SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI
(SNMI8) 2013
ISBN: 978-602-98109-2-9
R
R
I
I
S
S
E
E
T
T
M
M
U
U
L
L
T
T
I
I
D
D
I
I
S
S
I
I
P
P
L
L
I
I
N
N
U
U
N
N
T
T
U
U
K
K
M
M
E
E
N
N
U
U
N
N
J
J
A
A
N
N
G
G
P
P
E
E
N
N
G
G
E
E
M
M
B
B
A
A
N
N
G
G
A
A
N
N
I
I
N
N
D
D
U
U
S
S
T
T
R
R
I
I
N
N
A
A
S
S
I
I
O
O
N
N
A
A
L
L
Auditorium Gedung M Lantai 8
Universitas Tarumanagara
Jakarta, 14 November 2013
Diterbitkan oleh:
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Tarumanagara
Jl. Let. Jend. S. Parman No. 1 Jakarta 11440
Telp. (021) 567 2548, 563 8358 Fax. (021) 566 3277, (021) 563 8358
e-mail: mesin@tarumanagara.ac.id, snmi_mesin@yahoo.co.id
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
| v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Sambutan Dekan Fakultas Teknik iii
Ucapan Terima Kasih iv
Daftar Isi v
Susunan Panitia x
Susunan Acara xi
1. Technopreneur and Social-Entrepreneurship: “…based on product…”, Raldi
Artono Koestoer 1
2. Supply Chain Management: Tantangan dan Strategi, Nyoman Pujawan 7
Bidang Teknik Mesin
1. Metode Pemilihan Pompa Sebagai Turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro, Anak Agung Adhi Suryawan, Made Suarda, I Nengah Suweden 1 2. Pengaruh Fraksi Volume Serat terhadap Kekuatan Tekan Komposit Fiberglass,
AAIA Sri Komaladewi, I Made Astika, I G K Dwijana 7
3. Pengaruh Variasi Diameter dan Sudut Kemiringan Pipa Inlet Terhadap Unjuk Kerja Pompa Hidram, Sehat Abdi Saragih 14 4. Analisa Kerusakan pada Rotating Element Pompa Injeksi Air David Brown
DB34-D DI PT CPI Minas, Abrar Ridwan, Ridwan Chandra 21 5. Pengaruh Temperatur Pembakaran pada Komposit Lempung/Silika RHA terhadap
Sifat Mekanik (Aplikasi pada Bata Merah), Ade Indra, Nurzal, Hendri Nofrianto 34 6. Rancang Bangun Mesin Pemisah Dan Pencacah Sampah Organik (Daun-daunan)
dan Anorganik (Plastik, Kresek) untuk Menghasilkan Serpihan Sampah Organik Lebih Kecil sebagai Bahan Kompos, I Gede Putu Agus Suryawan, Cok. Istri P.
Kusuma Kencanawati, I Gst. A. K. Diafari D. Hartawan 42
7. Peningkatan Nilai Kalor Biobriket Campuran Sekam Padi dan Dominansi Kulit Kacang Mete dengan Metode Pirolisa, Arijanto 49 8. Perilaku Stress Tanki Toroidal Penampang Oval dengan Beban Internal Pressure,
Asnawi Lubis, Shirley Savetlana, and Ahmad Su’udi 60
9. Kekerasan Baja AISI 4118 setelah Proses Pack Karburising dengan Media Karburasi Arang Tulang Bebek dan Arang Pelepah Kelapa, Dewa Ngakan Ketut
Putra Negara, I Dewa Made Krisnha Muku, AAIA Sri Komala Dewi 67
10. Quantum States At Juergen Model for Nuclear Reactor Control Rod Blade Based On Thx Duo2 Nano-Material, Moh. Hardiyanto 73 11. Pengerasan Induksi pada Material AISI 4340 sebagai Material Bahan Baku
Industri HANKAM Nasional, Muhammad Dzulfikar, Rifky Ismail, Dian Indra
Prasetyo, dan Jamari 83
12. Studi Pengaruh Kemiringan Kolektor Surya Tipe Satu Laluan Udara Panas Terhadap Proses Pengeringan Kerupuk Ubi, Eddy Elfiano, Muhd. Noor Izani 90 13. Pemanfaatan Limbah Tempurung Kelapa Sawit (Elacis Guinesis) sebagai Energi
Biomassa yang Terbarukan, Eko Yohanes, Sibut 96 14. Pengaruh Variasi Volume Serat Resam terhadap Kekuatan Tarik dan Impact
Komposit pada Matriks Polyester sebagai Bahan Pembuatan Dashboard Mobil,
Herwandi, Sugianto, Somawardi, Muhammad Subhan 102
15. Pemanfaatan Arang Kayu Bakar sebagai Media Karburasi pada Proses Pack Karburising, I Dewa Made Krisnha Muku, AAIA Sri Komala Dewi 109
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
| vi 16. Pengaruh Pemanasan Bahan Bakar dengan Media Radiator pada Mesin Bensin
Bertipe Injeksi Terhadap Unjuk Kerja Mesin, I Gusti Ngurah Putu Tenaya, I
Gusti Ketut Sukadana, dan I Gusti Ngurah Bagus Surya Pratama 115
17. Strain-Hardening Baja Karbon AISI 1065 Akibat Beban Gelinding-Gesek, I Made
Astika, Tjokorda Gde Tirta Nindhia, I Made Widiyarta, I Gusti Komang
Dwijana dan I Ketut Adhi Sukma Gusmana 124
18. Pengaruh Temperatur Tuang Paduan Perunggu Terhadap Sifat Kekerasannya Pada Proses Pembuatan Genta Dengan Metoda Pasir Cetak (Sand Casting), I Made
Gatot Karohika, I Nym Gde Antara 133
19. Ketahanan Aus Baja Carbon AISI 1065 dengan Pengerasan Permukaan Kontak (Quench-Hardening) terhadap Beban Gelinding-Luncur, I Made Widiyarta, Tjok
Gde Tirta Nindia, I Putu Lokantara, I Made Gatot Karohika dan I Ketut Windu
Segara 141
20. Pengembangan Kurva P-h dalam Pemodelan Elemen Hingga Vickers Indentasi untuk Memprediksi Kekerasan Vickers (HV), I Nyoman Budiarsa 149 21. Studi Profil Temperatur Reaktor Fluidized Bed Pada Gasifikasi Sewage Sludge,
I Nyoman Suprapta Winaya, I Nyoman Adi Subagia, Rukmi Sari Hartati 158
22. Pengaruh Pemasangan Ring Berpenampang Segiempat dengan Posisi Miring pada Permukaan Silinder terhadap Koefisien Drag, Si Putu Gede Gunawan Tista,
Ketut Astawa, Ainul Ghurri 166
23. Pengaruh Perlakuan Diammonium Phosphate (DAP) Terhadap Ketahanan Api Komposit Plastik Daur Ulang-Serat Alam, I Putu Lokantara, NPG Suardana 173 24. Analisa Pengaruh Viskositas Pelumas terhadap Permukaan Penampang Material
pada Proses Ekstrusi Pengerjaan Dingin, Jhonni Rahman 180 25. Simulasi Numerik Aero-Akustik Aliran Udara Yang Melalui Silinder Pada
Bilangan Reynolds 90000 Menggunakan Model Turbulensi Les Dan Model
Akustik FWH, M. Luthfi, Sugianto 186
26. Pengaruh Konsentrasi Kalium Hidroksida (KOH) pada Elektrolit terhadap Performa Alkaline Fuel Cell, Made Sucipta, I Made Suardamana, I Ketut Gede
Sugita, Made Suarda 195
27. Makrostruktur dan Permukaan Patah dalam Uji Tarik terhadap Perlakuan Panas pada Baja Karbon Rendah, Nofriady H. dan Ismet Eka P. 203 28. Model Penentuan Koefisien Serap (Absorbsi) dan Kekuatan Tarik Material
Komposit Epoxy dengan Pengisi Serat Rockwool sebagai Knalpot Rendah Bising Secara Eksperimen, Nurdiana, Zulkifli , Mutya Vonnisa 208 29. Pengaruh Waktu Tahan dan Laju Pemanasan terhadap Besar Butir Austenit dan
Kekerasan pada Proses Heat Treatment Baja HSLA, Richard A.M. Napitupulu,
Otto H. S, Charles Manurung, Humisar Sibarani 218
30. Analisa Kualitas Permukaan Baja AISI 4340 terhadap Variasi Arus pada Electrical Discharge Machining (EDM), Sobron Lubis, Sofyan Djamil, Ivan Dion 224 31. Rancangan Launcher Roket Air, Suherlan, Dzulfi S Prihartanto, Gede Eka
Lesmana, Yohannes Dewanto 234
32. Analisa Kerja Roket Air Satu Tingkat, Ahmad Hidayat Furqon, Mochammad
Ilham Attharik, Pirnardi, dan I Gede Eka Lesmana 240
33. Analisis Penggunaan Differensial Proteksi pada Motor-Motor Listrik, PLTU
Buatan China, Suryo Busono 247
34. Efektivitas Alat Penukar Kalor Double Pipe Bersirip Helical sebagai Pemanas Air dengan Memanfaatkan Gas Buang Mesin Diesel, Zainuddin, Jufrizal, Eswanto 255
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
TM-20 | 141
KETAHANAN AUS BAJA CARBON AISI 1065 DENGAN
PENGERASAN PERMUKAAN KONTAK (QUENCH-HARDENING)
TERHADAP BEBAN GELINDING-LUNCUR
I Made Widiyarta, Tjok Gde Tirta Nindia, I Putu Lokantara, I Made Gatot Karohika dan I Ketut Windu Segara
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana e-mail: m_widiyarta@yahoo.com
Abstrak
Sebuah k omponen yang menerima beban oleh k omponen yang menggelinding-meluncur diatasnya dapat menimbulk an k egagalan aus pada k omponen tersebut. Dalam proses k ontak gelinding-luncur, terjadinya k eausan pada material yang ulet umumnya diawali dengan terjadinya regangan geser plastis di permuk aan dan sedik it dibawah permuk aa n k ontak . Bila beban gelinding-luncur dik enak an berulang-ulang pada k omponen tersebut, mak a regangan geser dapat terak umulasi mencapai nilai regangan geser k ritis material dan k eausan terjadi. Tingk at k eausan material dapat dipengaruhi oleh beberapa fak tor, salah satunya adalah k ek erasan material. Dengan meningk atnya k ek erasan material mungk in ak an dapat meningk atk an k etahanan aus material. Pada penelitian ini, permuk aan k ontak dan dibawah permuk aan k ontak material baja k arbon AISI 1065 ditingk atk an k ek erasannya melalui proses quench-hardening dengan media air. Dengan perlak uan quench-hardening (pemanasan sampai sek itar 900°C dan pendinginan cepat di air selama 5 detik ) , diporeleh peningk atan k ek erasan material di permuk aan dan dibawah permuk aan sampai k edalaman sek itar 200 μm sebesar 160% yaitu dari sek itar 170 menjadi 420 HVn. Melalui uji k ontak gelinding – luncur dengan beban k onstan 3.2k N selama 40000 putaran, rata-rata tingk at k eausan material dengan perlak uan quench-hardening mengalami penurunan dari sek itar 0.00 25 μm/cycle (tanpa perlak uan) menjadi 0.0008 μm/cycle. Rata-rata tingk at k eausan material yang di quench-hardening mendek ati sama dengan yang tanpa perlak uan setelah material mengalami pembebanan lebih dari 30000 putaran.
Kata kunci: baja k arbon, quench-hardening, beban gelinding-luncur, aus 1. Pendahuluan
Sebuah komponen yang melintas diatas komponen lain, seperti roda kereta melintas diatas rel, dapat mengakibatkan kedua komponen tersebut mengalami kegagalan berupa aus maupun kegagalan patah lelah. Kegagalan aus pada komponen (dari material ulet) yang menerima beban kontak gelinding-luncur umumnya diawali oleh terjadinya akumulasi regangan geser plastis dimana regangan geser plastis terjadi bila tegangan geser oleh beban kontak melebihi ketahanan geser luluh material. Berulang-ulangnya beban gelinding-luncur selanjutnya dapat mengakibatkan akumulasi regangan geser plastis semakin besar dan bila akumulasi regangan geser tersebut melampaui regangan geser kritis material maka kegagalan dapat terjadi berupa aus [1]. Selain aus, akumulasi regangan geser plastis tersebut juga dapat mengakibatkan terjadinya retakan di permukaan maupun dibawah permukaan kontak material yang dapat mengakibatkan patah pada komponen.
Besar kecilnya tingkat keausan yang terjadi pada komponen yang menerima beban kontak gelinding-luncur dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti sifat mekanis material, beban, kekasaran permukaan, pelumasan pada bidang kontak dll. Salah satu sifat mekanis material yang erat kaitannya dengan keausan material yaitu kekerassan material. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar kekerasan material semakin besar ketahanan material terhadap aus.
Meningkatkan kekerasan material dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan quench-hardening. Quench-hardening adalah metode meningkatkan kekerasan permukaan logam melalui proses perlakuan panas diikuti dengan laju
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
TM-20 | 142 pendinginan cepat [2]. Logam (baja karbon) dipanaskan pada suhu diatas suhu kritisnya atau sama dengan suhu austenitisasinya kemudian didinginkan dengan cepat didalam media pendingin. Ada tiga media pendingin yang umum digunakan dalam proses
quench-hardening yaitu air, minyak dan udara. Pemilihan media pendingin tersebut umumnya
sangat tergantung pada jenis material. Kekerasan dan ketebalan dari permukaan material yang mengalami perubahan kekerasan pada material yang di-quench-hardening tergantung dari tinggi suhu dan penahanan pemanasan serta lama pendinginan pada media pendinginnya.
Pada penelitian ini, baja karbon (AISI 1065) dipilih sebagai material uji. Peningkatan kekerasan material dilakukan dengan proses quench-hardening dengan media pendingin air. Uji keausan material akibat beban kontak gelinding-luncur dilakukan dengan metode kontak antara dua disk. Pengamatan dan investigasi dilakukan terhadap perubahan kekerasan pada material uji dan bagaimana prilaku material serta seberapa besar perubahan ketahanan aus material yang telah melalui proses quench-hardening akibat beban gelinding-luncur.
2. Keausan material akibat beban gelinding-luncur
Baban kontak gelinding-luncur yang berulang-ulang antara dua buah komponen dapat meningkatkan kegagalan material akibat keausan dan patah lelah. Keausan adalah kegagalan material yang cukup progresif yaitu hilangnya material di permukaan komponen sebagai akibat gerakan relatif dari satu komponen terhadap komponen lain yang mengalami kontak [3]. Kegagalan aus yang terjadi pada komponen dari material ulet yang menerima beban kontak gelinding-luncur umumnya melalui mekanisme akumulasi regangan geser plastis material di bawah permukaan kontak, regangan geser plastis terjadi bila tegangan geser yang terjadi oleh beban kontak melebihi ketahanan geser luluh material. Berulang-ulangnya beban gelinding-luncur selanjutnya dapat mengakibatkan akumulasi regangan geser plastis semakin besar dan bila akumulasi regangan gesr tersebut melampaui regangan geser kritis material maka kegagalan dapat terjadi berupa aus [1]. Kategori keausan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keausan dan partikel keausan [4]. Secara umum kategori keausan dibedakan kedalam dua kategori yaitu mild dan severe [3]. Transisi dari satu mekanisme keausan ke mekanime keausan yang lain mengacu pada perubahan struktur dan sifat mekanis pada material karena prilaku yang diterimanya, seperti jenis dan besar beban, kecepatan, suhu dan beberapa kodisi kerja lainnya. Wang dan rekan-rekannya [5] telah melakukan investigasi mekanisme dan transisi keausan pada baja karbon tinggi akibat gesekan permukaan kontak yang kering (tanpa pelumas) dan mengklasifikasikan mekanisme keausan dalam tiga bagian, yaitu keausan mild, severe dan
melting. Lewis dan rekan-rekannya [4] mengklasifikasikan tingkat keausan menjadi tiga
yaitu keausan mild, severe dan catastrophic. Keausan mild ditunjukkan dengan tingkat keausan yang rendah dan jenis keausan oksidasi. Transisi keausan dari mild ke severe disebabkan karena perubahan kondisi kontak dari sebagian slip (partial slip) ke seluruh kontak slip (full slip). Transisi dari keausan severe ke catastrphic terjadi akibat penurunan kekuatan material dan perubahan sifat mekanis yang lain karena pengaruh suhu permukaan kontak yang tinggi.
Selain aus, akumulasi regangan geser plastis tersebut juga dapat mengakibatkan terjadinya retakan di permukaan maupun dibawah permukaan kontak material yang dapat mengakibatkan patah pada komponen. Kemunculan awal retak dan perambatan retak pada material sangat tergantung pada beban yang terjadi di daerah bidang kontak. Bila perambatan retak mencapai panjang kritisnya, maka retak akan mengalami perambatan sangat cepat dan tidak terkontrol sehingga kegagalan patah dapat terjadi.
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
TM-20 | 143
3. Quench-hardening
Quench-hardening adalah metode yang digunakan untuk meningkatkan kekerasan
permukaan logam melalui proses pemanasan diikuti dengan laju pendinginan yang cepat melalui media pendingin [2]. Baja dipanaskan sampai suhu austenitisasi kemudian didinginkan dengan laju pendinginan yang cepat didalam media pendingin sampai suhu kamar untuk dapat menghasilkan struktur martensit. Dalam proses pemanasan, penahanan waktu pemanasan pada suhu austenitisasi dapat dilakukan untuk memperoleh austenit yang homogin hingga kedalaman tertentu. Pada proses pendinginan, pemilihan media pendingin tersebut umumnya sangat tergantung pada jenis material. Ada tiga media pendingin yang umum digunakan dalam proses quencing yaitu air, minyak dan udara. Air adalah media pendingin yang memiliki laju pendinginan paling cepat dibandingkan dengan minyak dan udara. Media pendingin air umumnya digunakan untuk baja karbon rendah dan sedang. Untuk baja karbon tinggi dan baja paduan umumnya digunakan media pendingin minyak yang memiliki kecepatan pendinginan yang lebih rendah daripada media pendingin air. Sedangkan untuk media pendingin udara pada proses quenching baja karbon sedang umumnya digunakan untuk menghasilkan komposisi pearlite pada baja.
4. Metode Penelitian Material uji
Pada penelitian ini, baja karbon AISI 1065 dipilih sebagai material uji. Gambar 1 menunjukkan struktur mikro baja karbon AISI 1065, terlihat struktur mikro baja karbon AISI 1065 terbentuk dari struktur ferite (warna terang) yang memiliki sifat mekanis yang lunak dan struktur cementite (warna gelap) yang memiliki sifat mekanis relatif keras (britle) [3].
Gambar 1. Struktur mikro baja AISI 1065 dengan pembesaran 400x
Alat Uji Aus dan Prosedur Pengujian
Alat uji keausan yang digunakan adalah alat uji dengan mekanisme kontak antara dua disk (seperti Gambar 2) yang menagacu pada mekanisme twin-disc mechine SUROS [1]. Mekanisme kontak mengambil model pada mekanisme kontak yang terjadi antara roda dan rel kereta api. Disk 1 (posisi atas) dapat direpresentasikan sebagai rel kereta api dan disk 2 (posisi bawah) dapat direpresentasikan sebagai roda kereta api. Besar beban dapat diatur sesuai beban uji yang diberikan melalui disk 2 dan bersifat konstan. Besar rasio slip-roll dapat diatur dengan mengatur perbedaan kecepatan antara disk 1 dan disk 2.
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
TM-20 | 144 Gambar 2. Kontak dua disk
Gambar 3. Dimensi spesimen uji
Meningkatkan kekerasan material di permukaan kontak hingga kedalaman tertentu dilakukan dengan proses quench-hardening. Material uji dibentuk seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Benda uji dipanaskan hingga mencapai suhu austenitasi sekitar 900°C dan ditahan sekitar 10 menit untuk memperoleh keseragaman sampai kedalaman tertentu, selanjutnya dicelupkan kedalam media pendingin air selama 5 detik dan kemudian didinginkan dalam udara bebas.
Sebelum spesimen uji ditempatkan pada alat uji aus, spesimen uji dibersihkan dalam bak ultrasonic dan kemudian diukur massa dan diameter dari kedua spesimen tersebut. Spesimen uji diletakkan pada alat uji sesuai dengan posisinya yaitu spesimen uji dengan perlakuan quench-hardening (spesimen yang akan kita amati tingkat keausannya) diletakkan pada posisi atas sebagai disk 1 yang memiliki kecepatan tetap 386 r.p.m., dan pasangan kontaknya (baja karbon AISI 1040) tanpa perlakuan quench-hardening diletakan pada posisi bawah sebagai disk 2 yang kecepatannya diatur sebesar 386 r.p.m. untuk memperoleh rasio slip-roll sekitar 1%. Beban konstan diberikan melalui disk 2 sebesar 3.2 kN, beban ini menghasilkan tekanan kontak maksimum pada disk sebesar P0 = 1000 MPa. Setiap 2000 putaran, kedua spesimen (disk) dilepaskan dari alat uji dan kemudian dibersihkan dalam bak ultrasonik dan selanjutnya diukur massa/dimensinya. Pengulangan uji dilakukan selanjutnya beberapa kali dengan durasi 2000 putaran sampai total jumlah putaran mencapai 40000 putaran.
5. Hasil dan Pembahasan
Proses quench-hardening dengan penahanan suhu sekitar 900°C pada benda uji selama 10 menit dan pendinginan dalam media air selama 5 detik menghasilkan perubahan struktur mikro pada material uji (lihat Gambar 4). Terlihat terjadi perubahan struktur mikro pada permukaan sampai kedalaman sekitar 200 μm. Terlihat tidak nampak lagi bentuk butiran pearlite yang tersusun oleh ferite dan cementite, namun struktur mikro telah berubah menjadi struktur martensite dimana nampak goresan-goresan warna gelap seperti jarum dengan arah tidak beraturan. Struktur ini memiliki kekerasan yang sangat tinggi, dimana dari hasil uji vickers-hardness diperoleh kekerasannya mencapai sekitar 400 – 440
ω1 ω2 P Disk 2 Disk 1 47mm A A Pot. AA L 2 0 mm 10mm 4 1 m m
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
TM-20 | 145 HVn (Gambar 5b). Kekerasan ini jauh lebih besar dari kekerasan baja karbon AISI 1065 sebelum dikenakan perlakuan quench-hardening yang berkisar 160 – 180 HVn (Gambar 5a).
(a) (b)
Gambar 4. Struktur mikro baja AISI 1065 setelah proses quench-hardening media air, (a) dengan pembesaran 100x dan (b) pembesaran 400x
(a) (b)
Gambar 5. Hasil uji Vickers-Hardness baja AISI 1065, (a) tanpa perlakuan dan (b) dengan perlakuan quench-hardening media air dengan pembesaran 400x
Hasil uji keausan nampak perbedaan yang sangat besar baik pada tingkat keausan maupun mekanisme terjadinya keausan akibat beban gelinding-luncur. Pada spesimen tanpa perlakuan quench-hardening terlihat keausan akibat beban gelinding-luncur terjadi diawali dengan proses akumulasi regangan geser plastis, lihat gambar 6a [6]. Hal ini terlihat amat jelas pada prilaku material dibawah permukaan kontak akibat beban gelinding-luncur, dimana material mengalami deformasi plastis kearah traksi. Material terlepas dari permukaan (aus) terjadi setelah besar akumulasi regangan geser material melampaui regangan geser kritis material. Terlihat juga regangan geser plastis terjadi sampai kedalaman sekitar 400 μm, ini menunjukkan tegangan geser yang terjadi oleh beban gelinding-luncur pada kedalaman tersebut melebihi ketahanan geser material. Pada material yang telah mengalami perlakuan quench-hardening, beban gelinding-luncur sampai putaran 40000 putaran, tidak memperlihatkan adanya regangan geser plastis pada material dibawah permukaan kontak (ambar 6b). Mekanisme terjadinya keausan tidak lagi diawali oleh proses akumulasi regangan geser plastis, hal ini akibat sifat mekanis material (kekerasan) yang sangat besar yang menjadikan material menjadi sangat getas. Namun demikian, keausan tetap terjadi walaupun material memiliki kekerasan sangat besar. Hal
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
TM-20 | 146 ini mungkin dikarenakan kekasaran permukaan kontak dimana permukaan tersusun oleh
asperity (gerigi) yang memiliki puncak dan besar yang beragam. Pada kontak permukaan
yang kasar, sebenarnya tegangan yang terjadi pada kontak antar asperity jauh lebih besar dari tegangan yang timbul terhadap luas bidang kontak nominal [7]. Deangan tegangan yang sangat besar terjadi pada kontak asperity, mengakibatkan tegangan yang timbul mampu mendeformasi dan bahkan mematahkan asperity pada permukaan kontak dan terlepas dari permukaan sebagai partikel aus.
(a) (b)
Gambar 6. Prilaku material dibawah permukaan kontak baja AISI 1065 oleh beban gelinding- luncur, (a) tanpa perlakuan [6] dan (b) dengan perlakuan quench-hardening
media air dengan pembesaran 100x
Gambar 7. Tingkat keausan baja carbon AISI 1065, tanpa quench-hardening (Q-H) [6] dan dengan perlakuan quench-hardening (Q-H), akibat beban gelinding-luncur (um/putaran),
dengan tekanan maksimum 1000MPa dan rasio slip-roll 1%
Gambar 7 menunjukkan tingkat keausan baja karbon AISI 1065 tanpa dan dengan perlakuan quench-hardening dengan beban kontak 3,2kN dengan pengamatan uji dilakukan setiap 2000 putaran dan berakhir sampai pada putaran 40000 putaran. Garis solid mununjukkan tingkat keausan akibat beban gelinding-luncur pada material tanpa perlakuan quench-hardening, diambil dari pustaka [6]. Garis putus-putus menunjukkan tingkat keausan pada material uji dengan perlakuan quench-hardening. Dari grafik terlihat keausan pada material tanpa perlakuan quench-hardening, keausan sudah mulai terjadi
0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007 0,008 0 10000 20000 30000 40000 T ing k a t K e a us a n (μ m / put a ra n) Jumlah Putaran Tanpa Q-H Dengan Q-H
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
TM-20 | 147 sejak awal dan tingkat keausan mengalami kenaikan cukup drastis hingga mencapai puncaknya (0.0072 μm/putaran) saat pembebanan mencapai 4000 putaran. Selanjutnya tingkat keausan mengalami penurunan hingga mencapa kondisi mendekati konstan atau berfluktuasi disekitar 0.003 μm/putaran dan 0,0015 μm/putaran. Sedangkan material dengan perlakuan quench-hardening, tidak terdeksi terjadinya keausan pada awal putaran hingga mencapai 6000 putaran. Selanjutnya, keausan terjadi secara bertahap dan mengalami peningkatan hingga mencapai tingkat keausan 0.0013 μm/putaran setelah mencapai 18000 putaran dan selanjutnya keausan berada diantara 0.0009 dan 0.0017 μm/putaran. Setelah putaran mencapai 30000, dengan bertambahnya putaran pembebanan, keausan yang terjadi pada material dengan perlakuan quench-hardening cenderung mendekati sama dengan tingkat keausan material tanpa perlakuan quench-hardening. Hal ini mungkin terjadi karena setelah sekitar 30000 putaran, material dipermukaan dan dibawah permukaan kontak pada material tanpa perlakuan quench-hardening memiliki sifat mekanis (kekerasan) yang mendekati sama dengan material dengan perlakuan
quench-hardening sebagai akibat proses strain-quench-hardening, sehingga material dengan sifat mekanis
yang mendekati sama dan dengan dikenakan beban yang sama tentunya akan mengakibatkan keausan yang mendekati sama. Bila kedalaman material yang aus pada material dengan quench-hardening melampaui kedalaman sekitar 200 μm (peningkatan kekerasan yang dapat dicapai oleh proses quench-hardening), maka kemungkinan keausan yang terjadi pada kedua material (tanpa dan dengan perlakuan quench-hardening) akan sama. Hal ini dapat dikatakan bahwa peningkatan ketahanan aus material dengan perlakuan
quench-hardening memiliki sifat sementara dan dengan perlakuan quench-hardening
keausan yang cukup besar (puncak tingkat keausan) diawal pembebanan dapat dihindari. Secara umum dengan pembebanan hingga 40000 putaran, material dengan perlakuan
quench-hardening media air selama 5 detik memiliki rata-rata tingkat keausan sekitar
0.0008 μm/putaran. Nilai tingkat keausan ini lebih kecil daripada tingkat keausan material tanpa perlakuan quench-hardening yaitu sekitar 0.0025 μm/putaran. Dari kondisi diatas, peningkatan kekerasan permukaan dan hingga kedalaman tertentu dengan proses
quench-hardening hanya dapat memberikan peningkatan sifat ketahan terhadap aus hingga jumlah
siklus pembebanan tertentu atau sementara, untuk selanjutnya akan memiliki ketahan aus yang sama dengan material tanpa perlakuan quench-hardening.
6. Simpulan
Proses quench-hardening dengan pendinginan cepat dalam media air selama 5 detik pada baja karbon AISI 1065 mampu meningkatkan kekerasan permukaan material hingga kedalaman sekitar 200 μm dengan nilai kekerasan sekitar 420 HVn atau meningkat 160% dari nilai kekerasan mula. Meningkatnya kekerasan material dapat meningkatkan ketahanan aus material, rata-rata tingkat keausan baja karbon 1065 dengan perlakuan quench-hardening turun dari sekitar 0.0025 μm/putaran menjadi sekitar 0.0008 μm/putaran. Penurunan tingkat keausan ini bersifat sementara dan akan memiliki tingkat keausan sama dengan baja karbon tanpa perlakuan quench-hardening setelah kedalaman material aus melampaui batas kekerasan yang mampu dibentuk melalui perlakuan quench-hardening.
7. Ucapan Terima Kasih
Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikjen Dikti) yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Desantralisasi Tahun 2013.
Daftar Pustaka
1. W.R. Tyfour, J.H. Beynon, and A. Kapoor, "Deterioration of rolling contact fatigue life of pearlitic rail steel due to dry-wet rolling-sliding line contact", Wear, 1996. 197: p. 255 – 265.
Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 14 November 2013
TM-20 | 148 2. William D. Callister, Jr. “Materials Science and Engineering an Introduction”, 1997,
4th Add., Wiley
3. J. A. Williams, "Engineering tribology", 1994, New York: Oxford University Press Inc.
4. R. Lewis and R.S. Dwyer-Joyce, "Wear mechanisms and transitions in railway wheel steels", Proc. Inst Mech. Engrs, 2004. 218(J): p. 467 – 478.
5. Y. Wang, T. Lie, and J. Liu, "Tribo-metallograhic behaviour of high carbon steels in dry sliding I. Wear mechanism and their transition", Wear, 1999. 231: p. 1 – 11.
6. I Made Widiyarta, Tjok Gde Tirta Nindia dan Herry Mudiastrawan, “Keausan pada baja karbon AISI 1065 akibat beban kontak gelinding-gesek”, Proceeding SNTTM XI (& Thermofluid IV, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012.
7. A. Kapoor, F.J. Franklin, S.K. Wong, M. Ishida, “Surface roughness and plastic flow in rail wheel contact”, Wear 253 (2002) 257–264