• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab XI Aspek Pembiayaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Di Kabupaten Lamongan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab XI Aspek Pembiayaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Di Kabupaten Lamongan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

                    

Bab XI

Aspek Pembiayaan

Pembangunan Bidang Cipta

Karya Di Kabupaten Lamongan

 

Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternative pembiayaan dari

(2)

masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah‐langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah. Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM pada dasarnya bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang

Cipta Karya

11.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya Arahan RPJPN untuk RPJMN 3 bidang Cipta Karya

Tema besar RPJMN 3 adalah daya saing (competitiveness), dengan demikian selayaknya ketersediaan layanan infrastruktur, khususnya infrastruktur dasar (jalan, air dan listrik) sudah terpenuhi terlebih dahulu ; Beberapa arahan dalam bidang Cipta Karya adalah :

 Terpenuhinya penyediaan air minum & sanitasi untuk memenuhi kebutuhan Dasar masyarakat  100 % akses air minum dan sanitasi Dengan Indikator Meningkatnya akses penduduk terhadap air minum layak menjadi 100 % dan sanitasi layak menjadi 100 %

 Pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung, didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel  kota tanpa permukiman kumuh dengan Indikator Berkurangnya Proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan permukiman tidak layak menjadi 0 %.

 Pengembangan infrastruktur perdesaan, terutama untuk mendukung

(3)

Arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada prinsip keadilan, kepatutan dan manfaat sebagai konsekuensi hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam rangka mendukung terwujudnya

good and clean goverment, pengelolaan keuangan Kabupaten Pacitan disusun sesuai

dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah serta dilakukan secara profesional mengacu perundang‐undangan yang berlaku dengan prinsip : 1. Partisipasi masyarakat 2. Transparansi dan akuntabilitas 3. Disiplin 4. Keadilan 5. Efisiensi dan efektifitas Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain: 1. Undang‐Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang‐ undangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

2. Undang‐Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber‐sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk

(4)

mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, criteria khusus, dan kriteria teknis.

4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non‐Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:

a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya;

(5)

mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang

bersumber dari pemerintah;

e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan

Pengeluaran.

8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

a. Bidang Infrastruktur Air Minum

DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di

(6)

kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:

‐ Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; ‐ Tingkat kerawanan air minum.

b. Bidang Infrastruktur Sanitasi

DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

‐ kerawanan sanitasi;

‐ cakupan pelayanan sanitasi.

9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke‐PU‐an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

(7)

Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM meliputi:

1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dandana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Dana‐dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana‐dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar‐ besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

1). Pendapatan Asli Daerah.

Mengingat pendapatan daerah yang berasal dari dana perimbangan sangat tergantung dari kebijakan pusat maka penerimaan daerah yang dapat dipacu dan dapat dikendalikan (Controllable) adalah Pendapatan Asli Daerah. Seiring dengan meningkatnya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah guna melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tuntutan peningkatan PAD

(8)

semakin besar mengingat palayanan kepada masyarakat selayaknya memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM). Kebijakan yang ditetapkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dirumuskan sebagai berikut :

(1). Optimalisasi pemanfaatan aset daerah dan sumber daya alam dalam rangka meningkatkan daya dukung pembiayaan daerah dan pertumbuhan ekonomi.

(2). Penyesuaian tarif baru dengan didasarkan pada tingkat perekonomian masyarakat, diikuti dengan meningkatkan pelayanan baik dalam pemungutan maupun pengelolaannya.

(3). Melakukan intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi melalui perbaikan manajemen dengan menggunakan sistem informasi penerimaan daerah yang lebih dapat diandalkan. Sistem informasi diharapkan dapat menyediakan data menyeluruh yang mencalup jumlah dan potensi terhadap data obyek pajak dan retribusi.

(4). Meminimalkan kebocoran pemungutan pajak maupun retribusi daerah melalui peningkatan sistem pemungutan, sistem pengendalian dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi, serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui pemberian insentif biaya pemungutan.

(5) Mencari obyek bagi sumber‐sumber penerimaan baru yang memiliki potensi yang menguntungkan. Dalam pemungutan obyek baru tersebut diupayakan tidak menghambat kinerja perekonomian yang ada baik di pusat maupun daerah. Untuk itu dalam merencanakan sumber penerimaan baru tersebut, Pemerintah Kabupaten Lamongan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi agar kebijakan tersebut tidak memiliki dampak yang kontraproduktif terhadap perekonomian masyarakat maupun nasional.

(9)

2). Dana Perimbangan.

Dana Perimbangan merupakan pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari pemerintah pusat. Pendapatan yang diperoleh dari dana perimbangan pada dasarnya merupakan hak pemerintah daerah sebagai konsekuensi dari

revenue sharing policy. Konsep revenue sharing didasarkan atas pemikiran

untuk pemberdayaan daerah dan prinsip keadilan. Seiring meningkatnya tuntutan akuntabilitas kinerja pemerintah maka kebijakan revenue sharing harus transparan, demokratis dan adil. Terhadap dana perimbangan ini maka kebijakan yang ditetapkan adalah :

1) Pemerintah Kabupaten secara aktif ikut serta dalam melakukan pendataan terhadap wajib pajak seperti PBB, dan pendapatan lainnya yang nantinya merupakan Pendapatan Bagi Hasil bagi Daerah.

2) Melakukan analisis perhitungan untuk menilai akurasi perhitungan terhadap formula bagi hasil dan melakukan peran aktif berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, sehingga alokasi yang diterima sesuai dengan kontribusi yang diberikan atau sesuai dengan kebutuhan yang akan direncanakan.

3). Lain‐lain Pendapatan Daerah Yang Sah.

Pennerimaan Lain‐lain Pendapatan Daerah Yang Sah adalah

pendapatan daerah yang berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, dan Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus. Kebijakan yang ditetapkan untuk pendapatan tersebut adalah aktif bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur guna meningkatkan penerimaan dari sektor pajak yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi.

(10)

A. Kebijakan Umum Belanja Daerah

Sejak tahun 2007 seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 tahun 2007 mekanisme APBD menggunakan sistem anggaran kinerja. Sistem tersebut berakibat pada perencanaan penganggaran terutama pada sisi belanja daerah yang harus terukur baik kinerja maupun jumlah kebutuhannya.

Belanja Daerah merupakan perwujudan dari kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang berbentuk kuantitatif. Demikian juga arah dan kebijakan umum belanja pembangunan pada dasarnya memuat komponen tugas‐tugas pelayanan dan capaian – capaian yang diharapkan melalui alokasi belanja. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kebijakan belanja Pemerintah Kabupaten Lamongan diprioritaskan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dan diarahkan untuk hal‐hal sebagai berikut :

1. Pendidikan

Meningkatkan mutu pendidikan, yang diarahkan untuk Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan, dan pemberian beasiswa kepada mahasiswa dari keluarga miskin.

2. Kesehatan

Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang diarahkan untuk peningkatan kesehatan ibu dan anak, peningkatan kesehatan lingkungan dengan upaya pemenuhan kebutuhan air bersih serta peningkatan alokasi pemberian jaminan kesehatan pada masyarakat.

(11)

3. Ketenegakerjaan

Meningkatkan kualitas tenaga kerja, melalui pembangunan Balai Latihan Kerja, meningkatkan profesionalisme tenaga kerja, mendorong penciptaan kesempatan kerja, serta memberikan perlindungan tenaga kerja.

4. Pertanian dan Perikanan

Mewujudkan kemandirian pangan, melalui peningkatan produktivitas sektor‐sektor andalan daerah, peningkatan pendapatan petani dan nelayan, serta pendayagunaan sumber daya alam secara efektif, penyediaan sarana dan prasarana bagi kelompok tani dan nelayan, peningkatan infrastruktur irigasi dan jalan usaha tani serta pembangunan sentra‐sentra produksi. 5. Pemerintahan Desa

Peningkatan pelayanan pemerintahan, melalui peningkatan kesejahteraan pegawai, Kepala Desa dan perangkat desa, penyediaan sarana transportasi bagi Kepala Desa, dan peningkatan kualitas aparatur baik tingkat Kabupaten, Kecamatan maupun Desa/Kelurahan

6. Keagamaan

Meningkatkan kesadaran kehidupan dan kerukunan ummat beragama, melalui peningkatan sarana dan prasarana keagamaan serta lembaga pendidikan keagamaan, serta meningkatkan kesejahteraan pengurus dan pemimpin lembaga keagamaan.

7. Pemberdayaan Perempuan

Peningkatan peran serta perempuan di bidang ekonomi dan peningkatan peran perempuan dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan, terutama dalam hal pembinaan keluarga sehat, mandiri dan religius.

8. Olahraga

Meningkatkan prestasi atlet‐atlet atau tim olah raga yang ada hingga ke tingkat nasional atau internasional, serta meningkatkan sarana dan prasarana olahraga.

(12)

11.2 Profil APBD Kabupaten Lamongan

Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah equitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah. Pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.

Kebijakan pengelolaan keuangan daerah pada tahun anggaran 2012 menekankan pada upaya menggali potensi dan memobilisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk mendukung kemandirian daerah, disamping itu pemerintah daerah juga berupaya membuat berbagai terobosan guna meningkatkan penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat, swasta serta masyarakat.

Bedasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, sumber – sumber pendapatan daerah terdiri dari : 1. Pendapatan asli daerah meliputi :  Pajak daerah ;  Retribusi Daerah;  Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;  Lain‐lain pendapatan asli daerah yang sah. 2. Dana Perimbangan meliputi :  Dana bagi hasil pajak / bukan pajak;  Dana Alokasi Umum;  Dana Alokasi Khusus; 3. Lain – lain pendapatan daerah yang sah, meliputi :  Hibah;  Dana Darurat;  Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya;

(13)

 Bantuan keuangan dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya.

Dalam pengelolaan pendapatan daerah upaya yang dilakukan untuk peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah dapat ditempuh melalui :

 Penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah;

Low inforcement dalam upaya membangun ketaatan wajib pajak dan

retribusi daerah;

Peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan pendapatan

(14)

Tabel 11.1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir PENDAPATAN DAERAH Tahun

‐ 1 Tahun –2 Tahun ‐ 3 Tahun ‐4 Tahun ‐ 5

Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain‐Lain PAD 105.335.720.800,00 20.350.000.000,00 12.387.622.500,00 17.035.000.000,00 55.563.098.300,00 111.361637.823,00 21.571.000.000,00 13.007.003.625,00 17.886.750.000,00 58.896.884.198,00 115.816.103.335,92 22.433.840.000,00 13.527.283.770,00 18.602.220.000,00 61.252.759.565,92 121.606.908.502,72 23.555.532.000,00 14.203.647.958,50 19.532.331.000,00 64.315397.544,22 126.471.184.842,83 24.497.753.280,00 14.771.793.876,84 20.313.624.240,00 66.888.013.445,98 Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus 851.799.658.650,00 83.371.708.650,00 680.161.850.000,00 88.266.100.000,00 918.276.197.169,00 88.374.011.169,00 734.574.798.000,00 95.327.388.000,00 960.517.133.037,45 92.792.711.727,45 767.630.663.910,00 100.093.757.400,00 1.008.542.989.689,32 97.432.347.313,82 806.012.197.105,50 105.098.445.270,00 1.049.859.032.750,03 102.303.964.679,51 838.252.684.989,72 109.302.383.080,80 Lain‐Lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Hibah 221.042.948.150,00 208.335.525.039,00 216.974.374.093,68 225.972.521.372,93 235.344.957.297,55

(15)

Dana Darurat DBH Pajak dari Pemda Lainnya Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus Bantuan Keuangan Provinsi/ Pemda Lain Pendapatan Lainnya 57.627.934.550,00 135.564.593.000,00 27.824.400.000,00 61.085.610.623,00 117.728.468.580,00 29.493.864.000,00 63.834.463.101,04 122.437.607.323,20 30.673.618.560,00 66.707.013.940,58 127.335.111.616,13 31.900.563.302,40 69.708.829.567,91 132.428.516.080,77 33.176.585.834,50 Total Pendapatan

(16)

Tabel 11.2

Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Belanja

Daerah

Tahun ‐ 1 Tahun ‐ 2 Tahun ‐ 3 Tahun ‐ 4 Tahun ‐ 5

Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bansos Bantuan Pemda lain Belanja Tidak Terduga ‐ 709.348.288.482,00 3.752.021.000,00 ‐ 48.553.190.000,00 21.177.000.000,00 59.782.600.000,00 1.542.700.000,00 ‐ 737.024.185696,39 3.752.021.000,00 ‐ 51.981.045.214,00 22.672.096.200,00 64.003.251.560,00 1.651.614.620,00 ‐ 774.748.166.660,83 3.752.021.000,00 ‐ 54.580.097.474,70 23.805.701.010,00 67.203.414.138,00 1.734.195.351,00 ‐ 809.744.549.459,49 3.752.021.000,00 ‐ 57.309.102.348,44 24.995.986.060,50 70.563.584.844,90 1.820.905.118,55 ‐ 850.193.251.101,09 3.752.021.000,00 ‐ 60.174.557.465,86 26.245.785.363,53 74.091.764.087,15 1.911.950.374,48 Belanja ‐ ‐ ‐ ‐ ‐

(17)

Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang & Jasa Belanja Modal 21.420.053.453,00 160.847.698.541,00 190.056.077.975,00 23.159.361.793,38 173.908.531.662,53 153.805.337.139,94 23.622.549.029,25 177.386.702.295,78 168.024.304.868,91 24.095.000.009,84 180.934.436.341,70 183.109.461.564,51 24.576.900.010,98 184.553.125.068,53 199.108.701.480,42 Total Belanja

(18)

Tabel 11.3

Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Pembiayaan

Daerah

Tahun ‐ 1 Tahun ‐ 2 Tahun ‐ 3 Tahun ‐ 4 Tahun ‐ 5

Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Penerimaan Pembiayaan Penggunaan SiLPA Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pinjaman Piutang Daerah Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal Pembayaran Pokok Pinjaman Pemberian Pinjaman Daerah

11.2.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBN dalam 5 Tahun

Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulant kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14

(19)

dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut. Tabel 11.4 Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten Lamongan dalam 5 Tahun Terakhir Sektor Alokasi Tahun 1 Alokasi Tahun 2 Alokasi Tahun 3 Alokasi Tahun 4 Alokasi Tahun 5 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pengembangan Air Minum Pengembangan PLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan & Lingkungan Total Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.

Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.

(20)

Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya. Tabel 11.5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten Lamongan dalam 5 Tahun Terakhir Jenis DAK Tahun ‐ 1 Tahun ‐ 2 Tahun ‐ 3 Tahun ‐ 4 Tahun ‐ 5 (1) (2) (3) (4) (5) (6) DAK Air Minum DAK Sanitasi

11.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam 5 Tahun

Untuk perkembangan alokasi APBD untuk pembangunan bidang cipta karya kabupaten Lamongan dalam 5 tahun terakhir bisa dilihat pada tabel 11.6 dibawah ini.

Tabel 11.6

Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir

Sektor

Tahun ‐ 1 Tahun ‐ 2 Tahun ‐ 3 Tahun ‐ 4 Tahun ‐ 5

Alo‐ kasi % Alo‐ kasi % Alo‐ kasi % Alo‐ kasi % Alo‐ kasi % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Pengembangan

(21)

Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya Total Belanja APBD Tabel 11.7 Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir Sektor

Tahun ‐ 1 Tahun ‐ 2 Tahun ‐ 3 Tahun ‐ 4 Tahun ‐ 5

Alokasi APBN DD UB Alokasi APBN DD UB Alokasi APBN DD UB Alokasi APBN DD UB Alokasi APBN DD UB (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Total

(22)

11.3.2 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5 tahun terakhir

Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.

Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP‐SPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit.

11.3.3 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta dalam 5 tahun terakhir

Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost‐recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non‐cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha

(23)

pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Tabel 11.8

Perkembangan KPS Bidang CK dalam 5 Tahun Terakhir

Kegiatan Tahun Komponen

KPS Satuan Volume Nilai (Rp) Skema KPS Ket. Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan 11.4 Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya

Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan

pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2‐JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.

11.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan

Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap

(24)

bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata‐rata proporsi tahun‐tahun sebelumnya. Tabel 11.9 Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan Komponen APBD Realisasi Persentase Pertum‐ buhan Proyeksi

Y‐2 Y‐1 Y0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Pendapatan Asli Daerah xx xx xx % xx xx xx xx xx Dana Perimbangan DAU xx xx xx % xx xx xx xx xx DBH xx xx xx % xx xx xx xx xx DAK xx xx xx % xx xx xx xx xx ‐ DAK Air Minum xx xx xx % xx xx xx xx xx ‐ DAK SAnitasi xx xx xx % xx xx xx xx xx Lain Lain Pendapat‐ an yang Sah xx xx xx % xx xx xx xx xx Total APBD xx xx xx % xx xx xx xx xx 11.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan. Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima tahun ke depan dalam bentuk business plan. 11.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang CK Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta.

(25)

Tabel 11.10 Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun Ke Depan Nama Kegiatan Deskripsi Kegiatan Biaya Kegiatan (Rp) Kelayakan Finansial Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) IRR = ...

11.5 Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.

11.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPIJM dapat dihitung.

Pengelolaan Pendapatan Daerah

Kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai Undang‐undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang memberikan warna baru landasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sesuai

(26)

dengan Undang‐undang No. 32 tahun 2004 bertumpu pada upaya peningkatan efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan keuangan publik baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Dalam implementasinya pengelolaan keuangan daerah mengacu pada paket reformasi keuangan negara, yang dituangkan dalam beberapa peraturan perundang‐undangan yaitu Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang‐ Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pengelolaan keuangan daerah meliputi seluruh kegiatan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban dan pengawasan laporan keuangan daerah. Perencanaan dan penganggaran daerah merupakan proses kunci dalam penyusunan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pada saat proses perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi, serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. APBD hakekatnya adalah sebuah proses pengelolaan dana/belanja publik oleh pemerintah yang bersumber dari uang rakyat dan diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat. Sebagai sebuah instrumen pengelolaan uang rakyat, APBD seyogyanya menjamin berlangsungnya proses pengambilan keputusan yang dikaitkan dengan kebijakan pendapatan daerah dan belanja daerah.

Peran APBD yang cukup besar dalam konstelasi pembangunan daerah diharapkan dapat mengharmoniskan pengelolaan keuangan daerah, baik antara pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat, antara pemerintah daerah dan DPRD, ataupun antara pemerintahan daerah dan masyarakat. Dengan demikian, daerah dapat mewujudkan pengelolaan keuangan secara efektif

(27)

berdasarkan tiga pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.

Dalam penyusunan APBD, perlu dilakukan analisis mengenai kondisi dan proyeksi keuangan daerah untuk memperoleh proyeksi kemampuan daerah dalam mendanai rencana pembangunan dan dapat mengidentifikasi isu dan permasalahan strategis secara tepat. Dengan melakukan analisis keuangan daerah yang tepat akan melahirkan kebijakan efektif dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya belanja daerah sebagai komponen keuangan daerah dalam kerangka ekonomi makro diharapkan dapat memberikan dorongan atau stimulan terhadap perkembangan ekonomi daerah dalam kerangka pengembangan yang memberikan efek multiflier yang lebih besar bagi meningkatnya kesejahteraan rakyat yang lebih merata. Untuk itu maka kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah perlu disusun dalam kerangka yang sistimatis dan terpola.

11.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di Kabupaten Lamongan dan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPIJM, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, Satgas RPIJM Kabupaten Lamongan merumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain:

Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi;

1. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran; 2. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;

(28)

3. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya;

4. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur permukiman yang sudah ada;

5. Strategi pengembangan infrastruktur skala regional.

Gambar

Tabel	11.10		 Proyek	Potensial	yang	Dapat	Dibiayai	dengan	KPS	 dalam	5	Tahun	Ke	Depan	 Nama	 Kegiatan	 Deskripsi	Kegiatan	 Biaya	 Kegiatan	 (Rp)	 Kelayakan	Finansial	 Keterangan	 (1)	 (2)	 (3)	 (4)	 (5)	 	 	 	 IRR	=	...

Referensi

Dokumen terkait

Sepanjang kontrak kerja adalah „bebas‟, apa yang diperoleh pekerja tidak ditentukan oleh nilai sesungguhnya dari barang-barang yang dihasilkannya, tetapi oleh kebutuhan

Rerata motilitas spermatozoa pada kelompok KM2 dibandingkan dengan KM3 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan (p=0,000) berarti pemberian ekstrak kulit manggis

Hasil penelitian ini semakin diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2014) dengan judul penelitian “ Self efficacy dan prokrastinasi pada mahasiswa

Bagi Universitas penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi dengan terus berinovasi ketika mengadakan kegiatan kemahasiswaan, khususnya LKMM, yang berguna untuk

Penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan gambaran spatial dan temporal kasus DBD, mengidentifikasi faktor risiko perilaku, demografi, dan geografi terhadap penyebaran

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu karena penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan hasil belajar yang menerapkan

Hasil penelitian menunjukan secara umum terdapat perbedaan penguasaan konsep yang signifikan (p= 0,00) antara kelas eksperimen yang belajar dengan menerapkan model project

Sebelum mendapatkan polis yang berisi syarat-syarat umum dan khusus, calon pemegang polis akan memperoleh gambaran 12 Terdapat dalam polis Unit Link Syariah PT. AXA Financial