• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR. Gambar 4.1 Tanggapan Responden Indikator Identifikasi Biaya Lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR GAMBAR. Gambar 4.1 Tanggapan Responden Indikator Identifikasi Biaya Lingkungan"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 34

Gambar 4.1 Tanggapan Responden Indikator Identifikasi Biaya Lingkungan ... 67

Gambar 4.2 Tanggapan Responden Indikator Klasifikasi Biaya Lingkungan ... 68

Gambar 4.3 Tanggapan Responden Indikator Alokasi Biaya Lingkungan Pada Produk ... 70

Gambar 4.4 Tanggapan Responden Indikator Alokasi Biaya Lingkungan Pada Proses Produksi ... 71

Gambar 4.5 Tanggapan Responden Indikator Estimasi Biaya Siklus Hidup Produk ... 72

Gambar 4.6 Tanggapan Responden Indikator Analisis Persediaan Produk ... 73

Gambar 4.7 Tanggapan Responden Indikator Analisis Dampak Produk ... 74

Gambar 4.8 Tanggapan Responden Indikator Analisis Perbaikan Produk ... 75

Gambar 4.9 Tanggapan Responden Indikator Pengenalan Produk Baru ... 78

Gambar 4.10 Tanggapan Responden Indikator Modifikasi Produk ... 79

Gambar 4.11 Tanggapan Responden Indikator Kecenderungan Menjadi Pelopor ... 80

Gambar 4.12 Tanggapan Responden Indikator Portofolio Produk ... 81

Gambar 4.13 Penolakan dan Penerimanaan Akuntansi Manajemen Lingkungan Terhadap Inovasi Produk ... 91

(2)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Perusahaan Makanan dan Minuman

... 2 Grafik 4.1 Normal P-P Plot dari program SPSS ... 86 Grafik 4.2 Hasil Uji Heterokedasitas ... 87

(3)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kartu Bimbingan Lampiran 2. Kuesioner

Lampiran 3. Data Penelitian Lampiran 4. Hasil Penelitian

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di era ekonomi modern seperti saat ini, adanya berbagai isu yang berkaitan dengan lingkungan seperti global warming. Kata-kata ini sedang menjadi isu yang hangat di berbagai media, baik elektronik maupun nonelektronik. Hal ini menyebabkan perusahaan atau masyarakat dituntut untuk mengurangi dampak dari global warming tersebut (Rustika, 2011).

Problematika limbah kemasan di Indonesia tampaknya belum menjadi isu nasional seperti di negara-negara industri maju. Penggunaan bahan kemas secara berulang (multi trip) industri tertentu atau kemasan semidipossable yang digunakan untuk kepentingan lain, besar perannya dalam rnenanggulangi masalah limbah. Corporate Development BPPI, Satyahadi (2014) mengatakan dalam Print Media bahwa dalam rentang waktu 5 (lima) tahun terakhir, di Indonesia terjadi peningkatan jumlah terus menerus yang signifikan seiring bertambahnya volume jumlah produksi produk – produk pangan dalam kemasan yang terjual. Dari data yang ada, dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir diperoleh data setidaknya terdapat 16,9 milyar limbah bungkus mie instan, 13,7 milyar limbah bungkus snack makanan ringan dan 1,5 milyar limbah bungkus permen atau kembang gula.Angka yang tidak kalah spektakulernya juga ditemukan pada limbah Kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Untuk kemasan volume 600 ml,

(5)

dihasilkan limbah kemasan plastik sebanyak 18,9 milyar, sedangkan untuk kemasan volume 240 ml dihasilkan limbah sebanyak 56,3 milyar.

Berikut ini tampak grafik laju pertumbuhan perusahaan makanan dan minuman pada grafik 1.1.

Grafik 1.1

Laju Pertumbuhan Perusahaan Makanan dan Minuman

Sumber: Kemenprin

Pada tahun 2008, laju pertumbuhan perusahaan makanan dan minuman menurun drastis bila dibanding tahun 2007. Laju pertumbuhan sektor ini tahun 2008 hanya sebesar 2,34 %. Demikian hal nya laju pertumbuhan tahun 2010 menurun drastis dari tahun 2009. Laju pertumbuhan tahun 2010 hanya sebesar 2,78 %. Hal ini disebabkan karena adanya krisis global tahun 2008 dan 2010 yang juga mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan hanya setahun dari krisis global 2008 laju pertumbuhan perusahaan sektor makanan dan minuman mampu naik menjadi 11,22 %. Demikian hal nya pada tahun 2011 mampu mencapai laju pertumbuhan sebesar 9,19 %, dan tahun 2012 menurun menjadi 7,74 %. Kondisi ini menggambarkan betapa besarnya potensi pasar Indonesia untuk produk makanan dan minuman. Kegiatan industri memberi

0 2 4 6 8 2008 2009 2010 2011 2012

(6)

dampak langsung terhadap lingkungan sekitarnya telah menciptakan perubahan dalam lingkungan perusahaan baik internal, maupun eksternal (Kemenprin).

The International Federation of Accountants (1998) dalam Ikhsan (2009:53) mendefinisikan akuntansi manajemen lingkungan sebagai pengembangan manajemen lingkungan dan kinerja ekonomi seluruhnya serta implementasi dari lingkungan yang tepat dengan hubungan sistem akuntansi dan praktik. Ketika ini mencakup pelaporan dan audit dalam beberapa perusahaan, akuntansi manajemen lingkungan khususnya melibatkan siklus hidup biaya, akuntansi biaya penuh, penilaian keuntungan dan perencanaan strategi untuk manajemen lingkungan.

Menurut Suharjo (2014), PT Nutrifood membuat produk minuman L-men water ternyata produk tersebut tidak sesuai dengan visi P.T Nutrifood yaitu membantu pelanggan kami untuk hidup sehat lebih lama melalui reputasi dan brand kami yang terkenal, disebabkan oleh produk yang gagal. Produk tersebut, dibuat dengan kemasan yang tidak higienis, terdapat lendir dibawah botol kemasan. Oleh karena itu, perusahaan langsung menarik produk tersebut dari pasaran sebanyak 100 dus. Menggantinya dengan kemasan yang lebih baik dan higienis.

Masalah lain muncul dari tercemarnya Sungai Jagir, Wonorejo, Surabaya benar – benar mengejutkan dan membuat prihatin warga. Dan ternyata kejadian seperti ini telah berlangsung sering dan cukup lama efek dari ulah salah satu perusahaan / pabrik yang sedang melakukan cuci masal mesin-mesinnya. Limbah cuci tersebut dibuang begitu saja ke Sungai Jagir tanpa filter sehingga

(7)

menyebabkan Sungai tersebut tercemar berton-ton limbah detergent dan mengakibatkan ikan-ikan dan tumbuhan di Sungai mati. Gelembung putih limbah detergent tersebut tiba-tiba muncul dari pintu air yang berada di dekat sungai dan langsung menyebar dan menutup sungai mulai dari dermaga wisata ecopark wonorejo hingga ke pesisir selat Madura. Lembaga Kajian Ekologi dan Konversi Lahan Basah (Ecoton) akhirnya mendesak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Surabaya untuk membersihman Limbah Detergent yang susah untuk terurai tersebut. Karena ditakutkan nantinya bisa membunuh biota hewan dan tumbuhan di Sungai Jagir tersebut (Listiawan, 2015).

Adanya fakta permasalahan diatas yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur di Indonesia menyebabkan sebuah lingkungan bisnis harus mampu mempertahankan proses bisnisnya sehingga perusahaan harus menerapkan strategi yang sesuai demi tercapainya going concern perusahaan serta. Sebuah perusahaan menetapkan kebijakan yang berfokus pada hal-hal yang cenderung berhubungan dengan dampak langsung dari proses bisnis oleh suatu perusahaan seperti membersihkan polusi yang ada dan mencoba untuk mengurangi polusi dari sumber titik pembuangan, kemudian strategi manajemen berpindah ke arah modifikasi proses-proses produksi sehingga dapat meminimalkan jumlah polusi yang dihasilkan (Purwanto, 2007).

(8)

Menurut Husin (2015), pesatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat terhadap consumer goods turut mendorong tumbuhnya industri kemasan nasional sebesar 8% pada tahun 2014. Sementara itu, perkembangan pesat industri kemasan tidak pula terlepas dari penerapan teknologi yang makin efisien, praktis, dan ramah lingkungan.

Selanjutnya, Husin (2015) memastikan, inovasi dan variasi pada produk-produk kemasan dapat terus berkembang sesuai dengan kebutuhan konsumen yang menginginkan bentuk dan desain yang menarik, praktis, aman dalam arti melindungi produk dari berbagai kemungkinan kontaminasi. Demikian pula dengan adanya tuntutan terhadap produk kemasan yang ramah lingkungan perlu menjadi perhatian dalam pengembangan industri kemasan secara berkesinambungan.

Di sisi lain, Husin (2015) juga menyampaikan, tujuan pembangunan di sektor industri adalah memantapkan struktur industri yang menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi, berdaya saing global, dan berwawasan lingkungan, sehingga diharapkan sektor industri, khususnya industri kemasan dapat memiliki keunggulan kompetitif agar dapat lebih berperan dalam menggerakkan pembangunan nasional.

Namun untuk mencapai target pembangunan ekonomi tidaklah mudah karena terdapat berbagai tantangan bagi industri nasional untuk lebih berdaya saing, seperti masalah ketersediaan sumber daya alam yang semakin menipis juga ketergantungan terhadap bahan baku impor yang masih tinggi hingga masalah pengelolaan limbah, papar Husin (2015).

(9)

Terlebih lagi di tingkat global, tuntutan untuk diterapkannya standar industri semakin tinggi terutama yang menitikberatkan pada upaya efisiensi sumber daya alam dan energi, diversifikasi energi, serta eco-design dan teknologi rendah karbon dengan sasaran peningkatan produktivitas dan minimalisasi limbah. "Isu lingkungan saat ini menjadi salah satu hambatan perdagangan (barriers to trade) untuk penetrasi pasar suatu negara," ujar Husin (2015).

Hambatan tersebut diterapkan melalui berbagai macam standar, baik itu standar international (ISO, ekolabel) maupun persyaratan pembeli. Oleh karena itu, Menperin mengharapkan, dunia usaha perlu mengantisipasi hambatan yang diterapkan oleh beberapa negara tujuan ekspor produk nasional.

Menghadapi kondisi persaingan yang makin kompetitif, lingkungan bisnis yang tidak dapat diprediksi, dan permintaan konsumen yang sangat kompetitif menuntut perushaan untuk mencari solusi baru dalam memformulasikan strategi perusahaan demi mempertahankan kelangsungan hidup dan daya saing perusahaan. Khususnya dalam hal pengembangan produk inovasi perlu terus dikembangkan dan dilakukan (never ending innovation). Tanpa inovasi perusahaan akan mati sebaliknya perusahaan yang melakukan inovasi secara terus menurus akan dapat mendominasi pasar, dengan kreasi, model dan penampilan produk yang baru. Implementasi inovasi ini sangat ditentukan oleh kebutuhan konsumen dan trend masa sekarang, sehingga konsumen tidak bosan akan produk yang dihasilkan (Ellitan, 2009:36).

(10)

Inovasi juga dibutuhkan dalam suatu bisnis. Inovasi umumnya dianggap sebagai aspek penting dari sebagian proses bisnis, karena dapat memberikan keunggulan kompetitif (Ramadhani, 2011).

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Ferreira et al (2009) mengenai pengaruh penerapan akuntansi manajemen lingkungan dan strategi bisnis terhadap inovasi produk dan inovasi proses pada perusahaan - perusahaan besar di Australia. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara penerapan akuntansi manajemen lingkungan dan inovasi proses. Akan tetapi, sebaliknya mempunyai hubungan negativ dengan inovasi produk. Selanjutnya, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa strategi merupakan penggerak lahirnya sebuah inovasi proses. Namun demikian, tidak ditemukan hasil statistik yang signifikan antara penerapan akuntansi manajemen lingkungan dan strategi perusahaan.

Penelitian selanjutnya yang menjadi acuan berikutnya adalah penelitian yang dilakukan Ayuningtyas (2012) mengenai pengaruh akuntansi manajemen lingkungan terhadap kinerja perusahaan dengan inovasi dan keunggulan bersaing sebagai variabel intervening. Hasil penelitian menyatakan bahwa, akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh positif signifikan terhadap inovasi. Akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Keunggulan bersaing berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan.

(11)

Berdasarkan uraian di atas, Penulis melakukan penelitian dengan judul : “PENGARUH AKUNTANSI MANAJEMEN LINGKUNGAN TERHADAP INOVASI PRODUK”. Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur. 1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah dalam penelitian ini : 1. Bagaimana penerapan akuntansi manajemen lingkungan di perusahaan

manufaktur ?

2. Bagaimana inovasi produk pada perusahaan manufaktur ?

3. Seberapa besar pengaruh akuntansi manajemen lingkungan terhadap inovasi produk di perusahaan manufaktur ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penerapan akuntansi manajemen lingkungan di perusahaan manufaktur.

2. Untuk mengetahui inovasi perusahaan pada perusahaan manufaktur.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh akuntansi manajemen lingkungan terhadap inovasi produk di perusahaan manufaktur.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain :

1. Perusahaan, penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan performa perusahaan yang berkaitan dengan penerapan sistem akuntansi manajemen lingkungan, baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi lingkungan.

(12)

2. Peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi sumber referensi dan informasi untuk memungkinkan penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan tentang akuntansi manajemen lingkungan.

1.5 Sistematika Penulisan

Pembahasan-pembahasan dala penulisan ini, akan penulis sistematikkan ke dalam 5 (lima) bab, yang setiap babnya membahas secara garis besarnya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian dan Sistematika Pembahasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, yang meliputi Teori Akuntansi Manajemen Lingkungan, Tujuan Akuntansi Manajemen lingkungan, Peniliaian Biaya Siklus Hidup Produk, Maanfaat Bagi Industri, Teori Inovasi Produk, Penelitian Terdahulu, Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN, yang meliputi metode penelitian yang digunakan, sumber data dan teknik pengumpulan data, instrument penelitian, teknik analisis data serta pengujian kredibilitas data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, yang meliputi hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pengaruh Akuntansi Manajemen Lingkungan Terhadap Inovasi Produk.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN TERDAHULU, KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi Akuntansi Manajemen Lingkungan

Akuntansi manajemen lingkungan (Environmental Management Accounting) merupakan salah satu sub sistem dari akuntansi lingkungan yang menjelaskan sejumlah persoalan mengenai persoalan penguantifikasian dampak – dampak bisnis perusahaan ke dalam sejumlah unit moneter. Akuntansi manajemen lingkungan juga dapat digunakan sebagai suatu tolak ukur dalam kinerja lingkungan (Ikhsan, 2009; 49).

Akuntansi manajemen lingkungan menurut Burrit (2004) :

Environmental management accounting (EMA) is concerned with the accounting information needs of managers in relation to corporate activities that affect the environment as well as environment-related impacts on the corporation.

Akuntansi manajemen lingkungan (AML) berkaitan dengan kebutuhan informasi akuntansi manajer dalam kaitannya dengan kegiatan perusahaan yang mempengaruhi lingkungan serta dampak lingkungan yang terkait pada perusahaan.

(14)

Akuntansi Manajemen Lingkungan menurut Burrit (2005) : Environmental management accounting is a relatively new environmental management tool initially designed to trace and track environmental costs and physical environmental flows.

Akuntansi manajemen lingkungan adalah alat pengelolaan lingkungan yang relatif baru awalnya dirancang untuk melacak dan melacak biaya lingkungan dan arus lingkungan fisik.

Pandangan bahwa akuntansi manajemen lingkungan secara dominan berhubungan terhadap penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan internal yang konsisten dengan definisi US EPA (1995), dimana US EPA menjelaskan akuntansi manajemen lingkungan sebagai “suatu proses pengidentifikasian, pengumpulan dan penganalisisan informasi tentang biaya – biaya dan kinerja untuk membantu pengambilan keputusan organisasi” (Ikhsan, 2009; 49).

The International Federation of Accountants (1998) dalam Ikhsan (2009) mendefinisikan akuntansi manajemen lingkungan sebagai:

Pengembangan manajemen lingkungan dan kinerja ekonomi seluruhnya serta implementasi dari lingkungan yang tepat – hubungan sistem akuntansi dan praktik. Ketika ini mencakup pelaporan dan audit dalam beberapa perusahaan, akuntansi manajemen lingkungan khususnya melibatkan siklus hidup biaya, akuntansi biaya penuh, penilaian keuntungan dan perencanaan strategik untuk manajemen lingkungan.

(15)

The United Nations Divisions for Sustainable Development (UNDSD) (2001) dalam Ikhsan (2009) menyediakan suatu definisi yang lain dari akuntansi manajemen lingkungan. Definisi tersebut mengutamakan bahwa sistem akuntansi manajemen lingkungan menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan internal, dimana informasi dapat juga terfokus secara fisik atau moneter.

Akuntansi manajemen lingkungan yang dikembangankan oleh Burrit et al (2002) mengintegrasi dua kompenen lingkungan, yaitu monetary environmental management accounting (MEMA) dan physical environmental management accounting (PEMA). Dampak lingkungan pada sistem ekonomi dinyatakan dalam bentuk monetary environmental information yaitu semua dampak masa lalu, sekarang dan pada waktu yang akan datang dari aliran uang, misalnya: pengeluaran dan pendapatan karena produksi bersih, denda karena melanggar aturan lingkungan. Sedangkan dampak lingkungan terhadap sistem lingkungan dinyatakan dalam physical environmental information.

Tabel 2.1 Elemen EMA

Akuntansi dalam unit moneter Akuntansi dalam unit fisik Akuntansi

Konvensional

Akuntansi Manajemen Lingkungan Alat Pengukuran lainnya

MEMA PEMA

Sumber: UNDSD, 2003;8

Pada tingkat perusahaan, physical environmental information termasuk semua material dan energi yang dikularkan pada masa lalu, sekarang dan pada waktu yang akan datang mempengaruhi sistem ekologi. Physical environmental

(16)

information selalu dinyatakan dalam satuan fisik, misalnya: kilogram atau joules. Dalam mengukur pengaruh akuntansi manajemen lingkungan, pemilihan kegiatan EMA sendiri berasal dari Hansen & Mowen 2011. Item tersebut adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi biaya lingkungan 2. Klasifikasi biaya lingkungan

3. Alokasi biaya lingkungan pada proses produksi 4. Alokasi biaya lingkungan pada produk

5. Penilaian biaya siklus hidup produk 6. Analisis persediaan produk

7. Analisis dampak produk 8. Analisis perbaikan produk

Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, akuntansi manajemen lingkungan adalah proses pengidentifikasian, pengumpulan dan penganalisisan biaya-biaya dan arus informasi bersifat fisik yang bermanfaat bagi pihak internal perusahaan dalam pengambilan keputusan.

2.1.2 Tujuan Akuntansi Manejemen Lingkungan

Dalam dunia bisnis yang ideal, perusahaan-peusahaan cenderung akan menggambarkan aspek lingkungan dalam proses akuntansi mereka melalui sejumlah pengidentifikasian terhadap biaya-biaya, produk-produk, proses-proses, dan jasa. Meskipun sistem akuntansi konvensional memiliki peran penting dalam perkembangan dunia bisnis, akan tetapi sistem akuntansi konvensional yang ada

(17)

tidak cukup mampu untuk disesuaikan pada biaya-biaya lingkungan dan sebagai hasilnya hanya mampu menunjukkan akun untuk biaya umum tak langsung.

Akuntansi manajemen lingkungan (AML) dikembangkan untuk berbagai keterbatasan dalam akuntansi tradisional. Beberapa poin berikut ini dapat menjadi alasan mengapa dan apa yang dapat diberikan oleh AML dibandingkan dengan akuntansi manajemen tradisional;

1. Meningkatnya tingkat kepentingan ‘Biaya terkait lingkungan’. Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan, peraturan terkait lingkungan menjadi semakin ketat sehingga bisnis harus mengeluarkan investasi yang semakin besar untuk mengakomodasi kepentingan tersebut. Jika dulu biaya pengelolaan lingkungan relatif kecil, kini jumlahnya menjadi cukup signifikan bagi perusahaan. Banyak perusahaan yang kemudian menyadari bahwa potensi untuk meningkatkan efisiensi muncul dari besarnya biaya lingkungan yang harus ditanggung.

2. Lemahnya komunikasi bagian akuntansi dengan bagian lain dalam perusahaan. Walaupun keseluruhan perusahaan mempunyai visi yang sama tentang ‘biaya’, namun tiap-tiap departemen tidak selalu mampu mengkomunikasikannya dalam bahasa yang dapat diterima oleh semua pihak. Jika di satu sisi bagian keuangan menginginkan efisiensi dan penekanan biaya, di sisi lain bagian lingkungan menginginkan tambahan biaya untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Walaupun eco-efficiency bisa menjadi jembatan antar kepentingan ini, namun kedua bagian tersebut berbicara dari sudut pandang yang berseberangan.

(18)

3. Menyembunyikan biaya lingkungan dalam pos biaya umum (overhead). Ketidakmampuan akuntansi tradisional menelusuri dan menyeimbangkan akuntansi lingkungan dengan akuntansi keuangan menyebabkan semua biaya dari pengolahan limbah, perizinan dan lain-lain digabungkan dalam biaya overhead; sebagai konsekuensinya biaya overhead menjadi ‘membengkak’.

4. Ketidaktepatan alokasi biaya lingkungan sebagai biaya tetap. Karena secara tradisional biaya lingkungan tersembunyi dalam biaya umum, pada saat diperlukan, akan menjadi sulit untuk menelusuri biaya sebenarnya dari proses, produk atau lini produksi tertentu. Jika biaya umum dianggap tetap, biaya limbah sesungguhnya merupakan biaya variabel yang mengikuti volume limbah yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat produksi.

5. Ketidaktepatan perhitungan atas volume (dan biaya) atas bahan baku yang terbuang. Berapa sebenarnya biaya limbah? Akuntansi tradisional akan menghitungnya sebagai biaya pengelolaannya, yaitu biaya pembuangan atau pengolahan. AML akan menghitung biaya limbah sebagai biaya pengolahan ditambah biaya pembelian bahan baku. Sehingga biaya limbah yang dikeluarkan lebih besar (sebenarnya) daripada biaya yang selama ini diperhitungkan

6. Tidak dihitungnya keseluruhan biaya lingkungan yang relevan dan signifikan dalam catatan akuntansi.

(19)

Banyak sekali biaya yang terkait dengan pengelolaan lingkungan yang seharusnya diperhitungkan dengan benar agar tidak terjadi kesalahan pengambilan keputusan. Biaya tersebut umumnya meliputi biaya pengelolaan limbah, biaya material dan energi, biaya pembelian material dan energi dan biaya proses.

Penting untuk diketahui bahwa, ketika akuntansi manajemen lingkungan mendukung pengambilan keputusan internal, penerapan akuntansi manajemen lingkungan tidak menjamin setiap tingkat kinerja keuangan atau lingkungan tertentu. Bagaimanapun juga, karena organisasi-organisasi dan program-program mempunyai sasaran tentang pengecilan biaya terutama biaya lingkungan yang memperkecil dampak lingkungan, AML meyediakan satu himpunan penting informasi untuk mencapai tujuan.

Terdapat beberapa alasan mengapa AML sangat bermanfaat bagi industri, antara lain:

1. Kemampuan secara akurat meneliti dan mengatur penggunaan arus tenaga dan bahan-bahan, termasuk polusi/sisa volume, jenis-jenis lain dan sebagainya.

2. Kemampuan secara akurat mengidentifikasi, mengestimasi, mengalokasikan, mengatur atau mengurangi biaya-biaya, khususnya biaya yang berhubungan dengan lingkungan.

3. Informasi yang lebih akurat dan lebih menyeluruh dalam mendukung penetapan dari dan keikutsertaan di dalam program-program sukarela, penghematan biaya untuk memperbaiki kinerja lingkungan.

(20)

4. Informasi yang lebih akurat dan menyeluruh untuk mengukur dan melaporkan kinerja lingkungan, seperti meningkatkan citra perusahaan pada stakeholder, pelanggan, masyarakat lokal, karyawan, pemerintah dan penyedia keuangan.

2.1.3 Biaya Lingkungan

Biaya lingkungan adalah biaya-biaya yang terjadi karena adanya kualitas lingkungan yang buruk atau karena kualitas lingkungan yang buruk yang mungkin terjadi. Maka, biaya lingkungan berhubungan dengan kreasi, deteksi, perbaikan, dan pencegahan degradasi lingkungan. Dengan definisi ini, biaya lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori: biaya pencegahan (prevention cost), biaya deteksi (detection cost), biaya kegagalan internal (internal failure cost), dan biaya kegagalan eksternal (external failure cost). Selanjutnya, biaya kegagalan eksternal dapat dibagi lagi menjadi kategori yang direalisasi dan yang tidak direalisasi.

2.1.3.1 Klasifikasi Biaya Lingkungan

Biaya lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori (Hansen & Mowen, 2011:413-414) : biaya pencegahan (prevention cost), biaya deteksi lingkungan (environmental prevention cost), biaya kegagalan internal (internal failure cost), dan biaya kegagalan eksternal (external failure cost). Selanjutnya biaya kegagalan eksternal dibagi lagi menjadi kategori yang direalisasikan dan yang tidak direalisasikan.

(21)

Biaya pencegahan lingkungan (environmental prevention cost) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah dan/atau sampah yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Contoh-contoh aktivitas pencegahan adalah evaluasi dan pemilihan pemasok, evaluasi dan pemilihan alat untuk mengendalikan polusi, desain proses dan produk untuk mengurangi atau menghapus limbah, melatih pegawai, mempelajari dampak lingkungan pelaksanaan penelitian lingkungan, pengembangan sistem manajemen lingkungan, daur ulang produk, dan pemerolehan sertifikasi ISO 14001.

Biaya deteksi lingkungan (environmental detection cost) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan apakah produk, proses dan aktivitas lainnya di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak. Standar lingkungan dan prosedur yang diikuti oleh perusahaan didefinisikan dalam tiga cara yaitu peratuan pemerintah, standar sukarela (ISO 14001) yang dikembangkan oleh International Standards Organization, dan kebijakan lingkungan yang dikembangkan oleh manajemen. Contoh-contoh aktivitas deteksi adalah audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk dan proses agar ramah lingkungan, pengembangan ukuran kinerja lingkungan, pelaksanaan pengujian pencemaran, verifikasi kinerja lingkungan dari pemasok, dan pengukuran tingkat pencemaran.

Biaya kegagalan internal lingkungan (environmental internal failure cost) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar. Jadi, biaya kegagalan internal terjadi untuk menghilangkan dan mengolah limbah dan sampah ketika

(22)

diproduksi. Aktivitas kegagalan internal bertujuan untuk memastikan bahwa limbah dan sampah yang diproduksi tidak dibuang ke lingkungan luar dan untuk mengurangi tingkat limbah yang dibuang sehingga jumlahnya tidak melewati standar lingkungan. Aktivitas kegagalan internal misalnya pengoperasian peralatan untuk mengurangi atau menghilangkan polusi, pengolahan dan pembuangan limbah beracun, pemeliharaan peralatan polusi, lisensi fasilitas untuk memproduksi limbah, dan daur ulang sisa bahan.

Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure cost) adalah biaya – biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke dalam lingkungan. Biaya kegagalan eksternal yang direalisasi (realized external failure cost) adalah biaya yang dialami dan dibayar oleh perusahaan. Biaya eksternal yang tidak direalisasikan (unrealized external failure cost) atau biaya sosial (societal cost), disebabkan oleh perusahaan tetapi dialami dan dibayar oleh pihak-pihak di luar perusahaan. Biaya sosial lebih lanjut dapat diklasifikasikan sebagai biaya yang berasal dari degradasi lingkungan dan biaya yang berhubungan dengan dampak buruk terhadap properti atau kesejahteraan masyarakat.

2.1.3.2 Pembebanan Biaya Lingkungan

Produk dan proses merupakan sumber-sumber biaya lingkungan (Hansen & Mowen, 2011:419). Dimana kegiatan tersebut menimbulkan dampak yang signifkan terhadap kualitas lingkungan yang dimiliki perusahaan. Proses yang memproduksi produk dapat menciptakan residu padat, cair, dan gas yang selanjutnya dilepas ke lingkungan. Residu ini memiliki potensi mendegradasi

(23)

lingkungan. Dengan demikian, residu merupakan penyebab biaya kegagalan lingkungan internal dan eksternal misalnya, investasi pada peralatan untuk mencegah penyebaran residu ke lingkungan dan pembersihan residu setelah memasuki lingkungan. Pengemasan juga merupakan sumber biaya lingkungan. 2.1.3.3 Biaya Produk Lingkungan

Biaya lingkungan dari proses yang memproduksi, memasarkan, dan mengirimkan produk serta biaya lingkungan pasca pembelian yang disebabkan oleh penggunaan dan pembuangan produk merupakan contoh-contoh biaya produk lingkungan (environmental product costs). Pembiayaan lingkungan penuh (environmental full costing) adalah semua pembebanan biaya lingkungan, baik yang secara privat maupun sosial, pada produk. Penghitungan biaya privat penuh (full private costing) adalah pembebanan biaya privat pada produk individual. Jadi, penghitungan biaya privat membebankan biaya lingkungan yang disebabkan proses internal pada produk (Hansen & Mowen, 2011:421).

Pembebanan biaya lingkungan pada produk dapat menghasilkan informasi manajerial yang bermanfaat. Contohnya, mungkin dapat diketahui bahwa suatu produk tertentu lebih bertanggung jawab atas limbah beracun daripada produk lainnya. Informasi ini dapat mengarah pada desain produk dan proses alternatif yang efisien dan ramah lingkungan. Dengan membebankan biaya lingkungan secara tepat, maka akan diketahui apakah suatu produk menguntungkan atau tidak. Jika tidak menguntungkan, produk tersebut dapat dihentikan guna mencapai perbaikan yang signifikan dalam kinerja lingkungan dan efisiensi ekonomi (Hansen & Mowen, 2011:421).

(24)

2.1.3.4 Target Costing

Target costing merupakan penentuan biaya yang diharapkan untuk suatu produk berdasarkan harga yang kompetitif sehingga produk tersebut memperoleh laba sesuai yang diharapkan (Hansen & Mowen, 2011:421). Perusahaan mempunyai dua pilhan untuk menurunkan biaya sampai pada target biaya yaitu:

1. Dengan cara mengintegrasikan tekhnologi manufaktur baru, menggunakan teknik-teknik manajemen biaya yang canggih dan mencari produktivitas yang lebih tinggi melalui perbaikan organisasi dan hubungan tenaga kerja, perusahaan akan dapat menurunkan biaya. Pendekatan ini diimplementasikan dengan menentukan biaya standar (standart costing).

2. Dengan melakukan desain ulang terhadap produk atau jasa, perusahaan dapat menurunkan biaya sampai mencapai level target biaya (target costing). Metode ini lebih umun karena mengakui bahwa keputusan desain mempunyai pengaruh yang besar terhadap total biaya selama siklus hidup produk. Dengan memberi perhatian yang cermat pada desain dimungkinkan untuk menurunkan biaya total secara signifikan.

2.1.4 Penilaian Biaya Siklus Hidup Produk

Biaya produk lingkungan dapat menunjukkan kebutuhan untuk meningkatkan pembenahan produk perusahaan. Pembenahan produk (product stewardship) adalah praktik mendesain, membuat, mengolah dan mendaur ulang produk untuk meminimalkan dampak buruknya terhadap lingkungan. Penilaian siklus hidup adalah sarana untuk meningkatkan pembenahan produk. Penilaian siklus hidup (life cycle assessment) mengidentifikasi pegaruh lingkungan dari suatu produk disepanjang siklus hidupnya dan kemudian mencari peluang untuk memperoleh perbaikan lingkungan. Penilaian biaya siklus hidup membebankan

(25)

biaya dan keuntungan pada pengaruh lingkungan dan perbaikan (Hansen & Mowen 2011:423).

Sedangkan menurut Tri Purwanto (2000), life cycle assessment adalah: Proses mengevaluasi dampak yang dipunyai produk terhadap lingkungan di seluruh periode hidupnya yang karena itu meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan menurunkan pertanggungan (liabilities). Dapat digunakan untuk mempelajari dampak lingkungan pada produk atau fungsi produk yang didesain untuk bekerja.

Life Cycle Assessment dapat digunakan bagi pengembangan keputusan – keputusan strategi bisnis, bagi produk, dan desain proses serta perbaikan. Siklus hidup produk bermula ketika material mentah diekstrasi dari dalam bumi, diikuti oleh pembuatan, transportasi, dan penggunaan lalu berakhir pada manajemen limbah termasuk pendaur ulangan dari pembuangan akhir. Pada setiap tahapan siklus hidup terjadi emisi dan konsumsi sumber daya. Dampak lingkungan dari keseluruhan siklus hidup produk dan jasa perlu diketahui, sehingga pemikiran siklus hidup diperlukan (Tri Purwanto, 2000).

2.1.5 Inovasi

Inovasi atau innovation berasal dari kata to innovate yang mempunyai arti membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. Konsep inovasi mempunyai sejarah yang panjang dan pengertian yang berbeda – beda berdasarkan pada persaingan antara perusahaan – perusahaan yang memanfaatkannya sebagai daya saing. Inovasi dapat didefinisikan sebagai “proses teknologis, manajerial dan sosial, dimana gagasan atau konsep baru pertama kali

(26)

diperkenalkan untuk dipraktikan dalam suatu kultur (Quinn, Baruch & Zein, 1996). Sedangkan menurut Hartini (2004), Inovasi merupakan factor penentu dalam persaingan industri dan merupakan senjata tangguh dalam menghadapi persaingan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa inovasi adalah suatu proses atau pengembangan ide maupun gagasan baru yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Fokus utama inovasi adalah penciptaan gagasan baru, yang ada gilirannya akan diimplementasikan kedalam produk baru, proses baru. Adapun tujuan utama proses inovasi adalah memberikan dan menyalurkan nilai pelanggan yang baik.

Josef Schumpeter sering dianggap sebagai ahli ekonomi pertama yang memberikan perhatian pada pentingnya suatu inovasi. Schumpeter (1949) dalam Hermana (2006) menyebutkan bahwa inovasi terdiri dari lima unsur, yaitu;

1. Memperkenalkan produk baru atau perubahan kualitatif pada produk yang sudah ada

2. Memperkenalkan proses baru ke industri 3. Membuka pasar baru

4. Mengembangkan sumber pasokan baru pada bahan baku atau masukan lainnya

5. Perubahan pada organisasi industri

Ukuran inovasi dibagi dalam dua kelompok (Hermana, 2006), yaitu ukuran yang berhubungan dengan output dan input. Ukuran output misalnya, (a) produk atau proses baru yang dikembangkan, (b) persentase penjualan dari produk

(27)

atau proses baru tersebut, (c) kekayaan intelektual yang dihasilkan (paten, merek, atau desain), dan (d) kinerja persuahaan. Sedangkan ukuran inovasi yang berkaitan dengan input adalah (a) investasi di bidang penelitian dan pengembangan, (b) kekayaan intelektual, (c) biaya akuisisi teknologi baru, (d) biaya produksi pertama produk baru, (e) asset tak berwujud, (f) biaya pemasaran dan pelatihan untuk produk baru, dan (g) perubahan organisasi dan metode manajerial.

Sedangkan Radenakers (2005) membagi inovasi ke dalam beberapa tipe yang mempunyai karakteristik masing – masing, yaitu;

Tabel 2.2 Tipe Inovasi

Tipe Inovasi Karakteristik

1. Inovasi Produk Produk, jasa, atau kombinasi keduannya yang baru

2. Inovasi Proses Metode baru dalam menjalankan kegiatan bernilai tambah (misalnya distribusi atau produksi, yang lebih baik atau lebih murah)

3. Inovasi Organisasional Metode baru dalam mengelola, mengkoordinasi dan mengawasi pegawai, kegiatan, dan tanggung jawab.

4. Inovasi Bisnis Kombinasi produk, proses, dan sistem organisasional yang baru (dikenal juga sebagai model bisnis)

(28)

2.1.5.1 Inovasi Produk

Definisi mengenai inovasi produk menurut Crawford & De Benedetto (2000), inovasi produk adalah Inovasi yang digunakan dalam keseluruhan operasi perusahaan dimana sebuah produk baru diciptakan dan dipasarkan, termasuk inovasi di segala proses fungsional / kegunaannya.

Di sisi lain, inovasi produk menurut Lukas dan Ferrel (2000) didefinisikan sebagai proses dan penggunaan teknologi baru ke dalam suatu produk sehingga produk tersebut mempunyai nilai tambah.

Inovasi Produk menurut Eisenhardt (1995) adalah:

Product innovation is a primary way in which this alternative form of adaption can happen. For many organizations, creating new products is a central path by which they adapt and sometimes even transform themselves in changing environments.

Inovasi produk adalah cara utama dimana bentuk alternatif ini adaptasi bisa terjadi. Bagi banyak organisasi, menciptakan produk baru adalah jalan tengah di mana mereka beradaptasi dan kadang-kadang bahkan mengubah diri di lingkungan yang berubah.

Inovasi produk menurut Dougherty (1995) adalah: “The development of commercially viable new products requires that technological and market possibilities are linked effectively in the product's design.”

Pengembangan produk baru komersial mengharuskan kemungkinan teknologi dan pasar terkait secara efektif dalam desain produk.

Inovasi produk yang dilakukan harus melalui hasil penelitian pasar, sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen.

(29)

Meskipun perusahaan mementingkan mutunya, tetapi apabila perusahaan tidak memperhatikan selera konsumen, maka akan menyebabkan produknya tidak diminati, bahkan konsumennya akan beralih pada produk lain, sehingga penjualan akan turun.

Bisbe dan Otley (2004) membagi inovasi produk dalam 4 indikator pengukuran, yaitu:

1. Pengenalan produk baru 2. Modifikasi produk

3. Kecenderungan perusahaan untuk menjadi pelopor 4. Perencanaan portofolio terhadap yang baru diluncurkan

Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, inovasi produk adalah pengembangan produk baru diimbangi dengan penggunaan teknologi baru juga, sehingga tidak terhentinya kelangsungan siklus hidup produk pada suatu perusahaan.

2.1.5.2 Jenis Produk Baru

Menurut Kotler (2009; 374) ada 6 golongan produk baru antara lain: 1. Produk baru bagi dunia, yaitu produk baru yang menciptakan suatu

pasar yang sama sekali baru.

2. Lini produk baru, yaitu produk baru yang memungkinkan perusahaan memasuki pasar yang telah mapan untuk pertama kalinya.

3. Tambahan pada lini produk yang telah ada, yaitu produk – produk baru yang melengkapi suatu lini produk perusahaan yang telah mantap.

4. Perbaikan dan revisi produk yang telah ada, yaitu produk baru yang memberikan kinerja yang lebih baik atau nilai yang dianggap lebih hebat dan menggantikan produk yang telah ada.

5. Penentuan kembali posisi (Repositioning), yaitu produk yang telah ada diarahkan ke pasar atau segmen pasar baru.

(30)

6. Pengurangan biaya, yaitu produk baru yang menyediakan kinerja serupa dengan harga yang lebih murah.

2.1.5.3 Proses Penerimaan Produk

Proses penerimaan konsumen terhadap inovasi memerlukan waktu, menurut Kotler(2009, 405) proses penerimaan konsumen berfokus pada proses mental yang dilalui seseorang mulai dari saat pertama mendengar tentang inovasi tersebut sampai akhir penerimaan. Penerimaan produk baru tesebut melalui 5 tahap berikut:

1. Kesadaran (awareness)

Konsumen menyadari adanya inovasi tersebut tapi masih kekurangan informasi mengenai hal tersebut.

2. Minat (interest)

Konsumen terdorong untuk mencari informasi mengenai inovasi tesebut.

3. Evaluasi (evaluation)

Konsumen mempertimbangakan untuk mencoba inovasi tersebut. 4. Percobaan (trial)

Konsumen mencoba inovasi tersebut untuk memperbaiki perkiraannya atas nilai inovasi tersebut.

5. Penerimanaan (adoption)

Konsumen memutuskan untuk menggunakan inovasi tersebut sepenuhnya dan secara teratur.

Perusahaan harus membantu gerakan konsumen tahap – tahap tersebut agar inovasi produk berhasil dan konsumen dapat terpuaskan. Menurut Kotler (2009; 406-408) ada 4 faktor yang mempengaruhi proses penerimaan yaitu:

1. Kesiapan orang – orang untuk mencoba produk baru snagat berbeda. Sampai titik mana sesorang lebih dini menerima gagasan baru dibandingkan anggota masyarakat lainnya.

2. Pengaruh pribadi dalam penerimaan produk baru. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh seseorang terhadap orang lain dalam hal probabilitas sikap dan pembelian.

3. Karakteristik inovasi mempengaruhi tingkat penerimaannya. Beberapa produk dapat langsung disukai, sedangkan produk lain memerlukan waktu yang lama untuk diterima.

(31)

4. Perbedaan kesiapan organisasi untuk mencoba produk baru. Penerimaan (adopsi) akan terkait dengan berbagai variabel dilingkungan organisasi (kemajuan masyarakat, pendapat masyarakat), organisasi itu sendiri (ukuran, laba, tekanan untuk berubah) dan pengelolaannya (level pendidikan, umur, kecanggihannya).

2.1.5.4 Karakteristik Penerimaan Inovasi

Ada 4 karakteristik yang sangat penting dalam mempengaruhi tingkat penerimaan suatu inovasi (Kotler, 2009;407) yaitu:

a. Keunggulan relative (relative advantage), yaitu sampai tingkat mana inovasi itu tampak lebih unggul daripada produk yang sudah ada.

b. Kesesuaian (compability), yaitu sejauh mana inovasi tersebut sesuai dengan nilai dan pengalaman perorangan dalam masyarakat.

c. Kerumitan (complexity), yaitu sejauh mana inovasi itu relative sukar dimengerti atau digunakan.

d. Kemampuan berkomunikasi (communicability), yaitu sampai sejauh mana manfaat yang diperoleh dari penggunaan inovasi tersebut dapat diamti atau dijelaskan kepada orang lain.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian tentang akuntansi lingkungan telah banyak mengalami perkembangan. Akan tetapi penelitian yang terjadi di Indonesia kebanyakan penelitian tentang pengungkapan lingkungan dan belum pada aspek akuntansi yang diterapkan sehingga penelitian mengenai akuntansi manajemen lingkungan ini masih tergolong pada fase awal. Berikut ini merupakan penelitian – penelitian terdahulu mengenai akuntansi lingkungan.

Ferreira et al (2009), yang juga menjadi acuan utama penelitian ini telah meneliti pengaruh penerapan EMA dan strategi terhadap inovasi perusahaan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Variasi variabel yang

(32)

digunakan meliputi: EMA, strategi, inovasi produk dan inovasi proses. Hasil penelitian mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap EMA dan strategi sedangkan penerapan EMA memiliki hubungan positif dengan inovasi proses, bukan inovasi produk yang juga dproksikan dalam penelitian ini.

Ayuningtyas (2012) meneliti tentang pengaruh akuntansi manajemen lingkungan terhadap kinerja perusahaan dengan inovasi dan keunggulan bersaing sebagai variabel intervening. Hasil penelitian bahwa, akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh positif signifikan terhadap inovasi. Akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Keunggulan bersaing berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

Rustika (2011) meneliti mengenai analisis pengaruh penerapan akuntansi manajemen lingkungan dan strategi terhadap inovasi perusahaan. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan EMA dan strategi menjadi penggerak lahirnya inovasi. Sehingga, perusahaan akan cenderung menerapkan EMA untuk mendapatkan informasi lebih banyak mengenai kinerja lingkungan perusahaan mereka. Sehingga, penerapan EMA merupakan salah satu cara yang penting sebagai bagian dari inovasi akuntansi yang bermanfaat agar tujuan efisiensi dan efektivitas tercapai.

(33)

Tabel 2.3

Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama

Penelitian Judul Metode Variabel Hasil

Ferreira et al (2009) Environmental Management Accounting and Innovation; an exploratory Survey dan administrasi EMA Strategi Inovasi Tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap EMA dan strategi sedangkan penerapan EMA memiliki hubungan positif dengan inovasi proses Gediessa Ayuningtyas (2012) Pengaruh Akuntansi Manajemen Lingkungan Terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Inovasi dan Keunggulan Bersaing Sebagai Variabel Intervening Survey Akuntansi Manajemen Lingkungan Kinerja Perusahaan Inovasi dan Keunggulan Bersaing Akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh positif signifikan terhadap inovasi. Novia Rustika (2011) Analisis Pengaruh Penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan Dan Strategi Terhadap Inovasi Perusahaan Survey Akuntansi Manajemen Lingkungan Strategi Inovasi Perusahaan Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan EMA dan strategi menjadi penggerak lahirnya inovasi. Sumber : diringkas untuk penelitian (2015)

(34)

2.3 Kerangka Pemikiran

Secara umum, akuntansi manajemen lingkungan merupakan salah satu sub sistem dari akuntansi lingkungan yang menjelaskan sejumlah persoalan mengenai persoalan dampak – dampak bisnis perusahaan ke dalam sejumlah unit moneter. Akuntansi manajemen lingkungan juga dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam kinerja lingkungan (Ikhsan, 2009).

Akuntansi manajemen lingkungan berguna untuk menanggulangi masalah pengelolaan lingkungan dan membantu usaha para manajer dalam meningkatkan performa finansial sekaligus kinerja lingkungan dari perusahaan ke dalam akuntansi manajemen dan proses pengambilan keputusan. Selantjut akuntansi manajemen lingkungan membantu pelaku bisnis / manajer untuk mengumpulkan, menganalisa dan menghubungkan antara aspek lingkungan dengan informasi moneter maupun fisik(Ikhsan, 2009).

Akuntansi manajemen lingkungan (AML) berkaitan dengan kebutuhan informasi akuntansi manajer dalam kaitannya dengan kegiatan perusahaan yang mempengaruhi lingkungan serta dampak lingkungan yang terkait pada perusahaan (Burrit, 2004).

Berdasarkan berbagai pendapat ahli (UNDSD, 2001; Burrit, 2004; US EPA, 1995; Ikhsan, 2009) dapat dikatakan bahwa, akuntansi manajemen lingkungan adalah proses pengidentifikasian, pengumpulan dan penganalisisan biaya-biaya dan arus informasi bersifat fisik dalam kaitannya dengan kegiatan perusahaan yang mempengaruhi lingkungan serta dampak lingkungan yang terkait

(35)

dengan perusahaan, bermanfaat bagi pihak internal perusahaan dalam pengambilan keputusan.

Dampak lingkungan perusahaan adalah dampak pontensial dari produk fisik (termasuk dengan produk dan kemasan) yang dihasilkan oleh suatu produk fisik pabrik. Produk akhir ini memiliki dampak terhadap lingkungan ketika mereka meninggalkan perusahaan, antara lain, ketika satu produk berakhir pada landfill diakhir masa manfaat hidup. Beberapa dampak potensial lingkungan dari produk dapat dikurangi dengan mengubah desain produk, seperti penurunan volume dari penggunaan kertas dalam kemasan atau mengganti satu produk fisik yang ekuivalen dengan jasa dan sebagainya (Ikhsan, 2009:56). Dampak lingkungan perusahaan dapat dikurangi dengan melakukan inovasi pada produk yang dihasilkan.

Penulis mengacu pada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan, Ferreira et al (2009), mengatakan bahwa penerapan EMA memiliki hubungan positif dengan inovasi proses. Selanjutnya Rustika (2011), hasil penelitian mengatakan bahwa penerapan EMA dan strategi menjadi penggerak lahirnya inovasi. Selaras dengan kedua penelitian sebelumnya Ayuningtyas (2012), mengatakan bahwa akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh positif signifikan terhadap inovasi.

(36)

Inovasi merupakan kemampuan organisasi untuk mengadopsi atau mengimplementasikan gagasan baru, proses dan produk baru (Hartini, 2004). Selaras dengan Bisbe dan Otley (2004) yang menyatakan inovasi produk dapat diukur dengan empat indikator yaitu, pengenalan produk baru, modifikasi produk, kecenderungan perusahaan untuk menjadi pelopor, perencanaan portofolio terhadap yang baru diluncurkan.

Inovasi yang tinggi, baik itu inovasi proses maupun inovasi produk akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan produk yang berkualitas, sehingga akan meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan itu sendiri. Selain itu, inovasi produk dapat mempengaruhi biaya – biaya yang dikeluarkan perusahaan, dengan kata lain, penggunaan akuntansi manajemen lingkungan terkait dengan penciptaan inovasi produk yang dapat meningkatkan daya saing dan posisi perusahaan (Rustika, 2011).

Informasi dari akuntansi manajemen lingkungan dapat bermanfaat bagi manajemen untuk mengambil keputusan terkait inovasi produk. Dengan menghasilkan inovasi ramah lingkungan, perusahaan bukan hanya mengatasi masalah lingkungan saja akan tetapi pada kenyataannya daya saing perusahaan akan meningkat karena inovasi produk sesuai perkembangan teknologi menjadi tumpuan utama perusahaan untuk bersaing di pasar. Hampir semua perusahaan kini berlomba untuk mengeluarkan produk terbaru sesuai dengan perkembangan saat ini (Kusumah, 2014).

(37)

Akuntansi manajemen lingkungan menyajikan sebuah kombinasi pendekatan yang meyediakan transisi data dari akuntansi keuangan dan akuntansi biaya untuk meningkatkan efisiensi produk, mengurangi dampak lingkungan dan mengurangi biaya konversi lingkungan. Akuntansi manajemen lingkungan juga meliputi persiapan dan efek dari biaya lingkungan serta memberikan informasi kinerja perusahaan bagi stakeholder maupun stockholder. Informasi ini dapat diaplikasikan untuk pengambilan keputusan pada level keputusan yang berbeda dalam perusahaan (Ikhsan, 2009).

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Pengembangan Hipotesis

Menurut Sugiyono (2012;84) Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Atas dasar kerangka pemikiran sebelumnya, maka peneliti mengajukan hipotesis, yaitu:

Terdapat pengaruh akuntansi manajemen lingkungan terhadap inovasi produk.

Akuntansi Manajemen Lingkungan

(38)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Objek dan Metodelogi Penelitian Yang Dilakukan 3.1.1 Objek Penelitian Yang Dilakukan

Pengertian objek penelitian secara umum merupakan permasalahan yang dijadikan topik penelitian dalam rangka menyusun suatu laporan penelitian sedangkan objek penelitian menurut Arikunto (2006:118) adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah akuntansi manajemen lingkungan (variabel independen) dan inovasi produk (variabel dependen). Untuk meneliti objek tersebut diadakan penelitian kepada perusahaan manufaktur di wilayah Jakarta dan Jawa Barat.

3.1.2 Metode Penelitian Yang Dilakukan

Penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012:13)

(39)

3.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian 3.2.1 Definisi Variabel Penelitian

Variabel merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012:2). Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek lainnya (Sugiyono, 2012:38).

1. Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2012:4). Berdasarkan latar belakang masalah, kerangka pemikiran dan penelitian terdahulu, maka variabel independen ( X ) atau tidak terikat yang tidak dipengaruhi variabel lain yaitu Akuntansi Manajemen Lingkungan.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel tidak bebas atau variabel terkait yang dipengaruhi oleh variabel independen. Menurut Sugiyono (2012:4) variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Berdasarkan latar belakang masalah, kerangka pemikiran dan penelitian terdahulu, maka variabel dependen ( Y ) yang dipengaruhi variabel lain yaitu Inovasi Produk.

(40)

3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian

Operasionalisasi variabel dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suatu variabel dengan variabel lainnya. Dalam penelitian yang menjadi variabel X adalah akuntansi manajemen lingkungan, sedangkan variabel Y adalah inovasi produk.

Berdasarkan hal tersebut dibawah ini terdapat penjelasan operasionalisasi variabel sebagai berikut:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Konsep Variabel Indikator Skala

Akuntansi Manajemen Lingkungan ( X ) Akuntansi manajemen lingkungan sendiri merupakan proses pengidentifkasian, pengumpulan, perkiraan-perkiraan, analisis,

pelaporan dan pengiriman informasi tentang :

informasi berdasarkan arus bahan dan energi, informasi berdasarkan biaya lingkungan, informasi lainnya yang terukur, dibentuk berdasarkan akuntansi manajemen lingkungan untuk pengambilan keputusan bagi perusahaan. (Ikhsan, 2009) 1. Identifikasi biaya lingkungan Interval 2. Klasifikasi biaya lingkungan 3. Alokasi biaya lingkungan pada proses produksi 4. Alokasi biaya lingkungan pada produk 5. Penilaian biaya siklus hidup produk 6. Analisis persediaan produk 7. Analisis dampak produk 8. Analisis perbaikan produk Inovasi Produk ( Y )

Konsep inovasi, secara singkat didefinisikan perubahan yang dilakukan dalam organisasi yang didalamnya mencakup 1. Pengenalan produk baru Interval 2. Modifikasi produk yang sudah ada

(41)

kreatifitas dalam

menciptakan produk baru, jasa, ide, atau proses baru. (Ellitan, 2009) 3. Kecenderungan perusahaan untuk menjadi pelopor 4. Bagian portofolio produk yang baru diluncurkan Sumber: Hansen&Mowen(2011); Bisbe dan Otley (2004); Ikhsan(2009) dan Ellitan(2009)

3.3 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Sumber Pengumpulan Data

Sumber data penelitian adalah data primer (untuk variabel depanden maupun variabel independen). Sumber data primer, sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012:193). Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data merupakan individu yaitu pada bagian akuntansi manajemen perusahaan manufaktur.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara atau jalan yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Data yang dikumpulkan untuk digunakan dalam penelitian adalah data primer dilakukan dengan cara penelitian ke lapangan yaitu penelitian yang dilaksanakan langsung pada organisasi yang bersangkutan yang menjadi objek penelitian dan data yang diperoleh dengan wawancara, obeservasi dan angket pertanyaan (Sugiyono, 2010:135).

(42)

Teknik pengumpulan data dilakukan sebagai berikut: 1. Penelitian Lapangan (field research)

Penelitian lapangan adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh data primer yaitu data yang diperoleh melalui :

a. Wawancara (Interview), yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pimpinan atau pihak yang berwenang atau bagian lain yang berhubungan langsung dengan objek yang diteliti. Pada penelitian ini, wawancara dilakukan secara tidak terstruktur. Menurut Sugiyono (2012:197), wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

b. Kuesioner (Angket), yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden (Sugiyono, 2012:199). Jenis kuesioner yang penulis gunakan adalah kuesioner tertutup, yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabannya. c. Observasi, yaitu suatu proses yang kompleks, suatu proses yang

tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan (Sutrisno Hadi, 1986). Pada penelitian ini, observasi dilakukan secara

(43)

observasi terstruktur. Menurut Sugiyono (2012:204), observasi terstruktur adalah obeservasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, di mana tempatnya.

2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yaitu data yang merupakan faktor penunjang yang bersifat teoritis kepustakaan.

3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2012:61) pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Sedangkan apabila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang ada diambil dari populasi itu. Populasi dalam penelitian itu adalah perusahaan manufaktur di wilayah Jakarta dan Jawa Barat seluruh perusahaan yang ruang lingkupnya berhubungan dengan lingkungan, terdiri dari perusahaan manufaktur, makanan dan minuman, otomotif, tekstil, dan farmasi.

(44)

3.4.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2012:62) sampel adalah jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2012:68) “Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Selain itu menurut Arikunto (2010;183) :

Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan diataskan strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak mengambil sampel yang besar dan jauh.

Pertimbangan penentuan sampel pada penelitian ini berdasarkan kriteria, perusahaan yang sudah menerapkan Akuntansi Manajemen Lingkungan sehingga jumlah sampel sebanyak 10 perusahaan di Jakarta dan Jawa Barat.

Tabel 3.2

Daftar Perusahaan Manufaktur

No Nama Perusahaan Jenis Industri Kab/Kota

1. PT. Biofarma Farmasi Kota Bandung

2. PT. Darya Varia Laboratoria Farmasi Kota Jakarta

3. PT. Kimia Farma Farmasi Kota Bandung

4. PT. Ceres Makanan & Minuman Kab. Bandung 5. PT. Tirta Investama Makanan & Minuman Kota Jakarta 6. PT. Nutrifood Indonesia Makanan & Minuman Kota Jakarta 7. PT. Hogy Indonesia Alat Kesehatan Kota Jakarta

8. PT. Astra World Otomotif Kota Jakarta

9. PT. Honda Prospect Motor Otomotif Kota Jakarta 10. PT. Ateja Tritunggal Tekstil Kab. Bandung Barat Sumber : idx.co.id

(45)

3.5 Teknik pengolahan dan Data

Penulis mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh dari kuisioner dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap jawaban berdasarkan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh penulis, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pertanyaan atau penyataan. Adapun bobot penilaian jawaban dari kuisioner tersebut adalah sebagai berikut:

Selalu (SL) : diberi bobot nilai 5 Sering (SR) : diberi bobot nilai 4 Kadang-kadang (KD) : diberi bobot nilai 3 Pernah (P) : diberi bobot nilai 2 Tidak Pernah (TP) : diberi bobot nilai 1

Instrument penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk checklist (√ ) ataupun pilihan ganda (Sugiyono, 2012:132). Namun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert dalam bentuk checklist (√ ).

Untuk jawaban dari responden atas pertanyaan kuisioner, setiap itemnya mempunyai skor tertentu. Skor tersebut mempunyai rentang dari 1 sampai dengan 5. Skor tersebut mempunyai kegunaan dalam menghitung nilai skor terendah dan tertinggi yang akan digunakan pada rentang klasifikasi skor setiap variabel. Dalam

(46)

penelitian ini, jumlah kategori yang digunakan adalah lima. Kelima kategori tersebut mampu menggambarkan setiap variabel yang diteliti dalam penelitian ini.

Nilai jawaban responden mengenai indikator yaitu dengan mencari kelas interval dengan menggunakan rumus interval sebagai berikut:

Interval =

1. Pengelompokan nilai jawaban responden mengenai Akuntansi Manajemen Lingkungan di Perusahaan Manufaktur:

Total skor tertinggi:

Jumlah pertanyaan x sampel (n) x skor tertinggi = 21 x 30 x 5 = 3150 Total skor terendah:

Jumlah pertanyaan x sampel (n) x skor terendah = 21 x 30 x 1 = 630 Interval =

=

=

504

Berdasarkan perhitungan di atas maka interval untuk masing–masing kriteria adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Penilaian Akuntansi Manajemen Lingkungan

Interval Kriteria 630 – 1133 Tidak Baik 1134 – 1637 Kurang Baik 1638 – 2141 Cukup Baik 2142 – 2645 Baik 2646 – 3150 Sangat Baik

(47)

2. Pengelompokan nilai jawaban responden mengenai inovasi produk di Perusahaan Manufaktur:

Total skor tertinggi:

Jumlah pertanyaan x sampel (n) x skor tertinggi = 9 x 30 x 5 = 1350 Total skor terendah:

Jumlah pertanyaan x sampel (n) x skor terendah = 9 x 30 x 1 = 270 Interval =

=

=

216

Berdasarkan perhitungan di atas maka interval untuk masing–masing kriteria adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

Kriteria Penilaian Inovasi Produk

Interval Kriteria 270 – 485 Tidak Baik 486 – 701 Kurang Baik 702 – 917 Cukup Baik 918 – 1133 Baik 1134 – 1350 Sangat Baik

3.5.1 Pengujian Instrumen Penelitian

Dalam penelitian data memiliki kedudukan yang sangat penting karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis yang akan menjadi kesimpulan penelitian. Kesimpulan penelitian yang berupa jawaban atas pemecahan masalah penelitian dibuat berdasarkan hasil proses pengujian data yang meliputi pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Oleh karena itu, hasil penelitian tergantung pada kualitas data dalam mengungkapkan aspek-aspek atau variabel-variabel yang diteliti,

(48)

diperlukan suatu alat ukur atau skala tes yang valid dan dapat diandalkan agar kesimpulan penelitian tidak akan keliru dan tidak akan memberikan gambaran yang jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya, untuk itu perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

3.5.1.1 Pengujian Validitas

Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Menurut (Sugiyono, 2012:172) mendefinisikan sebagai berikut, valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu koesioner sebagai instrument penelitian dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2005; 45). Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment. Rumus statistik yang digunakan dalam korelasi product moment yaitu:

Dimana :

r = Koefisien korelasi n = Jumlah responden x = Skor butir

(49)

Instrumen dapat dinyatakan valid apabila hasil perhitungan koefisien korelasi menunjukan sebesar 0,3 atau lebih. Instrumen penelitian juga dapat dinyatakan valid apabila mempunyai nilai rhitung lebih besar dari rtabel

 Jika rxy hitung ≥ r table maka pernyataan dinyatakan valid

pada taraf signifikan 5% (Sugiyono, 2012; 126-128). Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for windows versi 20.0.

 Jika rxy hitung < r table maka pernyataan tidak valid 3.5.1.2 Pengujian Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2012; 168) mendefinisikan instrument yang reliabel sebagai berikut, instrumen yang reliabel adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

Dengan demikian, suatu instrument dikatakan reliable bila digunakan untuk mengukur berkali-kali data yang sama (konsisten). Pengujian keandalan (reliabilitas) ditunjukan untuk menguji sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya, tinggi rendahnya keandalan digambarkan melalui koefisien reliability dalam suatu angka tertentu. Dalam pengujian kenadalan ini digunakan tes interval consistency, yaitu sistem pengujian terhadap kelompok yang kemudian dihitung skor dan diuji konsistensinya terhadap berbagai item yang ada dalam kelompok tersebut (Sugiyono. 2012; 131).

Uji reliabilitas ini hanya dilakukan pada item pernyataan yang dinyatakan valid dalam uji validitas. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik Cronbach’s Alpha, yaitu dengan bantuan program SPSS for windows versi 20.0.

(50)

Adapun rumus statisk yang digunakan yaitu

Dimana: r11

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal = Reliabilitas instrument

= Jumlah varian butir/item

V = Varian total

Instrumen dikatakan reliable : jika > r table (df: , n-2), untuk

mempercepat dan mempermudah penelitian ini pengujian reliabilitas dilakukan degan bantuan komputer dengan menggunakan SPSS for windows versi 20.0.

3.5.2 Uji Asumsi Klasik

Untuk menguji kelayakan model regresi yang digunakan, maka model terlebih dulu harus memenuhi uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik untuk model regresi dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sebuah model regresi yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal.

Untuk mengetahui bentuk distribusi data, bisa dilakukan dengan grafik distribusi dan analisis statistik. Pengujian dengan grafik distribusi

(51)

dilakukan dengan melihat grafik histrogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data yang sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Dalam penelitian ini untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan program SPSS dengan analisis grafik Normal Probability Plot. (Ghozali, 2006).

2. Uji Heterokedasitas

Uji heteroskedastisitas betujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamtan lainnya. Gejala varians yang tidak sama ini disebut dengan heterokedastisitas, sedangkan adanya gejala residual yang sama dari satu pengamatan ke pengamatan lain disebut dengan hemokedastisitas.

Menurut Sritua Arief (2006:36), untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas pada model regresi yang diperoleh digunakan Uji Korelasi Rank Spearman. Korelasi Rank Spearman dilakukan dengan cara menghitung korelasi masing-masing variabel bebas dengan harga mutlak dari residual (error) dengan rumus sebagai berikut:

) 1 ( 6 1 2 2 − − =

n n d rs i

(52)

H1

Jika hasil korelasi variable bebas terhadap nilai absolut dari residual (error) siginifikan, maka dapat disimpulkan terhadap heteroskedastisitas (varian dari residual tidak homogen).

:r ≠ 0 ( terdapat heteroskedastisitas)

Uji heteroskedastisitas juga dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplot anatara nilai variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID), dimana sumbu X adalah yang diprediksi dan sumbu Y adalah residual. Dasar pengambilan keputusan yang diambil adalah sebagai berikut:

a. Jika pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada yang jelas serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjiadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).

(53)

3.6 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan hanya didasarkan pada teori relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2010:170).

Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan statistik non parametrik sebagai alat bantu, yaitu korelasi sederhana dan regresi. Tujuan pola uji statistik analisis regresi linier sederhana yaitu untuk mengetahui hubungan fungsional antara variabel-varibel yang diteliti, hal ini dapat digambarkan dalam bentuk persamaan garis regresi, sedangkan tujuan dilakukannya analisis korelsi sederhana adalah untuk mengetahui keeratan hubungan atau besarnya pengaruh variabel yang satu terhadap variabel lainnya yang dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi dengan menggunakan SPSS for windows versi 20.0

3.6.1 Regresi Linier Sederhana

Uji regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh proporsional antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis regresi linier sederhana secara umum mempunyai persamaan sebagai berikut:

Gambar

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Perusahaan Makanan dan Minuman
Tabel 2.1  Elemen EMA
Tabel 2.2  Tipe Inovasi
Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran
+6

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari dimensi guru dan peserta didik, penggunaan belajar kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar Sejarah kelas XI IPS 4; Penggunaan

Sistem pendukung keputusan seleksi karyawan diharapkan mampu mengatasi masalah tersebut dengan menyesuaikan bobot dan kriteria.Metode yang digunakan untuk membantu dan

menyediakan dan menyalurkan dana padanan untuk pembiayaan KUKM-CPPU minimal 20% (dua puluh perseratus) dari kebutuhan dana. melakukan monitoring dan pendampingan kepada

4.8.1 Unsur-unsur struktur bangunan gedung yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap beban gravitasi seperti balkon, kanopi dan balok kantilever berbentang panjang, balok

Penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana seharusnya pemerintah bekerja untuk membawa daerahnya kepada

Dilihat dari Gambar 3, tidak ada atribut sayuran organik di Brastagi Supermarket Tiara Medan yang berada pada kuadran I yang menandakan bahwa produk sayuran

Dalam makalah ini diusulkan sebuah sistem penendang dengan rangkaian DC to DC booster yang berbasis timer LM555 sebagai penghasil gelombang kotak dan opamp LM324

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal piutang usaha sudah diterapkan dengan benar dalam