesesuaian pekerjaan individu dan kepuasan kerja.

19) Penelitian yang dilakukan oleh Sarmiento dan Beale (2007) dengan judul ”Determinants of Performance amongst shop-floor employees”. Penelitian ini menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pekerja lapangan pada perusahaan manufaktur di Mexico Utara. Analisis statistik dilakukan untuk menguji reliabilitas dan validitas data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap prestasi kerja serta ditemukan juga bahwa pendidikan dan umur tidak berpengaruh terhadap prestasi kerja.

20) Penelitian yang dilakukan oleh Droussiotis dan Austin (2007) dengan judul “Job satisfaction of managers in Cyprus”. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, analisis faktor, dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga bidang yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja bagi manajer di Cyprus yaitu pemenuhan diri, kemandirian, dan lingkungan kerja.

21) Penelitian yang dilakukan oleh Kuruuzum et al. (2008) dengan judul ”Path analysis of organizational commitment, job involvement and job satisfaction in Turkish hospitality industry”. Hubungan struktural antara komitmen organisasi, keterlibatan, dan kepuasan kerja dianalisis dengan Structural Equation Modelling (SEM) dan analisis jalur. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa komitmen

(44)

afektif dan komitmen normatif berpengaruh terhadap keterlibatan kerja dan kepuasan kerja

22) Penelitian yang dilakukan oleh Al-Ahmadi (2008) dengan judul ”Factors affecting performance of hospital nurses in Riyadh Region, Saudi Arabia”. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis korelasi dan analisis regresi. Hasil penelitian menyatakan bahwa, prestasi kerja berpengaruh positif dengan komitmen organisasi, kepuasan kerja dan komitmen organisasi adalah prediktor kuat dari prestasi perawat, prestasi kerja berpengaruh positif terhadap beberapa faktor pribadi diantaranya masa kerja, kewarganegaraan, jenis kelamin dan status pernikahan dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap prestasi.

23) Penelitian yang dilakukan oleh Furnham et al. (2009) dengan judul “Personality, motivation and job satisfaction: Hertzberg meets the Big Five”. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi, analisis faktor, dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara 9 sampai 15 persen dari varian dalam motivasi dilihat berdasarkan demografi dan ciri kepribadian The Big Five. Kesadaran dan status pekerjaan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan antara 11 sampai 13 persen dari varian dilihat dari kepribadian dan variabel demografis lainnya.

24) Penelitian yang dilakukan oleh Toker (2011) dengan judul ”Job satisfaction of academic staff: an empirical study on Turkey”. Penelitian ini menggunakan teknik analisis faktor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profesor memiliki

(45)

tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan instruktur dan asisten peneliti. Diantara semua variabel demografi yang diteliti, kelangsungan pelayanan di Universitas dan pendidikan yang lebih tinggi secara keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Status perkawinan dan jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.

25) Penelitian yang dilakukan oleh Stringer et al. (2011) yang berjudul “Motivation, pay satisfaction, and job satisfaction of front-line employees”. Penelitian ini menggunakan analisis konstruk, uji kuantitatif dan uji kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi intrinsik berhubungan positif dengan gaji dan kepuasan kerja, sedangkan motivasi ekstrinsik berasosiasi secara negatif dengan kepuasan kerja, dan tidak terkait dengan kepuasan gaji.

2.3 Rumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori yang ada, dan hasil penelitian sebelumnya serta masalah penelitian, maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1) Motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada PT. Fastrata Buana Denpasar.

2) Kepuasan kerja karyawan memiliki pengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Fastrata Buana Denpasar.

3) Motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Fastrata Buana Denpasar.

Gambar

Gambar 2.1  Jenjang Kebutuhan menurut Maslow
Gambar 2.2  Model Porter dan Lawler

Referensi

Dokumen terkait

Misalkan pada Gambar 2, jika Anda ingin bepergian dari stasiun Okayama menuju stasiun Kurashiki, maka Anda harus menaiki kereta dengan line hijau (keterangan mengenai jenis

dapat diketahui bahwa analisis korelasi Pearson untuk kelompok kecil menunjukkan keterlibatan dan keaktifan peternak anggota mempunyai hubungan sangat tinggi

Matahari di Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara menunjukkan posisi yang berbeda saat ekuinoks, summer soltice , dan winter

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa nilai yang dihasilkan oleh pemilah kombinasi kedua warna lebih kecil dibandingkan dengan hasil pemilah kombinasi hipocotyl dan

Komponen kunci sebagai dasar prosedur baku yang harus dilakukan oleh petani adalah penyiapan lahan tanpa olah tanah, diikuti membuat saluran drainasi setiap 3-4 m, jerami

Bentuk peran serta Desa Pakraman dalam mengatasi konflik pertanahan yang ada, antara lain: (a) Melakukan koordinasi dengan krama desa melalui paruman; (b)

Berdasarkan hasil tersebut juga penelitian ini tidak mendukung dan menolak hasil penelitian yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti yang menyebutkan bahwa

Properti yang digunakan oleh penari putri dan putra pada tari Melinting adalah kipas yang dipegang di kiri kanan tangan penari (Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Provinsi