• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAUD yang Selaras dengan Prinsip Tumbuh Kembang Anak. Nurul Malika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PAUD yang Selaras dengan Prinsip Tumbuh Kembang Anak. Nurul Malika"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PAUD yang Selaras dengan Prinsip Tumbuh Kembang Anak

Nurul Malika 125120307111070

Pendahuluan

Pemerintah Indonesia sudah pasti mempunyai ketetapan tersendiri pada bidang pendidikan. Pendidikan adalah bidang dasar bagaimana suatu negara melahirkan SDM yang bisa memajukan negaranya dan bersaing di dunia internasioal. Seyogyanya pemerintah Indonesia punya tata cara tersendiri dalam menerapkan sistem kurilum dalam pendidikannya. Akan tetapi, sebagian masyarakat khususnya orang tua, merasakan sendiri sistem tes penerimaan peserta didik tahun ajaran baru dirasa berat. Bagaimana tidak, jika untuk lolos mengenyam bangku sekolah dasar anak harus pandai membaca. Persyaratan anak harus mempunyai kemampuan membaca saat memasuki bangku sekolah dasar, merupakan bentuk pemaksaan kepada anak untuk belajar membaca di bangku pendidikan sebelumnya seperti TK dan PAUD (Yuliono, 6 Juni 2012 dalam liputan 6.com). Secara psikologis pada usia tertentu mereka yang dipaksa untuk membaca, pada akhirnya mereka akan bersikap tidak suka membaca. (Listiyarti, 2012).

Hal ini bertentangan dengan PP 17 tahun 2010, bahwa: Pasal 69

(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain. Pasal 70

(1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas dari yang paling tua.

(2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan.

(3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan.

(2)

Berbanding terbalik dengan realita seperti apa yang dipaparkan, Hal ini, menjadi bukti bahwa pemerintah Indonesia belum bisa melaksanakan peraturan yang sudah dibuat. Jika pihak sekolah dasar terus membuat peraturan seperti itu maka mau tidak mau anak sudah diajarkan membaca pada masa sebelumnya, sedangkan PAUD merupakan wahana untuk memfasilitasi anak agar banyak beraktifitas, bereksplorasi dan berpikir lewat bermain. Lebih menekankan pada peningkatan kapasitas kecerdasan anak dan aspek perkembangan lainnya karena masa-masa ini merupakan momentum anak dalam masa golden age. Tahun-tahun pertama dalam kehidupan seorang anak amatlah berharga serta akan menentukan kehidupannya di masa yang akan datang. Oleh karena itu masa anak merupakan masa emas (The Golden Age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Bermain dipilih sebagai metode yang tepat untuk pembelajaran anak seperti yang dikemukakan oleh Froebel (Sujiono, 2009). Kita dapat memahami sistem pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan kualias SDM, dan kita memahami bagaimana pemerintah merancang pendidikan yang ada di Indonesia sejak anak mulai mengenyam pendidikan. Akan tetapi sistem pendidikan di Indonesia masih belum memahami atau menetapkan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan anak. Realitasnya, saat anak sudah tamat TK mereka dihadapkan dengan ketetapan syarat untuk bisa mengenyam bangku Sekolah Dasar, anak harus sudah bisa membaca dan menulis. (Yuliono, 6 Juni 2012 dalam liputan 6.com). Tes membaca menulis berhitung (calistung) saat anak masuk SD dinilai tidak benar. Hal ini berarti saat pendidikan anak usia dini (PAUD), baik play group atau TK sudah diajari calistung. Hal ini diperbolehkan pada umur yang senior. Jadi sebelum masuk SD sebaiknya tidak diajari calistung. (Mulyadi, 2012). Setiap anak itu unik, perkembangan mereka tidak dapat dipukul rata. Setiap anak membutuhkan satu titik yang tepat dalam perkembangannya, yang berarti tidak terlalu awal / cepat, tidak terlalu lambat, namun tepat. Tiap anak membutuhkan cara berbeda dalam belajar. Apa yang mungkin dapat membantu seorang anak, belum tentu dapat membantu anak yang lain (Meggitt, 2013). Untuk itu penting bagaimana seharusnya penerapan pendidikan yang benar di Indonesia, khususnya PAUD bukan untuk “mempercepat anak menguasai proses belajarnya dimasa golden age”, namun “melengkapi bagaimana anak menjalani proses perkembangannya dengan tepat dimasa golden age”. Hal inilah akan menjadi pembahasan bagaimana sistem pengajaran pada PAUD yang seharusnya dilakukan, agar ketetapan seperti yang telah dilaksanakan oleh pihak sekolah dasar bisa menyeimbangi dan mengikuti tahapan perkembangan anak dalam proses belajar mengajar pada pendidikan sebelumnya.

(3)

Kajian teoritis.

1. Definisi Anak Usia Dini

PAUD dapat diartikan sebagai salah satu bentuk jalur pendidikan dari usia 0-6 tahun, yang diselenggarakan secara terpadu dalam satu program pembelajaran agar anak dapat mengembangkan segala daya guna dan kreativitasnya sesuai dengan karakteristik perkembangannya. Dalam kategori usia didalam PAUD sendiri yaitu anak yang termasuk masa usia dini dimulai dari usia 0-6 tahun, sebelum masuk ke pendidikan formal / SD. (Hariwijaya & Sukaca, 2009)

2. Definisi, Prinsip Dasar dan Kurikulum mengenai Pendidikan Anak Usia Dini

a. Definisi pendidikan anakan usia dini yang telah diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah “suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan lebih lanjut.” (pasal 1 butir 14). Dengan pedoman UU No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa PAUD dilaksanakan sebelum jenjang pendidikan dasar pada anak sejak lahir hiingga usia kurang lebih enam tahun. UU No. 21 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) dijelaskan bahwa PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut. Seorang tokoh yaitu Froebel yang dijuluki sebagai “bapak PAUD”. Ia mengaitkan pendidikan dengan hubungan individu, Tuhan dan alam. Bermain merupakan metode pendidikan anak dalam “meniru” kehidupan orang dewasa dengan wajar. (Sujiono, 2009).

b. PAUD didalam prosess mengajar juga mempunyai prinsip dasar diantaranya: bertujuan pada kebutuhan anak, dalam arti mengoptimalisasi diri anak, utamanya dalam perkembangan fisik. Lalu, pelaksanaan kegiatan belajar dilakukan melalui bermain, didalam permainan inilah anak banyak menggali pengetahuan, selanjutnya merangsang timbulnya kreativitas dan inovasi anak, kemudian lingkungan bermain anak mendukung proses daalm belajar, mengembangkan keterampilan anak, dilaksanakan bertahap dan terus menerus, dalam arti konsep yang diberikan kepada anak dimulai dari yang sederhana

(4)

hingga konsep yang rumit yang dapat menimbulkan anak berpikir kritis dan terakhir dari keseluruhan rancangan tersebut mencakup semua aspek perkembangan anak.

c. Prinsip kurikulum dalam PAUD juga telah diatur, diantaranya mengenai kurikulum yang mempengaruhi perkembangan anak secara menyeluruh, melibatkan anak didik, orang tua dan masyarakat, mencukupi dari kebutuhan nilai masyarakat, disesuaikan dengan kompetisi anak dengan menyiapkan lingkungan belajar anak, menjalin kerjasama hubungan dengan keluarga dan masyarakat, memberi perhatian tentang kesehatan dan keselamatan anak serta penyediaan sarana dan prasarana. Serta mengetahui bahwa perkembangan anak berbeda satu sama lain. Ketiganya hal tersebut mengenai definisi, prinsip dasar dan kurikulum PAUD sangat penting karena dijadikan sebagai acuan proses belajar mengajar seperti yang dikemukakan (dalam Hariwijaya & Sukaca, 2009).

3. Tahapan dan Tugas Perkembangan Anak Usia Dini serta Masalah kesiapan belajar

Ketiga proses perkembangan yang sering dijadikan pengetahuan umum dalam proses perkembangan masa awal anak-anak yaitu segi psikoseksual, sosioemosi, dan kognitif anak seperti apa yang dikemukakan dalam (Santrock, 2002).

a. Teori Sigmund Freud, mengungkap mengenai perkembangan anak dari segi psikoseksual. Fase-fase perkembangan psikoseksual anak diantaranya

1) 0-2 tahun. Oral, pemenuhan kebutuhan dasar secara fisik, diantarnya: makan, minum, kenyamanan kontak fisik, biasanya anak dalam usia ini intens dengan ibunya. Maka program PAUD pada usia ini memperhatikan pemenuhan makan dan minum bayi. 2) 2-3 tahun: Anal, pada usia ini anak diajarkan untuk pengendalian pengeluaran kotoran,

dalam arti usia anak pada usia ini diajarkan toilet training.

3) 3-6 tahun: Falik, perhatiannya pada perbedaan gender, kesadaran anak tentang perbedaan laki-laki dan perempuan serta perannya

b. Teori Erik Erikson, membahas mengenai segi sosioemosi anak. Yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, utamanya keluarga sebagai sekolah pertama. Fase-fase perekmbangan sosioemosi anak pada masa usia dini diantaranya:

1) 0-18 bulan. Trust vs Mistrust, pada usia ini anak belum tampak terlihat kebutuhan segi emosionalnya, tapi tetap membutuhkan seperti yang telah dijelaskan dari segi psikoseksual tentang kebutuhan secara fisik. Peran pengajar PAUD disini, untuk mencukupi secara konsisten kebutuhan tersebut.

(5)

2) 18 bulan-3 tahun. Autonomy vs Shame & Doubt, disini mulai tampak akan kebutuhan kemandirian untuk menguasai keterampilan bantu diri, seperti makan sambil memegang sendok sendiri, minum, ataupun sedikit bisa ketekika apa yang harus dilakukan di toilet. PAUD berperan mendorong anak untuk mandiri dalam keseharian aktifitas dasar anak, dan menghindari mempermalukan anak jika anak belum mampu melakukan hal tersebut.

3) 3-5 tahun. Initiative vs Guilt, disini anak mulai menunjukkan rasa ingin tahunya, tidak heran jika usia anak ini memiliki keinginan mencoba segala aktivitas, kadang juga meniru apa yang dikerjakan oleh orang dewasa dan lebih terlihat sering bersikap melawan aturan orang dewasa. Peran PAUD, mendorong anak mencoba beragam aktivitas, mengeksplore apa yang dilakukan agar potensi yang dimiliki anak tidak terhambat namun tetap dalam pengawasan.

c. Jean Piaget, berkontribusi juga pada proses pembelajaran PAUD mengenai perkembangan kognitif anak pada masa usia dini yaitu sensorimotor (18 bulan-2 tahun), mengenai ketergantungan dalam gerakan refleks informasi berdasarkan objek konkrit dan penggunaan simbol masih terus terlihat sampai akhir periode ini. Fase ini adalah fase dimana anak masih memiliki ketergantungan yang sangat besar pada orang dewasa. Fase selanjutnya, praoperational (2-7 tahun). Disini Piaget mengambarkan bahwa anak mengalami perkembangan bahsa yang pesat, gerakan tubuhnya semakin terkontrol, pengalamanya dan lingkungan disekitarnya sebagai proses belajar anak. Pola pikir masih abu-abu, misalnya anak mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan dibedakan dari model rambutnya, pakaiannya. Ia belajar dari cerita bergambar, namun suatu ketika ia melihat laki-laki mempunyai rambut gondrong. Maka ia merasa bingung. Peran PAUD disini adalah anak diajarkan bereksplorasi mandiri, tidak hanya dituntun atau diberitahu.

d. Melengkapi perkembangan selain dari segi psikoseksual, sosioemosi dan kognitif ada pula mengenai masa awal kritis anak, yaitu, masa egosentris, dimana masa ini anak menumbuhkan rasa mengunggulkan dirinya, disini pengajar perlu untuk mengarahkan anak mengenai peraturan dalam kelompok sehingga menimbulkan keselarasan dalam lingkungan sosialnya tanpa perlu mengubah jati diri anak. Selanjutnya masa menentang, masa ini anak terlihat perilaku yang berlawanan dengan harapan dari orang dewasa, orang tua dan guru disini perlu memberikan tindakan yang tepat. Misal, anak suka sekali

(6)

mencorat coret tembok, maka ibu atau guru bisa menyediakan papan “ekspresi” yang disediakan untuk anak mencoret sesuka hatinya. Terakhir, yaitu imitasi masa awal anak adalah masa peniruan dari apa yang ia alami di lingkungan sekitarnya. Tidak heran jika anak berkata jorok, karena kemungkinan besar ia memperoleh kata tersebut ketika bermain bersama temannya, atau tidak sengaja mendengar percakapan orang dewasa. Disini perannya meyakinkan si anak dengan tindakan preventif bahwa hal itu tidak baik. Mengenai perkembangan belajar anak berhubungan dengan kematangan, yaitu kesiapan untuk dapat berubah baik dari aspek fisik, psikologis, maupun sosiabilitas anak. Kematangan dalam perkembangan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, yaitu dengan cara belajar. Para pendidik disini harus menyeimbangkan antara faktor kematangan dengan usaha belajar anak, tapi tidak mengurangi aktifitas bermainnya. Karena konsep PAUD sendiri adalah bermain sambil belajar, dengan bermain anak melakukan aktifitas belajar. (Hariwijaya & Sukaca, 2009).

e. Masalah sekitar kesiapan belajar. Terdapat teori yang berhubungan dengan hal ini, yaitu teori konstruktivis adalah pembelajaran dan kesiapan belajar menempatkan tanggung jawab baik pada lingkungan (kekuatan eksternal) maupun pada kematangan dan interaksi antar keduanya. Memberi suatu pandangan bagi para guru dalam pengungkapan alami anak-anak, memahami lebih baik lagi proses kematangan anak, berinteraksi dengan mereka, memberi pengalaman tambahan dan sebagainya. Setidaknya teori ini sebagai evaluasi bagi praktik-praktik kesiapan belajar yang melakukan hal-hal seperti, memusatkan perhatian hanya pada pertumbuhan akal, mengabaikan pertumbuhan fisik dan emosi, beranggapan bahwa semua anak sama-sama termotivasi untuk membangun struktur nalar baru. Praktik ini menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proyek yang dilakukan orang sendirian. Padahal, tidak semua anak termotivasi bahwa mereka mampu mengalami cara belajar baru. (Seefeldt & Wasik, 2008). Hal tersebut, selaras dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara yang dijuluki sebagai “Bapak Pendidikan”. Mengemukakan bahwa kemerdekaan itu hendaknya diterapkan pada cara berfikir anak, agar anak tidak selalu diperintahkan atau dicekoki dengan buah pikiran orang lain saja tetapi mereka harus dibiasakan untuk mencari serta menemukan sendiri berbagai nilai pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan pikiran dan kemampuannya sendiri.

(7)

PAUD adalah sarana mengajar anak usia dini yang didalam sistem pengajarannya menganut “bermain sambil belajar”. Anak usia dini dari usia 0 – 6 tahun merupakan masa-masa anak cepat menyerap dengan apa yang ia alami di lingkungannya. Masa anak usia dini juga termasuk dalam masa golden age, dan tugas pengajar disini adalah memfasilitasi anak sesuai dengan perkembangannya. Anak didalam masa usia dini adalah masa ia menyerap segala hal yang ia pelajari secara mandiri dan ataupun hasil dari tuntunan orang dewasa, yakni gurunya didalam lingkungan PAUD. Namun dimasa ini pula anak juga menunjukkan perilaku menentang. Perilaku yang ia tunjukkan ketika tidak sesuai dengan keinginannya, dan ini selaras dengan sudut pandang bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara bahwa beliau memandang anak juga mempunyai kemerdekaan untuk tidak selalu dipaksa seuai dengan harapan orang dewasa lainnya. Biarkan anak bermain sambil belajar namun tetap peran orang tua dan guru harus menerapkan sistem asuhan yang pastinya tidak membuat anak bosan dan sampai berperilaku menentang. Jikalau sebagian anak cepat masa perkembangan kognitifnya misalnya dalam hal membaca, dukung anak tersebut yang lebih diwajibkan kepada keluarganya sebagai sekolah pertama dan sewajarnya lebih memahami proses perkembangan buah hatinya. Lalu ketika anak disekolah, guru hanya sebagai faktor pendukung karena harus menyamaratakan sistem mengajar pada semua murid. Alasan inilah yang membuat lingkungan PAUD mempunyai konsep dasar dan kurikulum bahwa semua anak tidak dapat disetarakan secara keseluruhan. Anak mempunyai daya tarik masing didalam menyerap pengetahuan, maka perlu kerja sama masing-masing orang tua dengan guru disekolah. Faktor inilah yang menjadi salah satu penyebab orang tua merasa keberatan jika anak mereka tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi siswa ajaran baru untuk masuk di bangku sekolah dasar, karena berpatokan pada kurikulum bahwa anak ketika masuk menjadi siswa sekolah dasar harus sudah mempunyai keterampilan membaca, menulis dan berhitung, (Yuliono, 6 Juni 2012 dalam liputan 6.com). Menimbulkan opini bahwa anak sejak PAUD harus sudah diajarkan keterampilan dalam hal tersebut padahal kurikulum dan konsep dasar yang telah dipaparkan sebelumnya tidak seperti itu. Kesannya adalah PAUD membuat kurikulum untuk anak sebagai persiapan masuk ke sekolah dasar. Padahal, Sekolah dasar itulah yang menerapkan kurikulum sebagai program pendidikan yang meneruskan proses belajar anak setelah mengenyam di lingkungan PAUD.

(8)

PAUD bisa dianggap sebagai sekolah kedua setelah lingkungan keluarga yang merupakan sekolah utama tempat pertama anak menjalani masa pertumbuhan khususnya masa perkembangan. Secara keseluruhan, PAUD didalam proses menanamkan pendidikan, hakikatnya bertujuan memaksimalkan bagaimana anak bisa menjalani secara mandiri pada masa-masa dimana yang disebut golden age, tidak hanya secara perkembangan secara kognitif, yang didalamnya anak bisa saja diperkenalkan mengenai membaca, menulis dan berhitung. Tapi hal ini tidak dapat dijadikan sebagai fokus utama pembelajaran di PAUD, karena pedoman PAUD sendiri adalah memfasilitasi perkembangan anak secara keseluruhan. Saran untuk kedepannya adalah kurikulum dan konsep dasar PAUD sejauh ini sudah benar dan perlu kerja sama antara pengajar PAUD, orang tua dan pemerintah. Agar kurikulum sekolah dasar selanjutnya bisa mengikuti dan menerapkan pengajaran sesuai umur anak, tentunya diatas 6 tahun. Karena kategori anak usia dini seperti yang telah kita ketahui yaitu 0-6 tahun.

Daftar Pustaka

Hariwijaya, M dan Bertiani Eka Sukaca. PAUD. Yogyakarta: Mahardika Publishing.

Liputan 6. (2012, 6 Juni). Dipaksa Calistung Saat PAUD, Anak Bisa Jadi Tak Suka Baca Saat Besar. Diperoleh 20 April 2015, dari http://www.goodreads.com/topic/show/917816-dipaksa-calistung-saat-paud-anak-bisa-jadi-tak-suka-baca-saat-besar

Meggitt,Carolyn.2013. Memahami Perkembangan Anak. Jakarta: Indeks.

Seefeldt, Carol dan Barbara A. Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini. Edisi Kedua. Jakarta: Indeks.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2020 tentang Pemberian Gaji, Pensiun, Tunjangan, Atau Penghasilan Ketiga Belas Tahun 2020 Kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara

Dalam memprediksi nilai sumberdaya biasanya hanya menggunakan data yang berkaitan dengan kuantitas, seperti informasi geologi yang berhubungan dengan ketebalan lapisan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Partisipasi anggota koperasi Tuke Jung tergolong cukup baik dengan kriteria sebesar 73,75% sedangkan Keberhasilan koperasi Tuke

Analisis Kebutuhan Fungsional atau functional requirement sistem informasi monitoring ini akan digunakan oleh kepala yayasan dan guru PAUD Tunas Khomsiyah dalam upaya

lingkungan akademik dan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik akan membangun konsep diri yang baik, dan memiliki minat belajar yang tinggi dibandingkan pada anak

Pada kasus di atas mengatakan bahwa integritas laporan keuangan belum memenuhi ekspetasi yang di inginkan sehingga kinerja pada ukuran perusahaan, leverage struktur

Dalam hal ini supaya tidak terjadi pembahasan yang meluas, maka skripsi ini dibatasi dengan hanya memfokuskan pada pandangan komunitas UCP tentang fenomena Hijab

Keterkaitan hormon steroid pada regulasi VEGF didukung oleh penelitian secara in vitro pada kultur sel endometrium dengan reseptor progesteron positif yang menunjukkan